Senin, 15 Juli 2013

Farrah Quinn XXX: Demo Memaseks

Featuring:
Olgaaaaa......

Lydiaaa!!!

##################
“Mbak Farah…!”, seorang laki-laki tambun berlari tergopoh-gopoh mendekati seorang wanita cantik yang baru saja menyelesaikan  proses rekaman untuk sebuah acara yang akan ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta.
“Oh, ada apa ya?”, wanita cantik bertubuh sexy yang saat itu sedang didampingi oleh seorang wanita yang juga tak kalah cantik, langsung menghentikan langkahnya.
“Maaf mengganggu Mbak, bisa minta waktunya sebentar?”.
“Bapak sendiri siapa?”, wanita cantik itu sedikit mengerutkan keningnya karena merasa ia belum pernah bertemu dengan laki-laki tersebut sebelumnya.
“Oya, nama saya Subagyo”, laki-laki itu mengulurkan tangan kanannya .
Si wanita ikut mengulurkan tangan kanannya dan mereka pun berjabatan tangan.
“Saya adalah kepala Lapas ***”, laki-laki yang mengaku bernama Subagyo itu kemudian mengeluarkan dompetnya dari saku celana belakangnya. Dari dalam dompet laki-laki itu mengeluarkan sebuah kartu nama dan menyerahkannya kepada si wanita tersebut.
“Dalam waktu dekat ini saya berencana membuat sebuah program pelatihan masak memasak untuk para narapidana di tempat saya, pelatihan itu akan dilaksanakan selama satu hari dan saya ingin mengundang Mbak untuk menjadi instrukturnya”.
“Hhhmm… what a instristing idea”, wanita itu tersenyum manis.
Laki-laki tambun itu kemudian melanjutkan kata-katanya, “Saya sudah biasa melihat acara Mbak di televisi dan tadi juga saya sudah melihat langsung Mbak memasak, saya rasa Mbak akan menjadi instruktur yang benar-benar cocok, bagaimana kira-kira Mbak bisa menerima tawaran saya ini?”.
“Untuk sekarang tentunya saya belum bisa memberi jawaban, tapi Bapak bisa dengan manager saya ini, jika natinya kita bisa sama-sama memperoleh kesepakatan saya tentu tidak keberatan untuk mengisi program Bapak tadi”.
“O baiklah, kalau begitu bisa saya meminta nomor telepon yang nantinya saya bisa hubungi”.
 “Dea, please give your number to this man so he can contact you about his program”.
Kini selembar kartu nama telah berpindah tempat ke tangan Subagyo. Sejenak laki-laki itu mengamati apa yang tercantum di dalam kartu nama tersebut.
“Bapak bisa menghubungi saya di nomor itu”.
“Terima kasih Mbak”.
“OK Pak Subagyo sekarang saya harus pergi, senang berkenalan dengan anda”, kini giliran wanita cantik itu yang mengacungkan tangannya.
“Terima kasih juga atas waktunya Mbak Farah, saya akan menghubungi Mbak secepatnya”.

Kedua wanita berparas ayu dan berbodi sexy itu lalu berjalan meninggalkan Subagyo. Mata nakal Subagyo langsung beraksi melahap setiap gerakan tubuh molek tersebut. Walaupun sedari tadi ia sudah berusaha untuk sesopan dan seserius mungkin, namun harus diakuinya kalau dibawah sana sudah berontak melihat pemandangan indah di depannya tadi. kembali laki-laki itu melihat kartu nama di genggamannya dan tersenyum kecil. Bagaimana pun juga ia gembira karena obsesinya mendatangkan Farah Quinn ke dalam Lapas yang dikepalainya akan terwujud. Tunggu dulu… Farah Quinn? Iya Farah Quinn, si koki sexy.
Siapa sih yang tidak mengenal nama Farah Quinn? Ia adalah seorang koki wanita pemandu acara memasak di layar kaca salah satu stasiun TV swasta. Sebetulnya sudah banyak acara serupa di TV, tapi kehadiran Farah memberi sensasi tersendiri. Bukan karena format acara yang unik, toh acaranya juga standar-standar saja. Bukan pula karena masakannya yang nikmat, toh belum semua orang pernah mencicipi hasil memasaknya. Pengalaman Farah di dunia kuliner pun bisa dibilang belumlah teruji benar. Saat ia menikah dengan pria Amerika dan pindah domisili ke negeri Paman Sam tersebut, dirinya memang pernah membuka kafe di sana. Tapi popularitasnya pun tidak tenar-tenar amat. Namanya baru terangkat saat Farah dan suaminya pulang ke Indonesia. Sekali lagi, bukan karena prestasi di dunia masak-memasak, melainkan lebih karena faktor kemolekan tubuh. Ya, dibanding koki-koki wanita lainnya, Farah Quinn memang memiliki anugerah yang memikat hati banyak pria. Wajahnya sih tidak terlalu cantik, warna kulitnya pun sawo matang khas wanita Indonesia. Tapi ia memang punya keeksotisan tersendiri, suatu hal yang mampu menarik mata lelaki asing, seperti sering terlihat di pusat-pusat perbelanjaan. Kalau dibandingkan dengan Luna Maya atau Kinaryosih, kecantikan parasnya masih kalah. Namun kalau berbicara soal bentuk tubuh, Farah unggul telak dibanding kedua nama tersebut. Yang paling istimewa ialah payudaranya yang berukuran ekstra untuk bodi semungil dirinya. Tak heran jika setiap pria yang bertemu dengan dirinya, otomatis perhatian utamanya tertuju kepada kedua buah dadanya itu. Mungkin penasaran, ingin melihat seperti apa gumpalan montok di dalam bajunya. Rasanya ini faktor utama penyebab kesuksesan acara Ala Chef yang ia pandu. Mungkin inilah acara memasak yang tidak hanya menarik perhatian para remaja wanita dan ibu-ibu, tetapi juga remaja pria dan para suami. Kalau pemirsa wanita memperhatikan resep dan cara memasak, pemirsa pria – kaum adam yang mupeng – lebih terhibur dengan menonton lekuk tubuh dan gerak-gerik pembawa acaranya. Apalagi Farah memang terkesan sengaja mengidentikkan dirinya dengan sebutan Sexy Chef. Tingkah lakunya sepanjang acara pun terkadang suka menggoda iman, apalagi di akhir acara ia selalu berkata “Hmm.. Yummy”. Haha, pikiran ngeres para pria pun langsung melayang dibuatnya. Menonton Ala Chef, bukan hanya selera makan yang bangun, tapi “si otong” pun ikut terbangun
Farrah Quinn
Seiring kesuksesannya di layar kaca, Farah Quinn makin sering diundang menghadiri acara off-air. Roadshow ke beberapa kota besar kian kerap ia lakukan menjawab undangan dari banyak panitia. Popularitasnya terus melambung. Tak salah memang keputusannya kembali ke tanah air. Mungkin hal ini pula yang membuat Subagyo tertarik untuk mengundang si koki sexy untuk beraksi di Lapas tempatnya bekerja. Ibarat sebuah peribahasa “sambil menyelam minum air”, maka mengundang seorang Farah Quinn selain bisa mengangkat namanya dan memudahkan promosi, ia juga bisa melihat langsung tubuh montok si koki yang biasanya hanya bisa ia lihat di layar televisi.
“Gimana Bos? Sukses?”, seorang laki-laki lain berperawakan pendek bertubuh gempal dan bergigi tonggos. Laki-laki itu adalah Handoko atau lebih sering disebut dengan sebuan Bagong, salah satu staf LP.
“Belum sih Han, tapi paling nggak Farah tadi sudah menunjukkan ketertarikannya”.
“Artinya kita musti usaha lebih keras Bos, pokoknya tu cewek musti datang ke LP kita”.
“Tumben lu semangat gitu?”.
“Gimana nggak semangat Bos, tu cewek bodinya mantep pisan, apalagi tu toket bikin ngiler abis kan jarang-jarang tuh kita dapet kunjungan cewek, gersang nih batin Bos gersang banget he he he”.
“Dasar otak mesum! Gue ngundang si Farah Quinn serius buat ngadain acara bukan buat main-main, lu jangan mikir yang aneh-aneh ya…”, Subagyo berusaha menutupi diri kalau dalam hati ia juga sedikit tergoda dengan perawakan Farah Quinn yang memang menggiurkan.
“Ya namanya juga usaha Bos he he he”.
“Ngaca dulu Han, muka lu tu ancur abis nggak mungkin dilirik ama tu cewek”.
Handoko hanya bisa cengengesan.
“Udah lu buruan deh ambil mobil, kita balik ke kantor sekarang”.
“Siap Bos he he he”.
Setelah memasukkan kartu nama yang didapatkannya tadi ke dalam dompet, Subagyo pun berjalan menuju lobi hotel tempat acara demo memasak diselenggarakan. Senyum masih terkembang di wajahnya yang juga jauh dari tampan, sama seperti staf yang diajaknya. Dengan sedikit usaha negosiasi ia yakin obsesinya mengundang Farah Quinn akan segera tercapai. Tak lama mobil yang dikendarai Handoko sampai dan mereka pun meninggalkan tempat tersebut.

#####################
“Bapak tadi agak sedikit nggak waras kali ya Far, masa ngundang acara masak di dalam LP sih he he he”, wanita yang diakui oleh Farah Quinn sebagai managernya tadi membuka percakapan di dalam mobil.
“Lo memang kenapa Dea?”.
“Nggak apa-apa sih, cuma kedengarannya aneh aja”.
“Gue juga ngerasa sedikit aneh sih tapi nggak ada salahnya kan kalo kita sedikit ganti suasana?”.
“Ganti suasana sih fine-fine aja menurut gue, tapi LP? Emang nggak ada tempat lain?”.
“Iya sih, ya sudah kalo gitu kita tunggu aja tu Bapak beneran ngubungin lu ato cuma sekedar basa-basi aja”.
“Yeah, moga-moga sih nggak beneran he he he”.
“Eh, kalo misalnya beneran gue bakal musti ngisi acara masak di LP, kira-kira gue musti masak apa ya?”.
“Halah, kalo lu yang ngisi acara sih nggak penting apa masakannya apalagi tu LP pasti isinya cowok-cowok semua, tua-tua lagi pastinya he he he”.
“Ah? Maksudnya?”.
“Kan udah bukan rahasia umum kale Far, kalo cowok-cowok suka acara lu cuma karena mau ngeliat bodi sexy lu”.
“Gila lu ya ha ha ha”.
“Mau bukti?”, wanita yang bernama Dea itu kini bersuara sedikit berbisik.
“Mana?”.
Dea kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Farah. “Lu liat deh sopir kita di depan, dari tadi kan dia ngelirik-ngelirik tuh ke belakang, pasti ngeliatin lu deh he he he”.
“Dasar gelo!”, Farah langsung menepuk pundak managernya tersebut. Memang tadi Farah sempat melirik ke arah sopir dari mobil yang mereka kendarai dan kata-kata Dea ada benarnya. Bahkan kata-kata Dea sebelumnya pun ada benarnya juga. Harus ia akui kalau penampilannya yang sensual memang membuat acara masak-memasak yang dipandunya memiliki rating yang tinggi. Dan Farah pun sadar ketika ia harus mengekspos ke-sexy-annya tersebut, setiap kali tampil dalam acara on air ataupun off air.
“Ye, ati-ati lo Far lu musti mikirin masak-masak buat nerima tawaran tu Bapak, LP tempat yang berbahaya lo klo nggak ati-ati lu bisa-bisa diperkosa disana!”, kali ini terdengar nada serius dari suara Dea.
“Come on Dea, lu jangan mikir yang nggak-nggak deh lagian itu kan cuma sekedar undangan demo masak sama seperti undangan-undangan lain yang biasa gue terima”.
“Well it’s up to you, I’m only your manager”.

#####################
Seminggu kemudian.

“Far, guest who’s called me just now?”.
“Who?”.
“Pak Subagyo…”.
“Pak Subagyo?”.
“Iya Pak Subagyo, lu inget Bapak yang bilang bakal ngundang lu ke LP? Well that’s Pak Subagyo”.
“Ooo… that man… gimana? Dia jadi ngundang gue?”.
“Jadi, gue udah bilang ke dia tentang syarat-syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi kalo mau ngundang lu, gue juga udah bilangin tarif yang musti dibayar dan dia bilang nggak masalah, jadi sekarang semuanya terserah lu”.
“Hhhmm… gue pikir-pikir dulu deh, kapan dia bilang bakal nelpon lagi?”.
“Gue bilang kalo kita yang bakal ngubungin dia lagi, so kapan lu mau ngasi jawaban gue bakal contact lagi tu Bapak”.
“OK deh, kalo gitu lu hubungi lagi Pak Subagyo ntar biar gue yang ngomong langsung ke dia soal kesepakatan acara ini”.
“OK”, Dea mengambil ponselnya dan mulai men-dial sebuah nomor.
Bagi Farah Quinn undangan kali ini memang penyelenggaranya sedikit unik, yaitu lembaga pemasyarakatan (LP) di sebuah kota di pulau Jawa. Saat pertama memperoleh undangan, Farah memang agak heran. Kok ada LP yang mengundang dirinya? Namun setelah sempat berbicara dengan kepala LP lewat sambungan telepon saat finalisasi kontrak, Farah merasa paham. Kepala LP tersebut memang sengaja membuat acara demo masak bagi para narapidana sebagai bentuk acara keterampilan. Adapun tujuannya terbilang positif, yaitu supaya napi-napi punya keahlian khusus yang dapat dimanfaatkan sebagai mata pencaharian saat mereka keluar LP nantinya dan para napi itu tentunya lebih tertarik bila acara tersebut dipandu oleh seorang chef cantik seperti dirinya dibanding oleh mas-mas atau bapak-bapak tua yang membosankan. Sayangnya, karena belum terlalu lama tinggal di Indonesia, Farah belum mengetahui benar reputasi LP yang akan ia kunjungi hari ini. Di sana, terdapat empat napi residivis yang sudah sering masuk keluar penjara. Keempatnya merupakan komplotan napi yang dipidana akibat kasus perampokan dan pemerkosaan terhadap gadis-gadis belia di kampung-kampung seputaran kota itu. Masing-masing bernama Encep, Gatot, Amar, dan Tinus. Tentunya mereka pasti akan sangat antusias saat mengetahui LP mereka bakal kedatangan seorang Farah Quinn yang sering mereka tonton di TV. Sebagai komplotan yang sudah makan asam garam di dunia kriminal, mereka langsung menyusun rencana busuk. Tujuannya? Apalagi kalau bukan mencicipi seksinya tubuh Farah yang selama ini hanya bisa dibayangkan dalam mimpi atau sambil onani.

“Kapan rencananya kegiatan itu akan dilaksanakan Pak?”, Farah nampak sedang berbicara melalui ponselnya.
“Seminggu lagi Mbak Farah, tepatnya hari sabtu depan”.
“O I see, bagaimana kalau diundur  sehari jadi minggu Pak, soalnya sabtu saya ada keluarga di luar kota?”.
“Hhhmm… nggak masalah sih Mbak, asalkan Mbak mau acaranya dimulai agak siang”.
“Nggak masalah sih Pak”.
“OK kalau begitu kita sudah bisa menyepakati jadwal kegiatannya, bagaimana soal penandatanganan kontraknya? Kapan bisa dilaksanakan?”.
“Dua hari lagi, manager saya akan menerima Bapak di kantor saya, draft kontrak akan kami kirimkan sehari sebelumnya untuk Bapak pelajari”.
“Baiklah, kalau begitu saya tunggu kabar berikutnya, senang akhirnya kita bisa mencapai kesepakatan Mbak Farah”.
“Sama-sama Pak Subagyo”.
Telepon pun ditutup dan percakapan berakhir.
“Lu yakin lu mau melaksanakan kegiatan “aneh” ini Far?”, Dea yang sedari tadi duduk di samping Farah seakan-akan ingin menegaskan kembali keyakinan Farah menerima tawaran kegiatan dari Pak Subagyo.
“Gue yakin Dea, memang kenapa?”.
“Perasaan gue nggak enak aja sih”.
“Hei, sejak kapan lu punya sixth sence gini sih?”.
“Bukannya gitu, soalnya hari itu gue nggak bisa ikut bareng ama lu ke LP itu, kan gue ada acara lain di luar kota”.
“Nggak apa-apa kok, lagian Pak Subagyo juga sudah bilang kalau dia akan menyiapkan seorang artis buat jadi host waktu acara itu”.
“Oh artis lain? Siapa?”.
“Gue juga nggak tau, Pak Subagyo bilang dia dengan itu artis belum mencapai kesepakatan soal harga, jadi dia belum berani bilang ke gue”.
“Ya udah, syukur deh jadi lu cukup ditemenin ama crew lapangan aja kan?”.
“Iya, santai aja”.
Walaupun Farah Quinn terlihat santai, namun tidak dengan Dea,managernya. Di dalam hati wanita cantik itu seakan-akan tetap ragu untuk membiarkan Farah Quinn untuk ikut dalam acara masak yang diadakan oleh Pak Subagyo. Seakan-akan ada perasaan yang mengganjal dan terus berbisik kalau sesuatu yang buruk akan terjadi. Entah apa itu, ia sendiri tidak tahu. Tapi yang jelas perasaannya sangat jarang sekali salah.

#####################
Masih di hari yang sama, di tempat yang berbeda.

“Skak…!!”.
“Loh kok bisa gitu? Lu curang nih Cep!”.
“Gimana bisa curang? Wong lu juga dari tadi disini terus, jangan ngeles lu baru mau kalah ha ha ha”.
“Aduh kayaknya melayang lagi nih rokok gue satu bungkus”, laki-laki bertampang sangar itu menggaruk-garuk kepalanya.
Dua orang laki-laki berperawakan kasar dan bengis yang kini sedang bermain catur adalah Encep dan Gatot. Keduanya adalah narapidana yang kini sedang menjalani masa tahanannya di LP tersebut. Keduanya dihukum karena telah sering melakukan perbuatan perampokan dan perkosaan di beberapa tempat. Walaupun sudah sering keluar masuk penjara, namun mereka seakan-akan tidak pernah kapok mengulangi perbuatan bejat mereka. Terakhir kali mereka disini adalah karena perbuatan mereka memperkosa dua orang gadis desa. Tidak hanya mereka berdua yang berada di dalam sel khusus tersebut. Dua orang rekan sekelomplotan mereka yang lain juga ditahan di sel yang sama. Mereka adalah Amar dan Tinus.
“Busyet…!! tu toket gede amat ya Mar?”.
“Iya tuh, tu toket apa melon yak? Ha ha ha”.
Amar dan Tinus kini sedang terlihat berkonsentrasi menonton televisi yang sedang menyala di luar sel mereka.
“Eh Bang, volumenya di besarin dong!”, teriak Tinus, yang berperawakan besar penuh dengan otot dan sekujur tubuhnya dipenuhi oleh tato.
Handoko atau Bagong, staf LP bagian keterampilan yang saat itu sedang tugas piket langsung menoleh ke sumber suara. “Sewot amat sih lu? Ini udah besar kale”.
“Ah Abang, situ sih deket jadi denger nah kita-kita kan di dalem sel Bang?”.
“Ya udah…”, Bagong mengambil remote televisi dan mulai menambah volume suaranya.
“Tu cewek bening amat Bang, siapa tuh namanya?”, tanya Amar.
“Namanya Farah Quinn…”.
“Bule ya Bang?”.
“Nggak orang lokal, cuman kawinnya aja ama bule”.
“Sexy bener…! Jadi kangen gue ama si Surti di kampung, toketnya kan gedenya sama tuh ama tu cewek di TV”, Amar mulai membayangkan tubuh tukang jamu di kampungnya. Memang sudah beberapa tahun mereka semua terkurung di dalam jeruji besi, sehingga hampir tidak pernah lagi mereka merasakan nikmat dan hangatnya tubuh seorang wanita.
“Sontoloyo lu, cewek bening kayak gitu lu samain ama Surti si tukang jamu!”, Tinus yang sedari tadi menampakkan ekpresi mupeng ke arah televisi langsung protes mendengar kata-kata kawannya, karena merusak lamunan joroknya.
“Sama aja kale, paling tampilan luarnya aja yang beda, lu belum pernah nyobain Surti sih! ha ha ha”.
“Eh, berisik bener sih lu pada? Nggak tau kali gue lagi konsentrasi nih!”, Gatot berteriak kesal kearah dua temannya. Rupanya ia masih kesal dengan melayangnya sebungkus rokok miliknya kepada Encep sehingga ia kembali menantang kawannya itu. Sedangkan Encep sendiri hanya bisa cengar-cengir sambil menghisap sebatang rokok hasil kemenangannya di ronde pertama.


Amar dan Tinus menoleh ke arah Gatot untuk sesaat, namun kemudian melanjutkan aktifitas mereka menonton televisi.
“Tukang masak ya dia Bang?”, Amar melanjutkan pertanyaannya.
“Heeem…”, laki-laki betubuh pendek dan bergigi tonggos itu hanya menangguk sedangkan matanya tetap tertuju ke televisi.
“Duh Nus, nganceng nih kontol gue liat tu cewek”.
“Lu pada nonton apaan sih?”, Encep rupanya sedikit terusik dengan percakapan kedua rekannya. Melihat Gatot belum juga memindahkan biji caturnya, laki-laki berambut gondrong itu pun beranjak dari tempat duduknya.
“Ini lo Cep, nonton Farah Quinn…”, Tinus menjawab.
“Siapa tuh? Artis sinetron?”.
“Bukan Cep, tukang masak”.
“Tukang masak? Sejak kapan lu doyan nonton acara masak-masak? Kayak ibu-ibu aja lu he he he”.
“Wah yang ini lain Cep, yang ini tukang masaknya sexy bener!”.
“Masa? Mana?”, Encep memincingkan matanya yang memang sudah agak minus ke arah televisi.
“Mantap kan Cep?”, Amar berucap dengan mata berbinar.
“Busyet…!! Dasyat tuh!”.
“Lu-lu orang baru liat di TV aja udah pada konak gitu, gimana lu-lu liat aslinya langsung? Ha ha ha”, Handoko tertawa terbahak-bahak mendengar komentar-komentar para napi yang dijaganya tersebut.
“Liat aslinya? Mana mungkinlah Bang, masa cewek bening gitu mau main ke LP? Aya-aya awe…”, Amar menimpali.
“Lom tau si lu pada, minggu ini Farah Quinn mau dateng ke LP kita”, Bagong berucap.
“Serius nih Bang?”, kini giliran Tinus yang menimpali.
“Ya seriuslah, malah besok Pak Kalapas mau teken kontrak ama managernya Farah Quinn”.
“Wih, artinya minggu depan kita kedatengan bidadari nih Cep”, Tinus langsung tersenyum mesum.
“Semua napi bakal ikutan acara masak tu ya Bang?”.
“Nggak semualah, bakal dipilih beberapa napi aja”.
“Bang, bisa atur supaya kita berempat bisa ikutan acara masak itu nggak?”, Tinus nampak bersemangat. Gatot yang tadi terlihat sibuk memikirkan langkah biji catur berikutnya, kini telah ikut bergabung bersama kawan-kawannya yang lain.
“Wah susah tuh, yang milih orang-orang yang ikutan langsung dari Pak Kalapas sih”.
“Ayo dong Bang, usahain dong ntar setoran ke Abang kita tambahin deh”, Tinus terus mendesak.
“Iya Bang, setoran plus uang rokok deh”, Amar yang memang sudah nganceng sedari tadi ikutan membujuk si staf LP.
“OK deh, gue usahain”.
“Nah gitu dong Bang! He he he”, Tinus tertawa mesum dan kemudian menatap ketiga kawan-kawan segengnya. Ketiga laki-laki berwajah sangar dan bengis lainnya pun balik tersenyum, seakan-akan mereka mengerti makna tatapan Tinus.
Sebuah ide jahat, kini sudah muncul di dalam kepala keempat resedivis kambuhan tersebut. Dan sebuah rencana yang tak kalah jahat pun siap disusun.

#####################
Hari yang ditunggu-tunggu.

“Selamat datang Mbak Farah!”, sapa Pak Subagyo, sang kepala LP saat menyambut kedatangan Farah Quinn. Sebagai pimpinan LP yang merasa harus menjaga wibawa, ia mencoba bersikap sopan dengan menatap wajah tamunya itu.
“Terima kasih Pak Subagyo, duh.. cukup gerah juga ya udaranya di sini”, ujar Farah yang baru turun dari mobil ber-AC.
“Aduh jangan terlalu formal-lah Mbak Farah, cukup panggil saya Bagyo saja”, mata nakal laki-laki bertubuh tambun itu langsung berkontraksi dengan otak mesumnya melihat kedatangan sang tamu spesial.
“Oh iya Pak Bagyo”.
Cuaca di kota tersebut memang terkenal panas. Farah yang hari itu sepanjang di mobil mengenakan jaket denim, langsung melepaskan jaketnya tersebut. Langsung terpampanglah kemeja ketat berwarna biru yang ia pakai di balik jaketnya tersebut. Saking ketatnya kemeja Farah, payudaranya kian terekspos jelas. Dua gumpalan empuk itu seakan ingin memberontak keluar dari kemeja biru tersebut. Melihat pemandangan itu, Subagyo mau tak mau langsung mencelos hatinya. Niat sopan pada awalnya kini kalah dengan naluri kelelakiannya.
“Mmmaa.. rrrii.. mb.. mbbak Far.. Farah... Mari sss.. si.. silakan ma.. mass.. massssuk...”, tiba-tiba ucapan Subagyo menjadi terbata-bata saat mempersilakan Farah masuk ke LP binaannya.
“Okay, thank you Pak… tapi Bapak kok ngomongnya jadi nggak jelas gitu sih? Kayak Azis Gagap deh.. lucu...”, seloroh Farah sambil mencolek pinggang Subagyo. Farah memang suka iseng menggoda lawan bicaranya kalau ia tahu lawan bicaranya itu terpesona melihat kemolekan tubuhnya.
“Ah.. nggak kok... rrr... itu... anuu... saya kagum aja sama susu Mbak Farah... eeeeh... maaf… maksud saya... susunan acara yang akan diikuti Mbak Farah hari ini”, Subagyo jelas makin gelagapan diisengi seperti itu.
“Oooh... begitu toh Pak. Iya, saya juga kagum sama dedikasi Bapak dalam membina LP ini. Bapak sepertinya memang tipe responsible man, lelaki bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. I like such man. Pasti bisa membahagiakan istri juga. Hmm.. yummy”, tutur Farah dengan ucapan khasnya, terus menggoda Subagyo.
“Haha… ha... Mbak Farah bisa saja.. haha..”, Subagyo terkekeh, menutupi rasa malu dan groginya. Apalagi saat melihat kemeja Farah yang asalnya memang sudah ketat, terlihat kian menantang karena mulai dibasahi kucuran keringat. Otomatis bayangan bra dan kemontokan buah dadanya makin membayang.
“Ma... mari Mbak, kita masuk ke ruangan acaranya, para napi binaan kami sudah menunggu”, lanjut Subagyo sambil bersegera masuk ke aula LP, tempat demo masak bakal diselenggarakan. Farah Quinn mengikuti dari belakangnya. Ia tidak menyadari bahwa aula tersebut bakal menjadi saksi bisu satu pengalaman yang tak akan terlupakan sepanjang hidupnya.
“Sorry Pak Bagyo, kata Bapak akan ada artis juga yang akan menjadi host acara ini, siapa ya orangnya?”.
“Oh iya, hampir saja saya lupa, orangnya sudah di aula tempat acara dia baru datang beberapa menit yang lalu”.
“Begitu ya? Terus siapa orangnya?”.
“Ya, Mbak Farah bisa lihat sendiri nanti”, Subagyo kembali mempersilakan Farah Quinn beserta dengan rombongannya untuk beranjak menuju aula tempat acara akan dilangsungkan.

###########################
Keriuhan di aula LP sudah terjadi sejak pagi. Segala persiapan dilakukan, mulai memasang panggung, backdrop, mengatur meja dan kursi, melengkapi bahan-bahan masakan dan peralatan masak yang sebelumnya sudah diminta oleh Farah melalui surat. Mengingat kemampuan masak para napi yang diperkirakan Farah belum terlalu tinggi, ia sengaja memilih menu-menu masakan Eropa yang simpel dan mudah dibuat. Yaitu fish, sausage, ‘n chips, milkshake buah-buahan, dan puding vla. Di dalam aula, terdapat pula sebuah kamera video yang dipasang di depan panggung. Maksudnya tentu untuk mendokumentasikan demo masak karena jarang-jarang LP ini mengadakan acara sebesar ini, apalagi mengundang tamu koki terkenal segala. Paling banter acara keterampilan memasak yang pernah dibikin di sini hanya mendatangkan koki kota setempat. Untuk peserta, para napi diseleksi secara khusus meliputi napi-napi yang memang sering ikut kelas memasak sebelumnya. Subagyo, sang kepala LP, memercayakan seleksi ini kepada kepala bagian keterampilan, Handoko, yang biasa dipanggil Bagong karena bentuk tubuhnya yang agak pendek dan gempal, berwajah kurang sedap dipandang dan bergigi tonggos, laksana Bagong si tokoh punakawan. Suatu kesalahan fatal karena Bagong merupakan pengurus LP yang paling dekat hubungan pertemanannya dengan empat sekawan Encep, Gatot, Amar, dan Tinus. Kuartet yang di luar juga dikenal sebagai “Entot Anus”, karena kegemaran mereka melakukan anal sex terhadap korbannya. Ketika tahu rencana LP mereka mendatangkan Farah Quinn dan Bagong menjadi semacam ketua panitianya, Gatot yang di dapuk sebagai pimpinan komplotan, langsung menghubungi kawannya itu. Ia membeberkan rencana kawan-kawannya terhadap koki seksi tersebut. Tanpa pikir panjang, Bagong langsung menyetujui dan memasukkan kuartet itu sebagai peserta acara. Ternyata selama ini, dirinya pun memendam hasrat terhadap Farah Quinn. Mengubah acara “demo memasak ala Farah Quinn” menjadi “demo memaseks (memasak sambil ngeseks) bersama Farah Quinn”.
“Wah ramai juga ya Pak?”.
“Iya Mbak, maklum jaman sekarang banyak godaan yang bikin orang-orang baik yang berubah jadi penjahat, resikonya ya LP jadi penuh sesak gini”, kembali Subagyo menyempatkan diri melirik ke arah dada Farah. Seperti yang dikatakannya tadi, banyak godaan yang membuat orang-orang jadi berpikiran jahat termasuk dirinya sendiri yang begitu tergoda melihat gundukan besar dan kenyal milik sang tamu.
“Jadi yang ada di aula ini adalah semua napi yang ada di LP ini?”.
“Nggak semualah Mbak, kalau semua pastilah aula ini nggak bakal muat atuh”.
Farah Quinn hanya mengangguk-angguk melihat aula tempat akan dilangsungkannya acara terlihat begitu penuh sesak. Semua napi yang hadir adalah napi laki-laki, dengan tampang dan perawakan yang jauh dari kata tampan. Hampir semua berwajah sangar dan bengis. Semuanya seolah-olah menatap tajam ke arahnya, bak segerombolan serigala yang melihat seekor domba segar. Farah pun sedikit bergidik melihat kenyataan ini.

Ketika Farah tengah asyik menyapu pandangannya sekeliling ruangan aula, sebuah tepukan mendarat di pundaknya.
“Hai Farah, datang juga akhirnya”.
Farah Quinn membalikkan tubuhnya guna melihat siapa yang menepuk pundaknya tadi.
“Oh, Olga… ngapain lu disini?”, Farah tersenyum lebar.
Kedua wanita itu kemudian bersalaman dan saling berciuman pipi.
“Rupanya kalian sudah saling mengenal, Mbak Olga Lydia ini yang akan menjadi host Mbak dalam acara demo memasak hari ini”, Subagyo menjelaskan.
“Elu toh hostnya, tadi gitu kan kemarin gue telepon lu jadi kita bisa berangkat bareng”.
“Gue tahu sih kalau bintang acara hari ini adalah the great Farah Quinn, tapi gue kan nggak enak juga nelpon soalnya pasti lu pasti bakal sibuk banget nyiapin segala sesuatu buat hari ini he he he”.
“Biasa aja sih, kan acara-acara demo masak seperti ini udah biasa gue lakuin jadi nggak perlu persiapan yang terlalu ribet”.
“Maaf, Mbak-Mbak berdua bukannya saya ingin mengganggu obrolannya, tapi acara sebentar lagi akan dimulai mungkin Mbak berdua bisa mengambil tempat langsung di depan”, Subagyo menyela pembicaraan kedua wanita cantik tersebut.
“OK Pak, kalau begitu biar staf saya mempersiapkan perlengkapan terlebih dahulu”.
Farah lalu memberi isyarat kepada kepala rombongannya untuk memulai menyiapkan segala sesuatunya di meja panjang di depan aula. Rombongan Farah yang beranggotakan dua orang wanita dan tiga orang laki-laki itu pun mulai bekerja memindahkan peralatan masak dan juga bahan-bahan masakan ke tempat dimana Farah akan melakukan demo memasak.
“Semua udah siap Far?”, Olga Lydia memastikan terlebih dahulu kalau semuanya sudah siap sebelum ia membuka acara.
“OK, I am ready…”.
“Sorry Far, gue nitip kamera digital gue di tas lu dong, males nih gue balik lagi ke mobil”.
“OK, tapi entar lu inget ngambilnya ya, kalo nggak gue langsung balik nama he he he”.
“Dasar… sip deh!”.
Acara demo masak pun kemudian berjalan dengan normal. Pembukaan pun dilakukan oleh Olga Lydia dengan mengenalkan terlebih dahulu sang bintang, Farah Quinn kepada seluruh peserta yang ada di aula tersebut. Tepuk tangan riuh pun langsung terdengar di penjuru ruangan aula. Kemudian acara dilanjutkan dengan kata sambutan dari Handoko, sebagai ketua panitia dan akhirnya acara dibuka dengan prosesi penyalaan kompor oleh Subagyo, sebagai Kepala LP.
Olga Lydia

Tak ada yang aneh selama acara demo masak tersebut berlangsung. Semua peserta demo masak nampak “serius” memperhatikan segala gerak-gerik yang dilakukan oleh Farah Quinn. Entah serius memperhatikan apa yang didemokan oleh sang koki, atau justru mereka serius memperhatikan gerakan anggota tubuh sang koki yang menang terlihat agak lebih “menonjol” daripada resep yang kini sedang dipraktekkan. Demikian pula halnya Olga, wanita oriental ini bersaing dengan Farrah menjadi pusat perhatian mereka.
“Busyet Mar, ternyata aslinya lebih mupengin daripada kalo cuman di TV ya?”, Tinus berbisik kepada Amar yang duduk di sebelahnya.
“Gue setuju banget Nus, nganceng abis nih gue, si amoy Olga itu juga bikin gua ngaceng tuh, liat tuh pahanya bagus banget putih mulus, gemes pengen ngelusin”.
“Tahan dikit lagi Mar, kalo rencana Gatot berjalan lancar sebentar lagi kayaknya kita bakal bisa ngerasain tuh koki”.
“Iya nih, gue penasaran lebih enakan mana sih masakannya atau kokinya langsung nih ha ha ha”, Tinus tertawa tertahan. Bagaimanapun ia tidak boleh membiarkan napi-napi lainnya mendengar apa yang sedang mereka berempat rencanakan.
“Lagian si Encep ama Gatot lama banget sih perginya? Kayaknya ni acara bentar lagi kelar bisa gawat tuh kalo tu koki sexy keburu pergi”.
Memang saat ini Farah Quinn terlihat sedang menyiapkan bahan-bahan untuk membuat milkshake buah-buahan yang merupakan hidangan terakhir yang berfungsi sebagai pencuci mulut, selain puding vla yang telah selesai dibuat sebelumnya. Sementara Olga berinteraksi dengan para peserta demo sehingga suasana tidak sepi.
“Nah tu si Encep ama Gatot dateng”, Tinus menunjuk ke arah kedua kawannya yang kini sedang berusaha berjalan mendekati mereka diantara para napi yang duduk berjajar.
“Gimana Cep? Beres?”, Amar bertanya penuh harap.
“Beres Mar, semuanya udah kita urus bareng si Bagong”.
Mereka berempat pun tersenyum penuh kemesuman sambil menatap tajam ke arah Farah Quinn yang masih sibuk menjelaskan tentang bagaimana mencampur buah-buahan dengan adonan susu di dalam sebuah loyang besar. Beberapa kali terdengar suara tawa dari para napi ketika ditengah penjelasannya, Farah sedikit melontarkan joke-joke segar sebagai pencair suasana.

#####################
Akhirnya acara hari itu pun ditutup ketika para napi yang hadir di aula selesai menikmati masakan yang tadi didemokan oleh Farah Quinn. Kini para napi sudah dikembalikan kembali ke dalam sel mereka masing-masing. Yang ada di ruangan aula saat ini hanya Farah Quinn, Olga Lydia, Subagyo dan Handoko. Sedangkan rombongan Farah Quinn sendiri nampak sibuk merapikan alat-alat masak yang tadi digunakan dan kemudian memasukkannya ke dalam mobil.
“Terima kasih Mbak Farah dan Mbak Olga sudah bersedia hadir hari ini”, Subagyo membuka percakapan setelah beberapa menit yang lalu aula mulai nampak sepi.
“Sama-sama Pak Bagyo, ini sungguh sebuah pengalaman baru buat saya”, Farah tersenyum manis. Sementara Handoko atau Bagong yang berdiri di samping Subagyo sedari nampak gelisah. Agaknya laki-laki tonggos itu, sudah tidak kuat lagi menahan dorongan birahi yang sudah sedari tadi melanda dirinya akibat melihat tubuh montok dan molek milik sang tamu kehormatan.
“Tapi saya ingin membicarakan tentang satu hal dengan Mbak Farah”.
“Oh apa itu Pak?”.
“Begini Mbak, seminggu lagi LP kami diminta untuk mengisi salah satu stand dalam pameran pembangunan yang dilaksanakan oleh Departemen Hukum dan Ham dimana rencananya kami akan membuka stand masakan dalam acara tersebut”.
“O I see, terus?”.
“Dalam rangka pelaksanaan acara tersebut, kami ingin meminta tolong kepada Mbak Farah untuk sedikit memberikan kursus memasak kilat barang setengah jaman kepada beberapa napi yang telah kami pilih, sehingga nantinya mereka bisa siap dengan model-model masakan baru”.
“Hhhmm…”, Farah Quinn mengerutkan dahinya. “Tapi ini tidak ada di dalam kontrak?”.
“Iya saya tahu, masalahnya saya baru mendapat telepon dari Pusat setelah kontrak selesai kita tandatangani, jadi kalau bisa saya meminta bantuan ini secara personal kepada Mbak Farah”.
“Hhhmm… bagaimana ya?”.
“Besar lo harapan saya, Mbak mau menerima permintaan kami ini”.
“Lu gimana Ga? Mau balik sekarang?”, sejenak Farah mengalihkan perhatiannya kepada Olga Lydia yang berdiri disampingnya.
“Kalo gue sih musti balik secepatnya Far, abis ntar malem gue musti ngisi acara live di TV”.
“Tanpa host nggak apa-apa Pak?”.
“Oh nggak apa-apa Mbak, soalnya ini kan sifatnya privat langsung kepada napi-napi yang telah dipilih”.
“Terus apa peralatan saya perlu diturunkan lagi?”.
“Tidak usah Mbak, semua peralatan sudah kami siapkan, selain itu Mbak juga tidak perlu memasak lagi Mbak cukup menjelaskan dengan teori-teorinya saja kepada para napi”.
“OK kalau begitu, saya bersedia tapi hanya untuk setengah jam”.
“Terima kasih Mbak Farah”, senyuman langsung terkembang di wajah Subagyo. Namun senyuman yang paling terkembang adalah senyuman dari si Bagong yang merasa rencananya bersama empat napi agaknya akan berjalan lancar.
“Kalo gitu gue balik duluan deh Far”.
“OK deh Ga, see you soon ya…”.
“Kalau begitu saya akan mengantar Mbak Olga ke pintu depan, Mbak Farah bisa ikut dengan staf saya, Handoko, menuju ke tempat dimana para napi sudah kami kumpulkan”.
Kedua wanita cantik itu pun saling melambaikan tangan. Olga Lydia berjalan menuju ke pintu depan ditemani oleh Subagyo, sementara Farah Quinn diantarkan oleh Bagong ke tempat “khusus” yang telah disiapkan dimana para napi telah menunggu dengan tidak sabar.

###################
Bagong

“Nah ini tempatnya Mbak”, Bagong membuka pintu sebuah ruangan.
Ruangan itu terlihat seperti sebuah gudang. Berukuran sama seperti sel-sel yang ada di dalam LP tersebut, tanpa jeruji tentunya. Dengan ragu Farah Quinn masuk ke dalam ruangan tersebut. Sementara mata nakal Bagong nampak menatap nanar ke arah bongkahan pantat Farah yang saat itu terbungkus rok mini berbahan jeans. Rok tersebut terlihat terlalu ketat sehingga mencetak segalanya yang ada di baliknya. Beberapa detik Bagong sempat menyentuh selangkangannya yang mulai nampak menggelembung.
“Cuma empat orang?”, pertanyaan Farah bernada heran.
“Iya Mbak, kita memang cuman memilih mereka berempat, itu batas kuota yang diberikan oleh kantor pusat”.
“Ya sudah kalau begitu kita tunggu Pak Bagyo dulu”.
“Nggak usah Mbak, kita mulai saja duluan nanti toh Pak Kalapas bakal nyusul juga”.
“OK, it’s up to you…”.
Farah Quinn kemudian berjalan menuju meja di depan ruangan tempat dimana seluruh perlengkapan telah disiapkan. Ia lalu memeriksa satu per satu perlengkapan masakan dan juga bahan-bahan masakan yang ada di sana. Sedangkan ketiga orang napi yaitu Encep, Amar dan Tinus mulai nampak berbisik-bisik satu dengan yang lain. Sedangkan Gatot berada di pojok ruangan sambil membawa sebuah video kamera.
“Baiklah bapak-bapak, kita akan mulai acara pelatihan kilat hari ini, dengan instrukstur oleh Farah Quinn sendiri”, Bagong seolah-olah memperkenalkan kembali Farah Quinn kepada para napi yang ada, walaupun itu sebenarnya sama sekali tidak perlu.
Total peserta yg ada di aula sebanyak 6 orang. Farah, Bagong, Encep, Gatot, Amar dan Tinus. Empat orang napi yang dipilih oleh Subagyo adalah para napi yang mendapatkan “rekomendasi” dari staf kepercayaannya, Bagong. Lokasi ruangan tersebut memang berada agak terpisah dengan bangunan LP sehingga tidak akan ada orang yang lalu lalang di sekitar ruangan. Bahkan mungkin tidak akan ada orang yang tahu aktifitas apa yang terjadi di dalamnya.
“Untuk apa kamera itu?”, Farah berbisik ke Bagong yang berdiri di sebelahnya. Nampaknya koki cantik itu agak merasa risih dengan keberadaan Gatot yang terus merekam segala aktifitasnya.
“Itu untuk dokumentasi kami, setiap kegiatan harus ada dokumentasinya untuk dilaporkan setiap bulannya”.
Farah hanya mengangguk pelan. Kemudian dengan ragu Farah mulai mengambil satu per satu bahan-bahan makanan dan juga fungsinya masing-masing. Berlahan ia mulai merasa khawatir melihat di dalam aula hanya ada seorang wanita, yaitu dirinya, dan dia dikelilingi napi-napi pria yang tampak mupeng melihat tubuhnya. Menu pertama, Farah mulai menyebutkan bahan-bahan untuk memasak, dan terus disorot oleh kamera video yang dipegang oleh Gatot.
“Fish, sausage, ‘n chips dan juga sosis yang panjang-panjang ini adalah bahan kita untuk membuat roasted fish with sausage”.

Belum selesai Farah menerangkan tiba-tiba Encep langsung mengangkat tangannya, “Mbak, itu sosis harus make yang itu ya? Soalnya saya punya “sosis” yang jauh lebih panjang nih, bisa juga dipake nggak? Ha ha ha”.
Farah mulai risih dengan guyonan-guyonan yang mulai menyerempet-menyerempet ke arah vulgar. Sedangkan napi-napi yang ada di dalam ruangan, termasuk Bagong justru tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon tersebut.
“O apa saja boleh, sosis ayam, sosis babi, soal panjang atau pendek itu sesuai selera”, Farah berusaha untuk tetap sopan.
Kini giliran Amar yang mengangkat tangan. “Kalo Mbak Farah suka yang panjang atau yang pendek? He he he”.
Kembali terdengar gelak tawa. Wajah Farah Quinn sendiri kini nampak memerah.
“Jelas yang panjang dong, kan biasa main sama bule he he he”, Tinus menimpali karena Farah Quinn hanya terlihat terdiam.
“Bisa kita lanjutkan?”, Farah memotong pembicaraan karena melihat arahnya yang sudah mulai ngelantur. Farah pun kemudian kembali menjelaskan tentang bahan-bahan dan bumbu yang diperlukan untuk membuat saus tomat yang akan disiram diatas ikan bakar.
Belum selesai Farah berbicara, kembali ucapannya harus terpotong karena melihat Encep mengangkat tangan.
“Interupsi Mbak!”.
“Busyet gaya lu kayak anggota dewan aja Cep? Ha ha ha”, Amar langsung menimpali. Gelak tawa pun kembali terdengar membahana di seluruh ruangan.
“Ini penting Mar, makanya gue make gaya pejabat dikit he he he”, Encep menepuk bahu Amar yang duduk di sebelahnya.
“Iya ada apa?”, Farah masih berusaha untuk menjaga kesopanannya dengan tetap tersenyum.
“Begini Mbak, setelah saya melihat, mendengar dan merasakan apa yang Mbak paparkan, akhirnya saya merasa perlu menimbang dan memutuskan…”.
“Ha ha ha ngeliat dari ngomong lu kayaknya lu udah cocok banget ikut pilkada tuh Cep…!”.
Kembali tawa menggelegar di penjuru ruangan, ketika Amar kembali mengeluarkan berkomentarnya.

“Eh gue serius nih…”, Encep berusaha menampakkan ekspresi wajah serius, walaupun sama sekali tidak bisa menutupi kekoyolan dan codet wajahnya. Gelak tawa masih terus terdengar.
“Sudah… sudah… tolong dilanjutkan Pak”, Farah semakin terlihat kesal melihat suasana ruangan yang mulai gaduh.
“Begini Mbak, kalau cuman duduk di tempat duduk ini saya takut kurang jelas menangkap penjelasan dari Mbak, maka dari itu saya minta ijin untuk maju ke depan sehingga bisa melihat langsung dengan lebih jelas”, Encep berusaha terlihat seintelektual mungkin, walaupun itu justru membuat kata-katanya menjadi kaku dan baku mirip guru bahasa Indonesia yang sedang mengajar di kelas.
“OK it’s fine, Bapak bisa maju ke depan”, Farah kini mengembangkan senyumnya.
“Kita-kita boleh maju juga nggak Mbak?”, Tinus langsung mengangkat tangan, setelah melihat Encep mulai berdiri dari tempat duduknya.
“Baiklah, semuanya boleh maju ke depan sekalian Bapak-Bapak membantu saya”.
Tinus dan Amar kemudian menyusul Encep untuk maju mendekati Farah dan Bagong juga yang sebelumnya memang telah berada di samping si koki sexy.
“Aduh jangan dorong-dorong gitu dong Pak”, Farah sedikit memperingatkan keempat orang yang berada di sampingnya. Mereka berempat nampaknya mulai saling berebutan untuk berada langsung di samping sang koki. “OK, dua di samping kanan dan dua di samping kiri”, Farah mengatur posisi keempat laki-laki yang dikini mulai nampak mengerumi dirinya.
Karena sibuk mengatur posisi keempat napi tersebut, tanpa Farah sadari dibelakangnya tekah berdiri Gatot yang memegang video kamera. Dengan nakal Gatot mengarahkan kamera tersebut ke bawah rok jeans yang dikenakan oleh Farah Quinn. Gatot tersenyum mesum ketika di layar video kamera yang dipegangnya nampak gambar celana dalam sang koki sexy yang berwarna putih. Tangan kirinya pun dengan sigap langsung merabai selangkangannya sendiri. Melihat keempat orang yang berada di sampingnya mulai bisa mengatur diri, Farah kemudian meminta bantuan peserta demo untuk membantu. Akhirnya semuanya berjalan sesuai dengan skenario yang disusun sebelumnya. Mereka semua sudah bisa berada di dekat si koki sexy. Bau tubuh Farah langsung menggoda hidung kelima laki-laki berperawakan kasar dan ganas itu, melebihi aroma bahan dan bumbu makanan yang tergeletak di atas meja. Kelima orang laki-laki tersebut tersebut terlihat sudah tidak sabar lagi untuk mencicipi langsung hidangan utama hari itu, yaitu tubuh seorang Farah Quinn.
“OK, Bapak-bapak sekarang mengupas bawang dan Bapak-bapak di sebelah kanan saya bantu saya memotong wortel”.
Seperti biasa, sambil memasak Farah tampil menggoda rekan memasaknya. Justru itu yang diinginkan kedua napi tersebut. Saat Farah menyerahkan wortel kepada dua laki-laki yang berada di sampingnya sambil mencolek pinggang salah satu dari mereka, tak dinyana Encep balas mencolek. Farah terkejut diabuatnya dan minta supaya Encep bersikap sopan. Tapi Encep sudah tak mampu menahan gairahnya, sehingga ia langsung menelikung Farah dan memeluk tubuh molek itu dari belakang.
“Eh apa-apaan ini!”, Farah meronta dan menolak.
“He he he kita udah nyoba masakan Mbak Farah, ternyata benar-benar enak, sekarang kita cuman pengen nyoba kokinya sekalian apa sama enaknya atau nggak”, Bagong memegang dagu Farah sehingga kepalanya tidak lagi bisa bergerak-gerak.

Melihat Encep yang sudah tidak kuat lagi menahan rontaan Farah, Tinus pun ikut membantu memegangi tubuh si koki sexy.
“Let go of me… lepaskan… lepaskan aku…”, Farah terus meronta dan melawan. Kaki wanita cantik menendang-nendangkan kakinya ke segala arah. Namun rupanya ini adalah sebuah kesalahan, karena ketika Farah menendang-nendang, rok jeans yang dikenakannya menjadi tersingkap dan beberapa kali celana dalamnya terlihat. Ini jelas menggoda birahi Bagong, Amar dan Gatot yang berdiri didepannya.
“Waduh, mulus banget sih tu paha Bang!”, Amar berseru melihat rok Farah yang terus tersingkap.
“Ha ha ha gue jadi pengen nih liat dalemnya, mulut juga nggak ya?”, Bagong maju dan mencoba melepaskan rok bawahan dan celana dalam yang dikenakan Farah.
“Jangan… jangan…!”, kedua kaki Farah terus menendang-nendang ke segala arah, sehingga mengakibatkan Bagong kesulitan untuk melaksanakan niatnya.
“Mending bajunya aja dulu Bang, gue penasaran nih liat toketnya”, sambil terus berusaha menahan rontaan Farah, Tinus berucap kepada Bagong.
“Bener juga nih…”, Bagong lalu mengambil sebuah pisau dapur dari atas meja. Kemudian dengan cekatan ia memotong satu persatu kancing kemeja yang dipakai oleh si koki sexy. Gatot yang masih terus merekam adegan itu nampak semakin semangat men-zoom areal dada Farah yang mulai terbuka.
Tak lama kemeja biru yang dipakai Farah sudah terkoyak dan tergeletak di lantai. Farah terus meronta berusaha melepaskan kedua tangannya yang dipegang oleh Tinus guna menutupi payudaranya yang sudah terekspos. Bra hitam yang dikenakan Farah terlihat tidak cukup untuk menutupi payudara berukuran jumbo tersebut. Tak lama Bagong telah berhasil memotong tali bra tersebut dan membuangnya jauh-jauh. Kelima laki-laki yang berada di ruangan tersebut langsung membelalakan mata melihat payudara seorang Farah Quinn yang begitu mempesona.
“Busyet! Tu toket gede banget Bang, montok lagi…”, Gatot berteriak kegirangan dan terus merekam pemandangan indah tersebut. Dengan cepat laki-laki itu langsung menyambar bukit kembar itu dan meremas-remas bagian kanan. Seakan tak mau kalah, Bagong pun langsung meremas payudara kiri Farah dan merasakan bagaimana padat dan kenyalnya daging montok berukuran jumbo tersebut.
“Pak, please… jangan lakukan ini, saya mohon…”, Farah mulai nampak menangis melihat tubuh atasnya mulai dijamah dan diremas-remas. Kini wanita cantik itu sudah tidak tahu lagi tangan milik siapa lagi yang meremas-remas puting dan payudaranya.

Ketika kelima laki-laki itu saling berebutan meremas payudara Farah, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Di depan pintu berdirilah Pak Subagyo, Kepala Lapas diikuti Olga di belakangnya.
 “Apa-apaan ini?!” bentak pria itu
“Hah!” Olga terkejut melihat adegan di hadapannya itu, tangannya menutupi mulutnya.
Bagong dan keempat Napi langsung menghentikan remasan mereka, namun Tinus dan Encep tetap memegangi tubuh Farah yang bagian atasnya telah terbuka.
“Tolong Pak, tolong saya…Olga tolong!!”, suara Farah terdengar sesenggukan.
Farah teriak minta tolong kepada kedua orang tersebut. Saat itu Subagyo hanya mengantarkan Olga yang memutar balik mobilnya mumpung belum jauh dari LP karena baru ingat menitipkan kameranya pada Farrah tadi sebelum acara. Saat melewati ruangan itu mereka mendengar suara-suara aneh sehingga si kalapas itu memeriksa sejenak. Subagyo yang tidak tahu-menahu rencana Bagong dan Gatot cs. terkejut menyaksikan kejadian ini.
“Pak Bagyo, tolong saya…”, kembali Farah berteriak.
“Ma… maafkan saya Pak”, Bagong tergagap melihat atasannya itu mulai mendekatinya.
Beberapa menit suasana ruangan itu menjadi sunyi, hanya terdengar suara isakan tangis dari Farah sampai Olga yang tidak sanggup bersuara karena kaget membalikkan badan dan hendak lari meminta pertolongan. Subagyo dengan cekatan menutup pintu itu dan menguncinya.
“Aahh...Pak, anda...anda....” Olga tergagap melihat reaksi pria itu yang tadinya sopan kini mulai memperlihatkan wajah mesum, pandangan matanya menyapu tubuhnya bak ingin menelannya.
“Eheem…”, Pak Subagyo berdehem. Kelima laki-laki itu nampak was-was menunggu instruksi dari Kalapas mereka. “Kalian lanjutkan…!”
“Wehehe...lanjutkan oy!! Tambah satu cewek lagi!” sahut Amar sambil meneruskan remasannya pada payudara montok Farrah.
Senyum sumringah langsung terpancar di wajah para napi. Teriakan kegembiraan langsung terdengar di seluruh ruangan. Subagyo sebenarnya sempat mengalami pergumulan sejenak, satu sisi ia ingin menghentikan aksi bejat tersebut, tapi bisikan iblisnya ternyata berhasil mengalahkan akal sehat. Payudara Farah yang menggantung bebas dan telah ia idam-idamkan sejak pertama kali berjumpa, membuatnya mulai kehilangan akal sehat. Apalagi mengingat dirinya sudah lama tidak berhubungan intim dengan istrinya yang tinggal di kota berbeda. Dengan pelan ia menutup pintu dan menguncinya. Ia rupanya akan memilih untuk bergabung dan memangsa Olga yang sejak awal sudah membuatnya deg-degan.
“Maaf Mbak Olga, gimana kalau kita bergabung aja...saya juga kesengsem sama Mbak sih!” kata Subagyo berjalan menghampiri Olga
"Lepaskan saya. Saya tidak akan bilang ke siapapun. Tolong lepaskan saya dan saya akan tutup mulut." kata Olga dengan nada gemetar sambil melangkah mundur pelan-pelan.
Olga menyadari apa yang akan menimpanya, ia berusaha untuk menghindar dan mencari cara untuk kabur., dia tidak punya waktu buat menghindar. Ketika ia berbalik hendak menuju pintu, lengan kokoh Subagyo langsung mendekapnya.
“Jangan!! Tolongg!!” Olga menjerit sambil meronta dan menendang-nendangkan kakinya
"Hehehe...ayo dong Mbak, kalau ngelawan gini malah jadi sakit loh!” kata Subagyo sambil terkekeh
"Apa apaan ini.. Farr..tolong!!" Olga menjerit lebih keras sambil berusaha lepas dari dekapan Subagyo

Subagyo

Tangan si kepala penjara itu sudah berusaha menyingkapkan rok yang dipakainya, saat itu Amar meninggalkan Farrah dan mendekati mereka.
“Jangann!! Pergi!! Lepaskan!!” Olga menendangkan kakinya ke arah narapidana itu.
“Eit....hehehe....” Amar dengan mudah mengelak dan menangkap betis Olga, “wuiihh...nih kaki mulus bener, eh celana dalemnya pink ya” pria itu mengelus pahanya dan menunduk sedikit melongok ke bawah rok wanita itu.
"Hentikan..saya mohon..!!" Olga berusaha meronta dari himpitan tubuh si kepala lapas yang makin ketat mendekapnya dari belakang, sementara Amar memegangi kaki kanannya yang tadi menendang sambil berusaha menciumi bibirnya
"Mmh...bajingan...jangan!!" jeritnya membuang muka ke samping ketika mulut Amar berhasil menempel di bibirnya
Namun di saat yang sama ia merasakan rabaan tangan Subagyo pada pahanya setelah ia menyingkap roknya. Ketika Amar hendak menciumnya lagi, buk...Olga berhasil menyarangkan tendangannya ke perut napi itu sehingga terhuyung ke belakang. Semua terdiam sejenak, Amar memegangi perutnya sambil menatap marah pada presenter cantik itu. Olga terhenyak, ia sadar kalau pria itu kalap bisa-bisa mencelakai dirinya. Amar meraih pisau dari meja yang dipakai Farrah untuk memotong bahan makanan.
“Jangan....jangan!!” suara Olga gemetar ketika Amar menempelkan pinggiran pisau itu di lehernya,
“Sabar...sabar Mar...kalau si Mbak sampai terluka bisa cilaka kita semua!” Subagyo mencoba menenangkan.
“Tenang...yang kaya gini gua mana tega ngelukain...enakan dientot, tapi kalau keterlaluan....!” ia menurunkan pisaunya ke bawah, terus hingga ujungnya yang tajam mengangkat rok Olga.
Olga gemetaran dan meneteskan air mata sambil mengiba, tatapan panik dan ketakutan tampak di matanya. Subagyo berusaha melepaskan gaunnya dengan mempreteli kancingnya di punggung. Kemudian Amar memelorotinya dengan  paksa tanganku sehingga gaun bagian atasnya merosot hingga sebatas perut dan terlihatlah bra-nya yang juga berwarna pink.
“Wah, toket yang pas, ga segede yang satu itu tapi bagus nih!” katanya sambil meremas payudara Olga yang masih terbungkus bra.
“Hhhmmm....slllrrrppp" ia menjulurkan bibirnya menjilati pipi mulus Olga, wanita itu memejamkan mata menahan jijik ketika lidah yang panas itu menyapu pipinya.
Sementara Subagyo menggosokan penisnya ke pantatnya, rasa ketakutan dan tak berdaya wanita itu makin membuat para pria itu semakin bernafsu.
Lidah Amar turun menjilati leher Olga. Isak tangis wanita itu semakin membuat Amar bersemangat ketika ia menemukan kancing bra dan mulai melepaskannya. Tangis Olga pun semakin keras sementara ia diam tak bergerak di antara kedua pria bejat itu, yang menggosokkan tubuh masing-masing ke tubuhnya. Olga merasakan tangan Amar sudah melepas kancing bra-nya. Di belakangnya, Subagyo langsung melepaskan pegangan tangannya dari pergelangan tangan Olga dan memeloroti gaun terusan itu hingga jatuh ke lantai.
"Ruar biasa...mulusnya", sahut Amar menatapi tubuh Olga yang tinggal berbalut bra yang sudah terbuka kancingnya dan celana dalam saja.
"Tokednya jangan ditutupin dong Mbak" Amar menarik bra itu hingga lepas dari tubuh Olga sementara tubuhnya masih dalam dekapan Subagyo.
Olga melihat ke arah Farrah yang juga sedang digarap empat pria lainnya dengan tatapan kosong, dan penuh dengan air mata, ketakutan, dan putus asa. Ia sudah tidak melawan lagi saat Amar menurunkan celana dalamnya dan meraba vaginanya yang berbulu lebat itu.

“Dasar jahanam! Kalian semua manusia tidak bermoral…”, Farrah kembali memberontak, merontak dan berteriak. Namun semuanya sia-sia belaka dan justru rontaannya tersebut kian menguras tenaganya. Walaupun terus meronta, namun karena yang memegangi tubuhnya adalah laki-laki bertubuh besar dan kekar akhirnya Farah tak kuasa lagi melawan. Dengan mudah kini Encep dan Bagong melepas rok berikut dengan celana dalam Farah. Tubuh montok nan menggiurkan itu pun akhirnya terbuka seutuhnya dalam keadaan polos. Setelah Encep dan Bagong berhasil menelanjangi Farah, Tinus dan Gatot pun melepaskan tubuh Farah dan wanita cantik itu langsung ambruk di lantai. Koki cantik itu meringkuk di lantai dan menangis tersedu-sedu sambil berusaha menutupi tubuh telanjangnya dengan kedua tangannya. Encep dan Gatot mulai merangsang Farah, melepaskan kemejanya, sembari meremas-remas kedua payudara yang menjadi impian mereka selama ini. Tapi sembari mengeksplorasi tubuh Farah, mereka memaksa Farah tetap melanjutkan demo memasaknya. Bayangkan saja, aksi seorang Farah Quinn memandu demo masak, memotong, menggoreng, tapi dalam keadaan bugil dan dijamah-jamah oleh dua napi sangar. Gatot dan Tinus merabai seluruh penjuru tubuh Farah sampai ia mendesah-desah keenakan sambil menahan rasa sedih dan malu. Sosis dan kentang goreng yang sudah jadi, dimasukkan ke dalam vagina Farah sampai ia orgasme, lalu Farah disuruh memakan hasil masakannya yang sudah berlumur cairan orgasmenya sendiri.
“Hmm... Yummy...” ujarnya sambil agak menangis.
Untuk menu berikutnya, puding vla, Bagong dan Tinus ikut maju. Farah makin kaget karena harus melayani empat orang sekaligus. Masih dalam keadaan bugil, Farah disuruh membuat puding dengan bahan-bahan.... sambil terus digerayangi oleh empat orang. Sembari menunggu puding jadi di dalam kulkas, Farah disuruh mengoral empat orang tersebut untuk memperoleh “vla” berupa air mani keempatnya. Karena tidak tahan hanya oral, akhirnya mulai Tinus mulai mengarahkan penisnya ke vagina Farah dan menekannya hingga masuk.
“Aaagggghhh!!” erang Farrah, ia dapat merasakan penis itu menggeseki dinding vaginanya.
Tinus menggenjoti Farrah sementara ketiga lainnya menggerayangi dan menjilati tubuhnya. Bagong bahkan naik ke dada Farrah dan menjepitkan penisnya di antara kedua gunung kembar chef cantik itu lalu mulai memaju-mundurkan penisnya.
“Paling sip kalau cewek tetek montok gini, bisa dipake ngentot hahahha...!” kelakarnya.
“Wah asyik tuh....gua juga mau coba nanti, cepetan ya!” sahut si Encep.
Tak lama setelah puding dirasa cukup dingin dan “vla” sudah terkumpul, tinggal menghidangkan. Puding tidak ditaruh di piring, tapi di atas tubuh Farah. Farah disuruh telentang di atas meja masak, lalu puding ditaruh masing-masing di atas wajah, payudara, perut, dan paha Farah. Encep, Gatot, Bagong dan Tinus lalu melahap puding yang ada di bagian-bagian tubuh Farah sambil menjilati tubuhnya.
“Hmm.. Yummy...” kata mereka berempat bersamaan.
Setelah itu, puding sisanya dituangi “vla” yang sudah disiapkan lalu Farah disuruh memakan puding “vla” mani tersebut.
“Hmm.. Yummy...” Farah bertutur sambil terpaksa, menahan mual.

Sementara itu di pojok ruangan, Olga tengah digarap oleh Subagyo dan Amar
"Arghh...sakitt...!!" Olga melenguh lemah menahan sakit saat kemaluan Amar menghujam-hujam menggesek seluruh dinding liang vaginanya dalam posisi berdiri, di belakangnya Subagyo masih mendekapnya sambil meremas payudaranya. Kepala lapas itu juga menciumi lehernya yang jenjang hingga ke pundaknya.
Makin lama genjotan Amar semakin cepat, sehingga tubuh Olga pun ikut terguncang guncang mengikuti gerakan tubuh si napi itu yang bergerak maju mundur. Ia merasakan batang penis pria itu seperti menggerus gerus dinding vaginanya saat benda itu bergerak maju mundur, sehingga menimbulkan rasa perih dan sakit di seluruh liang kemaluannya.
"Uuhh...memek artis, sedapnya....gak nyangka bisa ngerasain juga!” erang Amar sambil terus menggenjot.
Olga sudah pasrah dan menangis merasakan sakit dan perih saat kemaluannya di obrak abrik oleh batang penis Amar. Ia sudah lelah memberontak
Tiba tiba Amar mendengus keras sambil menghentakkan pantatnya dengan keras ke arah depan sambil tangannya mencengkeram pinggang Olga dengan erat
“Uuhhh...ngecrot nih!” Amar mengerang nikmat sambil mengeluarkan seluruh cairan spermanya di dalam lubang vagina Olga, cairan hangat itu menyembur, mengisi dan membanjiri liang kewanitaan wanita itu.
"Uuhh...puas gua...bisa ngecrot di memeknya Olga Lydia" ujar Amar sambil tertawa penuh kemenangan
Segera setelahnya Subagyo menyuruhnya membelakanginya dengan bertumpu pada tembok sambil menunggingkan pantatnya. Ia sendiri mengambil posisi di belakang tubuh wanita itu lalu memeloroti celananya mengeluarkan penisnya yang sudah tegang itu. Subagyo dengan sigap langsung memasukan batang penisnya ke dalam liang vagina Olga yang telah basah oleh cairan sperma Amar.
"Aaahhhh...jangan.!!" jerit Olga, saat liang senggamanya kembali di terobos dengan paksa.
Tubuh Olga terguncang-guncang dengan keras, membuat payudaranya yang sedang itu juga ikut menggeletar saat si kepala lapas memompanya dengan kasar. Batang penisnya tampak bergerak maju mundur dan berbunyi mendecak karena basahnya. Kemudian Encep menghampiri mereka, tanpa basa-basi ia meremas payudara Olga dan memagut bibirnya. Dengan sedikit paksa ia mendorong-dorongkan lidahnya hingga bibir tipis wanita itu membuka sehingga lidahnya menyeruak masuk ke rongga mulutnya. Selama beberapa saat berpagutan, Olga akhirnya menggerakkan juga lidahnya menyambut lidah pria itu. Ia merasa malu dan amat terhina di perlakukan seperti itu oleh mereka, Namun gelora birahi dalam tubuhnya tidak bisa menolak kenikmatan ini. Dalam waktu seperempat jam saja Olga akhirnya melenguh panjang saat merasakan cairan sperma Subagyo memenuhi liang rahimnya, sebagian cairan itu yang menjuntai menetes dari bibir kemaluannya saat si kepala lapas itu mencabut batang penisnya

Para pria bejat itu mempersilakan Farrah dan Olga beristirahat sejenak sambil mereka sendiri memulihkan tenaga. Di situ kedua wanita itu berpelukan menangisi nasib naasnya yang dipaksa melayani berhubungan seks oleh napi-napi sangar dan buruk rupa. Encep, Gatot, Amar, Tinus , Bagyo, dan Bagong juga melepas lelah namun mereka belum puas menikmati tubuh kedua wanita itu, kapan lagi beroleh kesempatan menikmati dua selebritis berparas cantik seperti mereka, yang satu cantik eksotis, yang satu cantik oriental. Setelah dua puluh menit, Bagong dan Amar segera menyeret kedua wanita cantik itu ke tengah ruangan, lalu memaksanya duduk di lantai.
“Hayo mbak-mbak, sambil istrahat kita pengen nontonin kalian lesbian!” perintah Bagong.
“Wah iya...iya...asyik tuh pasti Farrah Quinn sama Olga Lydia jilat-jilatan memek pasti asyik punya deh!” timpal Tinus antusias.
Yang lain pun turut menyoraki agar keduanya segera action, “Hayo...hayo...jilat memeknya...nyusu...ayo...!!”
Baik Olga maupun Farrah mengerti apa yang diinginkan para pria bejat itu. Keduanya saling bertukar pandang lalu Olga mengangguk ke arah si chef cantik itu. Tanpa menunggu lagi, Farrah merangkak ke arah Olga dan mendekapnya. Bibirnya yang seksi langsung melumat bibir tipis Olga. Tanganku meraih payudara kiri Olga dan meremas-remas dengan lembut, jarinya memilin puting susu Olga yang mulai mengeras lagi. Olga pun tidak mau kalah, dia juga memeluk tubuh telanjang Farrah dan menggerayanginya sambil lidahnya saling belit dan saling hisap dengannya. Ciuman Farrah merambat ke leher jenjang Olga, tepat di bawah telinga wanita oriental itu yang membuatnya begitu terangsang, lalu ia mendorong Olga hingga ia berbaring di lantai. Dengan mesranya dia mencium payudara Olga sebelah kiri, kemudian dia mengulum puting susunya hingga semakin mengeras lalu berpindah ke payudara sebelah kanan, dijilatinya dari pangkal sampai putingnya sehingga payudara Olga terasa emakin kencang dan mengeras putingnya
“Ssshhh...Far!” desah Olga dengan tubuh menggeliat nikmat.
Sekitar satu menit lamanya Farrah mengenyoti payudara Olga secara bergantian, lalu chef cantik itu mengarahkan ciumannya merambat ke atas dan membisikkan,
“Kita main 69 ya Ga!"
Olga mengangguk lemah dan Farrah pun bergegas mengambil posisi di atasnya menyodorkan vaginanya ke wajah Olga. Begitu wajah Olga menghadap ke liang kewanitaannya, ia langsung menggesek-gesekkan hidungku di antara bibir kemaluan Farrah dan menghirup aroma liang surganya. Farrah pun menjalankan tugasnya dengan baik, lidahnya bergerak lincah keluar masuk di dalam liang kewanitaan Olga hingga membuatnya mendesah diselingi geraman. Sama seperti Farrah, Olga pun menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat belahan vagina rekannya itu.
"Aaah... enak Ga. Jilat terus memek gua...eeemmm...yummy!", kata Farrah sambil melebarkan pahanya.

Lama-kelamaan permainan lidah mereka di liang vagina pasangan masing-masing mulai membangkitkan gairah keduanya. Tak dapat disangkal lagi, walaupun dibawah paksaan dan diperkosa, tapi sekarang benar-benar menikmatinya.”
"Aaah....sst... disitu Far...isepin juga aakkhh....", desah Olga, “masukin jarilu ke situ... ya gitu uugh....kocokin terus...uuff......", desahan Olga pun segera memenuhi ruangan itu, wanita cantik itu benar-benar telah tenggelam dalam kenikmatan, hingga ia tak lagi mempedulikan tatapan penuh nafsu keenam lelaki tak bermoral yang menonton pergumulan panas mereka. Getar-getar birahi mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Hingga Olga pun menggeliat nikmat saat orgasme datang menerpanya. Ia menekan kepala Farrah ke vaginanya sampai chef cantik itu hampir kehabisan nafas.
"AAGHH...... Far...gua keluar nih...", tanpa malu-malu presenter cantik itu pun menjerit nikmat.
"Wuiiih...hebat...... benar-benar pertunjukan ruar biasa. Mbak Olga sama Mbak Farrah berlesbian ternyata seru juga ya!", kata Bagong sambil bertepuk tangan.
Olga seakan terseret lagi ke alam nyata.
"Ya, Tuhan. Apa yang baru saja kulakukan?", katanya dalam hati, wajahnya merona merah, mulai timbul rasa malu dan hina karena dia menikmati percintaan dengan sesama jenisnya tadi, Farrah pun merasakan hal yang tidak jauh beda.
"Tul banget Gong, gue paling demen nonton cewek lesbong kayak gini ha.. ha.. ha..", timpal Tinus.
"Nah, Mbak Olga sekarang Mbak harus ngebales Mbak Farrah. Dia kan juga pengen orgasme tuh.", kata Amar.
“Entot...entot...kecrotin...kecrotin...!” yang lain turut menyoraki.
Sejenak Olga bingung apa yang harus ia lakukan untuk menciptakan adegan erotis yang diinginkan mereka. Matanya bergantian memandang mereka dan Farrah. Sebentar kemudian terlintas sesuatu di benaknya, ia pun meraih lengan Farrah dan membantunya berdiri.
"Ga, mau ngapain nih Ga?", tanya Farrah ketika Olga mendudukkan dirinya di tepi meja yang dipakainya memasak.
Tanpa menjawab, Olga meraih botol kaca berisi madu, ia buka tutupnya lalu ia tuangkan ke dada Farrah.
“Aaahh...Olga!!” desah Farrah merasakan lelehan cairan kuning emas yang lengket itu di dadanya.
Para pria bejat itu melongo terkagum-kagum melihat adegan itu. Payudara Farrah yang besar itu terlihat begitu menantang dengan putingnya yang berwarna kemerahan dan dilelehi madu.

Jemari lentik Olga meraba bongkahan montok itu dan meremasnya lembut.
"Olga....lu...aahh”, rengek Farrah tersendat karena Olga tiba-tiba menyorongkan bibirnya ke arah payudaranya.
Farrah dapat merasakan lidah Olga yang hangat dan basah menjilati putting susunya yang kian mengeras. Kadang ia menghisap kuat puttingnya yang membuat chef seksi itu mendesah makin keras. Manisnya madu bercampur aroma persetubuhan sungguh menimbulkan sensasi rasa yang khas. Desah nikmat terdengar dari bibirnya yang seksi. Rangsangan dan cumbuan Olga membuat Farrah merasakan sensasi nikmat yang luar biasa. Puting payudaranya kian mengeras dan vaginanya semakin basah oleh cairan kenikmatan.
"Mmm... aahhh...aahh”, desah Farrah yang hanyut dalam kenikmatan birahi.
Desahan Farrah membuat Olga makin bersemangat. Kini tak hanya payudara Farrah yang menjadi sasarannya. Jemarinya yang lentik mulai bergerilya ke bawah, mengusap-usap belahan vagina Farrah. Bibir dan lidahnya menyusup ke ketiak Farrah yang tanpa bulu dan juga lehernya yang membuat chef cantik itu sampai merasa bulu tengkuknya merinding.
"Sstt....Olga...mmmhhh........" desah Farrah yang tanpa sadar membalas kala bibir Olga mendarat di bibirnya dan mengajaknya berciuman.
Gatot terus mengarahkan kameranya mensyuting percumbuan yang terjadi antara kedua artis cantik tersebut.
“Wah semua bokep lewat deh....” sahut pria itu.
Yang lain terus menyoraki, mata-mata mereka memandang nanar seakan tak mau melewatkan kesempatan menikmati adegan panas yang terpampang di depan mereka. Desahan Farrah makin tak karuan ketika bibir Olga mulai bergerak ke bawah ke arah vaginanya. Olga berlutut dan mulai menjilati vagina Farrah dengan bergairah. Kini tak hanya paksaan dari para pria amoral itu yang membuat wanita cantik itu melakukannya tapi nafsu birahinya mulai bangkit mendengar desahan Farrah yang menikmati cumbuannya ditambah lagi ejekan-ejekan para pria itu yang membuatnya merasa dilecehkan namun juga terangsang. Olga merasakan vaginanya sendiri juga mulai basah lagi. Ia terus menjilati vagina Farrah yang bagian dalamnya terlihat begitu merah muda dan segar sambil tangan satunya memilin-milin putingnya sendiri. Saat menemukan klitoris Farrah, mulutnya langsung melumat dan menghisap benda kecil sensitif itu kuat-kuat.
"Sslluurppp...slllurrpp..."
"Aaaahhh...stttt...aaahhhh....", desah Farrah makin keras saat Olga mulai memainkan kelentitnya.
Chef seksi itu merasakan getar-getar birahi menjalar ke seluruh tubuhnya bagaikan gelombang lautan. Tak lama kemudian, Farrah merasakan gelombang orgasme datang menerpanya, dia menjerit keras. Badannya menggeliat sampai pantatnya terangkat. Kedua pahanya menjepit erat kepala Olga yang tak mau melepaskan hisapan dan jilatannya.
"UUGHHH.....Ga...gua mau...ouuughh........", erang Farrah.
Farrah kemudian merasa tubuhnya seakan lemas setelah orgasme tersebut. Sementara di bawah sana, Olga masih asyik menjilati cairan kenikmatan yang keluar dari vaginanya sampai sebuah tangan besar menarik wanita cantik itu bangkit berdiri.

"Hua...ha....ha..... bagus. Benar-benar tontonan seru. Sini! gue udah siap nyodok memek mbak, mmmpphhh.....", kata Bagong sambil mencium bibir Olga dengan liar.
Olga tak kuasa menolak, wanita cantik itu pun membalas dengan panas. Sipir penjara itu menjilati cairan orgasme Farrah yang tersisa di mulut Olga. Lidah kasap pria itu begerak liar di rongga mulut Olga. Olga yang memang sudah bangkit birahinya saat mencumbu Farrah melayani permainan pria itu. Bahkan ketika dia rasakan jemari Bagong yang besar bermain di vaginanya yang basah, artis cantik itu tanpa sadar turut menggerakkan tubuhnya naik turun menyambut tusukan jari itu. Tak lama, Bagong menjatuhkan pantatnya ke sebuah kursi.
“Masukin sini Mbak memeknya!” perintahnya sambil memegang penisnya yang menegang.
Tak ingin mendapat tindak kekerasan dari mereka, Olga pun membalikkan badannya memunggungi pria itu dan meraih penisnya. Ia naik ke pangkuan Bagong dan menempelkan kepala penisnya ke bibir vaginanya, terlihat bibir vagina yang bewarna merah tersebut sedikit ikut melesak masuk ketika penis Bagong melesak masuk ke dalam liang kemaluannya.
“Ooohhh....aaahh....!” desahnya seiring gerakannya menurunkan tubuh sehingga penis pria itu makin terbenam dalam vaginanya.
Bagong merasakan nikmat nan amat sangat menjalari batang penisnya. Kejantanannya serasa menembus sesuatu yang lunak basah namun sangat lembut dan begitu hangat kelamin mereka bersatu. Tidak hanya itu, sipir penjara itu juga merasakan penisnya diurut-urut oleh daging hangat yang berdenyut-denyut menjepit kuat kejantanannya. Semakin dalam penisnya terbenam ke dalam liang kewanitaan Olga, makin terasa hangatnya vagina artis cantik itu.
“Wuuiiihh...seretnya...sipp!!” Bagong tersenyum, ia bangga berhasil menanamkan penisnya hingga mentok ke dasar vagina artis itu, apalagi kewanitaan Olga dirasanya begitu nikmat menahan penisnya.
Diremasnya kedua belah payudara Olga sambil merasakan jepitan dinding vaginanya yang becek dan seret walaupun sudah tidak perawan.
Tubuh Olga pun mulai bergerak naik turun di atas pangkuan Bagong, sesekali pria itu menyentakkan pinggulnya.
“Akhh…akh…akhhh…ampun…udah Pak…udah…” desah Olga memelas namun membuat si sipir penjara malah menjadi dan mempercepat sodokan penisnya ke dalam vagina wanita itu.
Tinus mendekati mereka, dijenggutnya rambut sebahu Olga dan dibawa mendekat penisnya.
“Dijilat Mbak Olga!” ia memerintahkan Olga untuk mengoral penisnya yang sudah basah oleh cairan pelumas, nampaknya pria ini juga sangat terangsang melihat perlakuan si sipir itu terhadap presenter cantik itu. Olga menolak, ia merasa jijik melihat penis Tinus yang bersunat dan mirip jamur merah itu, namun apa daya karena benda itu sudah diarahkan ke wajahnya membuat dia harus membuka mulutnya mau tak mau,
“Nah gitu…sedot yang keras. Ditelen semua pejunya ya! Akhirnya bisa ngerasain disepong sama Olga Lydia hehehe!” sahut narapidana berwajah seram itu
Dengan vagina masih dipompa dari bawah, kini mulut Olga pun sudah tak bisa merintih atau mengaduh lagi karena sudah disumpal oleh penis Tinus yang cukup besar. Selang beberapa menit, Bagong mempercepat gerakan sodokannya dan menekan-nekan tubuh Olga ke bawah hingga akhirnya...
“Aaahhh...gua ngecrot nih...uuuhh gua ngecrot di memek Mbak Olga....!” erang Bagong sambil meremasi kedua payudara Olga.
Olga merasakan vaginanya terisi oleh cairan hangat yang kental, cairan itu juga meleleh sebagian membasahi selangkangannya.

Sementara itu, di atas meja, Subagyo dan tiga orang napi lainnya membaringkan tubuh Farrah di atas meja.
“Hehe...gua dulu yah yang icip-icip memeknya sekarang!” kata si kepala sipir itu sambil menempatkan dirinya di antara kedua belah paha Farrah yang terbuka, bersiap-siap akan menyetubuhi wanita itu yang kedua tangannya dipegangi masing-masing oleh Amar dan Gatot, tangan-tangan kasar bergerilya menggerayangi tubuh telanjang Farrah .
Setelah mengarahkan penisnya dan mengambil posisi, tanpa aba-aba lagi Subagyo melesakkan penisnya masuk kedalam vagina sang chef seksi.
“Akhh...Pak...perih!!” erang Farrah
Namun rintihan itu tak membuat Subagyo diam malah semakin bernafsu menyodoki vagina ibu beranak satu itu. Penisnya yang lumayan besar membuat Farrah meronta tak karuan berusaha melepaskan diri sementara Encep mendekati kepala Farrah lalu menjenggut rambutnya. Dengan agak kasar ia menyumpalkan penisnya ke dalam mulut Farrah hingga wanita itu nyaris tersedak.
“Diemut Mbah Farrah! Aaahh...enaknya!!” erang Encep merasakan penisnya yang diselubungi kehangatan mulut chef seksi itu.
Batang kejantanan Subagyo yang memenuhi liang kewanitaan Farrah semakin cepat keluar masuk. Bibir vagina Farrah ikut keluar masuk tiap kali si kepala sipir melesakkan dan menarik penisnya dari liang kenikmatannya. Gatot menumpahkan madu yang tersisa ke payudara kanan Farrah lalu langsung melumat payudaranya yang besar itu dengan penuh nafsu.
“Nyamm....eeeemmhh....sssluurrpp...ssluurrpp!! wuih manis, toked madu emang moy!” sahut narapidana itu terus melumat dan meremasi payudara Farrah.
“Sini! Gua juga mau coba!” pinta Amar.
Gatot menyerahkan botol plastik itu pada temannya. Amar pun menumpahkan madu itu ke payudara kiri wanita itu dan belepotan di sekitarnya.
“Mandi madu sambil ngentot...aaahh!” timpal Encep dengan irama dangdut sambil menikmati penisnya dikulum Farrah, yang lain tertawa-tawa mendengarnya.
Di antara kedua belah paha Farrah, nampak Subagyo, si kepala sipir, sedang menikmati apa yang dia bisa raih dari tubuh sintal itu. Dengan terus menyodoki vagina Farrah dia meremasi paha dan pantatnya yang membentuk lekukan indah. Nafas pria itu mengendus-endus dengan buas menyertai nafsu birahinya bagaikan binatang liar yang tak terkendali lagi. Penis pria itu semakin cepat keluar masuk di vaginanya ketika mendekati puncak birahinya. Untuk yang kesekian kali Farrah akhirnya merasakan siraman cairan hangat di vaginanya.
“Uuuaaahhh!!” lenguh Subagyo anjing jantan yang telah memuasi betinanya.
Di antara panas dan pedih pada vaginanya, tubuh Farrah terguncang-guncang di atas meja sambil mengerang tertahan karena mulutnya tersumpal penis Encep. Lendir kewanitaan dan sperma pria itu melicinkan bibir dan dindingnya vaginanya hingga menimbulkan bunyi berdecak. Tangan Farrah meremasi pinggiran meja menahan perasaan nikmat yang menerpa bak gelombang itu. Selama beberapa menit Subagyo menumpahkan spermanya di dalam liang vagina Farrah.Kemudian Farrah merasakan penis pria itu mengendur di vaginanya dan akhirnya ia menarik lepas benda itu. Cairan putih lengket keluar dari dalam liang kemaluannya dan mengalir membasahi meja di bawahnya. Tugasnya masih jauh dari selesai karena masih yang lain yang menunggu jatahnya, ia sudah pasrah dan tidak lagi melawan.
“Eeeegghh...mmmhh...mmmhh!” Farrah gelagapan saat Encep menyemprotkan lahar panasnya di mulutnya sekitar lima menit kemudian. Cairan putih itu meluap keluar di sela-sela bibirnya, hidungnya menangkap aromanya yang tajam.
“Gua! Gua sekarang!” sahut Amar langsung mengambil posisi di antara kedua belah paha Farrah sebelum yang lain mendahuluinya.
“Hehehe...enjoy bro, gua sekarang mau nikmatin si amoy satu itu!” kata Gatot yang penisnya masih tegang siap menusuk mangsanya.
Amar yang bertubuh besar berotot itu mengangkat tubuh mungil Farrah berhadapan dengannya dengan posisi tubuh bersandar pada dada bidangnya yang agak berbulu. Dibukanya paha wanita beranak satu itu dan dengan cepat dia menghunjamkan penisnya yang sudah menegang sedari tadi ke dalam liang senggama Farrah yang masih meneteskan sperma Subagyo dengan posisi berdiri. Kemudian ia mulai menyenggamai Farrah sambil membopong tubuh mungilnya lalu dia mulai berjalan keliling ruangan itu dengan tubuh Farrah terlonjak-lonjak di penisnya. Yang lain tertawa terbahak bahak dan menyorakinya melihat Amar memperagakan gaya yang memerlukan tenaga besar itu. Beberapa kali pria kekar itu menghentikan langkahnya dan melihat reaksi Farrah yang menghentakkan sendiri tubuhnya.Setelah lebih dari 15 menit akhirnya Amar pun mengejang dan memuntahkan spermanya ke dalam vagina Farrah yang sudah mulai memar. Ia pun melepaskan tubuh Farrah dan membaringkannya kembali di meja.
"Jangan... Tolong....hentikan...” kata Farrah memelas melihat Encep yang mulai mengambil posisi di antara kedua belah pahanya. Matanya melirik ke arah lain melihat Olga yang sedang digangbang. Dia kasihan melihat nasib presenter itu.

Olga sedang di double penetration oleh Tinus yang berbaring di lantai sambil melumat payudaranya dan si sipir bejat, Bagong yang menyodominya dari belakang, tangan gempal pria itu menyusup ke bawah ketiak Olga, dan mulai meraba-raba payudara kirinya dengan lembut, jari-jari kasarnya memencet dan memilin putingnya yang sensitif. Tidak beberapa lama sebelumnya, Gatot turut menjarah tubuhnya, ia menjejali mulut Olga dengan penisnya yang besar itu sehingga lengkaplah tiga lubang senggama di tubuh sang presenter cantik digarap para pria bejat itu. Diperlakukan seperti itu, terlihat reaksi Olga mulai berubah, dari yang tadinya tegang dan meronta-ronta, sekarang mulai pasrah menerima perlakuan mereka terhadap tubuhnya yang mulus itu. Ia melebarkan mulutnya menyesuaikan dengan lingkar penis Gatot yang besar itu. Yang dirasakan oleh Olga sekarang hanyalah rangsangan hebat pada sekujur tubuhnya, rasa nikmat pada vaginanya, bukan lagi sebagai korban perkosaan yang direndahkan dan dilecehkan. Tubuhnya mulai mengikuti gerakan Bagong dan Tinus, dan kepalanya tidak lagi harus dipaksa dan dipegangi oleh Gatot. Sekarang malah ia dengan kemauannya sendiri mengulum penis Gatot dan menggerakkan kepalanya maju mundur melahap penis itu. Tak lama kemudian pria itu menghentikan pompaan penisnya pada mulut Olga. Si Bagong yang menyodominya menarik tubuh wanita itu dan membaringkannya terlentang di lantai dingin. Sipir gemuk itu kemudian membuka sepasang kaki jenjang Olga lebar-lebar.
“Wuih...liat tuh udah banjir gini memeknya!” kata Bagong seraya memperlihatkan vagina Olga yang sudah basah kuyup oleh sperma dan cairan kewanitaannya, dua jari gempalnya membuka bibir bawah Olga sehingga vaginanya makin terkuak
Tinus dan Gatot terkagum-kagum melihat bagian paling privat dari artis cantik ini. Olga memalingkan wajahnya ke samping sambil menutup mata, air mata meleleh di pelupuk matanya, menahan malu dan penghinaan itu.
“Memeknya becek banget oy!” sahut Gatot sambil mencucukkan jarinya ke wilayah sensitif itu.
“Cuma teteknya ga segede yang satu itu, ga bisa buat ngentot hehehe!!” kata Tinus sambil meremas payudara kanan Olga.
“Sekarang gua dong, pengen coba memeknya nih!” Gatot meraih paha Olga dan beringsut ke antara kedua belah paha mulus itu.
“Yoo...coy coba deh, pasti ketagihan tuh!” kata Tinus.
Gatot memegangi penisnya mengarahkan benda itu ke vagina Olga. Kepalanya yang seperti helm itu ditekannya pada belahan vagina artis cantik itu.
“Aagghh... ” erang Olga ketika penis besar Gatot mulai mempenetrasi vaginanya.
Napi bertampang garang itu dengan kasar langsung memasukkan penisnya sampai mentok ke dalam vagina Olga yang sudah basah itu. Karena besarnya diameter penis Gatot, vagina Olga terlihat tertarik dan penuh dan menjadi berbentuk bulat melingkar ketat di penis napi itu. Tanpa buang waktu lagi, Gatot mulai memompa penisnya dengan cepat keluar masuk vagina Olga.
“Aaww...aaakkhh...sudah tolong hentikan...aaahh!!” Olga hanya bisa mengerang-erang dengan mata merem-melek karena baru pernah merasakan penis sebesar milik Gatot pada vaginanya.

Gatot semakin cepat menggenjot Olga hingga tubuh wanita itu berguncang hebat. Gemas melihat payudara Olga yang ikut bergoyang-goyang itu, Tinus meremasi yang kanan lalu dengan rakus mulutnya yang berbibir tebal melumat gunung indah itu. Sssluurrp...ssrrrlpp...terdengar suara mulutnya mengisap dan menggigiti payudara Olga. Dorongan birahi menyebabkan Olga tanpa sadar mengangkat kedua kakinya dan melingkarkannya di pinggang Gatot. Sementara Bagong duduk sambil senyum-senyum menyaksikan hasil rekaman di handicam.
“Aaahh...... oohhh... .” Olga terus meracau dan tubuhnya menggeliat-geliat.
Setelah 10 menit disetubuhi Gatot, tiba-tiba badan Olga mengejang, kedua kakinya dirapatkan menjepit pinggang pria itu dan tubuhnya melengkung ke atas
“AAAAGGHHH... ... .” erangnya menyambut orgasme dahsyat.
Setelah mengejang beberapa saat badan Olga melemah bagai tak bertulang. Vaginanya yang masih tertancap penis Gatot terlihat mengeluarkan cairan yang meleleh-leleh di sudut bibir vaginanya. Namun si napi itu belum mau cepat-cepat menyelesaikan kesenangannya. Masih dengan tubuhnya menyatu dengan tubuh mulus Olga, ia mendekap tubuh Olga yang sudah bersimbah peluh itu dan berguling sehingga posisinya sekarang bertukar. Olga sekarang berada di atas tubuh Gatot. Dengan posisi seperti itu, Gatot memegang pinggang ramping Olga dengan kedua tangannya, lalu memaksanya untuk bergerak sehingga penisnya yang masih tertancap dalam vagina wanita itu kembali terkocok. Semula Olga hanya mengikuti tarikan dan dorongan tangan pria itu tapi lama-lama, karena dibuai birahi ia pun mulai menggerakkan tubuhnya sendiri sehingga saat pria itu menghentikan gerakannya, secara refleks Olga menggerak-gerakan pantatnya sendiri agar vaginanya tetap dikocok oleh kemaluan Gatot.
"Hehehehe...gitu dong Mbak, pinter, udah sering ngentot ya?” Gatot tertawa sambil memeluk tubuh Olga, tangannya mengelus-ngelus punggung putih mulusnya.
“Pasti pernah lah! Masa nggak pernah dibooking bos-bos atau pejabat hahaha...!” timpal si Bagong.
Olga tidak mempedulikan ejekan yang merendahkan dirinya itu. Dia terus menggerakkan pantatnya naik turun memompa penis Gatot pada vaginanya.
Tiba-tiba sepasang tangan kokoh mendekapnya dari belakang. Tangan itu meraih pantat Olga sambil sesekali meremas bongkahannya yang semok itu.
“Gua ikutan ya!” kata Encep sambil sibuk meremasi pantat sekal Olga.
“Sip...pokoknya asyik deh sama si amoy satu ini!” kata Gatot
Olga terkejut ketika tangan kasar Encep membuka celah pantatnya. Sesaat kesadarannya pulih.
“Jangan Pak...jangan di situ..masih sakit” ia menggeliat mencoba berontak, masih terasa perihnya bekas disodomi Bagong barusan, tapi tangan Gatot segera mendekapnya dengan erat membuatnya tidak bisa bergerak dalam pelukannya.
“Sekarang gua mau nyobain lubang pantatnya Mbak Olga, tenang Mbak kalau udah biasa ga sakit lagi kok” sahut Encep sambil terkekeh-kekeh.
“Jangan Paak......” tangis Olga mulai pecah lagi, dia tersedu-sedu merasakan tangan Encep pada pantatnya sementara Gatot tidak membiarkannya berontak, dekapannya makin erat membuatnya terhimpit oleh dua pria sekaligus.
Tanpa peduli permohonan dan tangisan Olga, Encep mulai memasukkan penisnya yang besar ke dalam lubang pantat wanita itu.
“Aahhh... saaaakiiittt..” teriak Olga ketika secara perlahan tapi pasti penis pria itu masuk ke dalam lubang pantatnya.

Setelah memberi Olga waktu beradaptasi selama dua menitan, kedua pria itu mulai secara kompak memompa penisnya masing keluar masuk vagina dan lubang pantatnya. Genjotan mereka semakin lama semakin cepat, membuat tubuh Olga tergoncang-goncang. Kepalanya bergoyang tidak beraturan karena nikmat yang dirasakannya. Kedua payudaranya dijilati oleh Gatot dari bawah. Kedua tangan pria itu memainkan putingnya. Ketika mulutnya mengap-mengap, tiba-tiba Olga merasakan pagutan lembut di bibirnya. Ia membuka mata melihat Farrah telah berada di depannya dalam posisi merangkak. Di tengah tubuhnya yang terhentak-hentak kasar antara himpitan kedua pria itu, Olga menikmati percumbuan dengan Farrah,
“Kita gabung aja ngentot bareng-bareng!” kata Subagyo, si kepala lapas sambil berlutut di belakang Farrah dan meraih pinggangnya.
Perlahan Subagyo memasukkan penisnya ke vagina Farrah lalu dengan sebuah sentakan ia menyodok penisnya hingga terbenam ke vagina sang chef cantik. Genjotan demi genjotan memaksa Farrah untuk kembali terhanyut dalam birahi, ia terus berpagutan dengan Olga sampai liur mereka menetes-netes di sudut bibir, baik wajah Farrah maupun Olga, keduanya memerah seolah akan meledak. Para pria yang menonton tertawa-tawa dan bersorak melihat aksi kedua wanita itu yang semakin mirip budak seks
Tubuh Olga terhentak-hentak dalam himpitan dua pria yang sedang menyetubuhinya. Matanya, juga Farrah, sudah sayu dan merem melek menerima derita birahi yang rasanya tidak ada akhirnya. Badan keduanya bergoyang erotis mengikuti sodokan penis para pria bejat itu. Demikian pula Farrah yang nampak sedang menikmati permainan tersebut, ia sudah tidak peduli dengan sekelilingnya, tubuhnya sudah sepenuhnya dikuasai dorongan seksual. Ia menggelinjang liar dan erotis, satu tangannya meraih payudara Olga dah meremasnya, ia membiarkan tubuhnya mengikuti apa maunya Subagyo. Setelah sepermpat jam kemudian, Olga lah yang pertama kali mencapai puncak orgasmenya. Tubuhnya mengejang luar biasa keras sambil kakinya menyentak-nyentak ke samping seperti kuda liar, tubuhnya melengkung seperti mendorong tubuh Encep yang setengah menindihnya.
“Aaaahhkkhhhh....!!!” presenter cantik itu mengerang keras sambil tubuhnya menegang keras, tangannya mengepal kuat-kuat, kepalanya sampai terdongak menengadah, dari vaginanya kembali mengucur deras cairan kewanitaannya.
Pada saat yang bersamaan Gatot dan Encep juga mengejang. Keduanya menekan keras penis mereka kuat-kuat ke dalam vagina dan lubang pantat Olga. Diiringi desa penuh kenikmatan, mereka menyemburkan sperma mereka ke dalam vagina dan anus Olga, ketiganya mencapai puncak orgasme mereka secara hampir bersamaan. Pasca orgasme, tubuh Olga tergolek lemas di lantai, tenaganya benar-benar habis. Ia merasa seluruh tulang di tubuhnya seperti rontok dari sendinya, badannya terasa pegal sana-sini. Pada saat itu, Amar mendekati dan menegakkan tubuh Olga lalu menyodorkan penisnya yang telah ia lumuri fla ke bibir Olga.
“Masukin mulut Mbak...manis kok rasanya hehehe”
Mau tidak mau Olga membuka mulutnya dan membiarkan pria itu memasukkan benda miliknya. Rasa manis fla bercampur aroma sperma yang tajam di penis itu membuatnya mual, tapi napi itu memaksanya dan memegangi kepalanya.

“Nah...enak kan Mbak Olga?” Amar menarik lepas penisnya yang masih tersisa sedikit fla, “ayo bagi-bagi ke Mbak Farrah juga dong!” ia menarik tubuh Olga mendekati Farrah yang masih doggie style dengan Subagyo.
Farrah yang terangsang berat tanpa ragu-ragu memegang penis itu dan mengocoknya dengan lembut, kemudian ia membuka mulutnya dan mengulum penis yang berurat itu. Farrah menggoyangkan kepalanya maju mundur membuat penis Amar terkocok di dalam mulutnya. Sementara itu Olga mengulum buah pelir dan batangnya.
“Ohh.. yeahh...gak nyangka bisa disepongin sama dua seleb cantik! Ga dikasih pengurangan masa tahanan hari raya juga rela gua” Amar mengerang merasakan kenikmatan kuluman dan kenyotan kedua wanita cantik itu pada penisnya.
Serentak, Tinus dan Bagong, si sipir, yang sudah tegang lagi menghampiri mereka untuk bergabung. Tinus berlutut di belakang Olga, ia menyuruh Olga untuk menunggingkan pantatnya sementara tangan dan mulut wanita itu tetap sibuk mengocok dan mengulum penis Amar. Posisi Olga sekarang bertumpu pada lutut dan sebelah tangannya sedangkan tangan satunya sibuk mengocok penis Bagong dan bibirnya sibuk mengulum dan mengenyot penis Amar. Sambil melayani kedua penis tersebut, ia merasa ada sesuatu yang basah di bawah sana, ternyata Tinus sedang menjilati bongkahan pantatnya yang putih dan montok. Tubuh Olga pun menggelinjang terlebih ketika jari-jari Tinus mengobok-obok vaginanya, setiap sentuhan jari pria itu vaginanya membuatnya semakin terangsang. Tak lama kemudian dua pria lainnya pun turut bergabung. Kini keenam pria tak bermoral itu mengerubuti dua wanita cantik itu, tangan-tangan kasar mereka menggerayangi kedua tubuh mulus itu, penis-penis mereka silih berganti memasuki vagina, dubur dan mulut kedua wanita itu. Mereka mengakhiri orgy ini dengan berdiri mengelilingi keduanya dan menyuruh mereka mengoral dan mengocok penis mereka hingga ejakulasi. Seorang dari mereka kembali mengarahkan handycam pada keduanya. Hasilnya sudah dapat diduga, Farrah dan Olga pun bermandikan sperma, cairan putih kental itu membasahi wajah, rambut dan tubuh mereka, juga mengisi mulut mereka. Keenam pria itu tampak tersenyum puas melihat kedua wanita cantik itu ambruk bersimbah sperma. Farrah dan Olga terlihat ngos-ngosan, tubuh mereka serasa luluh lantak, jangankan berdiri, menyeka sperma di tubuh mereka saja tidak kuat, mereka hanya bisa terbaring lemas di lantai menghimpun kembali tenaga yang telah tercerai berai akibat perkosaan massal itu.

#######################
Sejam kemudian

Olga tersadar dan mengedip-ngedipkan matanya melihat dirinya masih terbaring telanjang di lantai bersama Farrah. Masih terasa sekali tubuhnya yang luluh lantak akibat perkosaan tadi, bekas ceceran sperma mengering dan aroma tajamnya pun masih ada. Di aula itu, Subagyo, Bagong dan para napi peserta demo sudah tidak kelihatan lagi selain mereka berdua.
“Far...Farrah...!!” ia mengguncang tubuh Farrah mencoba membangunkannya.
“Eeennggghhh!!” Farrah menggumam dan membuka matanya pelan.
Tiba-tiba terdengar pintu dibuka dan muncul Subagyo,
“Aaahh....Mbak-mbak sekalian udah bangun, udah cukup istirahat kan? Karena sekarang demo sesi berikutnya” katanya sambil tersenyum, “Ayo anak-anak! Masuk!!”
Dari belakangnya masuklah ke ruangan itu 5 orang lain berpakaian napi. Mereka semua berwajah seram, mata mereka langsung seperti mau copot begitu melihat kedua selebritis itu tanpa pakaian di laintai, seolah tidak sabar untuk melahap tubuh keduanya. Sorak-sorai dan komentar mesum langsung terlontar dari mulut mereka. Penis-penis mereka pun sudah menegang karena sudah menonton potongan rekaman demo masak sesi pertama.
Melihat pemandangan tersebut, Farah hanya bisa berteriak, “Apa? Sesi kedua?? Sepuluh orang??? Tidaaaakkkk.....”
“Tidak!! Jangan lagi!!” Olga juga berteriak.
Sementara kelima napi tersebut mulai mendekat dan mengerubungi mereka.
“Oke selamat bersenang-senang, saya tinggal dulu ya!!” kata Subagyo seraya menutup pintu besi itu
“Blam!’

#########################
Seminggu kemudian
Di sebuah stasiun TV


Farrah tengah menunggu di belakang panggung untuk mengisi sebuah acara memasak yang akan dipandunya. Masih terbayang di ingatannya perkosaan brutal oleh para napi dan oknum lapas itu, ia ingin menjerit mengingat bagaimana tangan-tangan kasar itu menggerayangi tubuh mulusnya dan Olga. Baginya peristiwa tersebut merupakan mimpi buruk yang tidak begitu saja dapat dihilangkan walau terus-terang sesekali ada keinginan untuk mengalami kenikmatan liar itu lagi, namun harga diri sebagai seorang wanita bermartabat serta seorang public figure, mengingatkan bahwa peristiwa itu adalah merupakan suatu perkosaan brutal yang tidak pantas untuk diingat-ingat kembali.
“Assalamualaikum Farrah!” sahut sebuah suara yang diberat-beratkan dari belakangnya.
Sang chef cantik itu menoleh ke belakang melihat sosok berbaju putih yang membuatnya ilfil, seorang yang dianggapnya munafik dan sok suci. Orang itu tidak lain adalah Rhoma Irama si raja dangdut yang berambisi menjadi capres 2014.
“Walaikum salam” Farrah membalas dengan basa-basi seadanya.
“Bagaimana kabarnya selama ini?” sapa Rhoma sambil mendekati Farrah.
“Baik-baik aja!” jawab wanita itu singkat tanpa melihat wajah memuakkan itu, ia sengaja melihat-lihat ke panggung yang tengah dipersiapkan.
“Ini...saya...sebenarnya prihatin, ya prihatin terhadap peristiwa yang menimpa Farrah dan Olga di penjara beberapa waktu lalu itu, sungguh ter...la...lu....!”
Farrah pun langsung tersentak, bagaimana mungkin gorila ini mengetahui peristiwa waktu di penjara itu? namun ia berusaha menutup-nutupi kekagetannnya.
“Apa...apa maksud anda? Saya gak ngerti” katanya ketus.
“Ehehehe...saya kebetulan kenal dengan Pak Subagyo, waktu bicara mengenai acara dakwah di penjara dia ngasih liat rekaman itu ke saya”
Bak disambar petir, Farrah tercengang tak sanggup berkata apa-apa lagi.
“Hhhmm...itu mungkin karena anda dan Farrah dan juga Olga memakai pakaian yang memperlihatkan aurat, bettthhhuulll? Sehingga semua itu bisa terjadi”
“Jadi, anda mau apa?”
“Saya ikut berduka atas peristiwa itu, makanya sebagai orang beriman, saya ingin mengangkat derajat Farrah dan juga Olga dengan mengajak kawin siri dengan saya” kata Rhoma enteng sambil tersenyum.
Farrah benar-benar muak dengan ketidaktahumaluan pria ini, berani-beraninya dia menawarkan kawin siri sementara istri dan gundiknya sudah segudang. Kalau bukan di tempat umum ingin rasanya dia menghantam muka pria ini dengan wajan.
“Kurang a...!”
“Far...ready ya! Sebentar lagi kita on air!” sahut Dea sekitar lima meter dari mereka, “Oh, ada Bang Haji juga...assalamualaikum Bang!”
Umpatan Farrah terputus dan ia segera memasang wajah pura-pura tersenyum.
“Waalaikum salam...sudah mau mulai ya acaranya? Baik saya pergi dulu!” katanya.
“Jangan marah dulu, kalau Farrah mengerti manfaat kawin siri ini, insya Allah Farrah pun akan senang!” kata Rhoma pelan sebelum berlalu, “nanti saya akan hubungi Farrah lagi”
“Senang...senang kepalalu!” maki Farrah dalam hati.
Kini tambah lagi satu masalah dengan si serigala berbulu dada ini, Farrah tidak tahu harus bagaimana. Ia berdiri terpaku merenungi nasibnya.

THE END
Cerita ini adalah hasil 'threesome' antara Shusaku, Pendekar Maboek & Alonso

Forgotten Melody

From the bottom of my heart
let me introduce you to, ladies and gentleman... to a brand new concept of story
a different world, a different life... less sex scene, more content
i would not say, a story of many sex scene in it, is a poor story or something like that
that's a good story, i mean... yeah, honestly it's a good story
well, i don't know how to say...
umm, yeah... just forget it. whatever!
i just... want to introduce a something new
well, hope you enjoy!


########################
Selasa, 27 Februari 2007
Taman Pemakaman Umum Cikutra, Bandung

Melody Nurramdhani
Seorang gadis remaja meratap di atas sebuah pusara yang tampak masih baru. Gadis itu mengenakan kemeja hitam, sama hitamnya dengan suasana hatinya saat ini. Air mata tidak mau berhenti mengalir keluar dari pelupuk matanya, terpancar kesedihan yang amat sangat yang bahkan dirinya sendiri tidak mampu untuk mengungkapkannya. Gadis remaja itu meraung-raung, memanggil-manggil nama yang tertulis di papan nisan milik pusara itu. Tubuh kecilnya memeluk tanah merah yang masih basah, seakan tanah itu adalah sosok yang ditangisinya. Banyaknya orang dewasa yang berada di samping gadis itu juga tidak mampu membuatnya meninggalkan pusara. Tidak ada satupun yang berhasil membujuknya, atau sekedar menenangkannya.
“Nak Imel, sudah ikhlaskan kepergiannya. Mungkin ini yang terbaik untuk Dera.” Kata seorang wanita paruh baya yang dari tadi setia menemani gadis itu.
“Enggak mau, gak mau! Aku mau nemenin Dera! Aku gak bisa kalo enggak ada Dera!!” Tolak gadis itu. Tangisnya makin menjadi-jadi menambah kelam suasana sore itu.
“Imel…” Wanita itu menatap Melody, gadis remaja yang sedang meratap itu. Sorot matanya mengiba, memandang Melody penuh rasa kasihan.
“Ikhlaskan saja, saya sendiri… yang ibunya, yang melahirkannya, sudah merelakan kepergian Dera. Memang sudah takdir, apa boleh buat. Dera pasti merasa sedih jika kita, orang yang di tinggalkan, masih meratapinya. Masih tidak mau melepas kepergiannya.” Wanita paruh baya itu menepuk pundak Melody, berusaha menenangkannya.
“Tante gak ngerti gimana sedihnya saya! Pergi, pergi !! Tinggalin saya sendiri disini, saya mau sama Dera !! Deraaaaaa…. !!!” Melody memanggil-manggil nama Dera di sela tangisnya. Tiap orang yang melihat ini merasakan sakit yang amat sangat, melihat sendiri bagaimana seorang gadis bisa merasa begitu kehilangan.
Wanita itu berdiri, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Dirinya menatap Melody sekali lagi.
“Imel…” Ujar wanita itu.
“PERGI !!!” Bentak Melody.
Wanita itu tersentak kaget, begitupun seluruh orang yang menghadiri pemakaman itu. Tidak sedikit dari mereka yang ikut meneteskan air mata, seperti ikut merasakan sesak yang dirasakan oleh Melody. Wanita itu membalikkan tubuhnya, berjalan menjauhi Melody. Menjauh dari pusara anaknya. Para pelayat pun ikut pergi, memberikan Melody waktu untuk sendiri. Untuk menangis bersama dengan hujan yang mulai turun rintik-rintik membasahi tanah, juga membasahi pipinya. Namun hujan yang turun tetap tidak mampu membasahi ruang kecil di hatinya. Ruang itu tetap gelap, lembap, dan suram. Tidak ada lagi sinar yang meneranginya, tidak seperti dulu. Saat Melody bersama Dera.

####################

Nama kamu indah, mendengarnya menenteramkan jiwa
Bagai bait-bait surgawi yang disatukan, membentuk satu rangkaian sempurna
Seperti halnya karya para maestro, aku pun ingin menjaganya
Seperti melodi…
Ya, kamu
Kamu adalah definisi sempurna dari nada-nada ku
Kamu lah melodi ku

####################
Kamis, 1 Maret 2007
Rumah Melody, Bandung


Dua hari berlalu semenjak pemakaman Dera, dan semenjak itu lah Melody terus mengurung diri di kamarnya. Melody masih terus menitikkan air mata tiap mengingat sosok orang yang sepertinya begitu berharga baginya. Melody mengunci pintu kamarnya, meringkuk di sudut kasur. Tidak ada cahaya yang dibiarkan masuk ke kamarnya. Melody menutup gorden, juga semua akses yang mungkin digunakan oleh orangtua nya untuk memaksa masuk. Melody membiarkan kamar itu gelap, hampir tanpa cahaya. Tok, tok, tok! Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Tidak berapa lama, suara berat seorang pria terdengar memanggil-manggil namanya.
“Imel, mel… ayo Imel makan dulu. Kamu sudah dua hari tidak makan loh.” Pria di seberang pintu itu mencoba membujuk Melody.
Melody diam membisu.
“Mel?” Pria itu bertanya sangat pelan, lembut dan halus.
Namun tetap tak ada jawaban. Melody sibuk dengan pikirannya yang menerawang jauh, bermain bersama kenangan. Kenangan dirinya bersama dengan Dera. Tanpa sadar Melody tersenyum kecil, saat mengingat tiap kenangan yang sudah dilaluinya bersama Dera. Air matanya menetes makin deras, jatuh susul menyusul melewati pipi, turun mengumpul di dagu, sampai kemudian jatuh ke lengannya. Melody menutup wajah sendunya dengan kedua telapak tangannya. Berusaha membendung air mata, namun gagal. Gadis itu tak bisa berhenti menangis, bahkan setelah dua hari kepergian orang yang begitu berharga baginya.

########################

Wahai gadis yang terlahir dengan nada bersamanya
Jika suatu saat aku pergi
Dan meninggalkanmu sendiri di sini
Jangan harapkan aku kembali
Jangan meratapiku
Jangan berhentikan waktu mu untuk tangisi aku
Lupakan aku
Aku hidup bersamamu, bersama kenangan kita
Dan jika aku pergi,
Maka aku pergi bersama dengan sebagian kenangan itu
Ku ambil bagianku, karena itu adalah milikku
Egois memang, namun itulah kenyataan
Segala hal tentangmu, biarlah kubawa ke dunia baru di sana
Cari dan temukan kenangan baru, juga nada baru
Temukan melodi baru
Lupakan aku, melodi lama yang pergi tinggalkanmu

#########################
Sabtu, 3 Maret 2007

Melody keluar kamar pada tengah malam, karena merasakan perutnya yang mulai meronta ingin di isi. Setelah lima hari, perutnya baru merasakan kembali apa itu rasa lapar. Dan hal ini yang membuatnya membuka pintu yang selama ini ditutupnya rapat-rapat. Melody berjalan diam-diam, mencoba untuk sebisa mungkin bergerak tanpa suara. Gadis itu tidak ingin membangunkan seisi rumah, dan membuat mereka repot dengan keberadaannya di tengah malam. Melody menuruni tangga, melangkahkan kaki-kaki mulus itu menuju dapur yang berada di lantai satu. Melody membuka lemari pendingin, mencari-cari makanan yang bisa dimakan. Diambilnya dua buah pisang, juga sebotol susu. Lalu membawanya kembali ke kamarnya. Melody tidak sadar, bahwa ada sepasang mata tajam yang menatapnya dari balik jendela dapur. Dan mata itu menghilang, tepat setelah Melody meninggalkan dapur.

#########################
Senin, 5 Maret 2007

Tepat tujuh hari setelah kepergian Dera untuk selama-lamanya. Melody tetap masih tidak bisa menerima kepergian Dera. Ada hal yang tidak diketahui oleh siapapun, selain Melody sendiri. Satu hal yang bahkan ingin sekali dilupakannya. Melody beranjak dari kasurnya, lalu menatap cermin. Matanya terlalu sembab, karena air mata yang terus menerus keluar dari pelupuk matanya. Melody mencoba tersenyum, namun gagal. Kembali air mata yang sempat mengering itu membasahi sisi matanya, mengumpul di bagian itu, kemudian turun melewati pipi yang tadi kering oleh air mata. Membentuk sebuah jalur baru di pipinya. Melody mengambil sebuah pengering rambut, lalu dilemparkannya benda itu ke arah cermin. PRAAANG !! Cermin pecah, menjadi serpihan beberapa serpihan besar dan banyak serpihan kecil yang tersebar di lantai kamarnya. Melody menyapukan tangannya ke meja, membuat seisi meja terlempar ke seluruh arah akibat sapuan tangannya. Melody berteriak frustasi, menjambak rambutnya sendiri sekuat mungkin. Kemudian gadis itu diam sejenak. Suasana berubah hening. Melody memandang foto Dera yang tertempel lekat di dindingnya, kemudian menghampiri foto itu. Diciumnya foto itu dengan bibir merah merekah miliknya, lalu mengelus-elusnya perlahan. Bagaikan sedang mengelus kekasih tercinta. Kenangan bersama Dera kembali terngiang di benaknya. Membuat Melody makin diliputi rasa frustasi dan putus asa. Melody kemudian membentur-benturkan kepalanya ke tembok, berusaha mengusir kenangan itu agar segera pergi. Namun gagal, berkali-kali Melody membenturkan kepalanya, berkali-kali pula kenangan itu berkelebat di benaknya. Memutar memori antara dirinya dengan Dera. Gadis itu membenturkan kepalanya lagi, lagi dan lagi. Hingga pada akhirnya, satu benturan keras membuatnya terhuyung-huyung. Kepalanya serasa berputar dengan cepat. Melody melemparkan tubuhnya ke kasur, untuk meminimalisir rasa pusing yang dirasakannya. Dia tidur telentang, dengan mata terpejam. Dia tidak perduli akan darah yang mulai mengalir dari pelipisnya yang robek akibat benturan kepalanya dengan tembok.
“Aku… mau ketemu kamu, sekali lagi. Dera…” Ujar Melody. Matanya membuka, menatap muram ke langit-langit.
Semilir angin berhembus menyelinap dari celah jendela yang tidak sepenuhnya ditutup oleh Melody. Angin itu begitu dingin, menghembus pelan di kaki mulus milik gadis cantik itu. Melody tetap diam, tidak mengindahkannya. Lalu udara di ruangan itu berubah drastis. Dingin dan suram, mencekam dan menekan. Seberkas kabut hitam yang tipis ikut menyelinap dari celah jendela tempat angin tadi masuk. Kabut itu berkumpul, menjadi makin pekat. Sebuah angin menghembus kuat, menghempaskan kabut itu ke segala arah. Kemudian sirna. Dibalik kabut itu sekarang berdiri seorang pria yang cukup subur, memakai jas hitam yang agak ketat, serta sebuah topi bundar hitam yang tinggi. Celana hitam dengan garis-garis putihnya terlihat membesar di bagian paha dan menyusut di bagian betis sampai kaki. Pria itu mengangkat topi yang dipakainya agak tinggi, kemudian menaruhnya di depan dada sambil sedikit mengangguk. Tanda memberi salam.

Earl

“Salam, wahai jiwa yang sedang berduka.” Ujar pria itu sopan. Kata-katanya misterius.
Melody beranjak dari tidurnya, langsung terduduk kaget mendapati tiba-tiba ada seorang pria gemuk yang berada di dalam kamarnya. Melody memandang pria itu penuh curiga, lalu menoleh ke kiri dan kanan. Dia tidak mendapati bahwa ada lubang yang cukup besar bagi pria itu untuk masuk. Memang, celah jendela memungkinkan bagi angin untuk berhembus masuk. Namun untuk ukuran pria itu, rasanya tidak mungkin baginya untuk masuk dari celah jendela. Jelas suatu hal yang mustahil. Melody beringsut menjauhi pria itu. Rasanya, ada yang tak beres dengan ini, pikir Melody.
“A-anda… anda siapa?” Melody memberanikan bertanya.
Pria itu menghela napas, kemudian menyeringai menakutkan. Memperlihatkan kedua taringanya yang panjang dan menyeramkan.
“Aku adalah Earl, sang pengabul permohonan. Apapun yang kau mau, aku bisa mengabulkannya.” Pria itu memperkenalkan dirinya.
Otak Melody berpikir cepat. Ada seseorang yang memperkenalkan diri sebagai pengabul permohonan, tepat ketika hati terdalamnya menginginkan Dera untuk kembali. Jelas dia bukan manusia biasa, atau bahkan bukan manusia. Melody meneguk ludah, apa yang akan dikatakannya setelah ini mungkin akan menjadi penyelasan seumur hidupnya. Rasa rindunya terhadap Dera mengalahkan logika, bahkan rasa takut. Melody menatap pria itu tajam.
“Anda pasti iblis kan? Langsung saja, saya bukan tipe orang yang suka berbasa-basi. Anda pasti tau apa yang sama mau, yang saya butuhkan. Apapun syaratnya akan saya penuhi, bahkan jika harus menyerahkan jiwa saya.” Ujar Melody tanpa ada rasa takut.
Pria itu tersenyum licik. Seringainya kian lebar, menghiasi wajah bengisnya.
“Heh, gadis yang cepat tanggap. Tapi sombong dan tanpa perhitungan. Benar… aku bukan manusia. Aku adalah Earl, the Thousand Years Old Phantom. Banyak sebutan lain untukku. Ada yang memanggilku the Wish Maker, the Contractor, the Clown. Yang paling keren adalah, the Chaos Bringer. Huahahaha, terdengar keren bukan, manusia?” Jawab pria itu.
“Tolong hentikan hal konyol ini. Saya hanya mau Dera kembali ada disini bersama saya. Apapun syaratnya, akan saya penuhi.” Balas Melody kesal.
“Hmm, bagaimana jika kuminta tubuhmu, hah?” Pria yang dipanggil Earl itu bertanya langsung kepada Melody.
Melody tersentak, ternyata pria ini serius. Sejenak Melody merasa ragu, namun kemudian ditepisnya rasa ragu itu jauh-jauh dari hatinya. Melody harus siap akan semua ini. Gadis itu tanpa pikir panjang mulai membuka kancing piyamanya, satu persatu dengan cepat. Hingga memperlihatkan tubuh mulus bagian atasnya, serta mempertontonkan buah dada yang tidak besar namun sekal itu. Melody tidak memakai bra atau sejenisnya, membiarkan dua buah daging kenyal itu bebas tanpa kurungan. Darah yang mengalir dari pelipisnya kini turun melewati lehernya, terus menuju bagian dadanya. Lintasan darah itu melewati putingnya, terus turun sampai menghilang dibalik celananya.

Earl mendekati gadis itu perlahan. Pria itu menjulurkan lidahnya, yang anehnya terus terjulur sampai sekitar satu meter panjangnya. Mula-mula Earl menjilati darah yang keluar dari pelipis Melody. Menjilat sampai tidak ada lagi darah yang tersisa di luka itu. Earl menarik kembali lidahnya, merasakan darah milik Melody.
“Hmmm, ah… found it! The Soul of Purity.” Kata Earl.
Earl kembali menjulurkan lidahnya yang kali ini menelusuri arah turunnya darah dari pelipisnya. Lidah itu terus turun menjilati pipi Melody, terus ke lehernya kemudian berhenti tepat di pinggir buah dadanya. Melody menarik napas, melihat dengan mata kepalanya sendiri dirinya diperlakukan seperti itu oleh Earl. Pria gemuk itu kembali melanjutkan aktivitasnya, kini menjilat-jilat bagian payudara Melody. Tidak lupa puting merah muda milik Melody dimainkannya, membuat gadis itu merasakan suatu perasaan yang belum pernah dirasakannya. Melody menggelinjang geli, rasa sakit di pelipis yang sedari tadi dirasakannya berganti menjadi rasa nikmat di sekitar putingnya.
“Uuuuh, geli… hahh hahh.. Aku ngelakuin ini untuk Dera.. sshh… aaahhh… ya, untuk Dee…rraaahhh…”
Akal sehat Melody menghilang. Gadis itu mendesah-desah serta meremas payudaranya yang lain.
“Mmmhhh…. Yaaa.. terus begitu, aaahhh…” Desah Melody keenakan.
Earl menarik kembali lidahnya sesudah menjilat habis darah yang mengalir keluar dari pelipis Melody. Dan Melody yang baru saja di dera nikmat, harus menerima perlakuan itu. Gadis itu hanya bisa terpaku lugu saat Earl menertawakannya.
“Huahahahaha, kau percaya aku benar-benar menginginkan tubuhmu, gadis kecil?!” tanya Earl. Pandangan matanya dibuat seperti mengejek.
“Uh, oh. Aku kira…” Melody tergagap menjawab pertanyaan dari Earl.
“Bukan itu. Bukan… khik khik khik. Aku akan menghidupkan Dera, orang terkasihmu. Dengan syarat…” Earl memotong kalimatnya.
“Apa? Apa?!” Melody yang tidak sabar bangkit dari duduknya, menerjang ke arah Earl.
“Huh, manusia belakangan ini begitu tidak sabar. Nah, karena kau adalah klien spesial, maka kontrak perjanjian nya juga beda. Ambil ini.” Earl merogoh sesuatu dari balik jasnya. Kemudian menyerahkan kertas itu kepada Melody.
Melody membacanya dengan seksama, dari atas sampai bawah. Lalu gadis itu menatap Earl dengan pandangan tajam. Iblis ini pasti tidak serius, pikir Melody.
“Hanya ini?” Selidik Melody berusaha meyakini hal ini.
“Ya, hanya itu. Bagaimana? Sanggup?” Tawar Earl.
“Aku sanggup.” Jawab Melody mantap.
“Baiklah, tutup matamu dan hitung sampai tiga. Semua yang kau mau akan terkabul. Kuhahaha !! Huahahaaa !!” Earl tertawa begitu keras, memenuhi ruangan. Entah tawa itu terdengar sampai ke kamar orangtuanya atau tidak.
Melody menutup matanya rapat-rapat. Kemudian menghitungnya sampai tiga. Melody membayangkan bahwa sebentar lagi dirinya akan bertemu dengan Dera. Ya, sebentar lagi dirinya bisa kembali bercanda dengan cowok itu. Jantung gadis cantik itu berdetak lebih cepat dari biasanya, diliputi oleh sensasi kesenangan yang luar biasa yang belum pernah dirasakan oleh Melody sebelumnya. Dan saat hitungan sampai pada angka tiga, Melody membuka mata perlahan. Lalu samar-samar dirinya melihat Earl bersama dengan sesosok pria. Bukan, ternyata itu adalah sesosok remaja laki-laki. Tubuhnya telanjang, tanpa sehelai benang pun menutupinya.
“De..ra?” tanya Melody ragu-ragu.
Earl menjentikkan jarinya, dan perlahan kesadaran Melody memudar. Kepalanya terasa berputar-putar dengan cepatnya, begitu berat. Melody menjatuhkan tubuhnya sendiri ke atas kasur, jatuh tertidur. Earl yang melihat hal itu, tersenyum puas. Lalu mengajak remaja laki-laki di sebelahnya untuk ikut bersamanya. Menuju sisi lain dari alam kematian.


#################################
Rabu, 7 Maret 2007

“Trauma yang begitu hebat mungkin akan membuatnya menjadi seorang yang apatis, nyonya. Kemungkinan… seumur hidupnya dia akan menutup diri dari kehidupan sosial. Ditambah… gegar otak ringan akibat benturan di kepalanya, akan memperburuk keadaan. Mungkin butuh waktu lama baginya untuk sembuh.” Kata dokter kepada seorang wanita. Dan wanita itu adalah Ibu Melody.
“Imel… kenapa jadi begini… kenapa, kenapa harus kamu mel yang ngerasain ini semua. Kenapa mel…” Ibu
Melody meratap. Air mata menetes dari pelupuk matanya.
“Ma, kakak kenapa? Emang kak Dera itu berarti banget ya ma, sampe… kakak jadi begini.” Frieska Anastasya Laksani bertanya kepada ibunya.
“Gak tau… mungkin udah saatnya kita tanya langsung sama kak imel…” Ucap ibunya lirih.
Secara kebetulan, Melody mulai membuka matanya perlahan. Dirinya melihat sekeliling, didapatinya ibu serta adiknya sedang duduk di tepi ranjang. Sedangkan seorang pria berpakaian putih yang tidak lain adalah dokter pribadi keluarga Laksani sedang berdiri disamping mereka berdua. Melody memegang kepalanya, karena merasakan sedikit rasa sakit. Didapatinya kepalanya kini di perban. Melody menatap ibunya lekat-lekat.
“Mama…” Ucap Melody lirih, hampir tak terdengar.
Ibu Melody menengok ke arahnya. Kaget, bercampur haru. Begitupun dengan Frieska, sang adik. Kedua anggota keluarga itu begitu antusias menyambut Melody yang baru saja sadar dari tidur panjangnya. Frieska lalu merangkak di atas kasur, mengampiri sang kakak.
“Kak, syukurlah kalo udah sadar. Kakak gak boleh terus-terusan sedih, kasihan kak Dera di alam sana nanti kak.” Ucap Frieska lugu.
Melody terpaku, tidak mengerti apa yang diucapkan oleh adiknya.
“Dera? Dia itu… siapa?” tanya Melody yang kini sama lugunya, tidak dibuat-buat.
“Jangan bercanda kak! Enggak lucu! Nama temen kecil sendiri gak inget, keterlaluan kakak!” Frieska berkata dengan nada yang meninggi. Baginya, jika ini adalah sebuah candaan karena ingin memberi surprise, maka hal ini sudah keterlaluan.
“Aku… bener-bener gak tau, Dera itu siapa. Aku inget kalian semua, tapi… Dera?” Melody menunjukkan wajah serius. Frieska tahu, kakaknya tidak bercanda atau berbohong sama sekali.
Sekarang, ibu serta adiknya juga dokter saling berpandangan. Mereka bertiga heran, tidak mengerti kenapa bisa begini. Dalam benak mereka penuh dengan tanda tanya yang bahkan tak bisa diungkap oleh kata. Dan suasana berubah hening seketika.


###############################
6 tahun kemudian…

27 Februari 2013
Jakarta, Indonesia


Sore itu St. Michael dan Eziel baru saja tiba di bumi. Eziel sadar, jika pangkat tinggi seperti St. Michael sampai turun, jelas ada sesuatu yang buruk sedang berlangsung di muka bumi. Dan merupakan sebuah kehormatan bagi Eziel untuk mengemban tugas bersama dengan St. Michael. Eziel telah bertekad untuk berusaha sekeras mungkin di tugas pertamanya ini, agar bisa membanggakan atasannya tersebut. St. Michael mengepakkan sayap-sayap emasnya, turun perlahan mencari sebuah pijakan. Rambut panjang emas nya berkibar indah diterpa angin bumi, melambai-lambai menarik mata Eziel yang terbang di belakangnya. Dan atap menara Gereja Katedral menjadi pijakannya, disusul dengan Eziel setelahnya. Eziel termenung sejenak, memandang heran ke langit. Rasanya, saat perjalanan mereka tadi cuaca masih cerah, bahkan terik. Namun cuaca berubah drastis hanya dalam waktu yang singkat. Eziel mendongak ke atas, memperhatikan langit yang sekarang sepertinya akan mengamuk, mempertunjukkan petir-petirnya. Tapi bagi makhluk seperti St. Michael dan Eziel, mereka menyebutnya “tarian langit”.
“Eh? Kenapa tiba – tiba langit menari?” Eziel mendongak ke langit.
“Ayo, Eziel. Waktu akan terbuang percuma jika kau hanya memandangi langit seakan baru pertama kali melakukannya.” St. Michael mengambil langkah menuju tepi.
“Tapi… St. Michael, langit tadi cerah. Bukankah aneh jika tiba – tiba akan turun hujan?” Eziel masih bersikeras, yang tentu saja memancing kekesalan sosok di hadapannya.
“Eziel, vi avverto! ” St. Michael sedikit membentak. Disaat yang bersamaan, petir menggelegar merobek langit mendung Jakarta.
“Le mie scuse, San Michele.” Eziel tertunduk, diam dan takluk.
St. Michael melompat dari tepi menara Gereja Katedral, sedetik kemudian dua buah sayap keemasan yang sangat lebar mengembang dari balik jubahnya. Kemudian dengan satu kepakan kuat, St. Michael terbang tinggi meninggalkan Eziel, terbang menuju langit yang menghitam seakan menantang petir yang masih sahut – menyahut menggelegar di hadapan jalur terbangnya.
Eziel mengembangkan sayapnya, mengepak pelan namun pasti mengangkat tubuhnya tinggi menjauh dari pijakan menara. Sayap – sayap coklat itu kembali mengepak, laksana burung yang terbang perlahan menuju langit. Dan meninggalkan sehelai bulu coklat yang melambai pelan turun menuju tanah.

######################################
*translate (italia)

vi avverto! = aku peringatkan kau!
Le mie scuse, San Michele. = aku minta maaf, St. Michael


Sosok tubuh mungil itu berjalan melewati bangunan gereja tua yang berdiri tepat di sampingnya. Rintik hujan yang turun memaksanya untuk mempercepat laju jalannya. Setengah berlari, gadis itu menelusuri trotoar berusaha mencapai halte terdekat hanya untuk berlindung dari serangan air hujan. Setelah berhasil mencapai halte, gadis itu menarik napas, kemudian menghelanya pelan. Diambilnya sebotol minuman isotonik dari dalam tas ranselnya. Tutup botol pun dibuka, lalu diarahkannya ujung botol itu menuju bibir merah merekah miliknya. Diteguknya perlahan, sedang sisa air menetes keluar dari bibir turun melewati leher putihnya, menelusuri kulit bening itu hingga tak tampak lagi karena terhalang kaus putihnya.
“Capeeeeeek, pacaran ngumpet – ngumpet itu ternyata begini ya. Capek!” Gadis itu mengeluh. Masih tersisa guratan – guratan lelah di wajah cantiknya.
“Umm, kok tumben sepi banget yah? Duh, taksi mana sih? Kalo lagi butuh aja ga dateng – dateng.” Gadis itu kembali mengeluh, kesal dengan keadaan.
Sehelai bulu coklat perlahan turun menuju kearah gadis itu. Hembusan angin yang cukup kuat membuatnya terhempas, mendarat sukses di rambut lurus sang gadis.
“Eh? Apa sih ini? Bulu? Kok warnanya coklat? Emang ada burung yang bulunya sebesar ini ya? Kok malah jadi nanya sendiri sih? Kok masih diterusin? Ah, Melody! Fokus dong ah.” Gadis itu menampar – nampar pelan pipinya.
Tidak lama berselang, sebuah sedan bercat biru menepi tepat di depan halte. Gadis itu dengan sigap melambaikan tangannya, membuat si sopir menepikan kendaraannya. Dibukanya kaca mobil taksi itu, dan sesosok muka gemuk melongok ke luar jendela.
“Pak, taksi kan? Anterin dooong…” Rajuk gadis itu agak manja.
“Iya neng, ini taksi lah. Si eneng mah ada – ada aja. Emang mau ke…” Si sopir spontan menghentikan kata – katanya.
“Kenapa pak?” Tanya si gadis keheranan.
“Neng… neng Melody ya? Ini neng Melody Nurramdhani dari JKT48? Iya kan?” Si sopir melontarkan pertanyaan yang bermaksud sama secara berulang – ulang, hanya untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa yang ada di hadapannya adalah orang yang dia maksud.
“Iya pak, saya Melody. Hehe.. bapak tau aja. Kirain yang kenal cuma anak muda aja hehehe…” Melody tertawa kecil. Tawa yang manis.
“Eh, masuk dulu neng. Sini bapak bukain pintunya.”

Dan tanpa menunggu jawaban dari Melody, supir taksi itu beranjak dari duduknya, membuka pintu mobil lalu dengan tergesa – gesa berlari menghampiri Melody. Perawakannya yang tambun dan tua membuatnya sulit untuk bergerak lincah, dan jelas Melody jadi merasa tidak enak hati karena merepotkan orang tua itu. Sopir itu lalu membukakan pintu belakang untuk Melody, kemudian dengan satu lambaian tangan halus, mempersilahkan gadis cantik itu untuk duduk di dalam kursi taksinya.
“Ih, bapak. Gak usah repot – repot tau. Saya kan bisa buka sendiri.” Melody merasa tidak enak karena diperlakukan agak istimewa.
Melody mendaratkan bokong sintalnya di jok belakang taksi itu. Setelah membetulkan posisi duduk, Melody mengambil smartphone yang sedari tadi ada di tas ranselnya.
“Gak apa – apa neng. Khusus buat neng Melody pokoknya pelayanan super spesial deh. Oh, iya neng Melody mau dianter kemana?” Kata si sopir. Sekarang dia sudah berada di seat pengemudi.
Melody sedikit beranjak dari duduknya, menghampiri si sopir. Kemudian membisikkan sesuatu kepadanya. Sopir itu hanya manggut – manggut, kemudian sopir itu mengacungkan jempolnya tanda mengerti.
“Siplah neng. Meluncur kitaaaa…!”
Dan taksi itu pun melaju meninggalkan halte. Suasana sepi kembali menyelimuti halte itu, membiarkan lantainya dihiasi daun – daun yang berguguran. Pun pemandangan suram tak jauh berbeda dengan langitnya. Langit Jakarta sore itu kembali memunculkan nuansa gelapnya, seperti hari – hari sebelumnya. Membiarkan awan hitam berkumpul padat laksana busa pada sebuah air. Petir demi petir menari – nari, membentuk garis – garis acak di langit. Dan hujan yang tadinya hanya rintik – rintik, kini memberondong deras menghujam tanah. Tapi cuaca serta pemandangan suram sore itu tetap tak mampu menggoyahkan sosok yang berjalan pelan melewati halte itu. Tak perduli sebasah apapun jaket hitam nya, sosok itu terus menatap taksi yang ditumpangi oleh Melody. Sorot matanya tajam, namun teduh. Menyiratkan banyak hal yang tidak bisa diungkap kata. Sesaat bibirnya bergerak pelan, mengucap satu kalimat.
“Finally. Find you, Melody.”
Sosok itu kembali berjalan menelusuri trotoar, tak mengindahkan hujan yang terus mengguyur tidak hanya dirinya, namun juga sebagian Jakarta pada sore itu.


###########################

“Melody, jangan kesana ! Bahaya !” Teriak suara anak laki – laki itu lantang.
“Enggak apa – apa kok, aku bisa kok lompatin nya !” Kali ini terdengar suara Melody, yang tak mengindahkan kata – kata anak laki – laki itu.
Sejurus kemudian batang pohon tempat Melody berpijak patah, menggoyahkan keseimbangannya dan mengantarkan tubuh itu tepat ke arah sungai dibawahnya.
“Melody, batangnya patah ! Batangnya patah !” Anak laki – laki itu menerjang kearah Melody, namun terlambat.
Dan tiba – tiba keadaan sekitar menjadi gelap. Begitu gelap. Gelap dan hitam.

############################

Melody spontan membuka matanya. Beberapa bulir keringat dingin mengalir dari keningnya, turun melewati wajah cantik dan mulus itu. Melody menghela napas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan. Dirinya membayangkan lagi tentang mimpi yang baru saja di alaminya.
“Mimpi itu lagi… Kok, akhir – akhir ini sering mimpi tentang itu terus ya ?”
Melody jatuh tertidur dalam taksi yang sedang ditumpanginya. Kelelahan membuatnya tidak bisa terlalu lama menahan kantuk yang menyerang. Melody lalu melihat sekitar, taksi berhenti tepat di sebuah lingkungan asing yang sama sekali tidak di kenalnya. Sepertinya dia tidak ingat bahwa jalan menuju basecamp JKT48 itu harus melewati kebun – kebun dan banyak bangunan tua. Dirinya menengok ke depan, ke arah kursi dimana si sopir duduk mengemudikan taksinya. Namun sopir itu tidak ada, hanya tersisa selembar handuk kecil berwarna merah yang tergeletak di kursi pengemudi. Melody mengambil tasnya, lalu membuka pintu belakang taksi. Kemudian gadis cantik itu mencari – cari ke sekelilingnya, berharap menemukan orang yang di maksud. Namun sepanjang matanya melihat, yang terpampang hanyalah pohon – pohon rimbun dan tua, juga gedung – gedung dengan tembok yang retak dan cat yang sudah usang. Gadis itu mulai panik, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Pikirannya mulai kalut, membayangkan bahwa terjadi sesuatu kepada bapak supir itu. Atau, yang lebih buruk… supir itu telah bekerja sama dengan orang lain untuk melakukan sesuatu yang buruk terhadapnya. Gadis cantik itu tidak bisa lebih panik lagi, dengan tangan mulus yang gemetar dirinya membuka pintu mobil bagian belakang. Melody kembali melihat sekeliling. Raut wajahnya kini diliputi ketakutan yang amat sangat, saat mendapati dirinya kini berada di lingkungan yang benar-benar asing.
“Ini… dimana ya ? Kenapa… kenapa aku bisa ada di sini ?”
Dari belakangnya, tepatnya dari tepi tembok bangunan yang tidak tersentuh cahaya mentari sore, satu sosok tambun sedang memperhatikannya dengan seksama. Dua pasang matanya menatap tajam mengawasi tiap gerak – gerik Melody. Dengusan – dengusan napasnya menjijikan, penuh nafsu yang tertahan. Sosok tambun itu perlahan mendekat, hampir tanpa suara. Membentangkan jari - jemari gemuk nya, berusaha menggapai Melody. Dan saat jemari gemuk itu kian mendekat hampir menyentuh pundak sang idola, Melody membalikkan badannya. Melody kaget, mendapati seseorang tiba-tiba berada di belakangnya. Melody spontan ingin berteriak, namun entah mengapa teriakannya tertahan, hanya sampai di tenggorokannya. Lalu gadis cantik itu refleks melompat sampai tiga jengkal dari tempatnya semula berdiri. Napasnya memburu, jantungnya berdetak cepat hingga terasa sangat sakit pada bagian dadanya.
“Neng… neng, tenang neng. Tenang !” Sosok tambun yang tidak lain adalah si supir itu berusaha menenangkan Melody. Tangan nya kini terangkat agak ke atas, menunjukkan bahasa tubuhnya.
“Bap-bapak… dar—rriiimana ajaaa ?” Dengan suara gagap dan parau, Melody masih memberanikan bertanya.
“Bapak abis cari bengkel neng, soalnya ini taksi tiba-tiba mogok. Cuma ga ketemu bengkelnya…” Si supir memberi penjelasan singkat.
“Bapak mau coba utak-atik mesin nya lagi, neng Melody duduk aja ya di dalam taksi.” Sambungnya.



Melody menepikan tubuh sintalnya untuk bersandar pada tembok yang mulai retak di belakangnya. Matanya nanar memperhatikan supir tambun yang kini sedang membuka kap mobil. Ingin sekali logika nya untuk percaya bahwa semua ini hanya kendala kecil sebelum dirinya benar-benar berada di antara teman – temannya. Namun entah kenapa sebuah rasa aneh yang berada jauh di dalam hatinya, membisiki nya untuk lari dari semua ini. Lari dari kejadian yang seharusnya wajar ini. Tapi Melody buru – buru menepiskan rasa aneh itu, dan berusaha percaya pada logika nya. Melody mengatupkan kedua tangan nya, erat. Lalu mengambil langkah kecil, menjauhi tembok menuju mobil taksi. Hampir saja dia berpikir bahwa semuanya akan segera selesai, dan dirinya akan segera berada bersama anggota JKT48 yang lain, jika saja mata Melody tidak iseng curi –curi pandang ke seragam supir itu. Melody melihat hal yang ganjil, seharusnya jika supir tambun itu sedang membetulkan mesin, maka seragamnya berlumur oli. Tapi… tapi… kenapa warnanya merah ? Dan begitu kental ? Apa… apa mungkin itu darah? Raut wajahnya pun berubah pucat pasi. Melody menjaga jarak, mundur perlahan menjauhi sang supir yang masih sibuk mengutak-atik mesin mobil. Ingin rasanya dia berteriak, namun tenggorokannya serasa tercekat. Matanya membelalak, menatap lebar ke arah si supir. Dan yang ditatap seperti tahu apa yang ada di benak penatapnya. Mata supir itu curi-curi pandang, ke wajah cantiknya, ke dada nya yang tidak besar namun sekal, ke perutnya yang rata, ke kulit putih mulusnya, serta ke seluruh bagian-bagian tubuh si cantik Melody.
“Neng Melody… cantik yah. Saya… saya pasti jadi orang paling bahagia kalo bisa nemenin eneng.” Celetuk si supir tambun itu.
“Nemenin ? Nemenin apa maksudnya bang ?” Melody makin mundur ke belakang, penuh dengan rasa waspada dan takut.
“Nemenin… yah, nemenin neng Melody. Tiap saat, ga boleh lepas dari sisi saya neng. Khik..khik..khik..” Jawab supir itu. Ditambah tertawa terkekehnya yang misterius.
Melody bergidik ngeri. Rasa takut yang tadinya merayap perlahan dalam hatinya, kini serentak menyelimutinya. Sementara raut wajah supir itu berubah drastis, dari yang tadinya bersahaja kini berubah bengis. Air liurnya menetes, matanya membelalak lebar, terus memandangi Melody dengan pandangan menjijikan. Jika Melody diberi kesempatan untuk lari, maka sekaranglah saatnya. Namun sayang, lututnya bahkan terlalu gemetar untuk menopang tubuh sintalnya. Apa lagi untuk lari. Melody hanya bisa merapat di tembok, tanpa tahu apa yang harus diperbuatnya. Sementara si supir, memandangi Melody tanpa berkedip sedikit pun, menikmati tiap detiknya momen dimana Melody di dera ketakutan yang amat sangat.
“Sarsa, un Vara.”
Entah kenapa, Melody teringat kata-kata itu. Sebuah kalimat yang tiba-tiba terngiang-ngiang di benaknya, tanpa tahu apa dan kenapa hal itu bisa terjadi. Bersama dengan itu, rasa sakit yang hebat mendera kepalanya, menusuk-nusuk kepala itu seakan ingin memecahkannya.
“La sierre, del Sarsa.. un Vara.”
Kembali kalimat itu memenuhi pikirannya, dan membuat kepalanya semakin merasakan sakit yang amat sangat. Melody memegangi kepalanya sendiri, mencengkeram serta menjambak rambutnya, tak kuat menahan sakit. Namun hati kecilnya yakin, bahwa dia harus mengucapkan kata-kata itu. Mengucapkan dengan lidahnya sendiri.
“Itu apa sih, kenapa tiba-tiba terngiang-ngiang di kepala aku ? Uuuhhh, sakit…” Kata Melody dalam hati.
“Kenapa neng ? Sakit ya ? Mau saya bantu neng, bantu urus ? Khik, khik khik khik..” Tanya si supir, kembali disertai tawanya yang aneh dan misterius itu.

#######################
Ingatan Melody berputar, sekejap pindah menuju satu ingatan yang misterius. Dalam ingatannya, sesosok bocah laki-laki sedang menunjukkan sebuah buku kecil kepada Melody kecil. Bocah laki-laki itu membuka buku, kemudian menunjuk pada satu halaman.
“Melody, liat deh. Ini mantera yang sering di ucapkan oleh bangsa Portugis kuno. Coba baca.” Ajak bocah itu.
“Apaan sih, kamu emang suka sih ya sama hal-hal begini. Aku ribet bacanya ah, enggak mau.” Tolak Melody kecil langsung, tanpa basa-basi.
“Coba aja baca dulu. Nih, coba ikutin.” Kembali bocah itu mengajak Melody kecil untuk menuruti keinginan nya.
“Yaudah deh, tapi abis ini udah ya. Janji?”
“Janji. Oke, ikutin ya.”
“Iya.”
“La sierre…” Bocah itu menuntun Melody mengucapkan sesuatu.
“La sierre…” Dan Melody kecil mengikutinya.
“del Sarsa.”
“del Sarsa.”
“un, Vara…” Bocah laki-laki itu mengakhiri kalimatnya.
“un, Vara…” Melody mengikuti bocah itu mengucapkan sebuah kalimat, dari awal sampai akhir.
“Sekarang, coba ulang. Mantera ini konon berguna saat kamu takut, atau saat sedang di ganggu hantu.” Jelas bocah itu.
“La sierre… del Sarsa, un Vara.” Melody kecil mengucapkannya dengan lancar.
“Tuh bisa kan, inget-inget ya. Suatu saat, pasti berguna deh. Aku yakin.” Bocah itu menggenggam tangan Melody kecil erat-erat. Dan Melody membalasnya, saling menggenggam tangan dalam satu suasana romansa masa muda remaja.

##########################
Ingatan Melody kembali ke masa sekarang, masa dimana kepalanya sedang merasakan sakit yang amat sangat. Melody segera menyiapkan hatinya, lalu mengingat-ingat kalimat yang tadi terngiang-ngiang di ingatannya.
“La sierre, del Sarsa.. un Vara.” Ucap Melody, singkat. Bersama dengan seluruh keberaniannya, dan kemampuan terakhirnya untuk tetap bertahan dari rasa sakit yang menyergap tiba-tiba.
Dan ajaib, sekejap rasa sakit itu sirna. Ya, sakit seperti ditusuk-tusuk di bagian kepalanya itu mendadak sirna sesaat setelah Melody mengucap kalimat yang sama sekali asing baginya. Sebuah kalimat yang begitu terngiang-ngiang di kepalanya. Dan tidak hanya itu, Melody merasakan bahwa ada keberanian yang membuncah di dadanya, begitu hebat hingga membuatnya merasa kuat. Dan Melody tahu betul bahwa ini lah kesempatannya untuk kabur, lari dari situasi ini. Melody mengambil langkah ke belakang, memutar badannya dan dengan satu momentum kuat, Melody berlari sekuat tenaga menjauh dari tempat itu. Melody terus berlari, lari dan lari. Melewati gang sempit, jalanan becek dan gelap, melewati ilalang, tumpukan sampah. Hingga kakinya tersandung, membuatnya jatuh ke tanah basah dan merah. Melody berlumur tanah sekarang, namun dirinya bangkit lagi dan meneruskan berlari.
“Yah, si eneng kenapa lari… Padahal, saya kan mau nolongin eneng. Dua orang itu bahaya neng, mereka ngincer kamu, Melody.” Komentar pria tambun itu, singkat.
Si supir kini berjalan pelan, menuju bagasi mobil. Lalu dia membuka bagasinya, mengambil sesuatu, atau…. Seseorang. Bukan, bukan seseorang. Melainkan seonggok kepala yang telah putus dari badannya, menjambak rambut yang masih menempel di kulit kepala itu, dan menjinjingnya layaknya sebuah tas. Sisa darah menetes dari urat lehernya yang telah putus, merembes ke tanah. Supir itu meninggalkan taksi nya begitu saja, mengikuti arah lari Melody, sambil bersiul-siul riang, kadang di iringi dengan potongan sebuah lagu kelam.

"I live with are numberless, Little white flowers
Will never awaken you, Not where the black coach of
Sorrow has taken you
Angels have no thought, Of ever returning you
Would they be angry
If I thought of joining you ?"
"Gloomy Sunday"

###########################
Eziel terus terbang di antara awan hitam, mengikuti St. Michael yang ada di depannya. Sayap cokelatnya terus mengepak tanpa lelah, menelusuri langit mendung Jakarta. Diri nya masih membayangkan tentang apa yang akan terjadi nanti, dan mengapa diri nya bisa ikut serta dalam misi ini. St. Michael, sang malaikat besar tentu mempunyai alasan mengapa diri nya turun langsung ke bumi, serta mengajak Eziel bersama nya. Namun, hati Eziel masih enggan untuk menanyakan langsung perihal alasan misi ini. Sementara mata St. Michael menatap tajam ke bawah, seperti sedang mengawasi sesuatu. Diri nya terus mencari, mungkin saja ada gerak-gerik mencurigakan. Malaikat itu sadar, hawa jahat yang dirasakan nya ketika baru saja tiba di langit bumi jelas bukan hawa jahat dari iblis biasa. Dan ketika diri nya menginjakkan kaki di atap menara Gereja Katedral, hawa jahat itu kian terasa kuat. Begitu menekan, serta mencekam.
“Eziel, kau merasakan nya juga bukan ? Sampai tadi, hawa itu terus bergerak perlahan. Namun, hawa jahat itu tiba-tiba berkumpul di satu tempat. Dan kau pasti sadar, sebagai anggota regu eksekusi kau sudah bisa membedakan mana hawa jahat milik iblis biasa dan iblis besar.” St. Michael membuka pembicaraan.
“Benar, St. Michael. Ini… jelas milik iblis besar. Tidak salah lagi.” Ucap Eziel membenarkan perkataan St. Michael.
“Jelasnya, ini milik salah satu dari the Accursed. Earl, the Thousand Years Old Phantom.” Jelas St. Michael.
Eziel bagai di sambar petir saat mendengar nama Earl. Tubuhnya bergidik ngeri saat membayangkan apa saja yang telah dilakukan oleh iblis satu itu. Earl, sang hantu berumur seribu tahun adalah momok tersendiri bagi para malaikat, juga bagi bangsa iblis itu sendiri. Gelar nya sebagai the Accursed, juga sepak terjang nya memporak-porandakan dunia malaikat dan iblis, mengacaukan dimensi antar dunia, serta berbagai kejahatan lain nya membuat nama Earl begitu ditakuti di seantero dimensi. Dan sekarang kabarnya Earl mempunyai satu lagi senjata yang membantunya mengacaukan bumi. Senjata hidup yang rumornya bahkan menyamai kekuatan para arch angels.
“Jadi, jadi… misi kita kali ini… berhadapan dengan Earl ?” Tanya Eziel memastikan.
"Ya." Jawab St. Michael singkat.
St. Michael mengepakkan sayapnya kuat-kuat, menimbulkan hempasan angin maha dahsyat yang menyingkirkan awan di sekitarnya. Lalu dirinya terbang ke atas lalu serentak bersalto di udara, untuk kemudian menukik ke bawah. Terus turun menuju permukaan, melewati kumpulan awan hitam dan petir yang masih dengan bebasnya menari-nari indah di langit. Ingatan St. Michael menerawang jauh, menembus batas memori. Kembali ke dua puluh empat hari sebelumnya.

###########################
24 hari sebelumnya…
Eden, 7th Heaven


“Bagaimana ini, sepak terjang iblis itu jelas tidak bisa dibiarkan lebih jauh lagi !” Tegas seseorang dengan baju zirah berwarna perak yang begitu mengkilat diterpa cahaya.
“Sabar, Azazel. Justru karena hal itu lah kita berada disini.” Sambung seseorang yang sibuk memainkan rambut pirang indahnya.
“Hentikan sikap tidak seriusmu, Raphael ! Dan bagaimana aku bisa sabar, Earl telah berbuat terlalu jauh, melanggar kesepakatan antara kita dengan para iblis !” yang dipanggil Azazel membalas komentar Raphael.
“Dinginkan kepala kalian. Gabriel mengundang kita semua rapat, bukan untuk berdebat.” Seseorang dengan rambut panjang keemasannya menengahi konflik singkat antara Azazel dengan Raphael.
“Tapi, St. Michael yang agung… sikap Raphael yang selalu menganggap enteng semua hal membuatku gemas !” Azazel menggebrak meja. Luapan energi akibatnya menggetarkan seisi ruangan. Azazel menatap tajam ke arah Raphael, seperti ingin menantang malaikat besar yang satu itu.
Tiba-tiba gerbang besar di ruangan itu terbuka, menimbulkan hempasan angin yang kuat ke dalam ruangan. Di susul dengan kabut putih yang begitu menyilaukan, namun begitu nyaman menyelimuti tiga malaikat yang sedang duduk mengitari meja lebar nan megah di ruangan itu.
“Azazel, bisakah kau hentikan amarah sia-sia mu itu ? Sebaiknya dengarkan kata St. Michael, kata-katanya benar. Dan kau, St. Raphael. Seriuslah sedikit, aku mengundang kalian untuk membicarakan masalah ini dengan bijak. Mencari pemecahan yang tepat, bukan untuk saling memancing keributan.” Seseorang dari balik gerbang besar itu berjalan menghampiri tempat dimana ketiga malaikat besar sedang duduk.
Serentak ketiga malaikat itu berdiri. Memberi hormat kepada tuan rumah, St. Gabriel. Dan St. Gabriel mengambil tempat duduk di tengah, di antara ketiga malaikat itu.
“Mari, silahkan duduk.” Ajak St. Gabriel.
Ketiga malaikat itu kini kembali duduk. Mereka diam, namun sikap mereka sekarang penuh dengan keseriusan dan kewaspadaan. Tekanan energi yang diluapkan oleh St. Gabriel memaksa mereka untuk diam, saling meredam emosi masing-masing. Dan tentu saja hal ini tidak berpengaruh sama sekali untuk St. Michael, berkat kedudukannya sebagai salah satu dari empat seraphim.
“Baiklah, rasanya tidak perlu lagi aku pancarkan aura menekan ini. Kalian sudah lebih tenang sekarang.”
Suasana di ruangan itu yang tadinya tegang, kini berangsur mereda. Para malaikat kini sudah bisa duduk dengan lebih santai. Sikap mereka yang tadinya kaku, kini terlihat lebih rileks.
“Kalian sudah tahu, alasan aku memanggil kalian ke ruangan ini. Kita sedang menghadapi masalah yang begitu berat. Earl, iblis itu sudah tidak bisa didiamkan lebih dari ini.” St. Gabriel memulai pembicaraan.
“Langsung saja, St. Gabriel. Aku sudah menyiapkan seratus ribu malaikat perang ku, terbagi dalam empat batalion utama dan seratus batalion kecil sebagai bukti keseriusanku untuk membasmi iblis tidak tahu diri itu !” St. Azazel memberi penawaran. Suaranya tegas, menggelegar memenuhi ruangan.
“Dan, jika sekarang Earl berada di bumi, apakah ke seratus ribu pasukanmu itu masih ingin memusnahkan Earl ? Apakah kau siap bertanggung jawab atas akibat perang yang mungkin kau timbulkan ? Seratus ribu pasukan, itu cukup untuk memporak-porandakan satu benua di bumi, Azazel.” St. Gabriel memberikan jawaban atas penawaran St. Azrael. Jawaban yang jelas berupa penolakan.

Azazel hanya bisa diam. Baginya, tidak masalah jika bumi harus porak-poranda sekarang. Yang penting adalah, masa depan bumi esok hari dan seterusnya. Bebas dari ancaman kejahatan Earl. Azazel yakin, manusia punya kemampuan dan pengetahuan yang tinggi untuk membangun kembali peradabannya. Daripada rusak pelan-pelan oleh Earl, bukankah lebih baik rusak sekalian lalu dibangun kembali dari awal? Namun jika dirinya tidak mengindahkan saran St. Gabriel, dan turun ke bumi membawa ke seratus ribu pasukannya, seraphim itu akan menahan nya di perjalanan. Memaksa balik semua pasukannya beserta dirinya, dan hal itu akan menimbulkan malu bagi Azrael di hadapan anak buahnya.
“Azazel, perlu kau ketahui. Earl, memang licik. Juga bengis. Namun iblis itu kuat berkat berbagai kontrak yang disepakatinya dengan para manusia. Ditambah dengan Dera, Living Weapon terkuatnya. Earl menjadi semakin sulit untuk dikalahkan. Mengalahkan Dera, akan melemahkan iblis itu dan memudahkan kita untuk menghajarnya habis-habisan.” Raphael menyambung ucapan Gabriel.
“Dan ada satu kontrak yang sampai sekarang mengikatnya, juga senjata utamanya, Dera. Kontrak dengan salah satu manusia.” Raphael menyibakkan rambut indahnya, sambil berbicara menanggapi penawaran Azrael.
“Siapa manusia itu ?” tanya St. Michael singkat.
“Melody Nurramdhani Laksani. Perjanjian nya dengan Earl semasa remaja membuatnya harus kehilangan ingatan nya dengan Dera sebagai syarat kontraknya. Dan Dera, Living Weapon itu adalah teman kecil dari gadis ini. Target utama kita bukanlah Earl, melainkan Dera. Dan jika bersangkutan dengan Dera, maka kita akan mendapati bahwa sumber semua hal ini adalah Melody. Mengeliminasi Melody, akan membatalkan kontraknya, serta mengembalikan Dera menuju alam kematian.” Jawab Raphael.
“Tapi itu berarti, kita harus mengorbankan satu jiwa hanya untuk membatalkan kontrak tersebut. Itu tidak benar, tidak akan ada jiwa yang harus dikorbankan !” St. Gabriel menentang usul yang diberikan oleh Raphael.
“St. Gabriel yang bijak. Bukan maksudku untuk tidak menghargai pendapatmu, namun kau sendiri sadar bahwa hanya ini cara yang paling memungkinkan untuk dijalani. Jauh di dalam lubuk hatimu, kau membenarkan perkataanku bukan ?” Raphael meyakinkan Gabriel untuk menyanggupi rencana ini.

St. Gabriel tertegun, pikirannya menerawang jauh. Dia memikirkan tentang segala kemungkinan yang akan terjadi andaikan rencana ini dijalankan. Ingin sekali hatinya untuk memungkiri rencana ini, dan berharap masih ada cara lain tanpa harus mengorbankan satu nyawa pun. Namun sejauh pikirannya menelusuri segala kemungkinan yang ada, tidak ada cara yang lebih baik dari cara ini.
“Baiklah… aku setuju.” St. Gabriel menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan setelah menyanggupi usul tersebut. Dirinya malu, merasa gagal sebagai salah satu dari malaikat besar. Bagaimana dirinya bisa mendapat gelar sebagai seraphim, sedangkan untuk melindungi satu nyawa pun dia tidak kuasa melakukan nya.
“Bagaimana dengan yang lain ?” St. Michael bertanya kepada kedua malaikat lainnya.
“Aku, St. Raphael setuju atas rencana ini.” St. Raphael mengangkat sebelah tangannya tanda setuju.
Azazel masih diam. Baginya, tidak menarik jika membabat musuh langsung dari titik kelemahannya. Tidak ada proses menyenangkan selama hal itu berlangsung. Jabatannya sebagai panglima perang memang membiasakannya untuk menyelesaikan masalah lewat perang.
“Azazel ?” St. Michael bertanya langsung kepada malaikat itu.
“Aku setuju. Tapi ingat, jika cara ini gagal maka biarkan aku bertindak dengan rencana ku. Tanpa ada yang menghalangi.” Azazel mengangguk pelan tanda setuju.
“Telah diputuskan, aku, salah satu dari empat seraphim, St. Michael beserta keputusan dari dua seraphim lainnya, St. Gabriel dan St. Raphael mewakilkan St. Ariel yang berhalangan hadir, serta Azazel sebagai perwakilan para war angels, akan menjalankan rencana eliminasi Melody Nurramdhani Laksani, mengembalikan Dera the living weapon ke alam kematian, serta menghabisi Earl, the Thousand Years Old Phantom untuk selama-lamanya !” St. Michael berkata lantang. Suaranya menggelegar, terdengar sampai ke seluruh ruangan.
“Maka biarkan aku, St. Michael sendiri yang bertindak sebagai eksekutor nya. Akan kuberikan kematian yang indah untuk gadis itu.” St. Michael beranjak dari duduknya, lalu berdiri tegak. Dirinya lalu membungkuk rendah kepada St. Gabriel tanda hormat, lalu membalikkan badan. Keluar dari ruang rapat.
“St. Gabriel, aku harap kau bisa menerima ini. Ijinkan aku, Azazel, menutup rapat ini.” Azazel bangkit, disusul dengan Raphael.
Kedua malaikat itu menyusul St. Michael melangkah keluar dari ruang rapat. Meninggalkan St. Gabriel yang masih tertunduk malu sambil tangannya tetap menutupi wajahnya, sendirian dalam ruang besar. Cahaya perlahan meredup, bersama dengan gerbang yang pelan-pelan menutup diri. Mengunci St. Gabriel di dalamnya.

######################
St. Michael mendaratkan tubuhnya dengan kencang, menghempaskan debu-debu di sekitarnya. Atap gedung tua tempatnya berpijak menjadi penopang tubuhnya. Arch Angel itu memejamkan mata, berusaha merasakan hawa jahat milik Earl. Ada kumpulan hawa jahat yang kini bergerak perlahan mengikuti sebuah hawa milik seorang manusia. Lalu St. Michael mengangkat sebelah tangannya, memberi tanda untuk Eziel. Dan Eziel yang baru saja ingin mendarat, terpaksa mengepakkan sayapnya lagi serta terbang mengikuti arah tangan St. Michael menunjuk.
“Hawa ini hanya milik Earl. Masalahnya adalah, kemana Dera ?”
St. Michael melihat sekeliling. Tidak ada yang mencurigakan dari pemandangan di sekitarnya. Hanya ada taksi yang terparkir begitu saja di sebuah tepi kebun kecil disamping gedung yang sekarang dipijakinya. Tidak ada yang mencurigakan, pikir St. Michael. Dan saat malaikat itu ingin mengepakkan sayapnya kembali, dirinya mendapati sisa-sisa hawa jahat tepat di sekitar taksi itu. St. Michael melompat turun, menghampiri taksi itu. Tidak ada yang aneh. Dirinya lalu berjalan ke belakang, dan mendapati bagasi mobil yang dibiarkan terbuka. St. Michael melongok ke dalam bagasi, dan betapa terkejutnya dirinya saat mendapati tubuh tanpa kepala dengan posisi meringkuk berada di dalam bagasi mobil itu. Darah segar masih menetes keluar dari urat lehernya. Namun kulit itu telah berubah pucat.
“Ini pasti ulah Earl, berarti dia masih ada di sekitar sini !” St. Michael berseru panik.
Malaikat itu segera membalikkan badannya, melompat dan bersiap untuk terbang. Namun kakinya dicengkeram oleh sepotong tangan, menariknya turun menghempas bumi. St. Michael mengepakkan sayap emasnya, menimbulkan angin kuat yang menghempaskan taksi itu beberapa meter menjauh darinya. St. Michael membalikkan badan, melihat ke arah taksi itu. Tangan itu berasal dari dalam bagasi, tepatnya milik mayat yang tadi dilihat St. Michael. Dan tangan itu kini menyentuh bumi, menopang tubuhnya yang berusaha merangkak keluar dari bagasi.
“Irragionevole, Earl !!” St. Michael berteriak marah, terasa luapan energi yang besar menekan sekitarnya.
Mayat tanpa kepala itu kini telah berdiri tegak. Tubuhnya bergetar, dari kulitnya timbul gelembung-gelembung yang makin lama makin membesar. Tubuh itu membengkak, seperti ingin meledak. St. Michael sadar akan hal ini, jelas ini adalah jebakan Earl. St. Michael membentangkan sayapnya, bersiap untuk terbang. Namun terlambat, tubuh mayat itu sudah sampai batasnya. Tubuh itu meledak dengan hebatnya, menghancurkan taksi serta hal lain di sekitarnya. Dan ledakan besar pun tak dapat terhindarkan. Meruntuhkan tembok-tembok, menggetarkan area di sekitar ledakan tersebut. Bunyi berdebumnya yang keras, sampai juga di telinga supir tambun yang sedang berjalan santai menelusuri jalan kecil, menenteng seonggok kepala.
“Aw, ada yang masuk ke jebakan. Hmm, ledakan nya cukup keras juga. Sukses deh, khik khik khik.. khik... !!”
Pria tambun itu tertawa terbahak-bahak dengan lepasnya. Memecah suasana hening di sekitarnya.

##############################
Translate (italia)
Irragionevole = Keterlaluan


Melody mengakhiri pelarian nya di sebuah gang sempit dan gelap. Tangan nya bertumpu pada lututnya, sedang napasnya tersengal-sengal dan berat. Melody menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya dalam satu tiupan kuat. Gadis cantik kelahiran Bandung itu melihat ke sekelilingnya. Rasanya, pemandangan dan lingkungan ini begitu asing baginya.
“Ini dimana lagi sih ? Dimana sih jalan keluar dari tempat ini ?!” tanya Melody, panik.
Melody melihat ke belakang, berharap bahwa pria tambun itu tidak mengikutinya. Namun apa yang diharapkan nya salah, dari kejauhan Melody bisa menangkap sosok pria tambun yang sampai tadi sore masih menjadi supir taksi yang di tumpanginya. Dan pria itu berjalan dengan santainya, tepat menuju tempat Melody berada. Siulan serta nyanyian nya menjadi ciri khas tersendiri, mengalun ngeri di telinga Melody.
“Dia lagi, duh... Aku harus kemana lagi. Kemana ?!” Melody bertambah panik.
Dirinya mendapati bahwa di ujung gang ini terdapat dua jalan yang saling bersimpangan. Dan gadis itu bingung saat harus memilih jalan yang akan dilewati. Namun waktu yang semakin sedikit membuatnya tidak bisa berpikir terlalu lama. Melody kembali berlari, mengambil jalan ke kanan tepat setelah dirinya berada di antara persimpangan di ujun gang. Melody terus berlari, disertai rasa panik luar biasa. Keringat terus menerus keluar, merembes dari jaringan bawah kulitnya, membasahi seluruh badannya. Kaus nya yang tipis menjadi basah akibat keringat yang terus keluar, sehingga bra pink nya tercetak dengan jelas. Dalam pelariannya, Melody masih merasa heran. Dari tadi, dirinya mendapati bahwa tidak ada seorang pun yang keluar dari dalam rumah mereka. Atau orang-orang seharusnya sedang bermain di luar, mengingat ini adalah sore hari. Namun keadaan masih sepi, sunyi. Pelariannya kembali terhenti di sebuah lingkungan kebun kosong dengan salah satu gedung bertembok abu-abu di sisinya. Di akhir gang itu terdapat sebuah lapangan yang cukup luas. Melody mengambil napas sejenak, kemudian merogoh tasnya. Mengambil sebotol minuman. Diteguknya dengan tergesa-gesa, sampai air dalam botol itu habis tak bersisa. Melody membuang botol itu asal, lalu bersandar pada tembok di belakangnya. Lalu Melody merogoh tasnya, sampai pada bagian yang paling dalam. Dirinya mencari smartphone nya, mencoba untuk memberi kabar dan meminta bantuan. Namun sayang, benda yang dimaksud tidak juga ditemukan.
“Haaah... mau berlari sampai seberapa jauh lagi, klien-ku tersayang ?”
Sebuah suara yang entah darimana datangnya terngiang-ngiang di telinga Melody. Gadis itu panik, tubuhnya makin menepi pada tembok. Matanya sibuk mencari-cari sumber suara tersebut. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan dengan panik. Sementara keringat dingin makin banyak menetes turun melewati wajah cantiknya.

Tiba-tiba pemandangan di hadapannya memudar, disusul dengan retakan-retakan di antara ruang kosong. Retakan itu makin melebar, yang kemudian menjadi lubang hitam yang membuka lebar dan terus melebar. Dari ruang kosong itu kini muncul lubang hitam, dan sesosok tubuh mencoba keluar dari dalamnya. Kedua tangannya memegang tepi lubang itu, membuatnya menjadi tumpuan untuk mengangkat badannya yang berat. Melody bergidik ngeri melihat pemandangan langsung yang berada di depannya. Dan dirinya tidak bisa lebih takut lagi, saat sosok itu menampakkan wajahnya. Ya, pria tambun yang menyetir taksi yang tadi ditumpanginya itu kini sedang mencoba keluar dari dalam lubang hitam tempatnya berada. Raut wajahnya bengis, seringai licik terlukis di wajanya.
“Hah, teleport ini menyusahkan. Lebih baik pakai yang biasanya.”
Sekarang pria tambun itu sudah keluar sepenuhnya, menginjakkan kedua kakinya di permukaan tanah. Pakaiannya berganti, dari yang tadinya seragam biru supir kini berubah menjadi jas hitam yang agak sempit di tubuhnya. Celana bahan hitam dengan garis putih menjadi pelengkap setelannya. Disertai dengan sepatu boots hitam dengan alas yang tinggi, untuk membuat tubuhnya yang pendek terlihat tinggi.
“Desvanecerse !” Pria itu mengucapkan suatu kata, dan setelahnya lubang hitam yang tadi muncul mendadak sirna. Menghilang tak berbekas.
“Selamat sore, nona Melody. Maaf mengejutkan anda dengan semua pertunjukkan dan akting tadi. Anda pasti ketakutan, bukan?” Pria itu mengangkat topi hitam tinggi yang dikenakannya, memberi salam kepada Melody.
“Ah ya, ini ada oleh-oleh untuk anda.” Pria tambun itu melemparkan sesuatu kepada Melody.
Melody refleks menangkap benda yang dilemparkan oleh pria itu, namun setelah ditangkap Melody malah berteriak ketakutan.
“UWAAAAAAHH !!!” Teriaknya.
Melody segera melempar benda itu ke tanah. Tubuhnya menggigil ketakutan, mengetahui benda apa itu sebenarnya. Benda yang dilempar pria itu untuk Melody ternyata adalah potongan kepala. Ya, potongan kepala yang tadi di tenteng bagai tas oleh pria yang sama. Darah segar masih membekas di urat leher kepala itu, dan kini kedua tangan Melody berlumur darah karenanya. Ingin rasanya Melody menangis, karena berada di situasi seperti ini. Namun dirinya terlalu bingung, bahkan untuk menangis sekalipun.
“Sekedar info. Itu supir taksi yang asli. Khik khik khik.” Tawanya begitu misterius dan aneh, menyadarkan Melody akan sesuatu.
Melody merasa mengenal pria itu. Ya, pria tambun yang berpura-pura menjadi supir taksi itu tidak asing baginya. Rasanya... rasanya Melody pernah bertemu pria ini, enta dimana. Memikirkan hal itu, membuat kepalanya kembali merasakan sakit yang hebat. Melody kembali memegangi kepalanya, ingin rasanya gadis itu berteriak saking tidak kuatnya menahan sakit yang dirasakan. Namun tidak ada suara yang keluar. Suaranya seperti hilang entah kemana.

“Bagaimana rasanya menghadapi trauma, gadis manis? enam tahun... selama itu aku tidak bertemu denganmu lagi. Ya, harusnya masih ada empat puluh tujuh tahun lagi sampai aku menjemput sendiri jiwamu untuk kubawa pergi ke alam kematian. Haaah, ya... Harusnya seperti itu. Tapi belakangan ini, malaikat-malaikat itu mulai berulah.” Pria tambun itu menghela napas.
“Mereka sepertinya mencium ulahku bersama dengan Dera yang sedang bersenang-senang terhadap dunia ini. Padahal baru enam tahun aku mempekerjakannya. Secepat itu, haaah...” Pria itu terus menerus mengeluh.
Pria itu mendelik ke arah Melody. Bola matanya yang berwarna merah darah tajam mengintimidasi gadis itu. Dijentikkan jarinya, dan serentak tubuh Melody menjadi kaku. Kedua tangannya tanpa diperintah terangkat sendiri ke atas, lalu kedua tangan itu saling bertemu, seperti di ikat. Melody kebingungan sekaligus takut dengan apa yang terjadi, namun tak mampu bersuara ataupun meronta. Dirinya hanya bisa menatap pria itu tanpa bisa mengalihkan pandangannya, saat pria itu mendekatinya.
“Jadi, jika dulu dimulai dengan bagian atas, kini rasanya menarik jika langsung ke sajian utamanya.” Pria tambun itu mengetuk-ngetuk taringnya dengan telunjuk. Kemudian pria itu menggeram, lalu mengibaskan sebelah tangannya. Menimbulkan tekanan tenaga yang begitu besar, dan tiba-tiba seluruh pakaian Melody seperti tersobek-sobek dengan potongan yang begitu rapi. Potongan-potongan pakaian itu jatuh perlahan ke tanah, meninggalkan Melody dengan hanya pakaian dalamnya. Melody makin merasakan takut yang amat sangat, mencoba untuk meronta namun tetap tidak bisa bergerak.
“Melody Nurramdhani Laksani, biarkan aku, Earl of the Thousand Years Old Phantom menyelesaikan apa yang seharusnya kuselesaikan dari dulu.” Pria itu menyebutkan jati dirinya. Bersama dengan itu, sakit kepala yang dari tadi menderanya makin memuncak. Kepala Melody bagaikan sedang dihajar palu yang begitu besar dan berat. Menghajar kepalanya dengan kencang.
“Biar saja otak itu terus merasa sakit. Peduli setan, yang penting pihak pertama dan pihak kedua ada padaku. Khuahahahahaaa !!!” Earl tertawa keras.
“Nah, nah. Sebelum itu... ijinkan aku sedikit bermain-main dengan tubuhmu. Kita langsung saja, lagipula... kau yang menawarkan lebih dulu.” Earl tersenyum licik melihat lekuk tubuh Melody yang hanya tinggal memakai pakaian dalam itu.
Earl menjulurkan lidahnya, sangat panjang sampai bisa menyentuh pangkal paha Melody. Sementara gadis cantik itu sedang sibuk dengan rasa sakit di otaknya, lidah milik Earl menari-nari membasahi bagian paha Melody. Kadang lidah itu bermain nakal di seputar vagina Melody, meskipun masih tertutup celana dalam. Earl mengambil keuntungan dari keadaan Melody saat ini, dan dengan bebas tanpa rasa bersalah mulai menyelipkan lidah itu masuk ke dalam cd Melody. Gadis itu terperangah kaget, saat ada benda asing yang permukaannya kasar sedang berusaha masuk ke dalam bagian paling intimnya. Namun Melody tetap tidak bisa bergerak, sementara rasa sakit di otaknya makin menjadi.  Lidah Earl bermain indah saat berhasil masuk ke dalam cd Melody, yang langsung menghajar celah bibir vagina gadis itu habis-habisan. Dijilatinya bibir vagina Melody ke kiri dan kanan, kadang sampai hampir menyentuh lubang analnya. Jilatan liar itu makin menjadi saat Melody, secara refleks mulai menunjukkan ekspresi wajah yang sedang menahan sakit dan nikmat secara bersamaan. Earl tidak bisa lebih bahagia lagi ketika pria itu menjentikkan jarinya untuk membuat Melody dapat mengeluarkan suaranya lagi, yang terdengar hanyalah desahan-desahan kecil.

“Mmhhh, aaahhh.... jangan, jangan di clit a-aakkuuu....!” Desah Melody berusaha memohon.
Earl menjentikkan jari sekali lagi, dan tiba-tiba muncul papan tulis putih kecil di tangan kanan nya. Dan papan tulis itu otomatis memunculkan huruf yang dapat dibaca oleh Melody.
“Hooo, jadi selain bagian klitoris boleh aku jilat? Baik sekali kau, nona “
Melody menggelengkan kepalanya, namun sedetik kemudian kepalanya tertengadah ke atas karena merasakan lidah Earl mulai memaksa masuk melewati celah bibir vaginanya. Rasa nikmat dan sakit dari kepalanya bercampur aduk menjadi satu, membuat gadis itu kehilangan kendali diri.
“Auuhh.. hah, hah.. aaahh... mmhhh, ini... ini gilaaaa.. !!” Desah Melody, yang kini terdengar lebih nyaring dari sebelumnya.
Lidah itu dibiarkan menari-nari liar di pangkal liang vagina Melody yang masih merah merekah itu. Liangnya yang sempit membuat lidah itu membutuhkan tenaga ekstra untuk menggerak-gerakkan daging kenyal itu. Dan akibat gerakan-gerakan liar dari lidah milik Earl, rangsangan di seputar vagina Melody makin menjadi, menambah nikmat disela sakit yang sedang menderanya.
“Bagaimana? Boleh kita maju ke tahap yang lebih... dalam? “
“Aaaahhh... oohh oohh... tolong, ini gilaaaa !! Tolongg, aku gak kuat nahan rasa sakitnyaaaahhh...!! Tapi, tapi... ah, ah aaahhh uuhh mmhhh.... “ Desahan Melody berubah makin binal dan liar, tanda sudah terangsang hebat.
Lidah itu lalu melanjutkan perjalanannya melesak makin ke dalam, namun membentur sebuah dinding halus yang menghalangi jalannya menuju bagian yang lebih dalam. Earl merasa sangat kesal, ternyata Melody masih perawan. Gadis itu begitu bodoh, bisa berlaku sebinal ini namun tetap tidak melepas keperawanannya, begitu pikir Earl. Dan Earl punya ide brilian untuk lebih mengerjai gadis itu. Dirinya akan membuat gadis cantik bernama Melody Nurramdhani Laksani untuk menjadi budak seksnya dengan cara meminum ramuan terbarunya. Ramuan yang tidak bisa dibandingkan dengan obat perangsang manapun. Dan saat Earl sedang merogoh isi di dalam topi bundar hitam tingginya, untuk mencari ramuan yang dimaksud, dari kejauhan di langit sore terlihat sesuatu yang terbang mendekat ke arah mereka dengan kecepatan sangat tinggi. Sesuatu itu turun makin cepat, menukik seakan sebuah roket. Dan saat Earl menyadari bahwa ada sesuatu yang datang ke arahnya, pria tambun itu terlambat untuk melarikan diri. Jepitan di vagina Melody terhadap lidah Earl membuatnya tidak bisa menghindar dengan bebas. Earl juga terlambat untuk memasang sihir perlindungan, karena tidak bisa mengucapkan mantera. Saat sesuatu itu makin mendekat, terlihatlah wujudnya yang sebenarnya. Ternyata sosok yang mendekat bagai roket itu adalah malaikat dengan sayap cokelat yang sengaja terbang menerjang ke arah Earl. Malaikat itu menabrak Earl dengan kecepatan tinggi, melontarkan iblis itu jauh-jauh sampai membentur tembok. Earl jatuh ke tanah dengan bunyi berdebum yang keras, berteriak-teriak kesakitan karena lidanya putus, setengahnya masih berada pada Melody dengan ujung lidahnya masih tersangkut tak bisa dilepas gadis itu. Rasa sakit yang di alami Melody di bagian kepalanya pun berangsur menghilang, yang membuat kesadarannya mulai pulih. Malaikat itu mendarat dengan kasarnya di atas tanah. Sayap cokelatnya dilipat agar tidak mengganggu pertarungan. Kali ini, malaikat itu sudah menyiapkan hatinya untuk bertarung dengan Earl.

“Ka-kamu, kamu siapa?! Kenapa punya sayap? K-ka-kamu sebenernya ap-apa?” tanya Melody kepada penolongnya.
“Huh, oh... aku Eziel. Aku ditugaskan untuk melenyapkan Earl, iblis yang sedang menggelepar-gelepar itu untuk selama-lamanya. Dan, aku malaikat. Salam kenal, cantik.” Malaikat itu memperkenalkan diri.
Melody memperhatikan dengan seksama. Rambutnya yang lurus pendek dan berponi terlihat cocok dengan anting putih yang tertindik di telinga kanannya. Malaikat itu memakai baju zirah yang ringan, terlihat dari caranya bergerak. Pandangan matanya tajam menatap Earl, meskipun sepertinya dia tahu makhluk seperti apa Earl itu. Malaikat bernama Eziel itu melihat ke arah lidah yang masih masuk ke dalam cd Melody, yang bagian sisanya tergantung bagai tentakel gurita. Eziel memandang Melody dengan pandangan yang sangat aneh. Melody yang sadar bahwa ada sesuatu yang masih menyangkut di kemaluannya, segera meraih lidah itu, mencabutnya agar segera terlepas dari liang surgawinya. Muka Melody memerah, melihat seorang malaikat dengan begitu polosnya memperhatikan apa yang sedang dilakukan Melody.
“Mari, aku bantu.” Eziel menawarkan diri.
“Eh, tunggu.. tunggu! Jang-“ Terlambat. Eziel sudah memegang ujung lidah itu, lalu menariknya sekuat tenaga agar keluar dari tempat yang tidak seharusnya benda itu berada.
Melody merasakan kegelian yang intens saat lidah itu perlahan meninggalkan pangkal lubang vaginanya, apalagi saat sedikit demi sedikit bagian lidah itu keluar. Rasanya seperti menggesek dinding vaginanya. Dan desahan Melody pun keluar sekali lagi.
“Auh, uuhh... Ge-geli.. aaahhh...”
Eziel akhirnya berhasil menarik keluar potongan lidah milik Earl, yang langsung dilempar ke arah iblis itu. Earl yang menyaksikan sendiri dirinya dipermalukan oleh malaikat biasa, menjadi murka bukan kepalang. Earl menjulurkan lidahnya, lalu mengambil potongan yang telah putus. Dan hanya dengan menyambungkan kedua ujungnya, lidah itupun tersambung kembali. Earl maju dengan kecepatan luar biasa, sampai berada di sisi kanan Eziel sambil mengucap sebuah mantera.
“Kena kau, bocah! Fire ball !!” teriak Earl.
Sebuah bola api muncul dari telapak tangannya, yang langsung dilemparkan Earl menuju Eziel yang hanya berjarak beberapa meter darinya. Eziel terlambat untuk menghindar, bola itu menyambar lengannya dan langsung membakar bagian itu tanpa ampun. Eziel mengepakkan sayapnya, membuat angin untuk mematikan api tersebut. Namun sayang, api itu malah makin membesar sehingga luka bakar di lengan Eziel semakin melebar. Saat Eziel masih sibuk memikirkan bagaimana caranya mematikan api itu, Earl sudah siap dengan serangan berikutnya.

“Serangan susulan, malaikat sombong! Flamethrower !!”
Earl mendorong tangannya, mengarahkan tepat ke Eziel. Dari tangannya, keluar api yang terus menerus menyambar ke arah Eziel tanpa henti, susul menyusul seperti sebuah senjata penyembur api. Eziel terpaksa melindungi diri dengan sayapnya, juga untuk melindungi Melody di belakangnya. Eziel merasa panas pada sayapnya, terlebih api di lengannya yang belum mau padam. Di saat seperti ini, otak Eziel dituntut untuk berpikir keras. Strategi bertarung biasa jelas tidak akan bisa mengalahkan iblis itu. Eziel melihat ke langit, sepertinya dia mendapatkan ide. Eziel lalu mengepakkan sayapnya, membuat satu momentum terbang bagaikan roket. Eziel terus terbang menuju langit, yang memang sedang mendung sore itu. Eziel tersenyum melihat petir yang saling sahut menyahut, seakan dia yakin rencananya akan berhasil. Earl yang melihat Eziel melarikan diri menuju angkasa, merasa geram karena dipermainkan malaikat itu. Earl menjentikkan jarinya, membuat retakan-retakan menjadi sebuah lubang hitam. Lalu Earl melompat ke dalamnya, dan lubang hitam itu menghilang. Eziel terus terbang, menembus awan hitam. Ditangkapnya salah satu petir yang sedang melintas, sekuat tenaga ditahan oleh malaikat itu agar tidak lewat begitu saja. Walaupun itu harus membakar telapak tangannya, Eziel tidak peduli. Malaikat itu terus mengepakkan sayapnya, mencoba menahan petir yang mendorongnya karena Eziel telah menahan petir itu melintasi jalurnya. Eziel menunggu satu momen yang tepat, dan saat momen itu tiba Eziel segera melepas pegangannya pada petir itu. Dan petir itu pun menyambar dada Eziel tanpa bisa ditahan lagi. Menghancurkan baju zirahnya, juga semua pakaian di baliknya. Namun petir itu tidak bisa melukai Eziel, malah sebuah lingkaran sihir tercipta di tempat dimana petir itu menyambar. Eziel sukses menjalankan rencananya.
“Yap, sudah terisi ulang. Segini mungkin cukup.” Ujar Eziel.
Tepat di atas Eziel muncul retakan yang berujung pada terbentuknya lubang hitam. Eziel segera membalikkan badannya, merasakan hawa jahat yang tiba-tiba muncul dibelakangnya. Namun kecepatan gerak Earl sedikit lebih baik. Iblis berperawakan tambun itu segera meluncurkan tendangan lurus ke arah Eziel, melemparkannya jauh menghantam permukaan. Bunyi berdebum yang sangat keras menjadi tanda benturan antara tubuh Eziel dengan tanah. Malaikat itu di hajar habis-habisan oleh Earl.
“Urgh, uaahk !!” Eziel memuntahkan segumpal darah.
Pandangan matanya tajam terfokus ke Earl yang sekarang sedang terjun bebas menuju ke arahnya dengan sebuah palu besar yang siap terayun menghajar Eziel.

“Cih, memang kalau sudah beda level itu ketahuan ya bedanya.” Eziel menyeka bibirnya yang masih terdapat sisa-sisa darah. Tubuhnya kini diselimuti cahaya keemasan yang begitu terang. Begitupun dengan lingkaran sihir yang ada di dadanya, mulai mengeluarkan pijar-pijar kilat. Eziel berkonsentrasi penuh, tak mengindahkan Earl yang sedang menuju ke arahnya dengan kecepatan tinggi.
“Oh, Lord of Thunder and Skies. I summon one of your thunder, the one that will bring the destruction to your foe. Oh, the Lord.. i shall give you my pair of wings as a tribute! Then, allow me to-“
Eziel tidak sempat menyelesaikan mantera nya, saat seberkas petir dahsyat menyambar Earl yang sedang menuju ke arah Eziel. Petir itu menyambar begitu keras, menghajarnya sampai terpental lalu menabrak sebuah tembok. Dan tembok itu pun hancur akibat tabrakan yang sangat hebat, membuat tubuh Earl menghempas tanah dengan sangat keras. Iblis itu berguling-guling kesakitan, sekujur tubuhnya berasap dan gosong.
“Lanza del Relámpago”
St. Michael mengepakkan sayap emasnya di udara agar tetap terbang, sambil menyiapkan sebuah petir yang menjelma menjadi tombak. St. Michael menarik tombak petir itu ke belakang, membuat pose seperti orang yang ingin melempar tombak. St. Michael melepaskan tombak itu, melemparnya tepat terarah ke Earl. Kembali petir susulan terlempar mengarah ke iblis seribu tahun itu, yang tak mungkin dapat dihindarinya. Petir kedua telak menghantamnya, menimbulkan ledakan dahsyat yang bahkan menghancurkan area sekitarnya. Belum lagi efek petir yang menyambar-nyambar sekitar, membuat kerusakan yang ada menjadi bertambah parah. St. Michael tersenyum puas melihat hal itu.
“Masih terlalu cepat untuk menggunakan itu, Eziel. Kau masih muda. Memangnya mau kehilangan sayap begitu saja, ditukar dengan senjata yang hanya bisa kau pinjam... tidak bisa kau miliki? Aku tidak akan melakukannya jika jadi kau. Tidak bisa terbang itu merupakan hal hina bagi para malaikat, Eziel.” Saran St. Michael.
Eziel mengangguk, mendengarkan kata-kata St. Michael dengan penuh kepatuhan. Baginya, tiap perkataan dari seraphim itu adalah titah yang harus dijalani. Dirinya begitu mengagumi sosok arch angel satu itu, bahkan mungkin andaikan di dunia malaikat terdapat sistem klub penggemar layaknya di dunia manusia, bisa dipastikan Eziel akan menjadi memberi nomer satunya.
“St. Michael, apa... Earl telah dikalahkan?” tanya Eziel ragu-ragu.
“Belum, iblis itu belum kalah. Bersiaplah Eziel, pertarungan sebenarnya baru akan dimulai.” Jawab St. Michael. Matanya menatap tajam ke arah kabut ledakan yang belum juga mereda. Tiba-tiba, sesosok tubuh menerjang ke arah St. Michael dari arah kiri. Tubuh itu melompat, sambil menyarangkan tinjunya menuju sang arch angel. St. Michael melompat ke belakang, sambil menyiapkan satu bola petir yang terkumpul di telapak tangannya. Dan pada saat tinju sosok itu meleset tidak mengenai sasaran, St. Michael langsung menembakkan bola petirnya. Dan telak mengenai sosok itu. Namun belum habis bola petir itu menyambar, sosok itu langsung merubah dirinya menjadi bayangan hitam sehingga dapat menghindari bola petir milik St. Michael. Sosok itu kembali memadatkan dirinya menjadi bentuk utuh tubuh manusia, menerjang ke arah St. Michael dengan satu tendangan dari samping. Malaikat besar itu mengepakkan sayap emasnya, dan melompat sehingga lompatannya tinggi jauh di atas sosok itu. Sang sosok hitam yang kehilangan keseimbangan akibat tendangan yang meleset dan juga angin dari kepakan sayap St. Michael, menahan tubuhnya dengan membuat tangannya menjadi tumpuan badannya, lalu bersalto dan mendaratkan kakinya dengan sukses, sekaligus memperbaiki keseimbangan.

Namun St. Michael sudah menunggu ini, bola petir yang jauh lebih kuat dari semula telah disiapkannya untuk menghajar sosok itu. Dan saat St. Michael melemparnya, bola itu tiga kali lipat lebih cepat dari bola yang sebelumnya. Sosok yang baru saja memperbaiki keseimbangannya itu, tidak sempat menghindar dari serangan petir milik St. Michael.
“Jupiter’s Thunder !” St. Michael melepaskan bola berikutnya, dengan kecepatan dan kekuatan yang sama. Bola itu beradu dengan bola sebelumnya, menimbulkan petir beruntun yang menyerang targetnya tanpa ampun. Satu lagi musuh tumbang oleh St. Michael.
“Ternyata Dera yang selama ini dibicarakan tidak sehebat rumornya. Cih, membuang waktu.” Pandangan St. Michael merendahkan sosok yang sedang kejang tersengat listrik itu.
“Hell Fire !!”
Tiba-tiba dari sekujur tubuh sosok itu mengeluarkan api hitam yang begitu panas, sanggup memusnahkan pijar-pijar listrik yang menyengatnya. Api hitam itu menjalar ke segala arah, membakar apapun yang dihadapinya. Api itu makin membesar, mengancam St. Michael yang masih melayang di udara. Ada pun Eziel, kini beringsut menjauh dari medan pertarungan dan menghampiri gadis yang baru di kenalnya. St. Michael yang melihat Eziel, segera mengikutinya. Begitupun dengan sosok hitam itu. Di sisi lain, Melody sedang menangis tersedu-sedu. Pelecehan terhadap dirinya oleh iblis bernama Earl benar-benar melukai sampai ke harga dirinya. Melody tidak bisa memaafkan apa yang telah dilakukan Earl, mengambil kesempatan dalam situasi yang tidak menguntungkan dirinya. Melody tidak perduli segawat apapun situasinya, yang jelas saat ini dirinya merasa sangat kotor. Begitu jijik dan ternoda. Suara derap langkah membuyarkan konsentrasi Melody. Dia menangkap dari mana arah suara itu, lalu mencari sekeliling berharap menemukan sesuatu yang bisa dipakai sebagai senjata. Akhirnya perhatiannya tertuju pada balok kayu yang tergeletak begitu saja di tanah. Melody mengambil benda itu, memegangnya erat-erat. Gadis itu mempersapkan diri, sambil memasang telinga baik-baik dari mana arah datangnya suara derap langkah tersebut. Suara itu makin dekat, makin dekat dan sangat dekat... Melody merapat di tembok, bersiap menghajarnya. Siapapun itu. Sesosok laki-laki muncul dari balik tembok, berlari lurus. Melody refleks mengayunkan balok kayu tersebut, menghajar telak muka sosok itu. Namun yang terjadi adalah, balok kayu itu hancur menjadi serpihan-serpihan kecil. Tidak ada satu inchi pun dari pukulan Melody yang membuat sosok itu mundur ke belakang, atau bahkan berteriak kesakitan. Sosok itu berhenti tepat di depan Melody. Membuka tudung sweater hitamnya, menampakkan wajahnya di hadapan Melody. Rambutnya yang bergerak-gerak tertiup angin, serta tatapan dinginnya mengingatkan Melody pada seseorang. Wajahnya tampak tak asing.
“Kayak... kenal... kamu, kamu... sia-“ Melody tidak meneruskan kata-katanya.
Rasa sakit di otaknya kembali hadir, menusuk-nusuknya dengan begitu hebat. Kali ini jauh lebih parah daripada yang selama ini dia rasakan. Rasa itu terus mengumpul di otaknya, terus menyiksanya tanpa henti. Melody berteriak, suaranya parau. Tubuhnya linglung seakan mau roboh. Menghadapi rasa sakit yang semakin menjadi. Dan saat rasa itu mencapai puncaknya, sesuatu dalam diri Melody seperti mau menyeruak keluar. Melody teringat akan sesuatu. Sosok itu... namanya, ya! Namanya... Dera. Dan segala sesuatu nya menjadi lebih jelas, bagai tabir yang terbuka lebar. Rasa sakit itu sirna, hilang bagai tertiup angin. Bersama dengan ingatan Melody yang perlahan kembali. Ingatan tentang Dera beserta semua kenangannya.

“Kamu... kamu Dera kan? Kamu beneran Dera kan?! Dera, Dera yang itu kan !!”
Sosok itu hanya bisa memandang Melody dengan pandangan teduhnya. Tidak lebih. Sosok itu berjalan pelan mendekati gadis cantik itu, nyaris tanpa suara. Dalam keheningan suasana di antara mereka berdua, dan kekacauan di sekitarnya, menimbulkan ironi yang begitu dramatis. Sosok itu memegang pipi Melody dengan tangannya, merasakan lembut pipinya. Wajahnya kian mendekat, dan matanya terpejam. Melody pun ikut memejamkan mata. Bibir Melody terbuka, siap menerima bibir orang di hadapannya dengan pasrah. Bibir keduanya bertemu dalam satu momen lembut. Dikecupnya pelan bibir Melody, memagutnya bagaikan sebuah es krim yang begitu berharga untuk dinikmati. Melody diam, air mata menetes dari pelupuk matanya. Ciuman itu begitu dingin, namun hangat. Ada rasa yang sulit dijelaskan kata, untuk melukiskan perasaan mereka berdua.
BRUAAAK !!! Seorang malaikat dengan sayap cokelat jatuh tersungkur di dekat kedua orang yang sedang asik berciuman, membuyarkan momen intens antara mereka berdua. Sayap malaikat itu terluka sangat parah, besi dan benda tajam lain menancap di salah satu sayapnya. Malaikat itu sudah babak belur, namun tetap bersikeras untuk bertarung.
“Aw, sial! Aku dihajar habis-habisan! Earl ternyata memang kuat, meskipun penampilannya lebih mirip badut daripada iblis berumur seribu tahun.” Kata Eziel disela rintihannya.
“Eh, kamu... itu sayap kamu kenapa ?!” Melody bertanya. Kepanikan melanda dirinya.
“Ah, enggak apa-apa. Oh iya, maaf jika mengagetkan kali-.” Kata Eziel, yang tidak menyelesaikan kalimatnya saat melihat seseorang yang berdiri di samping Melody.
“Eh, awas! Disampingmu itu musuh!” Sambung Eziel. Malaikat itu berusaha meraih Melody, namun satu tendangan kuat ke dadanya menghempaskan malaikat muda itu ke tembok. Lagi-lagi Eziel muntah darah.
“Hah, malaikat muda. Melody itu punya gue, dan gue akan ngejaga dia sekuat tenaga. Satu-satunya musuh disini itu elo, dan atasan busuk lo itu. Dia berniat ngebunuh gadis ini, cuma supaya gue balik lagi ke alam sana. Dengan ngebunuh gadis ini, maka kontrak yang dijalaninya dengan Earl akan batal. Dan itu ngebuat keberadaan gue disini udah gak ada artinya lagi. Kalo ada pertanyaan kenapa malaikat harus ngebunuh manusia, coba tanya aja kepada St. Michael yang terhormat itu.” Kata sosok itu. Tiap ucapannya terdengar dingin.
Eziel kaget setengah mati mendengar penuturan dari sosok itu, yang tidak lain adalah Dera the living weapon. Dirinya memang tidak pernah diberitahu apa tujuan misi ini sebenarnya, secara rinci. Dia hanya mengetahui garis besarnya, bahwa misi ini berhubungan dengan pengeksekusian Earl. Namun Eziel tidak pernah menduga bahwa caranya akan menjadi sekotor ini.

Malaikat harusnya dapat melihat cara yang lebih baik, tanpa menyakiti manusia. Namun hal ini dicoreng, bahkan oleh pemimpin seraphim dan arch angel tertinggi, St. Michael sendiri. Dan tepat di belakangnya, sang seraphim sedang melayang sambil menggenggam tombak yang menjadi senjata utamanya. Spear of Destiny, yang menjadi senjata pemberian Tuhan. Senjata berbentuk tombak itu begitu berkilau, cahaya putih keemasan terpancar dari tiap lekuknya. Dan tombak itu sedang terhunus tepat ke arah Melody. Merasa terancam, Melody spontan bersembunyi dibalik tubuh Dera. Dan Dera, dengan tatapan yang tajam mengeluarkan aura hitamnya. Mengeluarkan intimidasinya terhadap St. Michael.
“Benar seperti itu? Wahai yang mulia seraphim?” tanya Eziel.
St. Michael hanya mengangguk pelan. Matanya tajam, bersinar bagai kilat yang siap menyambar targetnya.
“St. Michael, aku mengerti tentang menghabisi Earl dan membawa kedamaian di bumi. Tapi, tapi... seharusnya tidak ada nyawa yang dikorbankan!” Eziel memprotes keputusan St. Michael.
“Jangan membantah, Eziel. Sudah seharusnya seperti ini.” Jawaban yang tidak memuaskan dari St. Michael membuat Eziel geram. Malaikat itu benar-benar serius ingin membunuh. Ini tidak bisa dibiarkan, pikir Eziel.
“Oh, Lord of Thunder and Skies. I summon one of your thunder, the one that will bring the destruction to your foe. Oh, the Lord.. i shall give you my pair of wings as a tribute! Then, allow me to use the sword of destruction. Einherjar!“
Eziel memulai upacara kecil untuk memanggil pedang dewa yang dapat menyaingi tombak milik St. Michael. Kedua sayap rapuhnya perlahan menghilang, berganti menjadi wujud pedang yang bersinar sangat terang. Lingkaran sihir di dada Eziel pun bersinar semakin terang, dan pijar-pijar listrik mulai menyelimuti dirinya. Eziel tahu, dia harus mengorbankan apa yang paling berharga, sekalipun itu harga dirinya untuk membela apa yang seharusnya benar. Dan sekaranglah saat itu.
“Hah... sudah kuduga akan begini jadinya. Eziel, kau berniat menentangku juga? Baiklah, ini akan berakhir menyakitkan. Bersiaplah, mungkin wilayah sekitar sini akan ikut hancur. Dan mungkin juga, sihir agar keberadaan kita semua tidak terdeteksi tidak akan bertahan lama. Jadi, siapkan doa terakhir untuk kalian sendiri, semoga Tuhan mengabulkan.”
St. Michael mengangkat tinggi-tinggi tombaknya ke udara, membuat langit membentuk pusaran yang semakin lama semakin menyeramkan. Bagaikan badai, pusaran di langit itu penuh dengan petir yang saling sahut menyahut. St. Michael menatap ke langit, tepat di tengah-tengah pusaran itu terkumpul energi dari petir yang maha dahsyat, jauh lebih kuat dari tombak petir yang dilontarkannya tadi. Sedikit lagi, maka petir itu akan membumi hanguskan wilayah tujuannya dan sekitarnya, tanpa sisa sama sekali.

“Wrath of Heaven. Kita tidak akan selamat jika terkena serangan itu.” Eziel mendongak ke langit. Wajahnya penuh rasa putus asa, karena merasa tidak berguna sama sekali disini.
“Sial, disaat begini gue butuh boss gendut itu. Kemana sih dia?” Dera menengok kiri dan kanan, mencari Earl.
“Earl, dia... sehabis menghajarku habis-habisan, dia dihajar oleh tombak petir milik St. Michael sekali lagi. Serangan itu telak mengenainya, jadi... lukanya cukup parah. Lalu dia melompat ke lubang hitam, dan kabur. Oh iya, dia menitipkan pesan.” Ujar Eziel, formal.
“Apa?” Dera yang merasa panik dan penasaran di saat yang bersamaan masih sempat bertingkah dingin.
“Take care of everything. If necessary, the Hell's Paradise would be a good option.”
“Oh, oke. Ga percuma belajar teleportnya dia. Nama lo siapa ? Eziel ya ? Sori, gue minta darahnya sedikit.” Dera langsung menyayat lengan Eziel dengan kukunya yang tajam.
“Arrghh ! Bilang-bilang dulu kalo mau bikin syarat buat segel dong !” Protes Eziel.
Dera sibuk menggambar lingkaran kecil di tanah, dengan darah Eziel sebagai tintanya. Setelah selesai, telapak tangannya saling beradu. Menimbulkan pijar hitam, dan langsung menempatkan kedua telapak tangannya di tengah lingkaran. Dan lingkaran itu bersinar, dengan sinar merahnya yang terang.
“Kita mau kemana?” tanya Melody. Sepertinya gadis cantik itu sudah tidak asing dengan segala macam sihir yang dari tadi dipamerkan di hadapannya.
“Hell’s Paradise. Tempat paling asik di neraka.” Jawab Dera.
Muka Eziel langsung pucat begitu mendengar nama neraka. Dirinya yang merupakan seorang malaikat jelas akan menjadi bulan-bulanan empuk para penghuni tempat itu.
“Tenang aja, sekarang kan sayap lo gak ada. Enggak mungkin ada yang tau kok.” Ujar Dera, seakan bisa menebak isi pikiran Eziel.
Bersama dengan itu, cahaya emas dari tombak milik St. Michael berkumpul, seakan menyatu dengan kumpulan petir di langit, membentuk satu energi dahsyat yang siap di tembakkan ke segala arah yang malaikat besar itu mau. Dengan satu ayunan dari tombaknya, maka petir itu turun menyambar permukaan dengan skala besar. Petir yang bahkan sanggup memusnahkan satu kota. Disaat itu pula, Dera yang membaca situasi segera melakukan teleport pindah dari tempat itu. Segel dari lingkaran sihir memunculkan lubang hitam yang langsung menghisap Dera, Eziel, serta Melody ke dalamnya. Lenyap tak berbekas. Petir yang terarah tanpa sasaran, kini mulai menerjang membabi buta ke tanah. Siap untuk melenyapkan segala bentuk kehidupan. St. Michael akan membuat satu kesalahan besar jika petir itu sampai menabrakkan dirinya ke tanah. St. Michael yang melihat target buruannya telah kabur, terlambat untuk menarik kembali serangannya. Bencana tidak dapat terhindarkan lagi. Namun sekejap petir itu sirna. Hilang tak berbekas. St. Michael bingung, merasa linglung dan tidak mengerti apa yang terjadi. Dirinya melihat ke atas, menerawang jauh menembus langit. Lalu malaikat besar itu tersenyum. Senyum yang menyiratkan rasa lega yang luar biasa.
“Terima kasih Tuhan, engkau telah menyelamatkanku dari bencana yang akan kubuat.” Ujar St. Michael.

################################
EPILOG

Sementara itu di dalam lubang hitam, perjalanan menuju Hell’s Paradise...
"Hai, aku Melody." Melody menjulurkan tangannya ke Eziel.
"Oh iya, aku belum tahu nama kamu tadi. Mari berkenalan ulang. Aku Eziel." Eziel menyambut tangan Melody, menggenggamnya erat.
"Formal banget. Santai aja, gak usah kaku gitu." Dera mengomentari gaya bicara Eziel.
"Iya."
Eziel masih belum bisa percaya seratus persen terhadap Dera. Baginya, pasti laki-laki menyimpan motif khusus kenapa dirinya mau terpisah dari Earl. Dan alasan itulah yang sedang dicari tahu Eziel. Sementara itu, Melody masih terbayang-bayang dengan ingatannya yang perlahan mulai kembali, tepat saat dirinya berada dekat dengan Dera. Gadis itu termenung, mengingat-ingat waktu berharganya bersama Dera. Melody memeluk Dera erat, enggan untuk melepasnya pergi lagi.
“Syukurlah, kamu masih hidup ya der.. Aku seneng banget.” Ujar Melody polos.
Dera menatap Melody lekat. Laki-laki itu menghela napas. Napas yang begitu berat.
“Melody, coba kamu inget-inget deh. Aku udah mati. Kamu yang hidupin aku dengan kekuatannya Earl, dengan syarat ingatan kamu semuanya tentang aku ditanam di ingatan aku. Itulah alasan kenapa ingatan kita sama, dan kenapa kamu selalu sakit kepala tiap ingat segala sesuatu yang berhubungan sama aku.”
Melody tersentak kaget. Bayang-bayang kejadian enam tahun silam perlahan datang menghinggapi benaknya.

#################################
6 tahun lalu...
5 Maret 2007


Melody melihat selembar kertas usang, dengan “Contract” sebagai judulnya. Melody memandang Earl yang terus tersenyum licik ke arahnya. Gadis itu sadar, harus ada sesuatu yang di korbankan agar Dera bisa hidup kembali. Dan syarat itu adalah, ingatan Melody tentang Dera. Hanya itu yang menghubungkannya dengan Dera. Melody yang sedang kalut, menggigit jarinya sendiri karena merasakan pilihan yang amat sulit. Dia yakin, jika memang benar Dera bisa hidup kembali maka dia tidak akan bisa mengingat kembali sosok Dera.
“Kau bisa terus mengingatnya, Melody...” Suara Earl lirih, terdengar di telinga Melody.
“Aku hanya menempatkan ingatan mu pada tubuh yang kosong itu. Sebagai pelatuk baginya untuk memanggil jiwanya kembali. Tidak lebih. Ingatan kalian akan menyatu. Bukankah itu bagus, Melody?” Earl mencoba meyakinkan Melody.
“Bagaimana aku harus menjalin kontrak ini?” tanya Melody. Tatapan matanya menyiratkan kegetiran yang amat sangat.
Earl menghampiri Melody. Iblis itu memegang tangan gadis cantik itu, kemudian dituntunnya tangan itu menuju pelipisnya yang robek.
“Darah. Warnai kertas ini dengan darahmu. Dengan begitu, kontrak akan terjalin.” Jawab Earl.
Melody mengambil napas panjang. Napasnya rasanya begitu berat. Pertaruhan ini begitu sulit, Melody masih tidak yakin jika dirinya bisa bertemu lagi dengan Dera.
“Percayalah, gadis cantik. Cinta yang memisahkan kalian, dan karena cinta itu pula... kalian akan bersatu suatu hari nanti.” Wajah Earl yang tadi bengis berubah drastis menjadi lebih bersahaja. Tidak lagi tampak kesan menyeramkan darinya.

###############################
Melody semakin bingung. Dirinya kalut. Ini lah yang sebenarnya terjadi. Potongan memori ini yang paling ingin dilupakan Melody. Namun memori itu terus mengalun, memaksanya untuk menyaksikan sendiri dosa di masa lalu nya.

##############################
Melody menyeka darah yang masih keluar dari pelipis, dengan ibu jarinya. Kemudian mencorengnya di sebuah kertas usang. Dan Earl tersenyum menyeringai sangat lebar, puas mendapati dirinya bisa meyakinkan salah satu calon korbannya.
“Tutup matamu, gadis cantik.” Perintah Earl.
Melody menutup matanya. Dalam kegelapan, Melody merasakan pusing yang amat sangat, rasanya seperti ingatannya memudar. Dan benar saja, ingatan itu menjelma menjadi kabut merah tipis, keluar perlahan dari kepalanya. Earl menjentikkan jarinya, lalu muncullah peti mati dalam keadaan berdiri disamping Earl. Iblis itu langsung membuka peti, membiarkan kabut merah itu meresap masuk ke dalamnya. Suasana hening, tidak ada satupun suara yang sekarang terdengar. Earl menjentikkan jarinya sekali lagi. Melody membuka mata, dan mendapati Dera berada di hadapannya. Tatapan Dera kosong, wajahnya pucat membiru. Namun Melody menangkap ada aktifitas pernapasan dari tubuh itu. Dera hidup kembali! Melody merasa senang yang amat sangat, mendapati keinginan terbesarnya telah terkabul.
“Sampai bertemu lagi, Melody. Sampai nanti, jarum tenun takdir mempertemukan kita kembali. Dan saat itu bukan sekarang.” Earl berbisik di telinga Melody.
Gadis itu menatap putus asa ke Earl. Melody menggeleng-geleng, tangisnya pecah. Dirinya merasa dibohongi oleh iblis itu. Melody berusaha meraih Earl, mencakar-cakar tubuhnya dengan kuku jari itu. Namun yang di dapatinya hanyalah udara. Melody tidak dapat menyentuh Earl sama sekali.
“Adios, Senorita.”
Earl menjentikkan kembali jarinya, tepat di hadapan Melody. Gadis itu perlahan kehilangan kesadaran, cahaya yang ditangkap matanya kian meredup. Sampai akhirnya pemandangan sekitar menjadi gelap. Melody jatuh tertidur.

##############################
Tanpa sadar gadis itu menitikkan air mata, makin lama makin deras hingga tak mampu dibendung lagi. Dera mendekapnya erat, mengusap-usap kepala Melody. Gadis itu menyandarkan kepalanya di dada Dera, memeluknya erat seakan tak mau dilepas lagi.
“Sekarang, semua akan baik-baik saja. I’m promise, i will protect you no matter what happen.” Hibur Dera.
Eziel, yang hanya menjadi penonton tidak tahu harus berbuat apa. Baginya, ini terlalu berat.
Yang bisa dilakukannya sekarang adalah, menyadarkan St. Michael dari rencana gilanya. Dan mengirim Earl ke dunia iblis tanpa pernah bisa keluar lagi. Tapi, bagaimana caranya? Eziel sontak teringat dengan satu arch angel yang begitu bijak. Yang berdiam di Eden, dan Eziel tahu betul bahwa sekarang saatnya. Ya, dia harus menemui St. Gabriel untuk mencari pemecahan masalah ini. Malaikat itu pasti tahu apa yang harus diperbuatnya.

##############################
Seorang frontliner idol group di Indonesia, seorang mayat hidup yang disulap menjadi senjata mematikan, dan malaikat yang kehilangan sayapnya memulai petualangan baru untuk mencari jawaban atas semua masalah mereka. Petualangan yang sepertinya akan makin gelap, penuh intrik dan konflik.

~ End of Story ~
By: Andreeejf