Jumat, 20 Desember 2013

Gelang Kaki

SINOPSIS
Irzan digoda oleh Wida, kakak teman sekolahnya. Sampai kesabarannya habis...

Story codes
MF, 1st, cheat, Fdom

DISCLAIMER
  • Cerita ini adalah fiksi dan berisi adegan-adegan yang tidak pantas dibaca mereka yang belum dewasa, jadi jika pembaca masih belum dewasa, harap tidak melanjutkan membaca. Penulis sudah mengingatkan, selanjutnya adalah tanggungjawab pembaca.
  • Semua tokoh dalam cerita ini adalah fiktif. Kemiripan nama tokoh, tempat, lembaga dan lain-lain hanyalah kebetulan belaka dan bukan kesengajaan.
  • Sebagian tokoh dalam cerita ini digambarkan memiliki latar belakang (profesi, kelas sosial, suku dll.) tertentu. Tindakan mereka dalam cerita ini adalah fiksi dan belum tentu menggambarkan orang-orang berlatar belakang serupa di dunia nyata.
  • Pemerkosaan, pelecehan seksual, KDRT, dan trafiking di dunia nyata adalah kejahatan dan penulis menentang semua itu.  Penulis harap pembaca cukup bijak untuk dapat membedakan dunia nyata dan khayalan.  
  • Penulis tidak memperoleh keuntungan uang apapun dari cerita ini dan tidak memaksudkan cerita ini dijadikan sumber pendapatan bagi siapapun.
Diadaptasi dari beberapa sumber lain. Ada komentar? Ide cerita? Mau diposting di situs anda?  Silakan kontak penulis di ninjaxgaijinATyahoo dot com.  Selamat membaca.

Gelang Kaki
Ninja Gaijin

--------------------------------
Wida
Apakah kalau cewek pakai gelang kaki, artinya cewek tersebut nakal? Gelang di pergelangan kaki Wida menarik perhatiannya dari tadi. Dia teringat obrolan teman-temannya di dalam kelas beberapa waktu lalu. Katanya kalau cewek sudah nikah tapi pakai gelang kaki di kanan itu artinya swinger. Yang lain tidak tahu apa arti swinger. Jadi teman yang bilang pertama kali menjelaskan, swinger itu artinya sudah nikah tapi mau gituan sama orang lain. Tukaran suami/istri. Anak-anak SMA itu sebagian melongo, sebagian lagi tertawa-tawa nakal. Dari dalam mobil itu, pemandangan terlihat gelap keruh karena kaca filmnya sangat gelap. Kalau ada orang lewat, dia tidak akan bisa melihat apa yang terjadi di dalam. Tapi di tempat parkir yang sepi itu orang jarang lewat. Cuma ada dia dan Wida di dalam mobil. Wida membaca SMS yang masuk ke ponsel yang dipegang tangan kanannya. “Suamiku nanya kapan pulang. Aku jawab sebentar lagi. Kalau kamu sebentar lagi apa masih lama…”
“…crotnya?”
Dia mengenal Wida sebagai sosok perempuan high class, jadi mendengar Wida berbicara seperti pelacur murahan membuat penisnya yang dipegang tangan kiri Wida jadi makin keras. Wida mulai mengocoknya lebih cepat sambil menaruh HP. Dia melihat kilatan cincin kawin di tangan kanan Wida. Dia mengulurkan tangan, mau menyentuh tubuh Wida, tapi Wida menampar tangan itu.
“Aku bilang kan tadi, jangan pegang-pegang…” kata Wida.
Wida berhenti mengocok, membungkuk, membuka bibir merahnya, menjulurkan lidah. Setitik mani di lubang di kepala burung dijilatnya.
“Kalau berani coba pegang lagi…” Wida menggenggam lagi HP-nya, “aku telpon suamiku, terus kubilang aku mau diperkosa sama kamu. Suamiku kenal polisi, dan tau kamu itu siapa. Ngerti, Irzan?”
Dia, Irzan, menjawab dengan anggukan. Biarpun laki-laki, sebagai anak SMA wibawanya kalah dengan perempuan ini. Baru kali ini dia merasa terangsang sekaligus gentar.
“Bagus,” kata Wida dengan puas sambil mulai mengocok lagi. “Kamu baru boleh nyentuh aku kalau kusuruh.” Dia lalu mengangkat tangan kanan ke depan mulut, memonyongkan sepasang bibirnya yang merah basah, dan meludah ke telapak tangannya. “Cuh!” Wida kembali mengocok penis Irzan. Terdengar bunyi becek dan Irzan merasa ada tekanan yang mulai terbentuk di dalam buah pelirnya. Dan dia cuma bisa bengong. Bengong melihat Wida memasturbasinya dengan tangan dan mulut Wida yang dekat sekali dari kejantanannya. Dan bibir indah itu pindah ke atas penisnya…

Wida menjilat lagi mani yang menitik. Sambil terus mengocok.
“Kita nggak punya banyak waktu, sebentar lagi Faisal datang ke sini. Jadi aku mau tanya langsung. Kamu mau masukin kontolmu ke dalam mulutku nggak?”
Irzan kaget mendengar santainya Wida menanyakan itu. Dia menjawab terbata-bata, “I-i-iya.”
Tampaknya Wida suka jawaban itu. Dia bangkit dan mendekatkan bibirnya ke telinga Irzan. Irzan merasakan nafas hangat Wida di telinganya selagi Wida berkata nakal, “Itu yang kamu bayangin ya Irzan? Kalau kamu ke rumahku buat ketemu Faisal? Pengen kusentuh kayak gini? Kontolmu dikocokin?” Irzan mengangguk, memang itu yang ada di dalam pikirannya sejak dia pertama kali bertemu kakak temannya itu. Wida adalah kakaknya Faisal, teman sekolahnya. Masih muda, baru 27.
“Kamu pengen aku tempelin bibirku ke titit kamu? Pengen aku nelen batang kamu?” desis Wida di telinga Irzan.
Lagi-lagi Irzan cuma bisa mengangguk.
“Jawab yang benar, Irzan!” perintah Wida.
“Iya!” sembur Irzan.
“Iya apa?”
“Iya… Kak Wida, tolong isep kontolku!”
“Bagus. Gitu dong kalo jadi cowok, tegas, bilang apa yang dimauin. Satu lagi pertanyaannya. Jam berapa sekarang?”
“Heh? Kok nanya waktu?” Irzan bingung tapi dia otomatis berusaha mencari jawabannya. Di mobil pasti ada jam digital. Dia menengok ke arah jam digital di dashboard lalu membaca angka-angka di sana.
“Jam setengah tigGAAAHH!??”
Wida tak menunggu jawaban dan langsung melahap kemaluan Irzan yang sedang membaca jam. Irzan menjerit kaget dan langsung menoleh ke bawah. Dan dia melihat pemandangan paling menakjubkan sepanjang hidupnya. Kepala penisnya dijepit bibir merah seksi Wida. Wida melepasnya lagi dan meninggalkan bekas lipstik di sana. Lalu Wida memasukkannya lagi dalam mulut, kali ini sampai setengah batang. Bibirnya mencengkeram erat lalu mulutnya mundur lagi. Hasilnya adalah noda merah seputar batang basah Irzan.

Irzan

“Mmmh… enak nggak Irzan?” Wida bertanya sambil menatap Irzan. Jawabannya anggukan. Wida kembali ke bawah dan kali ini mengenyot salah satu buah pelir Irzan. Disedot lalu dilepas seperti diludahkan. Kembali lipstiknya tertinggal di sana. Lalu Wida mulai menjilati seluruh permukaan batang Irzan. Tangannya menggenggam pangkal batang itu dan dia mulai menyepong. Bibirnya masih merah menyala, turun menyusuri batang, makin lama makin dekat dengan pangkal. Jarinya yang menggenggam pangkal batang ternoda merah ketika bertemu bibir itu. Di jari yang lain, cincin kawin tampak berkilat menyilaukan mata Irzan. Kepala Wida naik turun memberi kenikmatan. Irzan jadi berpikir macam-macam. Posisinya benar-benar rawan. Celananya terbuka, dan kakak temannya sedang menyepong kemaluannya. Apa yang bakal terjadi kalau ada orang yang memergoki? Tapi Irzan juga merasa dia makin tak tahan. Birahinya sudah mau meluap. Dia sedikit lagi muncrat dalam mulut Wida, dan tidak ada lagi yang dipikirkannya! Dia mulai mendesah tak karuan.
“Agh… aah… Ungh… Ga… Tahaan!”
Dan tiba-tiba Wida meremas penisnya yang sudah mau menembak itu!
“Mau apa kamu, Irzan??” tantangnya.
“NGHH!! KAK!! MAU!! CROT!!” Irzan meracau karena sudah lepas kendali.
“Ayo crot di dalam mulutku Irzan! Crot-in mukaku! Bikin aku mandi peju!” Lalu Wida menyepong dengan ganasnya. Dia memasukkan seluruh batang itu ke mulutnya, lalu naik turun dengan cepat”
“Aym crof ff dalmf! Crfin knfolm!” Kata-kata Wida tak kedengaran jelas lagi karena dia berusaha ngomong dengan mulut penuh.
“Ah! Ahh!! Kak! Aku! GA TAHANNN! DI DALAM!!” Mendadak gelora kenikmatan melanda dan Irzan merasakan senjatanya mulai menembak gencar di dalam mulut Wida. Seluruh tubuh Irzan sampai melengkung dan mengejang ketika semburan demi semburan memancar kuat. Wida sepertinya menelan semuanya.
“NGGHHHAAA!!” jerit Irzan.
Wida mencengkeram pantat Irzan dan malah mendesakkan penis Irzan lebih jauh ke mulutnya. Semburan peju Irzan sepertinya terlalu banyak dan Wida tak cukup cepat menelannya, sehingga sebagiannya mengalir keluar. Wida lalu malah melepas kemaluan Irzan dari mulutnya dan mengocoki batang yang sedang menembak-nembak itu sambil menyemangati.
“Ya! Ayo crot lagi! Mandiin aku pake peju!”
Dan dua semburan berikutnya mendarat di wajahnya, lalu di rambutnya. Akhirnya semburan-semburan itu reda dan Wida menjilati sisa-sisa yang mengalir di batang Irzan. Cipratan peju ada di mana-mana, di wajah dan tangan Wida, termasuk di atas cincin kawinnya. Sesudah lega mengeluarkan simpanannya, Irzan menengok ke arah jam lagi. 15.00. Jam tiga! Dan Faisal sudah terlihat berjalan ke arah mobil bersama beberapa teman lain! Tapi Wida lebih gesit bertindak.
“Ayo cepat pakai lagi celananya!” perintahnya, selagi dia sendiri menyambar tisu dan menyeka wajah. “Kalau sudah, cepat keluar!”
Irzan buru-buru keluar dan bersembunyi. Tak lama kemudian Faisal, adik Wida, teman sekelasnya, sampai ke mobil Wida. Dari tempat persembunyiannya di balik semak, Irzan melihat Wida sudah bertingkah normal lagi. Dia melihat mobil itu pergi membawa Wida dan Faisal, lalu dia sendiri berjalan pulang. Di jalan, HP Irzan berbunyi. SMS. Dari Wida.
“wiken ini jangan kemana2. jangan coli.”
Irzan menelan ludah.

*****
Mundur sedikit ke belakang dalam waktu.

Wida sebenarnya memang rada eksibisionis, jadi ketika Faisal adiknya mulai sering membawa teman-teman sekolahnya ke rumah, sisi eksibisionisnya terpancing. Meski belum tua-tua amat, Wida amat memperhatikan tubuhnya dan selalu merawat kecantikannya. Bukan demi suami; lebih karena dia sendiri menyukai kekaguman orang terhadap dirinya. Suatu hari, ketika teman-teman Faisal sedang ada di rumah, kebetulan Wida yang sedang hanya memakai kaos tanktop dan celana pendek mendekati mereka untuk menyuguhkan cemilan. Penampilannya itu membuat anak-anak SMA itu terdiam dari obrolan mereka dan melongo. Ketika Wida membungkuk untuk menaruh cemilan, dia melihat seorang teman Faisal yang berada di depannya tidak bisa tidak menatap dengan penuh nafsu ke arah buah dadanya yang menggantung di balik baju. Perempuan normal mestinya kaget dan marah tapi Wida merasa sesuatu yang beda. Dia malah berlama-lama membungkuk, memberi tontonan gratis kepada remaja itu. Dan dia memperhatikan, tanpa sadar tangan teman Faisal itu bergerak menyentuh selangkangan celananya sendiri. Sesudah selesai, Wida kembali ke kamarnya, mendapati kemaluannya basah karena terangsang, lalu bermasturbasi sampai orgasme. Teman Faisal itu adalah Irzan. Dan pengalaman pertama itu membuat Wida kecanduan, sehingga selanjutnya dia sering sengaja pamer tubuh kepada teman-teman Faisal. Suaminya biasanya tak di rumah ketika siang, jadi dia leluasa beraksi. Tiap dia melihat atau mendengar teman-teman Irzan sudah datang dan meramaikan rumah, cairan kewanitaannya terpancing mengalir. Lalu dia pun akan menuju lemari baju, memilih satu baju seksi yang mengumbar belahan dadanya atau paha mulusnya atau bagian lain tubuhnya. Tak lupa memakai make-up untuk menambah daya tariknya. Dan dia kemudian bakal mencari-cari alasan untuk berjalan ke tengah mereka, entah itu membawakan cemilan, minum, mengambil HP yang kebetulan ada di tempat mereka duduk, bicara dengan Faisal, atau semacamnya. Dia menikmati ketika ekspresi wajah mereka berubah mesum, lalu mereka terdiam malu-malu karena tak bisa menghindar dari memelototi keseksiannya.

Sekali waktu, Wida berada di kamar saja, tidak menghampiri teman-teman Faisal. Tapi dia telanjang, duduk di depan meja rias dekat pintu, dan sengaja membuka pintu. Sebenarnya posisi pintu kamarnya tidak dekat dengan ruang tengah tempat Faisal dan teman-temannya biasa duduk, tapi kalau ada yang mau ke kamar mandi, pasti akan melewati pintu kamar Wida. Dari beberapa orang yang perlu ke kamar mandi, satu cukup iseng untuk mengintip ke celah pintu yang terbuka dan mendapat rezeki nomplok melihat tubuh telanjang Wida. Lagi-lagi, dia Irzan. Cukup lama Irzan berdiri termangu di depan pintu terbuka sampai Wida menengok ke arahnya, memergoki. Irzan yang ketahuan buru-buru kembali ke depan, diiringi tawa cekikikan puas Wida. Sesudahnya Wida menghampiri mereka dengan bersikap biasa seolah tak terjadi apa-apa, tapi dia sengaja memandangi Irzan dan melempar senyum mesum. Irzan serba salah. Malamnya Wida bercinta dengan suaminya sambil membayangkan teman-teman Faisal berdiri di seputar tempat tidur, menonton. Itu membuat dia orgasme duluan sebelum suaminya. Besok-besoknya, dia sempat menceletuk kepada teman-teman Faisal, terutama Irzan, bahwa dia sudah menganggap mereka adik-adiknya sendiri dan mereka “boleh mampir kapan saja” dan dia senang “bisa menghibur mereka”. Kata-kata bersayap, jaring yang ditebar. Mereka semua menyambut baik keramahan Wida itu. Tapi yang menanggapi serius hanya satu, Irzan.

*****

Kejadiannya dimulai pada suatu siang, ketika Irzan datang sendirian membawa sepeda motor ke rumah Faisal. Kebetulan Faisal pergi bersama teman-teman lain, tapi Irzan tidak tahu. Jadi dia hanya bertemu Wida.
“Faisal barusan jalan main futsal sama yang lain,” kata Wida. “Mau nyusul?”“Nggak ah Kak, lagi males,” kata Irzan. “Yaudah, aku mau pulang aja ya.”
“Eeeh tunggu, Irzan,” Wida menahan Irzan. “Kamu bawa motor kan? Kakak mau minta tolong boleh?”
“Boleh Kak. Ada perlu apa nih?” Irzan sumringah.
“Kakak sebenarnya mau ke salon, mau facial, tapi malas nyetir ke sana. Gimana kalau kamu yang nganterin Kakak ke sana pake motor?”
“Apa sih yang ga bisa buat Kakak,” Irzan menggombal.
“Kalau gitu tunggu sebentar ya.” Wida masuk kamar sebentar untuk bersiap, lalu keluar lagi.
Dia mengenakan tanktop gombrong hitam dan celana pendek, lalu memakai jaket. Wajahnya tak dirias dan rambutnya digerai biasa. Lalu dia naik ke boncengan motor Irzan dan mereka berangkat. Sepanjang jalan Irzan tidak konsentrasi karena hidungnya diserang wangi tubuh dan parfum Wida yang terus merapat ke tubuhnya. Apalagi Wida tak segan-segan merangkul Irzan. Wida bilang Faisal baru mau pulang sore. Masih lama. Main futsal minimal 2 jam, belum istirahat makan-minum dan nongkrongnya. Dan Irzan terbuai nada suara Wida yang genit menggoda.    Sampai di salon, Wida kemudian bertanya ke Irzan.
“Mau pulang… apa kamu mau nungguin Kakak?”
“…Aku tungguin aja deh kak, ga ada acara juga siang ini.”
“Kamu baik deh. Nanti Kakak kasih hadiah~!” celetuk Wida genit sambil memasuki salon.
Saat itu juga Irzan memperhatikan gelang kaki yang bergemerincing di pergelangan Wida.

*****
Salon yang didatangi Wida itu bukan salon kecil murahan. Menengah atas. Mungkin perawatan di sana bernilai ratusan ribu rupiah, pikir Irzan. Tidak heran, keluarga Faisal dan Wida tergolong mampu. Satu jam kemudian Wida keluar dari salon. Wajahnya kemerahan, bekas facial.
“Lama ya nunggunya? Ayo kita pulang,” ajak Wida.
Sepanjang perjalanan pulang, Irzan kembali merasa Wida merangkul erat tubuhnya. Dan rangkulannya... di perut. Seiring berjalannya motor, makin lama makin turun. Irzan terangsang dan ereksi. Mungkin Wida juga menyadari itu. Sesampainya di rumah, Wida meminta Irzan jangan langsung pergi. Faisal dan teman-teman yang lain belum muncul.
“Ada yang mau Kakak tanya, tapi tunggu sebentar ya? Duduk aja dulu.”
Irzan kemudian duduk sendirian di ruang tengah rumah besar itu, sementara Wida menghilang ke kamarnya. Tak lama kemudian Wida kembali lagi membawa beberapa barang tipis.
“Kamu tahu ini apa kan?” Wida duduk di sebelah Irzan dan menunjukkan beberapa DVD yang sampulnya bergambar perempuan seksi.
“Ehm... iya?” Irzan bingung.
“Ini Kakak sita dari Faisal. Tapi dia bilang ini punya temannya. Punya kamu bukan?”
“Bukan... Ga tau punya siapa. Punya Putra atau Endi kali’?” kata Irzan. “Yang paling suka beginian tuh anak dua.”
“Udah mulai nakal ya kalian... Emangnya apa sih yang ditonton dari filem kayak gini? Kakak pengen tau. Ayo kita lihat.”
“Hah? Eh tapi Kak Wida...”

Sebelum Irzan bereaksi, Wida sudah menyalakan DVD player dan memasukkan salah satu DVD porno itu. Sebenarnya DVD itu bukan diambil dari Faisal, melainkan koleksi Wida dan suaminya. Wida memang mau mengerjai Irzan. Irzan mau bangun untuk pergi, tapi Wida memegangi lengannya. Jadilah dia terpaksa ikut menyaksikan. Irzan sendiri belum pernah melihat film porno yang sedang tayang di layar TV itu, walaupun dia sudah familiar dengan materi pornografi.
“Waah, ternyata kalian sukanya yang kayak gini yaa... Yang ceweknya lebih tua?”
Film yang ditayangkan memang berskenario seperti itu, aktris pornonya berperan sebagai ibu rumah tangga yang menggoda teman anaknya. Meski tidak muda, si aktris tetap tampak glamor dan seksi dengan rambut pirang, kalung mutiara, bra berenda, dan lipstik pink tebal. Dan Irzan baru memperhatikan bahwa bibir Wida sudah bersaput lipstik pink juga. Di TV, bibir berwarna sama sedang mengulum penis. Irzan merasa kemaluannya sendiri mengeras dan... digerayangi.
“Hmmm...” gumam Wida. “Kok ini jadi keras...? Gara-gara nonton itu ya?”
“Uhhh... Kak...” Irzan tidak berani berbuat apa-apa ketika Wida membuka resleting celananya.
Tangan Wida terus beraksi menurunkan celana dalamnya dan akhirnya kulit bertemu kulit, tangan bertemu batang. Irzan seperti kesetrum ketika merasakan itu. Elusan tangan Wida menggodanya.
“Dasar cowok... Zan, kamu pernah coli nggak~?” tanya Wida nakal.
“Ngh... per... nah...” Irzan menjawab sambil menahan nafsu. Wida terus menggodanya.
“Kalau dicoli’in?”
“Be... bel... lum...”

Tayangan film porno menampilkan si aktris menerima ejakulasi lawan mainnya di wajah.
“Kamu lihat kan... tuh dia dicoli’in sama ibunya temennya... Tante-tante aja bisa bikin ngaceng kayak gitu... Kamu ngaceng juga ngelihat dia?...”
Irzan sudah meracau tak jelas.
“Kamu ngaceng ngelihat aku?”
“NGHHH!!” Jawabannya adalah semburan mani yang hebat dari kejantanan Irzan.
Irzan jelas merasa keenakan dengan orgasme itu. Sekaligus bingung dan sedikit takut. Tapi yang terlihat lebih puas adalah Wida.
“Iihh. Banyak dan kentel peju kamu. Pasti udah lama gak crot.”
Irzan cuma melongo bego. Wida memain-mainkan cairan kental yang mengotori jarinya itu, bahkan menjilatnya.
“Enak?” tanya Wida.
“Iiyah,” jawab Irzan pendek.
“Mau lagi?”
“...” Irzan tidak berani menjawab yang itu.
“Kalau kamu mau lagi, mulai sekarang kamu harus ikut apa kata Kakak ya. Sekarang... cepat pulang. Faisal pasti sebentar lagi datang. Ayo sana!”
Irzan buru-buru membetulkan pakaiannya dan bergegas keluar. Wida mengantarnya keluar dengan senyum nakal.

######
Sesudah itu, Irzan dan Wida beberapa kali lagi bertemu berduaan saja, paling sering di rumah Wida sendiri, kalau sedang tak ada orang. Irzan sendiri tetap nongkrong bareng Faisal dan Wida tetap kadang tampil di depan mereka, tapi tidak ada yang tahu hubungan mereka. Yang dilakukan tetap sebatas Wida memasturbasi Irzan, dengan tangan, dan satu kali dengan kaki. Adegan di atas, pada waktu Wida mau menjemput Faisal dengan mobil dan Irzan menemuinya, adalah pertama kalinya Wida memberi oral seks kepada Irzan. Mereka berdua belum pernah berhubungan seks biasa. Walaupun Irzan penasaran dan dia sudah berkali-kali digoda oleh Wida, kakak temannya itu selalu membuatnya tak berdaya dan tak mampu meminta lebih. Namun lama-lama Irzan gemas juga. Makin hari dia makin ingin melampiaskan nafsunya kepada perempuan penggoda itu.

*****
 Kejadiannya pada suatu siang. Irzan bersimbah keringat dingin. Di depannya, Wida akhirnya berhenti meronta dan telentang pasrah. Pergelangan tangannya terikat, wajahnya terlihat gentar.
“Kamu kenapa gini, Zan... Kenapa kamu giniin Kakak?” tanya Wida.
Saat itu kakak teman Irzan itu mengenakan babydoll tipis. Irzan mengangkang di atas paha Wida yang terbaring di ranjangnya.
“Kenapa? Kakak ga pernah berhenti godain aku... Aku sudah ga tahan!” seru Irzan gusar.
Tangannya menjamah payudara kanan Wida dan meremasnya. “Sekarang Kakak ga bisa ngelarang aku lagi...”
Tadi, ketika dia baru datang, seperti biasa Wida menggoda dan mempermainkannya... tapi kali ini muncul keberaniannya untuk melawan dan meringkus Wida. Irzan lebih besar dan kuat, jadi tidak sulit untuknya. Dia juga menemukan tali yang dipakainya mengikat kedua pergelangan tangan Wida ke ranjang.
“Sekarang kita main semauku,” kata Irzan dingin.
Dia menyingkap baju Wida, mengungkap sepasang payudaranya. Lalu dia sendiri memelorotkan celana dan memamerkan penis ereksinya di depan mata Wida yang melotot.
“Ayo Kak. Kakak suka kontolku kan?” suruh Irzan. Dia merangsek maju, mencengkeram kepala Wida, dan memaksa Wida mengoral kemaluannya.
“Ah? Afhmmm!!” keluh Wida yang tiba-tiba mesti melahap rudal.
“Sekarang ayo isep kontolku! Enak kan Kak? Enak?” seru Irzan, puas.
“Ahpf! Nn!!” Mata Wida sampai berkaca-kaca karena kasarnya sodokan Irzan.

Tiba-tiba Wida merasa jari-jari Irzan merambah kemaluannya. Mereka berdua cukup sering nonton film porno bersama sehingga Irzan sekarang tahu berbagai macam aksi seks.
“Kakak dientot bibirnya kok memeknya basah? Suka ya dibegini’in?” tuduh Irzan. “Kalau gitu pasti suka minum peju juga kan? HnghhH!!”
Penis Irzan meledak dalam mulut Wida, menyemburkan cairan peju. Sampai tumpah sebagian keluar, barulah Irzan menarik keluar kejantanannya dari sana.
“Ehh... Auh...” Wida mengambil nafas.
Tapi Irzan belum puas, dia melihat ada satu lagi tempat untuk melampiaskan nafsunya.
“Kak Wida,” kata Irzan, “Yang di bawah itu pengen dimasukin juga ya?”
Dia menarik Wida supaya berposisi duduk lalu pindah ke belakang Wida. Dia sudah cukup sering disuruh-suruh Wida dan dia ingin membalas. Kini tangan kanannya merogoh ke selangkangan Wida dan mencubiti klitoris Wida. Tangan satunya lagi memegangi ikatan tangan Wida agar tak menghalangi.
“Kalau Kak Wida mau, ayo bilang. Bilang Kak Wida pengen.
“Oh! Ooh! Ihh!” Wida mengerang-erang keenakan karena klitorisnya dimainkan.
“Mauuhh... ihh... uhh...” pinta Wida.
“Bilang yang jelas... Yang keras!” perintah Irzan.
“Masukin... masukin kontolmu ke memek Kakak...” kata Wida.
Irzan langsung mendorong Wida sehingga berposisi nungging. Di belakang pantat yang menggoda itu Irzan menahan nafas, memegangi penisnya yang keras... Dia sudah cukup sering menonton di film, sekarang dia akan mencobanya sendiri. Zrepp...Irzan merasakan hangat basahnya liang kewanitaan Wida untuk pertama kali. Perempuan itu merintih-rintih ditusuk kejantanan Irzan dari belakang, dan Irzan memasukinya makin dalam sampai tak bisa maju lagi. Lalu dia mulai menggenjot.
“Ahn! Ah! Enak...!” Wida jelas-jelas menikmati perlakuan Irzan, biarpun sebenarnya dia dipaksa oleh Irzan. “Dalem banget... zan! Enakh...! Ah!”
“Kakak suka kan?! Ngentot sama aku enak kan!” kata Irzan dengan gemas sambil dia menancap-nancapkan senjatanya ke liang kenikmatan itu.
“Ahh! Iyaa! Suka! Suka kontol Irzaann!” Wida sudah menyerahkan tubuhnya untuk diapakan saja oleh teman adiknya itu. “Enak! Nghh! Aduh ga tahan! Mau... mauu...”
“AA~HHH!!” Jerit panjang Wida dan tubuhnya yang menegang karena orgasme lalu bergetar mengagetkan Irzan, yang kemudian kehilangan kendali juga dan ikut berorgasme di dalam vagina Wida.

*****
“Hmm!” Wida yang bangkit lebih awal sesudah keduanya ambruk kelelahan, wajahnya terlihat ceria. Irzan bingung.
“Hihihi, nggak kira kamu bisa kasar juga akhirnya! Tau nggak, enak tuh dientot paksa kayak tadi. Pancinganku berhasil juga,” kata Wida. Irzan bengong. Rupanya selama ini Wida memancing-mancing dia supaya dia tak tahan dan berbuat kelewatan.
“Kapan-kapan kamu harus bisa ganas seperti tadi ya Zan?” kata Wida sambil mencium pipi Irzan dengan genit.
Irzan cuma bisa melengos. Pada akhirnya dia tetap jadi mainan...

TAMAT
Terima kasih untuk Pasutri Salome atas idenya

Liburan Birahi 7: The Game II

Zuraida

Zuraida membiarkan jilbab putihnya tertiup angin, coba mendinginkan hatinya yang terasa begitu panas. Namun hembusan angin pantai selatan pun tampaknya tak mampu untuk mengusir rasa gundah, kesal, cemburu yang menggulung menjadi satu dan memenuhi lubuk hatinya . Wanita cantik itu sengaja menepi dari ramainya obrolan dan celoteh teman-teman suaminya, karena tak yakin dapat menyembunyikan emosi yang terukir diraut wajah nan cantik.
“Uggghhhh,,, Argaaaa,,,” jemari lentiknya mematah ranting kecil dengan kesal. Berkali-kali mengumpat, menyebut nama Arga dengan rasa kesal yang begitu mendalam.
Bukan perkara mudah bagi seorang Zuraida, disaat dirinya sekuat tenaga menahan birahi ketika gerbang dari liang kemaluannya dicumbu dengan hebat oleh lidah seorang pejantan, lelaki yang hingga kini dikaguminya justru dengan bebasnya mencumbu cairan cinta dari seorang gadis muda. Sedangkan Dako,,, yaaa,, meski sempat marah saat matanya secara jelas menyaksikan bagaimana suaminya dengan begitu nakal memasukkan batangan sosis ke dalam vagina Bu Aida, tapi amarah itu tidak sebesar saat menyaksikan lidah Arga yang terjulur memasuki liang kemaluan Andini.
“Argaaaa,,, koq ga berpasangan sama aku aja tadiii,,, iikkkhhhsss,,,” terisak pelan, menyeka kelopak matanya yang berair. Emosi, cemburu dan birahi semakin berpadu merongrong hati yang tengah labil.
Tapi tidak ada yang dapat dilakukannya, meski tau Arga masih menyimpan rasa terhadap dirinya, tapi status mereka tidak sendiri lagi. Sambil menyandarkan tubuhnya ke batang pohon kelapa, Zuraida coba meresapi semilir angin di tubuhnya yang berkeringat. Merasa tidak cukup, wanita itu mengangkat tepian jilbab, dan membiarkan angin yang berpacu mencumbu leher dan kaos tipisnya. Lirikan mata Mang Oyik yang terpesona pada sepasang payudara yang tercetak jelas, tak dihiraukannya. Batin Zuraida berujar, Toh,, lelaki itu sudah menyaksikan bagaimana payudaranya berloncatan saat dirinya ikut lomba balap karung. Ternyata rasa kecewa dan cemburu dapat merubah hati seorang wanita.
“Wooyyy,, Mang,, mlototin nenen bini orang mulu, kalo kepotong tu tangan baru nyahoo,,” seru Bu Sofie, membuat Mang Oyik yang tengah mengupas buah kelapa tersadar, tangannya bisa saja melayang kalo mata dan konsentrasi sange nya terus tertuju pada tubuh si dokter cantik.
Zuraida tertawa mendengar celoteh Bu Sofie atas kekaguman Mang Oyik pada tubuhnya.

Seperti inikah perasaan yang tengah dinikmati oleh para istri yang dilihatnya menggunakan rok pendek. Rasa bangga atas pengakuan para lelaki akan tubuh indah mereka. Zuraida tidak tau pasti apa yang diinginkan oleh hatinya, tapi kini tangannya mengakat jilbabnya lebih tinggi, mengibas-ngibaskan ujung kain itu seolah berusaha mengusir rasa gerah yang tak mampu diatasi oleh angin laut yang cukup kencang. Zuraida berusaha menahan tawanya saat Bu Sofie memites kepala lelaki berambut kriwel itu, sambil mengayunkan parangnya lelaki itu masih saja berusaha mencuri pandang pada payudara Zuraida yang bergoyang pelan karena kibasan tangannya.
“Kalau kau memang menginginkan wanita yang nakal, akupun bisa,,, dan nikmatilah rasa cemburu yang akan menderamu,,” bisik hati Zuraida, tersenyum sinis, kecantikan yang tercipta dari indah senyumnya yang menampilkan keanggunan seorang Zuraida seakan sirna, berganti dengan seringai tajam diatas hati yang bergemuruh.
Matanya menatap Arga, meski tidak dapat mendengar percekapan mereka, tapi tampaknya lelaki yang hingga kini masih dikaguminya tengah kebingungan menerangkan pada Adit tentang apa yang telah terjadi saat game. Dikelilingi oleh Dako, suaminya, dan Pak Prabu.
“Gaaa,,, santai aja ngapaaa,,, Adit juga ga marah koq meqi istrinya kamu kobel-kobel pake lidah,,,hahahaaa,,” Pak Prabu tertawa sambil menepuk-nepuk pundak Arga.
“Asseeeem,,, cuma orang gila yang ga marah bininya dikerjain ama orang, Om,,, lagian kamu emang kelewatan ya Gaaa,, sempat-sempatnya ngerjain Andini,,” Adit terus mengomel, hatinya begitu panas melihat Andini yang sukses menghambur caira orgasme ke mulut Arga.
“Hadeeeehhh,,, kan aku udah bilang,, aku cuma berusaha ngeluarin sosis yang dimasukin istri mu ke Meqinya, disini justru aku yang jadi korban,,,” Arga mencoba membela diri. “lagian kamu juga udah bikin bini ku orgasme juga kan?,,” Arga balik menyerang Adit.
“Sudaaahh,,sudaaahh,, ingat,,, ini cuma permainan,” Dako coba menengahi, “Ingatkan dengan perjanjian kita, selama tidak ada saling paksa dan intimidasi, game must go on,”.
“dan sekarang bagi yang belum pernah nyicipin istrinya Munaf, aku udah ngasih jalan,,, tapi tentunya setelah aku,hahahaa,,,” ucapan Dako yang didendangkan dengan suara pelan itu membuat para lelaki menatap tubuh Aida.
Ibu muda itu tampak begitu sulit berjalan, giginya menggigit bibir, pahanya mengatup erat persis seperti wanita yang tengah menahan hajat buang air kecil.
“Asal kalian tau,,tadi aku liat kimpitannya sempit banget,,,dan kalian tau kenapa dia berjalan seperti itu?,,,” pertanyaan Dako membuat Pak PRabu Arga dan Adit serentak menggeleng.
“Meqi nya aku jejalin sama sosis,,,, aku berani taruhan? kalo meqi istrinya Munaf emang ganas, pasti sekarang tu sosis udah ancur,,,”
“Busyeeeet,,, dasar sinting,,”
 “Oooowwwhhh,,, gila kau Koo,,,”
 “Emang saraf lu ya,,, pasti kesiksa banget tu Bu Guru,,,” serentak ketiganya mengumpat.

“Asseeeemmm,,, tapi batang ku jadi ngaceng Koo,,, kalo ada kesempatan, kita hajar aja si Aida bareng-bareng,,, liat aja tuh pantatnya nungging banget,, pasti nikmat kalo di Doggy,,,” seru Pak Prabu sambil mengelus-elus selangkangannya.
“Tapi gimana dengan si Munaf,,,” tanya Adit yang kelimpungan membetulkan letak batangnya yang kut ngaceng, nyasar kesamping kiri celana.
“gampang,,, Arga, nanti kau ajak Munaf jalan-jalan ya,,, kau kan udah pernah nyicipin Bu Guru cantik itu,,,” usul Pak Prabu, membuat Arga mengangguk pasrah.
“Wooyyy,,, ada apa nih,,, lagi ngomongin istriku ya?,,,” tanya Munaf saat memergoki keempat teman kerjanya itu tengah memplototi istrinya, tangannya tampak membawa buah kelapa yang sudah dipotong pangkalnya, siap untuk dinikmati.
“Iya Naf,,, saat game tadi aku baru nyadar, ternyata istrimu cantik juga ya,, apalagi saat ngangkang di atas mulut ku tadi,,, hehehee,,,”
“Juaaancuukkk,, bilang aja kau mau ngentotin istriku,, gila Kau Ko,,” Munaf menyumpah serapah mendengar pengakuan Dako. “Tapi ga segampang itu,,, karena kali ini aku bakal memprotect istriku bener-bener lebih ketat,,hehehee,,”
“Bener nih?,,, jadi kamu bakal ngangkremin istrimu terus nih?,,, ga pengen coba ndeketin istriku,,,” tantang Dako sambil menoleh ke arah Zuraida, diikuti lelaki lainnya.
Sontak Zuraida yang memang tengah memperhatikan Arga yang berdiri di antara suami dan teman-temannya itu menjadi bingung, apalagi para lelaki menatap tubuhnya dengan pandangan penuh nafsu.
“emang geser otak ni orang ya,,, istri sendiri ditawarin ke kita-kita,,,” Munaf menggeleng-gelengkan kepala, diikuti Arga yang menahan nafas, hatinya tidak rela bila wanita berjilbab yang memiliki kenangan baginya itu dinikmati oleh teman-temannya.
“Emang gila kau Ko, tapi aku suka,,, hahahaha,,, kalo aku beneran bisa masukin ni batang ke meqi istrimu yang alim itu jangan marah yaa,,, hahahaa,,,” Pak Prabu terkekeh sambil mengusap-usap batangnya. Dan tingkah Pak Prabu itu jelas terlihat oleh mata indah Zuraida, dan saat itu juga membuang pandangannya ke arah lain.
 “kita buktikan saja, siapa yang beruntung,,,hehehee,,” Dako tampak begitu yakin tidak mudah untuk menaklukkan istrinya.
 “Ya kita lihat saja nanti,,hahahaa,, Ehh,, dimana kau dapat kelapa itu Naf,,” tanya Pak Prabu yang tergiur dengan Munaf yang asik menyeruput air kelapa langsung dari buahnya.
 “Tuhhh, sama Mang Oyik,, aku aja pengen nambah lagi nihh,,” Pak Prabu dan Adit segera menuju ketempat Mang Oyik disusul oleh Munaf.

“Gimana Gaa,, masa kamu ga mampu ngenaklukin Istriku,, keahlian mu sebagai penjahat kelamin belum hilangkan?,,” tanya Dako blak-blakan saat mereka tinggal berdua, berdiri berhadapan.
“Sebenarnya apa sih yang ada diotak mu itu Ko,, dari rencana liburan, perjanjian yang ga masuk di akal, sampai permainan gila-gilaan di pantai inipun kuyakin semua adalah usulmu,,,”
 Dako tertawa garing, lalu wajahnya berubah menjadi murung.
“Aku juga ga tau Ga,, aku hanya merasa bersalah pada istriku, sebulan yang lalu Zuraida memergoki aku selingkuh dengan Risna,”
“Risnaa?,,, Risna keponakanmu yang masih SMA itu? Owwwgghh kamu emang gilaa,, gilaa,,gilaa,, apa sih kurangnya Zuraida,,”
“Argaaa,,, kita ini sama, sama-sama cowok petualang,, kau juga sudah memiliki Aryanti yang cantik, tapi kau tetap saja bersemangatkan menghajar tubuh istri teman-temanmu kan?,,” meski pelan, penekanan suara Dako meninggi.
“Bahkan saat kami masih belum apa-apa kau sudah berkali-kali membuat Aida, istri Munaf terkapar, plus tubuh Lik Marni tentunya,,,dan pastinya kau juga merasa bersalah pada istrimukan?,,” Dako menatap Arga dengan pandangan tajam.
“dan Aku juga sama seperti dirimu Sob,,, aku sudah berulang kali berusaha membuang kebiasaan buruk ku ini, tapi sangat sulit, entah kenapa aku selalu tertantang untuk menaklukan wanita,” intonasi suara Dako mulai kembali datar. Matanya menatap kelaut lepas.
“Argaa,, kamu teman ku yang paling aku percaya, tolong bebasin aku dari rasa bersalah ini,,, Kamu tau?,, Zuraida tidak pernah sekalipun mengenakan pakaian seketat dan setipis itu di tengah orang banyak, dan aku tau saat ini dia melakukan itu bukan karena aku, tapi kamu,,”
 Arga hanya terdiam mendengar pengakuan sahabatnya. Apa yang dikatakan Dako memang benar adanya.
 “Aku juga tidak ingin membuat istriku menjadi liar, tapi aku ga tau lagi cara seperti apa agar semua terlihat natural dan mengalir apa adanya,,,” Dako menarik nafasnya dalam-dalam, lalu membuangnya dengan perlahan.
“Ko,, aku bisa menerima alasanmu itu untuk melakukan kegilaan ini, tapi itu tidak cukup, jujurlah,, sebenarnya ada apa?,,,” pertanyaan Arga menohok hati Dako. Sulit untuk berkelit dari Arga yang sudah sangat mengenal pribadinya.

Lagi-lagi Dako menarik nafas panjang. “Mungkin aku memang gila dan psycho, Sob,,” lelaki itu menatap Arga dalam-dalam. “Aku sangat terangsang bila melihat istriku yang alim itu dicumbu oleh orang lain,, aku merasakan sakit, tapi aku juga menikmatinya,,”
“Gilaa,,, pantas saja kau menawarkan istrimu sama mereka juga,,,” Arga menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Tidak Gaa,, kau salah,,, aku bisa merasakan itu bila kamu yang melakukannya,,, Kau ingat percumbuanmu dengan Zuraida di kost kita, sehari sebelum kau cuti dan pergi meninggalkan kami?,,,”
Arga terkaget, lagi-lagi kenangan masa lalunya kembali terkoyak. “Apaa,, apaa kau melihat semuanya?,,” tanya Arga gugup, sadar bahwa hal itu pasti sangat menyakitkan bagi Dako yang juga tengah mengharapkan Zuraida.
“Aku melihat semuanya,,, dan saat itu aku baru sadar bahwa kita menginginkan gadis yang sama, aku hampir saja mendobrak masuk saat melihat Zuraida begitu pasrah dalam pelukanmu,,tapi,,,” Dako menghela nafasnya.
“Tapi kau menghentikan cumbuan mu tanpa sebab,, sorenya, kau menghilang, meninggalkan aku dan Zuraida tanpa pesan sedikitpun.”
Arga tertawa tanpa suara, matanya seakan dapat melihat peristiwa beberapa tahun silam. “Aku tidak mungkin menghianati sahabatku,”
“Bego!!!,,,” umpat Dako. “Akhirnya, kau justru tidak tau betapa nikmatnya keperawanan seorang Zuraida.”
“Asseeeeem,,, jangan manas-manasin aku gitu lah,,,” Arga melotot memukul lengan Dako dengan wajah kesal. “Tapi, kau sudah memberikan seorang wanita yang tidak kalah cantik dari Zuraida,” Arga dan Dako bersamaan menatap Aryanti yang tengah ngobrol dengan Sintya, sesekali kedua wanita itu tertawa terkikik.
“Tapi,,, sekarang aku justru bingung, kenapa Aryanti bisa berubah seperti ini,,,” Arga mengegeleng-gelengkan kepala, menatap istrinya yang terlihat agak cuek saat duduk, rok nya yang lebar dan pendek tak mampu menutupi keindahan dari paha mulusnya.
“Hahaaha,,, kita cuma bisa berharap semua kebinalan ini berakhir saat liburan ini selesai, tapi Gaaa,, kurasa istrimu memang,,,”
“Apa? Memang nikmat? Kempotannya dahsyat? Goyangnya liar?,,, Asseeeem,, taik kau Ko,, tega bener ngehajar istriku depan belakang,,”
 “Whuhahahahaa,,, jadi kau melihat kenakalan istrimu tadi malam,,, hahahaa,, Sorry Sob, sorry banget,” Dako tertawa terpingkal, “Tapi,,,kamu ga marahkan?”

“Eeee,, busyet dah, mana ada suami yang ga marah ngeliat istrinya digenjot habis-habisan sama orang, Aaahhh,, taik kau Ko,,,” Arga bener-bener mangkel mendengar tawa Dako, tapi apa yang bisa diperbuatnya.
 “Tapi,, Game must Go on,,, dan masih ada sisa waktu untuk mendapatkan istrimu,,” lanjut Arga berusaha menghibur dirinya, sambil menatap Zuraida yang tengah digoda oleh Mang Oyik.
 “Yaaa,, aku ingin kau yang melakukannya,, Aku hanya ingin menebus rasa bersalahku pada kalian berdua, Okeeeyyy,, ke ketempat Aida dulu, kasian banget tu Bu Guru jalannya mpe tertatih gitu,, hehehehee,,,” Dako menepuk pundak Arga, lalu berjalan menghampiri Aida, dengan sedikit memaksa lelaki itu menarik Aida ke sebuah bangunan kecil yang biasa digunakan sebagai gudang.
“Dasar bocah kentir,,, dari dulu mpe sekarang ga pernah berubah,,, doyan banget nyatroni bini orang,,,” Arga tertawa melihat tingkah Dako, tapi dalam hatinya justru menertawakan dirinya sendiri yang tak jauh berbeda dengan Dako.
Arga memasang kacamata hitamnya, dengan langkah pasti menghampiri Zuraida. Saat melewati meja Tangannya meraih sebiji buah kelapa yang sudah dikupas ujungnya, siap untuk dinikmati.
“Hai Zee,,, sudah minum es kelapa?,,” lelaki itu menawarkan apa yang dibawanya kepada Zuraida sambil menebar senyum lebar.
 “Sudah,, makasih, kalo kebanyakan takutnya malah ga bisa ikut lomba lagi,, hadiahnya mobil Bu Sofie lho,,hehehee,,”
Arga bisa melihat senyum dan tawa Zuraida tampak sangat dipaksakan, hati lelaki itu bertanya-tanya, apa yang tengah dipikirkan oleh Zuraida yang berusaha terlihat santai dan cuek.
“Mang Oyik, toiletnya dimana ya?,,, anterin dong,,,” Zuraida berdiri, membersihkan pasir pantai yang melekat di celananya. “Gaa,, aku kebelakang dulu ya,,”
Arga terkaget dengan sikap Zuraida, terlihat jelas bahwa wanita itu sengaja menghindari dirinya. Arga semakin kaget saat Zuraida menggandeng tangan Mang Oyik, membuat lelaki berabut kriwel itu tersenyum girang.
“Ada apa dengan mu Zee?,,,” hati Arga terasa begitu sakit, tercampakkan.

* * *
 Disaat yang sama, tak seberapa jauh dari Arga yang berdiri terpaku, Andini terlihat tidak nyaman, sepertinya gadis itu sedang disindir oleh Aryanti.
“Din,,, kalo kamu mau ngerjain suamiku, jangan ditempat umum begini,,, kasian Mas Arga dia pasti jadi malu,,,”
“Iya mbaaa,, aku minta maaf,,, habisnya tadi akku kebawa-bawa permainan,,, ngga lagi koq,,,”
“Hahahaa,, iya santai aja,, gapapa koq,,, tapi hati-hati lho, batang Mas Arga tu gede banget,,,emang kamu sanggup?,,,”
“Emang gede banget mba, tapi masih bisa masu,,, ehh,, maksud saya tubuh Pak Arga emang gede banget,,,” Andini keceplosan, wajahnya menjadi pucat dibawah tatapan curiga Aryanti.
Tapi entah kenapa, dada Aryanti tiba-tiba bergemuruh bukan karena marah, tapi justru penasaran apakah suaminya yang memiliki tubuh tinggi besar, pernah menggagahi tubuh mungil Andini. Tanpa sepengetahuan gadis itu, Aryanti mengagumi kecantikan Andini, senyum manisnya mengingatkan Aryanti pada salah seorang anggota JKT 48, Melody Nurramdhani Laksani.
 “Din,,, pernah kepikiran ngga, main sama orang yang tinggi besar seperti Mas Arga?,,,”
 “Eeehh,, maksud ibu?,,” Andini menyelidik, takut dirinya tengah dipancing untuk mengakui persetubuhan dirinya dengan Arga dikolam renang.
 “Nggaaa,, ngga apa-apa,,, aku cuma sering penasaran aja ngebayangin gadis mungil seperti kamu disetubuhi sama pria dengan tubuh tinggi besar,,,hehehee,, tapi lupain aja,,” terang Aryanti. “Maaf yaa,, aku nanya yang aneh-aneh,,”
 “Kan,, tadi malam ibuu udah liat,,aku di,, di,, digituin sama Pak Prabu,,” jawab Andini pelan dengan wajah malu-malu.
 “Tadi malam?,,,ohh,,,iyaaa aku lupaaa, habisnya tadi malam aku agak mabuk,,,,” Aryanti menepuk jidatnya, bagaimana bisa dirinya bisa lupa permainan kartu yang berubah jadi sangat panas.
 “Kamu sih,, pake masukin batangnya Pak Munaf, aku jadi ikut-ikutan panas,, ujung-ujungnya malah aku yang digangbang dua cowok kesurupan,, hihihii,,” Obrolan dua wanita yang berpaut umur enam tahun lebih itu mulai mencair. Petualangan birahi memang dapat dengan cepat menyatukan keakraban anak manusia.
“Ihh,, ibuuu,, salahin Pak Munaf tuh,, mana ada sih cewek yang tahan kalo gerbang itunya terus-terusan disundul sama helm preman,, mana tu bapak ngerengek terus minta dimasukin, ya udah aku makan aja sekalian,,,hihihi,,, ga taunya baru masuk sebentar udah langsung croot,,,hahahahaa,,,” Andini menutup mulutnya berusaha menahan tawa, teringat wajah Munaf yang kalang kabut dan harus mengakui kekalahannya.
 “Tapi waktu sama Pak Prabu,,,koq kamu langsung dapet sih?,,,” tanya Aryanti penasaran.
 “Habisnyaaa,, itu nya Pak Prabu gede banget,, punyaku ampe penuh banget Bu,,,apalagi sebelumnya ni lubang udah dikerjain sama batang Pak Munaf, hihihii,,,” Andini cekikikan sambil menunjuk selangkangannya. Membuat mata Aryanti tertuju pada kemaluan Andini yang roknya sedikit terbuka.

“Tapi masih hebat ibu,, kuat banget ngeladenin Pak Prabu sama Pak Dako,,, Eeeng gimana sih bu rasanya kalo dimasukin depan belakang gitu?,,”
Wajah Aryanti merona malu teringat kenakalannya yang ditonton oleh Andini. “hebat apanya, aku aja sekuat tenaga nahan biar ngga keluar duluan, tengsin aja kalah sama si kunyuk Dako,,, hahahaa,, habisnya tu orang sering koar-koar jago bikin tepar cewek cuma dalam beberapa tusukan,,,”
“Emang sih,, kalo Pak Dako tangannya ga bisa diam, jago banget ngerangsang orang biar cepat keluar,,, Tapi koq ibu kayanya akrab banget sama Pak Dako,, jangan-jangan dari dulu udah sering itu ya sama Pak Dako,,hihihi,,” Gadis itu tertawa genit sambil melontarkan pertanyaan yang menyudutkan.
 “Huussshh,, kamu ini,, aku akrab dengan Dako dan istrinya, Zuraida, karena dia memang tetangga ku sebelum menikah dengan Arga. tu orang emang nakal banget, untung aja Zuraida orangnya pengertian,, jadi ga mungkinlah aku ngehianatin orang yang udah baik banget ama aku,,” terang Aryanti.
 Sewaktu masih sendiri, rumah yang disewa Aryanti memang berada tepat di samping rumah Dako dan Zuraida yang baru menikah. Dan hubungannya dengan Zuraida cukup baik, meski sering dihias dengan celoteh nakal dari suaminya, Dako. Dari mereka berdua jua lah akhirnya Aryanti bertemu dengan Arga.
“Diin,, punya kamu basah yaa?,,, hayooo,, mikirin punya siapa nih,, punya Pak Prabu yang gede, batang Munaf yang gemuk, atau punya Dako yang bengkok?,,hihihii,,”
“Iiihh,,, Mbaa Yantii,, habisnya dari tadi kita ngomongin punya cowok terus sih,,, tapi tadi malam kita emang gila banget yaa,,”
“Iyaa,, nyoba-nyobain batang punya cowok, mana ukuran dan bentuknya beda-bedaa,,, Haduuuhhh,, Diiin,, punya mba basah juga nihh,,” Aryanti menjepit pahanya saat merasakan desir cairan yang merembes keluar dari lipatan vaginanya.

* * *

Kita kembali kepada Arga yang kebingungan plus rasa sakit yang menyertai. Cukup lama dirinya terdiam, berdiskusi dengan hati yang galau. Mungkinkah Zuraida masih marah pada dirinya. Dengan berat Arga melangkahkan kaki, berharap jika memang wanita itu memang masih marah apa yang akan diterangkannya dapat diterima.
 “Mang, ngapain? Mau ngintip ya?,,,” seru Arga saat mendapati Mang Oyik celiangk-celinguk mencari-cari celah untuk melihat ke dalam toilet. “Sana Gih,,,”
 Ada beberapa kamar kecil dibangunan itu, meski tidak jelas lagi mana toilet untuk wanita dan mana yang untuk pria, tapi kebersihan tempat itu terpelihara dengan baik.
“Argaaa,,, ngapain disini,, kamu mau ngintipin aku?,, emang punya Andini tadi masih kurang?,,, hehehehee,,,”
“Zee,,, apa yang kamu lihat itu salah,, justru aku yang sedang dikerjai oleh Andini,,, Aku justru memikirkanmu terus,,,” suara Arga meninggi, hatinya yang sudah dipersiapkan untuk tenang tersulut mendengar kata-kata pedas dari wanita yang dikaguminya.
“Oyaaa,,, hehehee,, gapapa koq, itu masalah mu, istrimu aja bisa santai, masa aku harus marah-marah,,”
“Zeee,,,” kedua tangan Arga mencengkram pundak Zuraida, memaksa wanita itu untuk menatapnya, mencari kebenaran dari matanya.
“Percumaaa!!!,,, Mas Dako sudah memberikan waktu untuk kita,, tapi percumaa,,, semua sia-siaaa, aku berharap kamu masih seperti duluuu,, Tapii,,,,” setetes air mata mengalir dimata yang indah, ada kesedihan mendalam yang sulit untuk dibaca dibalik wajah cantik berbalut jilbab putih.
Pikiran Arga semakin bingung dengan penuturan Zuraida, mungkinkag wanita itu tau dengan rencana suaminya, dan segala permainan gila yang tercipta.
“MINGGIIIR,, LEPAAASIN,,,” Zuraida berontak, berusaha melepaskan tangan Arga.
“Zeee,,, kamu salah Zeeee,, cuma kamu yang aku inginkan saat ini,,,”
Entah karena frustasi, tidak tau lagi bagaimana harus menerangkan kepada wanita bertubuh semampai yang berdiri dengan goyah, Arga melumat bibir indah Zuraida, menciumi wajah cantiknya.
“Eeemmmpphhh,,, Eeeengghhhh,, heeekkss,,”
Zuraida semakin kuat berontak, mendorong kepala Arga agar menjauh dari wajahanya, tapi sia-sia. Lelaki itu tampak kesurupan.  Tangan Arga meremas bongkahan payudara Zuraida, mengusap, memilin dengan liar. Sesekali wanita itu melenguh, walau bagaimanapun rangsangan yang diberikan Arga begitu kuat. Tapi entah kenapa rasa kesalnya tak kunjung hilang.
“Bajingan kaaauuu Gaaa,,” jemari lentik Zuraida sekuat tenaga mendorong tubuh lelaki yang kini mulai menciumi lehernya, berusaha menyelusup ke balik kain penutup kepala.
“Oooowwwggghhhkk,,, Ghaaaa,,,” seketika tangan lentik Zuraida menjambak rambut Arga saat bibir lelaki itu melumat putingnya yang mengeras. Sangat sulit berkelit bahwa saat ini dirinyapun tengah dilanda birahi.

“Slluuurrppsss,,, Ooowwwhhhsss,,, Zeee,, milikmuuu,,, owwwhh,,,”
Arga mendengus, membuat tubuh Zuraida yang berkeringat semakin panas oleh hembusan nafas Arga yang menderu diantara sepasang payudaranya. Puting yang berwarna merah muda itu sangat menggoda Arga untuk memberikan gigitan kecil.
“Aaarrrggh,,,”
 PLAAKKK,,,,
 PLAAAKK,,,
 “Ternyata kamuu memang ga bedaaa dengan merekaaa,,,,”
Arga terkejut, menarik wajahnya dari payudara Zuraida. Pipinya terasa panas oleh dua hantaman yang cukup keras dari tangan lembut seorang Zuraida.
“Asal kau tauu,, Dako itu memang liar, tapi satu yang membuatku merasa nyaman untuk terus bersamanya, Suamiku itu,,, suamiku Dako tidak pernah sekasar ini padaku,,,dia tau bagaimana cara memperlakukan seorang wanita,,
Arga mengusap pipinya, menatap mata Zuraida yang penuh kemarahan.
“dan satu yang harus kau ingat, jangan samakan aku dengan wanita-wanita yang dengan mudah kau tiduri. Dan kurasa Pak Prabu masih jauh lebih baik dibanding dirimu,,” air mata dengan cepat membasahi pipi yang lembut.
“Kau ini kenapa Zee,,, kenapa berfikir tentang ku sampai seburuk itu,,, Aku memang seperti mereka, seperti teman-temanku, seperti suami mu yang senang untuk menaklukkan wanita,,,” Arga berusaha mengatur nafasnya.
“Ok,, aku memang sudah kasar kepadamu, tapi itu karena aku sudah tidak tau lagi bagaimana harus menerangkan apa yang terjadi,, apa yang kau lihat tidak seburuk yang kau kira,,,”
“asal kau tau,, jauh didalam hati ini aku selalu menyayangimu, merindukanmu, mengharapkanmu lebih dari apapun, dan jangan pernah lagi membandingkan aku dengan Dako, Pak Prabu atau lelaki lainnya, aku ya aku, lelaki bego yang rela menyerahkan wanita yang dicintainya untuk balas budi,,, ”
Sebenarnya Arga tidak sanggup melihat wanita yang dicintainya itu menangis, tapi saat ini tangannya terasa begitu berat untuk memeluk Zuraida, kata-kata keras dengan mudah mengalir dari mulutnya, membuat air mata sang wanita semakin deras mengalir, sesenggukan, menyembunyikan wajahnya yang pilu diantara jemari yang lentik. Dan,, saat semua telah terjadi, saat dirinya tersadar, pelukan selembut apapun takkan sanggup membuat keadaan lebih baik.
 “Maaf Zee,,, maaf,,, sungguh,,, hingga saat ini tak ada yang berubah, hati ini masih mencintaimu,, Maaf,,” suara Arga terdengar getir, lalu melangkah keluar meninggalkan Zuraida di lorong yang memisahkan kamar kecil yang saling berhadapan.
Sepeninggal Arga, tangis Zuraida semakin deras. memukul-mukul dinding, Meratapi pertualangan hatinya yang berakhir tragis. Di balik ego nya yang begitu tinggi, sebenarnya Zuraida sangat menikmati cumbuan kasar Arga, tapi rasa cemburu kembali mengambil alih. Label sebagai wanita cantik yang tidak mudah ditaklukan para pria, digenggamnya erat.
“Seharusnya kau rayu aku,, seharusnya kau bujuk aku,,, bukan meninggalkanku seperti ini,,hikksss,, aku cuma ingin kamu Gaa,,”
Bagi siapapun yang melihat kondisi Zuraida pasti akan mencibir, seorang wanita dewasa yang berpendidikan tinggi, disertai karir yang matang, meratap menangisi cinta layaknya gadis SMU belasan tahun. Tapi itulah cinta, dapat membuat seseorang menjadi layaknya anak kecil, menafikan pikiran sehat yang selalu mereka agungkan. Dan rasa cemburu yang selalu menyertai keagungan cinta, dapat merubah mereka menjadi pribadi yang berbeda.

* * *

 Arga mengayunkan kaki tanpa arah. Pikirannya sepenuhnya dikuasai oleh Seorang wanita cantik bernama Zuraida.
“Paaaakkhh,,, Ooowwwhhh,,, gapapaaaa,, biar didaaaalaaam ajaaa,, Aaagghhh,,,”
Langkah Arga terhenti disebuah bangunan kecil, bangunan yang dituju oleh Dako saat menggiring si guru cantik Aida.
 Arga yang tengah kalut justru tertawa mendengar rintihan Aida, ikut menikmati tubuh montok Bu Guru cantik ini mungkin dapat sedikit membantu menenangkan pikirannya, pikir Arga.
Di dalam, Arga mendapati Adit yang tengah menunggangi tubuh Aida yang mengangkang pasrah.
“Lhooo,, kamu Dit?,, Dako manaa?,,,”
Adit tertawa saat melihat wajah Arga dipintu. “Lubang Bu Guru emang sempit banget Pak,, bener-bener maknyus empotannya,,,hehehee,,”
Suara Adit yang menyapa Arga membuat Aida terkejut, lalu menoleh ke arah pintu, seketika wajahnya yang tengah terengah-engah pasrah menerima gempuran penis, tersipu malu. Tak lama Adit tampak mengejang, tangannya erat mencengkram pinggul Aida, menghentak kejantanannya jauh kedalam rongga vagina, menghantar sperma kedalam rahim si wanita.
 “Oooowwhh,, owwhhh,,,oowwhh,, banyak banget Diiit,,,” rintih Aida, sangat menikmati setiap semprotan yang keluar dari lubang penis. Sementara Adit tertawa bangga.
“Saya boleh ikut?,,,” tanya Arga mengeluarkan batangnya, mengurut pelan, memamerkan perkakas jumbonya kepada Aida.
“Darimana aja bray,,,” tanya Adit, melepaskan batang nya dari jepitan vagina Aida.
“Adduuuuhh,,, bakal tambah bonyok nih,,,” Aida menepuk-nepuk vaginanya, seolah tengah merapal mantera agar alat tempurnya sanggup meladeni batang Arga yang kemarin telah berhasil membuatnya orgasme berkali.
“Kasian bu kalo saya make yang depan,,,” ucap Arga.
“Duuuhh,,, masa yang di belakang lagi Pak,,, ya udah deehh,, tapi pelan-pelan yaa,,” Aida membalikkan tubuhnya menungging, mengangkat tinggi pantatnya, sementara kepalanya bersimpuh di lantai.
“Pelan-pelan Pak,,,” sambil membuka liang anusnya, lagi-lagi Aida memperingatkan Arga.
“Aaawwhhh,,, katanya di belakang koq malah nusuk memek saya pak?,,”
Arga tertawa, tapi terus membenamkan batangnya jauh ke dalam lorong, lalu bergerak maju mundur dengan perlahan.
“Duuuhhh,, penuhhh bangeeet pak,,, nikmaaat bangeeet,,, yang depaaaan aja ya paaaak,, biar sama-sama enaaaak,, owwwhh,,,” Pantat Aida bergerak menjepit maju mundur, berusaha agar batang itu tetap betah di dalam vaginanya.
“Tenang Bu,,,cuma minta pelumasnya aja koq,, kemaren waktu saya tusuk dibelakang juga enakkan?,,”
“Iyaaa, tapi waktu itukan pake minyak goreng,,,” Aida pasrah saat Arga menarik keluar batangnya, dengan jarinya, Aida berusaha membuka liang anusnya lebih lebar, mempersilahkan batang Arga untuk bertandang.
“Weeekkssss Gila,, koq tadi ga bilang kalo yang belakang boleh dipake Bu,,” Adit kaget, tidak menyangka Aida bersedia dianal, matanya mengawasi batang Arga yang perlahan menghilang ke dalam tubuh guru cantik itu melalui jalur belakang.

Aida

Adit harus mengakui kelebihan yang dimiliki batang Arga.
 “Aaaahhhhh,,, yaaa,,,masssuuukkkhhh,,” tubuh Aida melengking, meski sudah pernah merasakan nikmatnya dikerjai dari belakang, tetap saja penetrasi awal terasa sedikit perih.
Aida menoleh ke belakang, “Suddaaahh masuk semuaaa paaaakk,,,”
“Belum,, tapi ini udah cukup koq,,” tangan Arga bergerak meremasi payudara Aida, mengecup punggung mulusnya, lalu menarik tubuh Aida agar lebih tegak. “Kau semakin seksi saja Aii,,,”
Wajah Aida memerah mendengar pujian Arga,, “Pak Argaa bisa ajaaa,,,”
“Asseeem,,koq keliahatannya mesra banget sih,,,” Adit bingung dengan tingkah Aida yang terlihat begitu serius untuk melayani setiap keinginan Arga.
“Silahkaaan dinikmaati Paaakss,,,” Aida justru semakin bergairah mendengar komentar Adit, sambil berpegangan pada kursi, wanita itu menggerakkan pinggulnya, memberikan jepitan terbaik anusnya untuk memanjakan batang sipejantan.
“Owwwhhhh,, Tuuu kaann tambah mantap aja goyangan bininya Munaf ini,,, oowwhh,,” Arga memegangi pinggul Aida untuk menyetir kecepatan ritme yang diinginkannya.
“Dit,, Munaf kemanaaa,,” tanya Arga tanpa menghentikan gempurannya.
“Tadi aku suruh Aryanti dan Andini menemani Munaf ngobrol, makanya aku bisa kesini,,, hehehee,,” jawab Adit.
Mendengar suaminya disebut-sebut, goyangan pinggul Aida justru semakin ganas, entah kenapa birahinya terlecut.
“Paaakk,,, sooddooookk depaaan duluuu paaak,,” rintih Aida.
Arga yang sudah hapal dengan tingkah Aida yang ingin orgasme segera mencabut batangnya dari anus, dan tanpa ba bi bu, langsung menghajar vagina Aida dengan cepat.
“Paaaakk nikmaaaattss,,, penuhhh bangeeeeettss,,,Aaaggh,,, cepaaattt,,”
“Asseeeeemm,,, kenapa tambah legit ni memeq Aaaiii,,,” Arga semakin cepat merojok batangnya ke kemaluan guru cantik itu.
“Paaakk sayaaa keluaaarrr,,, Aaauuuhhhh,,, tahaaannn,, sodoook yang daaalaaam,,,Aaaahhh,,” tubuh Aida melengking, berkelojotan liar, hingga akhirnya melemah.
“Balik Ai,,,” pinta Arga meminta Aida kembali telentang, sebenarnya Arga lebih senang gaya missionoris ini, karena dirinya dapat dengan jelas melihat ekspresi wanita yang tengah menikmati rojokannya.
Aida telentang, memeluk kedua pahanya, hingga lorong vagina dan anusnya terentang, memberikan pilihan bebas kepada Arga untuk menikmati mana yang diinginnya.
“Aaaauuuhhhh,,, emang doyaaan lubang belakang yaaa paaak,,,” seru Aida saat Arga menusuk anusnya.
“Ngga juga,,, kali ini aku pengen nyemprot dirahim istrinya Munaf,,” jawab Arga, membuat gairah Aida kembali terlecut.
“Paaaakk,,, seneng nyodok meme qsss bini orang yaaaa,,,Aaaahh,,,” Aida merentangkan kedua pahanya, mengekspos lorong vagina yang terlihat sempit. Menggoda agar vaginanya kembali disodok.
“Aaaahh,,, Siaaal,,, pinter banget ssiihh si Munaaaf nyari meqi,,, Aaaagghhh,,, nih rasaaiiinnn,,” lagi-lagi Arga mengganti tujuan serangannya.
“Paaakk,,, masukin lebih dalaaamm,,” rintih Aida saat melihat sebagian batang Arga masih di luar vaginanya. “Yaaaaooohhh,,, menthhoookk,,, aauuwww,,”
“Paaakk,,, jangaaan keraasss-kerass,,” kini justru Aida yang meringis, saat dasar vaginanya digedor dengan keras.

BLEEGG...
 “Aaaaggghhh,,,”
Seketika Arga menghentikan gerakannya, “Masuk kemana tuh Ai,,” tanya Arga saat kepala penisnya menerobos lorong yang lebih sempit.
“Gaa,, taaauu,,,” jawab Aida sambil meringis menahan nyeri, mengamati batang Arga yang menghilang sepenuhnya kedalam tubuhnya. “Gerakin pelaan-pelaaan,, masih enak koq,, enaaak bangeeet,,”
“Aii,, Aiddaaaa,, aku ga taahaaann,,,empotan mu semakin dahsyaaaat,,,”
“Gilaaa,, Aidaaa,,,” Arga memeluk tubuh Aida dengan kuat. Menggencet payudara empuk dengan tubuhnya, melumat bibir ibu Guru cantik utu dengan ganas.
“Naaaaaaff,, aku nitip ngecrot dimeqi istrimuuu,, Aaarrgghhh,,,” tubuh Arga berkelojotan. Disusul lengkingan orgasme dari Aida.
Adit yang menyaksikan persetubuhan itu tercengang, tak pernah dirinya orgasme sedahsyat kedua orang itu.

* * *
Kita kembali ke Zuraida yang meratapi nasib hatinya.

“Bu,,, ibu ngga kenapa-kenapa kan Bu,,,” Pak Prabu yang tidak sengaja lewat, mendengar pertengkaran antara Zuraida dan Arga, cukup kaget dirinya saat mengetahui hubungan tersembunyi antara kedua insan itu.
Namun saat Arga meninggalkan wanita cantik itu menangis sendiri, hatinya menjadi iba. Tangannya yang kasar menyentuh pundak Zuraida yang masih sesenggukan menghadap dinding, penangkupkan kepalanya ke dinding dengan berlapakkan punggung tangan.
“Buuu,, ibu memang berbeda dari wanita lainnya,,, saya tau ibu hanya ingin melakukan segalanya atas dasar cinta, dan itu tidak salah,,,” Pak Prabu mengeluarkan kata-kata bijaknya, memilih untuk bersikap dewasa daripada memuaskan hasrat tangannya untuk menggerayangi tubuh wanita cantik yang tampak lemah itu.
“Tapi bukan berarti ibu harus terpenjara dalam kungkungan hati yang selalu berharap lebih, cobalah untuk menikmati apa yang ibu jalani lebih apa adanya.”
“Meski sulit, bebaskanlah dengan perlahan hasrat ibu pada lelaki yang ibu cintai itu, tanpa mengabaikan apa yang terjadi disekitar,” petuah dari Pak Prabu mengalir lembut, sementara hasratnya untuk mencumbu tubuh Zuraida mulai bergolak.
Tangannya terus mengusap-usap punggung wanita itu seolah berusaha untuk menenangkan. Meski sesekali telapak tangannya nyasar kebongkahan pantat yang terpapar, seolah menunggu untuk dicumbu.
Sebenarnya Pak Prabu sendiri kagum dengan kata-kata yang dilontarkannya, bagaimana bisa mulutnya yang terbiasa berkata kasar, mampu membuat Zuraida mengangguk mendengar petuahnya. Tapi memang itu lah adanya, kata-kata Pak Prabu meresap tanpa rintangan kehati Zuraida yang tengah labil, yang tak lagi memiliki pertahanan untuk memproteksi hatinya.
“Lihatlah teman-teman ibu yang lebih memilih untuk menikmati hidup, tanpa mengesampingkan rasa cinta mereka kepada lelaki yang mereka kasihi, mengusir jauh rasa cemburu yang hanya akan memperburuk keadaan, mereka justru bisa tertawa lepas tanpa beban,”
Kata-kata dari mulai sulit untuk diterima oleh logika orang yang waras, namun lagi-lagi kepala Zuraida justru mengagguk. Wejangan yang keluar dari mulut yang berbau tembakau itu mulai menyimpang, seiring tangannya yang perlahan tapi pasti mulai bergerilya, menyentuh pelan tepian payudara si wanita. Zuraida bukannya tidak sadar dengan aktifitas tangan Pak Prabu, tapi saat ini hatinya tangah berusaha mencari pembenaran, pembenaran atas orgasme yang didapat Andini saat mengangakangi Arga. Pembenaran atas orgasme yang didapat Aryanti diantara tubuh suaminya dan Pak Prabu. Pembenaran atas rengekan dan lenguhan manja Sintya saat dicumbu oleh Arga.
“Maaf Pak, aku bukan wanita seperti mereka, yang bisa acuh saat tubuhnya dinikmati lelaki yang tidak dicintainya,,, maaf,,,” Zuraida menepis tangan Pak Prabu, berusaha mendorong tubuh lelaki itu.
“Ohh,,, maaf,,, aku terbawa suasana, tapi kalau tidak salah aku tadi melihat dua orang pria yang kau kasihi sedang mendapatkan servis gratis dari Bu Aida,,”

Deegg!!!,,,keterangan yang diberikan Pak Prabu tepat sasaran, menghancurkan pertahanan terakhir dari kesetiaan hati seorang wanita.
“Paaak,, apa seseorang harus memiliki alasan untuk berbuat nakal?,,” tanya Zuraida pelan, hampir tak terdengar.
“Tidak, mereka hanya ingin menikmati hidup,,,” bisik Pak Prabu dengan suara yang sangat meyakinkan.
Air mata yang bening kembali mengalir, memproklamirkan rasa sakit yang disandang oleh hatinya yang merapuh.

Mengapa yang lain bisa,,,
Mendua dengan mudahnya,,,
 Sementara kita terbelenggu,,,
 Dalam ikatan tanpa cinta,,,”

Di antara kewarasan yang tersisa, wanita itu sadar bahwa Pak Prabu memiliki hasrat yang begitu besar atas tubuhnya. Usapan yang lembut menjelma menjadi remasan nakal. Dan, wanita itu juga sadar, jika dirinya terus diam tak berkelit, maka hanya menunggu waktu bagi tangan itu untuk menyentuh setiap bagian dari tubuhnya yang mengundang hasrat para lelaki.
“Paaakhhh,,,Eeeenghhh,,” Zuraida melenguh saat kedua payudaranya direngkuh dengan lembut oleh telapak tangan yang kasar. Bibirnya tersenyum nyinyir, mengakui ketepatan tebakannya, memang seperti inilah lelaki, tak ada yang berbeda.
Kini semua tergantung dirinya, apakah harus menepis tangan yang kini berusaha menyelinap ke dalam kaosnya, ataukah membiarkan sisi lain dari dirinya bertualang. Menikmati apa yang dinikmati oleh wanita lainnya, tanpa beban, tanpa rasa, tanpa cinta, hanya hasrat yang ingin dicecah dalam digdaya birahi.
“Eeeengghhh,,,” tubuh wanita itu terlonjak, setelah Arga, kini giliran Pak Prabu yang menikmati ranum nya payudara seorang Zuraida.
Kepala lelaki yang mendekati umur 50an itu menyelinap diantara ketiak Zuraida, melahap buah dada yang dibiarkan pemiliknya dalam diam. Meski sesekali bibir sensualnya merintih.
“Paaaak,, sakiiit,,,”
“Sakiiit?,,,” Wajah Pak Prabu mendongak, menatap Zuraida yang mengangguk dengan ekspresi yang tak dapat ditebak.
“Kena kumis saya ya?,,” Pak Prabu nyengir, wajah sangarnya jadi terlihat sangat lucu, lagi-lagi Zuraida mengangguk dengan tawa dikulum.
“Kenapa aku bisa seperti ini,, tersenyum dan membiarkan mulut seorang lelaki menikmati tubuhnya yang selalu terlindung oleh pakaian yang tertutup??,, ini salaaah,,, ini tidak benar,,” hati Zuraida mencoba protes.
Tapi tidak dengan tubuhnya, tangannya justru mengusap kepala Pak Prabu, merestui apa yang diinginkan lelaki itu atas tubuhnya. Parahnya lagi, tanpa sadar, pinggul Zuraida justru menyambut cumbuan batang Pak Prabu yang mulai mengeras, menggasak pantatnya dalam hijab celana legins.

Pak Prabu
"Uuuggghhh,,, Paaaak,,,” wajah Zuraida tampak memelas. Mencoba memberikan perlawanan atas setiap stimulan yang diberikan pejantan dari belakang tubuhnya.
Di balik rintihan, hatinya terus berkecamuk, menentang nurani dengan mencari-cari pembenaran atas perbuatannya ini. Dan sialnya rasa cemburu, cinta yang terluka, hingga sikap sang suami yang selalu memilih hubungan yang liberal, mampu menumbangkan nurani yang kini jatuh terjerembab. Pak Prabu membalik tubuhnya, menatap dengan lembut.
“Bu Dokter, Pantatmu nakal banget,,,” bisik Pak Prabu. Membuat Zuraida membuang muka, tersipu malu.
“Kenapa kamu tadi menolak cumbuan Arga, bukankah kamu mencintainya?,,,”
“Paaak!!!,,,” Zuraida segera menurunkan kaosnya, menyembunyikan payudaranya yang tersembul bebas. Wajahnya cemberut. Berusaha mendorong tubuh Pak Prabu.
“Okee,,Okeee, sorry,,, aku takkan mengungkitnya lagi,,,sorry,,,””Sekarang,,, mari kita nikmati kebebasan hatimu,,, aku bersedia koq jadi alat peraga,,, dan aku takkan bilang-bilang pada yang lain,,”
Tapi Zuraida masih saja cemberut, padahal saat ini dirinya mulai bisa menikmati perselingkuhan hatinya.
“Eeeeenggghhh Paaaak,,,” tiba-tiba tubuh Zuraida terhimpit ke dinding, saat Pak Prabu menggasak selangkangan wanita itu dengan batang yang mengeras.
Lelaki itu terus menggesek-gesek selangkangan Zuraida dengan batangnya, seolah ingin memamerkan keperkasaan senjatanya, yang menjadi misteri bagi wanita yang selalu mengenakan penutup kepala itu. Zuraida dapat merasakan betapa kerasnya batang yang berada dibalik celana pantai itu. Batang yang saat game tadi sempat mencuri perhatiannya. Pancingan Pak Prabu berhasil, kini mata Zuraida tertuju kebawah, dengan malu-malu, sesekali pinggulnya maju, seolah menyambut cumbuan kelamin sang penjatan dengan vagina yang mulai membasahi celana dalam dan leggins nya.
“Paaak,,,” tangan Zuraida memegang pinggul Pak Prabu, mengikuti ulah Pak Prabu yang lebih dulu memegang pinggulnya. “Punya bapak nakal banget,,,Eeenghhh,,,” bisik Zuraida saat menyambut gesekan kerasnya batang Pak Prabu dengan gerbang vagina yang gemuk.
Zuraida yakin, seandainya pakaian bawah mereka tak tertutup pakaian, dapat dipastikan batang itu pasti sudah menyelusup kedalam tubuhnya dengan cepat. Tapi Zuraida lebih menikmati percumbuan seperti ini. Kenakalan yang dianggapnya masih dalam batas wajar, seperti saat game tadi. Mungkin bagi orang yang melihat akan tampak lucu, tubuh kedua insan itu begitu kompak bekerjasama, saling menggesek selangkangan mereka.
“Aku tak yakin kau bisa mengeluarkan burung itu dari sangkarnya, tanpa harus memegangnya,,,” tantang Pak Prabu sambil meremas pantat montok Zuraida.
“Oyaaa,,, apa yang aku dapat jika aku berhasil melakukannya?,,,”
“Hhhmm,, apa saja yang kau mau?,,”
Zuraida tersenyum, “Aku ingin Mas Dako dikasih liburan ke Madrid, tapi hanya kami berdua,”
“Hahahaa,, itu gampang, tapi jika kamu gagal,,, Aku mau,, kita melanjutkan game yang terhenti tadi,,,” jawab Pak Prabu sambil mengusap selangkangan Zuraida, membuat wanita terhenyak, menggeliat geli, lalu mengangguk dengan lemah.

Hati Pak Prabu berteriak girang bukan main, tapi berusaha terlihat santai. “Okee,, jadi sekarang,, cobalah untuk membebaskan burungku, tanpa melepasnya,” Pak Prabu melepas kaosnya, memamerkan tubuh yang masih terlihat tegap. Meski perutnya mulai berlemak, namun dada yang bidang dipenuhi rambut-rambut halus membuat pikiran Zuraida semakin kacau.
“Eeeenghhh,,,” Wanita itu melenguh, saat merasakan bibir vaginanya kembali diusap oleh tonjolan di balik celana Pak Prabu.
Zuraida berusaha mengangkat selangkangannya lebih tinggi, mencoba menjangkau tepian celan Pak Prabu dengan selangkangannya. Sambil menekan kebawah Zuraida berusaha menarik kebawah tepian karet celana.
“Paaak ini sulit banget,, karetnya kencang bangeeetsss,,,” rengek wanita berjilbab itu, gesekan yang semakin intens membuat bibir vaginanya semakin basah.
“Coba lah terusss,,,” pinta Pak Prabu sambil meremasi pantat Zuraida.
Pak Prabu yang tidak tahan ingin memamerkan batangnya, berusaha membantu, membungkukkan badannya, agar selangkangan Zuraida bisa lebih bebas bergerak, menarik turun celananya. tapi tetap saja terasa sulit.
“Pak,,,,Eeengghhhhh,,, Paaak,,,” mata Zuraida melotot saat melihat kepala dari batang Pak Prabu mulai mencuat keluar. Semakin cepat pinggulnya bergerak berusaha menurunkan dengan selangkangannya.
Dan kini batang Prabu telah mencuat sepenuhnya, tapi pinggul Zuraida terus bergerak menggesek, membuat selangkangannya semakin basah.
“Sudahh pak,,, burung bapak sudah keluar,,,” rintih Zuraida, matanya menatap Pak Prabu dengan wajah sendu, sementara pahanya menjepit batang Pak Prabu dengan kuat. “Burung Bapaak besar bangeeeet,,,”
“Yaaa,, sudaahh keluar,, teruss?,,,” jawab Pak Prabu terdiam, meminta pendapat Zuraida.
“Terusss,, Apaaa?,,” Zuraida menggumam tak jelas, balik bertanya, tidak tau lagi dengan petualangan seperti apa yang akan terjadi. Nafasnya menderu menikmati gerakan batang Pak Prabu di antara jepitan pahanya.
Tangan pak Prabu yang dari tadi terus meremasi pantat Zuraida beringsut keatas, memegang tepian leggins Zuraida. “Boleeeehh?,,,”
“Eeengghhh,,,” Zuraida bingung, hatinya panik, lalu mengangguk ragu-ragu, tak yakin dengan keputusannya.
Tanpa menunggu persetujuan lebih jauh, perlahan tangan kekar Pak Prabu menarik turun leggins putih yang sedari tadi menghalangi pertemuan kulit kelamin mereka.
“Paaak,,,” Zuraida mencengkram tangan pak Prabu. “Yang itu jangan pak,,, saya mohooon,,,” wanita berusaha mempertahankan kain kecil yang menjadi pertahanan terakhir dari alat senggamanya.

“Zee,,, Plisss,,,”
Zuraida terkaget, saat mendengar sebutan nama yang hanya digunakan oleh Arga, tangannya melemah, menuntun tangan Pak Prabu untuk melucuti pertahanan terakhirnya.
 “Oooowwwhhh,, Paaak,,, saya ga bisaaa,,” tangannya dengan cepat menahan batang Pak Prabu yang berada tepat didepan bibir kemaluannya.
“Kenapaa Bu,,, pliss saya mohon,, saya ga kuat lagi buuu,,, izinin punya saya masuk,,,” rengek Pak Prabu.
“Tapi saya benar-benar ga bisa melakukannya tanpa rasa,, rasa cintaa,,,mengertilah Pak,,,”
“Buu,,, Eeemmmpphhh,,, eemmmphh,,,” Pak Prabu melumat lembut bibir Zuraida. Mata mereka berpandangan saling berkirim pesan, ciuman Pak Prabu begitu lembut membuat jantung Zuraida gemetar.
Perlahan mata Zuraida terpejam, seiring batang Pak Prabu yang menyentuh lebut klitoris kemaluannya, menggesek pelan.
“Oooowwgghhh,,,” Wanita itu melenguh saat Pak Prabu mulai memberikan tekanan untuk penetrasi.
“Paaak,,, jangan,,, Hiksss,,,,” Tiba-tiba Zuraida memundurkan pinggulnya, menjauhkan batang Pak Prabu dari bibir vagina yang menagih untuk dijejali. Tangisnya kembali tumpah.
Di saat dirinya berniat untuk menyambut kesenangan yang ditawarkan Pak Prabu, wajah Arga hadir bersama percumbuan panas mereka sebelum akhirnya Arga menghilang meninggalkan dirinya dan Dako.
“Saya mohon Paaak,,, Mengetilah,, ini bukan sekedar mencari kesenangan, tapi tentang janji seorang wanita,” air mata Zuraida mengalir semakin deras.
“Owwwhhh,,, maaf,,, saya memang kelewatan,,, maaf,,,” Pak Prabu mengusap-ngusap pundak Zuraida.
Meski dirinya bisa saja sedikit memaksa untuk menyetubuhi wanita yang tengah labil itu, entah kenapa hatinya tidak tega untuk terus mempermainkan nafsu dan perasaan wanita cantik itu.
“Benahi lah pakaian mu,,,” Pak Prabu membantu menurunkan kaos Zuraida yang berantakan.
“Hiikksss,, makasih pak,,, terimakasih,,,hiksss,hikss,,” entah kenapa Zuraida merasa seperti baru saja terbebas dari ujian yang besar.
“Kau memang berbeda,,, sungguh sangat beruntung lelaki yang mendapatkan cintamu,,” Pak Prabu tersenyum, lalu mengecup lembut kening Zuraida.
Zuraida terkaget saat keningnya dikecup dengan lembut, lalu berusaha tersenyum.
“Pak,,, makasih,,,” tiba-tiba Zuraida memeluk tubuh lelaki itu dengan erat.
“Sudaah,, sudahh,,, jangan lama-lama memeluk saya, nanti burung nya bangun lagi lho,,, haahaaaha,,”
Zuraida melepas pelukannya, berusaha menahan tawanya.
“Anggap aja tadi ujian dari setan, dan kamu sukses berhasil lepas dari ikatannya,,, hahahaa,,”
“Iiihh,, ya ngga gitu lah Pak,, masa setan sih,, hahahha,, justru bapak itu malaikat penolong yang menyadarkan saya,,hahahaa,,” Kali ini Zuraida tak mampu menahan tawanya.
“Tapi,, bila nanti saya sudah menyelesaikan janji cinta saya, mungkin kita bisa mencobanya lagi,,”

DEGG,,,
 Zuraida terkejut dengan apa yang diucapkan oleh bibirnya, lidah memang tak bertulang.
“Yang Bener,,, Yeaaahhh,,,”
Wanita itu tersenyum kecut, baru saja dirinya membuat janji baru, janji dengan malaikat penolongnya.
“Tapi boleh saya meminta panjernya dulu,,”
“Maksud bapak?,,,”
Tanpa memberikan jawaban, Pak Prabu kembali melumat bibir Zuraida, hingga membuat wanita itu gelagapan.
“Plisss,, sekarang saya yang minta tolong,,,” ucap Pak Prabu dengan wajah memelas, tangannya menarik karet celana ke depan, memperlihatkan batang yang masih mengeras.
“Teruss,, saya mesti gimana,, tolong jangan minta saya mengoral, saya tidak pernah melakukan, walau dengan suami saya,,” bingung apa yang mesti diperbuatnya.
 Pak Prabu juga terlihat bingung.
“Tapi,,, Kalo Bapak mau, bapak boleh melakukannya di luar,,,” Zuraida membalikkan tubuhnya, tangannya bertumpu ke dinding, dengan wajah malu-malu wanita itu menunggingkan pantatnya. “Kalo digesek-gesek seperti tadi bisa keluar ga Pak?,,”
“Ooowwhh,, Bu Dokteeeer,,,” wajah Pak Prabu berbinar, lalu menyergap tubuh Zuraida dari belakang, tangannya segera meremas payudara ranum Zuraida.
“Ooowwhhh,,, Buuu,,,” Pak Prabu segera menggesek-gesekkan batang yang ada di dalam celananya ke bongkahan pantat Zuraida yang masih terbungkus leggins.
Tapi mereka sadar, kain yang menutupi tubuh mereka masih terlalu tebal untuk dapat saling merasakan suguhan yang ditawarkan.
 “Woooyy,,, ayooo kumpuuuul,,, bersiap untuk game terakhir,,,”
 Sayup-sayup terdengar teriakan lantang Bu Sofie, yang memanggil untuk berkumpul.
“Buu,,”
“Yaa,, yaa,, saya tauu,, waktu kita tak banyak,,, keluarkanlah burung bapak,,” Zuraida memberi perintah, tapi justru tangan lentiknya yang terhulur ke belakang, menarik keluar batang Pak Prabu.
“Ooowwwhhh,,, Buuu,, ini jauh lebih baik,,,” dengus Pak Prabu yang segera menyelipkan batangnya dilipatan paha Zuraida, bergerak maju mundur selayaknya orang bersenggama.
Zuraida yang merasakan vaginanya mendapat gesekan-gesekan dari batang mulai dilanda gairah yang tadi sempat meredup.
“Buuu,,,waktu kita ga banyak bu,,,”
“Lalu gimana lagi Pak,,,” Zuraida menoleh, bingung bagaimana lagi untuk menyelesaikan panjer dadakan itu secepatnya.
“Ya sudahlah,,semoga ini bisa membantu,,tapi jangan dipelototin paak,,, saya maluu,,” dengan jantung bergemuruh, Zuraida menurunkan celana leginsnya, memamerkan pantat mulus berhias celana dalam mungil. meski sadar ini sudah terlalu jauh, tapi kondisi memaksa melakukan itu.
“Makaaassiiihhh,,, Bu,,, Aaaawwhhh,,, Buuu,,,” Tanpa membuang waktu Pak Prabu segera menjejalkan batangnya kelipatan paha tepat didepan bibir vagina gemuk yang tertutup kain tipis.

“Aaaaggghhh,,, Paaak,,, lubangnya jangan disundul paaaak,,,” Kini giliran Zuraida yang mulai kelabakan.
Berkali-kali batang Pak Prabu yang keras menghentak bibir vaginanya,membuat sebagian kain celana dalamnya masuk ke dalam lipatan vagina.
“Aaaaghhh,,, Aaaanghh,,, Aaaangghh,,,” bibir Zuraida terpekik setiap batang Pak Prabu menggasak kain tipis yang menjadi pelindung terakhir lorong vaginanya.
Serangan yang bertubi-tubi membuat kain itu semakin tertarik kebawah, dan semakin banyak pula bagian kain yang memasuki vagina Zuraida. Tangannya yang bertumpu didinding gemetar menahan birahi. Alat senggamanya yang sangat sensitif, dapat merasakan sebagian dari helm kejantanan Pak Prabu, berhasil menyatroni bagian dalam kemaluan yang sudah sangat basah.
“Paaak,, sayaaa ga kuaaat lagi paaak,,,”
Merasakan nikmatnya hentakan-hentakan yang tertahan itu, membuat tubuh sang wanita semakin penasaran, pantatnya semakin menungging, berusaha memberi akses untuk hentakan yang lebih keras. Seolah berharap batang perkasa itu mampu merobek kain tipis yang menghalang, dan menyelusup masuk memenuhi setiap sisi rongga vagina.
“Aaaagghhh,,, Paaak,, ”
Tiba-tiba Zuraida menoleh ke belakang, wajahnya terengah-engah menahan birahi. Dengan tubuh yang berusaha menahan hentakan, wajahnya mengangguk memberi isyarat, untuk persetubuhan yang sesungguhnya.  Tangan lentiknya terjulur ke selangkangan untuk menyibak kain yang menjadi perhalang, kenikmatan yang tertahan. Tapi belum sempat tangannya menyentuh kain itu,,,
”Aaaaaaaaaggghhhhh,,, Buuuuu,,, Sayaaaa keluarrrrr,,, Aaaagghhh,,, Pak Prabu menghentak dengan kuat, kerasnya sodokan Pak Prabu membuat sebagian kepala penisnya merangsek masuk ke dalam vagina.
“Aaaaggghhh,,, Tubuh mu memang nikmat banget,,,”
Zuraida dapat merasakan sperma yang menghambur tertahan oleh kain, merembes membasahi bibir dan sebagian dinding kemaluan.
“Maaf Buuu,,, tadi ibu mau ngelepas CD yaa,,” tanya Pak Prabu masih dengan nafas memburu.
“Owwwhhh tidaaak,, tapi hentakan bapak terlalu keras, takut membuat CD saya robek,” jawab Zuraida cepat sambil tersipu malu. Matanya tak lepas dari perkakas milik sang pejantan yang kembali dimasukkan kedalam celana.
“Hampir sajaa,,” Hati Zuraida menggumam, entah merasa beruntung semua tidak terjadi lebih jauh, entah merutuki kesempatan akan kenikmatan yang terbuang.

To be continued...
By: Mojo Jos

Senin, 02 Desember 2013

Cincin Perawan 2

Ayu Dyah

Sejak pertemuan pertama antara Pak Tanba dan Ayu Dyah, mereka jadi sering bertemu. Tapi tentu saja urusan antar mengantar antara sopir taksi dan penumpangnya. Bagi Pak Tanba pertemuan dengan Ayu Dyah, gadis muda cantik jelita itu adalah impiannya. Lelaki Ambon berusia 48 tahun yang besar, hitam dan gendut itu merasa pertemuannya dengan Ayu Dyah membuatnya kembali bergairah. Pak Tanba yang sudah lama tak mendapat jatah seks dari istrinya yang tua, merasa amat bergairah dengan Ayu Dyah yang muda dan cantik, serta lebih pantas jadi anaknya. Di sisi lain, Ayu Dyah yang mendapat pengaruh seksual dari Cincin Perawan, amat senang bertemu dengan Pak tanba. Setiap kali bertemu dengan pria tua itu, ia merasa amat bergairah. Ia mencari wkatu yang tepat untuk mengungkapan keinginnanya menyerahkan keperawanannya dengan lelaki Ambon hitam besar itu. Dari Selasa hingga Jumat, setiap hari mereka bertemu. Pak Tanba mengantar kemanapun gadis muda itu pergi. Baik ke kampus ataupun tempat aktivitas lain. Pak Tanba seolah menjadi sopir pribadi yang hanya mengantar Ayu Dyah.
Tak masalah sebenarnya, mengingat Ayu Dyah yang kaya selalu bisa membayarnya dengan uang yang besar.  Namun, Pak Tanba sebenarnya rela mengantar Ayu Dyah kemanapun ia pergi tanpa dibayar. Ia hanya ingin dekat dengan gadis muda itu, memandangi kecantikan dan keseksian tubuhnya, mencium aroma tubuhnya yang harum. Setiap pulang ke rumah, usai mengantar Ayu Dyah, Pak Tanba selalu coli dan mengeluarkan air mani sambil membayangkan gadis muda itu. Penis besar hitam milik Pak Tanba selalu tegang bila berada di dekat Ayu. Sampailah masa di hari Jumat, hari yang bersejarah bagi Pak Tanba maupun Ayu Dyah. Malam itu, sekitar pukul 20:30, Pak Tanba menjemput Ayu Dyah dari kegiatannya. Mereka bercanda tawa di dalam taksi. Ayu Dyah duduk di samping Pak Tanba di kursi depan taksi.
“ Bapak lucu sekali deh. Nggak nyangka tampang yang serem ternyata lucu, “ ujar Ayu Dyah.
Pak Tanba hanya tersenyum puas. Ia bahagia melihat senyum bahagia dari gadis cantik itu.
“ Saya memang senang bergurau non. Itu sebabnya istri saya suka sama saya, “ ujar Pak tanba merendah.
“ Pak jangan panggil non dong. Panggil nama saja, ya” ujar Ayu Dyah terdengar manja.
“ eeh i..iya non, “ ujar Pak Tanba gugup.
Ia tahu bahwa Ayu Dyah anak tunggal keluarga kaya yang manja. Tapi tingkah lakunya hari ini sangat berbeda. Ia tidak segan-segan mencubit lengannya, saat tertawa mendengar candaan Bapak sopir taksi yang pantas jadi ayahnya ini.
“Pak masih sore. Temenin nongkrong di taman ya, “ cetus Ayu Dyah.
Pak Tanba kaget.
“ Lah non, eh , Ayu Dyah nggak malu nongkrong di taman sama bapak yang tua, item, gendut, jelek, pincang ini? “ tanya Pak tanba kaget.
“ Ih kenapa sih pak. Aku marah loh kalo bapak nggak mau, “ jawab Ayu Dyah merajuk.
Pak Tanba tentu amat senang menghabiskan waktu dengan AYu Dyah yang sudah menjadi khayalannya selama ini. Tapi ia tidak menyangka bahwa sang gadis cantik mengajaknya berduaan di taman. Taksi pun lalu menuju sebuah taman di pinggiran Jakarta Selatan. Saat itu habis hujan, jadi taman terlihat sepi. Hanya  terlihat beberapa orang dan pasangan yang bermesraan.

Setibanya di taman, tanpa ragu Ayu Dyah menggandeng tangan Pak Tanba. Lelaki Ambon hitam besar sedikit gendut ini kaget akan tingkahnya. Tapi ia senang dan menggengam balik tangan mungil gadis itu.
Setelah membeli minuman ringan, Ayu Dyah mengajak Pak Tanda duduk di sebuah kursi taman yang agak terpojok yang dihalangi rerimbunan pohon. Suasana sepi, hanya mereka berdua. Mereka lalu bercerita ringan, dengan diselingi canda tawa. Ayu Dyah terlihat makin manja dengan Pak Tanba.
“ Pak terima kasih ya sudah menemani saya selama ini, “ ujar Ayu Dyah tiba-tiba serius.
Gadis muda cantik ini menatap wajah Pak Tanba. Lelaki tua hitam besar ini merasa kaget dan terkejut. Ia hanya tersenyum dan refleks membelai rambut hitam sebahu milik Ayu Dyah.
“ Bapak juga senang non. Non Baik dan ramah. Malah mau berduaan dengan pria tua jelek seperti bapak, “ jawab Pak Tanba sembri membelai rambut Ayu Dyah.
Gadis itu tertunduk malu, seperti gadis muda yang kena panah asmara. Ia Tertunduk dan merajuk.
“ Tuh kan bapak. Panggil nama aja sih, “ rajuk Ayu Dyah manja.
Melihat itu Pak Tanba ingin memeluk dan mencium gadis muda itu. Tapi rasa percaya dirinya sebagai pria paruh baya sopir taksi berkulit hitam asal Ambon, membuatnya mengurungkan niatnya.
Lalu terjadilah sebuah reaksi tak terduga dari Ayu Dyah. Tiba-tiba gadis muda itu menaruh mukanya ke dada bidang berotot Pak Tanba. Tubuhnya ia rapatkan ke tubuh gendut lelaki itu. Pak Tanba kaget. Jantungnya berdebar. Meski ia sudah beberapa hari ini berkhayal menyentuh tubuh Ayu Dyah, ia tak menyangka reaksinya seperti ini. Apa yang dilakukan gadis muda cantik itu semakin membuat Pak Tanba terkejut. Ayu Dyah semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh besar gendut Pak Tanba dan memeluknya. Kepalanya ia benamkan di dada dan perut buncit tua itu. Ayu mencium bau parfum murahan Pak Tanba, yang baru sering pake parfum setelah bertemu gadis cantik ini. Ayu memeluk tubuh Pak Tanba erat, seolah ingin mendapatkan kehangatan. Beberapa saat Pak tanba hanya diam, jantungnya berdebar kencang. Ayu bisa merasakan debaran jantung Pak Tanba itu. Ia mendongakkan kepala menatap wajah Pak Tanba, sembari tersenyum.
“ Pak Tanba kok deg-degan. Bapak nggak mau meluk balik Ayu ya? Dingin pak,” ujar Ayu Dyah mengeluarkan suara khas gadis muda yang manja.
Pak Tanba menatap wajah cantik gadis muda itu. Ia tersenyum lalu mulai melingkarkan tangannya yang hitam, besar, berbulu ke tubuh mungil Ayu. Mereka berpelukan beberapa lama. Makin lama jantung Ayu maupun pak Tanba semakin berdegup kencang.  Ayu merasa inilah saat yang tepat untuk meminta Pak Tanba menjamah tubuhnya. Ia lalu meregangkan pelukannya dan menatap wajah Pak Tanba sembari berkata.
“ Pak, enak banget dipeluk bapak. Ayu boleh minta sesuatu?” ujarnya manja.
Pak Tanba terdiam. Ia tertegun, tak menyangka. Lalu dengan suara berat menahan nafsu, ia berkata.
“ Ayu boleh minta apa aja ke bapak, “ ujar sopir taksi tua itu tersenyum, sembari tangannya membelai rambut Ayu, bak sepasang kekasih di mabuk asmara. Ya , memang mereka tengah mabuk. Mabuk birahi.
Ayu tersenyum amat manis.
“Dari pertemuan pertama dengan bapak, Ayu sebenarnya pengen nyium pipi bapak, “ ujar Ayu.

Pak Tanba

Pak Tanba kaget, namun senang. Dalam hati ia merasa bahwa khayalannya selama ini tidak bertepuk sebelah tangan. Tapi sebagai lelaki dewasa yang berpengalaman, ia mencoba menahan hasratnya.
“ Kenapa Ayu?Ayu masih muda dan cantik. Kenapa mau cium bapak yang sudah tua ini?” tanya Pak tanba dengan suara berat, namun dalam intonasi lembut.
“ Nggak tahu pak. Saya suka saja sama bapak, “ jawab Ayu yang tanpa bicara lagi kemudian mencium pipi kanan Pak tanba dengan lembut.
Hati Pak Tanba semakin deg-degan. Bibir lembut ranum itu mencium pipi kanannya, lalu pipi kirinya, masing-masing sebanyak dua kali. Seusainya mereka saling bertatapan lama. Suasana sepi dan dingin, hanya mereka berdua. Kemudian wajah mereka saling mendekat. Lalu apa yang diinginkan Pak Tanba terjadi. Ayu Dyah lalu mengecup bibir hitam Pak Tanba dengan lembut. Dan lama. Pak Tanba terdiam, sejenak ia  hanya membiarkan bibir ranum gadis muda itu mengecup bibirnya dengan lembut. Seiring waktu dan insting, Pak Tanba lalu membalas ciuman gadis muda itu. Awalnya pelan, lalu keduanya saling pagut. Keduanya berpelukan amat erat di tengah hawa dingin sehabis hujan. Pak Tanba lalu melumat bibir ranum Ayu Dyah dengan lembut, lalu berubah dengan penuh nafsu. Pak Tanba lalu mengeluarkan lidahnya, berusaha memasuki rongga bibir Ayu Dyah. Ayu Dyah pun membalas. Lidah mereka saling bertemu dan mereka berciuman dengan panuh nafsu. Lidah mereka saling melilit dan air ludah mereka tercampur , hingga menetes ke pipi masing-masing. Mereka saling berciuman amat panasnya, nafas mereka mulai terengah-engah karena nafsu. Kedua tangan Ayu Dyah lalu memegang wajah hitam milik Pak Tanba. Tangan kokoh Pak Tanba tetap memeluku tubuh indah Ayu. Keduanya berciuman lama, nafsu pun semakin membuncah.  Pak Tanba merasa impiannya selama ini terkabulkan. Dan ia tidak menyangka. Dengan rakus ia menjilati lidah Ayu, menghisapnya. Penis Pak Tanba pun semakin tegang. Saat suasana semakin memanas, Pak Tanba melepaskan pelukannya, dan kedua tangannya mulai meraba buah dada Ayu. Ayu semakin menggelinjang mendapat sentuhan itu. Tangan Pak Tanba semakin meremas pelan kedua payudara sekal Ayu dari luar pakainnya. Ayu menndesah, dan mulutnya terbuka. Tapi desahannya tertahan oleh lumatan mulut Pak Tanba. Mendapat lampu hijau, Pak Tanba lalu mulai berani mengalihkan ciumannya ke pipi Ayu. Pipi putih bersih itu dijilatnya. Lalu lidahnya memasuki telinga kiri Ayu, menjilatinya dengan penuh nafsu. Telinga itu diciumi dan dijilati dengan rakus.
“Ooh paak.. Geli..” desah Ayu.
Pak Tanba semakin semangat. Ia lalu mulai menciumi leher jenjang gadis muda itu dengan rakus. Pak Tanba juga menjilat dan menghisap leher jenjang yang berbau harum itu. Nafsu Ayu Dyah semakin tak terkontrol. Ia mendesah keenakan. Matanya terpejam meresapi setiap rangsangan dari lelaki Ambon tua hitam besar itu. Ia memegang kepala Pak Tanba dan meremas kepala botaknya. Dengan Pak Tanba yang secara aktif menciumi dan menjilati lehernya, serta tangan lelaki tua itu meremas lembut payudaranya, Ayu Dyah semakin kehilangan kekuatannya.
“OOhh aaah.. Pak gelii.. tapi enak, “ desahan keluar dari mulut gadis muda cantik itu mendapat perlakuan lidah dan mulut Pak Tanba.
Pak Tanba semakin beringas. Ciuman dan jilatan lelaki Ambon ini semakin turun ke bawah menuju dada. Kedua tangan yang tadinya meremas payudara Ayu, mencoba membuka kancing kemeja gadis muda itu.
Namun, Ayu masih sadar bahwa mereka melakukan rangsangan di taman terbuka. Gadis muda ini menahan gerak tangan Pak Tanba yang sudah berhasil membuka dua kancing atas kemejanya.
“ Pak jangan..” ujar Ayu dyah dengan nafas tersengal karena nafsu.
Pak Tanba berhenti. Nafsu yang selama ini ditahannya, hampir membuatnya melakukan hal yang lebih jauh. Pria berusia 48 tahun ini memandang wajah gadis cantik di depannya. Ia menatap dengan mata tajam, namun menahan birahi yang amat sangat.

Dengan suara berat dan nafas terengah karena nafsu, Pak Tanba meminta maaf.
“Maaf Ayu. Bapak sudah kelewatan batas. Bapak pikir Ayu suka dan memberikan kesempatan. Lagian bapak sudah lama tidak dekat dengan wanita, apalagi gadis secantik Ayu, “ ujar Pak Tanba.
Ayu tersenyum mendengar permintaan maaf Pak Tanba. Meskipun bertampang seram dan macho, tetapi Pak Tanba amat sopan dan memperlakukan wanita dengan amat lembut. Ayu memang sudah amat terangsang, tapi ia masih mampu mengontrol dirinya.
“ Aku memang suka dengan Pak Tanba. Ayu senang banget kok dengan ciuman bapak tadi. Tapi ini taman terbuka pak. Aku ingin melakukannya di tempat yang sepi, pribadi dan tidak diganggu oleh siapapun, “ jelas Ayu sembari membelai wajah hitam Pak Tanba.
Ayu pun kemudian mencium bibir Pak Tanba. Pak Tanba tertegun. Ia menelan ludah mendengar perkataan Ayu. Dalam hatinya ia bertanya apakah akhirnya ia bisa meniduri gadis muda ini? Tetapi untuk memastikannya, Pak Tanba bertanya pada Ayu.
“ Maksud Ayu apa?” jantung pak tanba berdegub kencang saat menanyakan hal itu.
Ayu kembali tersenyum. Ia lalu mencium pipi kanan lelaki tua itu, lalu berbisik di telinganya.
“ Ayu ingin ngajak bapak ke rumah Ayu sekarang. Ayu pengen bapak tidur di rumah Ayu dan Ayu pengen nyerahin tubuh Ayu ke bapak malam ini, “ bisik Ayu dengan suara seksi menahan gairah.
Mendengar itu Pak Tanba seolah mendapat durian runtuh. Apa yang dikhayalkannya selama ini menjadi kenyataan. Ia akan menikmati tubuh gadis muda cantik dan menyarangkan penis hitam besarnya ang sudah tidak lama tidak digunakan ke vagina gadis ini. Akan tetapi pria Ambon ini masih ingin memastikan segala sesuatunya. Meski penisnya sudah tegang penuh, namun ia ingin menjamin bahwa gadis muda ini melakukannya dengan sadar. Pak Tanba tidak mau nanti dituduh memperkosa gadis yang usianya terpaut 26 tahun dengannya ini.
“ Tapi Ayu yakin? Bapak ini tua dan jelek. Sopir taksi lagi. Sedangkan Ayu masih muda dan cantik, pantes jadi anak Bapak. Ayu juga masih perawan, kan?” tanya Pak Tanba berhati-hati, meski suaranya menahan antusias dan nafsu membara.
Ayu tersenyum lagi. Ia lalu mencium bibir hitam Pak Tanba dan melumatnya, meski bau rokok tercium dari mulut kekasih tuanya ini.
“ Iya pak. Ayu masih perawan dan Ayu ingin memberikan keperawanan Ayu ke Bapak. Ayu sama sekali nggak keberatan. Malah Ayu ingin bertanya, bapak selama ini belum pernah selingkuh. Apakah bapak rela menyelingkuhi istri dan anak bapak?” tanya Ayu sambil menatap wajah hitam lelaki tua di depannya.
Bayangan akan anak istri kemudian melintas di benak Pak Tanba. Selama ini ia berusaha untuk tidak menyeleweng. Namun, gadis muda cantik di depannya terlalu sayang untuk dilewatkan. Terlebih penisnya yang sudah tegang butuh pelampiasan setelah lama hanya dipakai coli. Lagipula pria tua ini akan mengalami malam pertama, merobek kegadisan seorang wanita, sesuatu yang terakhir dilakukannya 28 tahun lalu. Akhirnya nafsu pun mengalahkan iman Pak Tanba. Ia lalu tersenyum, menciumi dengan lembut Ayu Dyah. Keduanya lalu berpagutan dan lidah mereka saling membelit.
“ Bapak akan telpon rumah dan bilang akan ada urusan sampai besok. Bapak akan memuaskan Ayu malam ini dengan punya bapak, “ jawab Pak Tanba lembut, lalu melumat bibir Ayu, lalu membimbing tangan mungil Ayu ke selangkannya.

Ayu kaget sewaktu memegang selangkangan Pak Tanba yang sudah menegang maksimal. Meski hanya meraba dari luar celana, ia tahu bahwa penis Pak Tanba amatlah besar. Meski ia yakin dengan fungsi Cincin Perawan yang diberikan Mak Endeh, Ayu tetap takut bahwa penis Pak Tanba akan merobek vaginanya yang belum pernah tersentuh sebelumnya.
“ Pak, Ayu kan belum pernah bersetubuh sebelumnya. Punya bapak ini gede banget. Nanti sakitkah?” tanya Ayu polos.
Pak Tanba tersenyum,memamerkan giginya yang putih. Ia sadar bahwa penis besarnya akan bisa menyakiti vagina Ayu yang masih perawan. Sesuatu yang dialami istrinya 28 tahun lalu, saat malam pertama. Tapi, nafsu membuat Pak Tanba harus segera menuntaskannya segera.
“ Tenang saja Ayu. Penis bapak memang gede, tapi bapak akan buat Ayu nyaman dan enak, “ bisik Pak Tanba lembut di telinga Ayu, sembari melumat telinga itu.
Ayu yang memang sudah basah di vaginanya, terbuai oleh rayuan lembut Pak Tanba. Sembari mengelus celana Pak Tanba, ia tersenyum dan mengangguk. Keduanya lalu beranjak dari bangku taman dengan saling bergenggaman tangan, mnujui taksi Pak Tanba. Dalam pikiran mereka berkecamuk khayalan liar akan kenikmatan yang akan segera diperoleh. Pak Tanba lalu mengemudikan taksinya menuju rumah Ayu Dyah. Ketika melewati sebuah toko obat, Pak Tanba menghentikan mobilnya.
“ Pak kok berhenti?” tanya Ayu.
Pak Tanba tersenyum.
“ Bapak mau beli kondom. Ini kan malam pertama Ayu. Bapak nggak pengen nanti ngeluarin mani bapak di dalam vagina Ayu dan Ayu jadi hamil karena bapak, “ jawab pak Tanba, meskipun pria tua ini sebenarnya ingin menikmati darah perawan Ayu tanpa terhalang oleh kondom. Pria besar hitam ini merasa kenikmatan seks akan terganggu bila menggunakan kondom. Tapi ia tidak mau merusak masa depan gadis cantik di depannya ini lebih jauh, bila ia hamil akibat benih lelaki sepertinya.
Ayu kemudian memegang tangan Pak Tanba dan menghalangi niat lelaki tua tersebut.
“ Ayu pengen ngerasain malam pertama dengan bapak tanpa pake kondom pak, “ jawab Ayu mantap. Ia yakin akan Cincin Perawan yang dikenakannya.
“Ayu yakin? Nggak takut hamil?”, meski senang Pak Tanba sebenarnya bukan tipikal pria hidung belang tak bertanggung jawab.
“ Sangat yakin pak. Bapak bisa keluarin air mani bapak di dalam tubuh Ayu nanti. Ayu nggak bakal hamil, “ jawab Ayu mantap.
Pak Tanba tersenyum. Pria tua itu lalu mencium bibir Ayu dengan penuh sayang, lalu memacu mobilnya ke rumah ayu. Sesampainya di rumah Ayu, mobil taksi Pak Tanba masuk ke garasi rumah Ayu.
Keduanya langsung menuju ruang tamu. Rumah itu sepi, karena hanya Ayu yang menempatinya.
Pak Tanba merasa canggung. Ia terlalu berdebar dan gugup karena ingin merenggut keperawanan seorang gais muda cantik kaya raya ini. Ia bengong, hingga Ayu memeluk tubuhnya dan menyadarkan pria Ambon ini.

“ Pak, kok bengong? Yuk masuk ke kamar Ayu. Tapi Ayu mandi dulu ya. Biar wangi, “ ucap Ayu manja.
Pak Tanba tersenyum, lalu dengan terseok karena kaki pincangnya, lelaki bertubuh hitam besar ini mengikuti gandengan tangan Ayu ke kamarnya. Kamar Ayu luas, nyaman dan ber-AC, serta harum. Ada televisi berukuran besar, stereo set, wallpaper mewah, serta kamar mandi di dalam. Jauh bila dibandingkan dengan rumah milik Pak Tanba yang kecil, di mana hanya ada 3 kamar. Kamar Pak Tanba dan istrinya pun hanya sepertiga bila dibangdingkan dengan kamar Ayu.
“ Bapak menunggu di ranjang ya. Bapak bisa ambil minuman di kulkas, kalau bapak haus. Sabar sebentar ya. Ayu ingin bersih dan harum,” ujar Ayu manja.
“ Nggak usah mandi juga nggak apa2 Ayu. Bapak juga belum mandi dan bau, “ jawab Pak Tanba yang nafsunya sudah di ubun-ubun.
“ Ayu memang suka bau badan bapak sebelum mandi. Seksi, “ jawab Ayu genit sambil tersenyum.
Pak Tanba pun balas tersenyum dan mencium pengantin wanitanya yang masih amat muda ini.
Ayu lalu masuk ke kamar mandi, sementara Pak Tanba duduk menunggu di atas ranjang empuk milik Ayu. Pikiran kotor Pak Tanba sudah melayang kemana-mana. Ia lalu menuju kulkas di dalam kamar, mengambil sebotol air mineral dingin untuk menghilangkan haus dan mentralisir nafsu birahinya. Pak Tanba lalu melucuti pakaian seragam sopir taksinya, berikut celananya. Tubuh hitam besar berbulu milik Pak Tanba kini hanya ditutupi oleh celana dalam usang, yang memperlihatkan tonjolan penisnya yang sudah sedikit melemas. Namun, masih terlihat gagah dan besar. Ia lalu teringat belum menghubungi istrinya di rumah. Pak Tanba masih merupakan pria bertanggung jawab, meski sebentar lagi ia akan bersetubuh dengan wanita lain. Dari dalam kamar mandi terdengar suara air Ayu Dyah yang sedang mebersihkan diri untuk Pak Tanba..Pak Tanba lalu mengambil ponsel tuanya, lalu menelepon ponsel anak bungsunya. Jam sudah menunjukkan pukul 22 lewat 13 menit. Nada sambung terdengar dan ada suara anak perempuan menjawab.
“ Iya pak?” ujar suara anak perempuan bungsu Pak Tanba.
“ Ibumu belum tidur? Bapak nggak pulang malam ini. Ada penumpang yang minta antar ke luar kota. Sayang uangnya. Sampaikan kepada ibumu ya, “ jelas Pak Tanba kepada anaknya, dengan suara yang dibuat senormal mungkin.
“ Oh gitu pak. Ibu masih di rumah tetangga bantu hajatan. Ya udah, nanti disampein ke ibu. Bapak hati-hati ya, “ sambung suara di ujung telepon.
“ Iya, “ Pak Tanba lalu menutup sambungan telepon.
Suara anak bungsunya yang kini berusia 25 tahun sempat membuat Pak Tanba bersalah. Untuk pertama kalinya selama 28 tahun, ia berbohong kepada anak istrinya. Padahal saat ini ia berada di sebuah kamar miliki gadis muda yang usianya lebih muda dibandingkan anak bungsunya itu. Ia hanya bercelana dalam, memamerkan tubuh hitam besarnya yang sudah mulai membuncit, serta ingin menikmati nafsu birahi bersama gadis muda yang pantas jadi anaknya.

Ada keinginan Pak Tanba untuk mengurungkan persetubuhannya dengan Ayu Dyah. Ia juga tak ingin merusak keperawanan gadis muda, meski ia amat menginginkannya beberapa hari ini. Pria tua berkepala botak ini sempat bimbang. Ia duduk di tepi tempat tidur, berusaha menimbang-nimbang. Namun akal sehat Tanba buyar, saat suara kamar mandi terbuka dan Ayu Dyah muncul dalam balutan kimono mandi yang mewah. Dari tubuhnya memancar keharuman yang menggiring birahi Pak Tanba kembali. Ayu Dyah terlihat amat cantik dan segar, bak bidadari. Kesegaran yang sebentar lagi akan direnggut oleh penis besar hitam Pak Tanba yang kini mulai kembali bangkit. Ayu menghampiri ranjang dan mengambil botol minuman air mineral milik Pak Tanba. Ia meminumnya. Bibirnya yang ranum dan mungil amat menggairahkan. Pak Tanba meneguk air liurnya, masih tidak percaya bahwa lelaki tua sepertinya akan mendapatkan keperawanan seorang gadis belia cantik. Ayu lalu duduk di samping Pak Tanba di tepi ranjang.
“ Pak Tanba udah siap ya. Badan bapak seksi, “ ujar Ayu menggoda.
“ HAhaha, Tubuh gendut hitam ini dibilang seksi, “ ujar Pak Tanba tertawa.
“ Tapi yang dibalik celana dalam itu keliatan masih muda, “ jawab Ayu mengerlingkan mata.
Pak Tanba mendekati Ayu. Ia mencium dan melumat bibir gadis muda itu. Mereka berpagutan, bertukar lidah dan air liur. Nafas Ayu yang segar sehabis mandi bertemu dengan nafas bau rokok milik Pak Tanba. Rongga mulut gadis muda dipenuhi oleh lidah kasar Pak Tanba.
“ Ayu bener-bener yakin mau tidur sama bapak?” tanya Pak Tanba sekali lagi, meyakinkan keberuntungannya.
Ayu tidak menjawab. Ia hanya mencium dan melumat mulut lelaki Ambon itu dan menariknya ke tempat tidur. Keduanya berciuman dengan penuh nafsu. Segera saja terdengar desah nafas keduanya yang menggema di seantero kamar. Hilang sudah kesadaran Pak Tanba, yang diinginkannya saat ini adalah menuntaskan birahinya dan gadis muda di pelukannya. Pak Tanba segera menindih tubuh mungil dan ramping Ayu Dyah yang masih terbungkus kimono. Ayu merasa sesak akibat ditindih tubuh lelaki hitam yang besar itu. Keduanya bercipokan, saling memagut dengan nafsu. Pak Tanba yang sudah berpengalaman berusaha membimbing Ayu Dyah. Ia dengan tenang meladeni setiap ciuman dan hisapan lidah gadis muda itu. Segera saja ciuman dan jilatan lidah Pak Tanba turun ke leher Ayu. Gadis muda itu memegangi kepala Pak Tanba sembari mendesah penuh nikmat. Ciuman dan jilat lembut Pak Tanba yang berpengalaman, membuat Ayu yang baru pertama kali melakukan hubungan seksual, bagai dilambung ke awing-awang.

“ sssttt..aaahh.. Pak.. enak, “ begitu desah Ayu.
Pak Tanba makin semangat. Ciuman dan jilatannya semakin turun ke arah dada gadis muda itu. Tidak seperti saat di taman, kali ini Ayu pasrah seutuhnya. Pak Tanba lalu melepas ikatan kimono mandi yang dikenakan Ayu. Segera saja terpampag tubuh mulus Ayu Dyah, yang ternyata sudah tidak memakai apapun di baliknya. Pak Tanba tertegun. Mata lelaki Ambon tua bertubuh hitam besar itu melotot melihat pemandangan indah di depannya. Tubuh Ayu Dyah putih bersih, tanpa cacat. Dua payudaranya yang berukuran sedang terlihat ranum dengan puting berwarna merah jambu yang bertengger indah. Tubuh Ayu memang ramping dan indah, bak gitar Spanyol. Lekuk teubuhnya sempurna. Paha dan kaki Ayu Dyah juga amat sangat indah dan mulus. Bersih dan putih. Yang membuat Pak Tanba tambah terangsang adalah saat melihat vagina Ayu yang masih rapat. Vagina seorang perawan. Bibir vaginanya tertutup sempurna, tanpa dihiasi bulu kemaluan. Ayu terlihat sangat merawat tubuhnya. Jauh beda dengan tubuh istri Pak Tanba saat diperawani dulu. Istrinya adalah gadis desa yang kurang terawat. Amat beda dengan Ayu Dyah yang gadis kaya. Melihat Pak Tanba tertegun, Ayu Dyah heran.
“Kenapa Pak? Nggak suka dengan tubuh Ayu?” si gadis perawan bertanya dalam suara yang terdengar menahan nafsu dan juga malu.
“ bu..bu..bukan. Kamu snagat cantik dan sempurna Ayu. Bapak masih nggak percaya akan ngentot dengan Ayu, “ ujar Pak Tanba yang karena nafsunya sudah di ubun-ubun melontarkan kalimat vulgar.
Ayu justru senang mendengarnya. Ia lalu membuang kimono mandinya ke bawah lantai dan membuka lebar kakinya. Terpampanglah vagina indah milik sang gadis. Penis Pak Tanba semakin tegang.
“ Ayu udah siap pak, “
Kata-kata itu menyadarkan Pak tanba untuk segera menikmati tubuh indah itu. Ia lalu menindih tubuh Ayu, melumat bibirnya dengan penuh nafsu.
“ ahhh’ begitu suara desahan yang keluar dari mulut keduanya.
Kduanya lalu bergumul di atas tempat tidur yang sudah segera saja acak-acakan. Meski amat bernafsu, Pak Tanba ingin memberikan keindahan seksual pada gadis muda perawan ini. Ia menciumi dan menjilat mulut Ayu dengan lembut. Sang gadis membalasnya dengan bernafsu, namun selalu diatur oleh Pak tanba. Pak Tanba juga menjilati telinga Ayu, lehernya dan memberikan cupangan-cupangan kecil di leher jenjang itu. Pak Tanba yang berpengalaman jelas mampu mengontrol gejolak nafsu sang gadis muda.
“ ahh paak …gelii..enakkk” erang Ayu saat Pak Tanba mernjilati dan mnciumi lehernya. Tangan gadis itu mencengkram kepala botak pak Tanba.
Pak Tanba, meski amat bernafsu, berusaha menenangkan Ayu.
“ ssst.. sabar Yu. Nikmatin saja, “ bisik lelaki hitam besar itu meski terdengar menahan nafsu.
Desahan Ayu semakin keras, saat kedua tangan Pak Tanba meremas kedua payudara perawan gadis itu. Sembari menciumi lehernya, tangan Pak Tanba aktif meremas kedua buah dada ranum Ayu dengan lembut. Tidak puas meremas, mulut dan lidah Pak Tanba mulai turun ke dada. Daging sekal putih nan ranum itu diciumi. Lalu lidah Pak Tanba mulai menjilati kedua putting merah muda itu. Pak Tanba juga mengulum kedua payudara itu bergantian, sembari lidah kasarnya menjilati kedua putingnya.
Hal ini semakin membuat Ayu lepas kontrol. Tubuhnya bergerak kesana kemari, menggeliat, sambil mendesah erotis.
“ Akkhhh.. Pak Tanba.. gelii…Enak..Oh Ayu udah nggak tahan, “ desah Ayu yang memegangi kepala botak pak Tanba.

Keringat Ayu mulai mengucur deras. Meski kamar itu ber-AC, tidak cukup untuk meredam panas birahi yang dikobarkan oleh jilatan dan sentuhan Pak Tanba. Ketika menjilati dan mengulum payudara Ayu, kedua tangan besar hitam berbulu milik Pak Tanba mencoba menahan tubuh Ayu agar tidak bergerak terlampau liar, karena tidak kuat menahan rangsangan. Keringat pun mulai menngucur di tubuh Pak Tanba. Tubuhnya yang hitam besar, terlihat mengkilat karena berusaha memuaskan Ayu. Kuluman dan jilatan Pak Tanba memang lembut dan membuat Ayu terlena. Pengalaman lelaki Ambon paruh baya ini dalam berhubungan seks amat membantunya. Saat malam pertama dengan istrinya 28 tahun silam, Pak Tanba masih belum berpengalaman dan kasar. Tapi kini, Pak Tanba mampu membuat gadis perawan di depannya takluk. Jilatan Pak Tanba terus turun ke perut dan pinggul. Dengan telaten ia menjilati setiap inci perut dan pinggul gadis muda ini, sehingga membuat Ayu makin belingsatan. Aksi Pak Tanba dihentikan sejenak. Kini ia melihat vagina perawan Ayu Dyah. Dengan berdebar tangan Pak Tanba lalu membelai vagina itu. Perlahan jari besar hitam milik lelaki tua ini membelai dan mengelus vagina Ayu. Jari Tanba lalu mulai membuka lipatan vaginanya dan mencoba memasukannya ke vagina Ayu.
“ akkccch paaak.. geliii, “ racau Ayu amat terangsang.
Vagina perawan itu mulai basah karena rangsangan Pak tanba sebelumnya. Tangan Pak Tanba yang kiri mencoba menahan geliat Ayu, sementara jari tengah dan telunjuk Pak tanba mulai menguak vagina sempit itu.
“ akkkkhhhh..” kali ini Ayu menjerit. Mukanya merah padam, matanya terpejam dan otot lehernya keluar menahan rangsangan..
“ ssst sabar.. bapak sedang bikin Ayu enak, “ jelas Pak Tanba coba menenangkan.
Dua jari tangan kanan Pak Tanba mulai mengulik lubang vagina sempit Ayu. Pak Tanba mencoba menemukan kelentit Ayu, yang masih terseimpan dan butuh rangsangan. Tangan kiri Pak Tanba menoba memegang paha kanan Ayu, agar kakinya tetap terbuka dan ia bisa menemukan kelentitinya dengan mudah. Tangan kekar hitam Pak tanba harus berjuang keras, karena Ayu berusaha menutup kakinya agar tidak terbuka. Pak Tanba lalu meniup vagina Ayu, yang membuat gadis ini tersentak. Dua jari Pak Tanba lalu berhasil menemukan kelentit Ayu. Daging mungil berwarna merah muda itu kemudian dibelai Pak Tanba, sembari sesekali dua jari itu mengocok lubang vagina Ayu pelan dan lembut. Efeknya amat terasa bagi Ayu. Ia mendesah dan menjerit.
“ Akkhhh.. paaaak.. Stoopp. Ayu nggak kuat, “ Ayu berusaha meronta.
Pak Tanba yang sabar mencoba makin meberikan rangsangan dengan menjilati dan menciumi paha bagian dalam Ayu. Sembari menngocok dan memainkan klentitnya. Ayu semakin histeris. Nafasnya semakin memburu. Ia merasa gatal yang amat sangat di vaginanya, namun ia tidak bisa menggaruknya. Pak Tanba semakin bersemangat. Kini sopir taksi itu malah menciumi dan menjilati vagina, serta kelentit Ayu. Lelaki Ambon ini mendapati aroma vagina Ayu sangat harum dan khas perawan. Perlakuan ini membuat Ayu semakin histeris. Vaginanya semakin banjir oleh cairan dari dalam lubang kenikmatan itu.
“ aaakkh paak sudaaaah, “ Ayu mengiba.
Pak Tanba bergeming. Ia sadar harus merangsang gadis muda ini agar penisnya yang besar hitam mudah menembus vagina perawan ini nanti. Ia juga tau, bahwa Ayu bentar lagi akan meraih orgasme pertamanya.

Ayu semakin merasa vaginanya berdenyut keras. Kocokan dan sentuhan jari besar Pak Tanba di vaginanya, semakin membuat ia belingsatan. Ia merasa bahwa vaginanya teamat gatal.  Dennyutan dan kontraksi dinding vaginanya semakin kuat. Tak lama Ayu pun merasa ia seperti ingin pipis. Ia menjerit dan mendesah dahsyat, saat gelombang orgasme pertamanya akan sampai.
“ AAAAAKKKH.. Pak Tanbaaaaa, “ tubuhnya melengkung ke atas, sedang matanya terlihat hanya putihnya saja. Mulutnya terbuka dan … crot…crot..crot.. cairan vagina Ayu menyemprot dengan keras. Membasahi jari Pak Tanba, bahkan hingga ke muka lelaki Ambon itu.
Ayu meregang selama beberapa saat, meresapi orgasme pertamanya sebagai wanita dewasa. Ia merasa lemas, tulangnya bagaikan copot. Tapi di sisi lain, gadis muda ini merasa amat amat puas. Pak Tanba tersenyum puas melihat Ayu meraih orgasme pertamanya dengan amat dahsyat. Banjir cairan di vagina Ayu, membuat lelaki tua ini nantinya lebih mudah melesakkan penis besarnya di ;ubang perawan itu.
Ia tidak menyesali cairan Ayu yang sampai membasahi mukanya. Baginya cairan gadis perawan itu amat gurih. Ayu kemudian menoba menenangkan dirinya. Tubuh putih mulusnya sudah basah oleh keringat. Nafasnya tersengal-sengal. Pak Tanba lalu bangkit dari atas tempat tidur. Ia lalu meraih minuman di atas meja, meneguknya, lalu ia menhampiri Ayu yang masih terlentang meresapi kenikmatan orgasme pertamanya. Celana dalam Pak Tanba sudah mennggembung maksimal, dan lelaki tua hitam ini sebenarnya sudah tak tahan. Namun, ia sadar bahwa untuk menaklukkan gadis perawan, tidak boleh tergesa-gesa. Harus sabar dan telaten. Pak Tanba lalu memberikan gelas berisi air minum putih ke Ayu yang masih lemas.
“ Ini Ayu minum dulu supaya segar, “ ujar Pak tanba dengan lembut.
Ayu bangkit dengan perlahan, mengambil air minum dan menegukknya. Segara saja air itu membuat ia sedikit segar, namun masih lemas.
“ Ah Pak tanba, enak sekali pak. Ayu sampe lemas. Padahal bapak belum apa-apa, “ ucap Ayu.
“ Ayu emang harus bapak rangsang, supaya nanti nggak kesakitan waktu barang bapak masuk ke lubang vagina Ayu, “ Pak Tanba mencoba menjelaskan dengan lembut dan kebapakan.
Keduanya terdiam sesaat. Dingin AC segera membantu kesadaran Ayu pulih. Pak Tanba lalu membelai rambut Ayu yang basah oleh keringat. Ia tahu gadis ini butuh waktu untuk memulihkan diri. Karenanya Pak Tanba mulai mencium kepala Ayu dengan sayang, mencium keningnya, lalu pundaknya. Ciuman lembut dan sayang ini membuat gairah Ayu perlahan bangkit lagi.

Gadis ini mulai mendesah saat Pak Tanba menciumi dan menjilati leher, serta telinganya. Ayu mulai mendesah nikmat. Melihat ini Pak tanba segera membungkam mulut gadis muda ini dengan ciuman dan cipokan. Keduanya segera berciuman dan bertautan lidah, saling bertukar air liur. Tangan Pak Tanba pun kembali aktif membelai serta meremas kedua payudara Ayu. Tak butuh lama, nafsu Ayu kembali pulih.
Ia kembali mendesah. Pak Tanba sekarang berusaha melepaskan celana dalamnya. Penis besar hitam dengan panjang 19 cm itu segera saja terlonjak dan mengangguk-angguk dengan gagahnya. Kepala penis yang bulat dan besar bak jamur, itu tampak mengkilap. Ereksi penis Pak Tanba belum maksimal. Karenanya lelaki Ambon itu lalu menciumi dan menjilati telinga kanan Ayun Dyah. Sang gadis yang terangsang hebat, kemudian mendengar bisikan Pak Tanba yang bergetar menahan nafsu.
“ Ayu, pegang dan kocok penis bapak ya..” pinta Pak Tanba.
Tangan kanan Pak Tanba lalu membimbing tangan kiri Ayu untuk memgang penisnya. Ini pertama kalinya bagi gadis itu memegang kemaluan pria dewasa. Dirasakannya penis lelaki tua Ambon ini amat besar, panjang, lebar dan berdenyut-denyut seakan hidup. Ayu Dyah tampak gugup sewaktu berusaha memegang penis besar hitam itu. Tapi Pak Tanba kembali menjilati telinganya senbari berbisik.
“ Jangan takut sayang. Bapak akan bimbing kamu. Kocok yang pelan, “ ujar Pak tanba membimbing Ayu dengan sabar.
Ayu pun lalu berani menggenggam penis gagah itu dengan tangan kirinya. Terlalu besar bagi tangannya yang mungil. Tampak pemandangan kontras antara tangan putih Ayu dan penis hitam pak Tanba.
Insting serta bisikan pak Tanba membuat Ayu dengan segera lancar mengocok penis itu. Lama lama penis hitam itu semakin besar dan gagah. Ayu merasakan urat-urat penis Pak Tanba yang besar berdenyut-denyut seperti hidup.
Pak tanba mendesah, “ ooooh bagus sayang..enak”
Ia lalu memagut bibir Ayu. Keduanya kembali bercipokan dengan penuh nafsu dan saling menjilat. Tangan kanan Pak tanba tidak menganggur. Ia segera meraba vagina Ayu, dan memasukan dua jarinya menyentuh vagina perawan itu.
“ ohhh paaak..enaaak” gumam suara Ayu yang terseumbat oleh cipokan Pak Tanba.
Nafsu dan gairah semakin memuncak antara keduanya. Keringat kembali mengucur. Setelah merasa penisnya tegak maksimum, Pak Tanba mengehetikan ciumannya. Ia menidurkan Ayu dan segera membuka kedua kakinya sehingga mengangkang. Kini lidah dan mulut Pak Tanba bermain menjilati vagina Ayu. Hal ini membuat Ayu semakin histeris.
“ ooohhh paaak enaaak..”
Sembari menjilati vagina Ayu, tangan Pak tanba mengocok kemaluanya agar tetap tegak. Setelah dirasakan vagina Ayu kembali basah oleh cairan, Pak Tanba menghentikan jilatannya. Hal ini sempat membuat Ayu yang akan segera mencapai orgasme kedua menjadi sedikit kesal. Ia melihat ke Pak Tanba yang sudah bersiap memasukkan penis besar hitamnya ke vaginanya.
“ Pak gede banget penisnya.. Ayu takuut, “ ujar Ayu saat melihat penis besar hitam dengan kepala besar milik Pak Tanba. Kepala penis itu terlihat mengkilat, tanda sudah menampung desakan air mani yang sudah siap dimuncratkan.

Melihat ketakutan Ayu, Pak Tanba yang matanya sudah merah menahan nafsu, coba tersenyum dan menenangkan.
“ Tahan dan sabar ya Ayu. Awalnya emang sakit, tapi ntar Ayu akan merasa keenakan oleh penis Bapak, “ ujar Pak tanba yang gemetar menahan nafsu birahi.
Untuk menenangkan Ayu, Pak Tanba lalu memijat dan membelai vagina Ayu. Jari Pak tanba menyentuh dan memainkan lubang vagina, serta kelentit berwarna merah yang sudah bengkak itu. Pak Tanba mencoba menguak vagina sempit itu, sekilas ia melihat selaput berwarna putih berkabut yang merupakan selaput dara Ayu.
“ Sebentar lagi aku merenggut kegadisannya, “ ujar Pak tanba dalam hatinya yang berdebar kencang.
Vagina itu sudah terbuka cukup lebar, Tanba lalu mencoba memasukan kepala penisnya yang besar hitam ke lobang sempit itu. Sentuhan antara kepala penis dan dinding vagina luar . membuat Ayu dan Pak Tanba merasa hangat. Bagi Ayu timbul kegelian dan rasa gatal yang amat sangat.
“ aaaaahhh.. “ Ayu mendesah.
“ Sabar ya Ayu.. Tahan sedikit, “ ujar Pak Tanba yang sudah merasa kepala penisnya telah terapit bibir luar vagina Ayu. Ia lalu mencoba menekan pantatnya memasukkan penisnya ke vagina Ayu.
“ Acccchhhh sakit paaak, “ jerit Ayu.
Pak Tanba merasa ada yang menolak kepala penisnya untuk masuk lebih jauh. Ia berusaha membuka paha ayu lebar-lebar.
“ ssstt sabar ayu bapak lagi muasin ayu, “ kata Pak tanba di sela nafsunya yang sudah di ubun-ubun.
Pak tanba lalu coba menggesekkan kepala penisnya ke bibir vagina Ayu. Untuk memberikan rangsangan dan rasa geli. Ayu mendesah. Pak TAnba coba menekan penisnya. Namun, kembali gagal.
“ Akkkkhh..sakit pak..hentikan” teriak Ayu.
Pak Tanba yang merasa sudah kepalang tanggung, terus berusaha membimbing penis hitam besarnya untuk masuk ke lubang perawan itu. Memang memperawani seorang gadis susah. Seolah ada tembok tak terlihat yang mencoba menghalangi kepala penis Pak Tanba untuk masuk lebh jauh. Pak Tanba terus berusaha. Keringat membasahi tubuh besar hitamnya, sehingga terlihat mengkilat. KEgatalan pun dirasakan Ayu. Akhirnya kepala penis Pak Tanba sudah terjepit sempurna di bibir vagina Ayu. Cairan kemaluan Ayu turut membantu, namun juga membuat licin. Pak Tanba membulatkan tekad, lalu dengan hentakan pelan, kepala penis hitam besar itu berhasil menguak pertahanan vagina perawan Ayu.
“ Akkkhhh paaaak.. Sakitttt” Ayu menjerit kesakitan dan berusaha menolak tubuh Pak Tanba.
Pak Tanba berusaha menenangkan Ayu. Kedua  tangan besar berototnya yang kekar, mencoba menahan paha Ayu agar tidak menutup. Pak Tanba merasa penisnya dijepit dengan kuat. Ia merasakan sedikit perih di kepala penisnya, namun ia terus berusaha mendesak agar penisnya semakin masuk lebih dalam.
“ Aaaah sakiit paaaak, “ ujar Ayu yang saat itu merasakan perih luar biasa. Rasanya ia sedang disembelih. Ia memejamkan mata berusaha berontak, air matanya mengalir akibat rasa sakit.
Pak Tanba yang sudah amat bernafsu terus berusaha memasukan penis besarnya dengan perlahan dan lembut. Ia tahu ukuran penisnya amat besar bagi vagina Ayu yang masih perawan. Dengan diiringi belaian di paha bagian dalam Ayu, Pak Tanba terus mencoba mendorong penisnya masuk. Perlahan-lahan penis itu merangsek masuk. Sedikit demi sedikit.
Dan akhirnya terdengar bunyi “ tas..” seperti bunyi robek.

Saat itulah keperawanan Ayu sudah jebol didesak oleh penis hitam perkasan Pak Tanba. Terlihat darah merah segar menetes dari vagina Ayu, serta membasahi batang penis Pak Tanba. Ayu sendrii saat itu merasa kesakitan dan penuh sesak di lubang vaginanya, padahal penis Pak Tanba masuk belum setengahnya. Vagina Ayu saat itu terlihat sobek dan tersumbat batang penis hitam besar milik Pak Tanba. Pak Tanba tahu ini hal sulit bagi Ayu. Ia sendiri merasakan saat ini penisnya diremas-remas oleh dinsing perawan yang masih sempit. Lubang itu dirasakan pak Tanba sangat sempit dan pejal.
Lelaki Ambon tua ini terlihat memejamkan mata, meresapi nikmatnya perawan Ayu. Ayu yang menangis merintih.
“huhuhu.. Pak Tanba jahat.. Ayu sakiiit” ujar gadis itu.
Pak Tanba coba menenangkan Ayu.
“ Sabar Ayu.. Sebentar lagi pasti Ayu merasa keenakan, ooohhh, “ ujar Pak Tanba menikmati jepitan vagina Ayu.
Setelah beberapa lama mendiamkan penisnya, Pak Tanba mulai menarik perlahan penis besarnya dari vagina Ayu. Tidak sampai terlepas. Kepala penisnya masih tertanam di vagina Ayu. Pak Tanba lalu mendorong pantatnya yang hitam, mencoba memasukkan kembali penisnya secara pelan ke vagina sempit Ayu.
‘OOohhh..” desah Pak Tanba saat menekan kembali penisnya ke lubang vagina Ayu.
Pak Tanba lalu melakukan kegiatan yang sama berulang-ulang, secara perlahan, memaju mundurkan penis besarnya ke lubang vagina Ayu. Lubang vagina Ayu terlihat sedang melumat penis hitam besar Pak Tanba. Saat Pak Tanba menarik penisnya, vagina Ayu terlihat mengerucup. Namun, saat Pak Tanba menekan penisnya masuk, bibir vagina Ayu terlihat merekah lebar. Ayu pun perlahan mulai menikmati genjotan penis perkasa Pak Tanba. Ia yang awalnya menangis, kini mulai mendesah nikmat. Terlebih saat klitorisnya bergesakan dengan batang penis Pak Tanba. Perlahan penis Pak tanba mulai lancar memasuki vagina Ayu. Terlihat pemandangan kontras dari atas saat melihat bagaimana Pak Tanba menyenggamai Ayu. Tubuh hitam besar yang basah oleh keringat milik Pak Tanba, amat kontras dengan tubuh putih ramping milik Ayu. Kaki Ayu mengangkang lebar, sementara lubang vaginanya yang berdarah disumpal penis besar hitam milik Pak Tanba. Pantat hitam besar milik Pak Tanba tampak berirama pelan menggenjot tubuh Ayu. Segera saja terdengar lenguhan dan erangan penuh nafsu keduanya. Ayu yang mulai nikmat matanya terpejam, sementara mulutnya mendesis dan mendesah. Di sisi lain, Pak tanba merasa penisnya dijepit dan diremas oleh aktifnya vagina Ayu. Keluar masuknya penis Pak Tanba, semakin dipermudah oleh darah dan cairan vagina Ayu yang mulai keluar banyak. Tampak kontras bagaimana vagina sempit Ayu bisa menelan penis besar hitam berurat milik Pak Tanba. Darah yang keluar dari vagina Ayu, kini bercampur dengan cairan pelumas vagina Ayu, sehingga warnanya terlihat merah muda.Pak Tanba sendiri tidak memaksakan penisnya yang besar untuk masuk seluruhnya ke vagina Ayu.  Penis Pak tanba hanya masuk sepertiganya, masih menyisakan ruang didalam vagina Ayu yang masih sempit.
‘ ohhhh …aaaahhhh…aaaahh’ begitu desahan yang keluar dari mulut pasangan berbeda kelas itu.
Semakin lama cairan vagina Ayu semakin banyak keluar, seiring dengan keringat dirinya dan Pak Tanba yang menetes deras. Ayu sudah merasakan gelombang orgasme akan segera menghampirinya. Genjotan perlahan dan lembut dari penis Pak Tanba, membuat gadis cantik ini merasakan gatal yang amat sangat. Semakin lama semakin gatal dan akhirnya membuat gadis ini tak tahan.

“ AAAHHHHHHHHH…” teriak Ayu saat orgasme mendatanginya dan cairan vaginanya menyemprot dengan keras, meski tersumbat oleh penis besar Pak Tanba.
Ayu merasa lemas, mulutnya terbuka dan matanya tinggal terlihat putihnya saja. Sementara saat Ayu orgasme, Pak Tanba merasa penisnya dijepit dan diremas dengan amat kuat. Kontraksi dinding vagina Ayu, membuat Pak Tanba merasa kepala penisnya amat sangat gatal. Pria paruh baya asal Ambon ini kemudian menggeram bak banteng terluka. Ia mendongakkan kepalanya ke atas dan memejamkan mata. Ia mendorong penisnya masuk lebih dalam, tapi karena lubang Ayu masih sempit, hanya mentok sepertiga penis Pak Tanba.
“ Arrrrgggh Ayuuuu…Argghhhh” Pak Tanba mengejan. Urat di kepala dan lehernya keluar. Otot tubuhnya mengejang. Tubuh hitam besar Pak Tanba yang mengkilat karena keringat, tampak sangat gagah dan macho.
Seiring geramannya Pak Tanba memuncratkan air mani yang kental dan deras. Air mani yang tertahn selama ini akhirnya muncrat akibat jepitan vagina perawan Ayu.
“crot..crot..crot” Air mani Pak Tanba memuncrat deras,mebasahi rahim dan mengisi lubang vagina Ayu. Beberapa kali Pak Tanba mengejan dan menggeram memuncratkan seluruh air maninya. Tampak vagina Ayu tak mampu menampung curahan air mani kental milik Pak Tanba yang amat banyak. Terlihat sebagian air mani Pak Tanba keluar dari sela-sela vagina Ayu yang masih disumbat oleh penis hitam Pak Tanba. Air mani itu bercampur dengan cairan vagina dan darah perawan Ayu, sehingga tampak cairan merah muda membasahi batang penis dan seprai tempat tidur Ayu. Kedua insan ini pun lemas. Suasana kamar yang tadinya riuh rendah oleh desahan, kini sepi. Pak Tanba kini terbaring lemas di atas tubuh Ayu. Tubuh hitam besarnya yang mengkilat oleh keringat. Terlihat kontras menindih tubuh Ayu yang putih. Pak Tanba merasa penisnya menjadi lemas, meski tetap berada di liang vagina Ayu. Pria tambun ini masih ingin merasakan jepitan vagina Ayu, sebelum ia mulai menarik penisnya dari vagina Ayu.
“Plop..” seperti suara tutup botol gabus yang terbuka, saat Pak Tanba melepas penisnya.
Tampak batang hitam perkasa itu basah oleh lendir air mani, cairan vagina dan darah perawan Ayu. Batang itu kini lemas terjuntai.
Pak Tanba lalu bangkit dan merebahkan tubuh besar hitamnya di samping Ayu, yang masih terpejam lemas. Tangan Pak Tanba mencoba meraih kepala Ayu, menolehkannya dan mengecup pelan bibirnya. Pria Ambon ini juga menyeka air mata Ayu yang masih tampak meleleh.
“ Maafkan bapak ya Ayu. Bapak dari tadi coba memperingatkan Ayu. Tapi Ayu memaksa. Kini Ayu sudah  nggak perawan dan mani bapak sudah masuk ke memek Ayu. Bapak akan bertanggung jawab, “ ujar lelaki patuh baya jantan ini.
Ayu membuka matanya. Wajahnya terlihat pucat dan lemas, namun masih amat cantik. Gadis muda ini tersenyum mendengar ucapan Pak Tanba.
“ Ayu gak menyesal pak. Maaf tadi sempat nyuruh bapak berhenti. Ayu memang kesakitan awalnya, tapi Ayu sangat puas. Ayu bahagia bisa melihat bapak bisa orgasme lagi. Lagian Ayu merasa amat puas pak. Tapi memang Ayu sekarang lemes banget. Bapak staminanya hebat, meski udah hampir 50 tahun “ jelas Ayu lemah.
Pak Tanba tersenyum mendengar perkataan Ayu. Pria tua ini lalu mengecup dan mengulum bibir Ayu pelan. Ayu pun membalasnya dengan lembut.
“ Bapak akan bertanggung jawab bila Ayu hamil. Bapak puas bila Ayu hamil anak bapak, “ sambung Pak Tanba sambil membelai dan meremas lembut payudara Ayu.
“ Ayu gak akan hamil dalam waktu dekat Pak. Ayu sudah siap-siap. Tapi Ayu bahagia bapak orangnya tanggung jawab, “ jelas Ayu.
“ Oh syukurlah. Terima kasih sudah menyerahkan keperawanan Ayu ke Bapak, “ sambung Pak Tanba kembali mencium mulut Ayu.

Pak Tanba lalu bangkit dan menuju kulkas. Ayu melihat tubuh hitam besar lelaki paruh baya sopir taksi ini mengambil minuman dari kulkas. Saat Pak Tanba berbalik, ia melihat penis hitam besar yang kini menggantung lemas yang sudah merenggut keperawanannya. Ayu terlihat malu dan memalingkan wajah.
“ Kenapa malu Ayu? Sekarang penis bapak ini punya Ayu. Terserah mau Ayu pake lagi atau tidak. Sekarang minum dulu supaya lemasnya hilang, “ ujar Pak Tanba lembut.
Ayu coba duduk dengan dibantu Pak Tanba. Gadis ini lalu meminum air putih yang disodorkan lelaki tua ini. Setelah Ayu merasa agak segar, ia menjawab.
“ Kok Bapak bilang gitu? Ayu bakal selalu butuh bapak. Ayu cuma malu aja. Belum pernah lihat atau pegang penis pria sebelumnya, “ ujar Ayu sambil membelai penis itu.
Pak Tanba tertawa.
“ Bapak akan selalu siap. Sekarang Ayu mandi dulu ya, “ ujar Pak Tanba sambil membimbing Ayu berdiri.
Ayu merasakan perih yang amat sangat di vaginanya saat berdiri. Dari lubang sempit yang kini mulai menganga itu, mengalir air mani bercampur darah perawan, hasil persetubuhannya dengan Pak Tanba.
Di pintu kamar mandi, ia meminta Pak Tanba melepasnya. Ayu lalu masuk kamar mandi. Ia menggigit bibir saat air hangat menyentuh tubuh dan mengenai vaginanya yang luka. Ia lalu meraba Cincin Perawan, dan merapalkan doa ajaran Mak Endeh. Tiba-tiba hawa dingin mengaliri tubuh Ayu dan membuatnya segar. Rasa perih di vaginanya pun hilang dalam sekejap. Ayu melihat luka akibat lesakan penis gagah Pak Tanba di vaginanya, segera menutup. Seolah belum pernah disenggamai sebelumnya.
Ayu girang. Ucapan Mak Endeh terbukti. Ia masih menjaga keperawanannya untuk pria lain kelak. Namun, di lubuk hati Ayu, ia sudah merasa terkesan oleh sikap lembut dan perkasa Pak Tanba. Meski lelaki itu tidak setara dengannya dan lebih pantas jadi ayahnya, Ayu merasakan kepuasan atas sikap bertanggung jawab pria paruh baya yang sudah bercucu itu. Setelah segar akibat mandi, Ayu keluar ke kamar. Dilihatnya seprai bernoda darah dan air mani akibat persetubuhannya dengan Pak Tanba sudah dibereskan oleh lelaki Ambon ini. Ayu semakin merasa terkesan. Ia tahu Pak Tanba merasa lemas akibat sudah memuncratkan banyak mani ke lubang kemaluannya, tapi lelaki ini bertanggung jawab dan tampak lelah. Sebuah stamina yang dikagumi Ayu dari lelaki berusia 48 tahun ini.
“Bapak kok ngeberesin tempat tidur?”
“ Nggak enak Ayu, banyak noda mani dan darah. Bapak sudah singkirkan. Biar tidurnya nanti enak. Ayu sudah segar?” kini Pak tanba yang merasa heran, akibat Ayu yang sudah tampak segar seperti belum pernah ditiduri.
“ Iya dong. Emang bapak aja yang punya stamina hebat,” kelit Ayu manja sambil memeluk tubuh besar hitam itu dan mencium bibirnya.
“Bapak segera mandi gih.. Bau. Nanti bapak bisa peluk Ayu, “ ujar Ayu manja.
Pak Tanba tersenyum. Ia senang dengan sikap manja Ayu kepadanya. Tubuh pria hitam  besar pincang itu segera menuju kamar mandi. Segera terdengar suara mandi. Ayu pun membereskan seprai baru yang harum, serta menaruh seprai bekas persetubuhannya ke mesin cuci. Ia pun membuatkan makanan untuk Pak Tanba dan menyiapkan kaos, serta celana pendek boxer bersih untuknya. Pak Tanba yang sudah mandi dan segar, merasa kagum atas servis Ayu atas dirinya. Ia merasakan bahwa gadis muda ini jauh lebih lembut dari istrinya. Segera keduanya makan sambil berbincang ringan. Setelah selesai makan, jam menunjukkan pukul 12 malam. Tepat dua jam setelah mereka menikmati malam pertama.
Ayu lalu membimbing tangan Pak Tanba menuju tempat tidur. Keduanya berciuman sebentar. Ayu pun membaringkan tubuhnya ke tempat tidur. Pak Tanba lalu melingkarkan tangan kekar berbulunya, memeluk Ayu dari belakang. Ayu merasa nyaman berada di pelukan lelaki Ambon besar hitam berkaki pincang itu. Tak lama kemudian mereka berdua tertidur sambil berpelukan. Dalam hati , Ayu bertekad hanya akan bersetubuh dengan sopir taksi ini. Meskipun Cincin Perawan memungkinkan ia bersetubuh dengan pria lain, namun masih perawan.

bersambung...
By: Monsieur Djoe