Senin, 25 Agustus 2014

Liburan Birahi 11: Finale

What Heaven.. Zuraida?

Zuraida 

“Boleh aku meminjam wanitamu?,,,” pinta Pak Prabu, mengagetkan Zuraida dan Arga yang masih berpelukan erat....
Zuraida menatap Arga dengan jantung berdegub kencang, berharap lelaki itu tidak melepaskan pelukannya, tidak membiarkan Pak Prabu mengambil dirinya. Namun wajah tegang itu berubah menjadi kecewa, sangat kecewa, ketika Arga tersenyum sambil menatap wajahnya, perlahan melepaskan pelukan.
“Argaaa,,, kenapa kau lepaskan aku,, peluk aku Gaa,,, jangan biarkan lelaki lain menjamah tubuhku,,,” hati Zuraida berteriak, dengan bibir yang terkatup rapat.
Tapi ini bukan salah Arga, lelaki itu tidak tau apa yang dimaksud Pak Prabu dengan meminjam. Yaaa,, meminjam tubuhnya, untuk melunasi janji yang terucap. Arga mundur beberapa langkah, mempersilahkan atasannya untuk menghampiri Zuraida. Lalu berjalan menuju meja mengambil botol yang masih tersisa setengah. Pak Prabu menatap Zuraida, meminta izin untuk meletakkan kedua tangannya dipinggul yang ramping. Dengan berat wanita itu menganguk, lalu balas meletakkan jari-jari lentik dipundak Pak Prabu. Perlahan keduanya bergerak mengikuti alunan musik.
“Bu Dokter,,” bisik Pak Prabu, merapatkan tubuhnya, “Malam ini terlihat semakin cantik, saya selalu kagum dengan penampilan anda yang begitu anggun,” lanjut Pak Prabu, membuat Zuraida bingung harus bersikap.
Hati Zuraida semakin kalut, matanya menatap Arga yang mengawasi. Tatapan kosong, tak terbaca oleh Zuraida. Sementara, dari deru nafas lelaki yang tengah memeluknya, Zuraida bisa merasakan hasrat yang memburu dihati lelaki berkumis tebal itu. merapatkan tubuh, berusaha mencuri-curi sentuhan dari bulatan payudaranya yang membusung.
“Terus terang, Saya tidak tau kapan harus menagih janji yang ibu ucapkan, karena saya tidak memiliki banyak kesempatan untuk mendekati ibu,,,” ucap Pak Prabu.
Tidak seperti perkiraan Zuraida yang menduga tangan kekar itu akan segera meremas kedua payudaranya dengan brutal, saat kaki mereka dengan perlahan menjauh dari keramaian.
“Saya adalah lelaki yang begitu mudah tertarik pada wanita, khususnya wanita seanggun Bu Dokter, yang selalu tampil begitu feminim,,,” sambung Pak Prabu seraya merapatkan keningnya kekepala Zuraida yang terbalut jilbab.
Zuraida memejamkan matanya, merutuki keadaan. Tapi sialnya itu diartikan oleh Pak Prabu sebagai persetujuan, tangannya yang berada dipinggul bergerak turun, dengan gemetar meremas pantat montok yang membulat padat. Sementara tangan kirinya bergerak keatas, coba mencumbu gundukan dagung didada si wanita, dengan siluet puting mungil yang begitu nyata.
“Argaaa,,,” ucap Zuraida tanpa suara, saat melihat lelaki yang tadi masih mengawasinya melangkah menjauh, menuju sofa, dimana Andini yang tengah mabuk digerayangi oleh Mang Oyik.
“Apakah Arga melihat semua kenakalan Pak Prabu pada tubuhku?,,,” hatinya bertanya-tanya dengan panik.
Tapi wanita itu juga bingung dengan cara kerja pikiranya, yang tiba-tiba merasa lebih tenang, karena tak ingin lelaki yang dicintainya menyaksikan ulah Pak Prabu yang mulai menggerayangi tubuhnya dengan remasan-remasan nakal.

Nafas Pak Prabu semakin berat, dua bongkahan payudara yang masih terbalut gaun menempel erat didada bidangnya. seakan-seakan lelaki itu ingin memasukkan seluruh tubuh zuraida dalam pelukannya yang kokoh. Kini wanita itu dapat merasakan hembusan nafas khas lelaki yang menderu, menyapu wajahnya, aroma tembakau dan alkohol yang merangsek indra penciuman membuatnya merinding. Zuraida tertegun, seolah sedang terhipnotis, mebiarkan Pak Prabu melabuhkan ciuman dibibirnya yang terbuka, mengecup lembut, memberikan gigitan kecil dibibir bawahnya.
“Paak,,, cukup,,,” seru Zuraida tersentak, saat merasakan lidah yang panas mencoba menyelusup disela bibirnya. Mendorong tubuh Pak Prabu.
Lagi-lagi pikiran Zuraida keliru, wanita itu mengira dirinya harus meronta kuat untuk melepaskan cengkraman Pak Prabu dipinggulnya. Tapi nyatanya lelaki itu membiarkan tubuhnya lepas dari dekapan dan mundur beberapa langkah.
“Maaf Bu,, saya hanya menagih apa yang ibu janjikan,”
“Tapi tidak sekarang pak,,” jawab Zuraida dengan jantung berdebar.
“Lalu kapan lagi, ditempat praktek Bu Dokter? Atau dirumah?,,, itu lebih tidak mungkin kan?” tanya Pak Prabu.
Apa yang dikatakan lelaki itu ada benarnya, tidak mungkin dirinya membiarkan lelaki itu menggagahi tubuhnya di tempat prakteknya bekerja, apalagi dirumah. Seketika sesal kembali mencuat, kenapa harus terucap janji itu, sebuah izin akan kenikmatan dari tubuhnya yang bisa didapatkan oleh lelaki itu.
“Pak,,, saya meneyesal sudah mengucapkan janji itu, saya tidak mungkin melakukannya pak,,,mohon mengertilah,,, pintalah hal lain yang saya bisa memenuhinya,, saya mohon Pak,,,”
Kaki Zuraida mundur beberapa langkah, mencoba menghindar dari Pak Prabu yang melangkah mendekat.
“Bu Dokter, saya tau ini sangat sulit bagi ibu, kerena ibu bukan wanita yang begitu saja membiarkan tubuhnya digagahi lelaki lain. Seperti kata ibu,, tak ingin melakukan tanpa cinta,,, dan ibu bisa melihat sendiri bagaimana tampilan saya yang yang jauh dari kata tampan, yang tidak mungkin membuat ibu jatuh cinta,,,”
Pak Prabu berdiri sambil merentang kedu tangannya, seakan ingin menunjukkan seperti apa dirinya, lelaki bertubuh besar dengan kumis lebat dan perut yang mulai berlemak. Seandainya dalam situasi yang berbeda, gaya Pak Prabu tentu akan membuat Zuraida tertawa. Hati Zuraida yang awalnya takut menjadi kesal, bagaimana mungkin lelaki dihadapannya masih bisa mengajak bercanda saat hatinya begitu takut.
“Bu,,, maaf kalo ibu menganggap saya licik, memanfaatkan janji yang ibu ucap dalam kondisi kacau, tapi saya tidak tau lagi bagaimana cara untuk mendapatkan sedikit kenikmatan dari tubuhmu ini,,,”
Pak Prabu memepet tubuhnya kedinding, tangan kanannya terhulur mengusap selangkangan yang tertutup long dress dari kain yang lembut. Kedua tangan Zuraida segera menahan kenakalan Pak Prabu, tapi tangan kiri lelaki itu segera menyusul, meremas payudaranya. “Eeenngghhh Paaak,,, jangaaaan,,” kepala Zuraida menggeleng, berharap lelaki itu sadar dengan apa yang tengah diperbuatnya.
“Pliss,,, saya mohon,,, hanya ini kesempatan terbaik yang saya punya,, tak ada yang melihat keberadaan kita disini, lagipula mereka sudah mulai mabuk,,,” rayu Pak Prabu, mencari peruntungan.
Zuraida terdiam, menatap sekitar, baru sadar tubuhnya telah digiring Pak Prabu ke dinding, tersembunyi dibalik pohon hias yang ada dipojok tepi kolam renang, dekat dengan pintu keluar samping yang jarang digunakan.

“Pak,,,, saya,,,”
Zuraida bingung, tak lagi memiliki cara untuk berkelit, tak lagi memiliki alasan untuk menepis tangan kekar yang perlahan meremas payudaranya. Hanya debar jantung yang semakin kuat. Tangan Pak Prabu menyusur kebelakang, meraba setiap lekukan bagian atas tubuh Zuraida,,,, seperti mencari-cari sesuatu.
“Maaf,,, boleh saya menagih sekarang,,” ucap Pak Prabu, saat menemukan resluiting dari gaun putih panjang yang membalut tubuh dokter cantik itu.
Zuraida membuang wajah ke samping, namun itu dianggap Pak Prabu sebagai izin, menurunkan resluiting, lalu dengan perlahan mengusapi punggung yang terbuka. Mata Zuraida terpejam ketika merasakan telapak tangan yang kasar dikulit punggung yang mulus, merangsek diantara belahan ketiaknya. Bulu kudunya merinding, pasrah menerima jamahan. Memang ada niat dihatinya untuk sedikit nakal di saat pesta, tapi hanya dengan Arga, tidak dengan yang lain.
“Paaak,, saya tidak bisa melakukannya disini,,, saya mohon,, mengertilah pak,,,” pinta Zuraida lirih, menahan tangan Pak Prabu yang ingin menurunkan gaun dari pundaknya.
Dari celah dedaunan, mata wanita itu mengamati Arga yang kini di goda oleh Andini yang mulai mabuk. Menaiki tubuh Arga, dan dengan ganasnya menciumi wajah dan leher lelaki yang hanya duduk pasrah menikmati service si betina mungil. Membuat Mang Oyik tersisih dan beralih mendekati Aida yang masih tampak kelelahan setelah melayani Adit. Beberapa orang terlihat mulai mabuk. Begitupun dengan Aryanti, namun wanita itu masih berada di pelukan Dako yang sibuk menambahkan beberapa tanda kecupan di payudara kanan yang mencuat di luar gaun.
“Oowwgghh,,,” tiba-tiba tubuh Zuraida gemetar tertahan saat selangkangannya kembali diusap dengan lembut. Usapan yang ringan namun mengena tepat dibibir vagina. Tanpa sadar pantatnya bergerak kedepan mengejar tangan Pak Prabu. Menagih untuk usapan berikutnya.
Zuraida membuang wajahnya ke samping tak berani memandang wajah Pak Prabu yang tersenyum penuh kemenangan. Dengan riang jari-jari lelaki berkumis tebal itu menggelitik lipatan vagina milik wanita yang tak lagi berusaha menghindar.
“Eeemmmhhhh,,,” wanita berjilbab itu merintih tertahan, memejamkan mata dengan kuat saat jari tengah Pak Prabu menusuk lipatan vaginanya, membuat celana dalam tipisnya ikut masuk ke dalam, menyentuh kacang mungil yang begitu sensitif.
Berkali-kali jari Pak Prabu menusuk-nusuk, terkadang lembut, namun acapkali tusukan itu begitu kuat menggelitik pintu kelamin yang mulai basah. Tiba-tiba mata lentik Zuraida menangkap tubuh Andini yang bergerak liar di atas pangkuan Arga. Naik turun dengan penuh semangat. Mungkinkah Arga tengah menyetubuhi gadis mungil itu. Hati Zuraida begitu nelangsa, merintih bertanya pada hati yang terluka, kenapa Arga tidak mencumbu dirinya, padahal tadi tubuhnya telah pasrah untuk melayani apapun keinginan lelaki itu.
“Argaaa,,,” ucap Zuraida lirih, membuat Pak Prabu ikut menoleh mencari sosok Arga.
“Pak,,, apa mereka sedang bercinta?,,,” tanya Zuraida, seolah ingin meyakinkan apa yang dilihatnya.
“Mungkin,,,” jawab Pak Prabu ditelinga wanita yang masih tertutup jilbab itu.
Berbeda dengan Zuraida, Hati Pak Prabu justru bersorak girang. “Thanks Argaaa,,, Its time for me,,,”
Melihat kesempatan yang baik, dengan perlahan wajah Pak Prabu menunduk lalu menciumi gundukan payudara yang hanya tertutup gaun tipis, lidahnya dapat merasakan puting kecil yang mencuat.

Pak Prabu

“Oooowwhhhh,,,, Eeenngghhh,,,” bibir wanita itu melenguh saat lidah yang basah berlabuh di puting mungilnya. Kain tipis yang melindungi payudaranya dengan capat basah oleh ludah Pak Prabu.
Merintih saat bagian kecil dipuncak gunung yang hangat dihisap, dicucup, disedot dengan cara yang lembut. Meringis saat kumis yang tajam menembus kain dan menusuk gundukan payudaranya. Perlahan mata Zuraida turun, menatap sendu lelaki yang tengah menyusu dipayudaranya dengan begitu bersemangat, menjilati puting yang mengeras di balik kain tipis. Mata bening itu beralih memandang kekejauhan, pada sosok mungil yang naik turun bergerak penuh semangat, layaknya mengendarai kuda rodeo, sesekali gadis yang gaun atasnya sebagian telah melorot itu menunduk, membiarkan pejantan yang ada dibawahnya untuk menyucup payudara. Menggeliat menikmati permainan lidah yang panas.
“Arga,,, Seharusnya kau yang menikmati tubuh ini,,, tapi kenapa kau lebih memilih gadis itu daripada diriku,,,” hatinya sangat kecewa, tapi sedikitpun tidak ada amarah, Karena kondisinya kinipun jelas akan membuat Arga marah. Karena dia tau, Arga bukan pria yang bertindak semaunya, tapi sialnya dirinya sedikitpun tidak tau apa alasan Arga melepaskannya.
Zuraida menyandarkan kepalanya ketembok, bibirnya melenguh saat puting kecilnya digigit dengan lembut.
“Ooowwhhhh,,, Paaak,,, kenaapaaa digigiiit,,,,”
Tapi Pak Prabu justru tertawa, lalu kembali memainkan puting mancung layaknya milik para gadis remaja.
“Eeeeengghhh,,, Eeemmmpphhh,,,” Zuraida mengatup rapat bibirnya, kepalanya mengeleng-geleng berusaaha mengenyahkan rasa nikmat yang merambati tubuhnya.
Walau bagaimanapun Zuraida adalah seorang wanita normal, sulit untuk mengingkari segala kenikmatan yang diberikan oleh Pak Prabu. Cumbuannya bersama Arga selama berdansa membuat tubuhnya menagih lebih. Merasa yakin wanita yang dicumbunya telah bisa menerima apa yang tengah mereka lakukan. Pak Prabu berusaha menurunkan gaun Zuraida, lidahnya sudah sangat gatal untuk merasakan langsung lembutnya puting yang ada dalam genggaman.
“Paaak,,, jangan disini,,, jangan disiniii,,,” elak Zuraida. Menahan gaunnya.
Lelaki itu tersenyum, tersenyum sangat lembut dibalik kumis tebal yang melintang. Menatap Zuraida dengan pandangan yang sedikit berbeda.
Membuat si wanita salah tingkah, ada sesuatu dimata Pak Prabu, pandangan penuh kasih yang tadi siang dilihatnya dari mata Arga.
“Buu,,, seandainya ibu tau,, saya selalu mengaggumi ibu. Saya selalu terpesona setiap ibu mampir kekantor, seorang wanita yang energik, cerdas, namun juga begitu lembut, saya selalu mendambakan punya pasangan seperti ibu,,,” ucap Pak Prabu coba merayu.
Tak ada wanita yang tidak tersangjung bila dipuji. tapi Zuraida menggeleng, seakan menyatakan usaha Pak Prabu akan sia-sia.
“Maaf saya bukan sedang merayu untuk mendapatkan tubuh Bu Dokter,” Pak Prabu kembali membetulkan gaun Zuraida.
Sikap Pak Prabu membuat Zuraida benar-benar salah tingkah. Zuraida bukan wanita yang mudah tertarik pada pesona seorang pria, tapi hati yang limbung membuat segalanya menjadi tak menentu.
"Lalu apa yang bapak ingin sekarang?”
Pertanyaan yang lugas dan tegas, kini giliran Pak Prabu yang bingung. Bohong bila dirinya tidak menginginkan tubuh wanita yang kini ada di depannya.  Bisa saja dirinya memaksa wanita yang kini ada didepannya untuk melayani hasratnya atas dasar janji yang diucap. Tapi entah kenapa hal itu tidak dilakukannya. Bibirnya justru tersenyum lalu tertawa.

“Hehehee,,, maaf,,, saya benar-benar minta maaf sudah memperalat ibu, saya menjadi merasa sangat berdosa pada ibu, lupakanlah janji itu. Tapi,,, emmhh,, boleh saya mengecup bibir ibu,,,”
Zuraida sangat kaget dengan perubahan Pak Prabu, tapi ia bisa menangkap kesungguhan seorang lelaki yang disampaikan dalam keremangan malam. Wanita itu mengangguk, memejamkan matanya, membiarkan bibir Pak Prabu berlabuh dibibirnya yang hangat.
“Terimakasih Bu,,,” ucap lelaki itu setelah melepaskan bibir Zuraida, memenuhi janjinya, hanya sebuah kecupan. “Sebenarnya pengen lebih lama sih,,, tapi takut tegangan ini saya naik lagi,,,” Pak Prabu mencoba berkelakar sambil menunjuk selangkangannya.
Tapi hanya dijawab Zuraida dengan senyuman, senyum manis yang begitu memikat kelelakian Pak Prabu. Tampak wanita itu berusaha untuk bertahan, tidak terlena dengan kehangatan yang ditawarkan Pak Prabu.
“Saya lebih suka melihat ibu tersenyum seperti ini daripada merintih karena itunya saya tusuk,,,hehehe,,”
Kali ini mau tidak mau Zuraida tertawa, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Lalu mencubit tangan Pak Prabu.
“Ayo kita kembali ke sana,,,” ajak Pak Prabu, menggandeng tangan si wanita.
Pooong !!!,,,Selesai begitu saja? Zuraida tertegun, apakah Pak Prabu telah menyerah untuk mendapatkan tubuhnya. Sisi kewanitaannya yang liar cepat mengambil alih. Entah kenapa rasa Kecewa menyergap hatinya, kecewa dengan sikap Pak Prabu yang mengangkat bendera putih. Masih dirasakannya gaunnya yang basah setelah dijilati Pak Prabu, rasa gatal pada bagian puting yang baru saja menerima gigitan nakal seorang penjantan. Tapi wanita itu berusaha menghormati keputusan Pak Prabu, keputusan yang menyelamatkan kehormatannya sebagai seorang wanita, keputusan yang menyelamatkannya dari rasa bersalah kepada Arga dan Dako.
“Paaak,,, maaf saya tidak bisa memenuhi janji saya,,, tapi,, emmh,, kalau bapak ingin memeluk saya,,, eenghh boleh koq,” tawar Zuraida tiba-tiba.
Entah apa yang dibenak wanita itu. Benarkah sekedar ucapan terimakasih atas aksi heroik Pak Prabu?

Pak Prabu tertawa, lalu merentangkan kedua tangannya. Membiarkan si wanita yang masuk kedalam pelukannya. Dengan malu-malu Zuraida mendekat, menempelkan tubuhnya, dan membiarkan tangan yang kekar mendekap erat tubuh. Tangannya balas memeluk punggung Pak Prabu. Masih dengan gaya yang malu-malu, Zuraida menekuk wajahnya dileher yang berkeringat, memancarkan wewangi tubuh seorang lelaki. Seketika tubuhnya merinding, otaknya merespon aroma seorang pejantan. Lama keduanya terdiam, terdiam dalam kisruh yang melanda hati, tanpa disadari pelukan tangan Zuraida justru semakin erat. Pelukan memang selalu mampu memberikan kedamaian, semakin erat Zuraida memeluk, semakin dirinya merasakan sisi kewanitaannya. Kodrat sebagi wanita yang juga membutuhkan kehangatan. Kodrat sebagai wanita cantik yang memiliki tubuh indah yang menjadi pelampisan hasrat pandangan para lelaki. Pak Prabu berusaha menaikkan kembali resluiting yang terbuka. Entah kenapa tiba-tiba dirinya merasa sangat menyayangi istri bawahannya itu. Kebersamaan selama liburan memang membuat interaksi di antara mereka menjadi lebih intens, meski kadang dilakukan dengan cara yang nakal.
“Pak,,, emmhh,, biarin aja,,,” ucap Zuraida terbata.
Deg,,,, Pak Prabu terdiam,,, pikirannya tidak berani berasumsi macam-macam, apa maksud dari kalimat yang terucap tepat disamping telinganya. Lalu kembali mengusap-usap punggung yang terbuka, menikmati kehalusan kulit seorang Zuraida.

“Kamu ngga dingin?,,,” ucap Pak Prabu memecah sunyi.
“Dingin bangeeet,,,”
Pak Prabu semakin bingung, kenapa wanita itu justru menolak saat tangannya ingin mengancingkan resluiting untuk menutupi tubuhnya. Apa yang diinginkan wanita itu. Tapi dirinya hanya berani memeluk, meski hasratnya kembali terpercik. Tiba-tiba Pak Prabu merasakan kecupan lembut di lehernnya, hanya sesaat, tapi itu cukup untuk membangkit gairah kelelakiannya. Tangannya kembali beredar, mengusap setiap sisi pundak dan punggung yang terbuka.
“Paaak,,,”
“Maaf sayaaang,,, maaf,,,” ucap Pak Prabu, menarik tangannya kembali ke belakang setelah memberikan remasan nakal di payudara yang membusung.
“Paaak,,, Sentuh dari dalam,,,”
DEG,,, Pak Prabu kaget, tapi telinganya tidak mungkin salah dengar. Kata-kata itu diucapkan begitu dekat dengan telinganya. Lalu kembali meremas payudara dengan lebih kuat, untuk meyakinkan apa yang didengarnya.
“Emmmpphh,,, Paaak,,, sentuh dari dalam,,”
Pak Prabu semakin bingung. Melepaskan pelukannya, memegang sisi gaun Zuraida, saling tatap dengan mata bening yang indah.
Ditingkahi nafas yang memburu, wanita itu mengangguk. Setelah mengambil nafas, Pak Prabu coba menurunkan gaun dari pundak Zuraida. Di kegelapan matanya masih dapat melihat kemulusan pundak si dokter cantik. Zuraida menatap wajah Pak Prabu, dengan tangan yang gemetar berusaha melolosi kain yang dikenakannya. Ada rasa bangga dihati saat melihat binar mata sang pejantan yang mengagumi payudara yang terhampar di depan wajah.
“Paaaak,,, iniii punyaaa sayaaa,,, seperti iniii punyaaa saayaaa,,,” lirih suara Zuraida saat kedua payudaranya mulai disapa, diusap, dan diremas berulang-ulang.
“Indah banget Bu,,, besar,,, kencang,,, mancung seperti anak remaja,,,” Mata Pak Prabu tak beralih dari sepasang daging yang terus diremasinya. Tak menghiraukan kondisi si wanita yang mulai terengah-engah.
“Buuu,,, boleehh sayaaa,,,”
Sambil beradu pandang, Zuraida meremas rambut Pak Prabu,
“Sebentar aja ya Pak,,,” ucapnya gemetar, lalu menarik kepala Pak Prabu kepayudara kirinya.
“Aaahhhss,,”
“Aaaahhh,,,” bibirnya mendesis setiap lidah Pak Prabu berlabuh. Ada rasa gregetan saat menyaksikan lelaki itu hanya menjilat-jilat putingnya yang mengeras.
“Paaaak,,,”
Masih dengan lidah terjulur, mata Pak Prabu melirik ke atas.
“Paaaak,,, maaf,,,,” ucap Zuraida pelan, lalu menjambak rambut Pak Prabu, bukan mendorong, tapi membenamkan wajah lelaki itu pada kenyalnya daging yang membusung menantang.
“Owwwgghhh,,,” bibirnya terpekik,,, menatap nanar mulut lelaki yang melumat bulat payudara, mengunyah dengan sedikit kasar. Membuat tubuh wanita itu semakin tersandar ke dinding. Belum lagi kumis yang menusuk-nusuk kulit yang memiliki tekstur sangat lembut, membuatnya harus menggigit bibir, meredam rasa geli.
Tubuh Zuraida semakin merinding saat pahanya tersentuh oleh sesuatu yang keras, yang tersembunyi di balik selangkangan Pak Prabu.
“itu penis Pak Prabu,,,” pekik hati Zuraida, “Penis yang tadi pagi hampir saja memasuki liang kemaluanku, penis yang menghambur sperma di depan vaginaku,”

Zuraida membiarkan penis Pak Prabu bermain-main dengan pahanya. Membiarkan lelaki itu menggesek-gesek batang yang mengeras kesetiap sisi bagian bawah tubuhnya.  Tubuhnya merespon dengan mendorong pantatnya ke depan, seolah meminta agar batang itu menggeseki bibir vagina yang gemuk. Gayung bersambut, Pak Prabu menatap Zuraida, lalu menggesekkan batang yang sudah sangat mengeras kebagian cembung dari selangkangan. Tak ingin kalah, si wanita justru semakin mendorong pantatnya kedepan, seakan berkata inilah milikku, mana milikmu,,,Semakin kuat gesekan, semakin cepat nafas Zuraida membuuru. Tak puas dengan gesekan batang penisnya yang terhalang oleh celana, Tangan Pak Prabu terhulur turun. Dibawah tatapan si wanita, telapak tangannya mengusap lembut vagina berbalut kain, membuat pemiliknya mendesah tertahan.
“Buka lebih lebar, Bu,,,” pinta Pak Prabu, yang segera dikabulkan si empunya dengan melebarkan paha. Tapi gaun yang ketat membuat gerakannya terhalang.
Zuraida mengangguk, menyetujui usaha tangan Pak Prabu yang bergerak ke belakang tubuhnya, menarik turun resluiting hingga ke sudut mati, tepat di depan pantat si wanita. Lalu perlahan menyelusup, meremas pantat yang membulat padat yang hanya dilapisi celana dalam tipis. Zuraida cepat menarik tangan Pak Prabu, bukan untuk mengenyahkan tapi agar masuk langsung kebalik celana dalamnya, lalu kembali memeluk tubuh Pak Prabu. Entah apa yang ada di kepala Zuraida, saat mengatup rapat bibirnya, membiarkan telapak tangan yang kasar menyelusup ke balik celana dalamnya. Menyusuri belahan pantatnya, menggelitik liang anusnya,,, dan,,,
“Ooowwwhhh,,,, Paaaak,,,,” tubuh wanita itu melejit seketika, gemetar ketika bagian paling sensitif ditubuhnya merasakan sentuhan dari kulit yang kasar. Meski bisa menebak arah yang dituju oleh tangan Pak Prabu, tetap saja tubuhnya kaget.
Bila tadi pantatnya terdorong ke depan, kini pantat yang membulat itu justru menungging ke belakang.
“Eeeenggghhh,,,
“Lembut bangeeet Buuu,,, vaginamu lembut bangeeet,,, sayaaang,,,”
Mendapatkan pujian itu Zuraida justru mencubit pinggang Pak Prabu. “Emmhh,,,kalo pintu rumah baru keraass,, Pak,,” ucapnya disela nafas yang naik turun.
“Paaak,,, jangaaan tusuuuk terlaluuu dalaaam,,, geliiii,,,” rintihnya, namun pinggulnya justru bergerak mengejar jari Pak Prabu yang bergerak keluar. Seakan berharap jari yang kasar itu tetap berada di dalam liang kemaluannya.
“Bibirmu mana sayaaaang,,,” seru Pak Prabu.
Zuraida seperti kesurupan, seperti bukan dirinya yang biasa, seperti wanita yang telah lama tidak merasakann jamahan tangan seorang lelaki, seperti wanita yang begitu haus akan belaian manja seorang lelaki. Wanita itu tidak mengelak saat Pak Prabu melabuhkan bibir, berusaha menyelusup ke dalam mulutnya, menghirup aroma nafas dari hidung mereka yang bertemu, membiarkan lelaki itu mengecapi lidahnya, menyedot ludah dengan sangat rakus. Tangan Pak Prabu tak lagi bergerak, terdiam di dalam liang kemaluan yang basah, terkonsentarasi pada bibir Zuraida. Merasa kenikmatan yang tengah dirasakan oleh selangkangannya terhenti, pinggul wanita itu reflek bergerak sendiri, memainkan bibir vagina pada telapak tangan yang kasar dan jari tengah yang menusuk kedalam lorong yang membanjir.

“Paaaaak,,, eeengghhhh,,, aaahhssss,,,” Zuraida terengah-engah, pantatnya bergerak semakin cepat, seolah tengah mengawini tangan kekar yang mematung di selangkangannya.
Melihat keadaan Zuraida, dengan cepat tangan kiri Pak Prabu mengeluarkan batang penisnya, lalu menarik tangan Zuraida agar menggenggam. Mata Zuraida melotot, tidak menyangka, dirinya yang selalu mengenakan penutup kepala kini justru menggenggam batang kemaluan, milik atasan suaminya.
“Buuu,,, biarkan penis saya yang melakukannya Bu,,,,”
Dengan pinggul yang masih bergerak menyenggamai tangan Pak Prabu, wanita itu menggeleng, wajahnya tampak pucat mengejar orgasme yang bersiap menghampiri. Tapi wanita itu tidak mengelak saat Pak Prabu dengan tangan kirinya berusaha menyingkap gaun panjangnya ke atas.
“Bu,,, bantu saya menuntaskan hasrat saya Bu,,, saya janji tidak akan menusuk liang kemaluan ibu,,, cuma jepitin dengan paha ibu seperti tadi pagi.,,,” mohon Pak Prabu, sambil terus menarik gaun Zuraida ke atas. Tapi terlalu sulit, gaun itu membekap cukup ketat.
“Bu,,, ikut sayaaa,,” pinta Pak Prabu tiba-tiba, menarik tangan dari selakangan, lalu membopong tubuh Zuraida yang tengah sakau akan orgasme, keluar melalui pintu yang ada di samping mereka bercumbu.
“Paaaaak,,, bapak mau ngapain?,,,” tanyanya saat tiba di tembok luar, Pak Prabu membalik tubuhnya ke arah tembok.
“saya mohooon Paaak,,, jangan ingkari janji bapaaak,,,” pinta Zuraida pada lelaki yang kini berusaha menarik gaunnya lebih tinggi. Lalu dengan cepat menurunkan celana dalamnya.
“Oooowwgghhh,,, Paaaak,,, Ooogghhh,,,” Zuraida tidak menyangka, vaginanya yang tak lagi memiliki pelindung dilumat dengan rakus. Tubuhnya menggeliat liar. Kumis yang ikut menusuk kulitnya, membuat pinggul wanita itu bergerak tak menentu.
“Zuraidaaaaa,,,Sluuuurrpppsss,,,,Memeeeqmuuu,,, ooowwhhss,,,sluuurrrppss,,,”
Pak Prabu tak menyangka, akhirnya bisa merasakan cairan gurih dari seorang wanita bernama Zuraida, selama ini matanya hanya bisa memandang bulatan pantat dan selangkangan yang selalu tertutup kain itu. hanya bisa membayangkan seperti apa bentuk dari benda yang ada di dalamnya. Selama ini, otak mesumnya hanya bisa berkhayal, kenikmatan seperti apa yang ditawarkan oleh liang surga seorang wanita cantik yang selalu mengenakan jilbab. Tapi kini,,, selangkangan wanita itu bergerak mengikuti kemanapun lidahnya menari. Memohon lidahnya masuk lebih dalam, mengais-ngais cairan yang terus merembes keluar. Berkali-kali Pak Prabu menyedot bibir vagina yang mengeluarkan cairan bening, begitu haus mengecapi vagina yang teramat basah. Tak henti-henti pula bibir wanita itu mendesis dan menjerit ketika bibir Pak Prabu menyedot terlalu kuat.
“Sudaah ya paaak,,, saya takut kebablasan,,,” mohon Zuraida ketika Pak Prabu menghentikan aksinya, memutar tubuhnya berhadapan.
“Bu,,, saya akan menepati janji sayaa,, tapi bolehkan kalo saya nyelipin di paha ibu seperti tadi pagi,,,” pinta Pak Prabu.
“Tapi pak,,”
“Buu,, apa saya pernah mengingkari janji?,,, saya hanya butuh penyelesaian, Bu,,,” potong Pak Prabu.

Zuraida memandang wajah Pak Prabu dengan bingung, memang hingga saat ini atasan dari suaminya itu selalu menepati janji. Akhirnya, dengan berat hati Zuraida mengangguk, membiarkan lelaki itu mendekat, lalu membuka pahanya lebih lebar. Pak Prabu harus sedikit menekuk kakinya untuk memposisikan batangnya berada tepat di bawah vagina Zuraida.
“Eeengghh,, Paaak,,, koqhh,, sepertii iniii,,,” protes Zuraida, merasakan batang itu justru menggesek-gesek bibir vaginanya yang basah.
“Maaf Bu,,, posisinya sulit bangeeet,,,” jawabnya sambil menekuk kaki semakin dalam, berusaha menggesek batangnya lebih kebawah.
Sambil menahan rangsangan Zuraida mengamati posisi Pak Prabu yang memang sulit.
“Eeengghh,,, yaa sudaaaah,,, tapi tolooong paaaak,, jangaaan sampaai massuuukk,,, Aaaahhhsss,,,”
“Buuuu,,, nikmaaat bangeeeet,,,Eeesshhhh,,,” Pak Prabu memandang wajah Zuraida sambil mendesis nikmat, bergerak maju mundur menyenggamai bibir vagina yang sangat basah.
Sementara Zuraida hanya bisa mengagguk, tubuhnya ikut bergerak, menyambut setiap tusukan yang menyusur di depan bibir vagina. Hati Zuraida mulai goyah saat memandangi wajah Pak Prabu, wajah yang galak tapi tegas, dengan rahang yang lebar layaknya wajah sang legenda Gajahmada. Hanya saja kumisnya terlalu lebat. Hati Zuraida tersenyum sendiri.
“Seandainya kumis itu dibersihin, meski sudah memasuki usia paruh baya, pasti lelaki ini akan terlihat lebih cute,” bisik hati Zuraida.
“Paaak,,, Terimakasih,,, selalu menemani saat hatiku sedang kacau,,,” ucap Zuraida tiba-tiba, membuat Pak Prabu kaget, Memandang wajah Zuraida. “Ingin sekali saya membiarkan punya bapak masuk ke dalam tubuh saya, tapi saya,,, saya akan merasa sangat bersalah,,, maaf ya pak,,,” lanjutnya. Tangannya mengusap wajah Pak Prabu.
“Saya juga tidak akan meminta lebih koq Bu,,,, saya bisa mengerti kondisi ibu,,” Pak Prabu menghentikan gerakan pinggulnya. Membuka tangannya lebar, mengajak tubuh Zuraida masuk ke dalam pelukannya.
Tapi Zuraida menggeleng, menolak ajakan Pak Prabu, dengan gaya yang manja memanyunkan bibirnya. Tangannya yang masih mengusapi pipi berpindah mengusap kumis yang lebat. Lalu iseng menyelipkan telunjuknya di bibir Pak Prabu. Birahi membuat wanita itu ingin berlaku nakal, seperti Aryanti dan lainnya. Di balik tembok tempat dirinya bersandar, ada suaminya yang terus menemani Aryanti, ada Arga, cinta masa lalu yang kini kembali menyulut gelora cinta yang terpendam. Tapi lelaki itu kini berada dalam dekapan wanita lain. Dan ditempat ini,,, hanya ada dirinya dan seorang pria yang sangat menggilai tubuh dan kecantikannya. Tak ada yang tau jika dirinya membiarkan batang keras yang berada tepat di selangkangan memasuki tubuhnya.
“Paaak,,, bapak diam aja yaa,,,”
Tangannya mencengkram pinggang Pak Prabu , lalu menggerakkan pinggulnya, menggesek bibir vagina pada batang yang mengeras layaknya kayu.
“Eeemmmpphhh,,, Eeemmmppphhhh,,,” Zuraida merintih.
Birahi mengambil alih akal sehatnya, menyilangkan kedua pahanya, membuat penis Pak Prabu sulit untuk menyelusup hingga akhirnya merangsek ke atas, membelah gerbang kemaluannya.
“Oooowwhhsss,,, Paaak,” Zuraida terpekik, helm besar itu hampir saja menerobos memasuki kemaluannya. Segala sarafnya menegang.
Dengan menyilangkan kedua paha. Otomatis helm penis itu kini bergerak kesatu arah, bergerak intens menguak gerbang vagina yang basah. Tapi jepitan pahanya terlalu kuat, membuat batang itu tertahan di pintu masuk.

Zuraida panik, sementara Pak Prabu mulai menggerakkan batangnya, terus mencoba merangsek masuk.
“Sayaaang,,, berbalik yaaa,,,” pinta Pak Prabu dengan gemetar, tak tahan dengan gaya nakal Zuraida.
“Paaak,,, cepet selesein yaa,,,” Zuraida menatap Pak Prabu, pandangan yang mengundang lelaki itu untuk menikmati tubuhnya secara nyata.
Setelah menghadap tembok, wanita yang masih mengenakan jilbab itu menoleh ke belakang, sekali lagi menatap wajah mesum Pak Prabu, lalu merentang lebar kakinya.
“Zuraidaaaa,,, kamu nakal Zuraidaaa,,, kamu nakaaaal,,,” teriak hatinya, seiring tubuhnya yang perlahan membungkuk, menunggingkan pantat montok yang membulat ke depan penis Pak Prabu.
Tak ada pertahanan sedikitpun, sangat mudah bagi Pak Prabu untuk menusuk vagina dokter cantik itu.
“Buuuu,,, tubuhmu benar-benar indah,” Pak Prabu mendekat, meremas bongkahan daging yang tersaji, memposisikan batang tepat didepan gerbang vagina yang terkuak basah.
Wanita itu memejamkan matanya, dengan jantung berdebar menunggu penis Pak Prabu menguak bibir vaginanya dengan perlahan.
“Ooowwwhhh,,,, Pak,,,”
Tapi tiba-tiba batang itu melengos keluar, hanya menyusur lipatan bibir vagina. Tangan Zuraida mencengkram pohon kecil yang ada disampingnya dengan gregetan. Zuraida bingung, kenapa hatinya justru kecewa saat batang itu urung memasuki tubuhnya. Seharusnya ia bersyukur. Sementara Pak Prabu menggeram, menahan hasratnya. Bergerak menyetubuhi wanita yang telah pasrah hanya dari sisi luar.
“Buuu,,, saya akan selalu berusaha menepati janji saya,,, Eeemmpphh,,,” Tangannya merengkuh kedepan, menggenggam sepasang payudara yang menggantung.
“Terimakasih Pak,,,” jawab Zuraida setengah hati. Membiarkan tubuh dibelakangnya bergerak menggeseki bibir vaginanya. Membiarkan tangan lelaki itu menggerayangi setiap bagian tubuhnya
“Buuu,,, saya tidak tau seperti apa rasa nikmat dari lorong kemaluan ini,,,,”
Sesekali dengan nakal Prabu memasukkan sebagian jamur penisnya ke bibir vagina seperti sengaja menggoda Zuraida. Berkali-kali pula bibir tipis itu merintih kecewa saat jamur yang besar, memasuki sebagian lipatan vagina, tapi kembali melengos keluar.
“Bu,,, pegangin punya saya Bu,,,” pinta Pak Prabu, menarik tangan kanan Zuraida kebatang yang ada diantara kedua pahanya.
“Basaaaah,,, batang ini sudah sangat basah,,,” pekik hati Zuraida saat menggenggam penis Pak Prabu yang penuh dengan cairan yang keluar dari bibir kemaluannya.
Pak Prabu kembali menggerakkan pinggulnya, namun saat ini kendali batang penis lelaki itu berada dijari lentik Zuraida sepenuhnya. Jari lentik itu dapat mengarahkan batang besar kemanapun dirinya mau.
“Oooowwwhhhssss,,,Paaak,,,” Zuraida terkaget, saat jari-jarinya menekan penis itu menyusuri bibir kemaluan.
Akibat tekanan dari tangannya, Sentuhan yang dirasakan oleh bibir vaginanya terasa lebih kuat. Membuat tubuhnya menggelinjang. Begitu pun pak prabu yang merasakan batangnya terjepit di antara telapak tangan dan bibir kemaluan. Semakin cepat pinggulnya bergerak menusuk, semakin kuat tangan wanita itu menekan ke selangkangannya.

“Buuu,,, saya tidaaaak kuat Buu,,,, masukin Buu,,, Ooowwhhh,,, biarkan batang saya menjamah bagian terdalam memek ibu,,,Buuu,,, memek muuu manaaaa,,, masukin Buuu,,, sayaaa mohooon,,,jepit kontol saya kedalam memek ibuuu,,,” Pak Prabu mulai meracau vulgar, meminta kenikmatan yang lebih. membuat birahi Zuraida semakin terbakar.
Bibirnya mendesis, badannya menggeliat tak menentu, pantatnya bergerak melakukan perlawanan, telapak tangannya dengan kuat menekan batang ke belahan bibir vagina. Di antara kewarasan yang tersisa, Zuraida mengumpat kesal, lelaki yang tengah menunggangi tubuhnya itu memiliki kuasa penuh untuk menikmati liang kemaluannya, tapi kenapa justru meminta dirinya untuk melakukan.
“Aaaahhhsss,,, jangan paaaak,,, jaaangaaan buat sayaaa sepertii perempuaaan murahaaann,,, Ooowwwhhsss,,,”
“Buuuu,,,, saayaaa berusahaaa menepatii janjii sayaaa,,, sekaaraang tepati janjii ibuuu,,, plisss sayaaanng,,,”
“Oooowwhhhssss,,,,, siaaaaal,,,” Zuraida mengumpat kesal. Haruskah ia mendustakan prinsip yang selalu dipegangnya, hanya akan melakukan di atas dasar cinta.
Sementara batang Pak Prabu semakin sering menyelinap ke dalam, membuat alat senggamanya berteriak menagih sebuah hujaman batang penis yang sesungguhnya.
“Paaaak,,, jangan buaaat sayaaa merasaaa berdosaaa, paaakk,,, aaaaeeenggghhhss,,,”
Zuraida semakin menungging, berusaha memamerkan sebagian pintu vaginanya ke mata Pak Prabu, di kegelapan. Sisi liarnya berharap lelaki itu bersedia merojok pintu vagina yang terbuka lebar di depan penis yang mengacung.
“Ooowwwwhhhh,,, paaaak,,,, haaaampiiirr paaaak,,,” jantung Zuraida berdebar kencang, ketika kepala jamur yang besar tanpa sengaja berhasil melewati pintu vaginanya. Tapi dengan cepat Pak Prabu menarik kembali batangnya.
“Aaaawwwwhh paaaak,,,”
“Paaaak,,, kenapaaa punya sayaaa digituiiiin,,,”
“Eeeengggghh bapaaaak curaaaang,,,” jerit Zuraida.
Sadar kejadian tadi bukan suatu ketidaksengajaan, tapi Pak Prabu memang tengah bermain dengan lorong bibir vaginanya. Hanya memeasukkan sebagian kepala jamur, lalu kembali menarik keluar. Terus dan terus,, membuat Zuraida menggila.
“Argaaa,, maafin Zeeee,, maafin Zeeee,,, Zeee ngga kuaaat sayaaang,,,”
Air mata menetes dari mata yang bening, saat tangannya menggengam kuat batang Pak Prabu, membuat pinggul lelaki itu berhenti bergerak. Dengan jantung berdebar Zuraida perlahan meletakkan kepala penis itu tepat digerbang peranakannya, dengan kaki dan paha yang gemetar, pantatnya bergerak menekan, membuat batang Pak Prabu perlahan menghilang kedalam alat senggama.
“Oooowwwssshhh,,,,, aaahhh,,,,,” seketika bibirnya melenguh saat rongga yang basah merasakan tekstur dari batang yang keras. Terus dan terus masuk hingga kebagian terdalam.
“Buuuu,,, terimakasih Buuuu,,,, punyamu benar-benar nikmaaat,,, owwhh,,,”
Zuraida mengagguk lemah, “Silahkan paaak,,, silahkaan bapaaak nikmatii,,, saya sudah memenuhi janji sayaaa,,”
Pak Prabu mengecup punggung Zuraida yang terbuka, mencengkram bulatan pantat yang tengah dibelah oleh penis besarnya. Lalu bergerak menyenggamai wanita yang jilbabnya tampak lusuh, pasrah akan apapun yang akan dilakukan si lelaki.

“Oooowwhh,,,, Akhirnya aku bisa ngentotin memek istrimu, Dakooo,,,”
“Argaaaa,,, pacaaaarmu aku entotin, Gaaaa,,,” teriak Pak Prabu di telinga Zuraida, pantatnya bergerak
Zuraida meradang mendengar kata-kata Pak Prabu. tangan kekar lelaki itu begitu kuat mencengkram pinggulnya, vaginanya dengan cepat ditusuki batang yang begitu keras.
“Argaaaa,,, memeknya benar-benar nikmat, Gaaa,,,” semakin kasar kata-kata yang keluar dari mulut Pak Prabu, semakin cepat lelaki itu menghentak vagina si Dokter cantik.
“Maaaasss,,, aku disetubuhi bosmu maaass,,,”
“Argaaaa,,, tolong aku, Gaaaa,,,”
“Eeeeengghhh,,,,” suara rintihan Zuraida begitu memelas.
Tubuhnya terguncang menerima hentakan yang kasar, tapi siapa yang menyangka bila pantat mulus yang membulat itu justru semakin menungging, bergerak liar menerima setiap tusukan. Menggenggam tangan Pak Prabu yang kini meremasi kedua bulatan payudara, menjadikannya sebagai tali kekang untuk mengatur gerak tubuh siwanita.
“Oooowwwhhhssss,,, Paaaaakkk,,, sayaaaa ngga kuaaaat,,,,”
Kata-kata kasar Pak Prabu justru membuat dirinya bersiap menerima badai orgasme.
“Sayaaaa keluaaaaar,,, Aaaarrggghhhsss,,,”
“Sayaaaa keluaaaaar,,,,” tubuh indah itu menari menggelinjang, menahan batang Pak Prabu jauh di dalam lorong, mencengkram erat sambil memuntahkan cairan yang menyiram kepala jamur.
“Buuuu,,, sayaaa jugaaa buu,,,, sayaaaa jugaaaaaa Aaarrrgghh,,,”
“Sayaaaa semprot memeeek ibuuu,,,”
“Paaaak,, jangaaaan di dalaaaam,, jangan didalam,” tersadar dari buai orgasme, berubah menjadi panik.
Tangannya dengan cepat menggenggam batang yang hendak kembali menusuk,, dan,,,
“Aaaarrgghh,,,,” tubuh Pak Prabu mengejang, sperma menghambur dalam genggaman tangan si wanita, tepat didepan bibir vagina. Sebagian menyemprot celah kemaluan yang masih terbuka.
Zuraida panik, menarik tubuhnya,,, jari tengahnya dengan cepat mengorek kelorong kemaluan, berharap bisa mengeluarkan cairan sperma yang bisa saja menyelusup ke dalam, meski dirinyapun tak yakin ada cairan yang berhasil menyelusup masuk. Lalu membersihkan ceceran kental yang menghias dibibir vagina dengan gaun panjangnya.
“Argaaa,, Argaaa,,,” wajah Zuraida pucat seketika, matanya menangkap sosok Arga yang berdiri tepat di pintu keluar.
Lelaki itu terlihat syok dengan apa yang dilihatnya. Tak mampu berkata apapun, hanya amarah yang meluap.
“Argaaaa,,, jangaaaan pergi Gaaa,,, aku bisa menjelaskan semua ini Gaaa,,,”
“Argaaaa,,, jangan pergi lagi sayang,,,” rengek Zuraida, dengan tangis yang memecah suasana.
“Buuu tunggu, bu,,, maafkan saya,,,” Pak Prabu berusaha menahan tangan Zuraida, berniat untuk menenangkan. Sekaligus tidak tega melihat wanita itu menangis.
“Pak, perjanjian kita sudah selesai. Segala janji yang terucap telah saya penuhi,,, tolong jangan ganggu saya lagi,,, saya mohon dengan sangat,,” ucapnya sambil terisak, berusaha melepaskan pegangan Pak Prabu. Lalu berlari mengejar Arga ke dalam cottage.
Sebagian tubuhnya masih terbuka, bahkan payudara kanannya masih tertinggal di luar gaun, tapi wanita itu terus berlari mengejar Arga. Tak menghiraukan pandangan Mang Oyik yang tengah menyetubuhi Sintya yang terbaring di atas sofa. Tak peduli pada ulah Kontet yang tengah meremasi payudara mungil milik Andini.  Tak peduli pada tatapan bingung Aryanti yang berbaring di atas kursi untuk berjemur, di bawah tindihan tubuh suaminya, Dako, yang tertidur lelap di antara gundukan payudara.

“Argaaaa,,, kumohon dengarlah sayaaaang,,, aku mohooon,,” Zuraida terisak di hadapan Arga yang baru saja membuka pintu kamarnya.
“Yup,,, ada apa?,,,” ucap Arga datar, berusaha meredam emosi. Melangkah ke dalam kamar.
“Masih kurang?,,, masih pengen minta kepuasan dariku,,,”
“Aku tau siapa kamu Zeeee,,, wanita yang tidak mudah menyerahkan tubuhnya kepada lelaki lain,,,”
“Aku tau kamu seorang wanita yang menjunjung tinggi norma, dan karena itu pulalah aku begitu mencintaimu,,,”
“Tapi tadi aku melihat mu benar-benar seperti wanita liar,,,, aku seperti tidak mengenalmu,,, lihatlah pakaianmu,,, lihatlaaaah,,, kau tak ubahnya seperti,,, sepertiii,,,, Sudahlah,,, cerita kita memang harus diakhiri,,, dan memang sudah berakhir,,,”
Kata-kata Arga begitu menyakitkan hatinya. Tak pernah sekalipun telinganya mendengar kata-kata kasar terucap dari bibir Arga. Tapi memang itulah yang terjadi. Zuraida menangis semakin kencang,,, seperti gadis kecil yang ditinggalkan ibunya, jatuh meringkuk disisi kasur dengan tubuh gemetar.
“Maaf kan akuuu,,, aku memang salah,,, maaaaf sayaaaang,,, hiksss,,,”
“Tapi aku ini wanita, aku telah memohon kepadamu,,, menyerahkan tubuh yang kau anggap hina ini sepenuhnya kepadamu,,, tapi kau menolak dengan dingin,,,”
“Kau yang melepaskanku, kau yang meninggalkanku dengan pria lain,,,”
Suara Zuraida hampir tak terdengar, hilang ditelan isak tangis.
“Arga,,, terimakasih untuk cintamu,,, maafkan laah aku,,, aku memang tidak pantas untuk dirimu,,,” wanita itu berusaha untuk bangkit, dengan mata berlinang berusaha menatap wajah Arga, seolah itulah terakhir kali dirinya dapat menatap wajah lelaki itu.
“Arga,,, meski berulang kali kau acuhkan aku,, meski berulang kali kau meninggalkan ku, aku selalu mencintaimu, sangat mencintaimu,,hikss,,, selamat tinggal, sayang.” ucapnya terbata, tak kuat mengucap kata terakhir.
Pertahanan Arga ambrol, lelaki perkasa itu melelehkan air mata. Air mata yang mampu ditahannya saat tubuh adiknya meregang nyawa di pangkuan, akibat kecelakaan. Tapi air mata itu jatuh saat mendengar kata perpisahan dari seorang Zuraida. Mendengar jerit hati wanita yang tak terucap.
“Zeee,,, jangan menangis sayaaaang,,, jangaaaan menangis wahai kekasih hatiku,,, maafkan semua kebodohan dan ego ku,,,”
“Aku pun tak sesuci yang engkau harapkan, bahkan hatiku lebih kotor darimu,,”
Tubuh Arga menghambur memeluk tubuh Zuraida yang tampak begitu ringkih. Mengecupi air mata yang meleleh dipipi.
“Zeee,,, ” Arga menuntun Zuraida untuk duduk di sisi kasur, menyapu wajah lembut yang basah oleh air mata.
“Maafkan aku, semua yang kulakukan selalu saja salah, meski itu untuk kebaikan mu,,,,” Arga menggenggam tangan Zuraida.
“Seharusnya diwaktu yang tersisa,, aku selalu memeluk mu, menghabiskan setiap detik bersamamu, tapi aku justru sengaja mengacuhkanmu, bahkan meninggalkanmu bersama lelaki lain. Maafkan aku,,,,”
“Arga,,, aku menyayangimu,,,, masih mencintaimu seperti dulu,,,” bibir Zuraida mengucap pelan, seperti tidak mendengarkan apa yang dikatakan Arga. Pikirannya masih merutuki kejadian beberapa menit lalu, saat tubuhnya bergerak begitu liar melayani Pak Prabu. Seorang wanita jalang yang sedikitpun tak pernah terpikirkan olehnya.

“Iya sayaaang,,, aku tauu,,, kau membuatku semakin merasa bersalah,,,”
Zuraida menatap lekat mata Arga, seolah mencari sesuatu dibalik tatapan tajam seorang lelaki. Tidak seperti tadi yang begitu dingin, binar mata yang beberapa tahun lalu selalu dirindukannya.
“Arga,,,” bibir tipisnya tampak ragu untuk mengucapsesuatu. Gundah terbaca jelas dari wajahnya.
“Ada apa sayang,,, tak perlu memikirkan sesuatu yang membuatmu bersedih, hingga waktu itu tiba, aku akan selalu berada disampingmu, tak akan meninggalkanmu sedetikpun,,,,”
“Sekarang beristirahatlah, aku tau kejadian tadi bukan sesuatu yang membuatmu gembira,,” membaringkan tubuh wanita yang sesekali masih sesenggukan menangis, berusaha melepas jilbab dan gaun yang melekat di tubuh Zuraida.
Wanita itu bingung dengan apa yang dilakukan Arga, tapi tubuhnya hanya bisa pasrah dengan apapun yang akan dilakukan lelaki itu pada tubuhnya. Tapi Arga hanya tersenyum. Meletakkan gaun yang sudah terlepas ke lantai. Lalu beranjak menuju kamar mandi. Lelaki itu kembali dengan membawa handuk kecil dan gayung yang terisi air. Dengan perlahan dan telaten menyeka wajah Zuraida, mengusap leher dan setiap sisi tubuh. Zuraida merapatkan pahanya saat usapan Arga tiba di selangkangannya.
“Jangan, Gaa,,,” larangnya, tak ingin lelaki itu mendapati cairan sperma yang masih tersisa di selangkangannya.
Arga mengangguk sambil tersenyum, meminta wanita merentangkan kedua pahanya. Senyuman yang tulus. Zuraida membuang wajahnya saat Arga mengangkat pahanya membuka lebih lebar. Tangan Arga terdiam, meski sudah tau apa yang akan didapatinya di lipatan tersebut, tetap saja hatinya terasa sakit. Setelah menguatkan hati, tangannya bergerak mengusap membersihkan cairan kental yang melekat pada paha dan bibir vagina. Setelah merasa cukup bersih, tangan Arga bergerak ke bawah, membersihkan bagian yang lain.
“Wuuuhh,,, kaki mu kotor banget sayang,,, pasti tadi seru banget ya,,,” goda Arga.
Wajah Zuraida memerah, memukul tubuh Arga sambil merengut. “Jangan menggodaku, kata-katamu membuatku sedih, sayang,,,”
Setelah membersihkan tubuh Zuraida hingga ke mata kaki, diselimutinya Zuraida, mengusap rambut wanita itu memintanya beristirahat. Zuraida kembali merengut manja, meminta Arga ikut masuk ke dalam selimut.

---------------------------
Here I am, Aryanti

Aryanti

Tanpa mereka sadari, di depan pintu, sesosok wanita berusaha menahan air mata. Bersandar di dinding, kakinya yang gemetar berusaha tubuh yang terasa begitu lemah.
“Seharusnya kalian bisa bersatu,,,” bisik Aryanti, mulai terisak, “seandainya kalian memperjuangkan cinta kalian,,, hikss,,,,”
Tangan Aryanti berusaha menahan tubuhnya yang limbung, berjalan dengan telapak tangan merayap pada dinding. Melangkah keluar cottage. Dengan tubuh terhuyung menuju gazebo.
Dako yang menyusul Aryanti ke dalam cottage melalui pintu belakang beberapakali terjatuh saat mendaki tangga, lelaki itu tampak mabuk berat. Baru saja dirinya sampai di atas, di lorong yang temaram tanpa cahaya yang memadai, wanita yang dikejarnya sudah kembali berlari tertatih menuruni tangga depan.
“Yaaant,,, kamu mau kemana lagi sayaaaang,,,” panggilnya, namun suaranya tak mampu keluar. Berusaha mengejar. Tapi langkahnya terhenti didepan pintu kamar Arga. Berdiri mematung dengan tatapan kosong, di lorong yang suram.
Aryanti terus berjalan, meski kepalanya mulai terasa berat, kakinya dipaksa untuk terus melangkah, menembus pekat malam dalam rinai hujan yang tiba-tiba menghambur seolah dengan sengaja dijatuhkan oleh awan untuk melengkapi ujian wanita yang selalu terlihat ceria itu. Setelah mendapati bangku yang agak panjang, wanita itu merebahkan tubuhnya, menahan tubuh yang sakit dengan air mata berlinang. Gemuruh ombak, deru angin, dan derasnya hujan seakan menyempurnakan derita. Di gazebo, Aryanti menangis sendiri, entah berapa banyak air mata yang mengalir keluar. Berkali-kali tangannya mengusap wajah yang telah basah oleh air mata dan air hujan yang sempat menyapa kulit mulusnya. Zuraida dan Arga,,, dua sosok penting dalam hidupnya. Terbayang senyum Arga yang lembut, saat melamarnya di sebuah resto pinggir pantai. Sebuah pinangan yang dinobatkannya sebagai kado terindah di hari ulang tahunnya. Tubuhnya yang menggigil mencoba mengingat hangat pelukan sang suami. Terbayang tatapan sepasang mata Zuraida yang meneduhkan, saat Dako mengenalkan sebagai tunangan. Wanita yang begitu melindunginya ketika dirinya diteror oleh seorang lelaki sinting yang tergila-gila pada tubuhnya. Mengizinkannya menginap berhari-hari dirumah mereka tanpa mengeluh, meski Zuraida dan Dako saat itu baru saja menikah, hingga akhirnya Aryanti membeli rumah tepat di samping kediaman Zuraidan dan Dako. Terbayang saat pertama kali dirinya menghianati Arga, hanya untuk sebuah promosi jabatan, gairah muda telah melacurkan kesetiaannya sebagai seorang Nyonya Arga, titel yang baru dua bulan disandangnya. Terbayang ketika dirinya menggoda suami sahabatnya, Dako, dengan tubuhnya dalam permainan kartu yang panas. Mabuk tidak dapat dijadikan alasan untuk membela diri atas ulah nakalnya, memasukkan perkakas senggama Dako ke dalam tubuhnya.
“Maasss,,, Mbaaa,,, maafin Yantii,,,” suaranya yang bergetar pelan, semakin hilang tergulung oleh deru ombak, angin, dan hujan.

“Buuu,,,, ibu baik-baik saja, Buu,,,”
Telinga Aryanti lamat mendengar sebuah suara, berusaha membuka matanya, berharap itu adalah suaminya, Arga. Tapi wanita sedikit kecewa, karena laki-laki berpayung potongan plastik yang menghampirinya bertubuh lebih besar dari suaminya.
“Ibu kenapa tiduran di sini,,, Bu,, badan ibu panas, ibu sakit?,,,” tangan kekar yang besar memegang lengannya, memerika keningnya.
“Konteet?,,,” tanya wanita itu lemah.
“Iya bu,,, ini saya,, mari Bu,, biar saya gendong masuk ke cottage,,,”
Tapi wanita itu menggeleng, kembali meringkuk memeluk tubuhnya sendiri. Kontet bingung, wanita yang tadi begitu liar bercinta di depan matanya kini didapatinya dalam keadaan begitu lemah, dengan suhu tubuh yang tinggi. Naluri lelaki bertubuh besar itu mengintruksikan untuk memeluk melindungi tubuh mulus yang hanya dibalut mini dres yang basah. Membaringkan kepala Aryanti di pahanya. Merasa ada kehangatn yang mencoba menyelimuti tubuhnya, Aryanti segera beringsut, semakin masuk dalam pelukan si lelaki. Menekuk tubuhnya dalam pangkuan tubuh besar dan kekar.
“Teeet,, dingiiiin,,, dingiiin bangeeeet,,,”
Kontet bingung apa yang harus dilakukannya, tangannya reflek mengusap-usap tubuh Aryanti, mencoba memberi hawa panas. Sementara derai hujan semakin deras, seakan ingin menghabiskan seluruh persediaan yang ada di langit. Usaha itu cukup berhasil, tubuh Aryanti yang gemetar menggigil mulai bisa tenang. Nafasnya mulai teratur, terlelap. Tinggallah kontet sendiri yang panas dingin, dikegelapan malam berselimut awan hitam, mata kontet berusaha menjelajah selangkangan yang tak mampu ditutupi oleh mini dress yang begitu pendek. Tangan kanan Kontet mengambil sesuatu dari kantong celananya, sebuah kain kecil warna merah muda, warna yang sama dengan dengan gaun yang dikenakan oleh Aryanti. Tangan yang kekar membawa kain itu ke wajahnya, lalu menghirup aroma yang melekat. Berkali-kali lelaki itu menghirup membaui kain yang tidak lain merupakan celana dalam Aryanti, yang tadi dilepas oleh Dako dan dilemparkan ke arah Kontet yang duduk mengawasi persetubuhan wanita itu. Di tengah nafsu yang memburu, Kontet mencoba bertahan, melampiaskan hasratnya pada celana dalam Aryanti, tak ingin mengganggu si cantik yang terlelap di pangkuannya. Tapi itu justru membuat nafsunya semakin bertingkah, tak puas dengan kain di tangannya, Kontet dengan hati-hati melabuhkan tangannya pada payudara si teller bank yang cantik. Payudara besar yang kencang, jauh berbeda dengan wanita-wanita di warung remang-remang yang kerap dikunjunginya.
“Buuu,,,,” jantung lelaki itu bergemuruh saat mulai meremas, terus dan terus bermain-main pada bundaran daging yang ada di dada si wanita.
Tiba-tiba kepala Aryanti bergerak, berusaha menatap pemilik dari tangan yang tengah bermain-main dengan tubuhnya.
“Jangan kontet,,,” tangannya berusaha menepis, tapi tenaganya yang begitu lemah tak berarti apa-apa bagi tangan kekar itu.
“Tidurlah Bu,,, saya hanya ingin mengenali tubuh Ibu, seperti tadi sore,,”
Tadi sore,,, Yaaa,,, tadi sore,,,otak Kontet me-review semua kejadian di dapur, saat tubuh besarnya berjongkok di selangkangan si teller bank cantik, menghisap setiap tetes cairan yang mengalir membasahi vagina. Me-review saat batangnya yang begitu besar, berusaha untuk memasuki tubuh yang juga tengah dilanda birahi, tapi terhenti oleh kehadiran Dako dan Pak Prabu. Dan kini, di tempat sepi ini,,, tak ada seorang pun yang dapat menghentikan bila dirinya ingin mengulang kembali kejadian di dapur. Dengan cepat tangan Kontet terhulur menuju selangkangan yang terbuka, mengusap paha yang mulus.

Kontet

“Ooowwhh,,, Buu,,,”
Pikiran Kontet kacau diaduk nafsu yang memburu, rasa kasihannya pada wanita yang tengah sakit mulai tergusur oleh birahi. Jangankan memegang,, bermimpi pun Kontet tidak berani, bisa mendapatkan tubuh wanita secantik Aryanti, tapi kini wajah cantik dipadu dengan tubuh indah nan putih mulus itu terbaring dipangkuannya, tak berdaya. Tiba-tiba kontet melepaskan pelukannya, membaringkan tubuh itu diatas bangku kayu yang panjang, merentang kedua tungkai kaki yang indah kelantai. Menyingkap minidress semakin keatas. Otak lelaki yang hanya lulus SD itu sepenuhnya dikuasai setan.
“Konteeet,,, jangaaaan,,,” suara Aryanti serak, tangannya tak memiliki tenaga untuk mendorong tubuh Kontet yang mulai menindih.
“Buuu,,, Maaf Bu,,, saya hanya mencoba menghangatkan tubuh ibu,,, maaf Bu,,,”
Suara Kontet menggeram, seiring pinggulnya yang berusaha menerobos vagina Aryanti dengan batang yang besar,,, sangat besar,,, lebih besar dari miliki Arga dan Pak Prabu. Jika vagina Bu Sofie, yang sudah beberapakali melahirkan, kesulitan saat berusaha melumat batang Kontet, lalu bagaimana dengan Aryanti, yang baru saja menikah. Wajah Aryanti meringis menahan perih, lelaki yang tadi dinobatkannya sebagai dewa penolong kini justru berusaha memperkosa tubuhnya yang tengah sakit. Air mata kembali menetes. Meratapi nasib dirinya.
“Apakah ini adalah karma yang harus ku terima, setelah berbuat nakal di sepanjang masa liburan,” lirih hati Aryanti.
 Tubuhnya terasa ngilu dan perih akibat ulah Kontet yang terus memaksa menjejalkan batang ke dalam kemaluannya. Cairan milik Dako yang masih menggenang, tak mampu membantu banyak atas usaha batang Kontet untuk menorobos masuk.
“Maaf Buuu,,, Maaaaf,,, banget,,, cuma ini kesempatan saya bisa menikmati tubuh secantik ibu,,,” ucap Kontet, tangannya mengangkat kedua kaki Aryanti ke pundaknya yang berotot.
“Sakiiiit,,, sakiiiiit,,, ngga kuaaaat,,, sakiiit,,,” wanita itu menjerit kuat, Kontet memaksa menekan batangnya dengan sangat kuat,,, terus dan teruuus menekan,,, hingga akhirnya setengah dari batang besar itu menghilang di lorong kemaluan.
Wanita itu mengigit bibirnya hingga berdarah, berusaha mengalihkan rasa sakit yang diterima oleh vaginanya, sedikitpun tak ada kenikmatan yang bisa dirasakannya dari gerakan batang yang mulai keluar masuk memperkosa liang kawin. Tubuhnya yang tak berdaya, tergoncang akibat hentakan-hentakan yang mulai dilakukan dilakukan dengan kasar. Begitu berbeda dengan Kontet yang terus menggeram menikmati sensasi dari vagina seorang teller bank swasta ternama. vagina Lik Marni yang tadi sore dicicipinya dan sering menjadi hayalan mesumnya seakan tak berarti apa-apa dibanding milik seorang Aryanti. “Oooowwwhh,,, Bu,,, nikmaaat bangeeet,,, nikmaaat banget Buuu,,,”
“Memeeek cewek kotaaa ternyataaa memang nikmaaat bangeeeet,,, owwwh,,,”
Hentakan batang Kontet semakin cepat dan dalam, tak peduli dengan kondisi Aryanti yang mulai kehilangan kesadarannya.
“Buuu,,, sayaaa semprot dimemeek ibuu yaaa?,,, boleeh Buu?,,, sayaaa ngecrooot buuu,,, Aaaarggg,,, aaagghhh,,,”
Tubuh kontet mengejang, mengejat-ngejat mengeluarkan begitu banyak sperma yang tak mampu ditampung oleh vagina Aryanti. Lalu jatuh memeluk tubuh Aryanti. Tapi sedikitpun tak ada respon dari tubuh yang berhasil memuaskan nafsunya, Aryanti pingsan.
“Buuu,,, banguuun Buuu,,, banguuun,,,” panggil Kontet dengan panik.


###################################
“Sayaaaang,,, peluklah aku,,, aku kedinginan,” pinta Zuraida manja, menarik tubuh Arga, tapi bukan untuk sekedar memeluknya, tangan wanita itu memaksa Arga menaiki tubuh telanjangnya.
“Zeee,,, tubuhmu itu kelelahan sayang,,, istirahat sajalah,,,”
“Kau menolak permintaan ku lagi?,, coba mengacuhkan ku lagi?,,,”
“Hadeeeeh,,, ya ngga laaah,,, aku tak mungkin mengacuhkan mu lagi, tapi cobalah untuk mengasihani tubuhmu,,,”
“Argaaa,, tapi aku saat ini benar-benar menginginkanmu, aku ingin,,, ” lagi-lagi bibir Zuraida terdiam, bingung dengan apa yang ingin diucapkannya. “Ayolaaah,,, plisss,,, setelah ini aku takkan memintanya lagi,,,” lanjutnya, tidak tau bagaimana cara meminta Arga bersedia menyetubuhinya.
Arga menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Siapa yang tidak berminat pada tubuh indah yang kini telanjang bulat di sampingnya.
“Tapi jangan lama-lama ya,,, langsung di crotin aja,,,”
Zuraida tertawa mendengar kata-kata Arga.
“Tuuu kaaaan,,, punya mu juga udah keras koq,,,” seru Zuraida, merasakan batang yang menempel dipahahnya saat lelaki itu mulai mendaki keatas tubuhnya. Menyibak selimut yang menutupi tubuh mereka, dengan tangannya sendiri wanita itu berusaha melepas celana Arga. Sepertinya wanita itu ingin menebus kesalahannya kepada Arga.
“Argaaa,, lakukan sepenuh hatimu sayang,,, aku tidak tau apa yang akan terjadi setelah liburan ini, maka anggaplah ini yang terakhir,,,” ucap Zuraida dengan sedih, merentang lebar kedua kakinya. Jari yang lentik menggenggam batang, memastikan benda telah siap memasuki tubuhnya berada di posisi yang benar.
“Zeee,,,” Arga mencium bibir Zuraida, seiring gerakan tubuh menghantar batang kedalam lorong yang lembab.
“Jangan menangis sayang,, kamu adalah jagoanku,,, seandainya waktu kita masih banyak, niscaya aku akan selalu melayanimu sepenuh hati,,,” Zuraida berusaha menghibur Arga, meski air matanya ikut meleleh.
Dua tubuh itu bergerak pelan, setiap gerakan seakan ditasbihkan dalam kadar cinta yang terbuncah dalam nafsu yang berselimut syahdu. Tak ada hentakan-hentakan yang kasar, tak ada remasan-remasan yang nakal, hanya gerakan penuh cinta yang membara. Arga membalik tubuh mereka, membuat tubuh Zuraida berada di atas, membiarkan wanita itu mengambil kendali. Duduk tegak di atas batang yang mengacung keras di dalam tubuhnya, Bergerak maju mundur dengan pelan, meremas batang Arga dengan lembut.
“Sayaaang,,, kalo terus seperti ini mungkin besok lusa baru selesai,,,”
Zuraida tertawa. “Lhooo,,, memangnya kenapa sayang, biarkan mereka pulang duluan, kita lanjutkan liburan ini hanya berdua.”
“Hahahaa,,, memangnya kau sanggup terus melayani batangku,,,”
Kalau batangmu dapat terus mengeras di dalam tubuhku, kenapa tidak, aku cukup tidur telentang dan menonton aksimu menikmati tubuhku,,, hihihi,,,” Zuraida tertawa sambil terus menggerakkan pantatnya, duduk tegak memamerkan bongkahan payudara yang mancung di depan mata Arga.
“hahahaa,,, tapi tetap sajakan aku tidak bisa menyiram di dalam vaginamu,,,”
Zuraida menjatuhkan tubuhnya ke dada Arga. Menatap lekat mata si pejantan.
“Kau ingin menyirami lorong vaginaku?,,, ingin memenuhi rahimku yang tengah subur dengan semburan bibitmu?,,,” tanya Zuraida, tersenyum menggoda.
“Seandainya boleh,,,” ucap Arga, meremas pantat Zuraida dan menekannya ke bawah, membuat batangnya menyundul pintu rahim si wanita.
“Ooowwwhhsss,,, Gaaa,, Argaaa,, apa kau bisa merasakan mulut rahim yang tengah dihuni sel telurku,, sayaaang?,,,” Zuraida mengusap pipi Arga, sambil mengulek batang Arga yang berusaha menyelusup lebih dalam.
“Eeemmmhhh,,, aaahhsss,, Hanya kau yang mampu menyentuh sisi terdalam kemaluan ku Gaaa,,, benihmu pasti tidak akan kesulitan untuk membuahiku,,,”

Tiba-tiba Arga menggeleng, “Kau ingin membuatku merasa bersalah pada Dako?,,,”
Kata-kata itu membuat si wanita tertegun, gerakannya terhenti.
Sosok lelaki nestapa, yang terus mengamati pergumulan dan percakapan dua sejoli itu, melangkah pelan,,, mundur hingga menabrak dinding kamar, terhuyung membuka pintu kamarnya, tertawa sendiri di kegelapan, menenggak bir yang ada di genggaman. Terjatuh di lantai saat berusaha membuka laci meja, mengacak-acak isinya mencari sesuatu yang dapat menenangkan pikiran yang kacau.
“Sayaaang,,, tak perlu memikirkan itu,,, sekarang aku hanya ingin menikmati kebersamaan kita,,,” seru Arga, tangannya mendorong tubuh Zuraida untuk kembali menduduki penisnya. Lalu meremas payudara Zuraida. “Aku ingin melihatmu mengendarai batangku sayang,,,”
Wanita itu tertawa. “Hahaaha,, aku ngga bisa sayaaang,,, selama bersama Dako kami lebih sering melakukan gaya konvensional,,, Dako ngga pernah secerewet kamu tauu,,, jadi jangan meminta yang aneh-aneh yaaa,,, aku maluu,,,hahaha,,,”
Tiba-tiba Zuraida teringat saat tubuhnya bergerak liar meladeni keinginan Pak Prabu, kejadian yang akan membuatnya begitu malu setiap teringat kejadian itu.
“Yaa,, tapi sekarang kau akan melakukan itu untukku,,,” ucap Arga dengan gaya cool, melipat kedua tangannya kebawah kepala. “Ok,,, One Girl Shooow,,,” sambungnya, memandang Zuraida menunggu wanita itu beraksi.
“Hahahaaa,, kau paling pinter membuatku malu,,, tapi jangan diketawain ya,,,”
Zuraida menekuk kedua lututnya, berpegangan pada perut Arga, lalu perlahan mengangkat pinggul membuat batang Arga hampir terlepas, lalu dengan cepat kembali menghentak ke bawah.
“Ooooowwwsshhh,,,,” wanita itu kaget, ternyata gerakan yang dilakukan dengan terpaksa itu membuat lorong vaginanya terasa begitu nikmat, semakin cepat tubuhnya bergerak semakin vaginanya ketagihan, semakin kuat pantatnya menghentak semakin besar nikmat yang dirasakan oleh vaginanya. Kali ini Zuraida lebih bisa menikmati ulah nakalnya, sambil terengah-engah tersenyum puas melihat wajah Arga yang merem melek menikmati servis dari vaginanya. Tapi itu justru membuatnya semakin bersemangat mengejar kenikmatan puncak.
“Argaaa,,, ayo sayaaaang,,, aku ingin kau yang melakukannya untukku,,,” Zuraida menarik tubuh Arga untuk kembali menindih tubuhnya. Merentang lebar pahanya. Memeluk erat tubuh Arga, mendesah penuh birahi ditelinga si lelaki yang mulai memacu tubuhnya dengan kecepatan tinggi.
“Ooowwwssshh,,, Argaaaa,,, akuuuu hanyaaa ingiiin dirimmmuuu,,, Ssshhh,,,”
“Aku ingin bataaangmu yang selaaaluuu mengiissiii memekkuuu sayaaang,,,”
”Oooowwwhhh,,, Saaaaayaaang bawaaa akuuuuhh kepuncaaaak sayaaang,,,”
Menjambak rambut sipejantan, memberi perintah tepat didepan wajahnya dengan suara menggeram nikmat. Tubuhnya melengkung mengangkat pantatnya lebih tinggi, mengejar batang Arga yang begitu cepat menggasak di liang yang sempit.
“Tusssuuuuk yang kuaaaat,,, Aaarrggghhaaa,,,”
“lebiiihh dalaaaam,,, Arrggghhh,,, kaaauu bisaaa,,,”
“Kaau pastiii bisaaa membuahi kuu sayaaaang,,,”
Zuraida sadar apa yang diucapkannya, memohon pada lelaki yang bukan suaminya untuk menitipkan benih di rahimnya.

Mendengar permohonan Zuraida, Arga menghentak batangnya dengan kalap.
“Aaaagghh,,, Aku tidaaak bisa Zeee,,,”
Tiba-tiba Zuraida menatap Arga garang. “Ku mohooon sirami rahimkuuu,,, izinkaaan akhuu pergii membawa buaaah cintaaa kitaaa,,, Aaawwhhhh,,,”
Dua tubuh yang tengah berpacu dalam birahi tinggi itu berdebat diantara decakan alat kawin yang membanjir. Di antara batang yang menghujam dengan ganas. Di antara liang senggama yang terus menyambut hujaman dan melumatnya dengan jepitan yang kuat.
“Tidaaak Zeee,,, Arrgggghhhh,, aku maaau keluaaarr,,,”
“Oowwhh,, oowwhh,,,Aaaaku,,, owwhh,,,siaaap saayaaaang,,, hamilii akuuu,, sekaaaarang,,,”
“lepaaass sayaaaang,,, aku tidaaak bisaaa,,,”
“Ooowwwghhh,,, Gilaaa,,, gilaaa,,, aku saaampaii,,, aku keluaaarr,,,”
Zuraida meregang orgasme, suaranya terengah-engah,,, melonjak-lonjak dengan mulut terbuka,,, menatap Arga memproklamirkan kenikmatan yang didapat. Tangannya meremas kuat pantat lelaki yang menindih tubuhnya. Dengan sepasang kaki yang menyilang mengunci paha Arga. Lagi-lagi Arga menggelengkan kepala. bisa saja dirinya dengan paksa melepaskan tubuh Zuraida. Tapi vagina Zuraida yang tengah orgasme mencengkram penisnya dengan sangat kuat, terasa begitu nikmat, seakan ingin memisahkan batang itu dari tubuhnya. Memaksa spermanya menghambur keluar.
“Aaarrgghhh Zeee,,,”
Arga meminta ketegasan dari apa yang akan dilakukan.
Zuraida yang masih dirudung orgasme panjang, hanya bisa mengangguk dengan nafas memburu, tatapan birahi nan syahdu yang mengemis sebuah siraman benih di rahimnya. Setelah berusaha menjejalkan penisnya lebih dalam, Arga memeluk tubuh Zuraida yang membuka lebar pahanya, menapak di kasur membuat pantatnya melengkung keatas, membantu usaha Arga menjejali pintu rahimnya.
“Zeee,,, Owwwhhh,,, sayaaaang,,, aku keluaaaaar,,, aku keluar di memekmu sayaaang,,, Ooowwhh,,,” pinggul lelaki itu mengejat, dengan kepala jamur besar yang menghambur cairan semen disertai ribuan benih kehidupan.
“Terimalaaah Zeee,,, biarkan semua memasuki tubuhmu, sayaaang,,,” Arga terus berusaha mendorong penisnya lebih dalam, dengan semprotan kuat menggelitik daging yang sensitif.
Aksi Arga membuat Zuraida kalang kabut, penis Arga serasa semakin membesar dalam jepitan kewanitaannya.
“Oooowwwhhh,,, Argaaa,,, akhuuu,, akuuu keluar lagiii,,,” orgasme tiba-tiba kembali menyapa tubuhnya. Ikut mengejang dibawah tindihan tubuh Arga yang tengah mentransfer bermili-mili sperma kedalam tubuhnya.
Dua tubuh itu melonjak-lonjak, masing-masing sibuk menikmati aktifitas yang terjadi di alat kelamin mereka. Penis yang mengeras sempurna, menghambur beribu-ribu bibit cinta. Dan vagina yang mencengkram kuat batang sang kekasih, berkedut, memijat ritmis pusaka sang penjantan, seolah memaksa menguras habis persedian sperma dari kantungnya.
“Oooowwwgghhh,, gilaaa,,, nikmat banget sayaaang,, gilaaa,,,”
Zuraida terkapar, berusaha mengisi rongga paru dengan oksigen, menatap Arga yang masih mencari-cari kenikmatan tersisa yang didapat dari alat kelamin kekasihnya. Hingga akhirnya terdiam, tertelungkup menindih tubuh si wanita yang tersenyum puas.

“Zeee,,, apa kau sadar, dengan apa yang baru saja kita lakukan?,,,” tanya Arga, sambil menciumi wajah cantik Zuraida.
“Yaaa,,, aku sadar,,, terimakasih sayang,,, terimakasih untuk yang sudah kau berikan ini,,, semoga memang terjadi, dan biarkan aku membawa titipan mu ini pergi,,,”
Zuraida tersenyum, membiarkan bibir Arga bermain-main di wajahnya.
“Apa kau bisa menikmati, menuntaskan semua di dalam tubuhku?,,,”
“Nikmat bangeeet,,, punyamu nikmat banget sayang,,, vaginamu seperti menghisap habis semua spermaku,,,”
Zuraida tertawa mendengar pengakuan Arga. “Masih pengen lagi?,,,”
Arga mengangguk dengan cepat.
“Ya udah,,, ayo entotin memek ku lagiii,,, lagian sepertinya punyamu masih keras nih,,” wanita itu memainkan otot vaginanya.
Giliran Arga yang tertawa. “Kalo aku tusuk-tusuk lagi, entar bibit ku malah keluar,,,” meski berkata seperti itu, batang Arga mulai bergerak pelan, membuat Zuraida merasa geli.
“Yaaa,,, sebagian mungkin keluar, tapi bukankah setelah itu kau bisa mengisi penuh lagi,,,lagipula sel telurku hanya perlu satu bibit yang beruntung dari ribuan yang hamburkan tadi,,,”
“Emang boleh semprot di dalam lagi?,,,,”
“Iiiihh,,, ya bolehlah,,,, kan punyamu masih ada di dalam, ngapain kalo setelah ini kamu nyemprot di atas perutku,,, ngga nikmat tau,,,” Zuraida ikut menggerakkan pinggulnya, berusaha mencari kembali kenikmatan yang membuat tubuhnya ketagihan.
“Ayooo Papaaah,,, ngecrot di memek mamah lagi,,,, aku masih sanggup melayani batangmu beberapa ronde lagi,,, hihihi,,,”
“Koq Papah?,,,”
“Yaa,, Papah,,, mungkin 9 bulan setelah hari ini,,,”
Arga tertawa mendengar kelakar Zuraida, “Ya udah,,, kalo gitu kita bikin adeknya aja sekarang.
“Yeee,,, mana bisa gitu,,, ihhh,,, Hahahaa,,,”
Keduanya tertawa dengan tubuh kembali bergerak berirama. Bersiap memulai pertarungan yang berikutnya.
Braaakk...pintu kamar yang sedikit terbuka itu didorong dengan kuat.
“Argaaaa,,, Dako,,, Dako, Gaa,,,”
“Zuraidaaa,, Suamimuu,, tolongin suami muu,,”
Terdengar suara Munaf yang panik di depan pintu. Menunjuk-nunjuk ke seberang kamar. Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Dengan cepat Arga melepaskan pagutannya, mengambil celana dan bergegas mengenakannya. Begitupun dengan Zuraida yang masih bertelanjang bulat, mengambil handuk baju yang menggantung, lalu berlari menuju kamarnya.

“Siaaal,,,” umpat Munaf, yang tak sengaja menyaksikan pemandangan indah, terbayar sudah rasa penasarannya akan bayang tubuh seorang dokter cantik bernama Zuraida. Payudara yang membulat padat, dan selangkangan dengan gundukan tembem yang bersih dari rambut kemaluan.
“Maasss,,, Maasss,,,” Zuraida panik,,, menggoyang-goyang tubuh Arga.
“Zee,,, kamu dokternya,,, ingat,,”
Tubuh suaminya yang terbaring dilantai tak sadarkan diri, dengan mulut mengeluarkan busa, membuat wanita itu panik, seolah lupa dengan titelnya, lupa dengan semua ilmu yang didapat. Dengan cepat Zuraida memeriksa tubuh Dako, memeriksa pupil mata, dan setiap bagian yang dapat memberinya informasi tentang kondisi Dako. Bu Sofie, Andini, Pak Prabu, yang masih dalam kondisi setengah mabuk ikut menghambur ke dalam kamar.
“Bu Sofie, tolong ambilkan tas saya di lemari Bu,,,”
“Arga,, tolong aku mengangkat Mas Dako ke kasur,” perintah Zuraida yang mulai bisa mengendalikan suasana hatinya.
Semoga Mas Dako tidak apa-apa, ucapnya setelah menyuntikkan obat ke dalam tubuh suaminya. Tapi wajahnya masih tampak cemas. Merapikan tubuhnya yang masih terbuka dengan mengikat tapi yang ada pada handuk. Lalu mengusapi rambut Dako yang lembab.
“Tolooong,,, Argaa,, istrimu Gaa,,”
“Tolooong,,,” kembali terdengar teriakan dari lantai bawah.
“Kenapa istriku?,,, ada apa?,,” dengan cepat wajah Arga memucat, meloncat keluar kamar, diiringi yang lain.
“Buu,,,, Pak Dako biar saya yang jaga,,,” seru Andini. Membaca sitausi dengan cepat.”Tolong ya Din,,, tolong jaga suamiku sebentar,,,”
Zuraida yang belum sempat mengenakan penutup kepala, hanya berbalut handuk baju, segera menyambar tas yang berisi peralatan kerjanya, lalu menghambur berlari keluar, tak peduli dengan bagian depan dadanya yang terbuka. Di ruang tengah, mereka mendapati Sintya yang memeluk Aryanti yang tak sadarkan diri. Wajahnya begitu pucat, demamnya semakin tinggi. Dengan bibir yang tampak membiru kedinginan. Sementara cairan kental hampir menutupi seluruh kemaluannya yang terbuka.
“Yaaant,,, Yantiii,,, bangun sayang,,,”
“Zeee,,, tolong Yanti Zeee,, cepat Ze,,,”
“Tolong ambilin selimut tebal,,,” seru Zuraida cepat. Adit dan Sintya berlari bersamaan, masing masing mengambil selimut di kamarnya. Panik. Setelah memeriksa dan memberikan pertolongan semampunya, Zuraida menangis sambil memeluk tubuh Aryanti yang berbalut selimut tebal.
“Yaaant,,, kamu tidaak apa sayang,,, kamu akan sembuh,, cepatlah sadar sayang,,, hiks,,”
“Kenapa tubuh Aryanti basah begini?,,, kenapa dirinya sampai pingsan?,,” tanya Arga, menadang semua yang ada disitu, berharap ada seseorang yang tau.
“Tadii,,, tadiii,,, aku melihat Kontet yang menggendong mba Aryanti dari gazebo depan,,,” jawab Sintya gemetar.
“Kontet? Terus sekarang tu orang kemana?,,,”
“Ngga tauu,, setelah membaringkan Mba Aryanti dia langsung lari keluar,,, wajahnya juga terlihat panik,,,”
“Bajingaaaan,,, Konteeet,,, mana Konteeet,,,” Arga berteriak nyaring, mencari Kontet.

Mendengar penuturan Sintya dan melihat selangkangan Aryanti yang penuh dengan sperma laki-laki, Siapapun akan berasumsi Kontet telah melakukan sesuatu pada wanita itu.
“Mang Oyik,,, Kontet manaaa?,, mana Kontet Maang?,,,” Arga memburu Mang Oyik yang terlihat datang tergopoh.
“Ngga tau Den,,, tadi saya liat dia pergi pake motor saya Den,,, ngga tau kemana,,,”
“Bajingan kalian,,, cepet seret temenmu itu kemari,,, cepaaaat,,,” Arga mencengkram kerah Mang Oyik, hendak memberikan pukulan ke wajah lelaki itu.
“Argaa,, sabar, Ga,,, lebih baik sekarang kita bawa Aryanti kekamar,,,” cegah Pak Prabu, menahan ayunan tangan Arga.
“Ingat!!!,,, Semua ini salah kita jugaaa,,,” bentak Pak Prabu.
Memiting tangan Arga, memaksa lelaki itu untuk berpikir jernih.
“Kontet ya?,,,”
Ucap Bu Sofie sambil bergidik, membisik pada Munaf yang membiarkan tangannya dipeluk, iba melihat kondisi Aryanti.
“Memang nya kenapa dengan Kontet, Bu,,,”
“Batang Kontet itu lho,,, ngeri banget,, pasti Aryanti kesakitan banget, aku yang sudah berkali-kali melahirkan aja sulit banget nelen tu batang,,,,,”
Munaf cuma bisa melongo mendengar apa yang dikatakan Bu Sofie sambil berbisik di telinganya.
“Naaf,,, punyamu tak ada apa-apanya dibanding batang kontet,” Sambungnya, membuat Munaf bergidik ngeri.

###############################

Sinar hangat mentari pagi menerobos jendela yang terbuka lebar, menghangatkan suasana di dalam kamar. Hujan deras pada dini hari tadi, menyisakan jejak pada rerumputan dan tanah yang basah. Tubuh Aryanti dan Dako dibaringkan di satu kasur yang lebar, agar Zuraida dapat mengawasi keduanya bersamaan. Wajah cantik yang masih terlihat pucat tampak berusaha tersenyum, menyampaikan binar pesan pada orang di sekitar yang terlihat cemas, bahwa saat ini dirinya tak apa-apa.
“Yaaant,,, maafin mba mu ini sayaaang,,,” ucap Zuraida yang bersimpuh di samping kasur, menggenggam erat tangan Aryanti, sambil tersedu-sedu.
“Mbaa,,, bukan salah mba koq,,, tubuh Yanti aja yang letoy, cepet ngedrop kalo kecapean,” jawabnya dengan suara pelan.
Arga cuma bisa memandang wajah istrinya dengan penuh kasih, karena saat itu dirinya tengah membantu Dako untuk duduk pada sandaran kasur. Lelaki itu berusaha menahan sedih, merasa dirinyalah suami yang paling tidak bertanggung jawab. Begitu terlena pada cinta masa lalu. Suasana yang sebelumnya meriah berubah menjadi haru, Pak Prabu berdiri sambil memeluk kedua istrinya, begitupun dengan Adit dan Munaf yang juga memeluk istri masing-masing. Semua, seolah sepakat untuk mengakhiri permainan yang berujung pada tragedi yang hampir merenggut nyawa Aryanti dan Dako.
“Maaah,, maafin papah ya mah,, selalu menuntut macam-macam padamu,,” bisik Munaf, memeluk tubuh istrinya dengan erat. Aida mengangguk, menyandarkan kepala di pundak sang suami.

########################
“Cukup besar pelajaran yang harus kita terima untuk menyadarkan kita, Zee,,,” ucap Arga saat menuju bis, sambil membawa beberapa barang..
Zuraida mengangguk,,, wajahnya masih terlihat sendu, kelopak matanya bengkak akibat terlalu lama menangis. “Kasihan Aryanti, terpaksa kau acuhkan, gara-gara diriku yang selalu menagih perhatian darimu,”
“Istrimu memiliki kesabaran yang sempurna, dia lebih memilih untuk menanggung semua. Sudah cukup lama aku mengenalnya, dan sangat jarang aku melihatnya bersedih, wajahnya selalu ceria,”
Zuraida menghentikan langkah Arga, dengan berdiri didepan lelaki itu.
“Arga,,, mungkin ini permintaan ku yang terakhir padamu,,,”
“Yaa,,, katakanlah sayang,,, semoga aku bisa melakukan apa yang kau minta,,,”
“Aku mohon dengan sangat kepadamu,,, Tolong,,, jagalah Aryanti, jangan buat ia sakit dan menangis lagi,,,”
Lelaki itu mengangguk, “Pasti,,, aku akan menjaganya, mencintainya seperti hati ini mencintaimu,,, Dan kau,,, jagalah Arga, sampai kapanpun ia adalah sahabat terbaikku,,, berikan ia servis terbaikmu,,, seperti yang sudah aku ajarkan,,,”
“Iiihh,,, masih sempat-sempatnya mikir yang itu, jahat kamu Ga,,,” Zuraida tertawa sambil menangis, mencubit pinggang Arga.
“Akan sangat sulit untuk melupakan semua kenangan ini,,, jadi aku memilih untuk selalu menyimpan cintamu dihatiku bersama Aryanti. Percayalah aku tak akan menyia-nyiakan nya lagi,,,”
Zuraida tertawa, jari-jarinya berusaha membendung air mata yang terus keluar..
“Arga,,, aku masih boleh memelukmu?,,,”
Tertawa mendengar pertanyaan Zuraida, Arga merentang kedua tangannya, menyambut Zuraida yeng menghambur kepelukannya.
“Sayang,,, aku pun akan selalu mencintaimu, tapi aku juga tak akan mensia-siakan cinta Dako dan hidupnya,,, Terimakasih untuk benih yang kau titipikan,,, berdoalah, semoga Dako bisa menerima semua,” ucap Zuraida lirih
“Woooyyyy,,, pacaran mulu,,,” seru Bu Sofie, menepok pundak Arga. Mebuat keduanya kaget, lalu tersipu malu-malu. “Zuraida, dicari Aryanti tuh,,, katanya dia pengen duduk disamping kamu,,,” lanjut wanita dengan rambut disanggul ala Syarini, itu.
“Eeehh,,, iya Bu,,, saya naik ke bis duluan ya,,,” jawab Zuraida, ngacir, mencari aman.
“Arga,,, ingat, kamu masih punya hutang sama saya,” ujar wanita itu ketika Zuraida sudah masuk ke dalam bis.
“Heehh? Hutang apa ya Bu?,,,” tanya Arga, bingung.
“Kamu lupa ya,,, kamu sudah nyicipin semua istrimu teman-temanmu,,, tapi kamu justru lupa dengan istri atasanmu ini,,,” ucap Bu Sofie, matanya melotot, tapi itu justru membuat wanita berumur terlihat semakin cantik.
Setelah mengerling genit, wanita itu berpaling menuju bis, sengaja melenggok memamerkan pantatnya super montok. “Ingat ya,,, sebelum kami berangkat ke Jakarta,, aku sudah mencicipi batang mu itu,,,:” ucapnya lagi, sambil memeletkan lidah. Meninggalkan Arga yang menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.

Suasana dalam bus terasa lebih sepi dibanding saat mereka berangkat. Entah karena memang kecapean, atau memang mereka bersimpati pada kondisi Aryanti dan Arga, meski sudah semakin membaik, keduanya masih harus mendapatkan perawatan lanjutan dan banyak beristirahat.
Adit tampak begitu mesra mengobrol dengan istrinya, Andini. Merencanakan apa yang akan mereka lakukan setelah liburan ini. Pak Prabu bersandar dipelukan Sintya, sambil merasakan pijatan mesra istri mudanya itu.Sementara Bu Sofie tampak asik dengan kamera LSR nya, mengambil gambar yang dianggapnya menarik, sepanjang perjalanan. Arga sibuk mencatat semua pengeluaran selama liburan, tugas yang seharusnya dilakukan oleh Dako yang tengah tertidur sambil memeluk boneka beruang besar milik Aida. Zuraida, wanita itu memangku kepala Aryanti yang berbaring, mengobrol sambil berbisik-bisik, seperti tengah membahas sesuatu yang sangat penting, sesekali wajah mereka tertawa kecil. Sedangkan Munaf, lelaki itu tampak tertidur bersandar di jendela. Terjaga saat istrinya tak ada di sisi.
“Maaahh,,, Mamaaah kemana,,,” panggilnya keras, membuat semua menoleh ke arahnya.
“Paaahh,,, aku disini Paaah,, dibelakaang,,, Ooowwhhsss,,”
“Aaaahhh,,, Papaaahh,,, enak banget paaah,,,”
“Lho Mamah lagi ngapain,,, emang masih kurang Mahh,,, ?” tanya Munaf, ketika mendapati istrinya tengah bergerak naik turun, seperti sedang mengendarai tubuh seseorang yang terhalang oleh seat bis.
Lelaki itu menatap bingung, karena Pak Prabu, Adit, Dako, dan Arga berada di bangkunya masing-masing.
“nyicipin punya siapa lagi sih,, sayaaang,,,”
Karena tragedi yang mereka alami, Munaf berusaha menjadi suami yang lebih toleran pada istrinya yang ternyata memiliki kebutuhan seksual yang tinggi.
“Punya Kontet Paah,,, Ooowwhh,,, kontolnya gede banget,, memek mamaaahh sampai ngilu,,, tapi nikmat bangeeet paaah,,,”
“Haaahh? KONTEEET???,,,” teriak Munaf tak percaya!!!....

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar