Selasa, 16 April 2013

13 Cara Menjadi Budak Setan Perantara PSK

SK disini bukanlah Pekerja Seks Komersil atau penjaja tubuh, melainkan singkatan dari Pelet Sex & Karma. Terdiri dari 13 jenis pelet dan 13 rupa karma (pembalasan).
-# #--@--# #-
Bag. III A - Kumpul Bocah

Di sebuah villa besar nan megah di pemukiman elit namun sepi, adalah seorang Pak tua keluar dari mobil yang di parker-nya. Ia buka pintu sebelahnya dimana keluar seorang gadis muda, kemudian mereka jalan berdua-an seperti jalan santai di minggu pagi. Tapi cara mereka jalan beriringan.. tidaklah normal seperti layaknya khalayak umum. Si Bapak memperlakukan si gadis bagai ‘hewan piaraan’, genggam tali kekang berujung di sebuah kalung hitam yang melingkari leher si gadis yang tengah merangkak. Dan gila-nya, ternyata mereka tidak sendirian. Ada beberapa pria berpenampilan ala rakyat jelata persis dirinya datang mendekat. Dimana mereka juga sama.. menuntun ‘piaraan’ bawaan mereka. ‘Piaraan’ yang amat sangat cantik dan seksi.
“ck ck ck, wah-wah-wah-waaah… Ini toh... lonte-lonte kalian?” seru si Bapak pada yang lain, mereka saling berdecak kagum dengan koleksi masing-masing.
Tak sabar saling icip mencicip. Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau di banding rumput sendiri sesuai kata pepatah. Mereka bertemu di beberapa acara yang sama kebetulan, ada yang teman rantauan (satu kampung) mengadu nasib bersama di Jakarta. Setelah saling bertukar info tentang Nona Majikan-nya yang telah takluk dan bispak (bisa di pakai), mereka sepakat mengadakan pesta seks tukar pasangan di villa yang mereka sewa ini, lalu bercinta gila-gilaan hingga tulang serasa lolos selama 3 hari 2 malam. Tapi bagaimana ini mungkin terjadi…? manalagi piaraan-piaraan yang dimaksud adalah artis atau celebrity Indonesia yang notabene ngetop se-Tanah air? Ada yang masih ABG pula? apa kata dunia?.

-# #-
@ Bag. I Cerita 1
Berangkat Syuting *

Wiandra Devi Ozawa
“Pak, cepet dong! aku di omelin sutradara nih.. jam segini masih di jalan,”.
“sabar Non, ini sudah maksimal. Tadi si Non siapan-nya lama.”.
“Eh-eh-eeh.. pakai jawab lagi! udah pintar sekarang, hah?!”.
“maaf Non, bukan maksud Bapak lancang.. tapi,”.
“iya-iya udah.. aku ‘gak mau dengar alasan apa-apa lagi, yang penting sekarang kebut!”.
“Baik Non,” pak supir pun menyetir lebih kencang dari sebelumnya sambil gerutu dalam hati.
Keterlambatan mereka dikarenakan sang Nona mandi susu terlampau lama, tambahan jarak antara Jakarta-Bandung tak bisa dibilang dekat. Meskipun si supir, Pak Supa’at, juga tak bisa di bela lantaran sang Nona.. Wiandra Devi, seringkali menangkap basah matanya, tengah mencuri-curi lihat kaki jenjangnya yang putih indah ketika mendek (bercelana pendek). Ia akui memang kalau dirinya exibisionis (pamer diri). Bagi-nya, adalah suatu kebanggaan bisa buat pria memandang nafsu bagian-bagian tubuhnya.  Tapi khusus kali ini ia tidak mentolerir. Acara-nya penting, berangkat syuting film layar lebar, jadi ia tak mau tahu. Lihat boleh tapi nyetir jangan lambat, begitu maksud Wiandra. Namun karena maksud itu tersirat bukan tersurat, Pak Supa’at malah jadi keasyikan oleh tontonan memanjakan matanya tersebut.
‘Mubajir.. habis ini tinggal cari sabun sama WC, pelototin terus bleh! mumpung gratis!’ pesan setan berbisik di telinga kiri Pak Supa’at.
Ckiiitt!! “sudah tiba kita Non”. “Huhh…jangan kayak keong gini lagi ya Pak, nyetirnya!” kata Wiandra ketus lalu menutup pintu mobil dengan keras. Pak Supa’at kesal bukan main dalam hati.
(Ndak sopan nih anak!! Mentang-mentang kaya.. cantik, nanti ta’ isi kontol mulut comel sampeyan!), Pak Supa’at membatin.

#############
Usai Syuting


“Oo, jadi Non main di film jadi pengganti bintang porno Jepang itu toh. Siapa ya Non namanya? Bapak lupa,”.
“Maria Ozawa atau Miyabi dikenalnya. Naah, namaku kalau film udah beredar en ngetop nanti, jadi.. Wiandraa.. Devi.. Ozawa deh,” Wiandra ber-bangga diri.
“selamat ya Non, mudah-mudahan sukses!”.
“Pasti sukses dong!” kata Wiandra lagi penuh percaya diri. Pak Supa’at senyam-senyum, tapi dalam hati makin anti dengan perangai Nona majikan-nya yang pemarah dan angkuh tersebut.
Sebelum ini, dia sebenarnya supir kedua orang tua Wiandra. Namun setelah Wiandra dapat kesempatan main film yang entah dari mana jalurnya, sering pulang pagi-pagi buta Jakarta-Bandung bawa mobil sendiri, orang tuanya pun khawatir. Lantas mengeluarkan kebijakan kalau dia jadi supir pribadi Wiandra, antar jemput seluruh aktivitasnya. Pak Supa’at senang pada awalnya, apalagi Wiandra cantik luar biasa, hobby sumbang acara pamer paha pula, sempurna. Sayang Wiandra persis Agnes Monica, ketika tenar terkenal.. memekar sifat buruknya.

-# ###############
* Nasty Teaser I *

Terbawa peran, kenakalan Wiandra menjadi. Pakaiannya makin kurang benang, makin sedap untuk dipandang. Pak Supa’at yang lagi siul-siul dan bersenandung lagu dangdut sambil cuci mobil, berhenti seketika lihat Wiandra keluar dari ruang depan dengan pakaian minim kain. Kaus tanpa lengan, di lapis sweater hitam dipadu hot pants. Wiandra duduk di bangku taman persis samping Pak Supa’at dengan aktivitasnya. Dari kantung sweater diraihnya sesuatu yang rupanya permen kojek, dihisap-hisapnya permen itu dengan gaya nakal. Mata Pak Supa’at jadi hobi main sein (lampu kode belok mobil atau motor). Larak-lirik kiri dan kanan sesuai posisi cuci mobil yang berubah-ubah tetapi satu arah. Wiandra pun makin tertarik untuk berbuat nakhal lebih jauh, apalagi suasana rumah sepi mendukung. Ia dekati Pak Supa’at yang tangannya gemetar pegang selang lantaran tahu di hampiri olehnya.
“Pak, ‘srot!!’ Awh..!” tanpa sengaja Wiandra tersiram air karena Pak Supa’at yang grogi langsung menoleh dipanggil dimana air menyemprot kencang.
“Ma-maaf.. maaf Non, gak sengaja Bapak! Non ngagetin sih..”, kata Pak Supa’at tak mau disalahi, takut dimarahi dan di bentak habis-habisan.
Wiandra kesal sebenarnya, make up luntur, pakaian basah, TP gagal pula, tapi ia tidak mau berhenti. Malah dengan kondisinya sekarang ia lihat dirinya kian seksi. Kausnya menceplak Bra, terus turun ke perut ratanya sampai Hot pants yang menceplak fisik vagina karena tidak mengenakan CD di dalamnya.
Kekesalan Wiandra tumpahkan pada niatan membuat mupeng Pak Supa’at habis-habisan. “Ya sudahlah, kan nggak sengaja. Sini Pak…!” Wiandra menarik tangan Pak Supa’at, di ajaknya ke taman tempat ia duduk pertama tadi.
Wiandra kembali duduk di bangku tadi dan Pak Supa’at disuruh berdiri dihadapannya persis. “Aku lagi belajar acting jadi wanita penggoda nih.. Bapak bantu aku ya?!” kata Wiandra digema-i nada memaksa.
“Ban-bantu.. bantu bagaimana Non?” Pak Supa’at mulai gelagapan lihat Wiandra memainkan permen kojek dengan gerak lidah nakal, ditambah rasa tak enak buat pakaian basah.
Belum sempat di jawab, Wiandra naik ke atas bangku taman, berdiri. Sehingga lekuk dan belahan kewanitaan dapat dilihat Pak Supa’at dengan amat sangat jelas. Pinggul Wiandra melenggak-lenggok kiri kanan, mata Pak Supa’at ikut seperti di hipnotis sebuah bandul saja. Wiandra tersenyum dengan permen di kulum. Ia lalu melepas sweater hitam serta kaus tanpa lengan abu-abunya yang basah. Sebelum di lempar, kedua benda itu diputar-putar sepeti koboi memutar tali laso. Sambil itu juga, Wiandra memutar tubuh perlahan 360 derajat se-arah jarum jam, disertai lenggak-lenggok pinggul layaknya striper. Setelah kembali bertemu muka, baru sweater dan kaus dicampakkan ke hijau rerumputan taman.

Wiandra kemudian merunduk dan menarik turun sedikit Bra tipis seksi warna hitamnya, pameri gunung kembarnya yang tidak terlalu montok namun putih. Kontan saja mata Pak Supa’at menyorot ke area tersebut, sampai-sampai sulit menelan ludah, apalagi jika dia ingat warna puting yang berwarna pink, ekspresi wajah Pak Supa’at persis ekspresi orang sinting. Belum lagi di tambah posisi Wiandra nungging, tentu gerah jadi bertambah. ‘Tombak’nya tidak tahan ingin ‘menikam’ makhluk seksi dihadapannya itu dari belakang hingga menjerit nikmat banyak-banyak. Tahu Pak Supa’at mupeng berat, Wiandra berputar hingga ia nungging persis membelakangi. Orang bilang, memantati orang tua itu tidak sopan. Tapi kalau kondisinya seperti sekarang ini, dipantati oleh gadis cantik seksi macam Wiandra ‘Ozawa’ Devi, bagi Pak Supa’at tak jadi masalah sama sekali. Malah kalau bisa setiap hari. Andai Wiandra bukan majikan sendiri, Pak Supa’at sudah langsung membenami wajah di selangkangan dari belakang itu. Nafas Pak Supa’at dirasa Wiandra makin berat, menderu-deru penuh nafsu. Menerpa kewanitaan yang terbalut hot pants. Wiandra melihat wajah mupeng Pak Supa’at kian lama kian mendekat, lama-lama mungkin bisa nekat. Pak Supa’at pikir paling di omeli atau di bentak, yang penting berhasil mencium wangi vagina impiannya.
“Uum…” Pak Supa’at memajukan mulut, hendak mensosor meki Wiandra.
“Eits!” Wiandra mengelak, lantas berdiri tegak “Bapak mau apa hayoo…? lihat boleh pegang jangan, nanti aku bilangin Papi loh!” ancam Wiandra.
Pak Supa’at cemas, “maaf Non maaf.. Bapak kelepasan… habis Non ini sudah cantik, seksi lagi. Mana ada laki-laki yang tahan di goda sama Non seperti barusan?”.
Wiandra diam-diam senang di puji, meski masih memasang muka galak. Ia jadi urung niat ingin marah lebih jauh. “ya udah.. ya nggak apa-apa juga sih… kan gara-gara aku juga, Ngg… berarti acting-ku..berhasil kah?” ujar Wiandra seolah polos. Padahal tiada niatan acting, memang hanya ingin menggoda.
“Naah, kalau gitu aku lanjutin ya Pak,” Pak Supa’at langsung, (Hah! diterusin?!) dalam hatinya. Dari sini-lah dia tahu bahwa Wiandra memang hanya ingin menggoda, bukan acting seperti yang dikatakannya.
Dengan gerak perlahan seksi, Wiandra kembali menggoyang pinggul. Permen kojek di tangan digeseknya ke bibir kemaluan yang masih terbalut Hot pants, sambil mengemut jari telunjuk tangan satunya. “Mm… eMhh…” Wiandra Devi beraksi layaknya Miyabi, memainkan permen seolah penis pada vegi.

Disodori permen itu ke mulut Pak Supa’at. Supir Wiandra itu tidak begitu faham tapi konak, jadi dia ikuti saja permainan. Permen itu kemudian ditarik keluar Wiandra dari mulut Pak Supa’at, di emutnya sebentar dan dilempar sembarang. Berikutnya, Wiandra menarik ke samping tali Bra-nya kiri dan kanan. Tidak sampai lepas, tapi cukup membuat cup Bra turun sedikit. Bagian atas payudara pun ditatapi Pak Supa’at nanar. Wiandra semakin lacur, ia selipkan jari ke pinggiran Hot pants kanan dan kiri seakan ingin ditarik turun, buat Pak Supa’at melotot muka kepengen ngentot. Pak Supa’at konak bukan main, dia meliur, dalam hatinya (Bugil! bugil! ayo telanjang! ta’ ewek’i nanti sampai jalan sampeyan ngesot!) begitu kira-kira. Hot pants putih Wiandra tertarik turun sedikit demi sedikit. Perlahan terus mendekati vagina bagian atas, namun “Oh iya… lupa, ada perlu!” kata Wiandra tiba-tiba. Dikenakannya kembali seluruh pakaian, Pak Supa’at duduk jatuh di rerumputan. Sudah di bayang-bayangkan Wiandra telanjang, ternyata ‘edyan!’ Pak Supa’at kesal dalam hati, hanya bisa gigit jari.

* Sleeping Bitchy I *

Setelah Wiandra masuk ke dalam, Pak Supa’at juga cepat-cepat balik ke kamar mau onani. Dasar sial, Wiandra ke dalam rupanya hanya ganti pakaian dan make up-an untuk ber-siap jalan. Sedang asyik Pak Supa’at mengocok penis, pintu kamarnya diketuk, Dok! dok! dok!. “Paak, jalan yuk! aku ada perlu nih,”.
“iya Non, sebentaar…” (aduh, emang dasar ini hari apes!) batin Pak Supa’at, lihat batang penisnya hanya lecet tak raih ejakulasi.
Ceklek!, Pak Supa’at mematung lihat Wiandra sudah rapi nan seksi, “mau kemana Non?” tanyanya seraya menahan konak.
“ada janjian sama teman mau ketemuan di Palm Residence… yuk Pak!”.
“Baik Non, tapi rumah sepi Mbok Parmi belum pulang belanja.. ‘gak apa-apa?,”.
“nggak apa-apa lah.. khan udah tahu tempat nyembunyiin kunci di bawah keset ini.”.
“O, ya sudah kalau begitu.. mobil kebetulan sudah Bapak panasi tadi sebelum cuci, jadi bisa langsung berangkat.”.
“Yuk, cepat!” dengan agresif, Wiandra menarik tangan Pak Supa’at, (mulus banget tangan cewek zaman sekarang.. cantik pula!), Pak Supa’at membatin ngeres.
Semua ini ternyata masih akal-akalan Wiandra untuk mengerjai supir pribadinya tersebut. Sampai di lokasi, Wiandra minta Pak Supa’at untuk parkir mobil di pojokkan yang sepi.
“Huaah, nyam nyam… Pak, aku disuruh nunggu disini aja jadi nggak usah masuk ke dalam. Katanya nanti temanku yang kesini.. aku mau tiduran dulu, nanti bangunin ya misalkan ada dia kesini! Dia tahu kok mobil kita…” ujar Wiandra sambil melihat Hp, seolah suruhan tadi adalah isi sms dari temannya, padahal karangan buah pikiran.
HP juga sengaja Wiandra matikan, jadi tidak akan ada suara mengusik. Mesin mobil tetap menyala, AC, juga R&B di tape yang di kecilkan volume suaranya. Sesudah itu, Wiandra mengangkat kedua kaki ke dash board mobil, pura-pura tertidur lelap. Lihat Wiandra nyenyak, Pak Supa’at menjalani hobi, matanya ‘menyantap’ Wiandra dari rambut sampai kuku kaki yang ter-cat hitam. Pak Supa’at memandangi wajah Wiandra yang sangat macan (manis & cantik) terus-menerus, tiada jemu. Ia berandai-andai Nona-nya itu jadi pengganti Istri-nya yang sudah ‘kadaluarsa’ ibarat makanan minuman ber-pengawet. Pasti nafsu birahi dapat tersalur rutin setiap saat setiap waktu, akan rajin buang peju. Kaki putih jenjang Wiandra jadi menu utama mata, Pak Supa’at sudah ngiler sangat melihatnya. Memang bukan baru sekali Wiandra pamer seperti ini, tapi kali ini jauh lebih seksi baik itu pakaian maupun gaya. Kaki Wiandra yang di atas dash board saling menumpang, kepala dan pinggulnya sedikit miring ke samping. Dengan long dress bawahan mini, paha bagian atas sampai ke pantat pun dapat terlihat.
(Putih bener.. mulus lagi, brrr!), batin Pak Supa’at. Dia tatap nafsu paha Wiandra, kali ini ada pikiran nekat ingin menyentuh walau hanya sedikit.

“Non..! Non!” Pak Supa’at mengetes agar yakin jikalau Wiandra memang tertidur pulas. Padahal jika dipikir, belum lama di taman rumah melakukan tarian seksi, masa kan sekarang sudah tidur.
“Non!” Pak Supa’at sekali lagi menjalani-test, hanya yang kedua ini sengaja sambil menggoyang paha Wiandra, sekalian ngelus maksudnya.
(Halus.. muluss...), komentar Pak Supa’at dalam hati ketika sukses mendaratkan telapak tangan di paha. Lihat reaksi Wiandra nol, Pak Supa’at lanjut mengelus.
Serr..! darah berdesir dirasa Wiandra. Belaian telapak tangan kasar Pak Supa’at ber-sensasi beda dengan pemuda-pemuda tampan yang pernah dikencaninya. Terasa lebih geli dan cepat buatnya terangsang. Pak Supa’at ketagihan, elusannya makin lama semakin lancang. Dia geser bawahan guna mengintip ke dalam, berhasil! Wiandra pakai CD putih tipis rupanya sekarang. Diam-diam Wiandra horny juga merasakan situasi mesum seperti ini. Untuk mendalami karakter, Wiandra dituntut sang sutradara agar mempelajari semua hal tentang Miyabi. Terpaksalah dia menonton semua film Maria Ozawa, alhasil… Wiandra yang memang juga sudah tidak asing dengan seks, jadi semakin liar. Gairah Wiandra malah memuncak dipandangi dalaman-nya oleh Pak Supa’at. Ia tiba-tiba bergerak meregang tapi mata tetap terpejam, Pak Supa’at kaget menarik tangan yang tadi asyik berpetualang paha. Badan Wiandra berubah haluan ke samping, tepat menghadap Pak Supa’at. Gila-nya, Wiandra menaikkan kaki kanan ke atas pundak kiri Pak Supa’at, lalu menumpangkan kaki kiri ke setir dekat klakson. Jadi kini Wiandra mengangkang persis dihadapan Pak Supa’at yang duduk gemetar. Celana dalam tidak usah diintip lagi, kali ini jelas sangat terlihat oleh mata. Malah karena kaki kiri Wiandra sempat menekan klakson, Pak Supa’at terpaksa mencengkram pergelangan kakinya. Kaki kanan yang sengaja juga di jatuhi Wiandra ke sisi lengan, buat Pak Supa’at tidak punya pilihan selain sigap menangkap agar betis Wiandra tidak mendarat di atas rem tangan yang bisa buatnya sakit. Tapi dengan begini, Pak Supa’at jadi seperti ingin berniat mesum pada Wiandra. Bagaimana jika Wiandra tiba-tiba bangun? Gawat kuadrat!! bisa-bisa pulang kampung…?! Tapi mengingat sikon (situasi dan kondisi) seperti ini jarang-jarang, Pak Supa’at bermaksud sekalian. Jadi sambil membenarkan kembali posisi tidur duduk Wiandra, sekalian intip kancut dan raba paha pikirnya teringat kata pepatah sambil menyelam minum air. Tapi karena minum air-nya lebih nikmat ketimbang menyelamnya, dia jadi asyik minum terus sampai kembung. Mata bandot itu menjorok ingin keluar dari tempatnya, telapak tangannya berulang kali mengelus kemulusan kulit betis.

Dalam tidur bikinannya, Wiandra tengah menahan gairah yang menggelora. Apalagi tua bangka itu kian menjadi, di ciumi betis mahasiswi miliknya bertubi-tubi. (Betis orang kaya emang beda), komentar Pak Supa’at dalam hati, rasa penasarannya terbayar sudah. Sedari dulu dia ingin raba dan cium. Ciuman mesum itu menjalar ke paha, Wiandra mulai di buai gelisah. Senjata makan Nona, ia bimbang, kalau ia pergoki sekarang, nikmat cumbuan akan usai. Kalau di lanjut, takut Pak Supa’at lupa diri. Tapi karena nafsu yang menang, Wiandra condong Pak Supa’at terus. Pak Supa’at pun bernafsu, ia rentang kedua kaki Wiandra hingga lebar mengangkang. Paha bagian bawah jadi sasaran empuk mulut dan lidah, kaki kiri dituruni perlahan di papah di paha. Lalu Wiandra mendengar suara reseleting di tarik turun, pikirnya.. apakah Pak Supa’at akan nekat menyetubuhi?. Ia buka mata sedikit mengintip. Tidak!!!, ternyata Pak Supa’at hanya onani sambil terus menjilati paha.
(eMhh…), Wiandra menggigit bibir bawah, menahan geli cumbuan yang murni kelewat batas.
Kewanitaannya yang masih terbalut CD putih tipis di jilati dengan perlahan dan hati-hati. CD pun basah, menceplak fisik memek di dalamnya, ekspresi wajah Pak Supa’at mupeng berat. Rambut kemaluan Wiandra juga jadi terlihat jelas. Wiandra berusaha meminimasi geliatan akibat jilatan dan geli gesekan kumis di bibir kemaluan. Pak Supa’at mengocok cepat sekali sambil menatap nanar kewanitaan Wiandra yang tembus pandang CD dekat-dekat. Hidungnya dilekatkan untuk menghirup dalam-dalam harumnya vagina Wiandra bagai menghirup udara segar pagi.
“Oookhh *Croot!* Ookh *Crot!* ugh!,” Pak Supa’at semprotkan spermanya di sekitar kaki Wiandra. Betis.. paha.. lutut, ujung bawahan long dress sampai celana dalam terkena cipratan mani.
(Shit!! di peju-in kaki gw… tapi…… it’s ok, sih.. hehh), dalam hati Wiandra.
Ia merasakan keanehan pada tubuhnya semenjak banyak nonton film Miyabi. Mestinya dengan kondisi sekarang ini sangat menjijikan. Sperma berceceran di sekujur bagian bawah tubuh, tetapi Wiandra malah merasa seksi sekaligus horny, hal yang tak biasa. Pak Supa’at cekatan mengambil tissue yang tersedia di mobil. Dia sapu bersih jejak-jejak bukti sejarah mesumnya, lalu dia kembalikan lagi kaki Wiandra ke yang seharusnya dan betuli letak duduknya.

Sesuatu yang tidak dinyana ada, “Pak, ngapain..?,” mata Wiandra terbuka bulat lebar tiba-tiba.
“anu.. anu-anu.. anuu…” Pak Supa’at gelagapan tak bisa menjawab.
Wiandra yang memang hanya ingin mengerjai Pak Supa’at, meregang, seakan baru bangun setengah sadar, “Emp! Huahh… kaki-ku lagi tidur kemana-mana ya Pak?” perkataan Wiandra buat Pak Supa’at lega, sambil ia kembali melurusi duduk-nya.
“i-iya.. iya Non benar… tadi mau nendang Bapak sama hampir nekan klakson!” akal Pak Supa’at bulus.
“Oow… ya sudah, ini temanku nggak jadi mungkin. Kita pulang aja deh Pak!”.
“Baik Non,” pikir Pak Supa’at, untung betul jalan jauh-jauh tidak disuruh nunggu lain kegiatan, eh malah berhasil buang peju di kaki jenjang kesukaan.
Baru hendak memasukkan gigi 1, Pak Supa’at dibuat kaget kembali “kok.. kaki Wiandra kayak lengket ya Pak..? Kenapa yah?,” kata Wiandra seraya menatap tajam, Pak Supa’at jadi grogi lagi. “a..apa ya Non.. Bapak… Bapak kurang tahu juga, haha”.
“Apa tadi Bapak beli minuman terus neretes di kaki aku kali ya?” Wiandra memberi solusi.
“iya..iya Non… betul tadi maaf ya nggak sengaja!” sahut Pak Supa’at merasa untung di kasih pertanyaan sekaligus contekan untuk kedua kali. Keberuntungan yang langka.
“lain kali hati-hati ya Pak, apalagi kalau kena baju buat syuting aku.. mana bau lagi!” kata Wiandra mencium jarinya yang tadi sengaja di oles ke bekas le-lengketan mani.
“Iya Non, maaf yah… lain kali Bapak hati-hati,” jawab Pak Supa’at, (emangnya gw bego! nggak tahu ini peju lu!), Wiandra membatin dalam hati.
Dengan perasaan lega Pak Supa’at mengantar Wiandra pulang ke rumah, ia berpikir kalau ada kesempatan ingin mencobanya lagi.

##########################
Selang Beberapa Hari…

Tok! tok! tok!, “Pak Supa’at..!! antar aku dong!,”.
Ceklek!!. Pintu membuka, Pak Supa’at terkesima oleh penampilan modis Wiandra, modis ala anak kuliahan yang seksi. Kaus tanpa lengan di lapis jaket jeans biru tanpa lengan juga, rok jeans mini biru jauh di atas lutut dan menjinjing tas gembol.
“Mau kuliah Non?”.
“Iya Pak, habis itu ke tempat teman aku waktu itu ya!,” kejantanan Pak Supa’at mengacung keras ingat kejadian belum lama itu. Apalagi khayalkan Wiandra dengan pakaiannya kini yang tak kalah seksi.
“Bapak ngelamun jorok apa sih?” tanya Wiandra, menatap tegas sarung yang menonjol jelas.
“Nggak kok Non..biasa ini… laki-laki emang begini kalau pagi. Dingiin e-hehehe” jawab Pak Supa’at sembari meluruskan ‘otong’ ke jalan yang benar.
“Ya udah, cepat ganti baju Pak!”.
“baik Non, mobil sih sudah panas habis antar Nyonya arisan tadi,” terang Pak Supa’at yang tidak diperdulikan Wiandra.
Sesekali, keangkuhan Nona-nya itu kerap kali timbul, Pak Supa’at makin lama makin terbiasa menanggapinya, meski kadang kesal juga. Tetapi tak mengapa, asal disuguhi pemandangan paha, pikirnya.

#############################
* Sleeping Bitchy II *
Jam kuliah berakhir… 

Pak Supa'at & Wiandra

Pak Supa’at dan Wiandra menuju lokasi berikutnya. Dan seperti biasa, mata Pak Supa’at jelalatan lihat paha Wiandra. Sepanjang jalan, matanya sering oper sein kiri, tentu Wiandra mengetahui. Seperti biasa juga, Wiandra buang muka mengumpani diri. Tiba di tujuan, mobil masuk ke parkiran luas Residence. Banyak mobil terparkir tetapi lenggang, sepi, cocok untuk berbuat mesum. Wiandra menekan nomor di HP-nya seperti hendak menghubungi seseorang lalu dilekatkannya ke telinga, “Eh, jadi kan… aku di parkiran nih? Iya, iya… aku udah seperti yang kamu minta ini, jangan pakai celana dalam kan?.” Duag!!, kepala Pak Supa’at serasa di hantam sebongkah batu besar. (Pengeen… kepengen jilat nonok-mu itu Noon), batin supir tua itu ngeres dalam hati.
“Ok, aku tunggu ya!.” Flip!, Wiandra menutup sekaligus mematikan HP seperti biasa, rencana tahap II di mulai.
“Pak, biasa.. kalau aku ketiduran ada bunyi miscall atau apa.. bangunin aja ya!,”
“baik Non!.” Pak Supa’at menahan konak setengah mati, sudah sangat ingin nonton langsung meki. (Ndak sudi aku bangunin!), dalam hatinya berlawanan.
Pucuk dicinta ulam tiba. Wiandra tidur memiringkan tubuh, mengangkat kedua kaki dan beri jarak lebar diantaranya. Heeggh!! Pak Supa’at langsung melotot dengan nafas sesak. Trek! tek! tek! tek! tek!. Giginya terantuk-antuk seolah berada di daerah dingin ber-salju. Jari tangannya yang gemetar seperti orang stroke itu bergerak ingin sentuh memek di depan mukanya. Dia lupa satu hal saking mupeng-nya, yakni memastikan keadaan Wiandra betul-betul terlelap. Andaikata Wiandra tak berniat menggoda, sudah barang tentu ia akan bangun dari tidurnya. Jemari Pak Supa’at hampir mengena-i kewanitaan, bergerak perlahan seperti ingin menyentuh bunda pusaka. Tentu moment ini langka baginya, dapat kesempatan jadi supir bisa dekat terus Wiandra saja anugerah, apalagi bisa lihat, raba atau emut vagina-nya… ‘anukugerah’. sampai juga jari Pak Supa’at di kewanitaan, Tap!
“emhh” Wiandra tak kuasa membelenggu desah kenikmatan, Pak Supa’at kaget, refleks menarik balik jari.
Wiandra merasa serba salah, tak ingin Pak Supa’at tahu kalau ia sadar, namun juga tak ingin Pak Supa’at berhenti. Akal Wiandra berjalan,
“Terus Wesley, kenapa berhenti?,” Wiandra ber-akting mengigau,
Pak Supa’at tersenyum penuh cabul. Ia pikir bahwa Wiandra tengah mimpi berbuat dengan pacarnya, nama Wesley memang tidak asing di keluarga sebagai pacar masa SMA Wiandra. Merasa dapat angin, dia lanjut aksi mesum dengan melebari kangkangan Wiandra dan meraba ulang daerah paling terlarang.

“Agh’! Ssh…” Pak Supa’at menancapkan satu buku-buku jari tengah ke liang vagina, buat Wiandra berdesis dan menggeliat nikmat. Ploph!, di cabut dan di lekatkan ke hidung jari mesum itu, “Hemmmhhh… wangii rek!! wangiiiiiiiiiii!!!,” komentarnya dengan senyum gila di wajah, dia celupi kembali jari beruntungnya ke liang vagina Wiandra. “Iyah-Hahh.. eMh!” dasar supir muka meki, dia tusuk hingga menancap seluruh jari, jelas Wiandra kaget setengah mati dan memekik bernada tinggi.
Wiandra hampir membuka mata, namun karena kadung ‘basah’, baik keadaan maupun vagina, ia lanjut pelecehan diri. Seringai Pak Supa’at kian melebar dirasa jari-nya terjepit liang yang begitu sempit. Sempit legit, ingin tarik jari pun sulit. Penis kian keras konak, berontak dalam sempak bayangi bagaimana jika ‘Dia!’ yang terjepit disana. Pastilah nikhmat sangat…
PLOPH!!, “ANGGH…!!” Wiandra tak kuasa menahan kerasnya erangan lantaran Pak Supa’at memaksa cabut jari keseluruhan. Bandot tua itu cengar-cengir mesum lihat jarinya mengkilap oleh jus cinta vagina. “Em, nyam-nyam…Whuaa, enak enak..manis! Hak hak haak” komentarnya setelah mencicip rasa lendir vegi yang lekat di jari.
“lagi Aah hihihi” sambil berceloteh, sambil dia celupi lagi jari ke vagina Wiandra. Crep!, “eM.aAhh…” kaki Wiandra mengapit tangan Pak Supa’at meski telah kebobolan oleh jarinya. Kali ini Pak Supa’at tak berniat mencabut, tapi malah ingin mengobok sampai vagina banjir lendir.
“Ah.Ahh…Iahhh…”, Wiandra mendesah-desah tak karuan, kakinya bergerak serabutan gara-gara di obok sembarang.
Pak Supa’at ketawa-tawa geli gila. Dia yakin betul kalau tidur Wiandra hanya dusta belaka. Sebagai pria berumur yang punya anak istri, pengalaman seks jauh di atas angin, Wiandra ibarat anak rusa dalam terkaman se-ekor macan besar saja, menanti di lumat habis. Pak Supa’at menyangga kaki Wiandra agar tak bisa rapat dan dia dapat melihat nonok Nona-nya itu dari jarak dekat.  Sambil tertawa, Pak Supa’at kobok liang dengan gerak cepat, Wiandra coba bertahan dalam actingnya. Ia siksa diri dengan derita birahi. “Hayooh!”, *clek-clek-clek-clek*, “hayoh!”, *clek-clek-clek-clek* Pak Supa’at memberi semangat agar Wiandra jujur, bunyi kecipak karena vagina becek keluar liur. Punggung Wiandra menekuk, ia mendesah sembunyi dalam kemunafikan.

“aAhh… aAhh… m.Anghhh…”, Wiandra sudah tak tahan untuk buka mulut lebar-lebar dan mengerang keras lantang. Pak Supa’at makin gemas menusukkan jarinya dalam-dalam “Hunggh!!”, *Crep-Crep-Crep*, “Huungh!!”, *Crep-Crep-Crep*. Dia ingin paksa Wiandra agar menyerah dari actingnya. Wiandra tetap teguh berpendirian, meski mulut membuka lebar desahan keras berulang, matanya masih setia terpejam. Untuk meredam suara, tangannya terpaksa menutup mulut. Posisinya sudah sama sekali tidak mungkin dibilang tidur. Tangan Wiandra satunya malah ingin menahan aksi mesum jari, namun cekatan di tepis supirnya yang bakat cabul itu seraya tertawa menang. Wiandra Sang dara tak tahan lagi, ia putus asa. Tangannya di tepis berulang sama sekali tak membuahkan hasil, dipegangi hanya bisa cakar dan kepal jari, tak dapat menjangkau ulah mesum jari.
“EHH… EMH… UM..AHH… AAHHH…………
 Wiandra lama terdiam beberapa detik, lalu matanya tiba-tiba membuka sayu dan menjerit orgasme histeris “IYAAH!!” Crrt..crt..crt! pinggulnya melayang tinggi dari jok terhentak-hentak nikmat. Pak Supa’at menyeringai lebar-lebar, sengaja dia tanam dalam jari, senang bukan kepalang dia. Sambil menikmati kecritan cairan cinta, dia putar jari tertanamnya seperti sebuah obeng pada baut, Wiandra menggeliat-geliat keenakan.
“Shrrpp!! Shrrrrppp…Aah…… uena’e meme’mu Noon! Ramuan awet muda iki hihihihi. Shrrrrrrrrrrrrrrrppp!!!” selesai komentar, Pak Supa’at menyeruput seluruh cairan yang di produksi vagina hingga habis tak bersisa setetes jua. Semua yang ada di jari, pergelangan tangan, vegi, semua dia jilati bagai maniak seks gila memeks. Nikmat orgasme Wiandra pun jadi lebih lama lantaran Pak Supa’at tidak berhenti menjilati vagina. Dirasa Wiandra, perlakuan seks supirnya tersebut sungguh berbeda dengan para pria yang pernah menggaulinya. Pemuda-pemuda tampan hanya nafsu di awal saja, tapi di belakang loyo. Keinginan untuk menikmati pun tidak sebuasnya. Wiandra terasa seperti diburu jika dengan dia, Pak Supa’at. Sayang statusnya kacung, tuir pula, mustahil-lah jadi gebetan. Melihat nafas Wiandra kembali teratur, Pak Supa’at celingak-celinguk kiri kanan memastikan keadaan parkiran masih aman, lalu dia menarik kait reseleting celana. Sreet! “Pak, apa-apaan?” tiba-tiba Wiandra membuka mata dengan wajah marah. Pak Supa’at membatu bingung, jarinya masih lekat di reseleting, sama sekali tak berucap kata. Wiandra merapihi pakaian yang sempat acak dan cari posisi duduk nyaman dulu untuk bicara.

“Ketahuan yaa.. Bapak mau perkosa aku. Nanti aku bilangin Papi loh!,” tegur Wiandra lagi.
Pak Supa’at tidak paham maksud Wiandra, sebab dia yakin benar kalau Nona-nya itu berpura-pura. Maksud Pak Supa’at, sudah jangan muna.. sama-sama nikmati saja.. Tapi tidak demikian maksud Wiandra, niatan-nya hanya ingin enak sepihak.
“anu,”.
“Anu apa?! Bapak niat mesum khan?!” potong Wiandra membentak.
“Bapak kira si Non tadi memang ‘ndak tidur hehe” sahut Pak Supa’at dengan cengiran khas pria cabul, berharap Nona-nya itu mau beri kesempatan unjuk kejantanan.
Wajah cantik Wiandra yang berkulit putih sempat terlihat merona merah malu, imbas dari sahutan Pak Supa’at, namun segera ditampiknya. “Nggaklah.. ‘gak mungkin! aku lagi tidur gitu… Bapak aja yang mau cari kesempatan! Itu apa..buka celana?” Wiandra tak mau kalah, Pak Supa’at terpaksa mengalah.
“ya sudah Non, maafin Bapak… tolong Bapak jangan dipecat, kasihan Istri di kampung!” Wiandra luluh akan itu, apalagi memang benar ia berpura-pura.
“Ya udah-lah… buat apa juga, nanti repot harus cari supir lagi. Lupakan saja masalah ini Pak… kita pulang aja yuk!,”.
“baik Non.” Pak Supa’at kecewa berat, dia masih yakin dengan apa yang dia lihat. Tambahan Wiandra sama sekali tidak membahas tentang temannya yang ingin bertemu di tempat ini. Jelas jika ia berbohong dan hanya ingin mempermainkan, tiada niat setubuhan. Amarah terjadi tadi juga pasti hanya karena tahu ingin disetubuhi, amarah palsu, bikinan. Kesimpulannya… Wiandra ingin dibuat orgasme, tapi enggan balas memberi.

##########################
* Nasty Teaser II *

Jera…itulah yang dirasa Pak Supa’at. Dia memang merasa beruntung dapat kesempatan lihat.. pegang.. cium, bahkan mengobok kewanitaan Nona majikannya, Wiandra. Tapi... untuk apa jika ujung-ujungnya tak bisa dicelup, hanya buat berang si ‘Ucup’. Dalam beberapa kesempatan, Wiandra mengulangi aktivitas nakalnya itu. ‘Cukup sekali!’ tegas Pak Supa’at dalam hati, dia anti dipermainkan kembali. Bahkan hobi melirik paha pun tak dia lakoni. Baru kali ini Wiandra dapat penolakan dari makhluk ber-titid alias lelaki, apalagi oleh supirnya sendiri. Ia tahu benar perubahan Pak Supa’at, supirnya, dikarenakan masalah tempo hari. Tapi Wiandra tak kehabisan akal untuk tetap dapat mengerjai, bukan Wiandra namanya jika tak mampu taklukan lelaki, bukan Wiandra jika tak bisa buat laki-laki bertekuk lutut memohon meki. Sambil Wiandra memikirkan cara seksi bagaimana agar Pak Supa’at tergoda, sambil dia tonton film Miyabi. “Idihh.. freaks!” komentarnya, waktu melihat adegan Maria Ozawa pipis di depan orang banyak, bahkan ada Kakek-kakek melihat dari dekat. Pikiran wajar normal menolak, namun tubuhnya tidak, ia malah terangsang. Hari menjelang sore sepulangnya kuliah dan menonton saat ini, dan Pak Supa’at ada di kebun jam-jam segini. Wiandra merasa sudah dapat cukup ilham untuk bertingkah jalang. Ia kenakan T Shirt milik Kakaknya yang menikah, kerja dan tinggal di U.S. Karena ukurannya besar, baju itu longgar di tubuh. Pundaknya hanya dapat tertutup sebelah, jika kiri tertutup, maka kanan terbuka, begitu sebaliknya. Di balik T Shirt, sengaja Wiandra tidak kenakan apa-apa, tanpa CD.. juga tanpa bra. Benar adanya, Pak Supa’at dilihat Wiandra tengah memangkas rumput di taman, juga menata bunga milik sang Nyonya, Bunda-nya. “Met sore Pak” sapa Wiandra jalan masuk ke areal taman. “Selamat sore…Non…” Pak Supa’at sempat terpancing melihat nafsu Wiandra yang tampil sederhana tapi seksi. Cepat-cepat dia buang muka agar terjaga iman, meski telat si ‘amin’ telah siuman. Wiandra tersenyum nakhal, ia tahu benar kacungnya itu hanya modal iman menahan nafsu. Modal iman kecil nafsu amin besar.
“Rumput liarnya banyak ya Pak?” Wiandra bertanya sambil jongkok tepat disamping.
“I, *Glek!* iya Non.” Pak Supa’at kesulitan telan ludah, mestinya mudah. (Ingat anak istri.. ingat anak istri.. ingat anak istri di kampung!), dia ber-do’a karena vagina Wiandra gratis ‘tuk dipandang.
Kemarin-kemarin jika Wiandra menggoda di mobil, dia bisa keluar alasan mau merokok. Tapi kali ini tidak sebebas itu. Memang bisa pergi, namun tidak sopan terhadap majikan jika demikian. Keadaan memang di atur Wiandra sengaja seperti ini.
HP Wiandra berdering, yang rupanya hanya alarm yang di set “Bagus ya Pak, lagunya…” ujar Wiandra dengan senyum menggoda, jarinya memuntir-muntir ujung rambut gaya TePe cewek.
“Dulu waktu SMA ini lagu jadi pengiring buat aku Cheers,” jelas Wiandra yang menurut Pak Supa’at tidak perlu, karena hanya akan meninggikan syahwatnya saja. “aku kan dulu cheers Pak!” tambah Wiandra lagi, Pak Supa’at tambahan konak ingat dia pernah iri pada supir Wiandra dulu (sudah di-out karena tidak jujur masalah uang bensin) sering meledek ketika mau antar Wiandra sekolah pakai pakaian cheers yang sangat mini dan seksi.

“Niih lagunya.. aku kerasin yah!.” Wiandra membesari volume suara HP hingga lagu ‘Around the world (Sha la la)’ berdentum, dimana ia langsung bergerak ikuti irama.

The kisses of the sun
Were sweet I didn't blink
I let it in my eyes
Like an exotic dream
Just la la la la la
It goes around the world
Just la la la la la

Wiandra bergaya seksi habis-habisan, hidung Pak Supa’at mimisan. Pak Supa’at asyik nonton Wiandra goyang, keterusan pangkas rumput. Sampai-sampai memotong bunga kesayangan milik Mami Wiandra. Wiandra keluarkan gaya dugem andalan, tangannya ke atas, sesekali menyibak bawah baju agar Pak Supa’at dapat melihat organ kewanitaannya. Sedang enak-enak Pak Supa’at menikmati acara memanjakan matanya tersebut, Wiandra berhenti lantas berkacak pinggang,
“Ya ampun.. Bapak gimana sih… itu kan mawar-nya Bunda?!” tegur-nya dengan wajah marah. Ekspresi Pak Supa’at cemas-cemas takut lihat kondisi bunga menggenaskan. “Wuaduh.. matik aku… bagaimana ini Non kalau Nyonya sampai tahu?!”.
“Yaa, Bapak siap-siap angkat koper aja!” jawab Wiandra ringan menakut-nakuti. Wajah Pak Supa’at tambahan seperti orang stress banyak hutangan.
“ya udah… tenang… nanti aku bantu bicara.”
“Sungguh Non? wah… Bapak trimakasih sekali,” Pak Supa’at langsung menciumi tangan Wiandra saking takut di marahi dan di pecat.
Wiandra menjauh karena itu tidak sopan, seharusnya yang muda mencium tangan yang tua,“Udah ah.. nanti dulu! lagi ada syaratnya…”, Wiandra berniat sesuatu, Pak Supa’at langsung (hah.. apa lagi nih?), dari ekspresi wajah-nya.
“Sya..syarat apa toh Non?”.
“Ng…. Bapak harus gendong aku..jalan keliling taman ini dulu!” kata Wiandra seraya mengetuk-ngetuk pipi dengan gaya imut. “Oalaah, kirain apa Non.. cuma itu sih ‘ndak sulit!” sahut Pak Supa’at remeh.
“yakin…? Ok! kalo gitu yuk kita mulai aja.. mumpung Mbok Parmi lagi sibuk nyiapin masakan untuk makan malam di dapur!.” Pak Supa’at lalu jongkok.

“Lho eh, lho kok No, Non…Non?” dia gelagapan, terkejut tahu Wiandra minta gendong bukan gendong kuda seperti pikirannya, tapi malah minta digendong dari depan. Kedua paha naik ke pundak dan pegangan di belakang kepala, jadi vagina persis di depan mata.
“Non..Ba..Ba..Bapak.. Bapak.. jadi nggak ngelihat dong arah jalan kemana,” Pak Supa’at ber-alasan, penisnya salah tingkah.
“Nanti aku yang kasih unjuk jalan, Bapak diam aja.. ikutin apa yang kusuruh! Eits, ingat yach.. punya-ku boleh dilihat tapi gak boleh diapa-apain!” tegas Wiandra galak. “ini apa sih.. kayak sholatnya rajin aja!” Wiandra melempar peci (kopiyah) Pak Supa’at ke rerumputan taman agar dia dapat pegangan mantap ke belakang kepalanya.
Bagi Pak Supa’at, berat tubuh Wiandra tak jadi masalah. Biasa mendongkrak mobil, masa mendongkrak Wiandra yang ringan tidak kuat. Masalahnya adalah dia harus jalan tidak melihat, tapi di depan mata ada memek mahasiswi Nona-nya itu, yang sialnya tidak boleh di emut dan di jilat.
“Ayo Pak!, awas yaa… jangan sampai aku jatuh loh!” tegas Wiandra lagi.
Pak Supa’at ngeceng berat, karena selain vegi dihadapan, telapak tangannya menangkup pantat semlohai (sekal montok aduhai) Wiandra. Jadi sambil jaga Wiandra aman dari jatuh, sambil ‘ngremes-remes’, dan memang dirasa Wiandra remasan Pak Supa’at begitu gemes. Pak Supa’at mulai coba melangkah,
“mundur Pak! jangan maju…” Wiandra protes.
Pak Supa’at hanya bisa ‘Hah! hah! dan hah!’ pada kemauan aneh Nona majikannya yang seksi itu. Mata Pak Supa’at masih terus melotot sambil dia berjalan mundur, “Terus.. terus… awas, balas kanan! Ya bagus.. terus!” Wiandra meng-komando Pak Supa’at seperti naik mobil saja. Ia lihat ada sebongkah batu kecil yang mungkin bisa untuk klimaks godaan, karena jika terlalu lama mereka seperti ini juga takut ada orang rumah atau tetangga yang melihat dan bisa jadi masalah runyam nantinya. Ia juga telah mengira-ngira meski jatuh tidak akan membahayakan mereka berdua. Pak Supa’at menginjak batu itu dan terpeleset, “hati-hati Pak awas!” peringatan Wiandra telat seperti di sengaja. Pak Supa’at sebisa mungkin menjaga Wiandra, biar dia jatuh jadi tameng, “Whuaa…” Brug!!, di belakang Pak Supa’at hanya rumput, jadi kepalanya tidak membentur benda keras atau sesuatu yang bisa fatal.

Face sitting! Istilah sebuah seks, menduduki wajah dengan vagina. Seperti itulah kini Wiandra dan Pak Supa’at.
“Anggh.. Pak… yesssh!,” Pak Supa’at segera ambil inisiatif, yakni menyedot kuat-kuat vagina Wiandra yang lekat di mulut monyong hitamnya.
Mentang-mentang kepala tidak kejeduk, lantas saja maruk, dikeruknya liang vagina Wiandra pakai lidah, dicelup cabut.
Lagi enak-enaknya, “udaah.. Ah! apa sih…?” Wiandra tiba-tiba mendorong kasar kepala Pak Supa’at kemudian menjauh dan berkacak pinggang, “apa? mau cari-cari kesempatan ya!” bentaknya galak dibuat-buat, kemudian pergi dari taman begitu saja masuk ke dalam meninggalkan Pak Supa’at yang masih rebah di rumput dengan wajah bingung. Bingung dengan maksud Wiandra, karena jelas-jelas tadi ke-enakan waktu di jilati vaginanya, juga tak mengelak.
(Haduh… gagal maning-gagal maning mau lanjut sampai ngewek! ngocok lagi- ngocok lagi..!!!), gerutu Pak Supa’at dalam hati.
Pak Supa’at ingin sekali bisa senggamai Nona muda-nya yang seksi nan jelita tersebut. Jika memang terjadi, akan diberi pelajaran memeknya sampai memek belur. Dia kembali ke kamar menuntaskan syahwat yang belum sampai. Tanpa diketahui oleh-nya, Wiandra sendiri sebenarnya juga sama di kamar, ber-masturbasi. Diam-diam… ia sukai jilmek-an yang begitu lapar, ber-awal di mobil beberapa tempo hari yang lalu, hingga kini.

############################
Sluty Officer
Kenakalan yang berujung tak enak bagi Pak Supa’at berlanjut. Wiandra selalu menemui inovasi-inovasi baru dalam menggoda, sial-lah yang jadi kelinci percobaan. Ketika main ke kamar orang tuanya, Wiandra tak sengaja menemukan sebuah topi angkatan laut. Papi-nya memang seorang Nahkoda dari Jepang, bertemu Mami-nya yang Indonesia asli ketika kapal berlabuh di Batam. Kakak-nya yang tinggal di U.S kini, lahir dan besar di Singapore. Wiandra sendiri lahir di Hokkaido, Jepang, tapi karena Mami-nya suka home sick (rindu tanah kelahiran), tak ingin tinggal di Jepang, maka Papi-nya sepakat saja Indonesia jadi rumah utama mereka untuk Wiandra besar disitu kemudian. Papi dan Kakaknya kadang pulang satu bulan sekali, tergantung kesibukan. Topi itu dikenakan Wiandra, lalu dia foto-foto pakai HP sambil bergaya seksi. Selain topi, kebetulan sekali ada borgol-borgolan milik Keponakannya waktu main ke rumah, tertinggal berikut kuncinya. Timbul sebuah ide untuk menggoda. Ia datangi kamar Pak Supa’at yang terletak di bagian belakang rumah, mengingat Mbok Parmi sedang asyik-asyiknya duduk nonton Tv di ruang tamu.
“Ba-pak! Ba-pak!,” panggil Wiandra bernada manja sambil mengetuk pintu, Pak Supa’at yang lagi istirahat santai, dag-dig-dug dengar suara Nona-nya yang indah namun ada niat tersembunyi itu.
Ceklek! Krieet…DUAR!! bagai di sambar petir hingga hangus, Pak Supa’at mematung lihat penampilan baru Wiandra. Dengan ini, Wiandra jadi terlihat seperti polwan seksi. Di tangannya ada secarik kertas dan borgol, ‘untuk apa??’ pikir Pak Supa’at.
“Pak, aku mau latihan acting nih.. perlu lawan main, bantu ya?!.”
Pak Supa’at sudah kehabisan cara menghindari kemauan majikan mudanya yang cantik jelita itu. Dia tak menjawab ataupun bereaksi apa-apa, mengangguk pun tidak. Wiandra tahu itu dan merasa lucu saja dalam hati. Belum diberi izin masuk, Wiandra dorong Pak Supa’at ke dalam karena menghalangi jalan, lalu pintu di kunci dari dalam. Pak Supa’at pasrah saja tangannya di tarik di tuntun ke kasur.
Mereka berdua duduk berhadap-hadapan, “Naah, begini scenario-nya… aku jadi polisi cewek.. Bapak jadi penjahatnya. Bapak mau saya tangkap karena udah merkosa banyak gadis, dari anak SMA sampai anak kuliah. Yaa, penjahat kelamin-lah istilahnya,” jelas Wiandra sesuka hati. Pak Supa’at menelan ludah beberapa kali menerka apa yang akan selanjutnya terjadi. Entah apa rencana sang Nona.
“jadi Bapak mau aku tangkap en borgol gitu, tapi Bapak ngelawan dan malah balik nge-borgol aku!,” penis Pak Supa’at langsung keras bayangi Wiandra terikat tak berdaya di hadapan sesaat lagi.

“Ayo kita mulai Pak, Bapak bisa baca kan? nanti Bapak ngomong ini!” suruh Wiandra seraya memberi secarik kertas berisi tulisan tangan. Maksud Wiandra semacam script, tapi sebenarnya hanya karangan semata.
Wiandra menggenggam borgol yang setengah terbuka, tangan satu-nya mencengkram pergelangan tangan Pak Supa’at. Sambil pasang ekspresi muka galak ia berkata,
“dengan ini Bapak saya tangkap, karena banyak gadis bersaksi jadi korban.. telah Bapak culik dan Bapak nodai! Bukti sudah di tangan, Bapak tak mungkin berpaling.”.
Pak Supa’at grogi oleh kata-kata dan perlakuan Wiandra,
“ayo Pak… ringkus tanganku! lalu tikung ke belakang ke punggung!” ujar Wiandra,
Pak Supa’at kemudian melakukan apa yang diminta dengan tangan gemetar.
“Terus di borgol doong… gimana sih?!” keluh Wiandra merengutkan wajah.
Dengan ekspresi panik dan ragu, Pak Supa’at bertanya, “N-Non.. ‘ndak pa-pa? tangannya ‘ndak sakit nanti?”.
“Ya nggak-lah… lagi kan cuma sebentar, nanti juga di lepas.. ada kunci-nya kok. Ayoo.. cepat!” Pak Supa’at segera melakukan apa yang di perintah dengan penis cenat cenut manggut-manggut. Bingung, bimbang, takut tapi konak. Semua rasa itu menjadi satu.
“Naah terus Bapak baca yang aku tulis! ada di kertas,” suruh Wiandra lagi.
Dengan muka bodoh, Pak Supa’at melihat ke kertas yang tadi diterimanya tanpa tahu untuk apa. Pria itu membaca dengan seksama,
“ini ‘huahaha’ maksudnya gimana Non?” andai tangan Wiandra belum terborgol, ia ingin menepuk kening ‘cape dee...’. 
“Itu maksudnya Bapak ketawa menang karena udah berhasil buat aku gak berkutik,” jelas Wiandra.
Selesai baca, mata Pak Supa’at terbelalak, seakan tak percaya seperti beruntung menang lotre. “Ii.ini.ini ‘ndak salah Non?” tanya Pak Supa’at gemetar, gemetar gembira baca isi dialog.
“Nggak ada yang salah! udah cepaat.. bacaa!!!” Wiandra gemas. Dengan sedikit terbata, Pak Supa’at berusaha membacanya, ‘Ra-rasakan! Seka..sekarang…akan kubuat kau.kau merasakan apa yang mereka rasakan sampai kau..kau juga ketagihan. Dan kau..akan jadi mi..milik *glek!*-ku.. se..ses..selam..selamanya… *glek..glek!* se..sela..selama..nya, ha ha.’ Begitu yang ditulis Wiandra dan di baca Pak Supa’at di sela sulit telan ludah, tawa pun harusnya panjang, namun karena di lingkupi rasa tak percaya, tawa itu jadi singkat.
“Naah, udah gitu.. Bapak perkosa aku deh,” suruh Wiandra ringan bagai membalik telapak tangan. Sedangkan nafas Pak Supa’at menderu-deru, penisnya konak minta ampun.

“Ayoo… kok diam aja?,” tantang Wiandra.
Pak Supa’at masih diam terpatri tak percaya. *Glek!* “sung..sungguhan ini Non?” tanya-nya dengan wajah o’on dekati Wiandra. Perlahan tangannya bergerak dan berani meraba lengan Wiandra. Terangsang-lah Wiandra, mata-nya mendelik sisakan putih bertengadah wajah dan mendesah.
Nada bicaranya pun terputus-putus,  “Yaa…ya..eMhh… hanyaa.. hanya acting Pak… ssh Pokoknya… jangan..eMhh.. jangan sampai baju..baju-ku so, *BREEK!!*”. Belum selesai Wiandra bicara ‘sobek’, bajunya di robek hingga terbelah dua di tengah.
“Pak ja, eMph..eMmm,” bibir Wiandra langsung dikulum tanpa ba bi bu be bo belum selesai bicara. Betapa nafsunya tua bangka itu, sekujur wajah Wiandra dia jilati. Bibir, hidung, pipi, mata, kening hingga kuping. Karena jijik-nya, Wiandra menjauh sampai rebah di kasur, namun terus diburu.
Wiandra ingin sudahi, namun ia pikir tak ada salahnya juga sekedar menikmati cumbuan. Apalagi ketika jilatan dan ciuman hinggap di leher, tubuhnya menggeliat kegelian. Tangannya yang terkunci ke belakang oleh borgol buat suasana tak berdaya melawan gejolak birahi sempurna. Pak Supa’at berhenti sesaat, ingin menatap wajah ayu gadis yang dicumbunya, Wiandra, sang Nona. “Pak, hhh.. udah..! ngg, oohhh” gairah Wiandra dibuat Pak Supa’at semakin tak terhindarkan. Pria tua itu mencumbu cium di antara belahan dada dengan gemas-nya, sampai lupa diri merobek Bra. Bagi Wiandra ini sedikit di luar rencana.
“Ohh Pak.. oohh.. jang, emhh… eh yess.. yessshh!” Wiandra mendesah gelisah bergeliat tak tentu arah, menikmati hisapan mulut di puting payudaranya.
Sekujur dada terleler air liur, Pak Supa’at menoreh karya mesum-nya itu tanpa indahi permohonan untuk berhenti. Dia sangat menikmati dan tak perduli pada keadaan. Baru saja diraih impian, masa begitu saja dilepaskan. Dengan sedikit tenaga dan rangsangan yang diterima tubuh, Wiandra berontak mencoba lepaskan diri lari dari tindihan, tapi bukan karena takut Pak Supa’at kelewat batas, melainkan telah sampai dia di puncak niatan menggoda.
“Pak sudah hentikan! Eh.. emh,” Wiandra memperingatkan dengan nafas terengah-engah. Ia berhasil memaksa bangun dan besandar di pintu.
Masih berwajah mupeng, Pak Supa’at terlihat lesu lemas. Masa kan harus gagal lagi berhenti sampai disini?
“maaf Non Bapak khilaf! habis Non suruh perkosa ya Bapak perkosa.. Non cantik seksi begini sih,” katanya dengan nada putus asa.
“Iya Pak, sudah.. lupakan saja… Sekarang.. lepasin aku ya!” pinta Wiandra.
“baik Non, kunci borgolnya mana?” pipi Wiandra sekejap merona. Memang ini niatan awal ia mendatangi Pak Supa’at, ingin dicumbu hingga orgasme.

Dengan wajah tersipu, Wiandra berkata “di.. di balik.. di balik celana dalamku.. Pak!”
BUK! bagai kening terbentur tembok Pak Supa’at mendengarnya. Ternyata ini semua belum usai, Pak Supa’at kembali bersemangat. “MANA? MANA? MANA? NOON…?” dia langsung lari berteriak menagih, datang menghampiri seperti Zombie lihat manusia. Wiandra menggeleng takut-takut horny ke Pak Supa’at yang terlihat begitu nafsu pada dirinya.  TAP! Wiandra tertangkap dan ditelanjangi penuh nafsu, di lolosi celana panjang berikut dalaman miliknya dengan gerak cepat satu pekikan. Tring! suara gemerincing kunci borgol jatuh ke lantai, benar ternyata ada di dalam cangcut.
“Itu Pak kuncinya.. cepat lepasin aku!” suruh Wiandra mustahil, lihat Pak Supa’at menatap nanar kewanitaannya yang terbuka bebas siap untuk disantap.
Pak Supa’at jongkok memegangi pinggul Wiandra. Sambil meliur dia berkata, “nanti Non.. heh heh… setelah.. yang satu.. inii” dengan wajah mupeng perlahan mendekati vagina. Wiandra menggeleng disertai kata-kata ‘jangan’ yang sia-sia.
“Umm cup cup, Shrrrrpp!!” Wiandra mendesah-desah keenakan vaginanya kena dimangsa. Pak Supa’at kian bernafsu dengar desahan-desahan itu, dia berkomentar,
“Non Wiandra udah ca’em memeknya harum.. suka sekali Bapak. Uumm,” Pak Supa’at kembali menciumi kewanitaan selesai mengoceh.
Bibir vagina sampai tertarik lantaran di sedot kencang mulut yang ibarat vacuum cleaner baru. Wiandra menjambak-jambak rambut Pak Supa’at,
“Emhh.. eM.Ahhh…Pak.Aanghhh!” ia orgasme, cairannya deras mengalir.
Pak Supa’at yang telah berpengalaman terhadap wanita membuktikan kepiawaiannya. Dia tekan klitoris Wiandra dan digetarkan seperti vibrator hingga juice cinta yang tadi hanya mengalir jadi bermuncratan seperti pipis hujani wajah. Wiandra meliur tanpa disadari olehnya. Momen terasa begitu lezat dan baru pernah ada laki-laki yang buatnya demikian rupa seperti sekarang ini.
“Oohhh… hosh, hosh, hosh, Heeh” nafasnya memburu usai orgasme.
Dengan wajah basah cairan cinta, Pak Supa’at menyeringai mesum menang.
“Enak banget ya Non sepertinya? heheheheh,” ejek tua bangka tersebut. Wiandra melontar ekspresi malu jauh-jauh ke samping.
Pak Supa’at berdiri, kini mereka berhadap-hadapan, “Nah, sekarang.. giliran Bapak ya?” katanya seraya menarik lepas sarung.

Di dalam kolor lusuh dan kotornya, terlihat penis panjang dan besar menjulang tinggi, Wiandra jadi ngeri-ngeri horny bayangi penis tersebut mencoblos dia punya vegi. Karena sudah orgasme dan memang tidak ingin disenggamai orang ber-status kasta sudra macam supirnya itu, Wiandra langsung cari alasan untuk lari dari masalah yang dia mulai.
“Udah Paak, lepasin aku yaa.. pliis!” iba-nya.
“Non suka gitu deh.. Bapak dibiarin tanggung. Jangan egois dong Non, Bapak kan mau di bikin keluar juga seperti Non tadi!” protes Pak Supa’at.
“jangan Pak.. aku nggak mau kalau itu,”.
“Yah.. enak di Non nggak enak di Bapak dong kalau begitu!”.
“bukan gitu…” Wiandra terus berkilah untuk dapat lari dari masalah.
“Kasih satu celup aja Non.. Bapak udah kebelet banget pengen rasain jepitan tempik Non dari kapan hari, sampai Bapak sulit tidur!” urai Pak Supa’at blak-blakan tidak sopan. Dengan bernafsu dia lepas kolor lusuhnya.
“gak bisa Pak, jangan!! aku gak mau!” Wiandra panik melihat supirnya itu  sudah siap menyetubuhinya. Ia rapatkan kedua kaki untuk menutup jalan masuk penis ke liangnya.
“Ayo dong Non.. Bapak janji pelan-pelan dan akan bikin Non lebih enak dari yang tadi pakai ini,” tunjuk Pak Supa’at ke penis konaknya, membujuk gombal.
“gak, nggak mauu…” air mata Wiandra menitik, merosot turun ke pipi jatuh ke bumi.
“Yaah.. jangan nangis Non! nanti enak kok,” Pak Supa’at terus merayu.
“Huu-u-u-uuu… Mamiii,” Wiandra tiba-tiba nangis terisak-isak seperti anak gadis kecil, Pak Supa’at kini yang berbalik panik, penisnya layu sekejap.
“Cup cup cup.. jangan nangis Non cup!” digeluti rasa kalut, Pak Supa’at meraih kunci borgol yang tadi jatuh ke lantai.
Dia lepas borgol Wiandra lalu dituntunnya ke tempat tidur dan membalut tubuh atasnya yang telanjang dengan handuk buluk. Celana berikut dalaman yang tercecer juga dia kembalikan. Tanpa di duga Pak Supa’at, setelah menyeka air mata dan selesai pakai celana, Wiandra lari ke pintu dengan wajah sekejap berubah tersenyum.
“Weeek… makasih ya Pak.. aku dilepasin. Padahal nggak apa-apa juga sih kalau beneran diperkosa hihihi. Dwah Bapak,” dengan santai Wiandra melambai dan meleletkan lidah, lalu keluar kamar sambil ketawa geli sekali.
Pak Supa’at menepuk kening, “kena aku dibohongi!.”
Ya… tangis dan air mata Wiandra rupanya hanya akting saja, tipuan semata.

############################
Nafsu ditolak, Pelet bertindak

Kesal selalu dibuat tanggung, Pak Supa’at dendam birahi. Ingin dibaliknya keadaan meski lewat jalan sesat. Menyekutukan Tuhan… memohon kepada selain Tuhan, syetan, dengan bantuan perdukunan. Setelah minta izin dua hari penuh pulang kampung, supir Wiandra itu terlihat antri di tempat seorang dukun sakti terkenal untuk solusi masalah secara ghaib. Saking ramai antrian, dia menunggu sampai sehari penuh. Ternyata gilirannya hanya makan waktu beberapa jam saja. Selesai konsultasi, dia segera pulang untuk berburu bahan yang diperlukan sebagai media pelet.  Pak Supa’at kasih khabar ke rumah via telpon yang diterima langsung Wiandra bahwa ia tidak jadi cuti 2 hari. Hal itu langsung dimanfaatkan oleh Wiandra. Ia sengaja menunggu kedatangannya bagai Istri setia yang menanti sang Suami tercinta tiba. Dengan dandanan ala Japanesse, ditambah senyum manis yang menghias wajah, Wiandra menyambut mesra Pak Supa’at
“eh Bapak.. pulang juga,” Pak Supa’at terkejut, bukannya Mbok Parmi pembantu rumah yang bukakan pintu, malah Wiandra sendiri, sang Nona majikan.
Keterkejutan lainnya sudah barang tentu kimono Wiandra, Wiandra tahu itu. Ia sengaja bertingkah anggun dan gemulai,
“gimana pakaianku Pak? ini di hadiahin Papi, kemarin dikirim lewat paket dari Jepang,” katanya, seraya bergaya bak ‘Gheisa’ di hadapan Pak Supa’at.
“Ba *ehem!*, bagus Non,” jawab Pak Supa’at berlalu masuk sambil menelan liur, entah kenapa tenggorokannya terasa kering tiba-tiba. Tak lain dan tak bukan ialah karena ulah Wiandra pastinya.
“Sini Pak, aku punya hadiah buat Bapak!” ajak Wiandra menarik lengan Pak Supa’at ke taman.
Sampai disitu, Wiandra merebah punggung ke sebuah pohon dan menekuk kaki kirinya ke depan. Belahan kimono membuat paha tersaji indah, putih mulus jenjang, sedap ‘tuk dipandang. Tanpa disangka-sangka, Wiandra menarik turun celana dalamnya, kemudian jongkok. Cuur…pissing! ya Wiandra pipis, pipis dihadapan Pak Supa’at persis, penis orang tua itu kontan mengeras.
“Pak jangan bengong aja… itu kesiniin!” tunjuk Wiandra ke selang kebun, Pak Supa’at faham maksud Nona-nya ingin membilas kemaluan dengan air agar bersih. Pak Supa’at mengambilkan apa yang diminta Wiandra.
“Aku pegang kimono, jadi Bapak yang bilasin vegi-ku yah!” ujar Wiandra semakin membuat tinggi acungan penis.
Pak Supa’at melakukan apa yang disuruh dengan riang gembira. Malah sesuai dugaan, seusai bilas.. lelaki tua itu memainkan jarinya.
“Paak… udah..Aaahh” Wiandra mendesah-desah, Pak Supa’at semakin gemas, dikobok-nya meki Wiandra dengan gencar sampai sebelah tangan Wiandra memukul-mukul kecil lengannya.
“Paak.. Pak udah… eMh.. iYaahhh.. iYaAah!” Crut..crut crrt! vagina Wiandra pun pipis jus cinta.
Pak Supa’at mendekatkan vagina dengan jarinya yang masih tertancap ke mulut. “Shrrrp!!!, langsung dihisapnya sari cinta Wiandra yang tumpah ruah itu. Wiandra pun semakin keenakan jadinya. Hadiah untuk pembantu pulang sekaligus dapat kenikmatan.
“Udah dulu ya Pak!” kata Wiandra mendorong kepala Pak Supa’at agar berhenti menjilat.
Pak Supa’at telah terbiasa diperlakukan tak adil seperti ini. Ia hanya dapat tekankan diri untuk sabar, sabar dan sabar. Pada waktunya nanti, vagina itu akan dapat dia celupi titit sepuas mungkin, vagina itu akan di sodokinya setiap hari sampai jebol, bibir memek itu akan lebam memek belur dihantam biji pelir-nya. Suatu saat… itu mesti terjadi, HARUS!!!, pikir supir jahanam tersebut dalam hati.

#########################

Wiandra kian lama kian asyik membuat Pak Supa’at mupeng, dengan berpakaian minim, TP (Tebar Paha), TTM (Tebar Tunjuk Memek), pissing dan lain sebagainya. Ia tidak sadar Pak Supa’at tengah mencari celah, kelemahan, yang dapat dimanfaatkan untuk akses pada dirinya. Tanpa ia sadari salah satu kegiatan exibisionisnya dapat jebloskan dirinya sendiri ke dalam perangkap jadi budak seks. Pak Supa’at tampak terlihat tenang setelah ketemu apa yang dia cari dan sekembalinya dari tempat dukun. Seringainya terlihat biasa tapi penuh dengan seribu rencana di kepala. Pagi itu Wiandra ingin berangkat ke kampus, ia datangi Pak Supa’at dengan atasan merah yang seksi. Sampai-sampai Pak Supa’at langsung merasakan penis-nya mengeras tanpa diberi perintah. Wiandra terlihat berdiri di depan pintu kamar seperti itu seraya menggigit BB-nya.
 “Yuk Pak.. aku udah kesiangan nih!” lamunan jorok Pak Supa’at buyar sementara. Dia minta izin ganti baju kemudian.
Sepengetahuannya, kampus Wiandra libur karena UAS telah selesai dan hanya tinggal menunggu hasil. Hanya ada beberapa makasiswa masuk ambil semester pendek, pikirnya mungkin Wiandra ambil kuliah itu barangkali?. Dugaan setengah curiga itu memang tak sepenuhnya salah. Sisanya ya seperti biasa TP (Tebar Paha) disambung live show vagina.

#################################
* Dirty Pervert Parking *

Tak lama kemudian, Wiandra keluar dari dalam gedung kampus. Karena jumlah mahasiswa sedikit jadi dosen minta tugas makalah saja. Sebelum balik ke mobil, Wiandra sudah melepas celana dalam di kamar mandi, siap untuk unjuk vegi.
“Fuuh, payah deh… udah capek-capek, gitu aja kuliah-nya!” Wiandra mengeluh.
“Kita pulang atau bagaimana Non?,”
“nanti Pak, aku mau santai dulu! cari angin sebentaar..” Wiandra menuruni sandaran dan merebah diri sambil mengipasi diri pakai tangan.
“Kalau begitu mesin dinyalakan saja biar bisa pakai AC Non?” usul tua bangka itu bagus.
“jangan Pak! aku lebih suka udara alami,” sahut Wiandra membuka jendela pintu lalu mengambil kipas dari kantung belakang bangku. Usul itu langsung ditepisnya mentah-mentah, memang dasar dia lagi ingin nakal.
“Mending kita ngobrol apa kek. Aduh…matahari kok sekarang jam 9 udah panas ya Pak? nggak seperti dulu, jam segini masih sejuk!” kata Wiandra sambil mengibas kipas gencar kegerahan.
“Iya Non.. kurang tahu kenapa jaman sekarang makin panas. Ada yang bilang sih udah dekat kiamat,”
“ah, Bapak nakutin aja deh! Oh iya, lupa tadi beli es krim di kantin” Wiandra mengoprek isi tas. “Naah, ini dia kesukaanku” komentar Wiandra pada Conello coklat-nya. Dihisap-hisapnya dengan nakal seperti waktu dulu emut permen kojek. Lidah Wiandra sengaja mengitari bagian atas seolah-olah itu kepala penis.
Tak seperti biasa, Pak Supa’at terlihat tenang, penis tetap konak tapi ekspresi mupeng tak ada. Wiandra sedikit merasa aneh. Ia tak tahu kalau perubahan itu disebabkan sugesti dari sang dukun. Pak Supa’at telah diberitahu untuk bagaimana bersikap terhadap pancingan Wiandra.  Sambil makan es, Wiandra meraih tissue mobil, ia angkat kaki mengangkang. Tissue di sapu ke sepanjang batang paha untuk menyapu keringatnya. Pak Supa’at tetap tak kelihatan tertarik, tentu vagina sudah terpamer indah, dapat di lihat sesukanya. Wiandra terus melanjut obrolan untuk membakar gairah Pak Supa’at.
“Sini Non.. Bapak bantu lap keringat, kasihan makan es-nya terganggu!,” usul Pak Supa’at, bagi Wiandra oke-oke saja, justru ikan telah mengigit umpan menurutnya.
Wiandra sengaja mengangkang lebih lebar untuk menebar aroma wangi vagina-nya lebih tajam tercium hidung Pak Supa’at. Ia tersenyum juara lihat tonjolan di celana kusam Pak Supa’at. Bagi Pak Supa’at justru dia-lah yang jadi pemenang di akhir acara. Pelan-pelan Pak Supa’at menyeka butir demi butir keringat yang melekat di paha putih mulus Wiandra.

“Oalah.. tissue-nya habis Non! Bapak lap pakai lidah saja, boleh?” Pak Supa’at meminta restu mesum, Wiandra mengangguk saja sesuai rencana.
Dengan santai tidak bernafsu seperti biasa, Pak Supa’at melaksanakan tugasnya. Leleran air liur menggenang di paha. Wiandra kegelian, tanpa sadar tangannya menjambaki rambut Pak Supa’at. Pak Supa’at semakin yakin bahwa Wiandra telah takluk. Supir muka meki itu berhenti sesaat menjilat, menatapi vagina dengan dingin. Dalam hati, sebenarnya dia sudah sangat bernafsu sekali,
“Non.. memeknya juga keringatan, boleh Ba,”.
“boleh Pak..bolehh” Wiandra langsung memotong pertanyaan, karena sudah sama-sama tahu, buat apa lagi buang waktu, lebih baik tenggelam dalam kepuasan nafsu.
Wiandra langsung mendesah lirih panjang ketika muka mesum Pak Supa’at terbenam merdeka di kewanitaannya. Pria tua itu kali ini perlahan namun pasti mempermainkan itil dan meki. Wiandra menggelinjang-gelinjang kelabakan. Tanpa ia ketahui, di sela jilatan dan emutan, Pak Supa’at menghembuskan bacaan aji-aji mantera. Sehingga kenikmatan yang mendera vagina berkali-kali lipat. Mulut Wiandra sampai megap-megap terbuka dan meliur karena nikmatnya jilmekan di vagina. “Terus Pak! aahh.. sedikit lagiih.. eMhh… yes.. yesss.. Aa!, Pak?” tiba-tiba Pak Supa’at berhenti, Wiandra tak mengerti, tanggung sekaligus bingung.
“Maaf Non.. Bapak khilaf!” Pak Supa’at ber-akting.
“k-kenapaa? kenapaaa? Hh..Hh!” tanya Wiandra di sela orgasme yang menggantung.
“Menurut Non, Bapak berlaku seperti ini tempo-tempo hari kan ‘ndak boleh,”.
“bo-boleh kok, Pak.. boleh.. sekarang boleh Hh…ayo lagi Pak!” suruh Wiandra dengan wajah sayu nan ayu, jarinya meremasi baju Pak Supa’at di pundak.
“Jangan Non, sudah.. Bapak nanti merasa bersalah lagi!” Pak Supa’at berlagak. Ia langsung men-starter mobil dan tancap gas membawa mobil keluar parkiran tanpa disuruh Wiandra.
Wiandra yang tersiksa jadinya. Ia baru merasakan kini apa yang di alami Pak Supa’at, bagaimana rasanya tidak enak tanggung klimax. Seperti bersin yang tak jadi. Terbesit sedikit dalam hati ia merasa bersalah, baru sekali saja dipermainkan seperti ini, bagaimana berkali-kali. Di tengah konflik batin, Wiandra mengobok vegi-nya sendiri. Di sela ke horny-an ia merasa heran, kenapa stimulasi pada vagina sendiri terasa hambar? Gagal tak buahkan orgasme seperti biasa.
“Pak stop! eMhh.. tepi-in mobil Pak plis!” liur Wiandra membanjir sambil remasi payudaranya.
“Jangan Non, nanti saja di rumah!” Pak Supa’at memberi harapan.
“benar ya.. benar ya Pak, emh!” Wiandra senang mendengarnya, Pak Supa’at sok tenang. Padahal dia sendiri sudah tidak tahan ingin mengoyak-ngoyak liang vagina Wiandra pakai penisnya. Di tengah perjalanan, Pak Supa’at tambah siksaan gairah Wiandra dengan elusan dan jilatan di beberapa tempat yang sensitive rangsangan, buat Wiandra mendesis-desis keenakan. Tiba di rumah, tepat Mbok Parmi minta izin keluar mau belanja ke pasar. Mami Wiandra pergi urus bisnis boutique mereka di Jakarta. Suasana mesum terbangun sempurna.

########################
“Ayo Pak.. terusin yang tadi!” pinta Wiandra lirih, minta libido-nya dituntasi karena terus meninggi akibat peletan.
Ya, peletan… Wiandra tidak tahu bahwa semenjak dia tampil pipis di depan Pak Supa’at, dia malah memberi ide untuk media pelet. Air seni.. ya, air pipis. Suatu waktu ketika ia pipis, Pak Supa’at menadahnya ke sebuah wadah yang alasannya waktu itu jangan pipis di kebun nanti Mami-nya mencium wangi pesing. Air seni itu di bawa ke Dukun. Jadi siapa pemilik vagina pengucur air seni tersebut akan jadi takluk dan tunduk oleh tuan-nya, satu-satunya yang berhak masuk dan pesta pora di dalamnya yang kemudian oleh Dukun dijodohkan ke penis Pak Supa’at. Air seni Wiandra itu dipakai untuk cuci tangan, jadi vagina pengucur air seni tersebut akan senantiasa gatal dan ingin selalu di obok jarinya. Tidak kan ada satu jari pun yang akan dapat memuaskan selain jari-nya, bahkan masturbasi dengan jari sendiri pun. Begitu juga mulut, sang dukun menyuruh Pak Supa’at berkumur, jadi bibir vagina Wiandra akan senantiasa melayang berjuta kenikmatan ketika bertemu dengan mulut dan lidahnya, meski mulut hitam ber-aroma jengkol sekalipun. Terakhir air seni disiramkan ke batang penis, jadi vagina si pengucur air seni akan senantiasa hanya ingin dipenuhi batang penis itu. Tak ada yang diinginkannya masuk, hanya penis Pak Supa’at sebatang, sekalipun masuk, akan terasa hambar. Maka tak heran jika Pak Supa’at terlihat tenang.
“Paak, ayo Pak.. uhh!” Wiandra mengobok vegi-nya gencar, tapi tidak orgasme, malah hanya meningkatkan derita gairah yang tak berakhir.
“Bapak mau bantu sih.. tapi syarat-nya Non juga harus bantu Bapak,” kata Pak Supa’at dengan cengiran lebar, merasa dibutuhi.
Wiandra menangkap maksud busuk tersebut. Ia menggeleng yang artinya ‘tidak’, tapi masih terus meremas payudara dan mengobok vaginanya sendiri. Pak Supa’at tersenyum saja, dengan santai ia pindah ke jok belakang lalu melepas pakaiannya.
(Oh, Noo!!), batin Wiandra ketika melihat sosok menjijikkan Pak Supa’at tanpa pakaian. Akhirnya ular itu keluar dari tempat persembunyian, menunjukkan diri siap beraksi pada meki.
Sambil rebahan, Pak Supa’at berujar, “Nah.. sekarang.. kalau Non mau, Non naik ke atas Bapak lawan arah!” maksud tua bangka itu posisi 69. Wiandra gencar menggeleng.
“ya sudah, berarti jangan salahin Bapak toh.. kalau Non ‘ndak puas?” Pak Supa’at menggoda dengan cengiran mesum nya.
Sementara Wiandra diam terombang-ambing dalam gairah tak tuntas-nya, Pak Supa’at menambah kebimbangan tersebut,
“Ya wis.. kalau begitu.. Bapak pakai lagi celana dan keluar dari mobil saja ah,” goda Pak Supa’at terus memancing, dan ‘ikan koi’ sasaran pun diperolehnya.
“JANGAN.. Jangan Pak!” jawab Wiandra teriak di awal, pipi-nya merona malu merasa kalah dipermainkan.

Terpaksa ia pindah ke belakang, mata-nya terus menatap jijik ke penis yang siap pesta pora vagina-nya.
“Ayo.. celananya silahkan di buka Non! kancutnya sekalian!” kurang ajar si tua bangka itu menjadi-jadi.
Pipi Wiandra kian bersemu merah cantik jelita dengar perkataan cabul tersebut, yang notabene keluar dari mulut supirnya sendiri. Semakin lama ia ragu untuk bertindak, vaginanya semakin terasa ‘gatal’ lantaran protes akan hak nikmat surgawi. Mau tak mau ia cepat-cepat melepas rok coklat-nya, sisakan atasan warna merah-nya.
“Betul-betul indah dan sempurna tubuh Non ini, he he” puji Pak Supa’at mengomentari Wiandra yang kini sudah tak ber-celana. “mari Non sini.. Bapak juga sudah ‘ndak tahan ingin meni’mati hehehe” katanya seraya meraih pinggang Wiandra mendekatkan vagina mungilnya ke mulut Pak Supa’at.
“Ahh Pak!! aahhh…” Wiandra mendesah-desah sedetik kemudian. Kepalanya menunduk setengah berdiri di bangku belakang, merunduk bertumpu ke dashboard dimana Pak Supa’at di bawahnya asyik melumat vagina.
Pak Supa’at menuntun tangan Wiandra ke penisnya, “ayo Non kenalan, jangan malu-malu hehe. Ooh.. lembutnya tangan si Non, di kocok Non ugh!,” tapi Wiandra malah diam saja, Pak Supa’at pun tidak balas men-jilmek.
Dengan wajah malu-malu horny Wiandra bertanya, “kok..kok nggak.. gak terus Pak? gak.. nggak di jilat.. lagih?”.
“Ya habis si Non diam aja, di kocok dong kontol Bapak juga! Jangan mau enak sendiri! Sini naik ke atas Bapak, terus masukin punya Bapak ke mulut Non, sepong yang enak!” tegas Pak Supa’at, seenaknya memerintah Nona majikan seperti itu.
Wiandra mengalah. Perlahan ia menggeraki tangannya naik turun, telapaknya yang putih halus bagai kulit bayi bergerak mengocoki penis hitam digenggamannya. Tak tahan karena Pak Supa’at belum juga berbuat apa-apa pada vaginanya, Wiandra nekat memasukkan penis itu ke mulutnya, lalu naik ke atas Pak Supa’at yang tengah melenguh serak parau keenakan. Akhirnya bibir Wiandra yang tipis itu berhasil juga kemasukan penis. Bibir itu bahkan menghisap dan menggesek naik turun. Rasa hangat dan mandi liur dinikmati Pak Supa’at di batang penisnya.

“Ookh.. e-enak Non.. enaaakh!” lenguh Pak Supa’at, ia lantas menangkup pantat Wiandra dan mulutnya mendekat,
“Shrrrp!!” dan Wiandra pun berdehem nikmat vaginanya kembali di lumat. Dengan posisi 69 itu mereka saling memberi kenikmatan.
“Pak, ehh.. yes.. yess!,” sesekali Wiandra terdongak mendesis melepas sepongan karena begitu nafsu Pak Supa’at melumat vegi-nya yang kecil mungil. Kalau sudah begitu, Pak Supa’at akan mendorong kepala Wiandra ke penisnya lagi agar kembali oral.
Wiandra menggeliat-geliat, tanpa sadar mulutnya yang mengemut penis tarik ulur dari pangkal sampai batang, membuat Pak Supa’at keenakan.
“Terus Non, ookh.. lidahnya.. mainin lidahnya! Okhh…sering ngisep kontol ya Non, pintar bikin enak hehehe, Okh!” sudah dikasih enak, Pak Supa’at malah mengejek, dasar orang tua brengsek.
Tubuh Wiandra mengejang, penis di mulut terlepas, “Pak, Aangh! eMpff..”, ia orgasme oleh mulut rakus Pak Supa’at. Pak Supa’at langsung sigap menenggak jus cinta sembari mendorong kepala Wiandra untuk lanjut sepongan, membuat desahan Wiandra kembali teredam, berdehem tak jelas. Croot! Crott! Crot!, mata Wiandra terbelalak ketika penis di kulumannya memuncratkan sperma. Ia serasa ingin muntah merasakan cairan kental dalam jumlah banyak itu penuhi mulut. Karena kepalanya ditahan, terpaksa sperma di telan semua agar tidak lama mual.
“Nah…begini kan enak, sama-sama dapat. Non puas.. Bapak juga puas? adil toh, hehehe” sindir Pak Supa’at disertai cengiran mengejek.
Dia bergerak bangun dari tindihan sambil mengecup kuat vegi Wiandra sekali, Wiandra menyingkir setelah mendesah nikmat keras atas perbuatan iseng tadi. Mereka kemudian duduk berdampingan, saling tatap-menatap, hanya saja tatapan Wiandra bagai gadis dilanda birahi, sedang Pak Supa’at pandangan mencemooh.
“Wue he he heh” Pak Supa’at tertawa bangga karena tangan Wiandra bergerak menggenggam dan mengocok penisnya, “kenapa Non, hmm?” godanya dengan wajah mengejek, “suka toh sama punya Bapak? hehe… mbo’ ya jangan dikocok terus.. kalau konak bagaimana? Tuh kan, sisa peju Bapak jadi keluar lagi, ayo bersihin!” suruh bandot itu kurang ajar dengan gaya bos.
Wiandra yang masih belum mengerti tentang perubahan dalam diri menurut saja. Selesai itu, ia kembali mengocoki penis, dan Pak Supa’at tertawa menang lagi. Takluk sudah dia, Wiandra sang Nona. Supir jahanam tersebut melancarkan rencana tahap berikutnya.

“Non.. ‘ndak enak di mobil terus seperti ini, lebih baik kita ke dalam saja, sepi ini toh?” usul Pak Supa’at.
Untuk meyakini Wiandra, digesek-geseknya bibir vagina pakai jarinya. Wiandra mengangguk dan mengulum penis, lalu di lepas dan kembali digenggamnya seolah penis itu harus menuntasi libidonya terlebih dahulu. Melihat Wiandra demikian, Pak Supa’at jadi lebih lebar senyum kurang ajarnya. Keluar dari mobil mereka tanpa bawahan, setengah bugil. Pak Supa’at menjinjing celananya dan rok Wiandra. Sambil jalan masuk, mereka berdua saling meng-invasi kelamin lawannya, Pak Supa’at mengobok vegi, Wiandra mengocok penis. Pak Supa’at menyelipi jari lewat belakang. Cairan cinta Wiandra meneretes ke lantai di sepanjang jalan,
“Whuaa… si Non ninggalin jejak memek, he he he he” ejek Pak Supa’at, “ayo Non… yang banyak lagiii.. teruus!!! sampai banjiirr, hi hi hi hi hi,” Pak Supa’at mengobok gencar seraya tertawa gila, sampai membuat Wiandra berhenti jalan baru di ruang tamu rumah.
“Paak.. Pak, uuh… sss Anggh…Angh!!,” desis desah erang Wiandra keenakan, sampai-sampai kaki terkangkang lebar. “Nungging Non!” suruh Pak Supa’at sambil mendorong punggung Wiandra.
Jadi, masih mengangkang dan di obok dari belakang, Wiandra menumpu diri dengan tangan kanan di lantai, tangan kiri masih menggenggam dan mengocok penis Pak Supa’at yang ada di sisi kirinya. Setelah melempar dua celana yang dijinjingnya, Pak Supa’at menggunakan tangannya untuk mengangkat dan memapah kaki kiri Wiandra, diposisikan olehnya Wiandra seperti anjing kencing. Wiandra mendesah-desah nada tinggi seperti orang histeris, baginya, baru pernah ada yang memperlakukan sedemikian rupa, terhina namun sensasi seks gila pertama baginya. Pinggulnya bergerak imbangi kobokan jari tengah Pak Supa’at, desahannya kian lama kian lirih terputus-putus.  Dan lendir cinta vagina pun mengucur seperti air keran. Cuur! basahi hingga pergelangan tangan Pak Supa’at. Tawa cekikikan menang pria itu tak lama, karena selang sekian detik dia yang kelojotan. Kocokan Wiandra pada penis gencar sewaktu orgasme. Ejakulasi pun tak terhindarkan. CROOOTT!!!!, sperma muncrat ke wajah Wiandra karena posisi tubuhnya miring. Pak Supa’at bahkan sengaja mengarahi satu dua semprotan ke pakaian Wiandra yang masih melekat. Belepotanlah Ribbon red dress berikut rambut kemerahannya. Sperma di wajah diratakan Pak Supa’at sambil tertawa kurang ajar. Ditepisnya tangan Wiandra yang masih saja tak henti mengocok penis. Dengan jalan gagah, ia pindah ke belakang gadis itu, merunduk benamkan wajah melumat vagina yang masih basah cairan orgasme.
“Oouh… Pak!” suara dan nafas Wiadra hampir habis, namun gairahnya tidak, malah kembali naik.
Dengan rakus, Pak Supa’at seruput cairan manis wangi yang diproduksi PT. vagina Wiandra yang masih posisi nungging. Lendir yang lekat di vagina, pangkal paha, mengalir ke betis, diseruput habis oleh supir tua mesum itu. 

“Ahh… uena’e nonok Non-ku iki, ihi ihi ihi ihi.”
Tanpa terasa, dengan telapak tangan menapak lantai, Wiandra menungging tinggi sekali pinggulnya. Sampai-sampai kepalanya tertunduk dan dapat lihat ke belakang dari bawah. Pak Supa’at meraih pinggang Wiandra dan mengangkatnya sambil dia tegak berdiri, hingga vagina Wiandra sejajar mulut hitamnya, sedang penisnya ada di depan wajah Wiandra persis.
“Ayo Non, bikin keras lagi!” maksud Pak Supa’at agar Wiandra oral.
Wiandra yang tak ada lain pilihan, dan baru pertama kali mengalami posisi seperti ini menurut saja. Pak Supa’at juga tidak menyia-nyiakan memek di depan muka pengennya. Mereka ber-69 kembali . Dengan ini, Pak Supa’at betul-betul berkuasa atas tubuh Wiandra. Bahkan Wiandra tak dapat berbuat apa-apa ketika Pak Supa’at mengangkat tubuhnya di pinggul tinggi-tinggi hingga mulut hanya menjepit kepala penis, lalu di lepas ke bawah yang berakibat menohok kerongkongan.
“EMpff!!” kalau sudah begitu, air liur sepongan meluber keluar seiring air mata. Wiandra merasa betul kalau ia dipecundangi dan dilecehi, tapi apalah daya.
Merasakan penis kembali tegang, Pak Supa’at memposisikan seperti semula, berdiri di belakang Wiandra yang menungging seksi. Ia gesekkan kepala penisnya ke bibir vagina, Wiandra menggeliat dengan sendirinya. Direntangnya bibir vagina lebar-lebar, Wiandra berdesis hebat, disentuh lembut saja terasa nikmat, apalagi di‘jewer’ seperti itu. Pak Supa’at sengaja berlama-lama, seolah ingin lihat dulu apa yang ada di dalam memek Wiandra, pipi Wiandra merona, merasa begitu dilecehkan, namun gairah membelenggu untuk menyudahi. Meski sudah dibuka lebar, liang vagina Wiandra sangat kecil, Pak Supa’at kesulitan juga mencoblos masuk. Setelah berusaha keras, usahanya membuahkan hasil. JRESS! Wiandra menjerit histeris, jeritan itu ada banyak makna. Selain baru pertama kemasukan kontol ukuran kontol kampung, kemasukan juga vaginanya itu oleh penis orang yang selama ini dipermainkannya. Wiandra meliur nikmat karena vagina-nya memang sudah di-jodohi dukun dengan penis Pak Supa’at. Akhirnya dua jenis kelamin itu bertemu, saling mengisi, saling melengkapi. Pak Supa’at sendiri melenguh-lenguh keenakan penisnya merasakan jepitan vagina yang selama ini di-impikannya. Kali ini pun dia lama berdiam diri, liurnya meleleh tampak menikmati pijatan demi pijatan daging memek pada penis hitamnya. Setelah terbiasa dan dapat kendalikan diri, barulah dia raih dan tarik kedua tangan Wiandra ke belakang, dicengkram di pergelangan tangan. Kini Wiandra seperti kuda delman dan Pak Supa’at kusir-nya, tubuh Wiandra dalam kekuasaan Pak Supa’at. Takut jatuh, Wiandra balik mencengkram lengan Pak Supa’at, mereka jadi saling berpegangan dan tarik menarik.
“Nah, Non.. oookh… Ba-Bapak ‘ndak.. ‘ndak mau.. dituduh.. oookh, merko.. merkosa.. lho.. Hngk! jadi.. jadinya Non.. Non yang harus.. ngentot.. ngentotin.. Bapak, Ukh”
jelas Pak Supa’at mengenai kondisi-nya, di sela menahan enak jepitan vagina Wiandra.

Wiandra yang juga tengah berjuang menahan sejuta kenikmatan di liang cinta yang dipenuhi penis supir-nya itu, hanya mampu mengeluh dalam hati. Nikmat bersenggama membungkam segalanya meski tahu dipermalukan dan dilecehkan. Wiandra tidak ingin membuang-buang waktu lagi, ingin cepat usai dari derita birahi ini. Ia tarik Pak Supa’at ke arahnya, menghentak tubuhnya sendiri
“Aaahh.. ahh!” Wiandra mendesah-desah lantaran nikmatnya.
Pak Supa’at cengengesan setelah wajahnya sempat ber-ekspresi bego keenakan. Wiandra meliur keenakan karena ulah diri, ia tahu betul kalau ini penghinaan diri, tapi nikmat sekali. Melihat Wiandra kelamaan diam tak bereaksi resapi kenikmatan yang baru sekali ini, Pak Supa’at sengaja seperti ingin menarik keluar penis, padahal dia hanya ingin mengulur sampai ke pangkal batang sehingga sekujur batangnya terselimuti liang vagina nanti ketika Wiandra menyentak lagi. Wiandra tertipu dengan bodohnya, tak rela kalau penis Pak Supa’at keluar dari kewanitaan, langsung ia tarik lagi Pak Supa’at menyentak tubuhnya dari belakang.
“Anggh.. ahh.. ah,” Wiandra kembali mengerang dan bergetar nikmat
Lidah Pak Supa’at terjulur merasakan enak batang penisnya menyeruak masuk kelegitan vagina Wiandra, liur menetesi pantat putih mojang Bandung tersebut,
“En-na-aakh” celoteh Pak Supa’at singkat.
Pak Supa’at memancing lagi dengan uluran penis, Wiandra yang masih mendesah-desah langsung merelakan diri tersodok kembali,
“ANGGH!!” ia pun mengerang dan mengerang.
Pak Supa’at ketagihan, Wiandra juga. Akhirnya Pak Supa’at bertugas mengulur, Wiandra yang mengatur seberapa dalam penis menyanggah memeknya menohok. Jika ia ingin penis melesak meninju dinding rahim, ia tinggal hentak keras-keras lengan Pak Supa’at hingga sodokan dapat dalam maksimal. Lama kelamaan, mereka makin terbiasa dan menikmatinya. Kendati demikian, jikalau ada yang ingin klimaks, salah satu dari mereka akan berhenti. Misal Pak Supa’at ingin muncrat tapi belum puas menikmati jepitan vagina, ia akan ulur penis jauh-jauh sampai tersisa kepala saja. Begitu juga Wiandra, jika dirasa-rasa ingin orgasme namun masih tak rela berhenti disodok, ia akan hentikan gesekan yang akan akibatkan orgasme datang lebih cepat, menghentak lagi jika sudah balik ke nol untuk kembali nikmati seks.

Pak Supa’at tak mampu jua menahan enak lama-lama, mani sudah berontak di hujung kepala penis, ingin keluar bebas merdeka di vagina. Diambil alih kendali penetrasi, ia cengkram erat kedua pergelangan tangan Wiandra dan menyodoknya seperti orang kesurupan seraya meracau sinting,
“GODAIN LAGI!! HAYO.. GODAIN BAPAK TERUS!! SUKANYA GODAIN ORANG TUA… NIH, HIH!! HGGH, ENAK.. TAHU RASA NONOK-MU TA’ EWEK… DASAR NONA LONTE!! MEMEKNYA DI ENTOT SUKA! OOKH… OOOKH… OKH ‘Croot!!’ OKH ‘Crott!!!’” mani muncrat deras di vagina Wiandra
Pak Supa’at tampak begitu menikmati tiap-tiap semburan yang keluar, kelojotan persis orang ayan. Tubuhnya dan tubuh Wiandra melekat ketat, pergelangan tangan Wiandra sampai membekas merah akibat di cengkram erat. Usai ejakulasi, Pak Supa’at seperti tak rela mencabut penis dari jepitan vagina Wiandra, namun karena tubuh tua-nya lelah, terpaksa ditariknya keluar juga. Ia ambruk jatuh duduk melantai, Wiandra nungging melutut, kepalanya tertunduk bertumpu ke tangan. Sperma berhamburan keluar liang cinta-nya.
“Ookh… wuena’ee nonok-mu Nooon.. ena’ betuull.. hh hh hh, suka sekali Bapak sama tempik-mu iki, liat! Bikin Bapak ketagihan, ena’nya ‘ndak berhent-henti! Ooohh..” komentar Pak Supa’at.
Wiandra merasa masih belum tuntas, ia menggesek klitorisnya sendiri “Paak…terus Pak! aku belum puaaas…” mohon Wiandra dengan suara lirih, seksi. Pak Supa’at menyeringai menang, Wiandra betul-betul sudah jatuh ke tangan. Pria tua itu lantas berdiri. “Boleh-boleh.. Bapak bikin Non puas, tapi...” dia berhenti bicara tiba-tiba, ia celupi jari ke vagina Wiandra hingga meluap air mani. “ini di telan dulu!” sambungnya, jari tengahnya yang belepotan ditunjukkan ke depan wajah Wiandra.
Sebagian diri Wiandra menolak, merasa di rendahkan. Namun sebagian menghendaki pencapaian orgasme berikut. Sebagian diri yang menolak pun dikalahkan, Wiandra mengulum jari itu, Pak Supa’at tertawa menyeringai lebar lantas berkomentar, “bagus-bagus, terus sampai bersih hehehe.” Ia menarik jarinya dari kuluman Wiandra, “whua… ada bakat jadi lonte Non, hak hak hak” ejek bandot tak tahu berterima kasih itu, melihat jarinya bersih tanpa mani melekat. Wiandra tertunduk malu, benci sekali dia sebenarnya terus di ejek dan di lecehi supirnya sendiri. Tapi kembali, apalah daya seorang gadis cantik lemah di relung gairah.

Pak Supa’at mengulang perbuatan merendahkan Wiandra itu hingga tiga-empat kali, hingga mani tak ada lagi yang tersisa “ayo.. jilat seperti Non sepong kontol Bapak tadi!” suruh pria tua itu pada Wiandra yang tengah mengulum jari terakhir kalinya. Wiandra manggut patuh, lantas memainkan tehnik lidah ke jari. Lidahnya menggelitik dari buku-buku dekat telapak tangan menyusur ke ujung jari. Sama seperti dari pangkal batang ke kepala penis. Mulutnya meliuri, menggesek dan menghisap. Penis Pak Supa’at pun kian mengeras, dia juga sudah konak sejak tadi mengobok vagina mencari mani. Ia dekatkan penis konaknya ke depan wajah Wiandra, Wiandra faham maksud tersebut. Dengan tangkas digantinya objek kuluman, Pak Supa’at pun sekejap melenguh-lenguh keenakan. Namun orang tua itu pintar, tak ingin berlama-lama dengan mulut atas Wiandra, inginnya mulut Wiandra yang di bawah alias mrs. vagina. Pak Supa’at menarik keluar penis dari mulut Wiandra dirasanya cukup untuk pemanasan. Sambil berkacak pinggang ia berkata,
“nah.. ayo jalan merangkak ke sofa itu! Bapak puasi Non disana, ayo cepat!” Plak!!, suruhnya ditutup tamparan di pipi pantat Wiandra yang putih sekal menggemaskan. Wiandra mengaduh lantas memandang Pak Supa’at dengan wajah kesal, meski tahu gairah dikuasai, tetap saja ini semana-mena menurutnya.
“Bapak keterlaluan, memang aku ini apa…?! Anjing?! Bapak memang menguasai tubuh Wiandra, tetapi tidak hati Wiandra!!!” tegas Wiandra dengan suara lantang.
Pak Supa’at hanya menyeringai lebar dengar itu, “hehehe.. si Non ini, masih bisa lancang nentang Bapak, lonte yang ngelawan Tuan-nya itu harus dihukum!” ekspresi Pak Supa’at sekejap berubah galak, Wiandra ciut, ia jalan merangkak tanpa disuruh, menjauh lihat jari supirnya itu mengarah vegi-nya. JREES!! “Aaa…” Bibir tipis mungil Wiandra ternganga, keluar liur meng-ekspresikan kenikmatan yang dirasa, “Ini hukuman untuk lonte cantik yang m’bandel.. ‘ndak patuh sama Tuan-nya” kata Pak Supa’at ke Wiandra yang menatap takut, dengan suara bergetar Wiandra mengiba, “jangan Pak! maaf.. ampun..am-AAAAH!” tanpa mendengar permohonan, Pak Supa’at mengobok vagina dengan gencar.
“AYO “PLAK!’ GALAK LAGI NON! ‘PLAK!’ BAPAK SUKA ‘PLAK!’ LIHAT NON ‘PLAK!’ KALAU SEDANG MARAH… ‘PLAK!’ … MAKIN CA’EM ‘PLAK!’ hihihi” sambil menghardik Wiandra, Pak Supa’at melecehkan dengan menampari pantatnya.
Tangan Wiandra ke belakang bermaksud menyuruh Pak Supa’at berhenti, tapi malah hanya menyenggol lengan saja,

“apa Non, berhenti? ‘ndak sudi.. tiada maaf bagi Nonok-mu yang wangi ini, HI HI HI HI, IHI IHI IHI IHI.” Makin keras Pak Supa’at tertawa sinting, semakin mati-matian ia mengobok meki.
Tubuh Wiandra melejang-lejang kenikmatan, BYUR!! BYUR! CUUR! CRRT!! seperti Maria Ozawa dan bintang porno Jepang lain orgasme, vagina Wiandra bermuncratan lendir bak air mancur. Cairan liang cinta Wiandra mengguyur sekujur tangan Pak Supa’at.
“Wuak hak hak hak, nah.. sukakan si Non, keluar juga lonte-nya. Hak hak hak hak!” pipi Wiandra langsung merona merah malu dengar ejekan tersebut, karena memang benar adanya. Tubuh tak dapat berdalih.
Wiandra jatuh telungkup, lelah sekali dia dikerjai hingga tiga kali orgasme, mana yang ketiga ini dahsyat orgasmenya. Malang Pak Supa’at belum merasa usai, jari si tua itu masih menancap di vegi-nya. “Lhoo.. siapa yang suruh sampeyan tidur Non, acara kan baru mau di mulai!” katanya sambil mengocok penis, meski tertawa habis-habisan, dia sebenarnya bernafsu sekali melihat semua yang terjadi pada Wiandra.
“Eehh.. eh..” Wiandra mendesah-desah lemah karena Pak Supa’at kembali mengobok, ia angkat kembali pinggul hingga menungging seksi. Pak Supa’at berhenti sesaat, Wiandra berjalan merangkak, tapi merangkaknya itu lambat, membuat tak sabar Pak Supa’at. “yang cepat dong Non.. yang cepaat!!,” Pak Supa’at tiba-tiba mengobok gila vagina. Ternyata strategi itu berhasil, Wiandra jadi merangkak cepat menuju sofa yang dimaksud. Ia sempat orgasme lagi sekali di tengah rangkakannya. Setiba di sofa, Wiandra langsung merebahkan kepala. Kakinya masih melutut, jadi masih menungging, dan inilah yang buat syahwat Pak Supa’at menggelora. Wiandra dengan nafas yang tidak beraturan seperti orang habis lari jauh, hanya pasrah merasa kakinya di rentang lebar dari belakang, ia tahu ingin disetubuhi lagi oleh Pak Supa’at. Apalagi ia merasakan kepala penis supirnya itu melekat di bibir vagina dari belakang.
“Enggh!!” erang Wiandra lemah, kembali meki-nya di belah.
“Oooh.. memang wuena’e nonok si Non ini!,” celoteh Pak Supa’at sambil meliur menikmati kembali jepitan vagina Wiandra di penisnya. Ia lantas bergerak brutal menyodoki Wiandra yang sudah seperti orang mau pingsan.

“INI HUKUMAN GADIS CANTIK YANG PUNYA MULUT BAWEL, HERGGH!!! HERGGH!! NIH, HERGGH!! HERGGH!!,” di raih Pak Supa’at pinggul Wiandra dan di angkat sehingga Wiandra nungging dengan bagian bawah melayang ke hadapnya.
Kepala dan lengan Wiandra masih menumpu di sofa, ia jadi seperti Supergirl, namun tersodok-sodok musuhnya. Pak Supa’at bergairah sekali dengan posisi ini, dia seakan berkuasa atas tubuh Wiandra, melihat si cantik itu terpental-pental dipakai sesukanya dengan penis terjepit di vagina. Sedang Wiandra merasa baru pernah digarap seperti ini, sensasi rasa nikmat pun melonjak tinggi lantaran darah turun ke kepala yang tertunduk.
“Aaaahh!!!” jerit orgasmenya meluncur keluar mulut. BYUUUR!! BYUUR! CUUR!! CRRT!! CRRT!!,
cairan orgasme bermuncratan lebih dahsyat dari sebelum-sebelumnya, keluar dengan posisi ini membuat Wiandra serasa terbang ke surga. Pak Supa’at jadi semakin bergairah merasakan penisnya dihujani jus memek Wiandra yang aromanya harum.
“Enakk-kh.. Henggkk… enaakk.. hhh Non.. nonoknya.. legit, basahh.HEngkkh!” Pak Supa’at melesakkan penisnya ke dalam vagina sekuat tenaga terakhir hingga Wiandra menutup wajah dengan tangan karena hendak menabrak sofa. CROOT!! CROTT!! pria tua itu  berkelojotan dengan lidah terjulur keluar liur, menikmati apa yang dirasakannya enak. Wiandra merasa kecrotan sperma Pak Supa’at di vegi-nya kali ini kencang sekali. Tubuh putih Wiandra tergencet tubuh hitam berkerut Pak Supa’at di sofa, lantaran Pak Supa’at terus menjejalkan penisnya yang bermuncratan. Bahkan tubuh Wiandra sampai menekuk ke samping dipaksa menyiku di sandaran tangan sofa. Setelah puas mengeluarkan sperma sampai tak bersisa, baru Pak Supa’at berhenti menjejalkan penis. Tubuh seksi Wiandra yang di penuhi peluh pun takluk di pangkuan. Sebelum pingsan, Wiandra masih sempat mendengar Pak Supa’at berkata,
“mulai detik ini… Non ‘ndak usah malu minta kalau mau digituin sama Bapak!, ‘ndak usah pakai goda-godaan lagi.. pasti Bapak puasin Non, ehe ehe ehe ehe. Sebaliknya.. Non juga harus ngelayanin kalau Bapak pingin nonok Non Wiandra, jadi kan adil. Ini rahasia kita berdua Non, tenang saja.. hi hi hi hi, huak hak hak hak” tawa itulah yang terakhir di dengar Wiandra sebelum terlelap.
Selesai…?

JBUUR!!! Jbur!!
“Blurb!! Aah.. Blub! Aah..” Wiandra memburu udara, (Apa-apaan nih? kok tiba-tiba ada di kolam berenang?) pikir Wiandra dalam hati kebingungan.
Masih belum terjawab, tiba-tiba sepasang tangan pria mendekap dari belakang menangkup payudaranya, Wiandra menoleh, (Aaah.. Pak Supa’at?).
“He he he, bangun juga si Non.. tadi mau Bapak biarin tidur, tapi Bapak belum puas.. masih kepingin ngerasain memek si Non, jadi aja Bapak ceburin si Non kesini” ujar Pak Supa’at seenaknya, kurang ajar betul dia membangunkan Wiandra dengan cara brengsek seperti ini.
Wiandra baru saja hendak marah, tapi Pak Supa’at lebih dulu meredam dengan tusukan  jari tengah di vagina,
“Aaaahh…” Wiandra mendesah, ia mencoba berenang menjauh hendak menepi ke tepian kolam berenang, namun jari Pak Supa’at terus mengobok itilnya dan satunya meremas payudaranya.
Wiandra betul-betul sial sekali, sudah di-grepehi sambil diciumi lehernya, dia harus berenang menepi juga dengan tubuh Pak Supa’at membebani karena terus mendekap. Pak Supa’at memang sengaja seperti ini, sampai di tepian, baru dia mengoboki vagina secara gencar hingga Wiandra orgasme dibuatnya. Wiandra hanya kembali pasrah ketika kepala penis menyentuh bibir vaginanya. Sejak tadi di dekap, memang telah ia ketahui kalau penis Pak Supa’at sudah konak siap menyerang sewaktu beberapa kali menyentuh pantat.
“Mumpung sepi Non Wiandra.. kita ewek-an sampai puass, hi hi hi hi. “Jress!!” Ooohh.. Bapak suka memeknya Non, Hggh!” dan Pak Supa’at pun bergerak brutal menyetubuhi Wiandra di kolam berenang, sampai air sekitar mereka beriak.
Wiandra digarap Pak Supa’at di kolam itu dua kali, sekali di dalam air, sekali di tepi kolam. Nafsu supir jahanam itu tidak juga usai, tapi harus berhenti ketika dengar bel rumah tanda Mbok Parmi pembantu rumah pulang dari pasar, dia menggerutu-gerutu sendiri seperti orang gila, tergila-gila memek Wiandra.

############################
“Pak, Wiandra kuliah?” tanya Mami Wiandra ke Pak Supa’at.
“Kurang tahu, Nyah.. coba nanti saya tanyakan.”
“ya sudah, titip pesan aja.. aku pergi agak lama urus butik jadi bawa Mbok Parmi juga.. kemungkinan menginap di Jakarta. Bapak jaga rumah, Wiandra suruh menginap rumah temannya saja dua-tiga hari ini.. tadi aku cari di kamar dia lagi mandi, sudah aku Bebe dia juga sih.. ya, itu saja” Mami Wiandra kemudian memasuki mobil, lalu pergi dengan terburu-buru.
Pak Supa’at menyeringai senang dengan jeleknya sambil menutup pintu gerbang. Dengan santai dia masuk rumah dan menutup pintu utama depan. Satu-persatu dia lepas pakaian kumalnya, lantas menuju kamar Wiandra sambil bersiul.
Tok! tok! tok!, “Awas Non, Bapak datang he he he.” Ceklek!! Pak Supa’at mendorong pintu kamar Wiandra dengan wajah riang, di otak kotornya sudah terbayang memek Wiandra.
Pak Supa’at membeku, ia terpana oleh penampilan seksi Wiandra. Pakaian Wiadra rendah dada, bagian bawahnya pun mini pamer paha, dilengkapi stocking hitam berjaring seperti yang sering dikenakan pemain porno serta high heels hitam. Bandot itu tersenyum jelek senang, sambil mengocok penis dia berkomentar
“bagus-bagus… akhirnya Non faham kalau Non itu sebenarnya lonte Bapak,” katanya.
Sesungguhnya Wiandra tersinggung atas perkataan tersebut, namun ketika melihat penis Pak Supa’at, tubuhnya bergairah, gairahnya menyala-nyala, ingin disetubuhi, ingin penis hitam dihadapannya masuk mengacak-acak vaginanya.
“Mana, gaya nakal Non yang suka godain Bapak?” pancing Pak Supa’at, Wiandra seperti tidak dapat menahan tubuhnya, ia menyamping dan memasang wajah horny-nya ke Pak Supa’at.
Nafsu Pak Supa’at meluap lihat Wiandra yang begitu cantik jelita memasang gaya seksi minta di-entot. Langsung Pak Supa’at terjang Wiandra, menindihnya di kasur dan digaulinya secara membabi buta, memek dipakainya habis-habisan. Mereka berdua tidak keluar kamar selama dua hari itu, makan pun di bawa Pak Supa’at ke dalam. Obat dan jamu kuat ngentot bergeletakan di lantai kamar. Mani belepotan di sprei kasur dan lantai kamar, berceceran keluar memek wangi Wiandra. Pak Supa’at terus mengisinya meski tahu sudah overload (lewat batas tampung ). Wiandra membiarkan hal itu, malah lama-lama terbiasa bahkan menginginkannya. Ia pun resmi sudah jadi budak seks Pak Supa’at. Karma (pembalasan ) seperti apa yang di dapat Pak Supa’at nanti?, jawabnya ada di bagian 14, akhir dari cerita.

End Part. 1
Oleh : Diny Yusvita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar