Christie |
Siang itu udara sangat panas. Aku menikmati waktu santaiku dengan nonton tv di ruang tengah, gorden kututup supaya cahaya matahari tidak terbias di layar tivi, dan AC kunyalakan. Rumah ini memang masih agak berantakan, maklum, rumah baru dan kami pun belum lama pindahan. Pembantu dua orang yang dijanjikan agen pembantu rumah tangga terlambat datang sehingga belum ada yang mengurus beres-beres. Aku tidak teralalu mempermasalahkan sih, enaknya jadi lebih privat karena cuma kita berdua di rumah, tidak enaknya ya semua pekerjaan harus dikerjakan sendiri. Dua minggu lalu kami baru saja kembali dari bulan madu di Jepang. Suamiku, Peter, sudah kembali bekerja, dan cutiku masih sampai minggu depan sehingga jadilah siang itu aku sendirian di rumah. Karena di rumah sendiri, aku cuma pake celana pendek dan kaos buntung sehingga tubuhku yang mulus terpampang menggiurkan. Maklum lah kan pengantin baru, sebelum nikah sudah diet dan jaga badan baik-baik. Oh iya sebelumnya aku memperkenalkan diri dulu, namaku Christie, 25 tahun, tinggiku 165 cm, berat 48 kg dengan rambut hitam lurus sebahu lebih sedikit. Kulitku putih karena aku berdarah Chinese. Ketika sedang asyik-asyik nonton drama Korea kesukaanku tiba-tiba terdengar suara musik bel rumah ini berbunyi. Dengan malas aku keluar.
“Duh...siapa sih siang-siang panas begini?” gerutuku dalam hati.
Aku membuka pintu dan melihat ke arah pagar rumah.
“Ya?” kataku pada pria yang menunggu di depan gerbang itu.
“Permisi, Bu,” kata tamu itu dengan sopan.
Seorang pria setengah berumur empat puluhan lebih. Orangnya agak lebih tinggi sedikit dari aku karena tubuhku termasuk tinggi juga. Ia memakai seragam pabrik suamiku.
“Saya dari pabrik, disuruh Bapak nganterin gulungan kain yang mau disimpan di rumah Bu”
“Ohh begitu, sebentar ya Pak, ambil kunci dulu” kataku seraya kembali ke dalam mengambil kunci pagar.
Aku kembali lagi membawa kunci dan membuka gembok lalu gerbangnya, dan orang itupun memundurkan truknya memasuki pekarangan rumahku. Walau baru pernah bertemu, aku sama sekali tidak ada pikiran negatif karena tahu dia adalah bawahan suamiku dilihat dari seragam pabriknya dan kendaraannya.
Pria itu pun mulai menurunkan satu persatu gulungan kain dari truk dan kuantar ke gudang di dekat taman belakang tempat menyimpan stok barang dan peralatan. Sekilas aku merasa familiar dengan orang ini. Mukanya seperti pernah kulihat dimana ya? Ah..,mungkin hanya perasaan saja. Masa aku kenal dengan buruh seperti ini? Aku ke dapur dekat situ untuk menyiapkan minuman untuknya sementara ia terus sibuk memindahkan barang.
“Nah… Bu, ini yang terakhir” panggilnya. “bisa tolong Ibu cek ulang di sini?”
Kuhampiri dia seraya berkata “Boleh, ini Pak, tehnya di minum dulu” sambil kutawarkan teh dingin padanya.
“Makasih Bu” katanya meraih gelas dari tanganku dan menghabiskan isinya sekali teguk.
“Oke deh Pak, ini aja? Bapak titip apa lagi gak?” tanyaku
Bukannya jawaban yang kuterima, tiba-tiba aku merasakan punggungku didorong dari belakang sampai terhempas ke atas tumpukan kain lalu secepat kilat ia menindihku.
“Aaahh.. . apa-apaan ini!!!” aku terpekik.
Sebelum aku sempat menjerit lagi, tangannya menutup mulutku menyebabkan aku sulit bernafas. Dipindahkannya berat badannya sehingga tubuhnya lebih mantap menindihku. Aku terbeliak ketakutan. Aku sangat takut saat itu, sungguh aku takut sekali. Kupikir diriku akan segera menjadi korban pemerkosaan brutal, terus terang aku jijik sekali melihat tampangnya yang jauh dari ganteng itu. Ia lalu melepas topi petnya dan menatap wajahku.
“Non Christie…” ia menyebut namaku, tatapannya nanar “Udah lupa yah sama Bapak? Dulu kita kan pernah gituan di rumah teman Non”
Mataku membelakak, ketakutanku bercampur dengan perasaan yang sulit kujelaskan. Aku baru ingat lagi orang ini, bedanya sekarang tidak lagi berkumis tipis seperti dulu dan nampak lebih gemuk. Memoriku melayang kembali ke kehidupanku lima tahun yang lalu ketika aku masih di bangku kuliah dan menjalani profesi sebagai SPG dan model freelance. Kuakui saat itu kehidupanku bisa dibilang sangat liar. Dugem, free sex, alkohol bahkan narkoba bukan hal yang asing bagiku.
-----------------------------------
Lima tahun yang lalu
Saat itu aku menghadiri pesta pribadi seorang teman yang merayakan ulang tahunnya. Seiring waktu yang semakin malam, pesta itu semakin liar hingga akhirnya menjadi pesta orgi atau pesta seks. Para undangan khusus, yaitu yang tetap tinggal hingga pesta biasa berakhir, termasuk diriku, mulai melucuti pakaian pasangan masing-masing hingga tinggal mengenakan pakaian dalam saja. Dua gadis berstriptease di tengah ruangan yang besar mulai mengeluarkan provokasi yang menantang para pria dan wanita di ruangan itu yang jumlahnya sekitar belasan orang untuk melepaskan pakaian mereka jika mereka memang berani. Banyak dari para undangan menyanggupi tantangan tersebut karena kebanyakan dari mereka memang sudah setengah mabuk atau minimal tipsy. Gery, salah seorang teman priaku berusaha menciumku. Walaupun aku awalnya berusaha menolak tetapi karena ulah tangannya yang meremasi seluruh bagian tubuhku membuatku menjadi tidak kuasa menahan libido, belum lagi saat itu aku sudah setengah sadar karena telah dicekoki minuman sebelumnya. Tubuhku pun limbung dan terduduk di sofa besar tempat kami bersantai dan sepasang payudaraku langsung menjadi sasaran tangan Gery ditambah lagi bibirnya yang langsung nyosor tanpa permisi lagi. Pertahananku pun hancur total dalam waktu singkat. Ia melucuti pakaianku satu demi satu hingga tak tersisa apapun lagi di tubuhku. Aku pun membalas dengan membuka pakaiannya sambil bercumbu panas. Setelah sama-sama bugil, Gery memintaku mengoral penisnya. Tanpa disuruh lagi aku pun menundukkan badanku dan mengarahkan penisnya yang kugenggam ke mulutku. Kepalaku naik turun mengulum penis itu kadang aku menjilatinya seperti es lilin. Saat sedang mengoral Gery tiba-tiba ada sebuah tangan yang merenggangkan pahaku, jari-jarinya langsung masuk dan mengocoknya dengan cepat. Ternyata Paul, salah satu teman cowokku yang lain, ikut bergabung menjarah tubuhku. Sambil mengocok vaginaku, mulutnya nyosor mengenyoti payudara kananku dan tangannya bergerilya menggerayangi tubuhku. Mendapat perlakuan seperti itu dari kedua pria ini, kontan saja wajahku memerah menahan gejolak nafsu yang sudah tak tertahan lagi, sesekali keluar desahan sensual dari bibirku.
“Akhh…eennhh…” desahku ketika jari Paul mempermainkan klitorisku, belum lagi dengan remasan tangannya di payudaraku.
Kedua tangan Paul lalu menarik kedua pahaku sehingga posisiku kini berbaring menyamping di sofa besar itu sambil tetap mengoral penis Gerry. Ia mengangkat paha kananku dan menaikkkannya ke bahunya
“Gua masukin ya Tie. Tahan dulu sebentar yah.” kata Paul sembari mengarahkan kepala penisnya ke liang senggamaku.
Aku yang sudah birahi tinggi tinggal pasrah saja ketika vaginaku ditembus oleh penis Paul. Dalam setarikan nafas saja ia sudah berhasil melesakkan separuh dari batang kemaluannya ke dalam liang kenikmatanku. Aku mengejang karena rasa nyeri, tubuhku menggelinjang dan mulutnya mulai mengeluarkan desahan. Tanpa buang waktu lagi, Paul menyodokkan penisnya lebih dalam dengan bernafsu. Kocokan penisnya semakin lama semakin cepat saja. Aku mengikuti saja irama permainannya sambil terus mengulum dan mengocoki penis Gerry. Aku menyapukan pandangan ke sekelilingku, semua orang di ruangan ini telah hanyut dalam pusaran birahi, suara desahan memenuhi ruang tamu yang luas ini bercampur baur dengan suara musik, aura mesum terasa pekat sekali. Aku melirik ke arah tangga dekat posisiku, di sana kulihat Sandra, teman dekatku, sedang dicumbu pasangannya dalam posisi berdiri dari saling mencium dan meremas, keduanya mulai membuka pakaian pasangan masing-masing. Sandra duduk di tangga dan membentangkan kedua kakinya. Pria itu langsung melumat vaginanya dengan bernafsu. Ia mendesis tak karuan menahan rasa geli campur nikmat dari jilatan pria itu. Mulutnya mengeluarkan desahan sambil menggoyang-goyangkan pantatnya. Pesta semakin menggila saat satpam rumah dan juga beberapa sopir yang tadinya cuma menunggu di luar dipersilakan ikut serta dalam orgy ini. Entah siapa yang mengajak mereka ikutan, kulihat wajah-wajah mupeng mereka melihat pesta seks di ruangan ini. Tanpa malu-malu mereka segera saja mengambil jatah masing-masing. Seorang supir bertubuh gempal mendekati Lina yang tengah berwoman on top di atas penis Andre di permadani bulu domba tidak jauh dari tempatku. Pria itu membuka celananya di depan Lina dan mengeluarkan penisnya yang sudah tegang, kemudian ia meraih kepala Lina dan menjejali mulut temanku itu dengan penisnya. Lina nampak menggelengkan kepala menolak namun tidak berdaya karena penis itu sudah masuk ke mulutnya dan pria itu memaju-mundurkannya seperti bersetubuh. Caroline dan Anna yang sedang berlesbian ria disantroni oleh si satpam penjaga rumah ini dan seorang pria lain berwajah tirus. Si satpam mendekap tubuh telanjang Caroline dan memagut bibirnya sambil tangannya menggerayangi tubuh mulusnya, si pria berwajah tirus membuka kedua paha Anna lalu membenamkan wajahnya di selangkangan gadis itu. Anna pun menggeliat dan mulutnya mengeluarkan erangan nikmat karena jilatan pria itu pada wilayah kewanitaannya. Sementara aku sendiri kini berposisi doggie di atas sofa dan Paul melanjutkan sodokannya dari belakang sementara tangan dan mulutku sibuk melayani penis Gerry yang duduk selonjoran.
"Ssshh.. Aaahh...cepetan lagi.... gua mau keluar nih!" desahku keenakan.
"Bareng ya Tie...aaahh...tahhnn.. Bbenntaar llaggii.. Ssshh.. Aaahh aahh" erang Paul bersamaan dengan mengalirnya spermanya ke dalam vaginaku
Aku menggelinjang dan mendesah panjang menahan kenikmatan yang luar biasa ini. Setelahnya aku melepaskan diri dari pelukan kedua pria itu karena aku merasakan ingin buang air kecil yang tidak bisa kutahan lagi, mungkin karena aku minum cukup banyak sebelumnya. Tentu tidak enak kalau tiba-tiba aku ngompol di tengah persenggamaan sehingga kuputuskan untuk ke toilet dulu sekalian break sebentar.
“Ntar dong Tie, gua kan belum nih!” protes Gerry sambil meraih pinggangku ketika aku berdiri.
“Bentar yah, abis ini, gua ke toilet dulu, kebelet nih!” jawabku menepis tangannya, “sama yang lain aja dulu gih!”
“Ok deh, cepetan ya Tie!” katanya sambil menepuk pantatku, uh...dasar!
Aku bergegas ke toilet terdekat, tapi sepertinya ada orang di dalam karena pintunya terkunci. Aku tahu di lantai atas juga ada toilet, maka aku menaiki tangga melewati Sandra dan pasangannya yang sedang berasyik masyuk. Dengan sedikit tertatih, aku melangkahkan kaki ke atas hingga mencapai kamar mandi. Setelah buang air akibat kebanyakan minum tadi, aku membersihkan kewanitaanku dengan semprotan dengan mengusap-usapnya. Saat mau keluar dan membuka pintu aku terkejut melihat seorang pria sudah berdiri di ambang pintu, ia dengan cepat menyisipkan tangannya ke celah pintu dan meraih daunnya, kemudian dengan sangat sigap pula masuk ke dalam sebelum aku sempat mencegahnya. Hal yang sungguh sangat tidak mengenakkan aku. Aku memang dalam keadaan fly dan horny berat namun tidak pernah berharap orang seperti ini menjadi pasanganku. Peristiwa itu rasanya berlangsung demikian cepat, bahkan kemudian lelaki itu merapatkan dan langsung mengunci pintu hingga kini benar-benar aku bersamanya dalam kamar mandi tertutup dan terkunci ini. Ini adalah sebuah kekeliruan yang besar.
“Mau apa? Minggir!” aku langsung marah dan menghindar dengan melengos ke arah pintu, tetapi kembali dia lebih sigap dari aku.
"Tenang, Non, jangan takut. Saya nggak akan menyakiti Non kok, malah bikin Non keenakan. Saya udah dari di bawah tadi ngincer Non tapi Non lagi sibuk sama dua cowok itu. Akhirnya Non ke atas juga, sendirian lagi. Saya kepingin banget ngentotin Non, boleh kan? Kan lagi pesta nih!" kata orang itu dengan memandangkan matanya tajam ke tubuh telanjangku.
Sungguh omongan orang ini benar-benar menjijikkan, tak punya malu, dasar kampungan, gerutuku dalam hati. Sepanjang kehidupan seksku aku selalu melakukannya dengan pria yang suka sama suka, tidak pernah dengan paksaan, mereka yang pernah bercinta denganku juga tidak pernah omong sembarangan yang bernada tidak sopan seperti ini. Omongan pria ini kurasakan sangat kurang ajar dan merendahkan diriku. Limbung dan ketakutan yang amat sangat langsung melanda diriku, bulu kudukku merinding. Aku merasa begitu sangat lemah dan tak berdaya saat dia meraih lengan dan pinggangku hingga aku jatuh dalam dekapannya. Aku meronta berusaha lepas, tapi...pria ini terlalu kuat bagiku, ditambah lagi aku masih dalam keadaan mabuk dan terangsang, sehingga perlawananku hanya setengah hati. Dia mendorongku hingga ke tembok dan langsung mengulum bibirku yang ranum, lalu diciuminya bagian telinga dan leherku. Aku masih terus meronta namun aku juga semakin menikmati perlakuannya. Sementara itu tangan kasarnya menggerayangi lekuk-lekuk tubuhku. Sambil terus memagut bibirku ia meraba-raba buah dadaku. Terasa suatu kenikmatan tersendiri pada syarafku ketika payudaraku dipermainkan olehnya.
"Pak... Ouuhh...jangan!" rintihku saat tangannya sedang asyik memencet dan memilin-milin putingku.
Selain berpetualang di payudaraku, tangannya juga aktif menggerayangi bagian tubuhku yang lain, sedangkan lidahnya masih menggumuli lidahku dalam ciuman-ciumannya yang penuh desakan nafsu yang semakin menjadi-jadi. Kini ia mulai meremas-remas kedua belah gumpalan pantatku yang memang montok itu.
"Ouh.. Ouuh...hentikan Pak...!” erangku ketika jari-jemarinya mulai menyentuh bibir kewanitaanku.
Permintaanku itu tak diindahkannya, sebaliknya ia menjadi semakin bergairah. Ibu jarinya mengurut-urut klitorisku dari atas ke bawah berulang-ulang. Aku semakin terangsang dan berulang kali menjerit tertahan dibuatnya. Setelah puas memagut bibirku, kepalanya turun ke arah dadaku. Ia menciumi belahan buah dadaku yang laksana lembah di antara dua buah gunung yang menjulang tinggi. Aku yang sudah pasrah semakin menggelinjang dan merintih tatkala ia menciumi ujung buah dadaku yang kemerahan. Tiba-tiba aku merasa seperti kesetrum ketika lidahnya mulai menjilati ujung puting susuku yang sensitif.
"Ini baru tetek yang bagus, mantep tenan, emmmm!" gumam pria itu seraya melahap payudaraku yang ranum itu.
Gelitikan-gelitikan lidahnya pada ujung puting susuku membuatku menggeliat kegelian. Tapi aku tidak mampu berbuat apa-apa.
Beberapa saat kemudian, ia melepaskan diri dan menarik tubuhku ke arah shower.
“Sambil mandi ya biar seger, kebetulan Bapak juga belum mandi hari ini!” sahutnya sambil membuka pakaiannya dengan terburu-buru.
Ketika ia membuka celana dalamnya, maka terlihat olehku penisnya yang sudah ereksi penuh itu. Tiba-tiba saja aku menjadi tegang lagi dan terhenyak memandangi benda yang terletak di antara kedua paha pria itu. Penis itu panjang dengan kepala bersunat dengan urat-urat yang menonjol seperti akar pohon dan kepalanya berbentuk bulat lonjong seperti cendawan. Bulu kudukku merinding membayangkan vaginaku akan segera dimasuki penis mengerikan itu, namun di sisi lain aku juga tak dapat menyembunyikan kekagumanku. Seolah-olah ada pesona tersendiri hingga pandangan mataku seakan-akan terhipnotis dan terus tertuju ke penis pria itu. Ia menatap diriku yang sedang terpana, lalu ia mendekatiku seraya memutar keran, sehingga dari pancuran shower air hangat menyirami tubuh kami bak hujan. Dengan sangat bernafsu ia kembali melumat bibirku, aku pun membalas cumbuannya dengan bergairah, ada rasa geli saat bulu-bulu halus di wajahnya mukaku. Tanganku dengan agak bergetar meraih penisnya dan meremasnya. Oh...penis ini begitu perkasa, baru pernah aku menemukan yang seperti ini. Aku pun mulai menyingkirkan perasaan malu dan tidak senangku pada orang ini, aku ingin menikmatinya dulu selagi bisa. Oh Tuhan...apakah rasa maluku sudah dihilang akibat mabuk? Hatiku masih ada pergumulan, namun tubuhku terus bekerja mengikuti naluri seksku. Sambil terus berpagutan kukocoki penisnya. Pria itu memain-mainkan lidahnya di dalam mulutku dan aku merespon dengan ikut menggerakkan lidahku
"Akhh..", desahnya melepaskan pagutannya, sejenak ia menghentikan permainannya dan menatapku.
"Non sudah ahli banget yah, bikin Bapak tambah nafsu. Ayo Non, buat Bapak senang, servis Bapak dong, jangan malu-malu, kita kan lagi pesta seks nih!”
Aku menatapnya dengan mata sayu, alkohol masih terus membuaiku sehingga aku tanpa ragu memeluknya, kemudian menciumi dadanya, menjilati putingnya, mengisap-isapnya dan sesekali kutarik dengan mengatupkan bibirku pada ujung putingnya yang ditumbuhi beberapa helai bulu panjang itu. Inchi demi inchi tubuhnya yang telah basah kujilati, sampai pada perutnya yang agak bulat dan ditutupi bulu-bulu yang lebat di sekitar pusarnya, hingga jilatan bibirku sampai pada bulu kemaluannya. Ia mengelus-elus rambutku sambil mendesah. Jilatanku semakin turun dan kini merasakan daging kenyal laki-laki tersebut. Aku sangat menikmati penisnya yang begitu besar dan panjang. Aku membuka mulutku untuk menelan batang itu, mulutku merasakan daging kenyal tersebut. Aakhh.. begitu besar, panjang dan membengkok ke samping. Penisnya semakin mengeras saat kedua bibirku membetot daging besar tersebut, perlahan aku mengeluarkannya hingga sampai ujung batas antara kepala dan batangnya. Aku dapat merasakan kepala penisnya semakin membesar dan padat saja di dalam mulutku, perlahan aku mengeluarkannya, tanganku terus memegang batangnya dengan erat. Kepalanya yang disunat kujlati, lubang kencingnya terbuka lebar, aku menariknya, merekahkannya sehingga lubang kencing itu semakin terlihat dan kujilati lubang tersebut.
"Ooohh...Non!” desahnya keenakan dan menekan penisnya kembali ke dalam mulutku.
Aku menelan penis itu, merasakan urat-urat batangnya semakin membesar, kedua bibirku merapat hingga ujung gigi taringku merasakan kekenyalan batang kontolnya dan aku semakin menekannya.
"Ooh.. Akkhh..", desahannya semakin kuat terdengar.
Batang penisnya berdenyut-denyut di dalam mulutku. Perlahan aku menelan batang tersebut hingga tenggelam seluruhnya di dalam mulutku dan merasakan ujungnya yang seperti jamur memasuki tenggorokanku. Mulutku pun penuh dengan penisnya. Sedikit demi sedikit aku mengeluarkan penisnya dengan terus merapatkan lidahku ke arah batangnya agar dapat menikmati kekenyalan dan kekerasan batang tersebut. Kira-kira sepuluh menitan kumanjakan penisnya dengan teknik oralku, ia tidak tahan lagi tapi tidak ingin buru-buru keluar. Ia membalikkan tubuhku hingga memunggunginya lalu mendorong punggungku ke depan hingga aku pun refleks menyandarkan kedua telapak tangan ke tembok untuk bertumpu.
Kini posisi tubuhku menungging sambil berdiri. Tangannya meraih selangkanganku, kurasakan jarinya membuka bibir vaginaku, tangannya yang satu mengarahkan penisnya memasuki liang kenikmatanku. Disapukannya kepala penisnya ke bibir vaginaku, lalu pelan pelan didorongnya hingga masuk semua lalu didiamkannya sejenak, benda itu terasa sangat sesak di vaginaku. Dia memandangku dengan senyum puas, menepuk pantatku, lalu mulai menggoyangkan pantatnya maju mundur mengocok vaginaku, tangannya meraba buah dadaku lalu wajahku dan jarinya dimasukkan ke mulutku, kukulum dan kupermainkan jarinya dengan lidahku. Kocokan pria itu serasa menggesek semua sisi dinding vaginaku, begitu nikmat hingga aku melayang dibuatnya, sehingga aku tak tahan untuk tak menjerit karenanya. Bukan saja tubuhku yang bergetar, tapi juga kemaluanku. Perasaanku bercampur aduk antara malu, karena vaginaku ternyata memberikan respon spontan yang berbeda dengan pikiranku, dan kenikmatan yang terasa mulai menjalari sekujur tubuhku. Ia memuji liang kemaluanku yang basah dan berdenyut-denyut memijiti penisnya. Sementara tangannya terus meremas-remas buah dadaku, akibatnya kedua putingku pun jadi semakin mengeras, tangan satunya mengelus-elus tubuhku, paha, punggung, pantatku... seluruh bagian sensitifku tidak luput dari jamahannya. Kemudian ia menyabuni tubuhku dengan sabun batangan yang dari tempat sabun di dekat kami. Sekujur tubuhku pun mulai licin dan dipenuhi busa sabun. Ditariknya rambut panjangku ke belakang sehingga wajahku terdongak dengan tubuh menegang merasakan sodokan demi sodokan. Aku pun menjerit antara sakit dan nikmat, namun ia tak mempedulikan jeritanku, justru semakin kuat dia menggenjotku, sesekali diiringi tamparan ringan pada pantatku.
“Hhsshhh...Non...namanya siapa Non? Kita belum kenalan” tanyanya sambil terus menggenjot.
“Chh...Christie” jawabku sambil mendesah.
“Nama yang cantik....secantik orangnya heeehh...hhhhuuuhh!” ia menyodok semakin keras saja.
Aku menoleh ke belakang melihat wajah sangarnya menyeringai menikmati persetubuhan ini. Permainannya yang kasar sungguh membawaku melayang mengarungi lautan kenikmatan.
“Saya Adang Non, supirnya Non Anna, dia juga udah sering ngerasain kontol Bapak kok!”
Aku tidak peduli apa yang dikatakannya, genjotannya memang nikmat dan membuaiku. Sedang enak-enaknya dilanda birahi, tiba-tiba ia menarik lepas penisnya dari liang senggamaku lalu duduk di lantai kamar mandi sambil menarik tubuhku sehingga kali ini aku terduduk di pangkuannya saling berhadapan. Mungkin karena merasa tanggung dan fly, tanpa diminta, aku sendirilah yang meraih penis itu dan mendudukinya hingga benda itu kembali melesak masuk ke vaginaku.
“Aaahhh....” erangku dengan kepala menengadah.
Aku pun mengimbanginya dengan goyangan pantat, dinding vaginaku meremas remas kejantanannya yang berada di dalamnya. Akhirnya kurasakan tubuhnya menegang, cengkeraman di buah dadaku makin kuat dan menyemburlah cairan nikmat memenuhi celah celah kenikmatanku, terasa hangat, seiring dengan denyutan denyutan kuat menghantam dinding-dinding kewanitaanku. Pak Adang menjerit keras dalam kenikmatan bercinta saat kuremas remas dengan otot otot vaginaku. Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena dunia serasa makin berputar dan aku baru menemukan diriku terbangun di atas ranjang keesokan harinya saat jam telah menunjukkan pukul sembilan lebih. Tubuhku telanjang hanya tertutup oleh selimut, bekas-bekas cpangan terlihat di beberapa bagian tubuhku. Masih terasa sedikit mutar-mutar, aku semalam minum lumayan banyak nampaknya. Di sebelahku aku mendapati Vania, seorang temanku juga, ia masih terlelap, sama-sama telanjang seperti aku. Aku tidak tega membangunkannya, maka akupun ke bawah untuk mencari pakaianku. Hendro, seorang cowok yang semalam ikutan party berinisiatif menawariku dan beberapa wanita tumpangan. Aku pun meninggalkan rumah mewah itu bersama beberapa orang. Itu adalah terakhir kalinya aku ke sana, Pak Adang sudah tidak terlihat lagi, dan saat itu juga aku berharap tidak akan pernah bertemu lagi dengannya, namun takdir berkata lain....
----------------------------------
Sekarang
Adang |
Karena perlawananku yang tak kenal menyerah dia dengan cepat menelikung kedua tanganku ke belakang sehingga aku merintih kesakitan.
“Aduhh...sakit...lepasin! Apa yang Bapak lakukan.. disini? Mau apa??” jeritku terengah,
Berat badannya membuatku sukar berkata-kata.
“Hehehe....Bapak mau menikmati Non lagi, kaya dulu!” katanya tenang, suaranya tegas.
“Tapi...jangan...aku sudah menikah, jangan kurang ajar!!”
“Hehe...Bapak bukan pengen minta nikah sama Non, cuma minta kawin...boleh kan?”
“Keterlaluan...jadi Bapak mau perkosa saya?” kataku sambil terus berusaha lepas, sungguh sifat tidak tahu malunya belum berubah.
“Hus… jangan buang-buang tenaga lah, Non nggak bakal lepas dari saya. Seenggaknya, siang ini” katanya sambil tertawa kecil.
“Lepasin Pak, atau saya teriak! Tetangga akan mendengar!”
“Bener nih mau teriak? Non ga kangen main sama Bapak lagi, ntar orang lain tau kita pernah gituan dulu gimana hayo?” ejeknya sambil membelai rambutku. “menyerah ajalah, Bapak janji, ini bukan perkosaan, karena Non juga pasti sebenernya mau”
Tidak...aku bukanlah aku yang dulu lagi, aku kini telah bersuami. Seketika itu penyesalan melanda hatiku, aku merasa telah menghianati suamiku. Aku sendiri bingung, tidak tahu apakah aku rindu kehidupan liarku yang dulu atau apa? Sekali lagi, aku tidak tahu, bahkan dari semakin ia menggerayangiku, semakin terangsang dan pasrah aku seperti waktu di kamar mandi dulu. Tiba-tiba timbul kesadaranku. Kudorong dadanya supaya ia melepas pelukannya pada diriku.
"Pak, jangan Pak, ini nggak pantas kita lakukan..!" kataku terbata-bata.
Pak Adang memang melepas ciumannya di bibirku, tetapi kedua tangannya yang kokoh itu masih tetap mendekapku dengan erat. Aku juga tidak berusaha melepaskan diri dari dekapannya.
"Nggak pantas gimana Non, toh Bapak sama dengan suami Non sama-sama pernah ngentotin Non" ujar Pak Adang yang terdengar seperti desahan.
Setelah itu ia kembali mendaratkan ciuman. Dijilati dan diciuminya seluruh wajahku, lalu merembet ke leher dan telingaku. Aku memang pasif dan diam, namun perlahan tapi pasti nafsu birahi semakin kuat menguasaiku. Harus kuakui, pria ini sangat pandai mengobarkan birahiku. Jilatan demi jilatan lidahnya di leherku benar-benar telah membuat diriku terbakar dalam kenikmatan. Bahkan dengan suamiku sekalipun aku belum pernah merasakan rangsangan sehebat ini.
“Non Christie…” katanya, dan dia mulai mencium bibirku.
Aku berusaha mengelak, tapi tangannya memegangi kepalaku, dan bibir tebalnya mulai menyapu-nyapu lembut bibirku yang kukatupkan rapat.
“Santai Non...jangan tegang gini, kan ga enak” katanya sambil terus mencium dan menggerayangi payudaraku.
“Ah...Pak, saya..” tak sengaja aku bersuara, dan kesempatan itu diambilnya untuk memagut bibirku, lidahnya ikut menambah rangsangan dalam ciuman yang makin dalam itu.
Oooh....sensasi pada malam lima tahun lalu kembali kurasakan, pria kasar yang mengantarku ke surga kenikmatan yang menjadi guilty pleasureku. Aku kembali ingat waktu itu.
“Rileks Non, kaya waktu dulu, nikmati aja, pejamkan mata Non… balas ciuman Bapak“ dengan lembut ia menahan daguku, dan mencumbuku, makin lama makin panas
Perasaan bersalah pada suami dan jijik berkecamuk dalam hatiku karena ia berhasil dengan cepat mengobarkan nafsuku hingga aku mulai liar. Tak sadar kubalas ciumannya, ini masih paksaan, tapi aku rasakan pertahananku runtuh sedikit sedikit. Aku merindukan permainannya yang kasar itu… Peter adalah suami yang baik, tapi kenangan gila lima tahun yang lalu, kini muncul lagi bersamaan dengan datangnya orang yang melakukannya denganku dan semua gelora terpendam dalam dadaku seakan terbebas.
“Jangan malu-malu lagi Non, cuma kita berdua di sini, peluk Bapak! Seperti dulu!” katanya.
Sia-sia aku berusaha menolaknya. Maafkan aku Peter… aku tidak kuat lagi... sekali ini saja…kuharap sekali ini saja, tidak akan lagi sesudah hari ini. Berikan aku waktu, sebentar saja…sekali saja…untuk mengulang kegilaan masa lalu yang kembali menggelegak dalam diri ini.
“Non Christie… , gak nyangka ya kita bisa ketemu lagi, ternyata penganten barunya Koh Peter itu Non, Bapak udah liat Non waktu di resepsi.”
“Bagaimana mungkin Pak?”
“Bapak udah di tempat Koh Peter dua tahun lalu, udah pindah dari tempat yang dulu lah, bapak juga gak pernah mimpi bisa ketemu Non lagi.”
“Tapi saya sudah bersuami Pak, ini bukan dulu lagi!”
“Hehe...si Non, Bapak gak akan nikahin Non kok tenang aja, masa ngerebut Non dari atasan sendiri? Bapak cuma mau ngawinin aja! Tau kan bedanya nikah sama kawin?”
“Dasar gila…” makiku sambil memeluknya. “tolong Pak sekali ini aja...jangan lagi! Ingat saya sudah menikah!”
“Hehehe...oke, kecuali kalau Non emang pengen lagi!” jawabnya cengengesan
Benar-benar tidak tahu malu dan kampungannya omongan pria ini, tapi aku justru terangsang oleh perlakuannya. Sensasi yang berbeda yang tidak kudapat dari suamiku yang lembut. Ia mulai melucuti pakaianku satu persatu mulai dari kaosku kemudian celana pendekku. Dipandangnya tubuh telanjangku seakan ia tak pernah melihat wanita sebelumnya. Payudaraku tampak menantang, puting susuku merah muda, dadaku naik turun terangsang hebat. Lalu ia pun melepaskan kemejanya, celananya, semuanya… Lalu ia kembali berbaring disampingku, menciumi setiap senti tubuhku. Tangannya meraba kulitku… lalu ditundukkannya kepalanya dan ia mulai mengerjai putting susuku, dijilat, dihisap, digigit kecil. Yang kanan, setelah ia berlama-lama menyiksa bukit itu, perhatiannya pindah ke yang kiri. Dikerjai seperti itu juga. Punggungku naik, kusodorkan payudaraku padanya.
“Oh…. Paakk… aduuuhhh…sssshh!“ desahku
Dengan ganas ia meremas kedua gunung kembarku bergantian. Diselipkannya tangannya ke balik punggungku untuk mempermudah dan membuat payudaraku lebih membusung menantang. Aku tak pernah merasakan payudaraku sekencang itu, serasa mau pecah. Pak Adang benar-benar lihai memanjakan birahiku. Mulutnya beralih menciumi perutku yang mulus rata, tangannya memegang pinggulku, ciumannya terus merayap ke bawah hingga ke selangkanganku. Aku pasrah ketika ia membentangkan kedua pahaku, dan sejenak dipandanginya kemaluanku. Aku memalingkan wajah ke samping dan memejamkan mata, malu aku diperlakukan seperti itu olehnya. Sebentar kemudian kurasakan sesuatu menggelitik vaginaku. Aku membuka mataku perlahan dan kulihat kepala Pak Adang sudah terbenam di selangkanganku yang telah terbuka lebar.
"Ooh gila, kenapa aku bisa menikmati permainan terlarang ini, ini selingkuh dan tidak pantas?" aku masih sempat berpikir demikian namun segera terhempas lagi oleh gelombang birahi yang menggetarkan naluri kewanitaanku.
Kubiarkan buruh suamiku ini bermain di vaginaku dan kunikmati permainan lidahnya yang membuatku menggelinjang-gelinjang kenikmatan.
"Ugh.., shh..!" aku mulai mendesis sambil menggigit bibir bawah.
Kubenamkan kepala Pak Adang lebih dalam untuk mendapatkan kenikmatan lebih. Pria itu menjilatiku dengan hebatnya hingga beberapa saat diangkatnya pinggulku hingga terangkat dan ia memegangi kedua betisku dengan erat.Maka posisi vaginaku sekarang menantang ke atas. Pak Adang kembali menjilati vaginaku dengan mahirnya. Cukup lama juga ia melumat vaginaku, lidahnya mengorek-ngorek bagian dalamnya disertai hisapan-hisapan yang menimbulkan sensasi yang sungguh luar biasa dan membuatku larut dalam kenikmatan. Penisnya sendiri sudah kaku dan tampak besar. Tanpa kusadari, aku kini sedang meraba kemaluannya yang tegang itu. Setitik cairan membasahi ujung kepalanya. Kuusap cairan itu merata lalu kucium jari-jariku, oh...baunya sungguh tajam. Tangannya mulai bergerak lagi memutir-mutir puting susuku.Kurasakan selangkanganku sudah basah kuyup. Aku memang gampang sekali terangsang. Aku ingin memasukkan benda itu ke mulutku, tapi ia mencegahnya. Jemarinya menggosok-gosok selangkanganku.
“Bapak mau ngentotin Non sekarang!” katanya singkat lalu menguakkan pahaku.
Ia mengarahkan dan membimbing penisnya ke mulut vaginaku. Ia tampak tak tahan lagi untuk segera menyetubuhiku.
“Pak… tolong pelan-pelan ya…aku.. saya masih nggak biasa...apalagi punya Bapak kelihatan gede sekali.” Kurasakan wajahku bersemu merah, malu membiarkan diri sepasrah itu.
“Non Christie...Non tambah cantik aja apalagi waktu konak gini“ katanya nampak makin bernafsu memandangiku.
Dengan sekali sentakan keras penisnya melesak masuk ke dalam vaginaku sampai kurasakan buah pelirnya menghantam pantatku. Aku pun merintih keras karenanya, tanganku refleks memeluknya.
“Pak… jangan goyang dulu, agak sakit… mungkin otot-otot itu saya belum biasa..”
“Ahhhhhh… masih seret aja memekmu Non!” katanya sambil lalu mencium bibirku
Kami berpagutan dengan panasnya, tangan kasar pria itu memijit-mijit payudaraku sampai aku rileks lagi. Tak lama kemudian, setelah merasa aku siap, ia pun mulai bergerak, berputar-putar sebentar mengaduk vaginaku, kepala penisnya yang bersunat itu menyentuh dinding vaginaku. Rasanya enak sekali, terutama saat benda itu menggosok klitorisku. Kemudian dengan penuh perasaan ia menarik penisnya sampai hampir lepas, lalu dengan perlahan ia menghujamkannya lagi ke dalam vaginaku. Untuk beberapa menit ia mengulangi gerakan yang sama, pelan… pelan… lalu berputar supaya kepala penisnya menggosoki klitorisku yang membengkak. Aku tak tahan lagi, kenikmatan yang luar biasa yang belum pernah kudapat dari suamiku.
“Pak… oh….oh…….ooohhhhh… cepat dong… entot aku sepuasmu!” erangku sambil berusaha menggerakkan pinggulku agar sensasinya lebih mantap.
Ya Tuhan...aku tidak sadar kata-kata itu terlontar dari mulutku barusan. Sudah sedemikian gatalkah aku sampai tidak bisa mengendalikan diriku lagi? Aku yang dulu mungkin begitu, tapi aku sudah bukan yang dulu, aku telah menikah dan bertekad untuk menjalani kehidupan baru. Tapi bayang-bayang masa laluku yang liar kembali menghantuiku seolah memanggilku kembali.
“Siap terima sodokan yang lebih keras Non?” tanya Pak Adang sambil menyeringai mesum
“I..iya… udah terbiasa sekarang Pak… ayo.. entot saya kuat-kuat…saya nggak tahan lagi!!”
Aku telah takluk pada birahiku dan membiarkannya mengendalikanku sehingga menjadi wanita liar yang tanpa malu-malu memohon dari buruh suamiku yang bisa dibilang memperkosaku. Permainan pun berlanjut, Pak Adang benar-benar ganas menyetubuhiku di antara tumpukan gulungan kain. Aku digarapnya habis-habisan sampai mendesah-desah tak tertahankan hingga tubuh kami bermandikan keringat. Ketika aku mencapai orgasme kira-kira setelah digenjot 20menit, tiba-tiba ia berhenti. Ia sendiri belum orgasme, penisnya masih keras sekali. Kulihat ia mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.
“Sebentar Non” katanya agak terengah-engah “Bapak belum mau keluar… masih mau ngentotin Non selama mungkin”
Selama mungkin...benar-benar tidak tahu malu orang ini, ia menganggapku, istri atasannya ini, sebagai pelacur yang dapat ia pakai seenaknya saja. Rahangnya tegang, jelas sekali ia mencoba mengontrol birahinya agar tidak lekas memuncak. Kurasakan penisnya mengendur, lalu ia berbisik.
”Tolong diisep yah Non?”
Aku mengangguk dan naik ke tubuhnya yang telentang di atas gulungan kain. Kami pun melakukan gaya 69. Birahi yang bergolak membuatku tak ragu lagi ngemut-ngemut penisnya, sementara ia mainin jari-jarinya di vaginaku yang sudah basah kuyup. Clep...cleepp....ckkk...cclllkk....demikian suaranya ketika ia mencucuk-cucukkan jarinya ke liang kenikmatanku. Aku merasakan penisnya mengeras dan membesar lagi di tengah emutan dan kocokanku, ia menarik sebuah bangku kayu dan duduk di atasnya kemudian disuruhnya aku naik ke penisnya yang perkasa itu. Aku pun naik ke pangkuannya dan mulai naik-turun, sementara Pak Adang mengenyoti kedua payudaraku. Rasanya sungguh tak terlukiskan, aku merintih, mengerang, serta memacu badanku naik turun secepat mungkin. Setelah lima belas menitan ia menyetopku lagi. Kini disuruhnya aku berbalik, hingga sekarang aku duduk membelakanginya. Tangan pria itu bergerak liar menggerayangi payudara dan bagian tubuhku lainnya.
“Pak… entot saya lagi…capek nih, kalau saya di atas tusukannya kurang kuat…ooohhh…. entot saya yang sekeras mungkin Pak” mohonku ketika aku tak tahan lagi.
Pak Adang menuruti dan kali ini dia tidak menahan-nahan lagi, dengan bertenaga disodoknya aku yang berposisi dogie style sambil berpegangan pada bangku. Dituntunnya penisnya ke arah lubang vaginaku, dan sebentar saja aku sudah melayang ke langit ke tujuh menikmati penis Pak Adang yang panjang dan besar. Meskipun rasa perih dan penuh menyesak di vaginaku namun kenikmatan yang kurasakan mampu membuatku melupakannya . Otomatis jepitan kemaluanku makin kencang dan denyutan-denyutan dinding kemaluanku memanjakan penis pria itu.
"Oh Non memekmu luar biasa, benar-benar seret, masih sama kaya dulu" sahut Pak Adang sambil mulai memompa batang kemaluannya dengan kecepatan meningkat.
Ketika gelombang orgasme itu kembali menerpaku, aku tak dapat menahan diri untuk tidak menjerit… kupegang erat-erat kaki bangku itu, kugigit bibirku, air mataku sampai mengalir saking kuatnya orgasmeku kali itu. Tak lama kemudian, Pak Adang akhirnya keluar juga, kurasakan badannya menegang kemudian disusul denyutan keras di vaginaku. Begitu keras dan deras semprotan spermanya hingga aku tersentak kaget menerima sensasi itu, bagian dalam vaginaku terasa hangat oleh cairan itu, kemudian juga kurasakan cairan hangat itu meleleh sebagian membasahi selangkanganku. Tubuhku langsung melemas setelah orgasme dahsyat tersebut, aku langsung terkulai di atas gulungan kain, demikian pula Pak Adang yang menjatuhkan diri di sampingku. Napas kami sudah ngos-ngosan, aku dapat merasakan deru nafasnya yang masih kencang, keringat mengucur membasahi tubuh kami berdua dan sudah bercampur menjadi satu.
Setelah beristirahat sebentar, Pak Adang memeluk tubuhku dan memagut bibirku sebelum kembali berpakaian. Pak Adang menyusun kembali gulungan-gulungan kain yang berjatuhan akibat pergumulan kami tadi. Aku diam membisu dan tidak berani menatap wajahnya ketika ia selesai membereskan dan hendak berpamitan di dekat pintu keluar.
“Saya pulang dulu Non Christie!” pamitnya
Aku mengangguk, tanpa berkata apapun, dalam hatiku masih gundah karena aku baru saja melakukan perselingkuhan dengan orang yang adalah buruh suamiku sendiri walau kunjungannya membebaskanku dari beban masa lalu.
“Kalau Non masih mau lagi...bisa panggil saya atau datang aja ke pabrik” katanya sambil meraba pantatku.
“Cukup...sekali ini aja...tolong jaga tingkah Bapak!” kutepis tangannya dan berkata dengan agak ketus.
“Yakin Non ga pengen gituan sama Bapak lagi heh?” tiba-tiba ia mendekapku dan tangannya menyusup masuk lewat bagian atas celanaku.
“Aaahh...Pak mau apa lagi? Lepaskan!” aku meronta berusaha lepas, “aaahh....aahhh!” tangannya segera saja menyentuh vaginaku dan mengobok-oboknya.
“Jawab yang jujur...Non suka kan ditusuk-tusuk kontol yang gede daripada ngentot sama suami sendiri?” tanyanya dekat telingaku sambil jarinya mencucuk-cucuk vaginaku.
“Eeenngghhh...nnggahhh....iya Pak, suka!” jawabku sambil mengerang tidak tahan dengan jari-jarinya yang mengaduk-aduk vaginaku, wilayah intimku itu pun kembali mengeluarkan lendir lagi.
“Jadi Non bersedia kalau saya ajak ngentot lagi? Atau jadi budak seks saya heh?” tanyanya lagi, jarinya semakin dalam menusuk-nusuk vaginaku dan kini menemukan klitorisnya.
“Mau Pak...sssshhh...bersedia...aaahh...aaahh!” jawabku sambil terus mendesah karena jari-jari pria itu semakin ganas bermain-main di vaginaku sehingga aku pun tidak malu-malu mengeluarkan isi hatiku karena nafsu kembali mengendalikanku.
“Hehe...gitu dong, oke sekarang antar saya keluar tanpa memakai apa-apa!” perintahnya.
Aku terhenyak, bagaimana kalau ada yang melihat aku membukakan gerbang tanpa seutas benang menempel di tubuhku? Namun aku pasrah saja ketika Pak Adang kembali melucuti satu persatu pakaianku, tangan kanannya masih terus mengobok-obok vaginaku menjaga birahiku tetap mendidih.
“Tenang Non, daritadi jarang ada orang lewat kok hehehe...” sahutnya saat membuka celana dalamku, pakaian terakhir yang melekat di tubuhku.
Jantungku begitu berdebar-debar saat aku mengantarnya ke truk tanpa mengenakan apapun. Kurasakan angin membelai-belai tubuh telanjangku. Dalam hati aku terus berharap jangan sampai ada orang lewat melihat keadaanku seperti ini.
Sore hari jam enam lebih, Peter pulang dari pabrik. Kusambut dia seperti biasa, dengan pelukan dan ciuman mesra, yang tidak biasa adalah aku menyambutnya hanya dengan memakai sandal jepit saja. Ya...aku tidak memakai apapun menyambutnya di depan pintu sehingga dia bengong dan bernafsu melihatku seperti itu. Aku katakan padanya aku sedang ingin saat itu karena nafsuku menggebu-gebu. Dia pun langsung mendorong tubuh telanjangku ke sofa di ruang tengah dan menindihnya. Di sana kami bercinta selama beberapa saat sebelum makan malam dan setelahnya ketika mandi bareng. Peter memelukku dengan hangat seusai bercinta, ah… dadanya yang bidang dan tatapannya yang teduh itu. Kusadari betul aku cinta padanya, tapi untuk soal bercinta aku tak bisa menyangkal bahwa aku mendapatkan lebih kepuasan ketika dengan Pak Adang tadi siang dibanding dengan suamiku ini.
##################################
Dua hari kemudian
Hari jadi pabrik keluarga suamiku dirayakan bersama dengan segenap buruh, karyawan, hingga beberapa anggota keluarga suamiku. Setelah potong tumpeng acara dilanjutkan dengan makan bersama bergaya prasmanan di ruang makan yang luas ini. Tentu saja sebagai istri, aku pun turut mendampingi suamiku pada hari itu, pakaian yang kukenakan adalah sebuah gaun terusan warna biru dengan bawahan cukup pendek sehingga memperlihatkan sepasang paha indahku. Sebenarnya dari awal aku sudah merasa tidak enak karena Pak Adang terlihat di antara para hadirin, matanya terus menatap padaku seolah-olah mengajak untuk melakukan seperti kemarin itu lagi. Aku berusaha menghindarinya dengan terus berada di dekat suamiku. Saat itu aku sedang berdiri di sudut sebuah meja panjang menikmati puding. Suamiku tidak jauh dari situ sedang mengobrol dengan kakaknya dan dua orang staff pabrik. Tiba-tiba saja bulu kudukku merinding saat terdengar suara dari belakang menyapaku, suara yang tidak asing....dan tidak kuharapkan sama sekali.
“Non....eehhh...Bu Christie, gitu aja ya saya panggilnya di sini? Cantik sekali hari ini, kangen sama saya ga hehehehe....” Pak Adang terkekeh menyapaku, tangannya memegang segelas juice buah.
“Pak Adang...tolong jaga sikap, ini di depan umum, suami saya ada di situ” aku berusaha bersikap wajar namun menegaskan nada bicaraku padanya.
Aku berpikir di keramaian begini tidak mungkin lagi orang itu berani macam-macam, tapi dugaanku ternyata salah karena tidak lama kemudian mulai kurasakan tangannya di paha belakangku, bergerak naik ke pantatku. Aku terkejut dan menggigit bibir agar tidak mendesah, terus terang aku terangsang sekali karena bagian tengah agak ke belakang dari lutut ke pahaku cukup sensitif.
“Pak jangan gila ya...tolong hentikan!” aku tetap memandang ke depan sambil menepis tangannya
“Santai Bu, posisi kita bagus nih, agak pojok jadi gak ada yang liat, mending Ibu wajar aja supaya gak ada yang tau” katanya dekat telingaku dan tangannya kembali menjamah pantatku.
Kuperhatikan sekitar ternyata benar juga posisi meja panjang ini memang di pojok ruangan dan aku berdiri di belakang meja jadi leluasa baginya untuk grepe-grepe. Aku diliputi perasaan gundah, takut siapa tahu ada yang memperhatikan, apalagi posisi suamiku hanya beberapa langkah dariku, tapi juga mulai terangsang jadi aku mendiamkanya saja. Melakukan perbuatan mesum di tengah situasi berbahaya begini ternyata menimbulkan sensasi seru juga.
“Say...sini dong cepat bawa gua menjauh dari sini!” aku berdoa dalam hati agar Peter mengakhiri obrolannya dan menarikku pergi dari sini.
Mungkin karena aku diam saja, tangannya mulai berani bergerak perlahan terus menyingkap rokku dan meremasi pantat kiriku, tangan kasarnya dapat kurasakan membelai-belai kulit pantatku. Aku pun merasa semakin tak karuan. Sambil menahan rasa nikmat yang mulai menjalari tubuhku aku menggigit bibir karena takut nanti bersuara, aku mencoba menyuapkan potongan puding ke mulutku agar terlihat wajar. Kucoba untuk menyatukan kaki supaya tangannya tidak bisa menggerayang lebih jauh, tapi jari-jarinya tetap masih bisa menggeliat-geliat menggelitik. Di antara perasaan nikmat plus tegang, tangan pria itu semakin berani, sehingga aku pun tak tahan dan melenguh sedikit tapi tidak mengundang perhatian orang. Tapi Pak Adang justru makin berani setelah mendengar desahanku. Dia menggeser telapak kakiku dengan telapak kakinya sehingga pahaku merenggang, lalu ia sisipkan jemarinya ke dalam celana dalamku lewat belakang.
“Pak Adang cukup....ini sudah keterlaluan!”aku membentak pelan sambil menengok ke samping, dia sendiri berdiri menghadap ke arah lain sambil tetap memegang gelasnya sehingga dari jauh tidak terlihat sedang terjadi apapun di antara kami.
“Ibu nikmati aja sambil awasin keadaan” katanya lalu meneguk minumnya
Uuuhh...benar-benar gila, apa dia tidak tahu sedang dimana dan bagaimana berisikonya situasi sekarang? Tapi memikirkan itu malah membuatku jadi lebih terangsang, bahkan aku membayangkan lebih liar lagi diriku disetubuhi olehnya di tengah-tengah hadirin dan suamiku sendiri, itulah sebabnya aku tetap bertahan disitu padahal aku kan bisa saja buru-buru menghindar darinya.
Karena merasakan aku sudah takluk olehnya, dia lebih berani lagi, kini ia berjongkok sehingga tubuhnya tidak terlihat di balik meja panjang ini. Oh...gila, berani-beraninya dia malah menurunkan celana dalamku. Aku menendang-nendangkan pelan kakiku untuk mengusirnya, tapi dia malah nyengir sambil menempelkan telunjuk di depan hidungnya. Jantungku berdebar kencang seiring celana dalam itu makin melorot melalui pahaku. Suamiku masih saja asyik dalam obrolannya, dia tidak melihat sesuatu yang mencurigakan kah di sini? Dasar bodoh!! Makiku dalam hati. Aku tertegun karena tidak menyangka dia seberani itu tapi tak kuasa untuk bertindak. Kakiku mulai lemas, mungkin karena kenikmatan yang dihasilkan oleh gerakan jemarinya. Aku terhanyut oleh sensasi itu, terpaku pada posisiku, pura-pura menikmati makanan sambil kuat-kuat menggigit bibir menahan nikmat itu. Akhirnya ia berdiri juga sambil memasukkan celana dalamku yang berhasil ia lepaskan ke kantong celananya.
“Yuk kita bicara di toilet atas aja, toilet pria ya...disana lebih aman!” katanya pelan tanpa menengok ke arahku, lalu ia menjauhiku.
Entah mengapa aku rasanya tidak bisa menolak ajakannya, apalagi celana dalamku direbut olehnya. Buru-buru aku menghabiskan pudingku, lalu menghampiri Peter.
“Say...gua ke toilet dulu ya, lu masih lama di sini kan?”
“Oh, ok deh say, see you” jawabnya santai sambil tersenyum padaku
Setelah basa-basi singkat dan pamitan pada teman-teman ngobrol Peter, aku pun segera ke tempat yang dimaksud Pak Adang di lantai dua gedung ini. Lantai ini adalah kantor tempat para staff pabrik, jadi kondisinya lebih rapi dan bersih dibandingkan di tempat produksi di bawah sana, demikian pula toiletnya yang seperti di mall atau hotel. Saat itu di sana sepi karena semua sedang makan di bawah. Dengan dada berdebar-debar aku membuka pintu toilet pria. Aku menyusuri koridor toilet, tiba-tiba saja aku hampir jantungan karena lenganku ditarik dan tubuhku langsung ikut terseret masuk ke dalam sebuah kamar bilik. ‘Cklek!’ orang itu dengan cekatan menutup pintu dan menguncinya.
“Eeeeerrrrhh....kurang ajar! Apa maksud semua ini Pak!?” aku geram dan mencoba menampar wajahnya yang tersenyum memuakkan itu.
“Eeeiitt....eit...galak banget, belum apa-apa udah main tampar” Pak Adang dengan sigap menangkap pergelangan tanganku, “tapi Ibu tambah cantik loh kalau lagi marah” ejeknya.
“Iiihh...lepasin, bajingan...lepas...! eeeemmmhh!” protesku tak bisa berlanjut, tiba-tiba saja bibir Pak Adang sudah mengulum bibirku.
Aku tersentak, mencoba menghindar dan mendorong tubuh pria itu. Tetapi tentu saja Pak Adang terlalu kokoh bagiku, dan tembok di belakangku sama sekali tidak memberi peluang untuk menghindar. Pria ini dengan leluasa bisa melumat bibirku dan tangan satunya merambat ke bawah menyingkap bagian bawah gaunku. Aku dapat merasakan tangan kasarnya mengelus pahaku naik terus hingga ke pantatku yang sudah tidak bercelana dalam. Sebuah gelombang kenikmatan bagai menerpa seluruh tubuhku. Ciuman Pak Adang yang bergairah itu dengan cepat meluluhkan pertahananku. Walaupun hatiku kesal dan pikiranku berontak, tetapi tubuhku terkulai lemas tak berdaya. Bahkan kedua tanganku tidak lagi mendorong dada Pak Adang, malah kini mulai melingkari pundak lebar pria itu. Secepat datangnya rasa kesal, secepat itu pula birahiku terpicu. Aku benar-benar sial hari itu. Maksud hati ingin berwibawa, apa daya tubuhku merindukan pria itu, sentuhan erotisnya dan keperkasaannya. Benar-benar sial!
Mulutku yang terkatup rapat kini mulai melayani cumbuan si buruh pabrik ini. Cepat sekali aku terangsang olehnya. Kubiarkan ia melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam rongga mulutku. Sebentar saja aku sudah kehilangan kendali atas diriku. Pak Adang semakin berani, menciumi leher dan tengkukku sambil meremasi payudaraku. Salah satu tangannya dengan mudah masuk menelusup ke leher bajuku yang rendah dan menemukan payudaraku di balik cup bra. Aku mengerang perlahan merasakan putingku diraba-raba oleh jari besarnya yang bagai mengandung setrum. Aku cepat sekali terhanyut oleh alunan birahi yang dibangkitkan dengan sempurna oleh pria ini. Tubuhku menggeliat-geliat tak terkendali. Mataku terpejam nikmat. Seluruh ujung-ujung syaraf di badannya menimbulkan rasa geli yang melenakan. Ketika tengah melayang-layang di alunan birahi itu lah tiba-tiba Val mendengar langkah kaki lagi.
“Ahhh...tolong hentikan semua ini Pak...mmhhh!” desahku
Aku tak sepenuh hati ingin melepaskan diri, karena tubuhku terus minta digerayangi dan disetubuhi. Tenagaku seolah hilang, hanya bisa mengerang menggigit bibir bawah agar suaraku tidak terlalu keras.
Mataku terus terpejam, seakan-akan takut terbangun dari mimpi yang menggairahkan ini. Rasa geli-nikmat memenuhi seluruh permukaan dadaku, membuatku menggelinjang-gelinjang liar. Tangannya yang lain kini mulai bermain di kewanitaanku, mengusap-membelai bibir-bibirnya.
“Ahhh,...Pak!” aku mendesah kegelian dan membuka kedua pahaku semakin lebar.
Mulut Pak Adang telah berpindah dari mulutku turun ke payudaraku. Aku semakin mendesah, kubusungkan dadaku ke depan mengundang Pak Adang untuk lebih kuat mengenyot payudaraku.
Jari-jari besarnya menguak bibir vaginaku, lalu menggosok-gosok bagian dalamnya. Jari itu terus mengorek ke dalam dan menemukan klitorisku yang sensitif. Dengan jari tengah, ia mengurut-menelusur tonjolan itu.
“Geli Pak...aaahhh!!” aku menjerit tertahan merasakan kenikmatan datang dari mana-mana.
Kini, sama sekali tidak ada rasa jijik, marah, maupun rasa bersalah karena berselingkuh di kepalaku. Cuma ada kenikmatan dan keinginan untuk segera melanjutkan percintaan liar ini ke tingkat yang lebih tinggi.
“Ibu udah kangen sama kontol saya kan, udah gatel minta ditojos lagi?” katanya dengan menyeringai mesum.
“Nggak...bukan begitu...aahhh....aahhh!” wajahku merah sekali karena memang benar apa yang dikatakannya, namun aku masih belum mau mengaku kalau aku semurahan itu.
“Nggak salah maksudnya? Heh...!” balasnya sambil menghujamkan jarinya makin dalam ke liang kenikmatanku hingga aku tersentak
"Uuuhhh!!!" rintihku ketika ternyata jarinya mengobok-obok dengan ganas liang vaginaku
Tubuhku terasa melayang-layang karena diserang di bagian-bagian yang sangat sensitif. Satu tanganku mencengkram rambut Pak Adang.
“Mmmmhhh!” tiba-tiba mulutnya kembali melumat mulutku yang mengap-mengap.
Jari-jarinya ditarik keluar dari vaginaku, tapi tidak selesai sampai situ. Sebelum aku bisa berpikir lebih jauh, Pak Adang mengangkat kaki kiriku yang ia sangga dengan tangannya yang kokoh. Kurasakan ujung kejantanan pria itu mulai menyeruak di masuk membelah bibir vaginaku. Oh!.. besar dan kenyal sekali kejantanan itu, menerobos perlahan, meregangkan lebih jauh lagi dinding-dinding kewanitaanku, membuatku itu menjerit nikmat. Sungguh seperti dibelah dua rasanya di bawah sana. Seperti diterobos oleh batang yang keras yang memenuhi seluruh rongga yang sudah basah dan berdenyut-denyut itu. Kejantanan yang membawaku serasa terbang kemarin lusa kembali kurasakan. Pak Adang menekan lebih dalam lagi penisnya hingga tertanam dalam-dalam, menyentuh dinding paling belakang vaginaku. Belum apa-apa, aku sudah merasakan klimaksnya mulai terbentuk lagi.
Secara naluriah, aku pun mulai menggoyang-goyangkan pinggulku. Seluruh liang kewanitaanku dipenuhi batang kenyal-panas yang menimbulkan gelora birahi berkepanjangan. Badanku mulai bergetar keras merasakan serbuan-serbuan kenikmatan menyebar ke seluruh tubuh. Terlebih lagi, jari Pak Adang memilin-milin puting susuku yang sudah sangat mengeras itu. Kejantanannya yang tegak-tegang kini keluar masuk, menimbulkan suara-suara sensual bagai lesung yang sedang disodok-sodokan ke palung becek. Akibat gerakan ini pula, klitorisku serasa semakin geli karena bergesekan dengan penisnya. Belum pernah aku mengalami kenikmatan begitu dahsyat dari suamiku tercinta. Sodokan-sodokan Pak Adang terasa semakin cepat dan semakin liar karena vaginaku juga semakin berlendir. Kedua tanganku memeluk erat tubuhnya. Wajahku semakin merona kemerahan akibat terangsang hebat. Mataku kini setengah terbuka, tetapi pandanganku menerawang. Mulutku terbuka lebar, tetapi hanya dengusan nafas yang keluar menderu-deru. Sekitar seperempat jam disetubuhi dalam posisi berdiri akhirnya aku tak sanggup lagi menahan terpaan gelombang orgasme. Untungnya aku masih bisa menahan tidak menjerit dengan menutupkan telapak tangan ke mulut dan menggigit jariku walau susah sekali
“Hhhssshhh....aaahhh....Pak!!” aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bersuara, desahanku keluar juga ketika gelombang itu mulai surut, sungguh melegakan rasanya.
Di tengah orgasme, Pak Adang masih terus menyodok-nyodokkan penisnya. Dunia terasa meledak berkeping-keping bagiku, yang setiap kepingannya adalah sebentuk kenikmatan tiada tara. Aku semakin tak kuat menahan tubuhku yang bergetar.
Batang kemaluan pria ini begitu kuat, kokoh dan tahan lama. Hingga orgasmeku reda pun belum juga menunjukkan tanda akan menyemburkan cairan putih kentalnya. Maka aku kini berinisiatif melepaskan diri dari dekapannya hingga penisnya pun terlepas dari jepitan vaginaku.
“Biar sekarang saya yang selesaikan Pak!” kataku sambil duduk di kloset dan meraih penisnya yang basah blepotan cairan kewanitaanku.
Tanpa basa-basi lagi aku membuka mulut dan memasukkan benda itu ke mulutku. Kujilati dengan lembut kemudian kuhisap dan kupilin-pilin dengan lidahku, suamiku pun biasanya tidak akan tahan lama kalau kuperlakukan begini
“Sssippp...gitu dong...oooh....eeeemmm!” kali ini ganti Pak Adang yang mengerang karena merasakan kenikmatan dioral olehku
Tak sampai sepuluh menit kemudian, wajahnya tampak menegang dan ia cengkeram pundakku dengan sangat erat. Aku menyadari apa yang akan terjadi, tapi aku terus saja menghisap penisnya yang makin berkedut-kedut dan seperti yang kuduga. Cret....cret...semburan spermanya masuk ke dalam mulutku tanpa bisa dihalangi lagi. Aku sendiri sejujurnya sudah benar-benar menunggu momen ini. Dan dengan iringan lenguhannya yang keluar terbata-bata dari mulutnya, akhirnya sebuah kedutan besar menggoncang rongga mulutku. Cairan putih kental menyemprot langit-langit mulutku. Setiap kedutannya selalu diikuti dengan semprotan air mani hangat. Mulutku langsung penuh. Tangannya meraih dan menekan kepalaku untuk lebih menghunjamkam penisnya hingga menyentuh tenggorokanku. Aku pun terpaksa menelan semua cairan kentalnya, termasuk menjilat yang masih tersisa di batang kemaluannya dengan lahapnya. Batang penis itu melemas dalam genggamanku. Nafas kami ngos-ngosan terdengar di toilet ini.
“Ibu...hehehe...Ibu masih marah sama saya gak?”
Aku tidak bisa menjawab selama beberapa saat, sebenarnya ingin aku memarahi dan menamparnya, namun setelah kuingat lagi kenikmatan yang diberikannya padaku, aku malah tersenyum dalam hati, tentu aku gengsi menunjukkan perasaan itu padanya.
“Saya cuma minta Pak...” aku mulai bersuara,’di depan tolong jaga sikap, jangan sampai kaya tadi lagi!”
“Hehe...beres Bu, di depan saya akan jaga sikap, tapi kalau di belakang...boleh kan?” godanya seraya meraih dadaku dan meremasnya.
Aku menepis tangannya dan segera kurapikan kembali gaunku dan membuka pintu toilet. Untung hari itu aku memakai make up tipis sehingga tidak terlalu terlihat kacau setelah bercinta, hanya tinggal merapikan rambutku dengan tangan sudah cukup. Setelah keluar dari sana baru lah aku ingat, aku belum meminta kembali celana dalamku, tapi sudahlah daripada aku kembali lalu dikerjai lagi olehnya.
Aku kembali ke bawah tanpa mengenakan celana dalam di balik gaunku, aku merasakan orang-orang di sekitarku memandang padaku, apakah mereka tahu apa yang baru terjadi di toilet atas atau aku tidak memakai celana dalam? Ah...mungkin hanya perasaanku sih, beginilah kalau baru berbuat dosa, selalu merasa yang tidak-tidak. Sambil menarik nafas panjang aku berjalan tegak seperti tidak ada apa-apa. Aku mencari Peter dan kutemui dia dengan mudah sedang berdiri menyantap makanannya di dekat sebuah meja hidangan sambil ngobrol dengan seorang pria setengah baya. Kuhampiri mereka menyapa. Peter memperkenalkan diriku pada pria itu yang bernama Ahmad, mitra usaha perusahaan ini. Pria berkumis dan bertubuh tambun itu menjabat tanganku agak lama, matanya memandangku seperti ingin menelanku saja. Aku merasakan sekali hal itu, namun aku tetap berusaha bersikap sopan membalas basa-basinya.
“Kalian memang pasangan yang serasi, ganteng dan cantik”, pujinya pada kami
"Sama sama, terima kasih Pak Ahmad, anda ini bisa aja ah!", jawab suamiku bangga.
“Hahahaha....kalau punya istri cantik gini harus dijaga baik-baik, ngerti? Hahaha!” pria tambun itu berkelakar.
Peter tertawa merespon gurauannya, tapi dalam hati aku merasa tidak suka dengan pria ini, sepertinya ucapannya tadi mengandung niat tersembunyi.
"Rupanya kamu punya fans say!", kata suamiku setelah Pak Ahmad beralih ke undangan lain meninggalkan kami berdua.
"Habis kamu ninggalin aku, jadi aja banyak yang genit ngincer istrimu ini, hihihi", jawabku sambil mencubit lengannya.
Akhirnya setelah jamuan usai aku dan Peter kembali ke kantornya. Dengan menyesal aku menolak keinginannya untuk main quickie karena vaginaku masih terasa memar dan nyeri dihajar Pak Adang.
“Ya udah, gapapa, kamu pulang aja dulu istirahat oke!” katanya, “see you tonight”
Kami berpagutan ringan sebelum aku meninggalkannya di kantor. .
Edan, hanya kata itu yang ada dalam benakku saat mengingat pesta seks liar di masa aku kuliahku, berlanjut ke perkosaan oleh buruh suamiku hingga akhirnya menjadi skandal perselingkuhan. Pak Adang telah berhasil menggali sisi liarku yang telah lama terkubur, aku dibuat liar kembali olehnya, aku telah menjadi istri binal. Sungguh ini bukan kehendakku tapi aku sangat menikmatinya. Entah mengapa aku mulai menyukai ditindas secara seksual dan diperlakukan kasar dalam berhubungan seks. Walau sebenarnya aku tidak suka diperlakukan tidak senonoh seperti itu namun di sisi lain menjadi mainan seks membuatku sangat terangsang. Kunyalakan tape mobilku, secara kebetulan radio mengalunkan lagu ‘Back to Black’nya Amy Winehouse yang tepat sekali mendeskripsikan diriku sekarang
"He left no time to regret
Kept his dick wet
With his same old safe bet
Me and my head high
And my tears dry
Get on without my guy
You went back to what you knew
So far removed from all that we went through
And I tread a troubled track
My odds are stacked
I'll go back to black"
"We only said good-bye with words
I died a hundred times
You go back to her
And I go back to.....
I go back to us
I love you much
It's not enough
You love blow and I love puff
And life is like a pipe
And I'm a tiny penny rolling up the walls inside"
Kept his dick wet
With his same old safe bet
Me and my head high
And my tears dry
Get on without my guy
You went back to what you knew
So far removed from all that we went through
And I tread a troubled track
My odds are stacked
I'll go back to black"
"We only said good-bye with words
I died a hundred times
You go back to her
And I go back to.....
I go back to us
I love you much
It's not enough
You love blow and I love puff
And life is like a pipe
And I'm a tiny penny rolling up the walls inside"
By: Christ1987