Sabtu, 30 Juni 2012

Pretty Receptionist Ellen: The Naughty Punishment

Ellen

Namaku Ellen, aku bekerja sebagai receptionist di sebuah perusahaan di kota ini, untuk membiayai kuliahku di sebuah akademi sekertaris. Dengan struktur organisasi yang kecil di kantorku, dan masa kerjaku yang lebih dari setahun membuat tugasku menjadi lebih dari sekedar receptionist saja, aku di ditugasi oleh bossku untuk memegang sejumlah uang untuk biaya-biaya rutin kantor, tapi kemudian aku tergoda untuk menggunakan uang kantor tersebut untuk keperluan pribadiku, meski awalnya hanya sedikit, lama-kelamaan aku mengambil uang tersebut dalam jumlah yang cukup besar, dan bila di hitung-hitung total keseluruhan uang yang aku pakai cukup besar juga untuk ukuran seorang receptionist. Uang kantor yang aku pakai bisa mencapai 40 tahun gajiku sebagai receptionist. Awalnya bossku tidak mengetahui semua itu, karena aku cukup rapi dalam mengelola uang tersebut, tapi lama kelamaan sepertinya ia curiga juga, bossku adalah seorang wanita karier yang masih tetap melajang meski usianya sudah mendekati kepala 4.
Watak dan sikapnya sehari-hari cukup tegas sebagai seorang wanita. Tubuhnya juga sangat terawat, kebiasaan beliau setiap pagi waktu datang kantornya di lantai 4 adalah menggunakan tangga dengan sedikit berlari, meski ada lift di gedung ini. Tujuannya adalah untuk menjaga staminanya tetap fit, begitu katanya sewaktu aku tanya tentang kebiasannya itu. Ternyata bossku yang bernama Ibu Jessica telah mencurigai aku menggelapkan sejumlah uang untuk pengeluaran biaya kantor, sehingga tanpa sepengetahuanku, Ibu Jessica telah memasang kamera pengintai di atas mejaku, dan mencatat segala pengeluaran kantor yang menjadi urusanku, dan meng-crosscheck lagi semua pengeluaran itu dengan pihak yang berkaitan dengan uang tersebut. Intinya ia telah memiliki bukti-bukti yang cukup akurat dan lengkap, ditambah lagi dengan bukti rekaman video kamera cctv diatas mejaku yang tidak aku ketahui selama beberapa bulan telah ditempatkan di atas mejaku, dan dikamuflasekan dalam sebuah speaker yang biasa mengalunkan musik lembut bila sudah mendekati dan selama waktu istirahat, bahkan tugaskulah untuk menjalankan musik lembut itu dari meja operatorku.

Tibalah hari itu aku di pangil ke ruang kerjanya. Awalnya aku hanya ditanya tentang pekerjaanku, kemudian berlanjut pada masa kerjaku di perusahaan tersebut yang telah mencapai 2 tahun masa kerja.
“Ellen, apakah kamu punya keluhan?” tanya Bu Jessica padaku.
“Tidak Bu, semuanya cukup memuaskan.” jawabku.
“Kalau memuaskan kenapa kamu mencuri uang kantor!?” tanya Bu Jessica yang kini sedikit keras nada bicaranya. Aku berusaha menyangkal segala tuduhan yang dia lontarkan padaku, sehingga pada akhirnya dia memperlihatkan rekaman video cctv di atas mejaku, dan segala berkas-berkas bukti pencatatan cash flow yang aku pegang. Terutama bukti rekaman video itu yang sangat tidak bisa disangkal lagi.
“Sekarang kamu masih mau menyangkal lagi?” tanya Bu Jessica.
“Tidak Bu.” jawabku pelan sambil tertunduk.
“Lalu bagai mana sekarang? kamu mau aku laporkan ke polisi, biar kamu di hukum dan di penjara, atau kamu mau mengganti segala kerugian yang telah kamu lakukan?”
Tentu aku tak mau di laporkan ke polisi, karena akan lebih buruk akibatnya, aku akan di penjara dengan masa kurungan yang lama, keluargakupun akan malu dan ikut terkena dampaknya, dan aku pasti akan diharuskan mengganti kerugian yang telah aku timbulkan dan membayar biaya persidangan, tapi mengganti sejumlah uang yang telah aku ambil juga bukan perkara gampang. kerugian yang aku timbulkan bila di total mencapai angka 40 tahun gajiku sebagai receptionist di perusahaan ini, itupun dengan besaran diatas rata-rata, karena di kantor ini aku di gaji cukup besar untuk ukuran receptionist. Mungkin karena tugasku yang lebih dari sekedar receptionist. sedangkan uang yang aku ambil sedikitpun tak bersisa, kebanyakan telah aku habiskan untuk membayar kostku yang kini pindah ke kost yang lebih bagus, untuk membayar biaya kuliahku yang tak kunjung selesai karena aku jarang kuliah, tapi kebanyakan aku habiskan untuk foya-foya dan hura-hura dan menyaingi gaya hidup teman temanku yang rata-rata anak orang berpunya, sedang aku hanya anak dari keluarga yang kekurangan.

“Aku tidak mau di penjara, Bu.” jawabku
“Lalu bagaimana?” tanyanya.
“Aku akan megganti semua yang telah aku ambil.”
“Mengganti bagaimana, memangnya kamu punya uang!?”
“Tidak Bu…” jawabku sambil menunduk.ingin rasanya saat itu aku menghilang, seperti sihir Harry Potter.
“Lalu bagaimana kamu bisa menganti jumlah uang yang telah kamu ambil?” tanya Bu Jessica. Aku hanya terdiam mendengar perkataan itu. Kemudian dia melanjutkan “Baik, kalo kamu tidak mau saya laporkan ke polisi. tapi sebagai gantinya kamu harus menuruti semua perintah saya, dan harus mengganti uang yang telah kamu ambil dengan cara potong gaji, sebesar 50% gaji mu. kamu setuju..!?”
“Iya Bu, saya setuju.” tanpa pikir dua kali aku menyetujui semuanya, karena memang itu jalan terbaik yang kupunya.
Lalu akupun di sodori sebuah kertas perjanjian yang isinya mengatakan bahwa aku harus mengganti uang perusahaan yang telah kuambil dengan cara potong gaji sebesar 50%. dan selain itu aku harus menataati segala perintah yang diperintahkan padaku, apapun bentuknya, dimanapun dan kapanpun, apabila aku melanggar perintah, maka aku setuju untuk menerima hukuman yang diberikan, dan sekalligus hutangku pada perusahaan akan bertambah 1x gajiku. Sebagai hukuman agar aku tidak lagi melanggar perintah yang diberikan, dan melaksanakan perintah tersebut sebaik-baiknya. begitulah kira-kira inti dari perjanjian diatas materai yang kutanda tangani dan di tambah dengan cap sidik jari.
“Mulai sekarang kamu harus menaati perintah dan aturan yang aku berikan, mengerti!?” Bu Jessica bertanya dengan sedikit membentak.
“Mengerti, Bu.” jawabku.
“Mengerti apa!?” tanya Bu Jessica lagi akupun mengulang menjawab dengan lebih lengkap.
“Saya mengerti bahwa saya akan menaati perintah dan peraturan yang Bu Jessica perintahkan pada saya.”
“Gadis pintar, mulai sekarang kamu harus menuruti perintah saya.” kata Bu Jessica
“Baik Bu.” jawabku
“Oh iya mulai sekarang jangan panggil saya dengan sebutan Ibu, panggil saya dengan sebutan nyonya!” lanjut Bu Jessica.
“Baik nyonya!” kataku dan Bu Jessica pun tertawa mendengar jawabanku itu. aku merasa seperti sebagai seorang kacung berhadapan dengan majikannya. Memang seperti yang aku tahu biasanya kacung/pembantu menyebut majikanya dengan sebutan tuan dan nyonya.
“Sekarang serahkan name tagmu” (kartu identitas di perusahaan) akupun melepaskan name tag ku yang tergantung di bagian dada sebelah kiri baju atasku, dan memberikanya pada Bu Jessica yang kini dan seterusnya akan ku panggil dengan sebutan nyonya.
“Ini nyonya…” kataku halus.

“Sekarang berdiri lalu buka semua pakaianmu dan berdiri di pojok jendela sana!” katanya memerintah, aku hanya terdiam shock dengan perintahnya.
“Lakukan atau aku akan panggil polisi kemari” mendengar kata polisi kembali di sebut, aku sadar bahwa aku tak punya pilihan lagi. maka kemudian aku berdiri dan mulai melepaskan bajuku. Dimulai dari blazer, lalu aku melepaskan kemeja putihku, pelan-pelan kulepaskan satu per satu kancing kancingnya, kutanggalkan bajuku dan meletakkanya di meja. Kini aku hanya tinggal mengenakan bra hitam ku sebagai penutup tubuh bagian ataksu. aku berdiri memandang nyonya Jessica yang sambil sedikit tersenyum dan memandangku.
“Lanjutkan, buka BHmu” katanya lagi. akupun membuka kaitan BHku di belakang punggungku, dan melepaskan talinya melalui tangan kanan dan kiriku. Kini aku bertelanjang dada di hadapan nyonya Jessica, sambil meletakan BH ku di tumpukan bajuku.
“Berapa ukuran payudaramu” tanya Bu Jessica padaku.
“Tiga dua B nyonya” jawabku.
“Hmm lumayan  juga, pantas banyak karyawan kantor yang tertarik padamu” lanjutnya lagi.
“Sekarang jawab dengan jujur, sudah berapa laki laki yang pernah memegang payudaramu itu?” aku terdiam sejenak, kaget juga aku dengan pertanyaan Bu Jessica itu. Aku malu untuku menjawabnya, karena sejujurnya aku pernah telanjang di depan teman laki-laku dan pacarku saat ganti baju di kostku. Bahkan aku sudah tidak perawan lagi sejak SMU kelas 2.
“Sembilan orang nyonya” akhirnya aku menjawab
“Wah banyak juga ya..? memangnya kamu sudah pacaran berapa kali?” lanjutnya
“Aku baru pacaran 4 kali nyonya.”
“Lho 4 kali? Lalu siapa yang lima orang lagi?” tanyanya lagi.
 “Teman-temanku yang lain.” jawabku tertunduk.
“Kamu masih perawan atau sudah bolong..?”
“Saya sudah tidak perawan lagi nyonya.”
“Wah ternyata kamu murahan juga ya?” ejek Bu Jessica.
Aku sebenarnya malu dan keberatan di bilang cewe murahan, tapi aku tak bisa berkata apa-apa di depan Bu Jessica yang entah kenapa sepertinya aku di bawah kekuasannya, mungkin karena aku takut dilaporkan ke polisi.
“Sekarang buka semua bajumu!” katanya.

Aku pun menurutinya, dan mulai mebuka rok mini ketatku, aku memang suka memakai rok mini ketat ke kantor, mungkin 15cm di atas lututku, aku memang bangga dengan pahaku yang mulus, meski betisku kurang begitu bagus menurutku. Aku sedikit membungkuk sambil mengangkat kaki sebelah kiri dan kemudian kaki kananku untuk melepaskan rokku, kemudian aku berdiri tegak lagi untuk meletakan rok miniku di atas meja. tapi aku dikejutkan oleh sinar lampu yang menyilaukan dan sesaat seperti cahaya kilat. Ternyata ketika ku memandang nyonya Jessica, ia telah berdiri dan memegang kamera digital di tangan kanannya. Ia telah memfotoku ketika sedang melepaskan rokku, dan hanya tinggal mengenan celana dalam yg juga mini, meski tidak bisa di bilang sebagai G-string. Bu Jessica hanya tersenyum, sambil berkata
“Aku butuh sesuatu sebagai jaminan, supaya kamu tidak melarikan diri nanti” Ia pun kembali mengambil gambarku yang masih terdiam berdiri mematung karena shock.
“Senyum….!” perintahnya dan seperti kerbau di cocok hidung akupun tersenyum ke arah kamera, sambil terus di foto oleh Bu Jessica.
“Sekarang jalan ke arah jendela, menghadap ke mari dan sambil lepaskan celana dalammu itu pelan pelan”
Entah kenapa aku menuruti kata-katanya, dan berjalan ke arah jendela yang menghadap keluar. kantor Bu Jessica memang berada di sebuah gedung berlantai 4. Dari jendela itu aku bisa melihat ke bawah, terlihat jalan dan kawasan yang merupakan pemukiman penduduk, anehnya aku merasa seperti seorang model yang sedang difoto oleh seorang fotografer dan berada di pinggir jendela besar ini membuat aku seolah berada di luar ruangan, dan perasaan itu membuat jantungku berdebar dan anehnya lagi, perasan ini membuat aku terangsang dan basah di bagian kewanitaanku. sekarang dengan latar samping/belakang jendela besar yang menghadap ke luar, kembali aku difoto oleh Bu Jessica. Aku seperti sedang mempertontonkan keindahan tubuh dan payudaraku ke masyarakat umum yang ada di bawah sana. perasaan malu, dipermalukan bercampur dengan perasaan tegang, bagaimana jika ada yang melihatku, memang gedung kantor ini adalah yang tertinggi di sekitar kawasan ini. Perasaan itu bercampur dengan perasaan senang, seperti perasaan ku saat keindahan tubuhku membuat orang di sekitarku memalingkan muka memandang dengan tatapan kagum dan terpeson bahkan tatapan iri dari wanita lain, semua perasaan itu membuatku semakin basah.

Aku kemudian melepaskan celana dalam miniku pelan pelan seperti yang diperintahkan oleh Bu Jessica, dengan gerakan pelan, membuat diriku tampak seperti memang sedang sengaja mempertontonkan tubuhku, sementara Bu Jessica yang berjalan ke sana kemari mencari sudut yang berbeda untuk memfotoku. Ketika aku telah melepas celana dalamku dengan perlahan, bahkan saat melepaskannya dari kaki kiri dan kananku. Bu Jessica mengalurkan tangan kirinya kearahku, seakan meminta aku melemparkan celana dalamku, tanpa di mintapun aku melemparkan celana dalam ku itu pada Bu Jessica. Bu Jessica yang menerimanya, sambil terus memfotoku, kemudian berkata
“Dasar cewek jalang murahan, sedang difoto sebagai jaminan dan hukuman, kamu malah terangsang dan basah sekali, seperti minta disetubuhi…”
Aku malu sekali dengan kenyataanku itu dan juga oleh perkataan Bu Jessica, ternyata celanaku juga jadi basah dengan keterangsanganku ini, aku jadi tambah malu, tapi hal itu bahkan membuatku tambah terangsang, sehingga seperti sedang terkena serangan menggigil tubuhkupun kadang bergetar, putingkupun jadi kian terasa keras dan mencuat karena terangsang. Aku diminta untuk berpose dengan berbagai macam gaya, aku diminta meremas payudaraku, membuat keduanya saling menempel dan mengangkatnya keatas sehingga seolah seperti sedang menawarkan payudaraku pada orang di depanku, kemudian aku juga di minta untuk menjilat puting payudaraku, tapi aku tak bisa, meski sudah berusaha semaksimal mungkin untung mengangkat payudaraku setinggi mungkin ke arah mulutku, tapi hanya nyaris bisa kujilat mungkin ukuranya yang kurang besar sehingga tidak bisa aku jilat. Aku juga diminta untuk mengangkat kedua tanganku di belakang kepala, keadaan seperti itu membuat dadaku makin membusung ke depan, sehingga seolah makin memamerkan kedua payudaraku yang menjadi tampak makin besar, dengan posisi seperi itu aku diminta untuk merenggangkan kedua kakiku selebar-lebarnya menjadi seperti huruf X, sehingga vaginaku menjadi terpampang jelas.

Sementara aku masih di posisi itu, Bu Jessica kini mengambil gambarku dengan posisi berjongkok di depanku, dengan begitu maka bagian kelaminku akan makin tampak jelas terihat dalam kamera, di tambah lagi, bulu kemluanku memang rajin aku cukur, sehingga tumbuh tidak terlalu lebat menutupi lubang vaginaku. keadaan itu membuatku makin terangsang dan basah dalam liang senggamaku. Aku merasa yakin bahwa vaginaku yang basah akan terlihat dalam foto yang Bu Jessica ambil dengan posisi berjongkok di depanku dan makin mendekat ke arahku. Setelah merasa cukup, Bu Jessica menyodorkan pakaianku dan menyuruhku mengenakan kembali bajuku, tapi ketika aku mencari pakaian dalamku, yakni BH dan CD ku, Bu Jessica berkata bahwa pelacur seperti aku tak pantas memakai pakaian dalam, dan mulai saat itu aku tidak boleh memakai pakaian dalam secuilpun katanya padaku, akupun hanya bisa mengangguk dan tertunduk. Bu Jessica pun meletakkan pakaian dalamku di atas meja maka akupun memakai kembali pakaian ku tanpa memakai Bra dan celana dalamku, sungguh aneh dan risih aja, berpakaian tanpa memakai pakaian dalam, untung aku saat itu memakai atasan blazer atau jas tipis sebagai padanan rokmini ku, sehinga puting susuku tak akan tampak di balik kemeja putihku yang nyaris transparan. Bu Jessica kemudian menelpon seseorang untuk dipangilkan Pak Iwan pesuruh kantor untuk mengambilkan tas kerjaku, dan membawanya ke ruang Bu Jessica. Aku memang menyimpan segalanya dalam taskus Sehingga ketika pesuruh itu datang menyerahkan tasku, Bu Jessica memintaku untuk memeriksanya dan semua masih lengkap tak ada yang tertinggal. Pak Iwan, meski dia seorang pesuruh, tapi dia adalah orang kepercayaan Bu Jessica sejak belasan tahun lalu, orangnya tidak bisa bicara alias bisu, tapi dia masih bisa mendengar, akupun mengenal pesuruh itu sebagai orang yang teliti dalam bekerja cekatan dan cerdas, dia selalu menuliskan apa yang diminta dalam sebuah catatan, sehingga ia bisa membeli sesuatu dengan memperlihatkan catatan tersebut ke pada penjual barang yang dimaksud. Orang-orang sekitar kantorpun sudah mengetahui keberadaan pak Iwan itu yang bisu, tapi kebanyakan mereka mengira pak Iwan sebagai penyandang bisu tuli. Pak Iwan berumur sekitar 45 tahun, tapi masih tampak gagah dan kuat, ia terkadang sering mendampingi Bu Jessica sebagai supir pribadi bila keluar kota dan keperluan lain, meski perusahaan juga memiliki supir kantor, tapi tampaknya Bu Jessica lebih percaya pada Pak Iwan ini, karena kedekatanya dengan Bu Jessica sudah sejak Bu Jessica merintis perusaahnnya ini dari orang tuanya dulu. Jabatan Pak Iwan di kantor pun sebagai kepala pantry yang membawahi 10 orang pesuruh dan termasuk OB, karena perusahaan ini bergerak di bidang distributor alat tulis kantor dan percetakan dan alat elektronik yang berkaitan dengan percetakan, sehingga membutuhkan beberapa tenaga kasar.

Pak Iwan

Bu Jessica pun berkata kepada Pak Iwan yang membuat aku malu dan sekaligus shock. Sambil mengangkat pakaian pakaian dalamku yang berada di atas meja Bu Jessica, Bu Jessica berkata
“Pak Iwan, ini adalah pakaian dalam Ellen yang tadi ia pakai, mulai sejak saat ini Ellen dilarang memakai pakaian dalam lagi, karena Ellen telah melakukan kesalahan yang mengakibatkan kerugian pada perusahaan, maka mulai hari ini Ellen saya hukum dengan tidak boleh memakai pakaian dalam lagi. Nah tugas Pak Iwan adalah setiap pagi jam 07.15 tidak boleh lebih, siang sebelum istirahat makan siang jam 11.45 dan sore sebelum jam pulang tergantung situasi kerja, Pak Iwan harus memeriksa apakah benar Ellen tidak memakai pakaian dalam atau tidak. Terserah Pak Iwan cara apa yang Pak Iwan pakai untuk memeriksa. dan aku jamin Ellen tidak akan menolak. Bila Ellen ternyata terlambat memeriksakan diri pada Pak Iwan, setiap menit keterlambatan akan aku hitung sebagai satu kesalahan, dan setiap kesalahan akan ada hukuman tertentu.”
Aku yang mendengar semua yang Bu Jessica katakan, menjadi terperangah dan shock sekaligus malu memikirkan, bahwa setiap pagi aku akan di periksa apakah aku memakai pakaian dalam atau tidak, dan yang memeriksa adalah Pak Iwan, seorang pesuruh kantor!?
“Oh betapa sungguh memalukan” pikirku
Ketika aku masih membayangkan semua itu, Bu Jessica mengejutkan aku.
“Dan kamu Ellen, Ingat kamu harus dalam posisi sempurna saat sedang di periksa oleh Pak Iwan, posisi sempurna sebagai seorang yang telah merugikan perusahaan seperti kamu, adalah kedua tangan di belakang punggung dan posisi kaki di rentangkan lebar, sehingga proses pemeriksaan bisa dilakukan. Ingat itu istilah posisi sempurna untuk kamu mulai saat ini. Bila kamu melanggar kamu akan tanggung akibatnya. kamu akan semakin terkenal dengan sesi yang telah kamu lakukan tadi dan ingat saat di periksa oleh Pak Iwan kamu juga harus lapor pada saya, dengan menelponku. kamu mengerti…!!?”.
“Mengerti Bu…eh nyonya….” kataku dengan perasaan yang campur aduk.
Aku pasti tahu bahwa bila aku melanggar semua perintah dan aturan, maka aku akan di laporkan pada polisi dan di penjara, dan segala konsekuensi bila dipenjara akan kutanggung. apalagi, dengan foto-foto bugilku barusan, tentu tidaklah sulit bagi Bu Jessica untuk menyebarluaskannya di internet dan aku akan menjadi terkenal diseluruh dunia sebagai “Slut” atau wanita murahan.

Sungguh tidak boleh terjadi batin ku dengan foto-foto bugilku tadi, dimana aku bergaya dengan berbagai pose dan parahnya lagi aku tadi tersenyum sepanjang “sesi pemotretan” tentu semua akan mengira bahwa semua itu aku lakukan dengan sukarela atau dengan imbalan uang dan tanpa paksaan. Aku sendiri bingung, apakah semua pose tadi aku lakukan dengan sukarela dan tanpa paksaan atau karena dipaksa, karena semua berjalan tanpa paksaan dan kekerasan, bahkan aku sendiri terangsang melakukan semua itu, tapi yang jelas semua foto-foto itu tidak boleh beredar luas. Parahnya jika aku melarikan diri dari semua ini, maka foto-foto itu akan disebarkan oleh Bu Jessica, dan aku menjadi terkurung, karena semua orang di dunia akan mengetahui wajahku. Bukankah itu yang terjadi selama ini di negeri ini apa yang akan terjadi pada orang tuaku, keluarga ku, teman-temanku, dan orang di sekitarku, bila foto-fotoku tadi beredar luas di masyarakat bahkan dunia. Aku tak berani membayangkan lebih jauh lagi, tapi aku juga bertanya-tanya apa yang diimpikan Pak Iwan semalam, sehingga dia bagaikan mendapatkan durian runtuh, karena setiap hari dia akan bisa memeriksaku apakah aku telanjang di balik pakaian kerjaku yang tampak seperti layaknya wanita karier dari luar, aku bahkan ingat bahwa aku tak punya rok panjang untuk menutupi keadaanku yang mulai saat ini tak akan memakai pakaian dalam lagi. tapi percuma semua itu, karena pak Iwan akan memeriksaku sehari 3x seperti minum obat.
“Pak Iwan… bila Ellen menolak diperiksa, atau melanggar aturan dan hukuman yang aku berikan, Pak Iwan cepat lapor aku kapanpun itu, dan Ellen akan langsung tahu akibatnya.
Pak Iwan hanya menjawab,“Hauh…hauh…” karena kebisuanya.
Sambil menjawab ia menganguk-anguk dan melirik padaku, oh bukan… hanya pada tubuhku, ia bahkan tidak menatap wajahku. Sungguh aku merasa bagai seonggok daging hidup saja, setelah dianggap selesai Pak Iwan di minta meninggalkan ruangan, tapi aku masih disuruh ntuk menunggu, karena masih ada beberapa hal yang akan di sampaikan oleh Bu Jessica. Bu Jessica kemudian mengambil tasku.
“Karena selama ini kamu telah memanipulasi keuangan perusahan untuk kepentingan pribadimu, maka mulai saat ini kamu tidak boleh membawa barang apapun dari rumah ataupun membawa barang apapun dari kantor ke luar kantor. Untuk menghilangkan kecurigaan bahwa kamu menyembuyikan sesuatu dalam barang bawaan kamu, baik itu saputangan, bahkan kertas ataupun bolpoint sekalipun. Intinya kamu tidak boleh membawa barang sekecil apapun dan mulai saat ini semua barangmu akan aku sita, termasuk handphonemu akan aku sita supaya kamu tidak bisa menghubungi teman dan di hubungi temanmu, sebagai gantinya kamu akan aku beri handphone baru yang nomornya hanya aku yang tahu, kamu tidak boleh menelon siapapun kecuali aku ataupun orang yang aku perintahkan untuk kamu telpon. Setiap hari aku akan memeriksa HP mu untuk memeriksa apakah kamu menghubungi atau dihubungi orang lain kecuali atas ijin aku. sekali saja kamu melanggar, maka fotomu akan tersebar ke seluruh dunia. kamu mengerti!?”
“Saya mengerti nyonya…..”
“Ya sudah, sekarang sana kembali bekerja” perintahnya padaku. Akupun kembali ke mejaku meja receptionist di lantai 3, sambil ketakutan membayangkan apa yang akan terjadi esok hari.

##############################
Sejak kejadian di ruangan Bu Jessica, hari-hariku tak sama lagi seperti dulu. aku tak bisa lagi mengenakan pakaian dalam di balik baju yang aku kenakan, bukan tidak bisa, lebih tepatnya tidak boleh. Minggu pertama sungguh terasa berat bagiku,tapi kini aku sudah biasa. Awalnya sih risih rasanya pergi ke kantor tanpa dalaman sama sekali, sungguh aku merasa lebih telanjang dari pada saat mandi di kamar mandi. Aku sekarang berhati hati dalam berjalan, agar gerakan brutal payudaraku tidak terlalu menarik perhatian orang orang yang berpapasan denganku, untuk mengatasinya aku selalu menggunakan blazer saat ke kantor, tapi itu semua tak banyak membantu, karena Bu Jessica mewajibkan aku untuk menggunakan sepatu berhak tinggi bila ke kantor, bahkan belakangan ia mengganti hampir semua sepatuku dengan sepatu yang dia belikan untukku, dan semuanya berhak tinggi, yang jarang ada di toko-toko sepatu, karena tinggi hak sepatunya menurutku tidak biasa. Aku seakan berjalan jinjit dengan tinggi hak sepatu yang minimal 10cm itu. Tapi itu perintah yang harus aku kerjakan, bila tidak ingin hutangku pada kantor bertambah 1x gajiku sebulan, jika aku melanggar perintahnya. Bu Jessica mengatakan bahwa aku makin sexy jika memakai sepatu hak tinggi (high heels), dan entah mengapa aku juga merasakan hal itu dalam hatiku, aku merasa makin menarik jika menggunakan high heels bahkan stileto. Aku sendiri merasa, kalo aku berjalan memakai sepatu hak tingginya, aku seakan mengundang pada laki laki yang memandangku “ayo setubuhi aku!” bagaimana tidak, aku yang berjalan memakai high heels yang tingginya diatas ukuran normal, sementara aku pun tidak mengenakan apapun di balik pakaian kerjaku, cara berjalanku membuat payudaraku bergoyang goyang seiring langkahku, bahkan bokongku pun yang terbalut rok span ketat terlihat padat dan mulus tanpa terlihat garis-garis segitiga layaknya orang yang memakai celana dalam sama sekali, seakan ingin di tepuk dan dibelai. Wuiih….aku berharap mereka para pria tidak menyadarinya.tapi sepertinya harapanku itu tak berguna. bahkan lama kelamaan ada perasaan senang bila para laki laki itu memandangku seakan menelanjangiku dengan tatapan mereka. Pada awalnya sungguh aku merasa sangat malu dan dipermalukan, karena harus berangkat kerja tanpa mengenakan apapun selain rok dan atasan ku, aku harus pintar pintar memilih baju atasan. aku menjadi sering menggunakan tanktop sebagai dalaman, karena tidak boleh lagi menggunakan bra. tapi tetap aja semua itu tak bisa menghentikan goyangan payudaraku yang cukup menantang ini. yang lebih sulit adalah mengatasi rangsangan pada puting payudaraku, serat serat pakaian dan suhu udara selalu membuat puting payudaraku mengeras dan mencuat, menonjol di balik baju yang aku kenakan.

Pagi ini aku terbangun, dengan masih merasa letih, mungkin karena semalam aku baru bisa tertidur sekitar jam 01.30. aku semalam membayangkan apa yang akan aku hadapi hari ini di kantor nanti. Hari ini aku memutuskan untuk mengenakan kemeja putih dan blazer hitam garis putih dengan rok span hitam diatas lutut. Aku merasa menyesal karena dulu aku tidak pernah membeli rok kerja yang lebih panjang, semua rata rata 15cm diatas lutut. Aku memang bangga dengan bentuk tubuhku, dan kakiku yg mulus. tapi kini, aku merasa sungguh seakan benar benar telanjang, lebih telanjang daripada mengenakan bikini di kolam renang. Ditambah lagi, aku tidak membawa barang apapun selain HP yang kemarin diberikan oleh Bu Jessica, sedang HP ku yang sebelumnya di sita olehnya, maka aku tak bisa menggunakan apapun untuk menutupi goyangan payudaraku ketika berjalan. Aku sadar aku harus cepat tiba di kantor, tepat sebelum jam 07.15 karena kalo tidak tentunya akan ada hukuman dari Bu Jessica, seperti yang telah beliau katakan kemarin, karena tak ingin terlambat sampai di kantor, maka akupun mempercepat langkahku menuju jalan raya untuk naik angkutan umum. Di sepanjang jalan aku merasa banyak mata yang menatap ke arahku, terutama laki laki, baik itu pejalan kaki yang kebetulan berpapasan denganku, maupun para pedagang yang rasanya hari ini adalah hari keberuntungan mereka, karena bisa melihat aku berjalan dengan sedikit terburu-buru, yang mengakibatkan payudaraku bergoyang keras, tapi aku tak memperdulikan tatapan mereka itu, aku berjalan seolah tak menyadari bahwa mereka terus menengok kebelakang kearahku yang telah melewati mereka, seakan tak rela pemandangan indah hari itu berlalu bgitu saja. Banyak juga kaum hawa atau ibu ibu yang baru pulang dari pasar terdekat yang melirik kearah ku atau mungkin lebih tepatnya ke arah payudaraku dan kemudian memandangku dengan pandangan aneh yang tak bisa aku definisikan, tapi lebih banyak berkesan keharanan. Melihatku yang seolah cuek dengan goyangan payudaraku yang jelas memperliharkan bahwa aku tidak mengenakan bra.

Aku melihat arlojiku. waktu menunjukan jam 06.45 masih ada waktu pikirku, tapi aku yang tidak biasa berangkat sepagi ini, tidak memperkirakan bahwa banyak orang yang juga menunggu kendaraan umum di jalan raya, sehingga angkot seakan barang langka yang banyak dicari orang sampai berebut, semua berebut seolah mereka semua sepertiku yang terburu buru, tidak laki laki, perempuan, anak sekolah semua berebut jika ada angkot yang berhenti. Akhirnya aku sampai juga di kantor dengan perasaan yang kacau. waktu menunjukan jam 07.25 ketika aku turun dari angkot. di depan kantorkku. akhirnya melangkahkan kaki menyeberang jalan menuju lantai 3. Begitu sampai aku langsung bergerak menuju lift, kali ini aku berjalan agak santai, untuk menjaga agar goyangan payudaraku yang tidak terbungkus oleh bra yang biasa aku kenakan, tidak begitu terlihat oleh orang orang kantorku. Lantai dasar bagian belakang, digunakan sebagai gudang dan tempat bongkar muat barang-barang untung hanya tambak bebrapa pekerja kasar yang pagi itu masih tampak santai di bagian yang agak jauh sambil merokok dan minum kopi, cara yang sangat sempurna untuk memulai hari pikirku. Sungguh aku iri dengan cara mereka menikmati hidup. Mereka tampak begitu bahagia dengan apa yang mereka punya tidak seperti aku yang terjebak oleh nafsu sehingga hari ini aku harus telanjang di balik pakaian kerja yang aku kenakan. Sunnguh aku merasa ingin kembali ke masa lalu, untuk tidak mengulangi kesalahanku, tapi semua sudah tak berguna kini aku terikat kontrak yang telah aku tandatangani, untuk membayar segala dana telah aku ambil sehingga merugikan perusahan dan aku telah stuju untuk melakukan apa yang tertulis di dalam kontrak tersebut. Sebagai imbalan atau persetuan karena aku tak ingin dilaporkan ke polisi yang akan mengakibatkan aku dihukum penjara, sungguh aku tak ingin hidupku berakhir di dalam sel penjara. Akhirnya aku naik lift, dan begitu pintu lift terbuka tampak di sana di meja receptionist Pak Iwan yang sepertinya telah munungu kehadiranku. Waktu menunjukan jam 07.30 saat kulihat jam di ruanganku, aku berusaha melangkah dengan tenang meski jantungku tak bisa di bilang berdegub tenang, aku menuju mesin absensi yang menggunakan sidik jari sebagai alat absensi. Sebenarnya jam masuk kantor adalah jam 08.00, tapi diberikan toleransi sampai jam 08.30 bagi keterlambatan, sehingga jam segini kantor masih sepi dan belum banyak orang yang datang. biasa mereka menggunakan batas akhir sebagai patokan akupun dulu begitu.

Pak Iwan tampak tersenyum aneh di balik meja receptionistku, tangannya mengisaratkan seakan orang yang melihat jam tangan, menunjukan bahwa aku terlambat datang dan dia mengerakan jarinya memintaku mendekat. Sebagai orang yang bisu karena punya kelainan pada lidahnya, hingga tidak bisa berbicara, ia cukup cerdas dalam menggunkan bahasa isyarat, sehingga orang bisa mengerti dengan cukup mudah dengan apa yang ia maksudkan. Dug…Dug…. jantungku berdebar keras, mengetahui apa yang selanjutnya akan terjadi. aku berdiri cukup dekat dari tempatnya duduk. aku mengambil posisi seperti apa yang telah Bu Jessica perintahkan kemarin. Aku merentangkan kakiku sebisaku karena aku menggunakan rok span, dan menarik kedua tanganku di belakang punggung hal ini membuat payudaraku makin mebusung ke depan seakan sengaja aku pamerkan dan inspeksi pun dimulai. Pak Iwan mengakat rokku tinggi-tinggi hampir melebihi pinggangku, untuk melihat apakah aku benar tidak memakai celana dalam atau tidak, ia tampak melebarkan pandangan matanya ketika menyadari bahwa aku lebih telanjang dari yang ia kira. karena aku rajin mencukur bulu kemaluanku, sehingga liang vaginaku akan tampak jelas, layaknya anak kecil yang belum tumbuh bulu kemaluanya. Ia kemudian mengisaratkan dengan jarinya agar aku berputar, akupun berputar, kini aku membelakanginya. aku merasakan tangan hangat Pak Iwan membelai pantatku, dan meremasnya dengan suara yang tak jelas keluar dari mulutnya yang memang bisu. jari jarinya kemudian semakin berani membelai ke bagian paling rahasia dalam diriku (kini tidak lagi) karena Pak Iwan telah menjamah vaginaku dari belakang dengan ujung jarinya, sehingga membuat aku sedikit terkejut dan tersentak, ia berputar putar sebentar disitu. yang justru membuat aku tak karuan, baru kemudian ia memegang pinggangku dengan kedua tangannya, dan kedua tanganya kemudian mendorong-menarik agar aku berputar kembali, mengahadap kearahnya. Tapi anehnya aku tidak marah ia berbuat begitu tadi. tapi justru menggigil karena menahan perasaan terangsang dalam diriku. Tampaknya tubuhku tidak mau bekerja sama dengan otakku. karena justru aku merasakan perasan aneh dalam diriku, pada saat yang tidak tepat. yaitu justru pada saat aku membiarkan orang lain melihat ketelanjanganku ini, di tambah lagi Pak Iwan kemudian, melepaskan kancing kemejaku, satu… dua…. tiga… empat…. empat buah kancing telah ia lepaskan dengan tenang, kini ia menyibakkan kemejaku ke arah berlawanan, hingga tersembullah ke dua payudaraku dengan sedikit berguncang. Ia kemudian menjamah dan membelai payudaraku dengan kedua tangannya yang besar dan hitam serta terasa sedikit kasar. tanganya kemudian menuju titik terdepan dari tubuhku itu. dan memilin-milinnya dengan gemas.

Meja receptionist yang cukup tinggi membuatku sedikit merasa aman dan terutupi, jika sewaktu waktu ada orang yang datang, tapi sejauh ini belum ada satupun karyawan yang datang. Perasaan itu sedikit banyak membuat aku lebih tenang. Tapi berdiri dengan dua kaki terbuka lebar, dangan kedua tangan di belakang punggung, sementara di depanku, sosok Pak Iwan yang sedang asik memeriksa dan bermain dengan kedua gunung kembarku membuat aku merasa malu dan merasa seperti boneka hidup yang hanya bisa pasrah terhadap perlakuan si empunya atau majikanya.
Waktu seakan berjalan lambat saat itu, seakan berjam-jam aku berada dalam keadaan tidak berdaya seperti itu, meski perlu di pertanyakan juga keadaan tidak berdaya itu, karena memang aku yang tidak melawan, bahkan merasakan perasaan aneh dalam diriku, dibegitukan oleh orang lain yang nota bene adalah orang yang tidak begitu aku kenal baik dan ia adalah bawahanku atau kalau memakai istilah yg lebih kasar lagi, ia adalah pesuruh di kantorku (meski sebenarnya aku tak pernah membeda bedakan seseorang dari status sosialnya). Sungguh perasaan yang campur aduk, tapi tubuhku justru sebaliknya dengan apa yang aku pikirkan dan segala egoisme ke-aku-an di otaku. tubuhku seakan menikmati semua perlakuan ini. Aku merasa menjadi serendah rendahnya wanita. Justru karena aku merasa sebagai wanita yang berpendidikan. Saat aku berkecamuk dengan pikiranku sendiri, tiba tiba Hp ku berbunyi… kulihat sederet angka di sana, angka angka yang sudah sangat aku kenal, karena keunikan angka angka tersebut yang mudah di ingat, deretan angka angka tersebut adalah nomor HP Bu Jessica… Begitu otakku yang secara otomatis mengingat nomor tersebut jantungku langsung berdegub kencang…. karena tiba tiba aku ingat ada perintah Bu Jessica yang tidak aku lakukan saat ini karena tubuhku terlalu asik dengan perlakuan Pak Iwan, dan pikiranku terlalu berkecamuk dengan pikiran-pikiran yang tak bisa dijelaskan. Kuangkat Hp tersebut dan berbicara dengan suara yang terdengar di sana
“Halo…” kataku pada lawan bicaraku di HP.
“Ellen!!” suara di sana terdengan keras dan tegas dan terkesan sedikit marah.“kenapa kamu tidak menelpon saat sedang di-inspeksi!?” tanya Bu Jessica di ujung telpon.
“Maaf Bu, saya lupa” spontan aku membela diri
“Oh… kamu keenakan ya diperiksa oleh Pak Iwan, dasar cewek murahan..!” tukas Bu Jessica yang membuatku terdiam, serendah itukah diriku, tanyaku dalam hati, tapi kenyataan yang aku lakukan ini memang terlihat bahwa benar seperti itu adanya diriku.
“Karena kamu melakukan kesalahan yang fatal, yaitu tidak melakukan apa yang telah di perintahkan, maka sesuai perjanjian, maka hutang mu dengan kesalahan ini bertambah 1x gajimu. kamu mengerti..!?” suara Bu Jessica terdengar halus tapi sangat tegas.
“Mengerti Bu” jawabku, sungguh aku menyesali diri, bahwa hanya masalah sepele yang lupa aku lakukan, hutangku bertambah 1x gajiku. Ini adalah kesalahan pertama yang aku lakukan.aku berjanji pada diri sendiri untuk tidak lagi melakukan kesalahan yang mengakibatkan hutangkku bertambah.

Kemudian Bu Jessica memintaku untuk menyerahkan Hp itu pada Pak Iwan. yang kemudian aku hanya melihatnya mengangguk-angguk atau mengeluarkan suara uoggh…uhh… dan kemudian aku mengerti, bahwa sepertinya Bu Jessica memerintahkan seuatu pada Pak Iwan. karena kemudian aku merasa bahwa sambil menerima telpon dengan tangan kanan, tangan kirinya kemudian dengan beraninya memasuki liang kewanitaanku. Aku terlonjak kaget, tapi tak berlangsung lama, karena sejenak kemudian sungguh aku merasa melayang dan sangat terangsang, setelah beberapa saat Pak Iwan memainkan jarinya di vaginaku, aku merasa hampir mencapai titik puncak, karena aku seperti merasa ingin pipis. Justru di saat itulah tiba-tiba Pak Iwan menghentikan aksinya. Aku merasa seolah seperti di pinggir jurang kenikmatan…kosong…terombang-ambing antara kenyataan dan harapan untuk orgasme. Aku merasa murahan sekali dengan apa yang telah aku rasakan, bahwa di tangan orang seperti Pak Iwan dan di tempat yang sungguh tak layak bagi wanita terpelajar dan berpendidikan seperti aku, bahkan sebaliknya aku justru ingin terus di obok-obok pada liang kewanitaanku oleh Pak Iwan, seorang karyawan rendahan di kantorku, penampilanya saja tidak menarik, bahkan ia seorang yg bisu, tapi pikiranku berkata tak ada yang salah dengan semua itu, Pak Iwan juga manusia dan laki laki terkadang memang begitu…. Secara tak sadar aku menanamkan pada diri sendiri, bahwa tak ada yang salah dengan semua itu, yang salah adalah aku sendiri, sehingga semua ini bisa terjadi. Seandainya aku tak mengambil dan memakai uang perusahaan, maka semua ini tak akan terjadi. Pak Iwan kemudian meninggalkan diriku begitu saja, dengan keadaan masih setengah sadar dan setengah lagi masih berada di awang-awang, menunggu terpuaskan, tapi cepat aku sadar dengan keadaanku yang masih berdiri di balik meja marmer receptionis yang besar dengan keadaan yang nyaris bisa dibilang tidak berpakaian. karena rok miniku, kini tersangkut di pinggang ku, sementara bajuku ada di belakang punggungku. Walaupun dilanda rasa horni yang sangat itu, aku berusaha untuk sadar dan membenarkan pakaianku, apa kata orang nanti apabila mereka melihat seorang resepsionis yang telanjang? Pagi itu, aku tak bisa konsentrasi sepanjang hari, karena aku sungguh ingin menuntaskan rasa horni ku yang tak terpuaskan, bahkan tanpa aku sadari, tanganku kini sering bergerak tanpa aku sadar ke daerah di antara kedua pangkal paha ku itu. Saat tersadar apa yang kulakukan, aku merasa malu sekali, bahwa aku kini seakan benar-benar cewek murahan.

Tak sampai seminggu, cara berpakaianku yang seksi sudah menjadi perbincangan di antara karyawan kantor, bahkan para buruh kasar yang setiap pagi melihatku datang ke kantor terkadang hanya dengan blazer, span dan sepatu hak tinggi, membuat semuanya makin terdengar risih di telingaku, tapi aku berlagak cuek dan berpura-pura tak mendengar selentingan yang secara tak sengaja aku dengar. Pernah suatu kali aku sedang di toilet, sementara orang yang baru masuk membicarakan, betapa seksinya aku. Justru semua itu membuatku bangga dan senang, bahwa ternyata banyak yang menyukai penampilanku, terutama laki-laki, sementara yang wanita ada yang suka dan ada yang iri dengan penampilanku yang menjadi makin seksi. Sementara aku menjadi semakin terangsang dengan perlakuan Pak Iwan setiap memeriksaku pagi siang dan sore, bahkan bisa di bilang ketagihan oleh perlakuannya yang seharusnya membuat aku malu. Kini Pak Iwan semakin berani dalam menjalankan tugasnya memeriksa tubuhku, karena telah tahu aku sudah tak perawan lagi, maka ia sekarang berani untuk menggunakan “adik kesayanganya” untuk memeriksaku. Kebiasannya yang membuat aku menjadi gila dan ketagihan adalah, pada saat memeriksaku di pagi hari, ia menggunakan jari tanganya untuk membuatku terangsang. Permainan tanganya di liang vaginaku membuatku sangat terangsang dan nyaris orgasme, tapi tepat di saat seperti itulah ia berhenti, hingga membuatku merasa horni sepanjang hari, dan pada saat memeriksa ku di siang hari seperti perintah Bu Jessica, ia kini selalu melakukanya di toilet. Ia memintaku untuk masuk ke toilet kantor lebih dulu, toilet di kantorku memang toilet bersama, karena hanya satu toilet di lantai tersebut, sehingga tidak timbul kecurigaan pada yang lain bila aku masuk terlebih dulu, dan baru beberapa saat kemudian Pak Iwan masuk. aku selalu menjaga bahwa toilet itu sedang kosong, aku tahu karena toilet tersebut letaknya di depan meja resepsionis dimana aku bekerja. Saat pemeriksaan siang itulah Pak Iwan melakukan penetrasi ke vaginaku yang sudah basah sejak pagi, karena aku merasa horni dan sering menggosokkan tanganku ke pangkal pahaku selama aku bekerja dari pagi hingga saat pemeriksaan itu, bahkan aku seperti sudah tak sabar untuk segera di periksa oleh Pak Iwan, lebih tepatnya oleh “adik kesayangannya” yang berukuran cukup besar buatku, sebesar lenganku dengan kepalanya yang lebih besar lagi, tidak begitu panjang mungkin sekitar 12cm tapi besar dan kokoh.

Pak Iwan sering duduk di atas closet duduk, sementara aku “di pangku” naik turun, atau terkadang ia menusukku dari belakang, sementara aku membungkuk membelakanginya. ia selalu menggunakan rambutku sebagai tali kekang untuk mengatur irama permaiannya. permainannya agak kasar tapi aku sangat suka. Aku ingat pertama kali saat aku di minta duduk di atas closet, dan diminta mengoralnya dengan mulutku, sungguh pengalaman pertamakku mengoral penis laki-laki, ia tak memperbolehkan aku menggunakan tanganku sama sekali, bahkan tanganku di ikat di belakang tubuhku dengan lakban kertas yang ia bawa dari kantor, meski lakban kertas aku takkan sanggup memutuskan lakban tersebut yang mengelilingi di kedua pergelangan tanganku. Pak Iwan menahan kepalaku agar penisnya tetap berada di mulutku bila aku ingin melepaskanya dari mulutku, bahkan saat ia meledakkan spermanya di mulutku, ia dengan sengaja menjaga agar ujung penisnya berada di ujung tenggorokkanku, sehingga terpaksa aku menelan semua spermanya, aku tak berdaya menolaknya, karena tanganku terikat kuat di belakang punggungku. ehingga kini aku terbiasa menelan semua spermanya tanpa tersisa. Aku berusaha untuk tidak mengeluarkan bunyi selama permainan berlangsung. jika ada yang masuk ke dalam toilet, aku segera mengalirkan air yang tinggal ditarik tuasnya, dan menimbulkan bunyi yang cukup keras, sehingga cukup menyembunyikan kecurigaan bila kami berdua berada di dalam. Pernah suatu hari ia memintaku untuk tidak sarapan selama seminggu, dan selama itu pula aku hanya sarapan pagi dengan meminum spermanya, dan segelas air putih untuk berkumur. Aku berfikir bahwa sperma itu penuh dengan protein sepertihalnya telur ayam pikirku. Bahkan dihari terakhir minggu itu, siang harinya ia mambawakanku segelas es sperma yang telah diberinya sirup, entah dari mana ia dapatkan sperma sebanyak itu. Aku tak berani bertanya, hanya mengabiskannya dan mengucapkan terimakasih. Bila saat siang di toilet ia memberiku kepuasan atau orgasme hanya sekali atau bahkan hanya dia yang menyemprotkan spermanya ke tenggorokanku, tapi bila saat pemeriksaan sore ia membuatku terpuaskan berkali-kali, sampai membuatku kelelahan, karena saat sore ia melakukan pemeriksaan tubuhku di rungannya, meski kecil dan banyak peralatan yang memenuhi ruanganya, tapi cukup tertata baik, dan memungkinkan baginya untuk melakukan apapun sekehendaknya padaku karena semua orang telah pulang. Begitulah keadaan yang harus dan telah aku jalani selama ini, aku merasa semuanya aku jalankan dengan cukup rapi tanpa menimbulkan kecurigaan orang banyak di kantorku.

Dua bulan berlalu sejak pemeriksaan itu berlalu walau semuanya tidak berjalan cukup lancar karena aku membuat beberapa kesalahan yang membuat hutangku bertambah, aku sudah berkomitmen pada diri sendiri untuk tidak melakukan kesalahan lagi tapi pada kenyataannya aku masih melakukan beberapa kesalahan walaupun jarang. Suatu pagi aku dipanggil ke kantor oleh Bu Jessica, herannya aku juga menemukan Pak Iwan ada di situ.
“Bagaimana Ellen? Apakah kamu menikmati semuanya?” tanyanya
“Kurang lebih nyonya.” jawabku
“Begitu yah, kalau begitu sekarang lepaskan semua bajumu.”
Aku segera melepaskan bajuku satu persatu sampai telanjang. Bu Jessica tersenyum puas saat melihatku telanjang.
“Bagus.. bagus.. kamu menjalankan perintah untuk tidak memakai pakaian dalam dengan baik, yah walaupun kadang2 kamu masih membuat kesalahan.”
“Iya nyonya, maafkan saya.”
“Yah.. yah.. ok, karena kamu menjalankan perintah cukup baik saya punya hadiah untuk kamu.”
Selesai berbicara ia langsung melambaikan tangannya, dan Pak Iwanpun berjalan ke arahku. Aku berpikir hadiah macam apa yang akan dia berikan? Tidak mungkin Bu Jessica mau memberikan hadiah cuma-cuma. Pak Iwan menutup mataku dengan kain hitam, kini aku tidak bisa melihat sekelilingku, sesaat setelahnya aku merasakan ada jari yang masuk ke dalam vaginaku dan mengobok-oboknya, tanpa sadarpun aku melenguh keenakan sambil berusaha menjaga keseimbangan berdiri di atas high heels, sesamar aku mendengar suara Bu Jessica tertawa kecil. Kemungkinan besar ia tertawa karena aku seperti wanita murahan yang menikmati hal seperti ini. Tak lama kemudian aku hampir orgasme dan di saat itu jari yang memainkan vaginaku berhenti, aku merasa ini seperti pemeriksaan di pagi hari oleh Pak Iwan, aku tidak dapat melawan kecuali menerima keadaanku yang melayang dilanda keinginan untuk orgasme. Aku mendengar suara langkah yang menjauh tapi tak lama langkah itu kembali mendekat, aku berpikir apa yang terjadi. Hal yang kurasakan berikutnya adalah vaginaku seperti tertembus sesuatu, tetapi herannya benda ini keras, dan dari yang kurasakan lewat vaginaku, sepertinya benda ini berbentuk silinder, kemudian aku merasakan pinggangku terbalut oleh suatu bahan dari kulit dan membentuk seperti celana dalam saat dipakaikan, sesaat setelahnya aku mendengar bunyi “klik”

Aku bertanya-tanya apa yang terjadi karena aku tidak bisa melihat sama sekali, lalu terdengar suara Bu Jessica
“Pak Iwan tolong bantu Ellen memakai pakaiannya.”
Setelah itu aku merasakan Pak Iwan memakaikan pakaian kembali ke tubuhku, kemudian melepas kain yang menutup mataku.
“OK sekarang kamu boleh mulai bekerja, ingat jangan membuat kesalahan!” kata Bu Jessica.
“Iya nyonya, saya mengerti.”
Akupun berjalan keluar ruangan Bu Jessica menuju meja resepsionisku, karena vaginaku diisi sesuatu aku merasakan suatu sensasi yang aneh saat berjalan, hampir beberapa saat sekali aku menahan nafas karena dinding vaginaku bergesekan dengan benda tersebut saat berjalan, rasanya seperti ada arus listrik yang menjalar di tubuhku. Sesampainya di mejaku, aku melihat Pak Iwan yang baru keluar dari ruangan Bu Jessica, ia sengaja berjalan ke arah mejaku dan memperlihatkan sesuatu yang dia ambil dari kantongnya. Benda itu berwarna pink dan berbentuk kotak kecil, sambil tersenyum aneh kemudian menekan suatu tombol dari remote itu, tiba-tiba aku merasakan adanya getaran di vaginaku. “Argh!!” kakiku langsung lemas, beberapa saat aku menyadari bahwa yang dimasukkan ke dalam vaginaku adalah sebuah vibrator. Aku langsung berpikir, ya ampun aku harus bekerja sambil menahan nafsuku sendiri? Bagaimana ini? Pak Iwan kemudian mematikan vibrator itu dan pergi. Aku bergegas ke toilet karena khawatir dan ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi padaku di ruangan Bu Jessica tadi, aku mengunci diriku di satu kabin toilet dan membuka rokku, betapa kagetnya aku karena aku telah dipakaikan celana dalam yang bisa dikunci (chastity belt), aku mencoba untuk melepasnya tetapi chastity belt itu sangat pas di pinggangku dan tidak mungkin melepaskan benda ini tanpa membuka gemboknya terlebih dahulu. ‘Celaka! Berarti aku tidak bisa mengeluarkan vibrator itu dari vaginaku. Bagaimana kalau vibrator itu aktif? dan aku tidak tahu kapan vibrator ini akan aktif.’ Kataku dalam hati. Aku langsung menjadi lemas membayangkan bagaimana aku akan menghadapi orang-orang di hari ini, dengan langkah lunglai aku kembali ke meja resepsionis.

Di hari itu aku bekerja sambil terangsang sewaktu vibrator itu dinyalakan, aku harus menjaga penampilan saat berbicara karena tidak mudah memasang ekspresi dan berbicara dimana aku sedang terangsang, akupun harus berusaha untuk berdiri tegak walau kakiku terasa lemas karena permainan vibrator itu. Tetapi anehnya kenapa aku merasa menikmati permainan ini, rasanya menjadi sebuah tantangan yang menyenangkan untuk menyembunyikan ekspresi horniku. Cairan cintaku mengalir melalui paha dalam, dan tiap kali tidak ada orang aku selalu mengelap cairan cinta yang keluar tersebut. Yang lebih parah lagi, vibrator itu selalu berhenti di saat aku akan mencapai orgasme, di satu sisi aku senang karena aku sebenarnya tidak ingin orgasme di depan umum, tapi di satu sisi semakin lama aku semakin frustrasi karena tidak bisa mendapatkan orgasme. Ya Tuhan serendah itukah aku sampai sangat ingin sekali mendapatkan orgasme. Di siang hari karena tidak tahan aku kembali ke toilet untuk mencoba mendapatkan orgasme sendiri, aku mencoba menyentuh klitorisku tetapi tidak berguna, aku tidak merasakan apa-apa karena bagian genitalku tertutup dengan baik oleh chastity belt itu. Merasa sia-sia aku mencoba untuk merangsang payudaraku sendiri, tetapi aku tidak bisa mendapatkan rangsangan yang cukup untuk mencapai orgasme, aku pun menjadi putus asa dan menangis di dalam toilet tersebut..
‘Seandainya….seandainya aku tidak melakukan hal egois mencuri uang perusahaan’ kataku dalam hati sambil menyesal.
Sore harinya di saat pulang kantor Pak Iwan kembali memanggilku ke ruangannya, setelah mengunci ruangannya Pak Iwan memberikan isyarat padaku untuk membuka pakaian, aku membuka semua pakaianku perlahan kecuali sepatu high heels dan chastity belt itu, kemudian ia mengisyaratkan untuk duduk di atas mejanya. Aku duduk di atas mejanya, ia melihatku sambil tersenyum dan mendekatkan mukanya ke chastity beltku, kemudian ia memperlihatkan kunci kecil kepadaku lalu membuka chastity belt tersebut. Setelah melepasnya ia menarik keluar vibrator yang ada di dalam vaginaku, aku melenguh saat ia menariknya, aku pun merasa sedikit lega karena tidak ada lagi yang mengganjal di vaginaku. Kini aku dapat melihat benda yang mengisi vaginaku sejak pagi, benda itu berbentuk silinder, berwarna pink dan terbungkus oleh cairan cintaku, Pak Iwan mendekatkan vibrator itu ke wajahku dan mengisyaratkanku untuk menjilatnya, aku pun menjilatnya secara perlahan, aneh rasanya merasakan cairan cintaku sendiri.

Seperti biasa Pak Iwan kembali memeriksaku dengan ‘adik kesayangannya’, ia memasukkannya ke dalam vaginaku secara perlahan dan mulai menggenjotku secara perlahan, aku yang sudah terangsang berat sejak pagi langsung mengikuti gerakannya, Pak Iwan juga memainkan payudaraku yang berguncang saat digenjot, dan sesekali dia mencium bibirku. Aku sangat menikmati hal ini, walaupun sebenarnya aku merasa ini salah tetapi keinginan untuk orgasme mengalahkan pikiranku sendiri. Tak lama kemudian aku mendapatkan orgasmeku yang sedari pagi tidak aku dapatkan, siksaan nafsu sehari itu benar-benar membuatku stress, sekarang aku merasa sangat lega. Sayangnya kelegaan itu tidak berlangsung lama karena Pak Iwan belum mendapatkan orgasmenya, aku sendiri bingung bagaimana orang yang sudah cukup berumur seperti dia masih bisa sekuat ini, akibatnya sore itu ia menyetubuhiku kembali dengan berbagai posisi sampai aku orgasme berkali-kali. Aku sangat lelah, rasanya sampai mau pingsan, aku terbaring lunglai di meja kerja Pak Iwan, walau pandanganku agak kabur tapi aku bisa melihat Pak Iwan sedang menuliskan sesuatu di kertas, yang kemudian ia tunjukkan kepadaku, di kertas itu tertulis.
“Kata Bu Jessica setiap pagi kamu harus memakai ini.”
Ingin menangis aku rasanya, berarti setiap hari aku akan disiksa secara nafsu. Aku berpikir ingin kabur tetapi aku tidak bisa, aku takut fotoku nanti akan tersebar, akhirnya aku memutuskan untuk menikmati permainan ini, paling tidak aku sudah diperbolehkan untuk tidak mengenakan vibrator dan chastity belt itu sampai di rumah sekalipun. Aku berpikir hal apalagi yang akan terjadi padaku, semakin lama Bu Jessica semakin menggunakan cara yang aneh untuk menyiksaku, dan herannya sebagian dari diriku menikmatinya, oh betapa rendahnya diriku sekarang.

By: Strike Freedom

Rabu, 20 Juni 2012

The Orgy Club 2: Kehangatan di Ruang Tengah

Hari itu aku tidur lelap sambil tersenyum dan tak sempat kurasakan apapun, tapi ketika aku terjaga karena alarm pada BB-ku berbunyi tepat pukul enam sore sesuai yang telah kustel sebelumnya. Baru terasa badanku pegal-pegal terutama lutut dan pinggangku, bahkan untuk bangun dari tempat tidurpun berat sekali rasanya. Jika saja Indra tidak meneleponku tak lama setelahnya mungkin aku tertidur lagi
“Hai Bro, congrats ya! Hehehe!!” sahut Indra di seberang sana
“Tau darimana Dra? Lu udah di kost emang?” tanyaku masih setengah ngantuk
“Belom hari ini gua maleman balik, cuma tadi si Hany udah ngabarin di SMS”
“Hehe...thank you nih udah ngajak masuk ke sini, asyik gila!”
“Katanya lu udah main sama Hany, Angel sama Amel  ya tadi? Wah maruk juga lu, baru masuk udah embat tiga sekaligus hehehe...”
Aku senyum-senyum dan berterima kasih pada Indra karena telah diajak ke kost ini yang mengubah pandanganku tentang seks. Setelah ngobrol beberapa saat akhirnya kami menutup pembicaraan. Setelah ngobrol, dengan memaksakan diri aku bangun dari tempat tidur, namun saat kuberdiri terasa lututku lemas dan bergetar, hampir aku jatuh terduduk. Baru setelah mandi badanku terasa agak segar. Aku keluar dari kamar hendak mengambil beberapa snack yang kusimpan di kulkas bersama dekat dapur. Saat itu hujan lebat sekali disertai sesekali petir dan guntur. Kamar Alex, salah satu teman kost yang juga seuniversitas denganku sudah menyala, ia pasti sedang sibuk dengan komputernya seperti biasa. Hanny masih belum pulang, ia memang biasa pulang malam, kalau tidak sedang bersama teman prianya paling sedang bareng teman-teman ceweknya. Demikian juga Amel, dari yang kuketahui ketika ngobrol waktu makan siang tadi ia hendak ke tempat temannya. Sebelum aku sampai ke kulkas tiba-tiba aku terpancing oleh suara desahan dan adegan yang terjadi di ruang tengah yang terlihat sekilas melalui jendela yang menghubung ke halaman samping. Aku pun sedikit berputar dan hati-hati melongok ke dalam. Pemandangan di dalam sana sungguh membuat penisku mulai bereaksi. Gila, lagi-lagi adegan hot sedang berlangsung.
Sabrina bersandar di sofa dengan Pak Somad, si tukang nasi goreng langganan anak-anak di kost ini, di sebelahnya sedang sibuk menyusu dari payudaranya dan tangannya mengelusi paha mulus gadis itu. Tubuh bagian atas Sabrina sendiri sudah terbuka, kaos ketat tanpa lengannya telah tersingkap ke atas, demikian juga dengan cup branya warna pink-nya. Sabrina memiliki payudara yang ideal, kencang, cukup besar dan menantang ditambah dengan tubuh yang langsing dan putih mulus. Saat itu penisku juga tidak tanggung-tanggung langsung bangun dan mengeras.
Sabrina


"Hhhggg... hggg..." terdengar desahan Sabrina sambil meremas rambut Pak Somad.
Aku tidak tahu bagaimana permulaan mereka main, kan aku tidak lihat. Tapi nampaknya mereka belum lama mulai. Di meja depan sofa itu nampak sebuah piring kosong bekas nasi goreng dan sebuah gelas, pasti Sabrina baru menghabiskan nasi goreng dari Pak Somad pikirku. Televisi yang masih menyala sedang menayangkan sinetron membosankan tapi banyak digandrungi itu sepertinya sudah diabaikan.
"Aaaccchhh..." desah nikmat Sabrina seraya mendongakkan kepalanya ke atas saat tangan Pak Somad membelai-belai selangkangannya dari luar celana pendeknya.
Kemudian tangannya menyibakkan rambutnya ke belakang memperlihatkan leher jenjangnya yang menggiurkan. Sungguh suatu paduan gerakan alami nan menawan. Sejurus kemudian ia menyilangkan kedua tangan dan meloloskan kaos yang telah tersingkap itu lalu meletakkannya di meja. Pak Somad juga kemudian bangkit dan melepaskan celana yang dikenakannya termasuk celana dalamnya. Segera menyembullah penisnya yang kepalanya disunat. Sabrina tanpa malu-malu menggenggam batangnya dengan tangan kanan, dikocoknya perlahan lalu ia membuka mulut dan melahapnya hingga tertelan oleh mulutnya yang dihiasi bibir mungil itu. Milik si tukang nasi goreng itu kelihatannya ukurannya kurang lebih sama dengan punyaku hanya saja lebih hitam sedikit.
"Non... achhh... ach...!!" erang Pak Somad yang memuncak nafsunya.
Tanganku mulai meraba-raba selangkanganku sendiri. Kira-kira tak sampai sepuluh menit Sabrina mengoral penis Pak Somad, ia mengeluarkannya batang itu dan segera si tukang nasi goreng itu berjongkok di depan Sabrina lalu menarik celana pendek serta celana dalamnya hingga terlepas seluruhnya. Sekarang Sabrina sudah bugil total, dia tidak mengenakan sehelai benangpun di tubuhnya sementara Pak Somad tinggal memakai kemeja lusuhnya saja. Bulu-bulu hitam lebat menghiasi kemaluan Sabrina, sungguh menggairahkan. Aku sebenernya bisa saja nongol di depan mereka dan ikut bergabung, tapi aku sedang ingin menyaksikan adegan beauty and the beast ini dulu, rasanya ada sensasi tersendiri yang tidak kalah seru seperti tadi siang menyaksikan Amel dikerjai oleh Pak Kasimun si penjaga kost. Pak Somad perlahan membelai dan menciumi tubuh mulus itu. Mulutnya nampak menggelitik telinga kanan Sabrina, turun ke leher, lalu menyusuri bahu berputar-putar di sana sejenak dan terus turun mendekati bukit nan menjulang sebelah kanan.  Dia membiarkan kedua payudaranya dimainkan pria setengah baya itu, malah dengan tangannya dia mengarahkan sebelah tangan pria itu yang satu lagi untuk menggerayangi vaginanya.
"Ssshhh... achhh...ya Pak!" sayup-sayup aku dapat mendengarkan rintih nikmat Sabrina.
Sekarang jari-jari Pak Somad menyibakkan rumput hitam lebat itu dan mulai mencucuk-cucuk ke lubangnya.
"Eennhh....terus Pak...gitu eeemm!!" tangan kanan Pak Somad sibuk tepat di pusat itu dan nampak Sabrina sangat menikmatinya.

Lagi seru-serunya mengintip sambil menggosok-gosok selangkanganku tiba-tiba saja bahuku ditepuk dari belakang membuatku sedikit kaget.
“Hei...ngapain?”
“Haduh...Kak Angel, ngagetin aja, itu Kak, si Sabrina tuh, lagi rame nih!” kataku dengan suara pelan
 Ternyata Angel, si pramugari cantik yang tadi siang bercinta denganku, yang menyapaku dari belakang. Dia tetap cantik meskipun baru bangun tidur, apalagi saat itu ia memakai gaun tidur tipis warna pink ditambah sebuah cardigan putih.
“Kok gak masuk aja? Yuk ikutan aja, kan kamu udah anggota klub” Angel menarik pergelangan tanganku dan mengajakku masuk.
“Eh, entar...entar aja Kak, gua masih pengen ngeliatin Sabrina dikerjain Pak Somad, lagian mereka lagi enjoy duaan, kita nonton aja dulu Kak” kataku sambil menarik kembali tangan Angel, “omong-omong Kak, waktu sebulan sebelum gua jadi member, kok gua ga pernah liat yang terang-terangan gini ya? Apa kalian emang sengaja puasa seks dulu kalau ada orang luar?”
“Eeemmm, berarti si Hany belum jelasin ke kamu Ric, gini loh tandanya...itu tuh kamu liat lukisan Bali di sana itu kan?” tunjuk Angel ke arah lukisan wanita Bali bertelanjang dada sambil memikul buah-buahan di atas kepalanya.
“He-eh, lukisannya emang sebelumnya beda sih, tadinya penari Bali duaan itu kan?”
“Nah itu dia tandanya, kalau lukisan yang digantung yang itu, tandanya kondisi di sini safe for sex, jadi kamu boleh ngentot di mana aja di kost ini, mau di dapur, ruang tengah, koridor, terserah karena saat itu cuma ada orang dalam di sini” jelas Angel
“Berarti kalau yang dipasang lukisan dua penari jadi sebaliknya dong ya?”
“Yup betul, kalau lagi ada orang luar, tamu, atau penghuni baru yang masih masa seleksi seperti kamu dulu, yang dipasang ya lukisan penari itu. Kalau gitu artinya kita harus liat sitkon kalau mau gituan, minimal jangan di tempat terbuka lah, di kamar masing-masing aja. Itu tugasnya Pak Kasimun sih, dia yang memantau situasinya”
“Ooo...gitu toh kodenya, baru ngerti gua sekarang” kataku mangut-mangut.
“Ya udah kalau lu masih pengen nonton mereka lanjut aja dulu” kata Angel, “biar nontonnya lebih enak....gimana kalau...”
Angel meneruskan kata-katanya dengan berlutut di depanku lalu tangannya dengan lincah menarik turun celana beserta celana dalamku. Penisku yang sudah tegang itu segera mencuat tegak di hadapan wajahnya. Jemarinya yang lentik dan lembut itu segera menggenggam batang kemaluanku. Diremas-remas sebentar dan dikocok lembut, serta dieluskan pada pipinya.

Pak Somad

“Uhhh....Kak, tempo lambat aja yah, biar ga buru-buru ngecrot!” aku mengerang-ngerang kenikmatan.
Sambil menikmati pelayanan oral Angeline, kembali aku melihat ke dalam sana. Wow, Sabrina dan Pak Somad kini sudah bergaya 69, Sabrina berada di atas dan sedang mengulum penis Pak Somad yang sesekali ia kocok dalam genggamannya, sementara Pak Somad sedang asyik menjilati dan mengobok-obok vaginanya. Wajah Sabrina memerah menahan gejolak nafsunya yang sudah tak tertahan lagi, sesekali keluar desahan sensual dari bibir mungilnya. Ia mengocok batang kemaluan si tukang nasi goreng itu hingga terlihat kepala penis itu terkadang menyembul di antara kulit kelaminnya. Batang kemaluan Pak Somad nampak berwarna merah ketika darah beserta nafsunya terpompa akibat kocokan tangan Sabrina. Sementara Pak Somad menghujani klitoris gadis itu dengan jilatan dan gesekan jemari tangannya, bibir vaginanya juga ia jelajahi dengan jilatan lidah yang mengelilingi liang kenikmatannya itu. Mungkin kira-kira seperti itu lah karena aku melihatnya tidak dari dekat, yang jelas Sabrina mendesah hebat sampai tubuhnya berkelejotan. Sementara di luar jendela, aku juga berjuang menahan suaraku agar tidak mendesah terlalu keras menahan rasa geli campur nikmat dari pelayanan oral Angel supaya tidak ketahuan sedang mengintip.
“Akhhh…enak Kak…tapi pelanin please” desahku lagi sambil memegang kepalanya, aku memintanya agar tidak terlalu heboh memperlakukan ‘adik’ku.
Angel cukup pengertian, ia melambatkan gerak maju-mundur kepalanya, namun hisapan-hisapannya tetap memberikan kenikmatan padaku. Pak Somad menepuk pantat Sabrina dan gadis itu turun lalu membaringkan dirinya telentang di sofa. Sambil nyengir mesum Pak Somad membuka kedua kaki Sabrina dan mengambil posisi siap di antara kedua pahanya. Perlahan pria itu mulai melesakkan batang kemaluannya hingga menembus dan membuka liang sorgawi Sabrina. Perlahan tetapi pasti, seiring dengan kaki Sabrina yang panjang menekuk menyambut batang yang memberikan kenikmatan birahi itu. Pak Somad melakukan penetrasi tanpa kesulitan berarti, tak lama setelahnya mulailah ia bergerak perlahan memompa. Sebentar saja gerakannya sudah seirama dengan gerakan Sabrina yang diiringi nafas memburu pria itu dan desah lirih tiada henti dari mulut si gadis. Adegan persenggamaan di atas sofa itu membakar birahiku yang masih mengintip di luar. Penisku yang sedang dilayani oleh Angel terasa semakin berdenyut-denyut di dalam mulutnya. Kalau tidak kuhentikan juga aku mungkin sudah ejakulasi, padahal ini baru pembukaan, maka aku pun segera memintanya berhenti,
“Kak...udah Kak, udah dulu sepongnya...bisa keluar duluan nih!” kataku dengan berusaha memelankan suara.
“Kok berenti sih!? Tanggung amat, makanya dibilang kita gabung ke dalam aja!” Angel protes.
“Eee...kan saya bilang juga nanti kita bakal masuk, tapi sekarang nonton dulu Kak!” kataku, “yuk sekarang gantian Kak!” kupegangi lengannya dan menariknya hingga ia berdiri.
“Gantian apanya Ric?”
“Gantian tadi kan Kakak yang kocokin saya, na sekarang saya yang ngocokin Kakak!” kataku sambil memutar tubuh Angel ke arah jendela lalu menghimpitnya dengan tubuhku dari belakang.

Kedua tanganku menggerayangi payudaranya dari luar, ia tidak memakai bra sehingga aku dapat merasakan putingnya. Pramugari cantik ini mendesah ditahan ketika biji kecil di payudaranya itu kupilin dengan kedua jemari tanganku. Ia nyaris tak dapat lagi menahan libidonya, hal itu nampak dari mukanya yang memerah dan putingnya yang mengeras. Dengan kakiku aku menggeser kakinya sehingga membuka lebih lebar untuk memberiku ruang menggerayangi bagian bawahnya. Tangan kiriku turun meraba-raba paha mulus Angel yang masih tertutup gaun tidur yang menggantung kira-kira sejengkal di atas lututnya. Kuusap perlahan kemudian naik menuju ke atas yaitu selangkangannya.
“Ughhh…Ric…” rintih Angel ketika jemariku dengan nakalnya mulai membelai selangkangannya dari luar, mulutnya mendesah perlahan ketika jemariku dengan lembut membelah bibir vaginanya
Celana dalam itu sebentar saja telah basah seiring dengan semakin liarnya permainan jariku di bibir vaginanya. Sementara tangan kananku kini menyusup ke kerah gaun tidurnya dan langsung mencaplok payudara kanannya.
“Uuuhh....anak baru udah nakal banget kamu yah!” desahnya menggigit bibir bawah.
“Hehe...ya gimana gak nakal kalau lingkungannya bikin jadi nakal Kak?” balasku
Jemari tangan kananku meremas payudaranya bergantian dan memilin putingnya sementara itu tangan kiriku menggesek klitoris dan bibir vagina Angel sehingga membuatnya semakin lemas tak kuasa menahan sentuhan-sentuhan erotisku .
Di dalam sana, pertarungan Pak Somad vs Sabrina juga makin seru saja, Pak Somad masih dengan perkasanya membombardir vagina Sabrina tanpa ampun sehingga tubuh gadis itu terguncang-guncang akibat sodokan ganas pria itu. Hujan di luar semakin deras ditambah dengan sesekali sambaran kilat dan bunyi gemuruh, suara desahan nikmat di dalam masih terdengar sedikit ke tempat kami.  Semakin lama genjotan penis Pak Somad terlihat makin cepat mengobok-obok vagina Sabrinya sampai membuat payudara gadis itu tergoncang-goncang seperti terlanda gempa bumi. Sabrina meraih kepala si penjual nasi goreng itu yang langsung memagut bibirnya. Mereka nampak saling melumat dengan ganas yang disebabkan gelombang dahsyat yang menerpa birahi mereka.
Angel tidak dapat berdiri tegak lagi, tubuhnya terus menggeliat dalam dekapanku. Celana dalamnya sudah melorot dan kini menggantung di pahanya yang mulus itu. Aku dapat merasakan nafas Angel terengah-engah ketika ia menggelinjang keenakan dengan rangsangan kedua tanganku di vagina dan payudaranya.
“Akhhh…aaahh...!!” Angel tersentak ketika merasakan jariku menyodok ke vaginanya.
Sodokan jariku berlanjut lagi, kali ini telunjukku ikut masuk menyusul jari tengahku yang sudah masuk sebelumnya. Kugerak-gerakkan kedua jariku mengaduk-aduk liang kenikmatan Angel, liang itu pun semakin becek dan menimbulkan bunyi berdecak karena kukocoki seperti itu.
“Rico...oohhh...pelan-pelan...aaahhh...aahhh!!”desah Angel sambil tangan kirinya memegangi tanganku meminta agar aku menurunkan kocokanku.
Namun aku justru mempercepat kocokanku, jariku bukan saja melakukan gerakan menusuk-nusuk, tapi juga diselingi dengan  gerakan mengaduk sehingga Angel merasakan vaginanya seperti dimixer.
“Aaahh...Rico...gila!” ia orgasme, cairan kewanitaannya mengucur deras sampai membasahi tanganku dan ia tidak bisa lagi menahan desahannya sehingga kali ini suaranya tidak terkendali, ditambah lagi tangannya tanpa sengaja menggebrak jendela, ‘brak!’ memang tidak kencang tapi tentu orang dari dalam terkejut sehingga mereka pun menoleh ke arah kami.

“Hi....hehehe...!” aku menyapa sambil cengengesan ke arah mereka.
Mengetahui yang mengintip ternyata orang dalam juga, Sabrina pun tersenyum dan tanpa canggung melambaikan tangan ke arah kami agar masuk.
“Kak Angel...Rico...ayo sini, ngapain di sana?” panggilnya
“Masuk yuk, di sini kan nyamukan!” Angel menarik pergelangan tanganku setelah menaikkan kembali celana dalamnya.
“Nah sekarang nih pesta yang sebenernya mulai, yes...yes...yes!!” kataku dalam hati dengan girang.
Kami masuk lewat pintu samping tidak jauh dari jendela tempat kami mengintip.
“Kak Angel...kapan pulang!?” Sabrina menyambut kami tanpa sehelai benang pun di tubuhnya begitu kami tiba di tengah ruangan.
“Tadi siang, terus tidur sepanjang hari cape banget” jawab Angel
Mereka cipika-cipiki sejenak lalu disusul berpagutan bibir selama beberapa saat, lidah mereka juga ikut main. Kedua wanita ini melakukannya di depanku dan Pak Somad tanpa malu-malu.
“Na...” sahut Angel setelah melepas ciuman mereka, “nih anggota baru, baru resmi masuk tadi siang!”
“Yea, I know, Pak Kasimun udah ngomong kok, Hany yang melantik ya” kata Sabrina sambil menghampiriku, “gimana Ric? Lu enjoy di klub ini?” tanyanya padaku dengan senyum yang nakal, tangannya membelai dadaku
“Ya enjoy lah masa ada yang asyik-asyik gini ga enjoy Na hehehe” jawabku, belaian Sabrina telah sampai ke tonjolan di selangkanganku begitu aku menyelesaikan kalimatku.
“Hhhmmm...udah keras gara-gara ngintipin kita tadi ya?” tanyanya, aku mengangguk dan senyum-senyum saja menjawabnya “Ric, gua kasih tau ya...di klub ini ga ada ngintip-mengintip, kalau mau liat ya liat aja langsung, kalau mau ngentot ya ngentot langsung, paham?” katanya dengan wajah dekat sekali dengan wajahku.
“Iya, paham bos” aku mengangguk dan cengengesan lagi.
“Dan gua ga suka diintip Ric...karena itu lu harus dihukum!” lanjutnya dengan suara lebih tegas tapi menggoda.
“Emang hukumannya apa Na?” tanyaku
“Puasin gua, puasin sampe gua takluk!” jawabnya, suaranya mendesah sehingga membuatku semakin bergairah.

Kutatap tubuhnya yang indah dan padat berisi, tingginya sepantaran denganku. Sungguh karya agung dari Sang Pencipta, melihatnya saja membuat penisku semakin tegang. Sabrina (21 tahun) juga sama-sama anak kuliahan seperti aku dan kebanyakan penghuni di sini, tapi berasal dari universitas yang berbeda. Gadis berdarah Jawa-Tionghoa-Australia ini memang memiliki kecantikan khas blasteran dengan rambut kecoklatan dan mata yang indah. Dengan modal itu, sambil kuliah ia juga tengah merintis karir sebagai model dan foto-fotonya telah terpampang di beberapa majalah. Sejak awal masuk kost ini aku sudah tergiur dengannya apalagi ia sering berpakaian seksi sehingga membuat mupeng, hari ini akhirnya fantasiku menjadi kenyataan. Tanganku mendarat di bahunya, turun ke bawah merasakan kulitnya yang halus, payudaranya begitu kenyal dan bentuknya indah, belaianku terus ke bawah. Sabrina tersentak dan melenguh ketika tiba-tiba jariku menusuk ke vaginanya.
“Uuuhh...yes, ayo lagi...lu ga cuma bisa segitu kan?” tantang Sabrina dengan suaranya yang menggoda dan tangannya melingkar ke leherku.
Merasa tertantang, aku pun semakin mengintensifkan serangan pembukaanku.
“Ah, empfff, enak Ric…..” desahannya semakin menjadi saja saat jari-jariku memainkan bibir kemaluannya dan juga klitorisnya.
Aku gesek-gesekan jari tengahku di klitorisnya yang membuat dia menjadi kalang kabut menerima luapan hasrat nafsunya sendiri. Tak butuh waktu lama sebelum akhirnya dia lemas dan mungkin sudah tersungkur kalau tidak kudekap tubuhnya. Kubaringkan dia di sofa , payudaranya kujilati tanpa melepaskan jari-jariku dari vaginanya. Desahan-desahan mulai keluar dari mulutnya makin tak terkendali.  Sementara tanganku yang satunya mulai beroperasi di lekuk-lekuk tubuhnya yang lain, mulai punggung , pantat hingga paha Sabrina. Diperlakukan seperti itu akhirnya Sabrina pun mau tak mau semakin terbuai, desahannya mulai disertai jeritan kecil menahan rasa nikmat ketika puting susunya kugigit-gigit. Payudara montok itu pun kurasakan mengeras dan putingnya mencuat seolah-olah meminta lebih.
“Rico…ackhhh…lu udah pernah entotin…berapa..ackhhh…cewek sebelum masuk ini..ackchh...ahhh!” desahan maupun rintihannya sudah tidak dapat dibedakan lagi.
Sabrina tampak sangat menikmati pemanasanku seutuhnya. Setiap kali aku menyodokkan jariku dan mengorek-ngorek dalamnya, ia langsung menggelinjang dan mendesah yang semakin lama semakin keras saja volumenya.
“Baru sama mantan gua aja kok Na, kenapa emang?” jawabku sambil tersenyum yang kemudian dengan rakusnya dia mulai mengenyot payudaranya dan mengorek-ngorek vagina Sabrina yang berbulu rapi itu dengan.
Aku memang paling suka melakukan pemanasan yang hot, berdasarkan pengalaman dengan mantanku serta bacaan dan film-film bokep, aku sudah banyak mencoba macam-macam gaya. Mantanku juga mengakui ia sangat puas dengan foreplayku sehingga ke sananya permainan lebih panas. Hasilnya sudah dapat ditebak, Sabrina pun tidak akan tahan dengan cumbuan dan sentuhan erotisku pada tubuhnya. Dia menyerah dan akhirnya mengikuti kemana nafsuku membawanya pergi. Setelah beberapa saat lamanya jari-jariku bergerilya di daerah vaginanya, cairan kewanitaanya sudah mulai berleleran membasahi daerah kewanitaannya.
Angeline

Sementara aku sibuk dengan Sabrina, Angeline pun berailh ke Pak Somad untuk mereguk kenikmatan birahi bersamanya.
“Non Angel, kemana aja nih, lama ga keliatan...sini dong sama Bapak!” sahut Pak Somad sambil menepuk pahanya, “kangen nih!”
“Ya ginilah profesi saya Pak, kalau di luar bisa lama, baru pulang tadi siang” jawab Angel sambil berjalan ke arah dispenser dekat situ, dituangkannya air ke gelas dan diminumnya.
“Jalan-jalan ke mana aja Non kemaren?” Pak Somad masih tetap duduk di sofa sambil sesekali melihat ke arahku dan Sabrina yang sedang asyik.
“Deket-deket aja kok, Singapur, Malay, Thailand, Filipina, Australia...”
“Asyik ya Non jadi pramugari, jalan-jalan terus kerjanya hehehe”
“Yang asyik mah penumpang pesawatnya Pak, kita sih banyaknya di pesawat sama bandara, paling ada waktu dikit-dikit aja buat nyantainya” Angel menuangkan air lagi dari dispenser dan kembali menghabiskannya.
“Non kangen sama Bapak ga? Bapak asli kangen loh hehehe” seloroh Pak Somad
Angel hanya tersenyum sambil berjalan menghampiri Pak Somad di sofa. Ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu yang menengadah memandangnya dengan tatapan mesum.
“Jadi bapak kangen sama saya? Apa buktinya kalau bener kangen Pak?” suara Angel mendesah menggoda si penjual nasi goreng.
“Ya kangen contohnya ngelusin paha Non yang bagus ini” jawab Pak Somad, tangannya meraih paha luar Angel dan mengusapnya, tangannya semakin ke atas akhirnya menurunkan celana dalamnya.
Angel menggerakkan kakinya membiarkan celana dalamnya dilolosi. Pak Somad meletakkan celana dalam tersebut di sofa. Disibakkannya bagian bawah gaun tidur Angel yang pendek itu. Tubuh Angel bergetar saat pria itu mencium kemaluannya dan tangan satunya meremas bokongnya. Akhirnya dia juga malah merapatkan kemaluannya ke bibir Pak Somad dan mengangkat kaki kanannya di sandaran tangan sofa.

“Bapak juga kangen sama memek Non yang wangi ini....mmmmhh!” ujar Pak Somad lalu menciumi wilayah kewanitaan Angel
Secara naluriah Angel mulai menggoyangkan pinggulnya  supaya pria itu lebih leluasa menciumi kemaluannya dan ia sendiri semakin menikmati jilatannya. Wajah cantiknya menengadah dengan mata terpejam dan mulutnya mengeluarkan desahan merasakan nikmat lidah Pak Somad yang mengais-ngais vaginanya. Ia mengelus-elus kepala Pak Somad dan semakin merapatkannya ke selangkangannya. Rupanya si penjual nasi goreng itu tanggap bahwa Angel akan mencapai puncak. Maka dihisapnya wilayah kewanitaan Angel kuat-kuat sampai terdengar bunyinya, ssrrrpp....sssrrrppp...
"Uuhh!!" lenguhan Angel dengan merapatkan kakinya dan tubuh mengejang.
Setelah Pak Somad melumat kemaluan Angel, tidak ketinggalan seluruh sisa cairan yang masih ada di sekitar wilayah kenikmatan itu, dibersihkan dengan lidahnya. Oh enak sekali kelihatannya sampai aku makin bersemangat mengocoki vagina Sabrina. Selesai menikmati jilatan dan hisapan pada vaginanya, dengan gerakan menggoda Angel naik ke pangkuan Pak Somad. Setelah menyibakkan rambutnya yang agak kusut ke belakang dia meraih penis Pak Somad yang sudah benar-benar tegang dan membimbingnya memasuki liang kenikmatannya. Sejurus kemudian Angel menggerakkan pinggulnya memainkan gerakan indah berirama turun-naik berulang-ulang. Tangan Pak Somad melepasi cardigan yang dipakai Angel dan menjatuhkannya ke lantai. Kemudian disusul kedua tali bahu yang menyangga gaun tidurnya itu, dipelorotinya hingga ke bawah dada sehingga kedua payudara montoknya menyembul di depan wajah pria itu. Kepala Pak Somad langsung nyungsep ke ketiak Angel. Diciuminya lembah ketiak Angel yang bersih tak berbulu itu. Sambil menggarap Sabrina, kusaksikan bagaimana Angel menggeliat-geliat di atas pangkuan Pak menerima nikmatnya kecupan dan jilatan pria itu serta sodokan-sodokan penisnya pada vaginanya. Tanpa ragu Angel mendesah dan merintih menahan derita birahi yang sedang melandanya. Hal itu memberikan pemandangan indah tersendiri, terlebih ketika ia mendongakkan kepalanya meresapi gelombang kenikmatan yang datang menerpanya. Pak Somad juga melenguh dan mendesah merasakan penisnya diremas-remas dinding kewanitaan Angel. Dia mengelusi punggung Angel dan mengenyoti payudaranya dengan rakus. Tak lama mulutnya naik dan memagut bibir Angel, keduanya pun berciuman dengan penuh birahi sementara tangan pria itu tetap bergerilya di sekujur tubuh Angel. Seksi sekali Angel saat itu, dengan gaun tidur pinknya masih menyangkut di perut ia naik-turun di pangkuan Pak Somad. Lenguhan dan desahan nikmatnya yang tak jarang berupa teriakan.

Sekarang posisiku dan Sabrina berbaring menyamping di sofa, aku mendekapnya dari belakang dengan tangan kanan meremasi payudaranya dan tangan kiri mengobok-obok vaginanya. Sesekali kami berpagutan mulut, telinga dan lehernya tak luput dari jilatan dan ciumanku. Setelah kurasakan vaginanya sangat basah, kutarik jariku dari liang kenikmatan itu. Cairan bening berleleran di jariku dan kusodorkan ke mulutnya. Sabrina membuka mulut dan mengemuti jariku yang berlumuran cairan kewanitaanya sendiri. Dari caranya menjilat saja aku sudah merasakan dia sangat ahli dalam bermain oral seks.
“Gua tusuk sekarang ya Na!” kataku dekat telinganya
“Daritadi juga gua udah pengen...ayoh...aahh....jangan bacot terus!” Sabrina nampak sudah tidak tahan, itu terlihat dari vaginanya sudah sangat becek.
Kuangkat betis kirinya sehingga kakinya membuka, lalu segera kulesakkan penisku sedikit demi sedikit kedalam vaginanya. Bibir vagina Sabrina mulai membelah membuka lebar menerima tusukan penisku.
“Ahhhhh, achh, ahhhh…Ric!!!” ia mendesah sejadi-jadinya,
Aku meneruskan proses penetrasi, tidak terlalu sulit sih karena vaginanya sudah sangat berlendir karena sebelumnya sudah main dengan Pak Somad.
“Aaagghhh!!!” erangan Sabrina berakhir keras saat seluruh penisku masuk ke dalam liang kewanitaannya.
Tanpa buang waktu lagi, aku memulai dengan sodokan-sodokan ringan disertai beberapa kali gerakan memutar. Secara bertahap aku semakin menaikkan frekuensi sodokan penisku dan membuat Sabrina menjadi kalang kabut. Setiap kali penisku menusuk lebih dalam maka semakin erat pula jepitan vaginanya.
"Aaahhh....aaahh....iya gitu Ric...aaahh...aahh!", Sabrina semakin menggila, tubuhnya semakin menggelinjang dan sesekali rambutku dijambaknya.
Vaginanya semakin basah dan berkedut-kedut seakan-akan memijat penisku, nikmat sekali.
"Argh..", desahku keenakan merasakan persenggamaan ini, dengan irama kocokan yang semakin cepat, suara gesekan dan benturan yang basah.

"Aduh Ric, gua nggak tahan lagi, mau keluar nih rasanya....eeeemmmhh....aaahhh", desah Sabrina yang merasakan g-spotnya tergesek dengan penisku
Aku dapat merasakan vaginanya semakin berkedut-kedut dan lendirnya juga semakin banyak sehingga pahaku basah oleh cairan kewanitaan yang keluar sangat banyak. Sebenarnya aku juga sudah nggak tahan ingin keluar, apalagi mendengar desahan erotis dan melihat wajah cantik yang sayu itu ketika di ambang klimaks, maka aku pun mempercepat genjotanku. Dan akhirnya spermaku mendesir ke batang penisku dan aku mencapai orgasme yang diikuti pula dengan orgasme Sabrina.
"Ough...keluar nih Na... Ahh..", erangku saat air maniku keluar dengan derasnya di dalam vagina Sabrina.
Sabrina terbaring dalam dekapanku masih dalam posisi menyamping seperti sebelumnya. Vaginanya berkedut seakan-akan memeras sisa spermaku. Sementara di sofa sebelah, Pak Somad dan Angel sudah berganti posisi, kali ini Angel berbaring telentang dan Pak Somad di antara kedua kakinya sibuk menggenjoti vagina si pramugari cantik itu.
"Asyik kan ML rame-rame gini?" kata Sabrina padaku, “lu pernah ga sebelumnya?”
“Belum lah...gua ga nyangka ada klub ginian dan gua bisa masuk di dalamnya, lu sendiri udah dari kapan jadi member Na?”
“Dua tahun lebih...lumayan lama, diajak temen yang tadinya kost disini juga”
“Kalau udah ga kost disini masih terhitung member orgy club ga Na? Maksudnya masih bisa gituan lah” tanyanya
“Mmm...ya tergantung, ada alumni sini yang memang masih suka ikut acara kita kok, tapi biasa kalau yang dari luar kota udah lulus gitu ya biasa susah kontaknya lagi”
Aku mangut-mangut sambil  mengelus punggungnya yang mulus. Setelah lima menitan istirahat dan ngobrol ringan dalam posisi ini, aku bangkit hendak mengambil minum. Aku berjalan ke dispenser mengambil dua gelas plastik dan menuangkan air ke dalamnya. Saat itu Pak Somad semakin gencar menggempur vagina Angel. Ditindihnya tubuh pramugari itu dan gerakan pinggulnya semakin gencar. Mereka juga bercumbu dengan ganas sehingga dari sela-sela mulut mereka terdengar bunyi desahan tertahan. Aku kembali ke sofa tempat kami tadi dan menyodorkan gelas pada Sabrina.
“Thanks” sahutnya seraya menyambut gelas itu dan meneguknya, “lu masih pengen lagi? Atau udahan?” tanyanya
“Pengen lagi dong, masa udahan...tapi kumpul tenaga dulu ya” kataku sambil menjatuhkan pantatku di sebelahnya.
Sabrina lalu menggeliat bangkit dan duduk di sampingku, ia menjilati penisku yang telah mengendur lalu membersihkannya dengan lidahnya.

Saat itu tiba-tiba pintu samping terbuka dan Alex masuk dengan membawa panci kecil. Yang lain hanya melihat sebentar lalu terus beraktivitas lagi, sementara aku sedikit terkejut, maklum masih pendatang baru. Alex juga adalah teman sekampusku, tapi beda fakultas, ia kuliah di fikom (fakultas ilmu komputer). Pemuda Tionghoa berambut cepak dan berwajah mirip tikus ini terbilang seorang yang nyentrik, seorang computer dan gadget freak yang sering menghabiskan waktunya berjam-jam di depan monitor, selain kuliah, ia juga part time di sebuah toko komputer milik saudaranya. Ia sangat dapat diandalkan kalau minta bantuan yang berhubungan dengan minatnya itu, pernah dia memperbaiki laptopku yang kena virus, dia juga tidak pelit berbagi koleksinya yang banyak mulai dari musik, program hingga bokep, baik bokep normal maupun yang aneh-aneh seperti scat atau beastiality. Di kost dia lebih banyak menghabiskan waktu di kamarnya sibuk di depan komputernya dan hanya keluar kamar untuk makan dan mencari pelepasan stress dengan ngeseks tentunya. Menurut penuturan Amel tadi siang, gaya seks Alex sering aneh-aneh, suka main ikat-ikat dan sedikit kasar, kadang malah kalau lagi mumet dengan komputernya ia meminta salah satu dari wanita di kost ini untuk mengoralnya sambil dia sendiri mengutak-atik komputer, katanya kadang membuat otak jadi jalan lagi. Aku berpikir mungkin semua itu merupakan bentuk pelampiasannya dari hasrat seks terpendamnya yang sehari-hari nampak seperti nerd itu. Hobi nyeleneh Alex lainnya, masih berdasarkan penuturan Amel, adalah suka mendokumentasikan adegan seks yang dilakukannya sendiri maupun yang dilakukan orang lain dengan handycamnya dan file-filenya ia simpan di hardisknya. Untuk yang satu ini, ia pernah ditegur Om Dedy, pemilik kost sekaligus ketua Orgy Club ini, karena berisiko tinggi bila rekamannya bocor ke luar, namun entah bagaimana ia dapat meyakinkan Om Dedy bahwa ia hanya menyimpan semua hasil rekaman itu untuk pribadi, tidak akan pernah masuk ke internet ataupun dishare pada siapapun, bahkan Om Dedy sendiri pernah meminta hasil dokumentasi waktu orgy party bulanan darinya. Dari karakternya yang cenderung introvet itu sepertinya ia memang bisa dipercaya, juga kata Amel, ia tidak pernah mengshare file-file rekamannya pada siapapun termasuk penghuni kost yang menginginkannya untuk koleksi pribadi, ia hanya mengijinkan mereka menonton rekaman itu di kamarnya. Kepadaku sewaktu aku masih belum masuk klub, ia tidak pernah menyinggung sedikitpun mengenai hal itu maupun segala sesuatu di kost ini yang waktu itu belum waktunya kuketahui. Hhhmmm...lain kali aku akan minta ijin untuk melihat rekaman-rekaman serunya, kan sekarang udah member, pasti boleh lah.

“Hai Lex, mau gabung? Ini member baru kita nih!” sapa Sabrina.
“Nggak dulu...lagian member barunya cowok, masa main pedang-pedangan, mau bikin mie dulu, laper nih” jawabnya, “met mupeng dah Ric!” katanya padaku, “eeh...Kak Angel, udah pulang ya!” katanya melihat ke Angel yang sedang disenggamai Pak Somad.
“Baru tadi siang!” sahut Angel membalas sapaan Alex di tengah gempuran Pak Somad pada vaginanya.
“Jadi pengen anget-angetan bentar sama Kak Angel nih!” Alex meletakkan panci yang dibawanya di atas dispenser lalu menghampiri Angel di sofa.
“Yee...Kak Angel lagi sibuk malah diganggu, gua yang lagi break dicuekin!” kata Sabrina.
“Kalau lu kan tiap hari juga ada di sini Na, avaiable everytime, Kak Angel kalau pergi lama baru pulang lagi, mumpung pulang kan harus melepas kangen” sahut Alex sambil menurunkan celana boxernya dan mengeluarkan penisnya di hadapan Angel, “yuk Kak, sepong aja kok!”
Angel pun meraih bantal kursi dan menyelipkannya di bawah kepalanya agar lebih enak mengoral penis Alex. Ia lalu meraih penis berukuran sedang yang telah menegang dan tidak bersunat itu.
“Akhh…sssiippp....sepongan kakak emang…paten...mantap abis...ohhh” desah Alex menikmati penisnya dikulum Angel.
Pemandangan ini benar-benar luar biasa, seorang wanita secantik Angel melayani dua pria, yang satunya di antara kedua belah pahanya menggenjot vaginanya, satunya lagi menyodorkan penisnya dioral olehnya. Tiba-tiba Sabrina memelukku dan mendorong tubuhku ke samping hingga aku terbaring, aku melihat wajahnya nampak kesal. Ia lalu menindihku dan berbisik di telingaku.
“Kurang asem si freak satu ini, gua tau dia naksir ke gua tapi gilirannya gua tawarin dia malah nolak, bilang avaiable everytime lagi, emangnya gua apaan? Ric...tolong bantu gua bikin dia panas ok?”
“O ya? Terus gua harus gimana Na?” tanyaku berbisik.
“Main belakang...sodomi gua Ric, dia pernah minta itu ke gua tapi waktu itu ga gua kasih”
“Yakin lu Na? Gapapa nih? Perlu pake kondom kali biar lebih licin”
“Ga usah, tapi jangan kasar-kasar ya, gua juga ga suka sebenernya, jarang...tapi ini buat ngehukum dia aja, biar tau rasa”
“Oke deh kalau gitu, yuk!” aku mengangkat tubuhnya dan mengaturnya menjadi gaya doggie menghadap ke arah Angel yang sedang berthreesome dengan Pak Somad dan Alex, tangannya bertumpu pada sandaran tangan di sofa dan ia menunggingkan pantatnya ke arahku.

Aku menggesek-gesekkan penisku yang masih basah oleh liurnya pada bagian luar lubang anus Sabrina dan dengan perlahan aku mulai meneroboskan penisku ke liang belakangnya dan bisa diduga kalau Sabrina merintih kesakitan.
“Akhhh…sakitttt….aaahhh…! Yes...terus...slowly aja!!” rintihnya
Sekalipun ini bukan pertama kalinya dia main belakang namun tetap saja lubang itu masih terbilang sempir, apalagi kalau tanpa kondom berpelumas begini.
“Tusuk gua Ric, sodomi gua sampe gua…aaahhh...ga bisa bangun...aahh” Sabrina mengerang sengaja memprovokasi Alex yang sedang mengerjai Angeline.
Tangannya meraih penisku turut membantu adik kecilku itu memasuki pantatnya. Alex sepertinya terpancing, ia menengok ke arah kami dan menatap tajam pada Sabrina, nampaknya ia tidak rela wanita yang ditaksirnya bersedia melakukan anal pada orang lain sementara tidak padanya. Alex tidak berkata apapun namun ia melampiaskannya pada Angel. Ia yang tadinya pasif membiarkan Angel mengulum penisnya kini menjadi ganas, dipeganginya kepala Angel sambil memaju-mundurkan pinggulnya menyetubuhi mulut pramugari itu. Perlakuannya tentu saja menyebabkan Angel kalang-kabut, erangan tertahan terdengar dari mulutnya, tangannya mendorong Alex namun kalah tenaga, Alex terus menyetubuhi mulutnya sambil menatap penuh cemburu ke arah kami. Aku memaju-mundurkan penisku beberapa kali pada anus Sabrina sampai terasa lancar dan aku pun mulai menaikkan sedikit temponya, desahan sensual keluar dari mulutnya, sepertinya ia sudah dapat menikmati anal seks ini walaupun masih terasa sakit dan perih di liang anusnya
 “Akhh…sempit banget bo’ol lu Na, kaya perawan aja nih hehehe...!” ceracauku sembari meremas-remas payudaranya yang menggantung bebas dan nampak bergelayutan tiap kali aku memberikan sodokan keras, “You like it honey?” godaku sambil menyodok dengan keras anus Sabrina.
“Yeah....aaahhh....ahhh...harder baby! Lebih dalem lagi Ric!” desahnya lalu disambut dengan pandangan dan raut wajah Alex yang semakin memberengut.
Tak beberapa lama kemudian tubuh Alex nampak bergetar, ia melenguh dan memuntahkan cairan spermanya di dalam mulut Angel, belum habis semprotannya, ia tarik penisnya sehingga spermanya bercipratan ke wajah pramugari itu. Setelah semprotannya reda, tanpa mempedulikan Angel yang masih terbatuk-batuk ia menarik kepalanya dan kembali menjejali mulut Angel dengan penisnya. Beberapa kali ia memaju-mundurkan penis itu untuk dibersihkan dengan mulut Angel, barulah ia menaikkan kembali celananya dan meninggalkan Angel kembali berduaan dengan Pak Somad. Saat ia melewati kami, diraihnya payudara Sabrina yang menggantung.

“Aaaww...apaan sih lu?!!” rintih Sabrina karena Alex meremas payudaranya dengan brutal lalu berlalu begitu saja setelah mengambil panci kecil yang telah ia isi air dari atas dispenser.
Aku sebenarnya ingin komplain pada Alex soal aksi brutalnya terhadap Angel maupun Sabrina tetapi setelah kupikir-pikir tidak ada untungnya toh mereka juga tidak meributkannya lebih lanjut, mungkin itu termasuk gaya seksnya Alex yang emang sedikit nyeleneh seperti yang diceritakan Amel tadi siang. Sudahlah, ini orgy club, semua mau fun, jangan sampai merusak suasana. Alex keluar dari ruangan ini dan menutup pintu setengah dibanting.
“Gapapa Na?” kataku menghentikan sejenak genjotanku.
“It’s OK beib...sometimes I like hardcore, itulah yang unik dari si freak itu” katanya sambil menengok ke belakang dengan tersenyum, “hei kok stop? Siapa yang suruh? Ayo tusuk lagi!” perintahnya.
“Uuuhh...kenapa lagi sih tuh orang Na? Gilanya kumat lagi...uhuukkk...uhhhukk...ampir mati sesak nafas aku!” keluh Angel yang masih batuk-batuk dan mengatur nafas
“Biasa Kak... emang ada kecenderungan masochist dia hihihi!” sahut Sabrina
 “Hehehe...kasar ya Non tadi, makanya mending sama Bapak aja ya Non, Bapak kan lembut tapi menghanyutkan....bikin Non ketagihan, eeemmhh!” kata Pak Somad lalu melumat payudara Angel dengan gemas.
“Ric, kita gabung ke sana yuk...foursome!” ajak Sabrina menarik tubuhnya dari dekapanku sehingga penisku pun terlepas dari pantatnya.
Sabrina berlutut di samping Angel, ia mulai menjilati ceceran sperma Alex pada wajah pramugari itu, sebentar kemudian bibir mereka bertemu dan berpagutan dengan panasnya, tangan Sabrina juga meremasi payudara Angel yang satunya, jari-jari lentiknya nampak memilin-milin puting yang sudah mengeras itu. Melihat adegan erotis itu, aku pun menghampiri mereka dan berlutut di belakang Sabrina, penisku kuarahkan ke vaginanya dan kugesek-gesekkan di bibirnya. Ciuman Sabrina merambat turun ke payudara Angel, sesampainya di sana mulutnya mulai menjilati gunung itu hingga basah oleh ludahnya, kemudian dimasukkannya ke mulutnya lalu dikenyot-kenyot.
“Aaahhh!” desahan seksi terdengar dari mulut Angel yang sedang dikeroyok.
Sementara aku mulai menekan masuk penisku ke vagina Sabrina yang langsung menjepitnya erat-erat. Dari gerak tubuhnya kutahu ia pun diamuk birahi dan butuh pemuasan. Dalam beberapa saat selanjutnya hanya terdengar dengusan napas dan desahan kami berempat terengah cepat dan gesekan di antara bunyi 'pak-pak-pak' yang timbul beradunya alat kelamin. Kami bertahan dalam formasi demikian sekitar sepermpat jam. Ketika Angel telah mendekati orgasme, Pak Somad menghentikan genjotannya, ia menaikkan Angel ke pangkuannya dalam posisi memunggunginya. Angel segera mengerti, ia lekas-lekas memasukkan kembali penis Pak Somad ke vaginanya, dengan posisi ini kini ia lebih aktif menggerakkan tubuhnya mengejar puncak kenikmatan yang sudah hampir tercapai. Pak Somad cenderung pasif menerima genjotan Angel, ia hanya memegangi pahanya dan membentangkannya lebar sehingga penisnya menusuk lebih dalam ke vagina gadis itu.

Di bawah sofa, Sabrina yang sedang kusetubuhi dalam gaya dogie menjilati penis Pak Somad yang sedang sibuk dengan vagina Angel. Sesekali ia mengulum buah pelir si tukang nasi goreng itu. Kudengar desahan Angel kian tak karuan

“Ooohhh, enak Pak...aaahhh…kontol bapak enak banget!” erang Angel,  aku tak menyangka kalau Angel yang berpembawaan lemah lembut itu dapat ngomong jorok juga sewaktu gairahnya tinggi.
“Sama Non manis….Bapak juga mau crot nih...memek kamu enak bangeeeet!!  tahan dulu!” desah Pak Somad sambil meremasi payudara Angel lebih brutal.
 Tak sampai lima menit, tubuh Angel mengejang, jeritan panjang terdengar dari mulutnya karena tak kuasa menahan nikmatnya orgasme. Ssssrrrr...cairan bening mengalir dengan deras dari vaginanya sehingga bunyi decakannya makin terdengar. Pada saat bersamaan, Pak Somad menekan kuat-kuat tubuh Angel ke selangkangannya sehingga penisnya menancap hingga mentok di liang vagina Angel.
“Uuugghhhh….!!!” dia pun menyusul ke puncak, penisnya menyemburkan sperma yang meleleh di sela-sela bibir vagina Angel bercampur dengan cairan kewanitaanya.
Cairan itu diseruput oleh Sabrina yang sejak tadi melakukan oral terhadap mereka berdua. Sungguh luar biasa sensasi foursome seperti ini, aku mungkin tidak akan pernah merasakannya kalau tidak masuk ke klub ini.
“Na, kita crot barengan ya!” aku mempercepat genjotanku ketika kurasakan cairan kewanitaan Sabrina mulai banyak,
“Okehh...terus...jangan stop...dikit lagi inihh...” erangnya sambil menggoyangkan pinggulnya menyambut hujaman penisku, tangannya masih mengocok penis Pak Somad yang mulai menyusut.
Tak lama kemudian, tubuh Sabrina menggelinjang liar, vaginanya mengeluarkan semakin banyak cairan yang menghangatkan dan memperlancar keluar masuknya penisku. Akhirnya keluar juga spermaku membanjiri liang vagina Sabrina. Kurang lebih empat kali tembakan sperma keluar dari ujung batang kejantananku mengisi vaginanya.
“Ahhhh…Na….” aku tenggelam dalam kenikmatanku.
Selama kurang lebih 10 detik aku dan Sabrina menikmati terpaan gelombang orgaseme hingga akhirnya tubuh kami melemas lagi. Saat itu Angel dan Pak Somad juga telah mengakhiri pertempuran mereka. Angel masih dipangku pria itu dengan penis masih menancap di vaginanya. Setelah agak bertenaga, aku memapah Sabrina ke sofa tempat kami tadi dan aku membaringkan diri dengan dia di atasku.
“What a great fight” katanya tersenyum lemas dan memandangku
“Gua juga puas banget Na, pasti tidur pulas dah malam ini” kataku menghela nafas

Tubuh kami yang sudah mandi keringat saling berpelukan. Kami berciuman dan berpagutan ringan dengan sisa-sisa tenaga kami. Kulihat jam dinding telah menunjukkan pukul setengah delapan lebih, di luar sana hujan telah reda, tapi rintik-rintik kecil masih terdengar.
“Pak, nasi goreng kornetnya satu dong...pake telor ga pedes!” pintaku, lapar juga rasanya setelah ML habis-habisan tadi.
“Oke Den, siap!” sahut Pak Somad mulai memakai kembali pakaiannya lalu keluar dari situ untuk menyiapkan pesananku.
Kami memulihkan tenaga sambil ngobrol dan bercanda dengan santai, dari situ kami merasa lebih dekat dan mulai bercerita lebih banyak mengenai diri kami masing-masing, mulai dari kota asal, kegiatan kampus, hobby sampai hal-hal yang privat. Dari cerita Angel aku baru tahu sisi lain kehidupan pramugari yang panas dan seru, mungkin akan kuceritakan di lain kesempatan. Ia sendiri sebenarnya sudah punya pacar, seorang bule asal Belanda yang pekerjaannya mengharuskannya bolak-balik Indonesia dan negerinya, keduanya bertemu di pesawat. Ia pernah diajak pacarnya ikut swinger party ketika di negara asal sang pria. Dari situ hasrat liar dalam dirinya mulai bangkit hingga akhirnya di tanah air ia menemukan penyaluran di klub orgy ini yang gilanya lewat perkenalan sang pacar yang juga adalah kenalan Om Dedy. Pacar Angel sendiri pernah dua kali menjadi tamu di arisan klub orgy di rumah Om Dedy dan ia tidak keberatan pacarnya yang cantik ini menjadi budak seks di klub ini.
“Kita saling terbuka aja kok, aku pernah ML sama siapa selalu bilang ke dia, dan sebaliknya...dia bilang mumpung masih belum merit ya silakan puas-puasin hasrat liar, ntar kalau udah saatnya menjadi istri atau mama yang baik!” tandasnya.
“Yeah...I like her man, amazing, especially his style and cock” kata Sabrina pelan padaku saat Angel bercerita tentang hubungannya dengan pacar bulenya.
“Hey, cut it off bitch!” Angel melemparkan bantal kursi pada Sabrina yang menangkapnya sambil cekikikan.
Weleh...weleh...bener-bener pemikiran yang nyeleneh bin edan juga ya pikirku yang sebelumnya belum pernah mendengarkan pemikiran seperti itu. Lain halnya Sabrina memang dari awalnya adalah pencari kesenangan sensual, namun ia tidak akan pernah melakukannya demi uang seperti menjadi ayam kampus atau menjadi simpanan orang kaya. Baginya seks ya seks, buat kesenangan, bukan buat cari uang seperti PSK. Ia bersedia memberikan kehangatan tubuhnya secara sukarela bila memang ia menginginkannya, bahkan menurut pengakuannya ia pernah melakukannya dengan dua ABG ojek payung yang tidak dikenalnya, namun ia bisa marah dan tersinggung bila seseorang yang berlagak baik padanya dan mendekatinya dengan tujuan untuk menidurinya, semakin orang itu menginginkan tubuhnya semakin ia tidak akan memberikannya. Sementara Pak Somad mengaku dirinya merasa lebih segar dan awet muda sejak menjadi member luar klub orgy ini. Ia menjadi member lewat rekomendasi Pak Kasimun lalu melalui persetujuan Om Dedy dan tentunya para member atau penghuni kost ini. Dengan menjadi member klub ini ia tidak perlu lagi menghabiskan uang untuk melampiaskan nafsunya yang menggebu-gebu dengan pelacur-pelacur kelas bawah, malah dia mendapat yang high quality dengan gratis, sehingga ia dapat menghemat anggaran dan menyisakan lebih banyak uang untuk dikirim pada istri dan anaknya di kampung, syaratnya hanya diam, jangan cerita apapun tentang orgy club pada mereka yang bukan anggota.

 “Gimana Ric kesan-kesannya setelah bergabung di klub ini?” tanya Angel sambil meletakkan gelas kosong yang baru diteguk isinya di atas meja ruang tengah
“Yah...seneng, kaget, ga percaya, campur-campur deh, soalnya ga nyangka ada klub kaya ginian. Sebelumnya kan cuma pernah ML satu lawan satu sama mantan cewek gua aja” kataku sambil menyuapkan nasi goreng yang masih hangat ke mulutku, ah enak banget rasanya, seperti mendapat asupan tenaga lagi.
Saat itu itu terdengar suara gembok pintu gerbang depan dibuka sehingga refleks akupun memunguti pakaianku untuk mengenakannya, tapi Angel dan Sabrina malah senyum-senyum melihat reaksiku. Saat itu memang Angel sudah memakai kembali gaun tidurnya, demikian pula Pak Somad yang sebelumnya keluar membuatkan pesanan nasi gorengku, jadi tinggal aku dan Sabrina saja yang masih bersantai dan belum memakai pakaian kami. Lalu terdengar suara motor memasuki tempat parkir kost.
“Hihihi...tenang aja Ric, orang dalam kok itu” kata Sabrina.
“Yakin bener lu? Kalau bukan gimana? Kalau iya terus mereka bawa orang dari luar gimana?” tanyaku bingung.
Sejak lu resmi member tadi siang, beritanya udah disms ke semua penghuni kost sini kok, mereka juga udah tau, jadi kalaupun mereka bawa orang dari luar mereka bakal hati-hati kalau-kalau ada yang ngentot di luar kamar seperti kita tadi itu” Sabrina menjelaskan.
“Lagian Pak Kasimun jaga di posnya juga akan kasih tanda bel musik kok kalau ada orang luar datang kalau waktunya ga tepat supaya kita bisa beres-beres dulu” tambah Angel.
“Cuma belakangan si Kasimun suka meleng ke mana aja, waktu itu Bapak pernah entotan sama Non Amel ampir kepergok temennya Den Leo!” Pak Somat menyeletuk.
Tiba-tiba aku merasa cemburu mendengar si tukang nasi goreng ini menyebut ia bercinta dengan Amel walau memang horny juga membayangkan Amel disetubuhi olehnya. Sungguh aku tidak mengerti perasaan ini, sebelumnya terhadap Amel aku hanya menganggap teman, tapi kenapa sejak bercinta dengannya tadi mulai timbul perasaan lebih dari itu. Aku belum bisa menjelaskannya sekarang.
“Emang waktu itu di mana sama Amel Pak sampe ampir kepergok?” tanyaku penasaran.
“Di kamarnya Non Amel...tapi pintunya belum tertutup bener, untung keburu sadar ada orang lain”

“Hei...hei all! Gile hujannya besar sekali tadi mana banjir pula!” sapa Mario, “wah...wah...baru pada ngentot ya?” tanyanya begitu melihat aku dan Sabrina yang masih belum pakai apa-apa, “Eh Ric, selamat ya, akhirnya lulus juga jadi anggota lu! Asik deh sekarang udah bisa ngentot bebas lagi, hehehe”
Mario (27 tahun) adalah seorang staff marketing di sebuah perusahaan, pria berdarah Ambon ini memiliki badan yang gempal, kulit gelap dan berambut cepak. Dilihat-lihat mirip dengan Mike Mohede si juara Indonesian Idol, tapi dengan level ketampanan yang di bawahnya. Orangnya rame dan mudah dekat dengan orang lain, berbanding terbalik dengan Alex, si maniak komputer itu.
“Angel...kapan balik lu?” tanyanya pada Angel dengan logat Ambonnya itu
“Siang tadi” jawab Angel, “sana mandi dulu udah basah gitu kamu!” katanya melihat celana Mario yang sudah sangat basah walaupun bagian bawahnya telah digulung.
“Bareng mandi yuk Ngel, udah mandi belum lu?”
“Oke yuk...badan udah lengket juga nih” Angel mengiyakan dengan ringan dan bangkit berdiri, “mau di mana? Kamar mandi luar, kamar kamu apa kamar aku?”
“Kamar aku aja lah Ngel...sekalian taro ini barang-barang”
“Sini! Sun dulu dong, udah lama gak ketemu” Mario langsung mendekap tubuh Angel dan memagut bibirnya.
Keduanya pun berpagutan mesra di depan kami tanpa risih, tangan Mario menyingkap gaun tidur Angel dan meremas bongkahan pantatnya. Angel juga tidak kalah agresif, tangannya merabai selangkangan pria itu dari luar celana panjangnya. Setelah tiga menitan baru mereka melepas bibir.
“Mmm...tambah manis aja kau! Yuk ke kamarku!” kata Mario menuntun pergelangan tangan Angel, “O ya Pak...nasi goreng kambingnya ya, yang pedas!” sahutnya pada Pak Somad, “Dingin gini enak makan kambing bisa anget...o ya Ngel, kamu mau juga?”
“Ngga ah...ga usah! Udah makan dikit tadi” tolak Angel
“Ya udah...ini Pak, uangnya aja dulu, kembalinya ambil aja!” kata Mario mengeluarkan selembar dua puluh ribuan dari dompetnya dan mengulurkannya pada Pak Somad, “nanti taro aja di depan kamar saya ya, mau mandi dulu ini!”
“Siap Den! Makasih banget ya!” Pak Somad segera keluar untuk membuat pesanan Mario.
“Gitu deh Kak Angel...tiap baru pulang semua pengen melepas rindu sama dia” kata Sabrina.
Kini tinggal aku dan dia saja di ruang tamu ini, sekarang sudah lebih bertenaga sih setelah menghabiskan sepiring nasi goreng Pak Somad.
“Jadi pengen mandi juga, nih udah keringetan gini!” kata Sabrina menggeliatkan tubuhnya lalu bangkit berdiri, “mau bareng Ric?”
“Gua tadi udah sih, tapi kalau yang ngajaknya lu masa gua nolak hehehe”
“Dasar...ayo, di kamar gua aja ya!” katanya

Kami pun masuk ke kamar mandi di kamarnya, harum dan rapi kalau dibanding kamar mandi di kamarku atau cowok lain di sini. Semburan air hangat dari shower sungguh menyegarkan menghilangkan peluh sehabis bercinta tadi. Kami saling menyabuni dan saling meraba tubuh pasangan masing-masing diselingi obrolan ringan dan nakal, kami juga sempat bercinta di bawah siraman air, sebentar saja tapi karena sudah lelah. Akhirnya setelah mandi kami pun memakai pakaian kami lagi.
“Ngapain Na abis ini?” tanyaku
“Bobo lah...besok kuliah pagi, lu sendiri?” ia tanyanya sambil memakai kaos gombrang tanpa bra di baliknya.
“Gua ada tugas kuliah, harus ngerjain, abis ML kayanya plong deh rasanya, kerjain tugas rasanya jadi semangat”
Di depan pintu kamarnya kami bercanda sejenak lalu kupagut bibirnya sebelum berpisah, tanganku meraba dadanya, kurasakan putingnya di balik kaos tanpa bra itu. Saat itu kudengar langkah kaki mendekat membuatku menoleh ke arahnya. Oh...ternyata Amel yang baru pulang.
“Hai Mel!” sapa Sabrina yang dibalas Amel dengan hai juga dan senyum tipis.
“Eh...Mel, abis darimana? Malem gini baru balik?” aku menyapanya dengan sedikit salah tingkah.
“Dari temen, tadi nungguin ujan berenti baru pulang” jawabnya datar sambil terus melengos.
“Na gua cabut dulu ya, dah!” aku pamitan ke Sabrina lalu menyusul Amel “Mel...udah makan belum lu?”
“Udah” ia menjawab singkat,
“Malem ini lu sibuk ga Mel?” tanyaku.
“Napa emang nanya-nanya gitu?” ia terus berjalan dengan gayanya cuek seperti biasa.
Saat itu kami lewat di depan kamar Mario, dari dalam sekonyong-konyong terdengar suara desahan, pasti si Ambon itu sedang asyik mereguk kenikmatan bersama Angeline.
“Gapapa sih...kalau ga sibuk...kita tidur bareng yuk malem ini, gimana?” aku heran juga diriku jadi lebih berani sejak masuk klub ini padahal belum juga sehari.
Ia hanya tersenyum penuh arti padaku sambil mengeluarkan kunci kamar dari tasnya karena kami sudah dekat dengan kamarnya.
“Hehe...berani juga ya lu terus terang gitu padahal member baru tadi siang” katanya
“Nnggg...yah gimana ya, mungkin kebawa suasana di sini jadi berani...gimana Mel, kok belum jawab?”
“Yaahh...gua suka keterusterangan lu Ric” jawabnya menghela nafas, “tapi sori yah, malam ini gua udah janji nemenin Pak Kasimun, lu denger sendiri kan tadi siang?”

Amelia

Kembali aku jadi panas mendengarnya, terlebih langsung dari mulut Amel sendiri.
“Oke deh, maybe next time ya!”
“Oh ya Ric, boleh gua minta tolong ga?” ia seperti teringat sesuatu setelah membuka pintu kamarnya.
“Ya...apaan?”
“Gua mau pindahin data dari USB ke CD, lu bisa?”
“Bisa, di laptop lu ada Nero nya?”
“Ada...cuma belum ngerti caranya sih”
“Ya udah gua ajarin sini!”
Kamipun masuk ke kamarnya, ia menyalakan laptopnya dan menyerahkan USB dan sekeping CD kosong padaku.
“Eehmm...Mel, gimana kalau lu ga usah pake apa-apa sambil gua ajarin, biar lebih semangat gitu loh” kataku ketika tiba-tiba ide nakal melintas, “tenang aja si Sabrina udah nguras tenaga gua tadi, ga bakal sampe ML kok, lagian gua juga harus ngerjain tugas abis ini”
“Oke...no problem, asal lu yang bener ya ajarinnya” katanya dengan cuek lalu mulai melepaskan satu demi satu pakaiannya lalu kembali duduk di sebelahku dengan tubuh polos.
Aku melongo memandangi tubuh telanjangnya yang kali ini kunikmati dengan utuh (tadi siang ketika bercinta dengannya kan ia masih mengenakan pakaiannya). Ternyata Amel memiliki tubuh yang mulus dan indah, tidak kalah dengan tiga wanita lain di kost ini, sungguh luar biasa payudaranya yang montok dan berputing kemerahan itu, juga bulu-bulu lebat yang tumbuh di selangkangannya. Kesehariannya yang hampir tidak pernah memakai pakaian seksi dan pembawaaanya yang alim sungguh memberi nilai lebih pada gadis satu ini.
“Ayo dong, ajari guanya kapan? Jangan bengong terus! Kaya ga pernah liat cewek bugil aja!” protesnya membuyarkan lamunanku.
“Ohh, iya...iya Mel...jadi gini caranya...” aku mulai memberi instruksi bagaimana mengoperasikan Nero, memindahkan data ke CD dan ia menggerakkan mouse mengikuti instruksiku.
Tentunya sesekali aku tidak konsen mengajarinya dalam keadaan ia telanjang begitu, herannya justru dia malah biasa saja tanpa terlihat risih tanpa pakaian di tubuhnya begitu.
“Nah, sekarang tinggal tunggu beres, gak lama kok!” kataku setelah ia mengklik tombol burn sehingga proses burning ke CD dimulai.
“Hihi...” ketika menunggu tiba-tiba ia tertawa kecil memperlihatkan senyumnya, ia tambah manis kalau sedang senyum begitu, heran sehari-harinya malah jarang senyum.
“Kenapa Mel? Ketawa apa?” tanyaku.
“Kamu belajar dari Alex ya Ric? Persis banget sama dia” jawabnya
“Persis? Maksudnya?”
“Iya...si freak itu juga kalau diminta bantuan yang berhubungan sama komputer juga mintanya sambil aneh-aneh gini, ya kitanya harus bugil kaya gini, atau sambil nyepong atau kocokin dia, atau kadang sambil ML di pangkuannya malah”

“Ngga...asli ngga...cuma lagi iseng aja kok gua makanya kepikir gitu, emang si Alex pernah apa aja ke lu?” tanyaku penasaran.
“Mmm...gua pernah ML sama dia waktu nungguin install Office ke laptop gua, sambil oralin dia juga pernah” tuturnya enteng
“Hehe...beneran ga nyangka ternyata lu nakal juga ya Mel sampe ikut klub ini segala!” kataku
“Everyone has her darkside, sah sah aja kan?” katanya sambil mengangkat bahu
“Sini Mel!” aku menarik pergelangan tangannya dan menyuruhnya duduk di pangkuanku menyamping.
Kuelusi paha mulusnya hingga tanganku sampai ke selangkangannya
“Ooohh...” ia mendesah ketika jariku mulai mengorek vaginanya
“Cerita ke gua Mel...lu paling sering ngentot sama siapa di kost ini?” aku bertanya penasaran sambil mencucuk-cucukkan jari tengah dan telunjukku.
“Aaah...aahh...duh sama rata lah...disini semua sex for fun, mau sama siapa aja bebas!” jawabnya sambil mendesah.
“Pak Kasimun emang dia sering ngajak lu nemenin tidur?” aku menusukkan jariku lebih dalam dan menemukan klitorisnya.
“Gak juga...aaahhh...lebih sering temenlu si Indra malah...aahh!” tubuhnya semakin menggelinjang sampai dadanya membusung.
“O ya? Si In....mmmmhhh!” tiba-tiba ia menempelkan bibirnya ke bibirku, dan kami pun terlibat percumbuan yang panas sambil jariku tetap mengobok-obok vaginanya.
Vagina Amel semakin berlendir sehingga kini jadi manisku pun masuk ke sana turut mengais-ngais. Klitoris yang merupakan bagian sensitif setiap wanita itu kugesek-gesekkan dengan jariku, Amel pun berkelejotan dibuatnya. Kira-kira 10 menit aku mengobok-obok vaginanya hingga akhirnya tubuhnya bergetar
"AAAhhhhhh...enakkhh...Ric!!” desahnya panjang
Amel pun tiba di puncak kenikmatannya, vaginanya mengeluarkan cariran bening yang hangat, cukup banyak sampai belepotan di tanganku. Aku pun melepaskan tanganku dari selangkangannya, kusodorkan jari-jariku yang basah ke bibirnya. Tanpa ragu Amel mengulum jariku yang belepotan cairan klimaksnya sendiri.  Setelah menjilatinya hingga bersih, ia memberikan kecupan ringan di bibirku. Saat itu proses pemindahan data telah selesai, CD tray di laptopnya telah membuka dan layar monitor menayangkan screen saver karena lama ditinggal.

“Thanks ya Ric...lu bener ga mau itu dulu?” tanyanya sambil kembali mengecup bbirku.
“Bener ngga...nanti aja deh ya...gua ada tugas, lu juga kan? Jadi perlu tenaga nih”
Akhirnya aku pun pamitan padanya dan kembali ke kamarku. Malam itu, setelah beres mengeprint tugas kuliahku, aku tertidur karena kecapaian, hampir seharian ngeseks terus, tentu terasa penatnya terutama daerah pinggang dan lutut. Sekitar jam satu dinihari aku terbangun. Rasanya haus ingin minum, tapi galon air di kamarku sudah kosong, belum diganti, maka aku pun membawa tempat minumku ke ruang tengah untuk mengambil air. Aku menelusuri koridor, jam segini memang biasanya sudah sepi, semua sudah di kamar masing-masing, beberapa kamar sudah gelap, beberapa menyalakan lampu remang-remang seperti misalnya kamar Amel. Aku mendengar suara desahan di dalam sana ketika lewat di depannya. Ia pasti sedang bertempur dengan Pak Kasimun. Aku jadi penasaran dan mendekati kamar itu, Amel dan Sabrina bilang kalau mau lihat langsung saja, tidak perlu pakai ngintip-ngintipan. Maka sesuai kata mereka, aku pun perlahan membuka pintu kamar itu, tidak terkunci rupanya, kudorong sedikit pintunya untuk melihat ke dalam. Aku menelan ludah melihat adegan di atas ranjang dimana dua tubuh berlainan jenis saling bergumul. Tubuh bugil Amel tengah ditindih Pak Kasimun yang memompa batang kejantanannya dengan cepat di dalam vaginanya. Amel menengok ke arahku sedikit terkejut tetapi lalu dia tersenyum dan berkata,
“Belum bobo Ric? Yuk sini kalau mau ikutan!” ucapnya sambil kembali menikmati pompaan penis Pak Kasimun di liang kewanitaannya, “akhh…terus Pak…tusuk lebih dalem!” sekarang ia malah membuat ceracau seksi ketika tahu aku melihatnya, seperti disengaja untuk memancingku.
“Sip lah Non!! Uuhh!” desah Pak Kasimun yang lalu mempercepat pompaan penisnya di liang kewanitaan Amel, “Akhhh…memek Non benar-benar asoy deh. Ayo Den....ikutan aja biar rame!” ajak pria itu, ia nampak sangat bernafsu mengaduk-aduk vagina Amel, tangannya juga meremas payudara gadis itu. Kemudian bibir mereka berpagutan dengan panas.
Ada rasa cemburu melanda hatiku ketika aku melihat tubuh Amel digarap oleh penjaga kost itu, tetapi anehnya juga, aku juga terangsang dengan kejadian ini dan berharap mereka melakukannya lebih hot, padahal  melihat Hany, Angel dan Sabrina dipakai oleh orang lain aku memang horny tapi sama sekali tidak ada rasa cemburu seperti ini. Baru saja hari pertama menjadi member orgy club sudah banyak pergumulan dalam diriku, apakah aku ini sudah jadi maniak? Kelainan? ataukah aku mulai menyukai Amel? Jika aku menyukainya, mengapa aku justru menikmati ketika ia digarap oleh orang lain bahkan semakin horny ketika  Pak Kasimun mencabut batang penisnya dari liang vagina Amel lalu berejakulasi di wajah cantiknya? Amel sendiri juga tampaknya menikmatinya, ia menyeka ceceran sperma itu dengan jarinya dan menjilatinya tanpa ragu.
“Non Amel sukanya negak peju kaya gini Den!” sahut Pak Kasimun.
“Hehe...oke, lu orang enjoy aja! Gua mau bobo, cape nih” kataku sambil menutup kembali pintu kamarnya.
Aku berlalu tapi bukan dengan cemburu ataupun nafsu menggebu tetapi dengan tanda tanya besar di otakku mengenai ada apa dengan diriku terhadap Amel.  Setelah mengambil air aku kembali ke kamarku dan melanjutkan tidurku.

By: Caligula
NB: mohon masukannya dari para mupengers sekalian agar cerita ini bisa lebih seru ke depannya. Siapa lagi kira-kira yang akan muncul di kisah berikutnya??