Kamis, 27 November 2014

The Lucky Pak Sabeni: Bisikan Ghaib

Anna

Perkenalkan namaku Anna,usiaku kini 24 tahun.Aku dan suamiku Hendra  tinggal di perumahan elit di Jakarta.Kami menikah tiga bulan yang lalu, teman teman kami bilang bahwa kami adalah pasangan yang  sangat serasi, karena kami sama sama memiliki wajah yang rupawan,Hendra sendiri adalah laki laki yang sangat tampan dan juga gagah, ia adalah keturunan Tionghoa, sedangkan aku juga memiliki wajah yang sangat cantik, darah Indonesia - Pakistan yang mengalir dalam diriku menjadikanku cantik ala gadis timur tengah dengan bulu mata lentik, rambut hitam panjang terurai, dan kulit yang putih bersih, namun siapa sangka bahwa hubungan rumah tanggaku bersama Hendra terasa hampa karena sejak kami menikah tiga bulan yang lalu, aku belum pernah disetubuhi oleh Hendra. Aku masih perawan karena Hendra suamiku mengalami disfungsi alat vital, itu semua disebabkan karena kecelakaan hebat beberapa tahun yang lalu sebelum aku bertemu Hendra, tapi  ini aku ketahui setelah kami menikah,karena Hendra memang sengaja merahasiakannya padaku,alasannya karena Ia teramat cinta dan sayang kepadaku,Hendra tak ingin kehilangan aku,sebenarnya aku merasa kecewa,namun perasaan itu hilang mengingat betapa sayang dan cintanya Hendra kepadaku yang begitu besar sampai sampai apapun yang kumau selalu diturutinya.Sering kami mencoba untuk berhubungan intim layaknya suami istri tapi lagi lagi batang penis Hendra tak mau berdiri.Sudah berbagai cara kami lakukan termasuk konsultasi dokter ,akan tetapi sampai sekarang tidak menunjukkan hasil yang kami harapkan.Menurut keterangan dokter  ada syaraf yang putus dalam alat vital Hendra,sangat mustahil bisa kembali utuh. Walaupun begitu suamiku adalah seorang pekerja keras,itulah sebabnya kariernya selalu meningkat,karena dalam pikirannya yang ada hanya kerja,kerja ,kerja,itulah sebabnya Hendra kini memiliki posisi yang sangat penting dalam perusahaannya yaitu sebagai vice president direktur.Soal materi kami tidak pernah ada masalah,karena penghasilan Hendra sudah lebih dari cukup,kami bisa punya rumah yang bisa dibilang mewah,dan oleh suamiku,aku diberi hadiah mobil mewah setelah menikah. Secara fisik aku adalah wanita yang banyak didambakan oleh kaum pria,dengan wajah yang cantik ala gadis blasteran karena dalam diriku mengalir darah indonesia – pakistan dengan tinggi badan 174 cm, ukuran payudara 34D,dan kedua bongkahan pantat yang semok membulat besar,sehingga banyak pria yang selalu tergoda oleh kecantikan dan kemolekan  tubuhku. Kehidupan seks dalam rumah tangga kami mulai mendapat warna setelah sebuah peristiwa, berikut kutuliskan ceritaku,

##########################

Hari itu Hendra pulang dari kantornya, namun karena nasib lagi apes ia menabrak seorang laki laki tua yang tengah melintas tiba-tiba saat mobilnya melaju. Melihat laki-laki tua itu betapa kagetnya Hendra karena laki-laki itu adalah Pak Sabeni orang yang sudah menolongnya beberapa tahun yang lalu saat ia mengalami kecelakaan hebat hingga mobilnya meledak dan terbakar,mungkin kalau tidak ditolong oleh Pak Sabeni mungkin Hendra tidak akan bisa selamat.Tapi orang tua yang sudah menolongnya itu kini tergeletak di jalan bersimbah darah.Segera saja Hendra menggotong Pak Sabeni masuk ke dalam mobil dan membanya ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit Pak Sabeni langsung dibawa ke ruang  UGD untuk menjalani perawatan .Hendra menunggu dengan hati yang  berdebar debar, ia berdoa semoga tidak terjadi apa apa pada Pak Sabeni. Dokter Lydia yang menangani pria itu keluar dari ruangan dan memberikan keterangan bahwa kondisi Pak Sabeni membaik
“Untunglah segera dibawa ke rumah sakit karena sudah banyak darah yang keluar” dokter cantik berumur 35 tahun itu menjelaskan, “juga berkat kondisi fisik beliau yang cukup prima walaupun sudah berumur, beliau mungkin perlu rawat inap sekitar dua minggu untuk pulih sepenuhnya”
Mendengar itu semua Hendra menjadi lega,dan meminta ijin kepada Dokter Lydia untuk melihat keadaan Pak Sabeni,setelah masuk ke dalam Hendra melihat Pak Sabeni sudah sadar. Kondisinya cukup parah, kepalanya harus mendapatkan dua jahitan dan dibalut perban, tangan kirinya mengalami cedera tulang sehingga harus digips, namun pria itu nampak tegar dan berusaha tersenyum ketika Hendra muncul di ambang pintu.
"Maafkan kecerobohan saya ya Pak, ?"Hendra meminta maaf  kepada Pak Sabeni
"Gak apa apa Den,lagi pula semua sudah terjadi,dan kondisi saya juga semakin membaik"kata Pak Sabeni
"Oh ya..Den Hendra sendiri gimana kabarnya,?"Pak Sabeni menanyakan kabar Hendra
"Kabar saya baik Pak...Pak Sabeni sekarang tinggal dimana ?"Hendra menanyakan tempat tinggal Pak Sabeni
"Saya tinggal di bawah jembatan ,dekat dengan kantor Den Hendra"jawab Pak Sabeni
Mendengar jawaban Pak Sabeni hati Hendra rasanya seperti teriris,karena orang tua seperti Pak Sabeni di usianya yang sudah tua itu harusnya tinggal menikmati enaknya  saja,tapi  Pak Sabeni di usianya yang semakin tua malah sengsara tidak punya tempat tinggal yang tetap dan layak.Untuk itulah Hendra bermaksud menawarkan pekerjaan kepada Pak Sabeni  sebagai tukang kebun di rumahnya,selain untuk menebus rasa bersalahnya juga untuk membalas jasa Pak Sabeni yang sudah menyelamatkan nyawanya beberapa tahun yang lalu, lagipula dirumahnya hanya ada satu pembantu perempuan,yaitu Mbak Marni,kasihan juga Mbak Marni yang mengurusi rumah sebesar dan seluas milik Hendra. Ketika ditawari pekerjaan itu Pak Sabeni dengan senang hati menerimanya. Pak Sabeni,orang tua itu bernama Sabeni usianya kini 62 tahun,Pak Sabeni hidup sebatang kara di Jakarta istri dan ke lima anaknya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu,rumah dan harta  Pak Sabeni dulu habis dijual untuk mengobati  istri dan kelima anaknya  yang sakit keras,Kini Pak Sabeni hanya tinggal mempunyai satu anak laki laki yang bernama Maman,tapi karena kebengalan dan kenakalan Maman sejak kecil ,anak laki laki Pak Sabeni  itu kini meringkuk dipenjara karena telah banyak terlibat dalam tindak kejahatan,dan akhirnya Pak Sabeni harus sebatang kara hidup di kolong jembatan yang kumuh.Sehari harinya Pak Sabeni bekerja sebagai kuli panggul di pasar,sebab itulah walaupun sudah tua usianya Pak Sabeni masih kelihatan kuat.

#######################
Malam itu, dalam tidur Pak Sabeni di kamar rumah sakit
Pak Sabeni

“Sabeni!! Sabeni!! SABENI!!!”
Pria tua itu clingak-clinguk melihat sekelilingnya yang gelap, tangannya meraba-raba namun sepertinya kegelapan itu tanpa batas, tangannya tidak menyentuh tembok atau benda apapun di sekelilingnya.
“Iya...siapa itu? ini di mana saya?” tanya Pak Sabeni bingung.
“Sabeni...hidupmu sudah lama menderita, keluarga sudah tidak ada, harta pun tidak ada...” sahut suara tanpa wujud itu.
“Iya..iya sih, situ siapa kok tau?” tanya pria itu.
“kami tahu segalanya Sabeni, engkau menderita, namun engkau begitu tabah menjalani hidup tanpa mengeluh...untuk itu Sabeni, ada ganjarannya Sabeni...engkau akan sembuh dan mendapat kehidupan yang lebih layak, dan satu lagi wanita yang membuatmu tertarik akan bisa kau dapatkan?”
“mendapatkan wanita? Maksudnya?”
“Hehehehe...engkau sudah lama tidak merasakan nikmatnya hubungan badan benar?” tanya suara ghaib itu.
“Ehh...iya sih, abis gimana lagi segalanya udah gak ada, modal pun gak ada” jawabnya garuk-garuk kepala.
“Maka itu mulai kini engkau bisa menikmati setiap wanita yang menarik hatimu, dalam arti secara fisik, bukan mendapatkan hatinya, kalau itu sih tergantung usahamu sendiri...di luar kuasa kami...”
“Wah yang bener, asyik dong jadi saya bisa gituan sama cewek-cewek cantik yang saya sukai?” Pak Sabeni girang setengah tak percaya.
“Ya benar itu...siapapun yang kau mau dan kau ajak dengan tingkat keberhasilan 70 persen!”
“70 persen? Maksudnya?”
“Ya...siapapun yang kau ajak berhubungan seks kemungkinan besar akan diterima, tapi juga ada kemungkinan 30 persen tidak”
“eeeerr...tidaknya kalau apa?”
“wanita itu tidak akan berhasil kau ajak kalau....”
Sebelum suara gaib itu selesai menjawab tiba-tiba kegelapan itu tiba-tiba menjadi cahaya terang menyilaukan. Pak Sabeni sampai merem-merem dan melindungi mata dengan telapak tangan.
“Selamat pagi Bapak! Maaf mengganggu tidurnya ya? Sekarang saatnya minum obat!” kata seorang perawat pria membuka tirai jendela dan cahayanya langsung mengenai pria itu.
“Beuh...cuma mimpi ternyata, aneh-aneh aja, tapi beneran ga ya? Kalau apa tadi syaratnya ya? Sialan belum beres udah kebangun” omelnya dalam hati.
“Sudah lebih baikan Pak?” tanya si perawat pria itu ramah sambil menekan tombol di samping ranjang untuk menaikkan sandaran.
“Yah mending lah Dik, cuma masih sakit nih badan”

#########################
Sepuluh hari kemudian

Kondisi Pak Sabeni membaik, ia sudah diperbolehkan pulang. Hendra datang menjemput pria setengah baya itu untuk membawanya ke rumahnya.
“Saya akan membuka gips Pak Sabeni dan melakukan pengecekan final” kata Dokter Lydia, “setelah itu saya akan urus administrasinya lalu Pak Sabeni boleh pulang dengan anda” ia tersenyum sehingga wajahnya nampak semakin manis.
‘Oke deh Dok, sementara itu saya akan makan siang dulu di seberang yah, daritadi belum makan nih hehe...” kata Hendra.
“Baik Pak Hendra, saya pastikan semuanya selesai setelah anda kembali nanti” kata Dokter Lydia.
Hendra pamit sejenak untuk makan siang sambil menunggu semuanya beres. Sambil menikmati makan siangnya di sebuah rumah makan Padang di seberang rumah sakit, sesekali ia membalas BBM yang masuk ke smartphone-nya berhubungan dengan urusan pekerjaan. Sekalian menjemput Pak Sabeni ia juga berencana untuk bertemu klien di situ agar sekali jalan. Ia juga mengabari istrinya, Anna, bahwa semua sudah selesai dan minta agar minah membereskan kamar kosong untuk tempat tinggal Pak Sabeni.

##########################
Sementara itu di kamar VIP, sepuluh menit setelah Hendra pergi....
"Aahhh...aahhh...yah...terus...terussshh!!!" suara desahan wanita memenuhi kamar tersebut bercampur dengan lenguhan pria.
Di atas ranjang pasien, seorang wanita tengah bergerak naik turun di atas penis seorang pria. Peluh bercucuran menetes dari dahi wanita berparas ayu tersebut. Sebuah jas putih dokter dan stetoskop tergantung pada sandaran kursi di sebelah ranjang tersebut. Wanita itu masih memakai pakaiannya, hanya saja sudah terbuka atas-bawah. Kancing kemeja birunya sudah terlepas semua, bra putihnya tersingkap ke atas menampakkan payudara penuh wanita itu yang diremasi oleh tangan kasar si pria yang berbaring di bawahnya.
”Ahh... ahh... enak Bu Dokter...uuhhhh!” pria itu ikut mendengus merasakan penisnya seperti dikocok-kocok, dipelintir dan dihisap-hisap dengan sangat nikmatnya, matanya merem-melek menahan nikmat yang tak terperi.
Ya, wanita itu tidak lain adalah Dokter Lydia dan pria yang sedang ditungganginya itu adalah Pak Sabeni. Semakin lama, gerakan pantat dokter cantik itu semakin cepat. Kepalanya sudah terdongak dengan deru nafas mendengus seperti orang yang sedang berlari. Plok...plok...plok...plok...bunyi tepukan alat kelamin mereka yang beradu terdengar nyaring menyemarakkan suasana mesum di kamar VIP tersebut.
“Ehh... euh… Pak... hekss… euh…” desahan sensual terus menerus keluar seiring dengan hempasan pantat Dokter Lydia yang menekan selangkangan si pria tua.
Pak Sabeni meraih tombol di sampingnya dan menekannya, sandaran ranjang pun bergerak naik sehingga posisi pria itu kini terduduk di ranjang dengan kedua gunung kembar Dokter Lydia tepat di depan wajah buruknya. Gemas melihat pemandangan itu, Pak Sabeni langsung melumat kedua gumpalan kenyal tersebut. Mulutnya yang bergigi ompong mencaplok payudara kiri dokter cantik itu, lalu ia mainkan lidahnya pada putingnya, terkadang ia gigit kecil puting yang makin mengeras itu.
“Aaahhsss....mantap Pak, teruus hisap pentilku yah...aahh” lenguh Dokter Lydia sambil menggoyangkan pantatnya naik turun semakin cepat. Pak Sabeni pun mengimbangi dengan genjotan pinggul seirama dengan gerakan naik turun Dokter Lydia. Desah kenikmatan mereka semakin ramai seolah tidak peduli terdengar orang dari luar, memang kamar VIP ini juga terletak di lantai atas dan agak ke ujung sehingga jarang dilalui orang. Goyangan pantat Dokter Lydia semakin heboh, genggaman tangannya di bahu pria itu semakin kencang. Penis Pak Sabeni kemudian merasakan cairan hangat yang mengucur di dalam vaginanya. Gerakan Dokter Lydia pun melambat, lalu keduanya berpagutan bibir.
“Hsshhh...hhhssss...rasanya sudah cukup sebelum Pak Hendra datang” kata Dokter Lydia yang nafasnya sudah mulai teratur
“Udah gak pengen lagi dok? Ini hari terakhir saya di sini loh” tanya Pak Sabeni sambil menggerakkan pinggul berputar perlahan sehingga penisnya mengaduk pelan vagina Dokter Lydia.
“Bukannya gitu, tapi masih ada kerjaan juga” Dokter Lydia lalu turun dari ranjang, “saya mau selesaikan dulu administrasinya”

Dr. Lydia

Dokter cantik itu merapikan kembali pakaiannya dan baru mau mengambil jas dokternya yang tergantung di kursi ketika tiba-tiba ponselnya berbunyi.
“Ya...Pak Hendra!” ia menerima telepon itu yang ternyata dari Hendra.
“Belum...belumm....oohhh...” ia mendengar Hendra berbicara di seberang sana sambil mengancingkan bajunya, “oh gitu...baiklah Pak...gapapa kok gapapa...santai aja Pak Sabeni juga bisa menunggu kok...oke...oke...baik”
Ia menutup pembicaraan, “Pak Hendra kelihatannya bakal telat jemput, soalnya sedang ada pembicaraan dengan mitra bisnis, dia bilang kalau Bapak lapar makan aja di kantin atau nyusul ke seberang”
“Saya belum lapar kok,dibanding makan, saya lebih pengen sama dokter aja hehehehe....” Pak Sabeni meraih pergelangan tangan Dokter Lydia yang hendak mengambil jas putihnya dari kursi.
“Eehh..Pak...udah ah!!” protes dokter cantik itu,
Tanpa berkata apa-apa lagi, pria tunawisma itu langsung mendekap Dokter Lydia dan mencium bibirnya. Dokter cantik itu tidak sempat menghindar, bahkan ia juga membiarkan ketika bibir tebak Pak Sabeni menempel ke bibirnya hingga beberapa saat. Dadanya semakin berdegub kencang ketika kurasakan bibir pria itu melumat mulutnya. Lidahnya yang kasap menelusup ke celah bibir tipisnya dan menggelitik hampir semua rongga mulutnya. Mendapat serangan tersebut Dokter Lydia merasakan darah di dalam tubuhnya berdesir, sementara bulu tengkuknya merinding.
"Aduh Pak, udah dong nanti ada yang dateng gak enak..! " Dokter Lydia memalingkan wajah dan melepas ciuman pria itu.
“Sebentar aja Bu, saya main cepet aja tapi dijamin bikin bu dokter puas deh!” kata Pak Sabeni yang kedua tangannya memeluk pinggang ramping wanita itu dengan erat.
Pria itu lalu kembali mendaratkan ciumannya. Ia menjilati dan menciumi seluruh wajah wanita itu, lalu merambat ke leher dan telinganya. Dokter Lydia pun dengan cepat kembali dikuasai nafsu birahinya, napasnya mulai terengah-engah lagi, mulutnya mendesis-desis menahan kenikmatan yang menerpanya. Tangan Pak Sabeni yang kasar membuka kancing kemeja Dokter Lydia.
"Jangan buka semua dong Pak! Berabe nanti kalau ada orang..." protes Dokter Lydia sambil meronta dari pelukannya.
"Kan pintunya dikunci Bu, nanti kalau ada yang dateng ibu buru-buru ke toilet, saya akan memuaskan bu dokter sebelum pulang" jawab Pak Sabeni dengan napas memburu.
Tanpa menghiraukan protes Dokter Lydia, Pak Sabeni yang telah melepas kemeja wanita itu, kini sibuk melepas bra-nya. Sebentar kemudian, di pelukan pria itu, buah dada dokter cantik itu terbuka tanpa penghalang. Setelah itu Pak Sabeni merebahkan tubuh Dokter Lydia di ranjang pasien. Tanpa membuang waktu lagi, bibirnya melumat payudara kiri wanita itu sementara salah satu tangannya juga langsung meremas-remas yang lainnya. Dengan rakusnya ia menjilati dan meremas buah dada yang kenyal dan putih itu.

Dokter Lydia kini terbaring pasrah dengan kaki satu lurus dan satunya tertekuk membuat rok span warna hitamnya tersingkap semakin ke atas. Bokongnya nampak semakin sexy dari samping. Keindahan pahanya pun semakin terpampang, mulutnya megap-megap dan mengerang karena kenikmatan yang telah menyelubunginya. Tubuhnya menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan karena rasa geli dan nikmat ketika bibir dan lidah Pak Sabeni menjilat dan melumat puting susunya. Tak lama kemudian Pak Sabeni membuka piyama pasiennya hingga hingga telanjang bulat.
“Roknya saya buka aja yah dok, biar gak kusut” kata pria itu sambil membuka ikat pinggang Dokter Lydia.
Wanita itu mengangguk saja dengan nafas terengah. Pak Sabeni melucuti satu-satunya pakaian yang tersisa di tubuh wanita itu, kemudian ia menindihnya dan memeluknya tubuh Dokter Lydia dengan erat, payudara dokter cantik itu terhimpit di dadanya. Tangan kasar Pak Sabeni meremas kuat bokong Dokter Lydia yang bulat indah. Kini mereka berpelukan dan berciuman dengan sangat menggebu-gebu tanpa sehelai benang pun di tubuh. Di tengah percumbuan panas itu, Pak Sabeni mendesakkan penisnya ke arah vagina Dokter Lydia yang menyambutnya dgn melebarkan selangkangannya sehingga vaginanya benar-benar siap menerima penis pria itu
”AArrrrggh…seretnya!!” Pak Sabeni menggeram pelan ketika perlahan penisnya mulai mendesak masuk ke dalam vagina Dokter Lydia, pelukannya semakin erat.
”Eeemmmhhh Pak… ” Dokter Lydia mendesah menyambut penis pria itu dgn memajukan pinggulnya hingga penis itu makin tenggelam dalam cengkeraman vaginanya
Tangan Pak Sabeni meremas pantat Dokter Lydia dengan kuat ketika dia mulai mengeluar masukkan penisnya ke dalam vagina wanita itu. Tubuh Dokter Lydia bergetar ketika sodokan penis Pak Sabeni pada vaginanya semakin cepat dan kuat. Ia memeluk Pak Sabeni dengan erat, kadang kukunya menggores punggung pria itu dan melingkarkan kaki kirinya ke pinggangnya. Semakin lama gerakan pinggul Pak Sabeni semakin mengganas karena nafsunya sudah di ubun ubun, gairahnya seks mereka sudah sangat menggebu-gebu.
“Aaah.. aaaaahh.. aaakkhhh.. ” erangan dan desahan panjang Dokter Lydia terdengar begitu syahdu mengiringi gelinjang tubuhnya menyambut gelombang orgasme yang menerjang
Pak Sabeni merasakan vagina dokter cantik ini begitu mencengkram hangat ketika orgasme sehingga sodokannya semakin diperkuat dan dipercepat. Tangannya semakin kuat mencengkram payudara montoknya. Ia bangkit berlutut merubah posisi Dokter Lydia hingga berbaring menyamping dan menaikkan paha kirinya ke pundak. Vagina Dokter Lydia yang sudah banjir menimbulkan bunyi kecipak setiap pria tua itu menyodokkan penisnya. Pak Sabeni yang berusaha menyusul ke puncak, merasa lebih nikmat dengan posisi Dokter Lydia seperti itu karena penisnya dapat menghujam lebih dalam. Demikian juga dengan Dokter Lydia, perlahan kenikmatan puncak yang belum turun benar naik lagi. Dirasakan jepitan vagina wanita ini lebih terasa sehingga gesekan alat kelamin mereka jadi semakin nikmat. Pak Sabeni semakin menghentakkan pinggulnya ketika dirasakan orgasme sudah semakin mendekat.

“Pakk...oohh...oohh, saya mau kulum kontol Bapak...minum sperma Bapak...aahh..please....” pinta Dokter Lydia yang baru mencapai orgasme itu kembali bersemangat.
Pria itu menghentikan goyangannya, ia merasa senang karena ada kenikmatan lain menumpahkan spermanya di dalam mulut wanita cantik ini. Maka dicabutnya batang penisnya dari lubang kenikmatan itu. Dokter Lydia mengatur posisi, ia menekan tombol di samping sehingga sandaran ranjang kembali naik secara mekanis membuat posisinya setengah berbaring. Pak Sabeni segera berlutut mengangkangi Dokter Lydia dengan penis mengacung tepat di wajah dokter cantik itu yang langsung menyambarnya dan mengulumnya dengan nikmat. Benar-benar pemandangan yang penuh sensasi, seorang dokter cantik, terpelajar dan terhormat tengah terbaring telanjang bulat dengan mengulum penis seorang tunawisma buruk rupa yang keras dan basah dengan lendir vaginanya.
“Ooohhh...enak bu dokter...!!” Pak Sabeni merem-melek, gairahnya seakan semakin terbakar melihat dan merasakan bibir Dokter Lydia melahap dan mengulum penisnya.
Dokter Lydia dengan penuh nafsu mengulum dan menjilati penis itu, cara perlakuannya sungguh mahir sehingga nikmat yang dirasakan pria itu semakin tinggi. Pak Sabeni merasa penisnya semakin sensitif dikulum dan dilumati seperti itu.
“AAArrrrgghhhh… Aaaaarrggghh…!!” geraman Pak Sabeni tertahan di tenggorokan ketika tanpa dapat ditahan lagi penisnya menyemprotkan sperma berkali-kali ke dalam mulut Dokter Lydia yang segera dilahap dengan nikmat oleh dokter cantik tersebut. Penis itu dikulum hingga hampir sepenuhnya masuk ke dalam mulutnya sehingga sperma yang tercurah langsung masuk ke tenggorokannya dan tertelan, hanya sebagian kecil meleleh keluar di pinggir bibir tipisnya yang menambah pesona sensualitas.
Tubuh Pak Sabeni meregang tersentak-sentak seiring curahan cairan kenikmatannya yang dengan rakus ditelan Dokter Lydia yang juga menjilati cairan yang meleleh di batangnya hingga tuntas. Keduanya berpelukan sangat erat menikmati orgasme masing-masing sambil terpejam, hanya suara nafas mereka yang terengah-engah saja yang terdengar.
"haduhh...jam istirahat siangnya udah lewat...saya harus kerja lagi Pak, belum urus administrasinya Bapak" Dokter Lydia menengok arlojinya dan segera melepaskan diri dari pelukan pria itu dan turun dari ranjang, ia memunguti pakaiannya yang tercecer dan masuk ke toilet di kamar itu untuk berbenah, tidak sampai sepuluh menit ia keluar dengan sudah memakai kembali pakaian dokternya dan rambut kembali diikat rapi ke belakang.

“Bapak santai aja tunggu di sini sampai Pak Hendra kembali, saya turun dulu yah!” kata dokter cantik itu membuka pintu.
“Hehehe...beres Dok!” sahut pria itu di atas ranjang.
Hendra baru kembali sekitar seperempat jam kemudian,
“Maaf yah Pak agak lama, tadi sekalian ketemu klien juga soalnya!” kata Hendra.
“Gak apa-apa, saya juga santai aja kok di sini”
“Omong-omong Bapak udah makan belum, tadi saya titip pesan kalau bapak lapar makan ke kantin aja dulu atau nyusul kan”
“Belum sih, belum terlalu lapar soalnya gapapa kok nanti aja!”
Setelah check out dan hendak keluar dari rumah sakit itu, mereka berpapasan dengan Dokter Lydia yang baru saja keluar dari kamar pasien untuk pengecekan rutin. Hendra dan Pak Sabeni menyapa dan berbasa-basi sejenak mengucapkan terima kasih atas perawatan selama di rumah sakit. Sebelum berpisah, Pak Sabeni setelah memperhatikan suasana sekitar menyempatkan diri curi-curi meremas pantat Dokter Lydia tanpa sepengetahuan Hendra yang di dekatnya.
“Aduh...duh..duh...Dok!” Pak Sabeni mengaduh kecil ketika dengan sengaja Dokter Lydia mundur sedikit dan menginjak kaki pria itu dengan sepatu haknya.
“Ee...ehh...maaf Pak, gak liat, duh maaf ya!” ia pura-pura minta maaf sambil diam-diam melotot dan tersenyum nakal pada pria itu.
“iya...iya gak papa Dok,saya juga berdirinya di belakang sih hehehe...” kata Pak Sabeni meringis.

#####################

Hari itu Pak Sabeni memulai hari-hari barunya tinggal di rumah Hendra sebagai tukang kebun, tentu saja dengan persetujuan Anna.Pak Sabeni merasa senang karena bisa tinggal di rumah gedongan yang mewah walaupun hanya sebagai tukang kebun,namun ada yang lebih membuatnya senang  karena istri majikannya adalah seorang wanita yang sangat cantik. Dalam pandangan Pak Sabeni, Anna istri Hendra itu  selain memiliki wajah yang sangat cantik juga bodynya yang semlohay bak gitar spanyol. Pak Sabeni menempati rumah kecil di belakang rumah utama,di rumah kecil itu hanya ada dua kamar tidur dan ada teras di depannya yang memang disediakan untuk para pembantu di rumah Hendra.Kamar Pak Sabeni bersebelahan dengan kamar Marni, pembantu yang baru bekerja tiga bulan. Marni (29 tahun) sendiri adalah janda beranak satu, sudah bercerai dengan suaminya 5 tahun yang lalu, Marni menikah usia 20 tahun, entah karena sesuatu hal Marni akhirnya memutuskan untuk minta cerai dan kini  Ia harus mencari nafkah untuk anak dan kedua orang tuanya, anak Marni usia 9 tahun  ditinggal di kampung  dan diasuh oleh kedua orang tuanyai. Sebenarnya Marni juga seorang wanita yang cantik,rambutnya yang hitam panjang terurai,ukuran payudaranya yang besar 34D, serta memiliki tubuh yang bahenol. Hanya status sosial saja yang membedakannya dengan Anna majikannya. Pak Sabeni sangat senang sekali bisa tinggal bersama wanita wanita cantik. Sejak mendapat bisikan gaib pasca kecelakaan dan membuktikannya dengan Dokter Lydia, pria tua gairah mudanya jadi bangkit lagi, apalagi sekarang ia tinggal bersebelahan kamar dengan Marni dan karena tiap hari bertemu dan bersenda gurau hubungannya dengan orang orang dirumah itu semakin akrab terutama kepada Anna dan Marni, kepada mereka berdua Pak sabeni sudah tidak merasa canggung lagi, malah sekarang  Pak Sabeni semakin genit, dari biasanya dia yang selalu berpenampilan lusuh sekarang mulai mendandani dirinya walaupun gaya berdandannya sangat norak. Pak Sabeni  juga suka pakai wangi wangian tapi baunya sangat membikin perut jadi mual.

Malam itu Pak Sabeni dan Marni nampak tengah bersenda gurau di depan teras rumah di belakang rumah Hendra,Pak Sabeni  menggoda Marni,dengan  kata kata candaan seperti bias,tidak hanya itu saja, Pak Sabeni  juga berani menyolek  pantat Marni yang semok. Diperlakukan seperti itu Marni bukannya marah malah balik menggoda Pak Sabeni,pernah suatu ketika mereka terlibat dalam candaan yang menyerempet hal hal yang dianggap tabu oleh sebagian orang,namun mereka seperti biasa saja.
"Bapak ini sudah tua berani menggoda Marni, emang nanti kalo Marni mau kakek masih kuat"Marni meledek Pak Sabeni
"hmmm...meremehkan aku ya,mau berapa ronde juga aku  sanggup..hayo.."jawab Pak Sabeni tak mau kalah
"yeee...Marni baru  buka baju aja paling udah tepar"Marni meledek lagi
"mau bukti..?hayo..siapa takut..?"jawab Pak Sabeni sambil mendekati Marni.
Pak Sabeni terus merangsek Marni hingga Marni terpojok,saat itulah Pak Sabeni mulai menciumi Marni,mulai dari leher dan tengkuk Marni,kemudian memagut bibir Marni yang sensual,Marni pun membalas pagutan itu dengan sangat lihai,kini terlihat dua manusia beda usia yang terpaut jauh terlibat dalam percumbuan panas di teras depan rumah kecil. Satu persatu kancing baju Marni dan pengait BH Marni dipreteli oleh Pak Sabeni,sehingga menyembullah kedua buah dada Marni yang begitu montok,Pak  Sabeni menciumi kedua bukit kembar itu dan menggigit kecil kedua putingnya yang memerah ranum.Diperlakukan seperti itu Marni mendesah tak karuan.
"ehhhmmmmmm.....oouughhhhh...iya terus Pak.."Marni menceracau
Semakin buas saja Pak  Sabeni melahap kedua bukit kembar itu,giginya yang ompong sangat pintar membuat Marni dilanda  mabuk birahi.Seluruh tubuh Marni mulai dari leher,turun ke dada dan ketiak, turun lagi ke pusar, semuanya dicupangi oleh Pak Sabeni sehingga meninggalkan bekas bekas cupangan. Kini  Pak Sabeni  juga berusaha melepas rok dan celana dalam Marni,sehingga kini Marni benar benar dalam keadaan telanjang bulat di depan orang tua itu.
"uuuggghhh...kamu memang selain cantik juga  bahenol Marni"kata Pak Sabeni  memuji Marni
Marni merasa sangat senang dipuji seperti itu,gairahnya menjadi semakin liar.Marni membuka kedua kakinya sehingga Marni sekarang dalam keadaan berdiri mengangkang,di bawahnya ada  Pak Sabeni yang dengan rakusnya menjilati kemaluan Marni yang bersih.Walaupun sebagai pembantu Marni juga rajin menjaga kebersihan tubuhnya.Pak Sabeni mulai menyibakkan bibir kemaluan Marni yang memerah menggemaskan,dan menjilati klitoris Marni menggunakan lidahnya dengan begitu lihai,membuat marni semakin mabuk kepayang.
"aaaaaaaaarrrrrrrrggggghhhhhhh...."Marni menceracau tak karuan saat klitorisnya dijilati Pak Sabeni
Pak  Sabeni memainkan lidahnya menyentil-nyentil klitoris  Marni membuatnya semakin menggelinjang dan mengerang nikmat. Marni  tak sanggup menahan sensasi geli yang luar biasa di bawah sana, tangannya meremas-remas payudaranya sendiri dan mulutnya memanggil-manggil Pak Sabeni. Hingga akhirnya  saat  orgasme itu datang, Pak Sabeni  melumat kemaluan Marni  seperti mau menelannya, mulutnya menyedoti cairan orgasme yang keluar dari kemaluan Marni hingga bersih.Tubuh Marni terasa lemas ,dan banyak mengeluarkan keringat ,sungguh diluar dugaannya Pak Sabeni orang yang sudah  tua bangka itu telah membuatnya mabuk birahi tinggi.Tulang tulang Marni rasanya seperti dilolosi,ia merasakan kenikmatan yang begitu luar biasa yang belum pernah ia dapatkan dari suaminya dahulu.


Marni

Kini Pak Sabeni mulai melucuti pakaiannnya sendiri dan sekarang kedua manusia beda usia yang terpaut jauh itu sama sama bugil.Marni terpana melihat batang penis Pak Sabeni  yang begitu besar  dengan panjang sekitar 25 cm dan diameter  6 cm, batang penis itu nampak kokoh seperti tugu .Dia membandingkan dengan milik suaminya dulu tidak ada apa apanya,meskipun usia Pak Sabeni sudah tua tapi bentuk tubuhnya masih terlihat bagus,dadanya lebar sementara pinggangnya mengecil sehingga membentuk segitiga, terlihat ototnya yang kekar, benar benar bentuk tubuh yang ideal. Marni sangat kagum pada keperkasaan Pak Sabeni.
“Hehe…liat ini Mar,kamu pasti baru melihat kontol sebesar ini kan!” kata Pak Sabeni sambil memegang batang penisnya yang hitam panjang dan tampak mengeras terlihat sekali tonjolan urat-uratnya.
"Waoow...gede banget kontol Pak Sabeni" kata Marni begitu vulgar
"Ayo Mar...kita lanjut lagi...sekarang sepong kontolku ini" kata Pak Sabeni
Marni segera berlutut di depan Pak Sabeni, kedua tangannya menggenggam batang penis Pak Sabeni,kemudian Ia mulai menciumi,terus menjilati batang penis itu,kedua buah pelir Pak Sabeni di bawahnya juga di jilati oleh Marni,setelah itu mulutnya yang kecil mengulum batang penis yang besar itu, mungkin karena ukurannya yang panjang dan besar sehingga tidak bisa masuk seluruhnya. Marni semakin bernafsu melakukan  servis oralnya dengan menjilati sekujur batang itu yang hitam berurat, bentuknya yang panjang dan keras itu membuat libidonya semakin terpacu, ia membayangkan bagaimana bila penis yang sudah menegang dengan perkasa itu  mengoyak-ngoyak dirinya.
“Uuhhh…sedap Mar, bener-bener ahli, udah pengalaman kamu Mar?” desah Pak Sabeni sambil mengelus rambut indah Marni.
Jilatannya akhirnya sampai ke ujung penis Pak Sabeni yang disunat dan mirip jamur itu. Lidahnya menjilati wilayah itu, teknik yang biasa dipakai pada suaminya dulu yang membuat Pak Sabeni mengerang keenakan, Pak Sabeni menceracau tak karuan merasakan sensasi geli dan nikmat akibat sapuan lidah wanita itu pada kepala penisnya. Kemudian Marni  membuka mulutnya untuk memasukkan penis itu.
“Hhmmm…mmm!” terdengar gumaman dari mulut Marni  yang sedang mengulum penis Pak Sabeni
Kepalanya bergerak maju-mundur sambil memegang batang itu. Sambil mengisap ia memutarkan lidahnya mengitari kepala penis itu sehingga membuat Pak  Sabeni semakin keenakan. Dipeganginya kepala wanita itu dan sesekali ditekan seakan menyuruhnya memasukkan penis itu lebih dalam lagi ke mulutnya. Ada mungkin seperempat jam Marni melakukan oral seks terhadap orang tua itu sampai merasa pegal pada mulutnya, maka ia menggunakan tangan mengocok batang itu dan mengurangi kulumannya. Ia merasakan batang di dalam mulutnya itu semakin berdenyut saja hingga tibalah saatnya Pak Sabeni merasakan orgasme datang.
"Ouuggghhhhhh....telan pejuhku ya Mar" Pak Sabeni menggeram merasakan spermanya muncrat begitu deras di dalam mulut Marni.

Pak Sabeni masih ingin mereguk kenikmatan lebih banyak bersama Marni, maka ia pun menarik lepas penisnya dari mulut Marni, banyak sperma yang tidak mampu ditampung oleh mulut Marni dan berlepotan di sekitar bibir Marni.Kemudian Pak Sabeni  meraih lengan wanita itu untuk mengangkat tubuhnya hingga berdiri. Dengan agak kasar dan buru-buru memepetnya ke tembok. Marni agak terkejut dengan gerakan yang tiba-tiba itu namun ia tetap  mengikuti permainan Pak Sabeni. Ia membalas ciuman Pak Sabeni dengan aktif ketika orang tua itu melumat bibirnya.Kini batang penis Pak Sabeni telah bersentuhan dengan kemaluan Marni. Dengan bibir tetap saling berpagutan, Pak Sabeni mendorong pinggulnya hingga penisnya melesak masuk ke dalam vagina Marni. Pak Sabeni mendiamkan sejenak batang penis itu didalam vagina Marni, agar Marni tidak kesakitan saat penetrasi karena walaupun Marni sudah bukan perawan lagi, tapi ukuran penis Pak Sabeni terlalu besar untuk masuk ke dalam vaginanya. Dengan perlahan lahan Pak Sabeni memaju mundurkan pinggulnya. Keduanya mengerang merasakan alat kelamin mereka saling beradu. Pak Sabeni menggenjotnya dengan mengangkat paha kiri wanita itu, sementara Marni bersandar ke belakang dengan satu tangannya tiang rumah itu dan satu tangan lain berpegangan pada bahu Pak Sabeni.
"Plok....Plok.....Plok,.....Plok.."suara alat kelamin mereka beradu,Marni pun mendesah tak karuan,sakit yang dirasakannyya di awal awal tadi sudah berganti dengan kenikmatan yang luar biasa nikmatnya.
"Uch....ach....uch...hmmm..aaarrrrrrggghhh..."rintih Marni saat disetubuhi Pak Sabeni
“Mendesah aja Mar…merintih sepuasmu, semua sudah pada tidur dan suara kita gak akan kedengeran, ” kata Pak Sabeni melihat Marni yang cenderung menahan-nahan suara desahannya dengan menggigit bibir.
Marni  pun melepaskan dengan liar segala derita birahi yang melandanya, ia mendesah dan merintih histeris, suaranya menyatu dengan hembusan angin malam dan suara jangkrik. Tubuhnya menggelinjang menjemput kenikmatan. Marni merasakan orgasmenya datang lagi untuk kedua kalinya, pinggulnya turut bergoyang dalam irama nafsu birahi yang menerjangnya. Sebuah senyum dari bibir Pak Sabeni  melihat  Marni yang sudah berhasil ditaklukan. Cengkraman erat vagina Marni  pada penis Pak Sabeni yang besar dan perkasa itu menyuguhkan sensasi luar biasa pada diri mereka masing-masing, terutama Marni yang merasakan kenikmatan ini jauh lebih dahsyat yang dibanding dengan suaminya dahulu. Pak Sabeni melepaskan pegangan tangan kiri Marni itu pada tiang dan diletakkan ke bahunya yang bidang. Lalu tiba-tiba ia mengangkat kaki wanita itu yang satunya lagi, Marni pun terkejut dan spontan memeluk leher pria itu agar tidak jatuh. Dengan penis masih menancap di vagina, ia menggendong wanita  itu dengan menopang pantatnya dan berjalan perlahan-lahan.
“Mau apa Pak?!” tanya Marni  bingung.
“Pindah ke dalam aja ya Mar, diluar dingin” jawab Pak Sabeni.
Pak Sabeni membuka pintu kamar Marni dengan mendorongnya menggunakan punggungnya.Kini mereka berdua berada di pinggir ranjang Marni dengan keadaan Pak Sabeni Masih menggendong Marni dan batang penis yang masih tertancap di vagina Marni.Dalam hati Marni sangat mengagumi keperkasaan Pak Sabeni,karena dengan suaminya dulu Ia belum pernah bercinta dengan gaya seperti ini. Kini Marni mulai menaik turunkan pantatnya yang semok dan kedua tangannya berpegangan erat pada bahu Pak Sabeni

“Oohh…aakkhh…uugh!” desah Marni makin tak karuan.
Marni mengerang keenakan, Sungguh gaya bercinta yang eksotis, baru pertama kali ia mencobanya dengan posisi seperti ini.
“Gimana Mar,..enak kan?” tanya Pak Sabeni yang dijawab Marni dengan anggukan, “pernah main yang seru gini sama suamimu dulu?” tanyanya lagi.
“Nggak pernah Pak…eenngghhh…uuhhh !” jawab Marni di tengah desahannya.
Tubuh Marni  makin menggelinjang, lendir yang keluar dari kewanitaannya semakin banyak dan menyebabkan penis itu semakin lancar menusuk-nusuknya. Hingga pada suatu titik ia merasakan tubuhnya menggigil dan kontraksi otot vaginanya semakin cepat, ketika sudah diambang orgasme itu, Pak Sabeni semakin mempercepat frekuensi genjotannya,hingga membuat Marni merintih rintih menikmati  kenikmatan yang luar biasa.Marni pun merasakan orgasmenya datang lagi yang ketiga kalinya.Dalam hatinya Ia salut akan keperkasaan Pak Sabeni yang sudah tua itu, padahal dirinya sudah orgasme berkali kali namun Pak Sabeni masih belum menunjukkan tanda tanda akan orgasme.
"Ooooouuugggggghhhhhhhh.......terus Pak.....saya keluar..."rintih Marni saat orgasme melanda dirinya.
“Kamu  masih mau kan Marni?” tanya Pak Sabeni sambil meletakkan Marni di pinggir ranjang dengan posisi terlentang dan batang penisnya masih menancap di dalam vagina Marni
“Iya…hhhsshh…mau Pak, mau!” jawab Marni yang masih dilanda birahi yang hebat.
Kembali Pak Sabeni menggenjot vagina wanita itu dengan penisnya yang masih tegak dan keras. Tangan kiri Pak Sabeni bepegangan pada pinggang ramping wanita itu,dan jari jari tangan kanannya diemut oleh Marni. Pak Sabeni terus menyodok-nyodokan penisnya dengan tempo yang semakin cepat. Sentakan-sentakan kuat itu menyebabkan tubuh Marni ikut bergoncang-goncang, sehingga ranjang Marni  ikut berderit. Desahan-desahan nikmat keluar dari mulutnya, matanya setengah terpejam , hasrat dan gairahnya yang terpendam begitu lama sejak berrcerai dengan suaminya tertumpah semua saat itu. Tangan kanan Pak Sabeni turun ke bawah hingga memegang payudara kanannya, meremas, lalu menggesek-gesek putingnya dengan jari-jarinya. Marni  semakin tak sanggup menahan gelombang birahinya, ia semakin melenguh-lenguh dan nafasnya semakin memburu, Marni merasakan orgasmenya datang lagi, tubuhnya pun semakin lemas saja.
“Kamu  emang doyan kontol yah,Mar...apalagi sama kontolku yang gede ini hehehhe!” kata Pak Sabeni.
"Iya Pak,..Marni suka sekali sama kontol Bapak yang gede, Bapak sungguh luar biasa."kata Marni memuji Pak Sabeni yang  begitu mahir memuaskannya dengan gaya dan variasinya yang bermacam macam.
“Jadi Marni sekarang percaya kan,,,kalau aku ini kuat dan perkasa,kamu sekarang seneng kan ngentot sama aku "kata Pak Sabeni.
"Aku bahkan bisa membuatmu menjadi kuda betina yang binal Mar ."kata Pak Sabeni lagi
“Iya Pak…iya…aahh…seneng banget, tolong puasin saya!” ceracau Marni
 Kembali Pak Sabeni mempergencar genjotannya, payudaranya yang montok itu ikut bergoncang.

Keduanya tidak menyadari bahwa saat itu ada sepasang mata yang mengintip melalui celah pintu kamar yang sedikit terbuka,orang itu adalah Hendra yang kebetulan sedang berada di dapur tapi telinganya mendengar ada jeritan lirih dan rintihan  mungkin suara Marni saat digenjot Pak Sabeni. Hendra menyaksikan adegan panas itu dengan rasa kagum dan juga iri kepada Pak Sabeni.Dalam pikirannya Pak Sabeni orang yang sudah tua dan berwajah yang tidak bisa dibilang ganteng alias buruk rupa itu bisa membuat Marni bertekuk lutut, beda dengan dirinya yang ganteng dan gagah tapi tidak bisa memberi kepuasan batin kepada Anna istrinya. Dari situ muncullah ide gilanya, ia ingin istrinya Anna disetubuhi oleh Pak Sabeni.
"Iya,..Pak Sabeni pasti bisa memberikan kepuasan batin pada Anna."katanya dalam hati.
Hendra sangat mencintai dan menyayangi Anna, ia sangat mengerti bahwa Anna sebagai wanita normal tentu sangat membutuhkan kehangatan dari seorang laki laki,kalaupun Anna selama ini diam pasti itu hanya untuk menjaga perasaannya. Maka dari itu Hendra ingin melepaskan beban itu, ia menginginkan istrinya disetubuhi oleh orang sekuat dan seperkasa Pak Sabeni.

Kembali lagi pada persetubuhan Pak Sabeni dan Marni, Marni saat ini sedang di pinggir ranjang dengan kedua kaki mengangkang dan membelakangi Pak Sabeni kedua tangannya bertumpu pada bibir ranjangnya, sedangkan Pak Sabeni menggenjotnya dari belakang. Pak Sabeni mempercepat genjotannya, tusukannya begitu kuat membuat tubuh Marni  mengejang. Yang datang kali ini adalah multiorgasme sehingga tubuhnya berkelejotan tak terkendali, sungguh luar biasa seperti melayang ke surga saja rasanya, dari pengalaman seks selama dengan suaminya dulu belum pernah mengalami yang seperti ini. Matanya merem-melek dan pandangannya seperti berkunang-kunang selama terhempas gelombang orgasme itu, sensasi itu berlangsung selama 2-3 menit lamanya hingga akhirnya tubuhnya melemas seperti tak bertulang, kalau saja Pak Sabeni tidak mendekapnya mungkin ia sudah ambruk ke lantai. Saat itu Pak Sabeni belum mencapai klimaks, ia melanjutkan hujaman-hujamannya terhadap liang vagina wanita itu. Lima menit kemudian barulah penisnya menumpahkan lahar panas di dalam vagina Marni begitu banyak.
“Uuggghh…asyiknya...legit banget memekmu Mar!” lenguh Pak Sabeni sambil menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan sperma.
Penis Pak Sabeni masih menyodok vagina Marni namun dengan kecepatannya kian menurun. Di paha dalam Marni nampak cairan kewanitaannya yang bercampur dengan sperma orang tua itu meleleh keluar dari selangkangannya. Setelah genjotan Pak Sabeni berhenti, ia mendekap tubuh wanita itu dan kemudian  menjatuhkan pantatnya ditepi ranjang. Dipangkunya tubuh wanita itu dengan penis masih menancap di vagina Marni. Pak Sabeni memeluknya sambil memijat pelan payudaranya. Marni merasakan betapa banyak cairan orgasme yang keluar dan sperma Pak Sabeni  yang tertumpah di dalam sana hingga sebagian meleleh keluar dan terasa basah. Perlahan-lahan penis Pak Sabeni mulai melembek.Marni pun beranjak dari pangkuan Pak Sabeni, tidur terlentang di samping pria itu, tubuhnya terasa sangat lemas sekali seperti tidak ada daya apa apa, tulang tulangnya seperti dilolosi semua.Dia merasa persetubuhannya dengan Pak Sabeni betul betul menguras tenaganya.Sekarang Marnipun mengakui kalau Pak Sabeni benar benar lelaki tua yang perkasa.
"Cukup sampai disini dulu ya Pak,..aku udah gak kuat,Pak Sabeni betul betul hebat.."kata Marni
"Iya gak papa,padahal sebenarnya aku masih kuat kalau kamu minta nambah lagi ...hehe "kata Pak Sabeni sambil meremas payudara Marni.
"Aku ke kamarku dulu kalau begitu,..gak enak kalau sampai  ada yang tahu aku tidur disini."kata Pak Sabeni sambil mengenakan pakaiannya lagi
"Oh,iya..mulai sekarang kamu harus rajin minum pil KB,supaya gak hamil..karena aku suka memekmu itu..hehe" kata Pak Sabeni terkekeh
"yee...maunya enak aja.." kata Marni
Kemudian Pak Sabeni meninggalkan kamar Marni,sebelum keluar Ia mengawasi situasi di luar barangkali ada yang terjaga.Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah 4, sudah 3 jam lebih lamanya mereka menikmati surga dunia.Sementara itu di kamarnya Marni sudah tertidur lelap dengan kondisi masih telanjang bulat dan disekitar mulutnya nampak banyak sperma yang sudah mengering, dirinya merasa sangat kecapekan sehingga tidak sempat untuk membersihkan diri terlebih dahulu.

Pagi hari itu Pak Sabeni sudah bangun, ia segera menuju ke kamar Marni bermaksud untuk melihat kondisinya, namun Marni masih tertidur. Pak Sabeni tahu kalau wanita yang telah disetubuhinya semalam itu sangat kelelahan, ia pun  membangunkan Marni sebentar dan memberikan ramuan untuk memulihkan tenaganya dan untuk hari ini biarlah untuk sementara waktu ia yang mengerjakan semua pekerjaan Marni mulai dari menyapu, mengepel, mencuci baju akan digantikannya. Biarlah  untuk hari ini Marni beristirahat dulu.Ia pun segera bergegas menuju rumah depan untuk melakukan pekerjaannya. Pagi itu juga Hendra juga sudah berangkat kerja, sedangkan Anna sudah bangun dan berada di ruang tengah sambil sarapan pagi dan menonton acara televisi. Saat itu Anna terlihat seksi sekali dengan tank-top warna pink dan celana pendeknya sehingga memperlihatkan pahanya yang putih mulus. Melihat itu Pak Sabeni menarik jakunnya,dia sangat terpana akan kecantikan majikannya itu. Melihat Pak Sabeni, Anna pun menawari untuk sarapan dulu dan menanyakan Marni.
"Sarapan dulu Pak..."kata Anna menawarkan sarapan pada Pak Sabeni
"Iya non,makasih,..tadi udah sarapan nasi uduk,beli di warung depan."kata Pak Sabeni
"Oh iya,..Marni kemana Pak ?kok belum kelihatan,..?lagi sakit ya.?tanya Anna
"Masih dikamarnya Non, kayaknya sih kurang enak badan, sebagai ganti biar saya aja yang ngerjain pekerjaan Marni ya Non"kata Pak sabeni
"Ohh gitu...ya udah kalau bapak gak keberatan sih, makasih ya" kata Anna
Anna segera menuju rumah belakang untuk melihat Marni. Saat itu dilihatnya Marni sudah bangun tapi masih di tetap tiduran dengan kepala bersandar di ujung ranjang. Marni nampak  seperti orang yang habis bekerja berat. Setelah minum ramuan yang diberikan Pak Sabeni, kondisinya mulai lebih segar. Saat itu Anna tidak mengetahui kalau Marni seperti itu akibat korban kebuasan Pak Sabeni.
"Kamu sakit Mar ?"tanya Anna kepada Marni
"Iya Non..saya lagi kurang enak badan."jawab Marni
"Ya sudah,..istirahat dulu kalo begitu,..aku pergi dulu ya"kata Anna
"Iya non."kata Marni
Anna pun meninggalkan kamar Marni, Anna hendak pergi menuju butiknya. Iapun berpamitan pada Pak Sabeni. Siang harinya jam tigaan, Pak Sabeni sudah selesai mengerjakan tugas tugasnya termasuk pekerjaan Marni. Setelah mandi ia pun segera menuju ke kamar Marni, untuk melihat keadaan wanita itu. Di kamarnya Marni sudah terlihat segar dan cantik lagi itu semua karena ramuan yang diberikan oleh Pak Sabeni.Mereka berdua bercakap cakap sambil duduk di tepi ranjang.
"Sudah keliahatan segar kamu Mar."kata Pak Sabeni
"Iya Pak,ramuan yang  Bapak  berikan betul betul manjur."kata Marni
"Ya,itulah yang membuatku kuat Mar,aku rajin minum ramuan itu karena dulu pekerjaan sebagai kuli panggul di pasar teramat berat,makanya sekarang kamu juga harus rajin minum ramuan itu." kata Pak Sabeni menjelaskan
"Dapat dari mana itu Pak.."tanya Marni
"Itu Bapak dapatkan dari temenku dari Papua sana,."kata  Pak Sabeni, "sudah kamu minum lagi belum untuk  siang ini Mar?" tanya Pak Sabeni
"Sudah,barusan aku meminumnya Pak."jawab Marni
"Berarti  malam ini kamu siap dong digenjot lagi,...hehehe"kata Pak Sabeni  sambil terkekeh
"Yee...emang becak digenjot.."kata Marni

Kemudian Pak Sabeni mendekati Marni dan merengkuh tubuh Marni, diciuminya tengkuk dan leher wanita itu. Hembusan nafasnya membuat Marni geli, selanjutnya Pak sabeni memagut bibir Marni,dan wanita itu pun membalasnya. Siang itu, di kala majikan mereka masih sibuk kerja di luar, kembali mereka mengulangi percumbuan seperti malam sebelumnya. Sekarang keduanya sudah sama sama bugil, di atas ranjang itu Pak Sabeni tidur terlentang,sementara Marni menindih tubuhnya dengan posisi kepala Marni ada di bawah yaitu di selangkangan Pak Sabeni. Marni sedang mengoral penis Pak Sabeni, sementara Pak  Sabeni menjilati vagina Marni, lidahnya menyentil nyentil klitorisnya. Lama sekali Pak Sabeni memainkan lidahnya di bagian itu,sementara kedua tangannya meremasi kedua bongkahan pantat Marni yang sekal dan membulat besar itu hingga akhirnya membuat Marni seakan ada yang meledak dalam dirinya, tubuhnya meliuk, kepalanya mendongak ke atas pertanda sedang mengalami orgasme.
"Aaaaarrrgggghhhhh,,,aku keluar  Pak...."rintihan Marni saat orgasme
Marni merasakan sensasi yang luar biasa seperti tadi malam saat bercinta dengan Pak Sabeni.Pak Sabeni tak ingin segera ejakulasi sebelum menyetubuhi Marni,segera Ia meminta Marni untuk bertukar posisi.Marni kemudian tidur terlentang  dengan kedua kaki terbuka lebar,Pak Sabeni memposisikan dirinya ditengahnya dan batang penisnya yang  hitam,panjang dan berurat itu berada di bibir kemaluan Marni.Kemudian Pak Sabeni memasukkan penisnya yang besar itu ke dalam vagina Marni.
"Aaaaaaaakkkhhhh......uuuuuuukkhhhhh...pelan-pelan Pak"desah Marni saat vaginanya dijejali penis Pak Sabeni.
Walaupun tadi malam sudah disetubuhi oleh Pak Sabeni,Marni tetap saja merasa kesakitan karena memang ukuran penis Pak Sabeni yang besar.
"eessssttttt....legit bener memekmu Mar.."desis Pak Sabeni  saat merasakan sempitnya liang vagina Marni.
Kemudian perlahan lahan Pak Sabeni mulai memaju mundurkan pinggulnya memompa vagina Marni yang terasa legit. Gerakan maju mundur itu menjadi lancar karena cairan yang keluar dari vagina Marni.Sambil menggenjot vagina Marni Pak sabeni memagut bibir Marni yang ranum itu, tidak hanya itu saja, Pak Sabeni juga mengenyoti kedua payudara Marni yang montok kemudian  menggigit kedua putingnya dengan gemas.Semakin lama semakin cepat gerakan maju mundur yang dilakukan oleh Pak Sabeni,hingga membuat Marni kelojotan merasakan kenikmatan luar biasa, tubuhnya melengkung  ke atas. Rupanya Marni merasakan orgasme melanda dirinya. Sejenak gerakan Pak Sabeni berhenti memberi kesempatan kepada Marni untuk mengatur nafasnya lagi setelah mengalami orgasmenya. Setelah orgasme yang kedua kalinya Marni berganti posisi, dengan posisi menungging dan kedua tangannya bertumpu pada sandaran yang ada pada ranjang. Dari belakang Pak Sabeni menusukkan penisnya ke dalam vagina Marni yang basah oleh cairan cinta. Kedua tangannya menjambak rambut Marni mirip seperti orang naik kuda, genjotan Pak Sabeni semakin lama semakin cepat.
"Aaaakhhh,.....uuuugghhhh..."desah Marni saat digenjot Pak Sabeni
Begitulah keduanya terus berpacu dalam gelombang birahi. Pergumulan mereka baru selesai sekitar jam empat yang artinya mereka bercinta selama sejam lebih hingga akhirnya  keduanya sama sama meraih orgasme secara bersamaan. Keringat membasahi tubuh mereka, Pak Sabeni memeluk tubuh Marni dengan eratnya kemudian memagut bibir wanita itu.
“Udah ya, kayanya tuan nyonya bakal pulang sebentar lagi nih” pria itu memakai kembali pakaiannya dan berpamitan pada Marni.

####################
Seminggu kemudian setelah persetubuhan Pak Sabeni dengan Marni....

Malam hari itu Anna dan Hendra berada di kamarnya. Mereka sedang membicarakan tentang hubungan rumah tangga mereka. Hendra mengatakan kepada Anna tentang  apa yang diperbuat Pak Sabeni dan Marni minggul lalu, saat itulah Hendra juga mengutarakan ide gilanya pada istrinya.Mendengar hal itu Anna terperanjat, ia tidak menyangka kalau Hendra punya pemikiran gila seperti itu.
"Apa sayang..?kamu mau aku ditiduri oleh orang tua itu."tanya Anna 
"Iya sayang,..terus terang aku gak tega melihat kamu,sebagai wanita normal tentu kamu menginginkan itu."kata Hendra menjelaskan keinginannya
"Iya Sayang,tapi kenapa harus dengan Pak Sabeni yang sudah tua dan jelek itu?"kata Anna lagi
"Sayang,Pak Sabeni itu walaupun sudah tua tapi tenaganya masih kuat,kamu lihat sendiri kan Marni sampai dibuat gak bisa bangun dari ranjangnya."kata Hendra
"Say, percayalah padaku....please..aku ingin melepaskan beban itu,"kata Hendra memohon dengan sangat kepada Anna
Setelah mendengar penjelasan Hendra yang begitu panjang lebar, Anna pun menyetujuinya walaupun berat hatinya dan masih bingung pada pemikiran suaminya itu.Sementara itu di rumah belakang Pak Sabeni dan Marni sudah tidur di kamarnya masing masing, Pak Sabeni tidak mau mengganggu Marni yang hari itu kelihatan capek setelah bekerja seharian. Ia pun menuju kamarnya untuk beristirahat. Pagi harinya Hendra berbicara berdua dengan Pak Sabeni di ruang tengah. Saat itu Anna tidak berada di rumah karena sedang joging di kompleks. Hendra mengutarakan keinginan gilanya pada Pak Sabeni.Hendra menjelaskan panjang lebar kepada Pak Sabeni tentang ketidak mampuannya dalam memberi nafkah batin kepada istrinya.
"Istri saya sudah tahu hal ini dan dia setuju, kalau Bapak setuju bisa kita mulai nanti malam." kata Hendra
"Tapi Den,saya gak enak..saya takut Non Anna hamil oleh saya."kata Pak Sabeni
"Gak papa pak..malah itu keinginan saya, justru saya ingin segera mempunyai anak dari rahim Anna, istri saya." kata Hendra
Pak Sabeni tertegun mendengar jawaban Hendra, baru pernah ia mendengar seorang suami ingin istrinya digauli bahkan dihamili oleh orang lain. Namun diam-diam dia pun merasa senang diberi kesempatan emas ini, karena memang wanita itu sudah menarik hasratnya sejak awal, hanya rasa segannya pada mereka saja yang menahan pria itu tidak macam-macam dengannya, percaya tidak percaya inilah hasil dari bisikan gaib waktu tak sadarkan diri dulu.

"Ya sudahlah Den...kalau itu keinginan Den Hendra..Saya sih setuju saja, lagian masa sih nolak dikasih sama istri den yang cantik dan seksi itu"kata Pak Sabeni
“Nah...gitu dong Pak, itu jawaban yang saya inginkan!” Hendra terlihat gembira dan menyalami tangan keriput pria itu pertanda deal.
"Oh iya Den..nanti sebelum gituan ,suruh Non Anna minum ini ya...supaya kuat saat berhubungan" kata Pak Sabeni sambil memberikan bungkusan yang berisi ramuan tradisional untuk menambah vitalitas.
"Wah ada obatnya juga, iya deh Pak..makasih ya"kata Hendra menerima bungkusan itu.
Sedang asyiknya larut dalam obrolan pria, saat itulah Anna pulang dari olah raga pagi bersama dengan dua orang wanita muda lain yang adalah tetangga kompleks yang sering joging, nge-gym atau hang-out bareng Anna. Yang berwajah oriental bernama Syane (28 tahun), istri seorang pengusaha dan ibu dua anak ini masih terlihat cantik dan seksi karena rajin perawatan, ia tinggal hanya satu blok dari sini, ia sendiri memiliki usaha laundry yang cukup maju. Sedangkan yang berkulit kuning langsat berwajah asli Indonesia, Pak Sabeni sudah mengenalnya karena rumahnya tepat berada di sebelah rumah ini dan ia sering ngobrol dengan Anna dan kadang datang ke sini, namanya Hesty (23 tahun). Seperti juga Anna, Hesty dan suaminya merupakan pasangan pengantin baru, mereka baru sebulan yang lalu menikah dan menempati rumah sebelah. Meskipun baru kenal sebentar, ia dan Anna saling cocok, mungkin karena sama-sama pasangan muda. Mereka menyapa Hendra lalu duduk di meja makan membuka jajanan snack lalu ngobrol sambil menikmati snack pagi. Anna menyuruh Marni menyiapkan teh hangat.
“Nih say...ayo Pak, bapak juga nih!” Anna menyodorkan piring berisi empat kue bandros dari jajanan tadi pada suaminya dan Pak Sabeni.
“Yuk dimakan Pak!” kata Hendra setelah mengambil bagiannya dan menggigitnya, “masih hangat”
“Hehe...makasih, makasih...iyah saya makan deh!” pria tua itu pun tidak sungkan lagi mengambil bagiannya.
Sambil menikmati bandros dan teh hangat, mata Pak Sabeni mengamat-amati para wanita cantik itu, ia menelan ludah menyaksikan kecantikan mereka, apalagi pakaian mereka begitu seksi dan menonjolkan lekuk-lekuk tubuh mereka yang indah. Syane memakai kaos olahraga tanpa lengan dan legging hitam ketat yang membungkus sepasang kakinya yang indah dan menampakkan pinggulnya yang membulat. Hesty dengan kaos lengan pendek dan celana pendek yang juga memperlihatkan kaki indahnya. Sementara, nyonya majikannya, Anna, mengenakan kaos ketat dengan celana selutut agak gombrang, walaupun begitu ia terlihat cantik dengan dadanya yang membusung karena kaos ketat yang dipakainya memperlihatkan lekuk lekuk tubuhnya yang indah. Pria itu merasa penisnya menegang dan tidak sabar menunggu malam, mungkinkah Anna berhasil ia dapatkan? Atau termasuk ke dalam 30 persen kemungkinan gagal?

Bersambung.....
By: Rexi Lee

Senin, 24 November 2014

Demi Tugas 4

Sementara di kediaman Prabu....

Savitri

"Bagaimana boneka terbaruku Pak Bambang?" kata Prabu sang pengacara sambil menarik kekang yang melingkar di leher Thalia alias Savitri.
Gadis itu berjalan perlahan mengikuti tarikan kekang, tangannya terangkat ke belakang kepalanya membuat payudaranya semakin membusung. Prabu kemudian memerintahkan gadis itu berdiri memajang dirinya dengan kaki membuka dan tangan tetap berada di belakang kepalanya di hadapan sang kombes yang duduk di sebuah kursi dengan ukiran mewah. Tangan sang kombes bertopang di sandaran tangan kursi mewah itu, kedua telapak tangannya bertemu di depan mulut, membut Savitri hanya bisa melihat mata tajam sang kombes yang menatapnya dengan expresi yang tak dapat dibacanya.
"Seleramu memang benar-benar unik, Dik Prabu." kata Kombes Bambang Harjadi sambil memandang ke arah Savitri.
Kembali terbentuk rencana di benaknya yang mungkin diberkati Ares, sang dewa perang yang memang digambarkan sebagai ahli strategi.
"Tentunya bonekamu ini sebanding dengan modal yang kamu keluarkan," katanya lagi.
Prabu menjentikkan jarinya. Savitri segera menjatuhkan diri, merangkak ke arah sang tuan yang duduk di kursi di seberang sang kombes. Savitri kemudian berjongkok, mengangkangi sepatu kulit sang tuan yang duduk bertopang kaki lalu dengan patuh menggerakkan pinggulnya sehingga cairan vaginanya yang basah itu menjadi semir bagi kulit sepatu sang tuan yang berujar sambil tertawa, "Sangat sebanding, Pak. Sangat sebanding...."
"Jadi bagaimana Pak? Semua proposal saya sudah Bapak terima kan. Ada hal yang ingin bapak tambahkan?" tanya Prabu pada KomBes Bambang yang wajahnya masih tetap tanpa ekspresi. Prabu sang pengacara kondang yang terbiasa menjatuhkan mental lawan pun tak berani bertindak gegabah dengan lelaki di hadapannya.
Keduanya terdiam, hanya desahan dan erangan lirih Savitri yang kini sedang memoles sepatu sang tuan yang sebelahnya dengan vaginanya yang semakin basah itu yang mengisi keheningan ruangan pribadi Prabu.
"Aku rasa proposalmu sudah cukup baik, Dik. Tinggal bagaimana kita menjalankannya sesuai rencana agar kita bisa menambah koleksi kegemaran kita masing-masing. Bukan begitu, Dik?"
Keduanya tersenyum penuh arti. Ya. Pundi-pundi keduanya akan bertambah dengan rencana mereka. Prabu memandang ke arah sang kombes.
"Apa Bapak mau bermain dengan boneka baruku?" tanyanya dengan hati-hati, takut menyinggung sang kombes.
Kombes Bambang tersenyum. "Aku memang punya rencana untuk meminjam dia sebentar..."
Prabu tersenyum penuh arti, "Kalau begitu... silakan gunakan kamar tamu kami Pak... biar Bapak bisa lebih tenang." Dia mengajak sang KomBes ke arah satu kamar tamu mewah, sementara Savitri dengan patuh merangkak mengikuti kedua lelaki itu.
"Silakan Pak... selamat menikmati," kata Prabu, mempersilakan Kombes Bambang untuk menikmati bonekanya.
Ketika sudah berada di depan kamar mewah itu, sang Kombes memandang sekeliling, lalu dengan santai ia mengeluarkan alat seperti remote control dari dalam saku celananya dan menekan satu tombol alat itu. Beeeppp! crack... craaaccckkk... craaacckkk...terdengar letupan beberapa komponen listrik dari dalam kamar maupun sekeliling tempat mereka berdiri.
"Akan aku ganti semua alat penyadap dan kamera pengintaimu Dik Prabu..." kata sang kombes dengan tenang sambil mengambil kekang Savitri, lalu menutup pintu kamar.
Prabu tertegun. Setahu dirinya, alat seperti itu hanya dimiliki Bruce Wayne dalam film Batman... apakah alat itu benar-benar ada? Namun ketika ia melihat bahwa ruang pengintainya berada dalam keadaan total shutdown, ia semakin yakin kalau ia tak bisa bermain-main dengan Kombes Bambang Harjadi.

*****
"Siapa namamu?" tanya sang Kombes sambil memerintahkan Savitri untuk kembali berdiri dan berputar pelan, memeperlihatkan seluruh tubuhnya yang sudah diubah total itu.
"Thalia, Tuan..."
"Nama yang indah... sayang kamu juga harus mengganti namamu yang dasarnya sudah indah, Savitri..."
Savitri jatuh terduduk... matanya membelalak tak percaya.... Orang ini tahu....Savitri menangis...Sang Kombes membiarkan sang gadis menangisi nasibnya.... setelah ia tenang sang kombes kemudian berkata,"Apa kamu mau membalaskan dendammu pada Ryoko?"
Savitri mengangguk dan berkata lirih... "Juga pada pelacur yang tak membuat aku disiksa seperti ini...."
Sang Kombes menganggukkan kepalanya..."Kalau begitu... ceritakan semua yang kamu tahu.... dan aku akan memberimu kesempatan untuk menghancurkan mereka berdua...."
Mata Savitri memancarkan secercah harapan... ia tau walaupun ia tidak bisa kembali ke kehidupannya yang dulu, setidaknya ia bisa menghancurkan hidup mereka yang telah membuatnya menjadi boneka seks seperti ini. Namun bukan Kombes Bambang Harjadi namanya apabila tidak bisa mendapat semua yang diinginkannya. Dia tahu, sesudah diubah, keadaan mental Savitri sangat goyah. Dan dalam keadaan seperti itu, apapun perintah dan sugestinya akan diterima dan dilaksanakan. Sesudah memberi segudang janji kepada Savitri, sang petinggi pun meminta bayaran di muka. Savitri pun rela memberi apa saja kepadanya. Dan Savitri pun melenguh pasrah selagi Kombes Bambang menyodok-nyodokkan penisnya dengan kasar ke dalam mulutnya, perwira itu menikmati gesekan bibir lembut si boneka seks di kemaluannya. Pastilah Prabu telah meminta modifikasi itu juga. Dia mencoba membayangkan pelatihan apa yang telah diterima gadis itu, selagi Savitri menatap polos ke matanya. Bibir merah Savitri mengelus senjata sang kombes yang segera menembak, dan gadis budak nafsu itu tak membiarkan satu pun peluru yang ditembakkan lepas, semua masuk ke dalam kerongkongan dan perutnya. Dengan kasar sang perwira lalu mendorong gadis itu sampai tersungkur telungkup di lantai, namun kedua payudara Savitri yang telah digembungkan secara artifisial itu membuat jatuhnya empuk, terdorong ke atas sampai menyangga sedikit wajahnya. Bambang Harjadi mendekati lonte yang tersungkur itu lalu mencolokkan jari ke kemaluan Savitri, memutar-mutarnya sedikit sambil memastikan bahwa gadis itu telah basah. Pantat Savitri bergoyang-goyang selagi digoda seperti itu. Sepasang payudara besarnya tergencet di bawah tubuh. Dengan segera Kombes Bambang merasakan senjatanya siap digunakan lagi. Sekali lagi pemrograman “Thalia” beraksi ketika Savitri malah meraih ke belakang dan membukakan celah kewanitaannya bagi laki-laki di belakangnya itu. Dan sang perwira menyambut baik tawaran dari perempuan yang telah dijadikan boneka seks itu. Dia langsung mencengkeram kedua sisi pantat Savitri dan menusuk vaginanya yang dibukakan. Bambang Harjadi menyetubuhi Thalia dengan gencar, mengacak-acak kewanitaan si boneka seks. Buah dada raksasa Thalia bergoyang maju mundur selagi kedua lengannya ditelikung ke belakang dan ditarik agar dia dapat ditusuk makin dalam. Persis ketika hendak mencapai klimaks, sang perwira mencolok lubang dubur Thalia dengan jari, membuat Thalia tersentak. Sambil tersenyum penuh kemenangan Bambang Harjadi merangsang lubang belakang Thalia sambil menggenjot keras dan berejakulasi dalam rahim gadis mainan si pengacara itu. Sang perwira langsung mencabut senjatanya dari liang kewanitaan Thalia yang penuh sperma dan menyuruh Thalia berbalik badan. Wajah Thalia tetap berbinar ketika Kombes Bambang menyuruhnya membersihkan senjata yang baru menembak dalam vagina itu dengan mulut. Selagi Thalia menjilati dengan patuh, sambil memandangi laki-laki yang baru menyetubuhinya, Bambang Harjadi membayangkan perempuan lain....Juanisa.

>>>>
Malam itu, di kehangatan kamar Kombes Bambang Harjadi. Nisa duduk di kursi di hadapan meja sang Kombes. Tubuhnya hanya terbalut selimut setelah pergumulan liar beberapa saat sebelumnya, sementara sang Kombes berada di kursi empuk, mengepulkan asap cerutu, menghirup kopi hangat, dan membaca surat kabar yang kemudian dilemparkannya ke hadapan Nisa.
“Savitri....” batin gadis itu....
Dibacanya berita yang menyebutkan bahwa ada jaringan prostitusi yang melibatkan ribuan gadis dari berbagai kalangan, termasuk seorang penegak hukum. Nisa memandang sang bapak yang matanya menatap tajam ke pada dirinya...
"Sudah waktunya, n'Duk," kata sang Kombes pelan. "Apakah kamu bimbang?"
Nisa memahami pertanyaan pengayomnya itu. Dari semua penyamaran yang sudah dilakukannya, tugas kali ini yang memang membuat ia mengorbankan jiwa dan raga. Dirinya benar-benar berubah... ia memang menjadi pelacur bagi Ryoko. Ia mengasihi Ryoko... kebaikannya... kepercayaannya...Juga tak bisa dipungkiri, tubuhnya kini terbiasa dengan pemuasan nafsu, merasakah tubuh telanjang berbagai laki-laki yang tak dikenal berdekapan dengan tubuhnya, merasakan kelelakian mereka memasuki relung tubuhnya. Namun ketika ia menatap mata tajam sang Kombes, kesadarannya seakan pulih. Dengan tegas ia menjawab.
"Pengabdianku untuk Bapak."
Sang Kombes tersenyum. Skema serangan diatur....
Dinginnya marmer lantai kamar sang Kombes tak menghalangi keliaran percintaan kedua insan itu.

###############
Ryoko


"Good job, Irina... aku semakin yakin kalau kamu mampu," kata Ryoko ketika Nisa berbincang dengannya di villa mewah tempat mereka biasa mengucilkan diri. Tubuh keduanya berpelukan erat di depan perapian, keringat di tubuh mereka memantulkan cahaya perapian yang temaram, keringat hasil persetubuhan keduanya yang sangat erotis dan sensual itu. Beberapa saat sebelumnya mereka berpagutan, tangan saling meremas tubuh masing-masing, lidah mereka saling menjelajah, mereka saling merangsang, mengoreki vagina... menjilati anus... memberi stimulus.... dan merasakan nikmat orgasme yang datang silih berganti. Ryoko memang melihat sesuatu di diri Irina yang ia tau bisa diandalkan, keberaniannya, nalurinya... dan dengan bimbingan yang diberikannya, kini Irina telah mampu mencari seorang klien yang sangat berkelas, seorang pengusaha yang sangat dekat dengan sejumlah petinggi... dan untuk service kali ini ia akan ikut terjun melihat Irina menjalankan bisnis...

###############
Nisa memang bermaksud membuat Ryoko makin terikat dengannya. Oleh karena itu Nisa memanfaatkan sebaik-baiknya keterbukaan Ryoko dengan dirinya, termasuk dalam seks.
Namun dia kadang merenung, apa sebenarnya hubungannya dengan Ryoko sekarang. Kini mereka berdua telah sering saling cumbu, saling memberi kenikmatan, atau menikmati laki-laki yang sama berbarengan. Ketika sekarang dia terkulai lemas dalam pelukan Ryoko sambil menceritakan bagaimana dia telah memikat sang pengusaha, itu sudah bukan percakapan biasa antara atasan dan bawahan lagi. Tapi bisnis tetap bisnis. Dan sang pengusaha itu telah membuat Ryoko makin kaya beberapa ratus juta rupiah dari booking fee Irina.
“Dia punya ide-ide gila…” Nisa mulai berkata. “Dia pengen lihat live show, pengen lihat aku main sama cewe lain, pengen lihat aku di-gangbang teman-temannya… Dan dia pasti bakal bayar berapa aja yang kuminta.”
“Jangan sampai lepas kesempatannya, Irina…” Ryoko membalas sambil membelai rambut Nisa.
“Mmmhh… jadi kita setujuin aja?” ujar Nisa sambil mendesah manja.
“Iya dong… Kamu bisa kan menuhin semua permintaannya?” kata Ryoko.
“Yang sama cewek lain itu…” kata Nisa, “…emm… kalau sama kamu, kamu mau nggak?”
Ryoko terdiam. Sudah lama sekali dia tidak turun sendiri. Dia berpikir selagi Nisa menggerayangi dan menciumi tubuhnya.
“…ahh… aku pengennya sama ka-muu…” pinta Nisa manja sambil mengulum telinga Ryoko. Ryoko mulai terpancing.
“Dia bisa bayar berapa sih paling mahal…?” tanya Ryoko, berusaha tetap memikirkan bisnis di tengah godaan Nisa.
“Aku rasa kalau kita minta Porsche atau Ferrari juga bakal dikasih sama dia,” kata Nisa sambil mengedip genit.
“Boleh juga…” kata Ryoko, sambil dia kemudian kembali menggeluti Nisa yang terus menggodanya.

*****
Malam berikutnya, di satu restoran.

"Selamat malam, Pak Masno... perkenalkan ini kolega saya, Ryo..." kata Irina sambil memperkenalkan Ryoko pada lelaki nyaris botak bertampang mesum itu.
"Selamat malam, Mbak Ryo... saya Masno. Senang rasanya saya berkenalan dengan anda."
Ryoko tersenyum. Ketiganya kemudian terlibat percakapan ringan sebelum mereka menuju inti pembicaraan.
"So, Irina... seperti yang saya pernah sampaikan dulu, apa Mbak Ryo ini bersedia melakukan apa yang saya utarakan dulu?" tanya Masno.
Ryoko tersenyum lebar, memandang ke arah Masno dan berkata, "Boleh saja."
“Kalau begitu kita atur waktu dan tempatnya bersama teman-teman yang lain ya…” kata Masno.

*****
Masno adalah langganan Irina. Dia seorang pengusaha impor mobil mewah. Untuk meraup untung lebih banyak dia menggunakan jalur “bebas biaya” yaitu berkolusi dengan sejumlah staf kedutaan asing dan orang departemen untuk memasukkan mobil mahal tanpa perlu membayar banyak uang untuk negara karena mobil-mobil itu dicatat sebagai pesanan diplomat asing. Jalur itu relatif sulit ditembus hukum karena perwakilan negara lain memiliki kekebalan diplomatik dan segala urusan mereka tidak mudah diotak-atik aparat. Masno mengajak sekongkol sejumlah ekspat dari negara-negara kecil dan kurang terkenal karena mereka kurang diawasi dan kadang kurang dibayar oleh negaranya. Untuk melancarkan bisnis Masno royal meng-entertain teman-temannya. Dan akhir-akhir ini Irina jadi “piala bergilir” bagi sejumlah laki-laki berbagai bangsa. Namun Irina tak lupa akan misinya. Polwan yang menyamar itu tahu Masno punya kesukaan tertentu dalam seks: dia suka menonton orang berhubungan seks sekaligus suka juga ditonton. Jadi pada suatu kali sesudah menyervis Masno, Irina memberi usul mengadakan pesta seks kepada Masno. Ajak semua temannya bareng, nanti Irina akan melayani mereka semua. Dan, untuk membuat Masno makin tertarik: Irina akan mengajak seorang teman perempuan yang terpercaya untuk mendokumentasikan pesta seks itu. Sekaligus bonus show lesbi antara Irina dan teman perempuan itu. Maka, pada suatu Jumat sore…

*****
Pesona kedua perempuan yang datang ke yacht mewah Masno memang tak bisa ditolak. Mereka sudah memuka sejak turun dari mobil dan melangkah di dermaga menuju kapal kecil itu menghampiri Masno dan tiga temannya. Keempat laki-laki itu langsung ngiler melihat Irina dan Ryoko. Ryoko si “geisha madame” tampil dengan kimono biru hitam selutut dan rambut ditata konde kecil di atas kepala dengan dua tusuk konde. Wajahnya yang alami putih tampak segar dengan pemerah pipi; eyeliner dan lipstik merah memperdramatis penampilannya. Irina serba pink: blus transparan pink dan dalaman tube top pink juga, rok mini ketat, ditambah stoking warna gelap dan sepatu hak tinggi warna hitam. Riasannya lebih tebal, dengan smokey eyes dan lipstik merah darah. Rambutnya kini mencapai sedikit di bawah bahu, menjuntai dengan ujung bergelombang, diwarnai coklat. Keduanya membawa koper kecil beroda; akhir minggu itu akan dihabiskan di atas kapal. Ryoko membawa peralatan dokumentasi dan pakaian secukupnya. Irina membawa “pakaian kerja”: beraneka kostum dan perlengkapan sesuai permintaan Masno dan teman-temannya.
“Tantangan” Irina kepada Masno untuk mengadakan pesta seks dijawab oleh sang importir.
Dia menyanggupi saja ketika Irina meminta bayaran salah satu mobil mewah impor bekasnya, yang dikatakan “supaya teman saya mau”. Tentu saja Masno tak hendak menikmati Irina sendirian. Kesempatan itu juga dia gunakan untuk urusan bisnis. Tiga orang laki-laki lain hadir di sana, untuk deal terbaru Masno. Di dalam yacht itu empat laki-laki dan dua perempuan saling mengucap selamat sambil bersulang, mengadu gelas-gelas berisi wine sebelum kemudian menenggak habis isinya. Para laki-laki itu sedang bahagia, sesudah deal bisnis dengan Masno yang menguntungkan semuanya. Sekarang tinggal menikmati hiburan istimewa yang disediakan. Ketiganya teman-teman sekongkol Masno dalam bisnis impor ilegal mobil mewah. Yang pertama Rozi, berumur lima puluhan dan berambut kelabu, seorang pejabat tua yang kenyang mengorupsi anggaran terkait kerjasama luar negeri; “kenyang”-nya itu mungkin menyebabkan perutnya yang gemuk. Dua lainnya adalah orang asing, staf kedutaan dua negara sahabat: Kim Leng, dari satu negara Asia Tenggara, dan Javad, dari negara Asia Barat. Kim Leng bertubuh pendek, kecil, dan botak, sementara Javad tegap dan brewokan. Keduanya empat puluhan. Negara asal Kim Leng terhitung miskin sehingga para diplomatnya tidak dibayar besar; itulah yang membuat dia mau membantu Masno. Sementara Masno mengenal Javad sebagai seseorang yang suka kenikmatan, yang dilarang keras di negaranya sendiri.
Kenikmatan berupa makanan lezat dan minuman beralkohol sudah tersedia, dan perempuannya… Masno tidak segan-segan keluar banyak.
“Gimana, enak kan, Bapak-bapak? Oh ya kalian udah pada kenal sama Irina kan?” kata Masno.
“Hahaha, iya dong!” kata Rozi. “Terakhir dua bulan lalu, ya, Irina? Habis itu aku sakit pinggang seminggu! Huahahaha!!” Kim Leng dan Javad cengar-cengir. Keduanya termasuk staf lama sehingga tidak canggung berbahasa lokal. Dan keduanya juga sudah pernah mencicipi Irina.
“Irina paling tahu kita semua,” celetuk Kim Leng. Masno menimpali, “Hei, Irina, tunjukin sama kami dong apa yang kamu kasih sama Pak Rozi waktu itu!”
Irina pura-pura mengeluh dan mendesah, lalu menengok ke Ryoko yang diperkenalkan kepada keempat laki-laki sebagai “Ryo”.
“Ayo, Irina!” Javad ikut-ikutan. “Tunjukin lagi buat kami!”

Juanisa

Irina bergerak pelan dan menggoda, lalu membuka blus transparannya sehingga kemben di bawahnya terlihat. Kemben itu perlahan-lahan dipelorotkannya, mengungkap bagian atas sepasang payudara yang kencang sempurna. Keempat laki-laki tak ada yang tak memperhatikan keindahan itu.
“Fantastic,” kata Javad sambil dia meremas satu payudara Irina yang masih setengah tertutup.
Irina menengadah sedikit dan merintih lirih. Ryoko di sebelahnya, mengagumi keahlian dan akting anak buahnya yang terpercaya itu.
“Kiss me babe,” kata Javad sambil mendekatkan wajah brewokannya ke wajah Irina.
Irina menurut dan menyodorkan bibirnya untuk dicium bibir Javad. Lidah keduanya saling bergulat dalam mulut. Sesudah semenit, keduanya berhenti untuk mengambil nafas. “Mau cium yang lain?” tantang Javad.
“Oi, sabar, sabar,” Masno memotong. “Nanti acara utamanya sesudah makan ya?” Javad tampak kurang senang tapi tak mempermasalahkan. Irina lalu membetulkan lagi posisi kembennya.
Yacht bergerak meninggalkan dermaga. Mereka tak menuju ke mana-mana, hanya melaut demi privasi yang lebih besar. Semuanya merasa aman... tak tersentuh. Makan malam di atas kapal berlalu begitu saja, dan ketiga teman Masno lebih menunggu-nunggu hiburan utama. Irina memesona keempat laki-laki di sana dengan kecantikannya. Dia menggoda mereka semua; Rozi tak bisa menahan tangannya untuk tidak mengelus-elus paha Irina di bawah meja. Ditambah lagi, wine membuat pikiran mereka makin panas. Di yacht itu juga ada beberapa orang lain: seorang pelayan perempuan dan dua orang awak yang bertugas mengemudikan. Si pelayan membereskan makanan dan minuman lalu pergi dari kabin utama. Tatanan perabot di sana adalah meja datar rendah dikelilingi sofa di tiga sisi. Irina duduk di atas meja, di tengah ruangan. Semua laki-laki di sana sudah mengelus-elus kemaluan mereka yang mengeras di balik celana. Ryoko, seperti sudah disepakati sebelumnya, bertindak sebagai sutradara sekaligus operator. Dia menyingkir ke pojok ruangan, tempat ada sound system, dan di sana bertindak seperti DJ yang memutar musik.
“Hadirin sekalian, kami tampilkan, Miss IRINAAA!!” serunya, berpura-pura jadi pembawa acara.
Ryoko memutar musik club. Irina berdiri di atas meja mulai bergoyang seksi di atasnya. Dia membelakangi para penonton dan menggoyang pantatnya di depan muka mereka. Dia membiarkan Masno dan Rozi meremas-remas pantatnya. Dia menggesek-gesekkan tubuhnya ke tubuh Kim Leng dan Javad. Masno merangkulnya dari belakang dan meremas dadanya. Rozi dan Kim Leng mengelus-elus pahanya. Javad yang paling tak sabaran sudah buka celana; Irina menggoda kejantanan Javad dengan pantatnya.
“Ryo, sinii,” Irina memanggil dengan manja. “Ayo main sama aku...”
Kedua perempuan itu kini telah begitu dekat secara seksual sehingga Ryoko tak ragu. Si germo maju dan bergabung dengan Irina di atas meja. Ryoko langsung merangkul dan mencium bibir Irina. Irina kaget dengan gerak cepat Ryoko namun langsung terbawa dan membalas ciuman itu dengan penuh semangat.

Para laki-laki tercengang dengan apa yang mereka lihat. Ryoko lalu bergerak ke belakang Irina dan memegangi tube top Irina. Pelan-pelan Ryoko memelorotkan kemben Irina. Nafas para penonton nyaris berhenti melihat sepasang payudara indah kencang dengan puting yang sudah keras.
“Mmm~” gumam Ryoko. “Susu kamu bagus deh. Tawarin dong sama bapak-bapak.”
“Om, mau pegang nggaa~k?” kata Irina menggoda para laki-laki.
Ryoko bergeser ke samping Irina sambil tersenyum nakal lalu memegang salah satu payudara Irina. Lalu dia menyorongkan wajahnya ke depan untuk menjilat kulit halus payudara si pelacur. Sambil dia melirik melihat para penonton yang ternganga. Irina terpejam dan mengerang lembut selagi merasakan lidah Ryoko membelai payudaranya. Desahannya makin keras ketika dia merasakan Ryoko melahap putingnya. Dia menggeliat selagi kenikmatan menjalar dari sana ke kemaluannya yang mulai membasah.
“Enak?” tanya Ryoko.
“Ahnn... enaak...” kata Irina.
“Eit, ga boleh keenakan dulu,” kata Ryoko sambil kembali ke belakang Irina. Dia lalu mengangkat rok mini Irina, mengungkap celana dalam si polwan yang menyamar itu. “Ingat kamu di sini buat apa. Kamu lagi apa di sini, Irina?” kata Ryoko sambil tangannya menyelip ke balik celana dalam ke klitoris Irina.
“Ahhh,” desah Irina.
“Ayo dijawab,” Ryoko mempergencar godaan ke klitoris Irina. “Lagi apa kamu di sini?”
“Lagi kerjaa...” jawab Irina.
“Kerja apa?”
“Jadi... melayani...” ucap Irina pura-pura malu.
“Jadi LONTE!” kata Ryoko keras sambil melengkungkan jarinya dan menjolok lubang vagina Irina. “Ayo bilang gitu ke bapak-bapak.”
“Ahahh! Iya... Irina ada di sini jadi lonte...Ah!” Irina berkata sambil memeknya diacak-acak. Ryoko merasakan jarinya basah. Irina terangsang.
“AH... ah enak... Bapak-bapak... Irina di sini jadi lontenya bapak-bapak... NGH! Nggg! Memek... memek Irina enak...” Irina mulai meracau karena keenakan.
“Iya, Irina, kamu lonte... Artinya... Sebelum keenakan kamu harus ladenin bapak-bapak ini dulu! Kamu tahu harus apa kan?” perintah Ryoko sambil melepas tangannya dari kemaluan Irina.
Polwan itu tersenyum kecil dan melangkah turun dari meja, menuju Masno yang duduk di tengah teman-temannya. Dia berlutut di depan Masno lalu menoleh ke Masno, lalu ke Ryoko. Masno mengerti.
“Mbak Ryo, silakan mulai.”

Ryoko juga turun dari meja. Itu tanda baginya untuk tugas utama: sebagai juru kamera. Dia mengeluarkan handycam, menyalakannya, lalu memberi tanda jempol ke Irina. Irina pun mulai beraksi dengan membuka resleting celana Masno. Ryoko mulai memvideokan. Akting Irina sebagai bintang film porno amatir boleh juga. Dia pura-pura kagum dengan ereksi Masno yang sebenarnya biasa-biasa saja, lalu menggesek-gesekkan wajahnya dengan ekspresi mesum ke penis Masno sebelum kemudian memasukkan batang itu ke mulutnya.
“Anj... Uah enak!” Masno sampai nyaris memaki merasakan hangat rongga mulut Irina di sekeliling burungnya.
Satu tangannya bergerak untuk mencengkeram kepala si pelacur. Yang paling tua di antara mereka, Rozi, berdiri dan mendekati Irina di lantai ruangan. Dia sudah gemas ingin menggerayangi Irina dari tadi. Sementara Irina menyetubuhi kemaluan Masno dengan mulutnya, Rozi menciumi punggung Irina sambil melepas celana dalam Irina untuk mengusap-usap vagina. Kim Leng sudah buka celana dan mengocok kemaluannya sendiri. Irina mengulum kantong pelir Masno, sementara Javad yang juga sudah tak bercelana berlutut di belakangnya sambil menggesek-gesekkan senjatanya—paling panjang di antara semua orang di sana—ke belahan pantat Irina. Ryoko memvideokan itu, dan memancing Irina:
“Irina, ayo bilang, ‘Om, entot aku dong.’”
“Om, entot aku doong,” kata Irina.
“Bilang itu sambil nyepong,” perintah Ryoko lagi. Irina kembali mengulum kejantanan Masno sambil berkata dengan tak jelas, “Mmom mnfopp agf don.”
Masno tak tahan mendengar kata-kata nakal Irina.
“Ahh aku mau crot!” serunya “Telen yah!”
Dia pun orgasme selagi kepala burungnya digenggam Irina dengan bibir. Irina menampung semburan-semburan peju Masno. Yang terakhir mendarat di mukanya karena Masno menarik keluar penis dari mulutnya. Irina tak menghindar.
“Tunjukin ke kamera,” kata Rozi sambil mengarahkan wajah Irina ke kamera video Ryoko.
Irina membuka mulut lebar-lebar, memamerkan genangan putih dalam mulutnya, yang kemudian dia telan seolah-olah makanan lezat. Sisa peju masih menempel di wajahnya. Masno yang puas menyingkir untuk memberi kesempatan kepada teman-temannya. Rozi bersiap. Irina mau menyeka sperma yang masih ada di mukanya tapi distop Ryoko.
“Biarin aja itu,” kata Ryoko, “Aku suka ngelihat kamu habis dipake...”

*****
Sepanjang malam Irina melayani empat laki-laki itu, sampai semuanya tertidur keletihan. Dan pagi berikutnya, sarapan disediakan bagi semuanya dengan suguhan hiburan berupa tayangan video aksi Irina malam sebelumnya, hasil syuting Ryoko.
“Aku nggak cuma pelacur sekarang... aku jadi bintang porno juga...” Irina membatin sambil bersandar lemah ke Ryoko, sementara Ryoko mengelus-elusnya.
Yang tak Irina ketahui, film pornonya tak hanya ditonton di atas perahu mewah itu...

*****
Adegan yang tampil di layar adalah Irina yang mengangkang di atas tubuh telanjang seorang laki-laki setengah baya yang telentang. Kemaluan Irina menjepit erat penis laki-laki itu selagi bergerak naik turun, dan ekspresi mesum Irina tertangkap jelas di kamera. Penontonnya seorang laki-laki setengah baya juga, juga telanjang, hanya saja posisinya berbeda. Ia tegak, sementara perempuan muda yang disetubuhinya-lah yang telentang. Tubuh gadis itu tergeletak pasrah di atas kain batik yang tadi membungkus tubuhnya, sementara si laki-laki menyetubuhinya dengan acuh. Perlahan dia menggenjot, tanpa memandang ke mata pasangannya. Perhatiannya fokus ke TV di kamar yang menayangkan sang aktris film porno amatir yang ditontonnya, Irina. Dia mengagumi kecantikan Irina, juga betapa Irina menghayati perannya. Dia terpikir mengenai seorang aktor asing yang berperan sebagai seorang penjahat psikopat, yang begitu tenggelam dalam perannya sehingga sesudah filmnya selesai sang bintang terperangkap dalam perannya, sehingga menjadi resah dan gelisah tak terkira hingga akhirnya tewas akibat mengonsumsi obat penenang berlebihan. Seperti itulah efek yang dia lihat terjadi pada Ipda Juanisa. Gadis yang disetubuhinya menjerit lemah, G-spotnya menyerah karena dihajar dengan intens dan memutuskan untuk meledakkan orgasme. Si gadis dalam hati bersyukur karena tuannya masih mengingat dirinya, meski akhir-akhir ini lebih sering bersenggama dengan perempuan dalam film itu.
“Anhhh...! Ndoro... saya... keluar ndoroo...”
Sang laki-laki, sang perwira, tampak tetap acuh meski si gadis, si pelayan, menggeliat-geliat keenakan di ujung kejantanannya. Setelah geliatnya berhenti, barulah dia menengok ke bawah, tetap acuh, ke wajah si gadis yang baru dilanda kenikmatan.
“Aku juga, Nduk,” katanya singkat.
“Keluarin di dalam saya saja, Ndoro...” pinta si gadis pasrah.
Sang perwira menembakkan benihnya dalam kewanitaan si pelayan. Tembakannya berkali-kali dengan banyak peluru, dan si gadis merasakan kehangatan memenuhi bagian dalam. Pada saat yang sama Irina di layar tampak sedang membuka lebar kemaluannya yang juga baru menerima semburan peju lawan mainnya, dan dengan cabulnya dia membiarkan cairan putih di sana mengalir dan menetes keluar. Telepon berbunyi.
“Siapkan penyambutan,” kata si laki-laki. Dia lalu menghubungi orang lain.
“Dik Prabu, apa dik Taufiq sudah nonton kiriman saya?”
Suara di telepon menjawab, “Sudah Pak Bambang. Sekarang Taufiq lagi, emm, reunian sama mantan anak buahnya. Savitri.”
Kombes Bambang Harjadi mendengar suara tawa di teleponnya, lalu mendengar desahan perempuan. Dia ingat, itu desahan Thalia alias Savitri, yang kiranya sedang disuguhkan Prabu kepada mantan atasannya, seorang tokoh media.
“Kalau begitu tolong kasih tahu dik Taufiq ya dik Prabu. Semoga berkenan untuk meliput berita besar ini.”
Bambang Harjadi menutup pembicaraan. Di depannya tergeletak seorang perempuan dengan paha mengangkang dan rekahan basah. Dan mau tak mau dia pun merenung mengenai perempuan-perempuan dalam hidupnya akhir-akhir ini...

*****
Pelabuhan, tengah hari

Bunyi peluit kapal menembus udara selagi satu yacht kecil mendekat ke dermaga. Beberapa orang pekerja di dermaga tampak siap menyambut yacht itu, yang pulang ke pelabuhan membawa sejumlah penumpang yang sudah puas berpesta. Seorang awak kapal melempar dua utas tambang ke dermaga, dan orang-orang di dermaga mengikatkan tambang itu ke pasak-pasak baja sehingga mengamankan kapal. Tak lama kemudian para penumpang mulai keluar dari kapal. Masno adalah yang pertama kali turun ke dermaga, lalu Rozi, Kim Leng, Javad. Baru saja dia menginjakkan kaki di lantai kayu dermaga, Masno tiba-tiba ditarik seorang pekerja yang tadi mengikat tambang yacht.
“Polisi! Jangan bergerak, Anda semua kami tangkap!”
Si pengusaha itu langsung diringkus. Para pekerja di dermaga, yang sebenarnya polisi yang menyamar, langsung berlompatan menaiki yacht dan berusaha menangkap yang lain-lain. Petugas-petugas berseragam juga bermunculan. Rozi dan Kim Leng langsung diringkus dan diborgol. Javad yang berada paling belakang, di pintu kabin, langsung berbalik dan berusaha lari, tapi dua orang polisi dengan cekatan menubruk dan meringkusnya. Mendengar ribut-ribut, Ryoko dan Nisa di dalam kabin tersentak.
“Ayo lari!” seru Ryoko sambil menarik Nisa dan menuju sisi lain kapal.
Saking gesitnya Ryoko, Nisa belum sempat bereaksi. Gerakannya seolah dia sudah punya refleks untuk mencari jalan kabur secepat mungkin.
“Berhenti!” Ketika Ryoko membuka pintu kabin, terdengar teriakan dari seorang polisi yang berposisi dekat sana.
Sialnya, si polisi berada di posisi yang kurang menguntungkan—di balik pintu, sehingga Ryoko justru menggebrak pintu keras-keras untuk menghantamnya. Si polisi terhuyung, dan waktu beberapa detik itu cukup bagi Ryoko untuk keluar dan sekalian memanfaatkan ketidakseimbangan si polisi untuk menjatuhkannya ke dalam air.
“Ayo ikut aku, Irina!” seru Ryoko sambil melompat turun ke cabang dermaga di sisi lain yacht. Jelas Ryoko berusaha kabur. Irina mengikuti.
‘Sudah waktunya, n’Duk’.
Nisa melihat punggung Ryoko di depannya. Dan terpintas di benaknya betapa Ryoko telah begitu baik pada dirinya beberapa bulan ini. Juga berbagai kenikmatan yang diberikan oleh Ryoko.
‘Apakah kamu bimbang?’
Kata-kata Kombes Bambang Harjadi pun teringat. Demikian pula sumpahnya terhadap pekerjaannya yang sejati - Polwan -dan tugasnya adalah menegakkan hukum. Nisa menerjang Ryoko dari belakang. Keduanya jatuh berdebam di lantai kayu dermaga. Ryoko terkaget menyadari siapa yang menjatuhkannya.
“IRINA??!!” jeritnya. Namun dia segera berguling menghindar ketika melihat tangan Nisa berusaha menelikung.
“Jangan melawan,” Nisa mencoba memperingatkan. Beberapa polisi mendekat.
“Kamu...” Ryoko akhirnya menyadari rahasia Irina...
“ANJIING!!”

Ryoko yang posisinya sudah terpojok itu menggila. Secepat kilat tendangannya mengincar wajah Nisa; nyaris wajah Nisa memar apabila dia telat menghindar. Nisa balas memukul, dan Ryoko menangkis. Nisa akhirnya mendapat kesempatan untuk menjajal kemampuan bela diri Ryoko.
Namun entah kenapa, para polisi di sekitarnya lebih sibuk dengan Masno dan kawan-kawan serta mengamankan awak yacht. Tak seorang pun maju membantu Nisa meringkus Ryoko. Dia berjuang sendiri. Ryoko kembali melancarkan tendangan ke arah pinggang Nisa, dan kali ini Nisa telat menghindar. Dia roboh dan Ryoko langsung menerkamnya. Emosi menguasai Ryoko sehingga serangan berikutnya yang mengenai Nisa adalah tamparan ke wajah.
“Kenapa?! Kenapa mesti KAMU??!!” jerit Ryoko selagi dia menjambak Nisa.
Bibir Nisa berdarah ketika satu lagi tamparan keras Ryoko mendarat di sana. Dan Ryoko juga menarik bajunya. Ketika itu Nisa mengenakan blus berkancing dan rok pendek. Kelengahan akibat emosi itu bisa dimanfaatkan Nisa. Sodokan lututnya ke perut Ryoko membuat dia bisa menyingkirkan Ryoko dari atas tubuhnya. Cepat-cepat dia berusaha berdiri lagi, menyeka darah dari bibirnya, sambil berusaha mengambil nafas. Dia merasa beberapa utas rambutnya tercabut ketika Ryoko tadi menjambak, dan hampir semua kancing blusnya sudah copot. Nisa menatap mata Ryoko yang kini menyorot penuh kebencian. Ryoko tak punya pilihan lagi, dia menerjang duluan. Nisa menghindar dan berhasil mengarahkan tendangan ke pinggang Ryoko—tapi ternyata tidak kena! Yang terjadi malah sikut Ryoko menghajar ulu hatinya, membuat Nisa menjerit kesakitan. Dan mendadak tubuh Nisa terangkat... Ryoko membantingnya ke lantai! Nisa kesal kepada dirinya sendiri selagi dia terkapar di lantai dermaga. Memang, penugasan penyamarannya selama berbulan-bulan membuat dia kurang latihan. Dan kini lutut Ryoko mendesak perutnya sementara si germo mencekik lehernya. Tatapan tajam Ryoko seolah ingin menusuk menembus mata dan kepala Nisa selagi Nisa susah payah menahan tangan Ryoko menghentikan nafasnya. Dan di sudut mata si germo menitik air mata, kesedihan karena dikhianati seseorang yang sungguh-sungguh ia anggap dekat, seperti adik sendiri, bukan barang dagangan seperti perempuan lain yang ia jual...
“IRINAAA!!” jerit Ryoko, ketika pergumulan mereka berdua dihentikan oleh para polisi yang akhirnya turun tangan.
Bersamaan dengan itu sejumlah kilatan kamera mengabadikan Ryoko dan Nisa yang sedang dipisahkan oleh para polisi. Nisa kelelahan, berantakan, tak peduli dia sedang difoto dalam keadaan baju acak-acakan. Para wartawan itu datang atas petunjuk komandan polisi setempat mengenai penggerebekan, namun yang awalnya mereka kira kasus biasa ternyata sesuatu yang sensasional. Apalagi mereka sudah diberitahu mengenai satu video terkait penangkapan itu.

*****
Di tempat parkir pelabuhan, jauh dari hiruk pikuk keramaian polisi dan pencari berita...
"Dik Prabu, satu penghalang sudah kita singkirkan. Rencana kita berjalan mulus. Selamat," kata Kombes Bambang Harjadi.
"Semua hanya bisa terlaksana karena bapak juga," balas Prabu, si pengacara.
“Bagaimana dengan Savitri?” tanya sang Kombes.
“Kebetulan teman-teman saya di Bangkok bersedia ‘mengurus’ dia,” kata Prabu. “Sayang juga harus menyingkirkan dia. Tapi kita tinggal beli mainan baru, kan? Lagipula kalau kangen kita tinggal terbang ke sana dan datangi club tempat dia disimpan.”
Keduanya terbahak dan pergi.

*****
"ANAK DURHAKA! PELACUR! LONTE! BIKIN MALU KELUARGA!"
Juanisa hanya bisa terdiam. Ia tidak menundukkan kepalanya seperti kebanyakan wanita yang sedang menghadapi cacian seperti itu, terlebih yang datang dari orangtuanya sendiri. Ia hanya diam, ia tak lagi mendengar bentakan dan teriakan ayahnya. Ia tak lagi mengindahkan telunjuk sang ayah yang mengacung menghukum dirinya. Ia tak lagi memandang sosok sang ibu yang terisak, terduduk di tengah rumah mereka yang sederhana itu. Ia seakan kosong... hanya sebuah mortal shell tanpa jiwa. Lemparan koran dengan isian berita penggerebegan bertebaran di sekitarnya... mengenai wajahnya...
ia tak lagi perduli. Isi berita yang jelas sangat berbeda dengan kenyataan yang ada...

Pelacur yang sakit hati membalas dendam pada sang germo!
Pelacuran kelas berat terbongkar: seorang pelacur mengakui semuanya...!

Dan siapakan pelacur itu jika bukan dirinya yang dimaksud. Pemberitaan media yang mengumbar habis jati dirinya, yang jelas dibocorkan oleh Savitri mambuatnya tak lagi bisa berkutik. Dan bukan hanya telunjuk sang ayah. Keluarga besarnya, para bibi yang memang dari dulu mencibir kecantikannya, para paman yang merasa diri mereka sangat suci, walau kenyataannya mereka juga sering bermain gila di belakang istri-istri mereka, para sepupu. Juanisa hanya diam, pikirannya menerawang....

*****
"Saudari saksi... apakah Anda benar bernama Juanisa Putri?" tanya ketua majelis hakim yang memimpin sidang atas terdakwa Ryoko.
Juanisa langsung mencelos mengetahui adanya kemungkinan kalau semua pengorbanannya menjadi sia-sia. Ia melihat sosok Prabu yang duduk di deretan pembela yang disewa Ryoko.
"Ya benar, nama saya Juanisa Putri," kata sang gadis yang berusaha tenang walau hatinya begitu berkecamuk.
"Pekerjaan anda adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia?"
"Benar."
"Pangkat anda?"
"Inspektur dua."
"Apakah anda mengenal terdakwa Faria Rosalin?"
Mata kedua wanita itu bertemu... satu dengan tatapan ingin membunuh dan yang satu kini nampak kosong...
"Ya saya mengenal terdakwa dengan nama Ryoko..." katanya pelan.
"Apakah anda mengetahui pekerjaan terdakwa?"
"Ya...."
"Coba jelaskan di muka sidang mengenai pengetahuan anda akan pekerjaan saudari terdakwa."
"Faria Rosalin atau Ryoko berprofesi sebagai seorang mucikari yang melakukan praktik prostitusi," kata Nisa dengan suara yang sedikit bergetar....
Sang hakim memandang ke arah pembela.
"Silakan jika Anda ingin menanyai saksi."
Prabu mengambil mikrofon. Juanisa memandang tegang, Ryoko menampilkan senyum iblisnya. Persidangan sebenarnya sekarang dimulai.
"Saudari saksi... Anda berkata kalau Anda seorang polisi wanita," kata Prabu sebagai pembuka. "Bagaimana Anda bisa mengenal begitu baik akan aktivitas terdakwa?"
"Saya ditugaskan untuk menyamar dan menginfiltrasi kelompok Ryoko."
“Maksudnya Anda menjadi anak buah saudari terdakwa yang Anda sebut sebagai mucikari? Dengan kata lain Anda menjadi PELACUR?” Prabu sengaja menyebut profesi samaran Nisa itu keras-keras.
“…Iya,” jawab Nisa dengan berat.
"Siapa yang memberi anda tugas?"
Juanisa terdiam.... kelebatan nama muncul di kepalanya...
"Komisaris Rasidi...."
"Sayang sekali, Komisaris Rasidi telah gugur dalam tugas di Papua, bukan begitu Ipda Juanisa?"
Sang gadis tertegun. Bagaimana....?
"Tidak mungkin urusan sekaliber ini hanya diorganisir oleh seorang komisaris, dan Anda pasti mengetahui siapa yang mengorganisir operasi ini."
Tidak.... aku tidak bisa menjerumuskan Bapak.... beliau sangat berharga.... batin Nisa...
"Maaf, tapi atasan langsung saya adalah Komisaris Rasidi," jawab Nisa tegas.
"Kalau begitu saya bisa saja meragukan kredibilitas anda sebagai seorang saksi," serang Prabu lagi.
"Dengan tewasnya Rasidi, kita tidak akan pernah bisa tahu apakah Anda memang ditugaskan atau Anda dengan sukarela menjadi anak buah terdakwa."
Tangan Nisa bergetar ketika ia memegang mike. Dan Prabu masih terus menyerang kredibilitasnya.
"Coba ceritakan bagaimana anda bisa sampai masuk dalam kelompok terdakwa"

Suara Nisa kadang tersendat, bergetar dan nyaris tak terdengar ketika ia harus kembali mengulang semua pengorbanan yang dilakukannya sehingga beberapa kali Prabu harus meminta Nisa untuk mengulangi detail yang ingin sekali ia lupakan...
"Saudari Nisa... berdasarkan keterangan Saudari, nampak jelas kalau Anda berinisiatif untuk masuk dalam kelompok terdakwa."
"Tidak Pak... semua karena tugas" bantah Nisa terbata...
"Seorang polwan tentu akan mencoba beribu cara untuk menolak melayani lelaki seperti yang Anda lakukan namun tetap memiliki integritas dan determinasi dalam melaksanakan tugas," serang Prabu.
"Tidak Pak... saya..."
"Saya meminta catatan mengenai operasi ini dari kesatuan anda, dan tidak pernah ada surat perintah untuk melakukan pengintaian atau infiltrasi."
Nisa terkesiap. Black ops? Tidak mungkin... Semua data jelas. Laporan tertulisnya lengkap....
"Sepertinya Anda sudah menggunakan kewenangan Anda sebagai abdi negara untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri dan kemudian menggunakan kewenangan Anda setelah penggerebekan terjadi," cecar Prabu lagi.
"Tidak!" bantah Nisa. "Tidak benar... saya mendapat perintah... saya menjalankan perintah!"
Nisa panik.. sebenarnya ini persidangan siapa? Siapakah terdakwanya? Kenapa semuanya menyerang dirinya? Bahkan JPU dan hakim tak ada yang menghentikan cecaran Prabu. Kenapa?
"Kalau begitu di depan sidang pengadilan dan masyarakat yang menyaksikan, sebagai saksi yang telah disumpah untuk memberikan keterangan sebenar-benarnya... Jawab!"
Nisa terdiam..
"Apa Saudari mendapat bayaran dari pelayanan yang Saudari berikan pada para lelaki hidung belang itu?"
Kini Nisa tak lagi bisa duduk tegak... kepalanya tertunduk dan ia mulai terisak.
Ketua hakim berkata, "Harap Saudari menjawab pertanyaan tersebut."
Nisa terisak, dengan terbata ia menjawab…
"I... Iya yang mulia... saya mendapat bayaran dari para lelaki yang saya layani...."
"Nah sekarang setelah kenyataan terungkap di ruang publik," lanjut Prabu tanpa memberi kesempatan Nisa untuk menarik nafas, "jelaskan bagaimana jaringan terdakwa beroperasi..."
Maka dengan gamblang Nisa yang merasa harga dirinya sudah sangat dijatuhkan menjelaskan apa yang ia alami selama menjalani 'profesinya' di bawah asuhan Ryoko. Bagaimana proses perekrutan, pembagian tugas, pemilihan klient... tipe pelayanan yang diberikan. Dan dengan pertanyaan Prabu yang meminta rincian tipe pelayanan yang diberikan Nisa kepada para klien, kelelakian seluruh pengunjung sidang, termasuk panitera, JPU, dan hakim mulai terusik. Walau terdengar hujatan dari kaum wanita maupun cibiran lelaki, namun tak dipungkiri, mereka sedikit banyak terangsang oleh cerita Nisa.

***
PLAK! Tamparan sang bunda membuat Nisa kembali ke saat ini, di tengah sidang besar keluarga yang selama ini sangat tak pernah terjadi. Keluarga yang sebenarnya saling membenci satu sama lain.
Mereka sebenarnya tak pernah perduli dengan dirinya. Apalagi dengan profesinya di unit reserse membuatnya tak bisa banyak memaparkan tugasnya. Nisa merasakan bibirnya pedih dan berdarah akibat tamparan sang bunda. Namun tamparan itu tak lagi dirasakan. Ia sudah tahu kalau ia akan kehilangan segalanya. Sejak ia mengambil tugas itu, ia sudah tahu risiko yang akan diterimanya.
Kehilangan keluarga, pekerjaan, nama baik, segalanya...

****
Nisa mencoba tegar berdiri di di tengah sidang disiplin ketika keputusan akan dibcakan...
"Setelah mempertimbangkan segala seuatunya dengan seksama, dengan memperhatikan fakta yang ada selama persidangan, kami memutuskan bahwa Ipda Juanisa Putri secara sah dan benar terbukti melanggar kode etik kepolisian, melakukan pencemaran nama institusi dengan terbukti secara sah menyalahgunakan kewenangan dan melakukan tindakan asusila dengan melakukan tindakan prostitusi dengan berkedok tugas.
Dengan ini memutuskan memberhentikan dengan tidak hormat Ipda Juanisa Putri dan keputusan ini berlaku pada tanggal dibacakannya keputusan ini."
Ketukan palu pimpinan sidang bagaikan godam besar yang dihantamkan ke hati Nisa. Tak ada pembelaan untuk dirinya... namun apa yang bisa diharapkannya? Ia sendiri sudah memutuskan untuk tidak menyangkutpautkan sang panutan dalam kekisruhan yang terjadi ini. Baginya Bambang Harjadi adalah sosok yang harus ia jaga, walaupun berarti ia akan kehilangan segalanya...
Dan kehormatannya sebagai perempuan benar-benar ditiadakan hari itu...
Seagaimana layaknya kepada mereka yang diberhentikan secara tidak hormat, perwira pimpinan sidang mendatangi Nisa yang berdiri tegak walau nampak jelas bergetar...
Ia melepaskan tanda kesatuan, kepangkatan dan topi sang gadis...
Dan...
Nisa menangis namun tetap bersikap sempurna ketika pimpinan sidang melucuti pakaian dinas yang dipakainya... hingga tinggal menyisakan bra menutupi bulatan payudaranya...
Walau ketelanjangannya tidak berlangsung lama karena sang perwira kemudian memakaikan hem putih pada sang gadis, namun kemulusan dan keindahan tubuh sang gadis tertampang jelas untuk mata para rekan kerja yang selama ini hanya membayangkan kemulusan tubuh sang Ipda...
*****
"PERGI KAU ANAK DURHAKA! AKU HARAMKAN KAMU JADI ANAK KAMI! JANGAN SEKALI-KALI LAGI DATANG KE RUMAH INI DAN AKU HARAMKAN KAMU UNTUK MENANGISI KUBURAN KAMI!!"
Nisa diam, ia melangkahkan kaki keluar dari rumah yang dipenuhi tangisan dan teriakan histeris...
"Nisa... ayo... ikut Paman," ujar salah seorang pamannya yang dari tadi memang menanti di luar, nampak tak ikut dalam penghujatan yang diterimanya.
Dengan lunglai sang gadis mengikuti sang paman, yang memacu kendaraannya menuju ke arah luar kota, ke sebuah villa di kawasan pegunungan.
"Ayo, sayang... masuklah dulu... kamu bisa menenangkan dirimu di sini untuk sementara..."
"Terima kasih paman..." kata Nisa lirih sambil masuk ke dalam villa.
Ia tak melihat seringai penuh kemenangan sang paman ketika ia membiarkan sang gadis masuk lebih dulu, ebelum ia menutup pintu dan menguncinya.
"Halo Nisa.... "
Mata Nisa tertegun memandang tiga sepupu dan tiga keponakannya yang masih bersekolah di SMU, semuanya berkumpul di dalam villa itu. Nisa mendadak merasakan bahaya. Ia berbalik dan menabrak tubuh sang paman yang kini nampak beringas itu. Segera keenam kerabatnya mengepung tubuh sang gadis yang meronta sejadinya. Namun Nisa jelas kalah tenaga dan sama sekali tidak siap untuk menghadapi serangan mendadak itu. Dalam waktu tak lama bunyi pakaian yang tercabik mengisi ruang tengah villa... ditingkahi jeritan sang gadis dan tawa kekeh para lelaki buas yang lagi tak memiliki kesadaran kalau yang sekarang sedang mereka gumuli adalah saudara mereka sendiri...
Tak lama kemudian Nisa menjadi bulan-bulanan mereka.Nisa menangis karena frustasinya. Bukan karena seluruh lubang kenikmatan di tubuhnya kembali menjadi sarang penis, namun kenyataan bahwa anggota keluarganya sendiri kini memperkosanya benar-benar menyakitkan hatinya.
Bahkan lebih perih dari ketika pemerkosaan yang dilakukan Rasidi dan rekan-rekannya, walau sama brutalnya... sama liarnya...

***
Selama tiga hari sang gadis disekap dalam villa itu, dan selama tiga hari neraka jahanam menghampiri dirinya. Pamannya membawa teman.... Juga sepupunya... Juga keponakannya...Nisa sangat lemah. Ia sangat sakit, baik badan maupun hatinya. Ia sudah hancur... ia sudah merasa kalau ia memang hanya seonggok daging untuk memuaskan nafsu para lelaki. Hanya sekedar penampungan sperma. Dini hari,
dengan langkah yang tertatih dan dengan menahan nyeri di selangkangannya sang gadis meninggalkan villa terkutuk yang sudah sepi itu. Para pemerkosanya sudah bosan dengan tubuhnya dan meninggalkannya begitu saja. Dengan pakaian seadanya sang gadis menyetop kendaraan pengangkut sayur yang baru berangkat dan membawanya kembali ke kota.

To be continued...
By: Ninja Gaijin & Pimp Lord