Sabtu, 28 Februari 2015

Vonny dan Office Boy yang Beruntung 2



Beberapa hari setelah peristiwa swinger pertama itu batin Vonny terasa tak tenang. Perasaan bersalah melanda dirinya akibat terhanyut melayani hasrat seksual Reza, office-boy kantor suaminya (baca kisah sebelumnya). Padahal awal mula peristiwa itu adalah akibat ulah suaminya sendiri, Ridwan, yang "mengizinkannya" berpakaian minim untuk menggoda si office-boy. Vonny memenuhi permintaan suaminya karena Ridwan berhasil meyakinkannya bahwa ia hanya sekedar ingin merasakan sensasi seksual pada saat ada pria lain yang dengan gairah birahi memperhatikan tubuh molek istrinya. Apa mau, di tengah permainan 'sandiwara' mereka berdua menggoda Reza, suaminya mendadak harus ke kantor untuk mengurus transaksi forex yang penting. Vonny sampai beberapa minggu setelah peristiwa itu masih segan atau belum berani menceritakan kejadian selanjutnya kepada Ridwan, yaitu disaat ia malahan terjebak dalam permainannya sendiri. Saat Ridwan memintanya untuk menceritakan apa yang terjadi ketika ia meninggalkan mereka berdua di rumah, maka Vonny hanya berani bercerita sampai bagian dimana ia membiarkan office-boy suaminya itu memijat bagian pundak, punggung dan pinggulnya yang montok. Reaksi suaminya malah sama sekali diluar dugaan Vonny !
Ridwan sama sekali tak terbakar api cemburu, tapi malahan mendengarkan penuturannya dengan penuh minat dan perhatian! Vonny sendiri yang justru merasa semakin bersalah sehingga ia malahan berpura-pura merasa tak nyaman dan menolak untuk melanjutkan permainan "menyerempet bahaya" yang diusulkan suaminya. Ridwan tampak di luar seolah memaklumi perasaan istrinya, namun sebenarnya di dalam benak dan fantasynya permainan ini masih jauh dari usai, ini baru permulaan. Ridwan telah terjerumus semakin jauh kedalam fantasy liarnya sendiri. Di sisi lain, Vonny berusaha memendam pergumulan batinnya dan melayani Ridwan suaminya semakin mesra di ranjang. Vonny merasa sedikit tenang karena tidak terjadi perubahan sikap dari sang suami terhadap dirinya ketika mereka ML bergelut penuh mesra. Vonny sama sekali tak menyangka kalau kehangatan yang ditunjukkan oleh Ridwan adalah hasil dari semakin terpenuhinya fantasy liar suaminya itu.  Perempuan cantik itu tidak mengetahui bahwa suaminya ikut menyaksikan dirinya ketika melakukan persetubuhan terlarang bersama si office-boy dari salah satu sudut tersembunyi di rumah mereka. Hati nurani Vonny akhirnya mengalahkan rasa keraguan dan malunya. Seminggu setelah peristiwa itu Vonny mengakui sejujurnya peristiwa itu kepada suaminya, Ridwan ketika mereka selesai ML di tengah malam minggu. Dengan tubuh keduanya masih mandi keringat dan telanjang bulat Ridwan pun mengakui bahwa peristiwa swinger itu memang telah diaturnya - hal mana sudah diduga keras oleh Vonny, karena Ridwan kelihatannya dengan sengaja meninggalkannya berdua bersama Reza di rumah mereka yang sedang  mampir membawa barang titipan kantor. Setelah itu bahkan Reza semakin sering mampir ke rumah mereka dan Vonny pun semakin lama semakin "terbiasa" untuk melayani keinginan Reza yang memang masih bujangan. Ridwan sendiri tidak keberatan untuk istrinya digauli oleh office-boy kantornya dan bahkan mengetahui dari Reza bahwa ada beberapa pegawai kantor mereka yang juga naksir dan berkeinginan untuk ikut swinger. Karena pasangan muda ini termasuk kelompok generasi muda yang mengikuti alur "open-marriage" maka Vonny pun tidak begitu melarang Ridwan jika "jajan", meskipun ada pula rasa sedikit cemburu.

Vonny hanya meminta kepada Ridwan agar tak sembarangan saja "jajan" dengan setiap wanita jalang, namun dengan partner yang kurang lebih cukup setara dan terjamin tidak mengidap penyakit kelamin. Ridwan berjanji untuk sangat memilih - seandainya memang ada - serta akan "terbuka" sebelumnya untuk memperkenalkan wanita yang akan digaulinya. Untuk tujuan mana Ridwan mencari pasangan dari kelompok teman atau rekan akrabnya yang telah menikah dan juga open-marriage. Ini lebih safe karena pasangan seperti inipun memperhatikan sekali segi kesehatan demi pernikahan mereka sendiri. Namun sampai sekitar tiga bulan agaknya Ridwan belum menemukan pasangan lain yang dapat diajak untuk tukar partner, sementara itu Vonny telah terbiasa menerima Reza sebagai variasi kehidupan sex-nya dan beberapa orang di kantor yang juga mengincar Vonny semakin penasaran saja. Setelah kurang lebih tiga bulan maka Ridwan mulai mempunyai fantasy lain yaitu bagaimana kiranya jika Vonny digauli tak hanya oleh satu lelaki asing, namun sekaligus oleh dua atau bahkan tiga lelaki. Fantasy ini pernah dikemukakannya namun Vonny masih ragu menolak, karena merasa ngeri melayani lebih dari satu orang, takut disakiti alasannya, walaupun terkadang muncul pula rasa ingin tahunya. Hal ini dimaklumi sepenuhnya oleh Ridwan dan ia tak mau memaksa istrinya meskipun semakin lama godaan di-fikirannya semakin bertambah, apalagi Reza pun semakin sering menceritakan bahwa dua orang di kantor yang sudah amat "ngebet" karena selalu mendengarkan pengalaman hangat Reza. Kedua pegawai kantor yang sangat naksir Vonny itu bernama Rizak, berasal dari Jambi; satunya lagi bernama Fuad mempunyai darah Arab, berasal dari Madura, keduanya adalah sopir dari direksi. Karena pendapatan mereka sebagai sopir rupanya tak memadai kebutuhan mereka berdua dengan keluarga masing-masing, maka di waktu senggang di luar jam kantor mereka juga bersedia melakukan segala macam reparasi kecil-kecilan di rumah. Mereka kebetulan sangat terampil bukan hanya untuk dalam soal mesin mobil namun juga misalnya memasang saniter kamar mandi, mesin cuci, alat dapur, selain itu untuk persoalan listrik yang tidak terlalu susah mereka pun cukup mahir. Banyak pegawai kantor tingkat atasan sering memakai tenaga mereka untuk reparasi atau renovasi kecil-kecilan di rumah mereka. Lagipula keduanya memasang tarif harga "miring" dan hasilnya cukup memuaskan. Setelah memasuki bulan kelima Reza sempat menggauli Vonny dua kali, ia pun telah menceritakan kepada Ridwan bahwa Rizak dan Fuad mempunyai keinginan untuk ikut meramaikan swinger dengan Vonny. Tentu saja Ridwan sendiri tidak buta dan menyadari betapa kedua sopir direksi itu selalu memandang istrinya dengan penuh gairah jika Vonny kebetulan datang di kantor, terutama jika Vonny memakai blouse tipis agak terbuka dan rok mini yang "menantang". Ridwan mempertimbangkan apakah untuk peristiwa gang-bang pertama itu sebaiknya Vonny akan diberikannya obat perangsang - mungkin dicampur dengan alkohol, sehingga Vonny mungkin akan sedikit 'lupa daratan'. Meskipun telah sering juga swinger namun jika menghadapi keroyokan tiga pria yang haus sex pasti istrinya akan "shock" , dan Ridwan tak mau istrinya mengalami trauma sehingga mungkin selanjutnya akan sama sekali menolak bukan saja dengan Reza namun dengannya sendiri. Oleh karena itu Ridwan meminta kepada Reza dan juga kepada Rizak dan Fuad agar sedikit sabar dan menantikan kesempatan baik yang semuanya akan direncanakan dengan seksama dan cukup hati-hati.
Reza
Untuk mempersiapkan istrinya mengalami gang-bang pertama itu Ridwan berusaha sejauh mungkin 'memanaskan' Vonny dengan sering mengajaknya menonton DVD yang isinya terutama gang-bang wanita Asia berbadan kecil mungil dengan beberapa lelaki bulé atau pejantan berkulit gelap, kebanyakan Negro; semuanya berbadan kekar berotot dan penis panjang besar berbeda dengan ukuran Asia. Pelbagai DVD dengan film semacam itu di zaman cyber modern ini sangat mudah di-download gelap dari websites pelbagai negara diluar Indonesia, misalnya Jepang, Korea, Rusia, Belanda, juga USA. Karena "sensor" fihak berwajib Indonesia masih jauh ketinggalan maka halangan sensor itu dengan mudah dapat di "tembus" oleh kaum awam biasa saja asal tidak terlalu gaptek, lalu direkam ke dalam DVD. Telah lebih dari dua minggu lamanya Vonny "diloloh" dengan pelbagai blue-film semacam itu dan persepsi yang semula kelihatan ngeri dan "jijik" semakin lama menjadi lebih biasa, lebih tenang serta rileks jika melihat amoy Jepang atau Korea kewalahan hampir pingsan digarap ketiga lubangnya oleh lelaki Negro bertubuh raksasa untuk ukuran Indonesia dengan batang kejantanan mereka yang terlihat menyolok sangat diluar proporsi. Kini hanya tinggal menunggu waktu yang cocok saja: dimana Vonny sedang sendirian di rumah, lalu Reza sebagaimana biasa mampir untuk memberikan "service" - dan disaat mereka sedang asyik dengan foreplay maka kedua pejantan lain akan ikut nimbrung meramaikan dan memberikan "extra-service".

####################
Sebulan lalu Ridwan membelikan Toyota Aygo sebagai hadiah ulang tahun Vonny yang ke 23, dan karena garasi mereka sudah penuh dengan Nissan Qasqhai milik Ridwan, maka Ridwan mengusulkan agar di depan garasi mereka dilengkapkan dan ditutup atasnya dengan karport. Vonny setuju dengan usul Ridwan karena merasa sayang juga kalau mobil barunya berwarna silver metallic itu selalu basah  terguyur selama musim hujan. Untuk melaksanakan pembuatan carport itu Ridwan mengatakan pada Vonny bahwa mungkin Reza mengenal buruh pembangunan yang dapat dipercaya membuat karport. Tentu saja Ridwan tidak menceritakan bahwa sebetulnya kedua sopir direksi kantornya yang memang telah lama mengincar istrinya itu akan membangun karport dan sekaligus diberikan "bonus istimewa". Setelah bersepakat dengan harga akhir maka pada hari Jum'at tengah hari, ketika tugas kantor selesai Fuad dan Rizak diajak oleh Ridwan kerumahnya, dan mereka mulai mengukur berapa besar dan tinggi karport yang akan mereka bangun. Pada kesempatan mana kedua pejantan itu beberapa kali sempat mengintip dari samping dan belakang ketika Vonny berjalan keluar masuk rumah. Turun naik jakun mereka disertai mata melotot ketika menyaksikan betapa yahud goyangan pantat sekal Vonny.  Demikian pula betis dan paha putih mulus yang mengintip keluar ketika Vonny turun naik dari mobil barunya, menyebabkan si ujang dan si otong mereka terasa amat sesak di dalam celana dalam mereka. Ridwan menanyakan Vonny apakah ia keberatan jika kedua "buruh pembangunan" memulai pekerjaan mereka membangun karport itu di hari Minggu esok hari dan Senin berikutnya karena kebetulan Senin itupun hari libur fakultativ. Ridwan juga sebetulnya tidak perlu bekerja di kantornya, hanya kebetulan dipagi hari Senin itu ada meeting dengan direksi perusahaan. Vonny tidak keberatan karena hari Minggu ia ingin berjalan-jalan dan shopping ke sebuah pusat perbelanjaan yang baru dengan Ridwan. Oleh karena itu akhirnya disepakati untuk kedua pegawai kantor itu memulai membangun pondasi karport dihari Minggu. Sedangkan hari Senin keesokannya Rizak dan Fuad mengatakan baru datang agak sore karena mereka harus tugas kantor dahulu. Padahal Ridwan telah mengatur bahwa kedua sopir itu digantikan tugasnya oleh rekan-rekan sopir lain, sehingga mereka dapat datang dipagi hari.      

Di hari Senin yang telah direncanakan itu maka Reza diberikan tugas sebagai 'perintis' jalan : setelah Ridwan berangkat ke kantor untuk meeting maka Reza akan datang 'menagih jatah'nya setelah selama hampir tiga minggu "puasa", sedangkan Fuad dan Rizak diatur baru akan datang jika Reza sudah 'sibuk' di dalam. Kedatangan Reza pun tak diberitahukan kepada Vonny – seolah-olah semuanya "surprise". Namun kali ini Reza harus menahan diri untuk tidak langsung "ngejos", melainkan merangsang serta meng-oral Vonny habis-habisan sehingga beberapa kali orgamus. Semalam sebelumnya Ridwan pun mengajak Vonny menyaksikan DVD serial berturut-turut dengan pelbagai adegan super hot, dimana isinya kurang lebih sama yaitu para istri yang kelihatan alim setia akhirnya terjebak dan jatuh ke dalam genggaman beberapa lelaki berkemampuan dan stamina luar biasa. Tanpa disadari Vonny bagaikan di berikan obat perangsang karena sesudah itu Ridwan sengaja langsung tidur, padahal diketahuinya dari bunyi yang khas bahwa Vonny dibawah selimut melakukan masturbasi. Memang setelah menyaksikan pelbagai blue-film DVD itu Vonny mengharapkan akan memperoleh "nafkah" dari suaminya. Namun karena Ridwan dilihatnya beberapa kali "melenggut dan mendengkur", maka dengan sedikit kecewa ia mencari solusi lain dengan bermasturbasi. Tak disadarinya bahwa semua tarikan nafas mendesah-desah dan hentakan pahanya di bawah selimut ketika mengalami orgasmus tak lolos dari telinga suaminya. Sekitar jam tujuh pagi setelah minum kopi tubruknya Ridwan telah meningalkan rumah dengan alasan menghindarkan kemacetan. Vonny menghantarkan sampai ke pintu rumah dan melihat bahwa kedua buruh pembangunan yang kemarin telah memulai membangun karport memang belum datang. Akibat sudah terlanjur bangun dan sulit untuk tidur kembali maka Vonny memutuskan ke dapur untuk masak air penyeduh teh yasmin kesukaannya, karena salah satu pembantunya pulang kampung karena ada yang sakit. Sedangkan pembantu yang satunya sedang berada di rumah tante Vonny karena setelah operasi kakinya masih tak dapat melakukan tugas sehari-hari melayani suaminya yang kena stroke. Tak lama kemudian Vonny dikejutkan oleh bunyi ketokan di pintu pagar di depan. Vonny curiga bahwa kemungkinan besar Reza, karena semua tamu atau pengunjung lain biasanya membunyikan bél disitu. Vonny sebetulnya agak sangsi untuk membuka pintu karena ia sebenarnya merencanakan untuk mandi dan keramas, diharapkannya bahwa Ridwan akan tak terlalu lama meeting di kantor. Dengan agak ragu Vonny mengintip dari balik tirai ruang tamu dan dilihatnya memang Reza yang masih menunggu dengan motornya. Jika dibiarkannya si office-boy terlalu lama berdiri di depan pintu pagar besi, maka mungkin akan menarik perhatian tetangga pula. Oleh karena itu Vonny dengan agak terpaksa menyambar kunci tergantung dan berjalan di pekarangan depan menuju pintu pagar besinya. Agak terenyuh juga sanubari Vonny karena dirasakan bahwa hasrat kewanitaannya semalam tak terpuaskan oleh Ridwan. Diingatnya pula bahwa Reza sudah hampir tiga minggu tidak datang dan biasanya office-boy itu akan langsung 'menerkamnya' bagaikan harimau kelaparan melihat kijang lemah. Setelah membuka pintu depan rumah dan juga pintu pagar besi ke jalanan maka Vonny menyambut Reza dengan senyum manis kemudian berjalan balik masuk. Di ambang pintu barulah Vonny menyadari bahwa ia masih memakai baju daster tipis yang biasa hanya dikenakannya di kamar tidur dan di dalam rumah, tak pernah hingga pintu pagar. Tanpa sadar wajah Vonny memerah malu. Baju daster itu terbuat dari bahan tipis tembus cahaya sehingga sinar matahari pagi mencetak tubuh montok bahenolnya, bahkan sebagaimana biasanya di bawah daster itu Vonny tak memakai BH. Selain itu Vonny memakai celana dalam V-string super mini yang hanya menutup selangkangannya, kedua bongkah pantatnya sama sekali terbuka, dan dibagian depan pun hanya pas-pasan menutup belahan vaginanya. Penutup aurat super mini itupun masih agak basah di bagian depan karena lendir kegairahan wanitanya yang mengalir keluar akibat masturbasinya semalam dan juga pagi tadi.  

Rona merah menerpa pipi Vonny ketika dengan sudut matanya ia melihat tatapan Reza tak berkedip sambil memarkir motornya di bawah kerangka karport yang sedang dibangun. Setelah itu sebagaimana biasanya Reza melangkah perlahan-lahan memasuki pintu rumah , kali ini matanya terus mengikuti semua goyang gemulai istri boss-nya, mulai dari pinggang sampai ke belahan pantat dan pahanya. Meskipun Vonny sudah sering melayani Reza namun kali ini merasa sangat jengah karena pakaiannya yang sangat menantang dan sebetulnya hanya dipakai dalam kesempatan hanya berdua di kamar tidur dengan Ridwan suaminya. Untuk menukar baju sudah terlambat, ah sudah kepalang mau diapain lagi, masa bodoh lah demikian akhirnya keputusan Vonny sambil melangkah kembali ke arah dapur.
"Bang Reza udah ngopi belum, saya lagi bikin téh nih jadi bisa sekalian dibuatkan", tanya Vonny.
"Udah bu, barusan sebelum berangkat ditempat kost. Oh ya bu, pintu depannya dikunci lagi apa dibiarkan saja, nanti datang pekerja untuk karport engga bu?", Reza pura-pura bertanya sambil tak hentinya meneguk ludahnya melihat badan begitu menantang.
Selain puting buah dada yang mencuat bagaikan ingin dicubit, juga celana dalam Vonny sedemikian mini sehingga seolah ia telanjang bulat. Pada umumnya Reza mengunci kembali pintu pagar depan itu, namun kali ini Vonny agak ragu-ragu karena kedua pekerja bangunan sebentar lagi akan datang. Jika ia telah sibuk "melayani" si office-boy maka Vonny segan juga untuk menghentikannya, namun demi keselamatannya maka Vonny meminta agar Reza kembali ke pintu pagar untuk menguncinya :
"Dikunci aja lah bang, biarin ntar mereka ngebél", ujar Vonny berjalan amat gemulai keluar dari dapur dan kemudian duduk disofa ruang tamu.
Reza tersenyum karena ia hanya berpura-pura menghampiri pagar besi ke jalan, sengaja diadunya gembok dengan pintu besi secara keras sehingga seolah-olah si gembok terkunci dan itu didengar Vonny. Padahal kunci gembok itu hanya dicantolkan begitu saja , tapi tetap terbuka sehingga Fuad dan Rizak akan mudah masuk ke dalam rumah dan akan ikut meramaikan peristiwa gang-bang. Demikian pula setelah masuk Reza memutar kunci pintu rumah dua kali secara keras - seolah-olah 'mengunci' dua kali - padahal ia hanya memutar sekali mengunci, sedangkan bunyi kedua adalah ketika kunci itu dibukanya kembali - artinya pintu rumah Vonny pun seperti pagar kini tak terkunci. Kemudian Reza membalik dan berjalan menuju sofa besar dan empuk di ruang tamu, sofa mana sudah sering menjadi saksi bisu swinger Vonny dengan office-boy yang beruntung ini. Dilihatnya Vonny telah berada di sofa itu dengan menekuk paha serta lututnya. Dalam posisi setengah duduk itu maka baju daster yang dalam keadaan berdiri pun memang hanya setinggi atas lutut kini semakin tertarik ke atas, menyajikan sepenuhnya kedua betis langsing dan sebagian besar paha putih mulus Vonny. Reza yang telah terbiasa dengan pemandangan menggairahkan itu tak luput menelan liurnya, apalagi ketika Vonny seolah malu berusaha menarik dasternya ke bawah sambil menggigit bibir bawahnya. Biasanya Reza langsung menerkam nyonya istri tuannya itu namun kali ini ia berusaha menahan diri dengan menempatkan diri duduk di belakang Vonny. Tubuh nyonya majikan yang sudah sering dinikmatinya kini agak rebah bersandar tubuhnya dan dengan lembut disingkapnya rambut di belakang leher Vonny lalu kuduk yang putih itu diciumi. Kedua tangan Reza menyelinap dibawah ketiak Vonny kemudian di remasnya kedua bukit kembar yang begitu sekal padat namun sekaligus kenyal menyebabkan pekikan geli keluar dari belahan bibir Vonny. Apalagi ketika jari-jari Reza menemukan puncak buah dadanya dan mulai memijit serta memilin terkadang mencubit putingnya yang semakin mengeras di bawah kain daster yang tipis. Vonny merinding kegelian ketika ciuman Reza menjalar dari belakang leher ke arah telinganya , menghembuskan nafas panasnya disitu lalu menjulurkan lidahnya keliang telinga Vonny.

"Aaaaah, aaaiiih, geliiiiiii aaaah, nakal amaaaat sih, oooohh bang, geliiiiii dooong, sssssh oooh bang", desah Vonny berusaha membalikkan tubuhnya untuk membalas permainan Reza namun ditahan oleh pelukan lengan yang kuat, akibatnya Vonny semakin gelisah menghentak-hentakkan kakinya sehingga pahanya makin terpampang ke arah selangkangannya karena dasternya acak-acakan tersingkap ke atas.
"Kenapa sayang, geli enak ya, nikmat dicubitin puting susunya ya, mau digigit itunya ya, ayoh bilang dulu sama abang mau diapain, mau digunyeng apa engga ?", Reza semakin menggoda mangsanya.
"Engga, engga mau diapa-apain, lepasin ah, udahan mainnya, ntar kedengeran ama kuli bangunan ah", Vonny berusaha menggeliat sambil pura-pura bertahan namun birahinya semakin meningkat. Biasanya Reza tak begitu lama dengan fore-play namun kali ini justru Vonny yang dibuatnya makin 'blingsatan'. Sambil tetap menciumi leher dan telinga nyonya majikannya tangan Reza kini mulai menjalar di bawah daster tipis, dijelajahinya perut Vonny yang datar, jari-jarinya turun dan menemukan bulu halus di tepi celana dalam string yang begitu kecilnya. Dengan nakal dijepit dan ditarik-tariknya bulu sangat halus itu dengan telunjuk dan jari tengahnya sehingga Vonny semakin gelisah menggelinjang tak karuan.
"Aaaiiiih, ngapain sih bang, cepetan dong kalo mau maen, ntar tuh kuli karport pada dateng, malahan suami saya juga keburu balik, auuuw geli aaaah, nakal amat sih maennya", Vonny terbakar rasa birahi karena Reza tak juga memasuki taraf berikut untuk memuasi nafsu syahwatnya yang telah meninggi.
"Hmmmmhh, kerangsang benget ya nyonya amoy bahenol, uuwaaahh celana dalemnya kecil amat 'bu, udah demek basah begini, sini saya bantuin lepasin, iyaaaa begitu copot dah, mana wangi lagi", ujar Reza sambil mencium celana string yang telah dilorotnya kebawah melewati kedua kaki Vonny.
"Udah engga sabaran ya 'bu, biasanya engga cepat basah kaya gini, ini didesa saya namanya meluya-luya, kenapa sih 'bu - semalem belum dapet jatah dari suami ngkali, ngaku deh 'bu ngga usah malu, kan udah biasa ngéwé sama saya", Reza semakin menggoda dan merangsang nyonya majikannya.
"Nnnnnggghhh, sssssshhhh, aaaaaahhh, oooooohh, ssshhhhhh", itu sajalah yang keluar dari celah bibir Vonny.
Rasa malunya masih berhasil menahannya untuk tak mengakui bahwa ia amat mengharapkan nafkah badaniah dari Ridwan semalam, namun tak diperolehnya sehingga terpaksa hanya masturbasi. Desah dan lenguh nafasnya semakin memburu, kedua mata Vonny setengah tertutup, wajahnya menengadah ke atas, lubang hidungnya kembang kempis menahan emosi kegairahan, bibirnya terbuka mengkilat karena sering digigit-gigitnya dan dibasahi oleh lidahnya. Penuh rasa tak sabar Vonny merangkuh kepala Reza dan mulutnya langsung diciumi oleh si office-boy, kumis baplangnya terasa menggelitik bibir seolah memberikan tanda agar Vonny pasrah menerima juluran lidah Reza yang kasar dan kasap itu.
"Cuuppp, cuucppp, aaaahh, hhhmmmhhh, geregetan banget sih 'bu, udah ngebet ngga tahan lagi mau di roncé ya, iyah sini saya bantuin garukin, ininya yang gatel ya 'bu ?", Reza mengusap-usap bukit kemaluan Vonny, ujung telunjuknya mengitik mencoél-coél lipatan bibir vagina mencari sang kelentit.
Wajah Vonny semakin merah padam mendengar celoteh Reza dan sambil mendesah dan melenguh tak teratur ia melepaskan kancing kemeja Reza, kemudian ditariknya kaos dalam dengan gerakan tak sabar, sebelum jari jemari lentiknya menarik ikat pinggang dan menurunkan ritsluiting lalu ditariknya celana dalam boxer berwarna hitam sang kekasih pengganti suaminya yang rajin memberikan "jatah".  Langsung si "ujang" milik Reza muncul keluar dalam keadaan setengah tegang, dan Reza dengan sengaja melekatkan tubuh bagian bawahnya ke selangkangan wanita muda di bawah tindihannya. Vonny yang sudah mabuk birahi langsung merengkuh batang pentungan yang telah beberapa kali memasuki vaginanya, dicobanya untuk menarik batang itu membelah celah kewanitaannya, namun belum juga berhasil masuk karena Reza dengan sekuat tenaga mempertahankan taktiknya.

Pada saat bersamaan Reza juga semakin jauh mengembara dengan jari tengah dan telunjuknya di bukit Venus berbulu halus, dicarinya klitoris yang tersembunyi di antara lipatan bibir kemaluan berwarna agak kemerahan, setelah ketemu segera diusap dan dipilin-pilin menyebabkan Vonny menjerit kecil.
"Uuuummmhhh, ssssshhh, aaaaeeeemmmmhhh, geliiiii, aaaaaiiiih, abang nakaaaal, abaaag oooohhh", Vonny menggeliat meronta menggelepar karena merasakan kelentitnya bagai kena aliran listrik tinggi.
Rasa malu Vonny telah hilang punah , jari-jarinya turun naik dibatang kemaluan Reza, mengocok dan menggenggam sekuatnya, terkadang kepala jamur yang coklat hitam itu dijepit di antara pahanya.
"He he he, mau dicoblos ya nyonya manis, he he he ayoh minta dulu, bilang dulu abang sayang, saya minta dipuasin, minta dijarah, minta dironcé ama abang, ayoh minta dulu", sengaja Reza memasang harga karena ini termasuk siasat untuk mempersiapkan Vonny di-kerjai mereka bertiga.
"Syarat" berikutnya yang harus dipenuhi oleh Vonny agar Reza bertindak lebih jauh memuaskan kebutuhan birahinya adalah sesuatu yang sampai saat ini belum pernah dilakukan Vonny. Meskipun Reza setiap kali telah meng-oral Vonny dan membawanya ke surga dunia, namun sebaliknya Vonny belum pernah "membalas" rangsangan sama. Reza yakin bahwa inilah saatnya untuk mengajak Vonny mengatasi rasa malunya untuk menyepong penis lelaki asing, karena Reza yakin bahwa wanita manis keturunan yang pada saat ini dalam kekuasaannya pasti telah sering meng-oral suaminya, Ridwan.
"Abang juga mau nerusin ngejos, tapi si otong minta dimanja dulu nih ama nyonya seperti abang juga kan udah sering ngejilat mémék nyonya, kan nyonya pasti udah sering kan nyepong suami, jadi adil dong saling gantian", ujar Reza menyeringai sambil menyodorkan penisnya di hadapan wajah Vonny.
"Iya lah 'bu , pake malu-malu segala , ntar pasti biasa , nih 'bu coba lihat kan laen bentuknya dengan yang biasa ibu lihat", desak Reza kepada nyonya majikannya karena Vonny masih berusaha meléngos.
"Pasti akan puas bu, ini pisang ambon rasanya laen 'bu, gede mateng tapi bukan disekep, ibu sendiri kan udah bécék gitu", Reza makin berani dan menémpélkan kepala penisnya dipipi Vonny, sambil perlahan-lahan dipegangnya kepala Vonny agar menoléh ke arah alat kejantanannya yang hitam itu.
Namun rupanya Vonny masih merasakan risih untuk menyepong penis lelaki bukan suaminya sendiri, sehingga ia tetap menolak dan hanya mendesah-desah karena terus menerus dirangsang oleh jari-jari tangan Reza. Oleh karena itu Reza memutuskan untuk mengajak nyonya majikannya itu bermain oral dalam posisi '69'. Masakan sih kalau dirangsang, dijilati dan digigiti kelentitnya habis-habisan wanita muda dengan nafsu sudah ke-ubun-ubun tak akan mencaplok kemaluan lelaki di depan matanya meski penis itu bukan milik suami sendiri , demikianlah perhitungan Reza yang semakin menggoda Vonny. Dengan sigap Reza merebahkan tubuh Vonny di sofa yang lebar itu dengan punggung Vonny diarahkan ke pintu, karena diduga bahwa setiap saat Fuad dan Rizak akan masuk arena pertarungan. Dengan punggungnya membelakangi pintu maka Vonny yang sedang dirangsang dan mabuk birahi kemungkinan besar tak sadar bahwa dua lelaki pejantan segera masuk dan akan ikut menggagahinya.  Setelah merebahkan tubuh Vonny yang ramping tapi montok itu dalam posisi menyamping kemudian Reza pun rebah menyamping dengan wajahnya mendekati selangkangan nyonya majikannya, sedangkan kemaluannya yang mengacung agak bengkok itu kini berhadapan dengan wajah Vonny.

Tanpa menunggu komentar atau bahkan protes dari mangsanya, mulailah Reza mengendus-endus dan menciumi bukit Venus di hadapannya. Jari-jarinya melebarkan bibir kemaluan Vonny yang telah basah memerah dan lidahnya menyusup kecelah liang surgawi untuk menjilat-jilat. Bagaikan seniman penuh keahlian dan kesabaran lidah kasar Reza semakin mencelup ke dalam tengah dinding vagina dan kembali menjalar ke sana sini, menyentuh liang kencing Vonny yang sangat mungil, mencari G-spot dan menyeruak di antara lipatan atas bibir kelamin untuk menemukan sebutir daging kesayangannya.
"Hhhhmmmmh, ccuuupppp, slrrrruuup, wuiiiiih bécéknya nih mémék ama madu asli, haruum manis kaya yang punya, sssshhh sluuurrp, cupppp , mana dia tuh itil nyonya, eeiiit eiiitt, naaah nongol ya, mau diisep-isep ntar digigit-gigit ya 'bu ?", lidah Reza menyerbu kelentit kesayangannya sementara kumis baplangnya kini menggelitik dinding vagina Vonny menyebabkannya semakin terangsang.
Daya pertahanannya terakhir telah runtuh, tangannya masih menggenggam dan mengocok turun naik penis sang office-boy, sementara kepala rudal berbentuk jamur itu makin membesar melekat di pipinya. Hangatnya serta kegatalan yang terus menerus menguasai di dalam celah kewanitaan Vonny akhirnya mengalahkan perasaan malunya. Dengan hanya sedikit menoléhkan kepalanya Vonny telah menyentuh ujung rudal berbentuk topi baja milik si office-boy, kemudian batang dihiasi pembuluh darah yang  melingkar itu dicekal dan mulai dikocok dengan menggerakkan tangannya turun naik semakin cepat. Setelah kemaluan Reza dirasakannya semakin menegang dan mengeras maka Vonny kini menjulurkan lidahnya dan mulai menyentuh belahan saluran kencing di tengah kepala penis di genggamannya itu.
"Oooooohh, iyaaaah 'bu enaaaak, niiiih saya baleeeeees ngegaruk di mémék ibu, ooooh teruuuuus 'bu, masukin ke mulut dong, oooohhhhh pinteeernya nyonyaaaa", Reza merem melék dijilat pertama kali.

Semula masih terlihat ragu namun akhirnya Vonny berusaha membuka mulutnya dan menjepit penis Reza di antara bibirnya, dibasahi dengan ludahnya lalu perlahan lahan dimasukkan ke dalam mulutnya. Sementara itu paha putih dan mulus Vonny menjepit sekuat-kuatnya menahan kenakalan jari-jari Reza yang memijit dan menekan serta mencubit kelentitnya. Air mani kewanitaannya semakin membasahi dinding vaginanya yang terasa semakin licin dan gatal mengharapkan alat kemaluan segera menikam.
Namun Reza tak kenal menyerah dalam menjalankan tugasnya sebagai "perintis jalan" : jari telunjuk dan tengahnya kini menerobos masuk ke dalam vagina nyonya majikannya, sementara ibu jarinya kini menggantikan tugas mengusap-usap dan sekali-kali menyentil daging kecil diantara lipatan bibir bawah Vonny. Jari-jari tangan tangan Reza yang lain tetap menggenggam dan meremas-remas buah dada Vonny, menjepit kedua puting kiri kanan bergantian yang telah mengeras bagai kerikil. Lidah kasapnya tak henti-hentinya menyapu kelentit yang semakin menonjol keluar, semakin sensitif peka dan Reza mengetahui hal ini. Bergantian dengan lidahnya kini giginya ikut menjepit klitoris Vonny, digigit-gigit dengan mesra, digésér-gésérnya deretan gigi atas dan bawah kekiri kekanan sementara klitoris itu tetap dijepit diantara kedua barisan gigi itu, hal ini belum pernah dialami Vonny. Akibatnya Vonny merasakan rangsangan yang sama seperti kelentitnya itu dijepit dua jari kasar kemudian digéwel dan dipilin-pilin, ngilu sakit-sakit, tapi sekaligus nikmat tak dapat diuraikan ribuan kata, Vonny hanya dapat menjepit kepala Reza diantara kedua paha putih mulusnya, sementara jutaan bintang kecil bagai kunang-kunang beberapa menit kemudian meledak depan matanya.      
"Oooooouuummmppph, ssshhhhhh, teruuuuuuss baaaaang, geliiiiiiii amaaaaaat, saya ngga tahaaaan maauuuuuu ppiiiiiiipiiiisss, aaaaahhhh", tubuh Vonny menghentak hentak sambil mulutnya semakin cepat menyepong mengulum menjilat naik turun penis Reza bagaikan anak kecil asyik makan es krim.
Reza dan Vonny yang telah dilanda badai nafsu itu sama sekali tak mendengar bunyi pintu terbuka. Disertai dengan jeritan hysteris tubuh Vonny kaku mengejang mengalami orgasmusnya yang pertama dan ini menyebabkan Reza menyeringai penuh kepuasan karena usahanya berhasil. Dengan kedua mata terpejam dan nafas tersengal-sengal Vonny tak menyadari munculnya dua sosok lelaki di pintu...
Orgasmus Vonny kali ini berlangsung lebih lama dari biasanya karena Reza tanpa ampun melanjutkan rangsangan lidah dan giginya. Semuanya memang telah diatur dan direncanakan: selama tiga menit Vonny dikuras tenaganya - dan waktu itu lebih dari cukup bagi Fuad serta Rizak melepaskan pakaian serta sepatu mereka dan kini telah berdiri dengan bertolak pinggang sekitar dua meter dari sofa ...

To be continued...
elzhakhar@hotmail.com
SPG [Si Pemangsa Gadis]

Berbagi Istri

Budi

Malam itu aku mengajak teman dekatku di kampus, Budi untuk membantuku mengerjakan tugas akhir yang sempat terbengkalai karena aku sibuk mengurus pernikahanku. Karena waktunya sudah sangat mendesak maka aku meminta bantuan Budi agar tugas akhirku cepat selesai dan itu adalah pertama kalinya Budi ke kontrakanku lagi setelah aku menikah, padahal biasanya hampir tiap minggu dia menginap di kontrakanku untuk mengerjakan tugas atau sekedar main play station.Malam itu juga untuk kedua kalinya Budi bertemu dengan istriku tercinta Vany setelah sebelumnya aku memperkenalkan mereka saat pertama kali istriku datang ke Jakarta. Istriku adalah seorang wanita berparas cantik dengan bentuk tubuh yang sangat indah, walau berasal dari kota kecil di luar pulau, tapi dia sangat pandai merawat tubuhnya hingga tak jarang banyak lelaki yang mendekatinya atau sekedar menggodanya. Sementara temanku Budi jauh dari tampan badannya gemuk dengan rambut ikal, tapi walau begitu dia orangnya baik dan cukup pintar, kami sudah lama berteman sejak awal kuliah dulu.
Awalnya semua berjalan biasa saja aku dan Budi sibuk menyusun naskah untuk tugas akhir ini, sementara istriku sudah tertidur pulas di kamar sebelah karena saat itu jam sudah menunjukan pukul 11 malam. Sampai sesuatu terjadi saat Budi meminta izin ke kamar mandi untuk buang air kecil. Karena kontrakanku hanya terdiri dari tiga ruangan yaitu ruangan depan untuk menonton tv, ruangan tengah untuk tidur dan ruangan belakang ada tempat untuk memasak dan kamar mandi di sampingnya, maka mau tidak mau untuk menuju kamar mandi Budi harus melewati ruangan yang aku jadikan kamar tempat dimana istriku sedang tidur pulas dan di antara kamar depan dan tengah aku kasih kain gordeng sehingga dari ruang depan tidak bisa melihat langsung ke ruang tengah. Sudah lebih dari 15 menit berlalu Budi belum juga kembali dari kamar mandi dan itu cukup aneh karena paling orang pada umumnya hanya butuh waktu lima menit jika hanya buang air kecil. Karena penasaran maka aku membuka gordeng yang membatasi ruang depan dan ruang tengah. Saat itu aku melihat Budi mematung kaku di samping tempat tidur istriku, dan seketika dadaku bergemuruh saat melihat kondisi istriku. Dia masih tertidur pulas tapi pose tidurnya begitu sexy dan menantang birahi bagi setiap lelaki yang melihatnya. Saat itu ia tidur miring ke samping kanan sehingga membelakangi Budi yang berdiri di samping kirinya tapi baju tidur terusan yang dipakai istriku bagian bawahnya tersingkap hingga ke pinggang dan memperlihatkan bongkahan pantat yang gempal dan mulus yang hanya ditutupi celana dalam warna hitam, sementara kancing baju tidurnya terbuka beberapa bagian hingga payudaranya yang putih sedikit mengintip dan membuat penasaran. Budi terlihat sangat bernafsu melihat keindahan tubuh istriku dan posenya yang begitu menantang, tangannya terlihat bergerak-gerak di selangkangannya sendiri mengelus-elus selangkangannya yang terlihat mengelembung pertanda sesuatu yang ada di dalamnya telah  bangkit .

"Pssst Bud...ngapain lo?" panggilku pelan
Budi terlihat kaget dan salah tingkah mendengar suaraku bergegas dia menghampiriku ke ruangan depan karena tidak mau membuat istriku terbangun.
"duh sory banget Bob tadi gua ga sengaja liat istri lo, sumpah istri lo sexy banget ..."
Berkali-kali Budi meminta maaf sekaligus memuji istriku, Anehnya aku tidak marah sama sekali malah aku merasa puas dan bangga ada lelaki lain yang memuji keindahan tubuh istriku.
“Udah Bud, ga apa-apa ko santai aja..."
Aku berusaha setenang mungkin agar tidak membuat dia merasa bersalah karena kejadian tadi , lalu kami kembali melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Namun Budi terlihat gelisah dan tidak fokus, rupanya efek dari kejadian itu masih membekas padanya.
"Lo kenapa Bud? udah kepengen balik?" aku berusaha mencari tahu apa yang terjadi pada temanku
"Eerrr...sory banget Bob, gua ga fokus neh, soalnya kebayang istri lo mulu.."
Deg… nafasku terasa berat mendengar kepolosan temanku itu
“apaan si lo Bud? Kan lo udah sering liat cewe sexy di film bf?”
“tapi ini beda Bob kan lo tau sendiri gua belom pernah pacaran dan tadi itu pertama kalinya gua ngeliat cewe sexy begitu secara langsung, sekali lagi sory Bob..” lagi-lagi Budi meminta maaf namun aku tidak memperdulikan temanku itu dan terus saja melanjutkan pekerjaan.
“Bob gua pengen liat istri lo lagi please…entar tugas akhir lo gua yang beresin deh! lo tau beres aja pokoknya” tawarnya
Seketika aku terdiam mendengar tawaran dari temanku itu, dan entah kenapa dadaku terasa panas membayangkan apa yang akan terjadi.
“Ngeliat doing kan? ok tapi cukup kita aja yang tau…”
Budi pun seraya menganggukan kepalanya tanda setuju. Tanpa menunggu lama lagi Budi langsung menuju ruang tengah tempat istriku berada. Aku dan Budi seketika terperanjat saat melihat kondisi istriku dia tidur dengan posisi terlentang kedua kakinya terbuka lebar dengan bagian bawah baju tidurnya terangkat sampai pinggang yang otomatis memamerka paha mulus dan selangkanganya yang masih terbalut celana dalam hitam, selain itu kancing atas baju tidurnya terbuka semakin lebar hingga payudaranya yang terbungkus bh hitampun ikut mencuat menjadikan kondisi isitriku semakin sexy dan menggairahkan.Kedua mata Budi terbelalak dan mulutnya menganga seakan ingin melahap tubuh indah istriku yang ada di hadapannya. Perlahan tapi pasti tangannya mulai meremas daerah selangkangannya sendiri dengan gerakan perlahan dia mengurut bagian selangkangan yang sudah mulai menggelembung dan tanpa kuduga dengan satu gerakan dia sudah berhasil mengeluarkan benda hitam keras yang sudah berdiri tegak. Entah sejak kapan dia menurukan sleting celananya karena pandanganku terfokus ke tubuh istriku. Pundakku bergidik ngeri melihat penis Budi yang hitam dan keras. Aku tak pernah menyangka jika Budi mempunyai senjata rahasia yang begitu mengerikan. Seketika saja lututku terasa lemas karena membayangkan benda besar itu mengoyak vagina istriku yang indah dan sempit.
Vanny

Aku sengaja membiarkan Budi yang dengan cuek beronani di samping istriku seolah dia tidak memperdulikan keberadaanku lagi. Awalnya aku berpikir mungkin jika dia sudah ejakulasi birahinya bisa reda dan dia bisa kembali bersikap seperti biasanya. Namun sudah lebih dari sepuluh menit tidak ada tanda-tanda dia akan ejakulasi sehingga aku mulai khawatir takut jika istriku tiba-tiba saja bangun. Entah datang dari mana tiba-tiba saja aku mendapat sebuah ide gila, dengan satu isyarat aku mengijinkan Budi untuk menyentuh paha mulus istrku yang tentu saja disambut baik oleh Budi yang memang sedang terbakar birahinya dan mengharapkan lebih dari tubuh istriku.
“Hah, beneran nih Bob?? Gua boleh nih?” tanyanya antusias setengah tak percaya
Aku mengangguk dan menegaskan, “Cuma pegang loh, inget!”
“Iyah, iyah...thanks banget Bob, lu emang sobat sejati deh!”
Tangan Budi terlihat gemetar saat perlahan turun dan mendekati paha istriku yang terpampang indah. Karena tempat tidurku tidak menggunakan ranjang, hanya sebuah kasur busa, maka Budi harus jongkok agar bisa menyentuh paha istriku dan karena itu posisi penisnya terjepit oleh celana jeans yang dia pakai hingga membuatnya merasa tidak nyaman. Lalu dia kembali berdiri dan dengan satu gerakan melepaskan celana jeans sekaligus celana dalamnya hingga tubuh bagian bawahnya terbebas dari selembar benang pun dan hal itu dia lakukan tanpa meminta persetujuan dariku lagi. Kemudian dia kembali berjongkok disamping istriku, tangan kanannya kini sudah berada tepat di atas paha mulus istriku dengan geraka  perlahan dan hati – hati dia mulai mengelus paha mulus yang menantang itu, sementara tangan kirinya mengocok penis besar yang terlihat semakin mengeras. Aku beberapa kali menelan ludah sendiri karena tenggorokan terasa kering melihat adegan erotis di hadapanku dimana temanku sedang berusaha mencari kenikmatan dari tubuh indah istriku, dan peniskupun terasa sudah sangat keras karena tak bisa kupungkiri birahiku perlahan bangkit dan ini terasa tidak wajar bagiku. Mungkin merasa mendapat lampu hijau dari ku, Budi semakin tak terkendali dan kini tangannya mulai bergerak ke selangkangan istriku dan mengelus lembut gundukan vagina yang masih tertutup celana dalam hitam, sementar penisnya dengan sengaja digesekan di paha sebelah kiri istriku sehingga perlahan  Budi mulai merangkak di atas tubuh istriku dan paha kiri istriku tepat di antara kedua kaki Budi. Aku membiarkan saja ulah temanku karena ingin tau sejauh mana dia akan berbuat nekat. Tak kusadari tanganku kini sudah mengelus penisku sendiri karena melihat adegan yang begitu erotis terjadi di hadapanku, temanku Budi sedang mengelus-elus vagina istriku yang masih dibungkus celana dalam sementara penis besarnya menggesek-gesek paha mulus istrku dan semakin lama Budipun semakin nekat karena kini bukan tangan yang memberikan rangsangan di vagina istriku tapi lidahnya sementara penisnya semakin menempel di paha mulus istriku. Mungkin karena hal itu istriku tiba-tiba saja bangun namun untuk beberapa saat dia terdiam mungkin sedang memulihkan kesadarannya. Untuk mencegah hal buruk terjadi maka bergegas aku menghampiri isitirku dan menyuruh Budi mundur dari tubuh istriku,  dan benar saja seketika istriku menjerit menyadari kehadiran Budi di sampingnya apalagi penis besar Budi berdiri tegak seolah menantang tepat di hadapannya.

“pa apa-apaan? ini kenapa …?” tiba-tiba saja ucapan istriku terhenti saat kedua matanya menatap lekat penis besar yang berdiri tegak di hadapannya, mulutnya menganga seakan begitu takjub menyaksikan penis yang ukurannya jauh lebih besar dari milik suaminya dan itu menjadi pengalaman pertamanya melihat penis lain selain milik aku suaminya.
“tenang mah kalau mamah teriak lagi nanti tetangga pada bangun, papa cuman pengen bantu si Budi, dia horny gara-gara pas ke kamar mandi dia ga sengaja ngeliat pose tidur mama yang sexy, ga apa-apakan ma…”
Aku berusaha meyakinkan istriku dengan berbagai macam cara namun istriku masih marah malah dia hendak beranjak ke ruangan tengah namun saat melewati Budi tiba-tiba saja Budi memegang tangannya
“mau ngapain lo Bud? jangan kurang ajar” istriku berusaha melepaskan genggaman tangan Budi
“van please tolongin dong, gua cuman pengen coli di depan lo doang ko lagian suami lo juga ga apa-apa please” Budi mengiba pada istriku namun entah kenapa penisnya masih saja berdiri tegak dan secara tidak sengaja menyentuh tangan istriku yang sedang dipegang oleh Budi
Tubuh istriku bergidik dan nafasnya semakin berat saat merasakan penis besar Budi menempel di tangannya. Istriku terdiam sesaat dan menoleh ke arahku dengan tatapan kesal ,
“ok coli doang kan ,jangan lama-lama “ dengan ketus dan terlihat masih kesal istriku mengabulkan keinginan temanku itu padahal tadi aku saja tidak berhasil merayunya.
“lo tiduran lagi dong dikasur biar enak gua colinya…”
Tanpa menjawab lagi istriku langsung merebahkan tubuhnya di kasur dan dengan cuek dia membuka kakinya lebar-lebar seakan sengaja memamerkan vaginanya. Aku sempat bingung dengan ulah istriku itu apa mungkin itu cara dia menunjukan kekesalannya padaku, entahlah yang jelas apa yang terjadi selanjutnya benar-benar di luar dugaanku. Budipun kembali melanjutkan aktifitas mengurut penisnya sendiri dihadapan istrku sementara pandangan istrku perlahan sayu dan matanya menatap lekat ke arah penis besar dan berurat yang terlihat memerah akibat gesekan tangan Budi.
“ko lama Bud ga keluar-keluar” dengan nada sinis kembali istriku memprotes
“makanya lo bantuin dong biar cepet…”
Perkataan Budi itu seolah sihir karena yang terjadi berikutnya istriku menanggalkan baju tidurnya tanpa meminta persetujuan dariku sehingga tubuhnya hanya ditutupi oleh celana dalam dan bh hitam yang hanya menutupi bagian terpentingnya saja. Aku hanya mematung kaku di sudut ruangan melihat adegan erotis itu dimana temanku Budi dengan penuh nafsu mengocok penisnya sendiri di hadapan istriku sementara istriku tercinta yang nyaris telanjang sudah mulai meremas vaginanya sendiri yang masih terbungkus cd hitam dan adegan istriku itu sangat sexy dan menggairahkan seperti aktris bokep yang sedang onani. Rupanya birahinya mulai terbakar akibat permainannya sendiri.
“ih ko ga keluar-keluar si Budi …?” dengan berlaga kesal istriku lagi-lagi protes
“ya udah biar cepet gua gesekin di paha elo ya?” sambil masih mengurut penisnya Budi kembali melobi istirku
“ya udah cepetan …” kata istriku
Dadaku terasa panas mendengar ucapan istirku itu entah kenapa dia menjadi seperti itu apa karena penis besar Budi itu hingga dia menjadi penasaran karena aku masih ingat dia pernah bertanya padaku bagaimana rasanya disetubuhi oleh penis yang besar saat kita menonton film porno.

Aku benar-benar sudah tidak dianggap lagi karena tanpa persetujuan dariku Budi langsung mendekati istriku dan menempelkan penis besarnya di paha kiri istriku untuk yang kedua kalinya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menyaksikan adegan terlarang itu karena tadi aku sendiri yang meminta kepada istriku untuk membantu Budi melepaskan hasratnya tapi aku masih berharap apa yang mereka lakukan tidak berlebihan. Perlahan Budi mulai menggerakan badannya naik turun di atas paha mulus istriku dan tentu saja tangannya tidak tinggal diam karena terus bergerak dan merambat menelusuri tubuh indah istriku dan berhenti di gunung kembar yang gempal dan mencuat indah yang masih tertutup bh hitam. Dengan gemas tangan kanan Budi memilin benda kenyal itu dan menyingkapkan penutup bh hitamnya hingga benda kenyal dan gempal itu mencuat keluar dari sarangnya. Sementara istriku diam saja, dia terlihat memejamkan mata dan dari mulutnya keluar erangan tertahan seakan menikmati semua perlakuan Budi terhadap tubuhnya. Gerakan maju mundur Budi semakin cepat dan perlahan tapi pasti badannya merangkak naik hingga penisnya kini berada tepat di atas vagina istriku yang masih tertutup cd hitam karena tubuh mereka kini sudah sejajar. Aku yang begitu larut menyaksikan adegan erotis sambil onani tidak menyadari bahwa tubuh Budi perlahan naik dan menindih istrku. Terdengar erangan dan desahan istriku semakin keras saat penis besar Budi menggesek dinding vaginanya walau masih tertutup cd tapi aku yakin dia bisa merasakan batang besar dan berurat itu.
“stop … stop ini udah kelewatan!’ aku berusaha menghentika mereka karena takut terjadi hal yang di luar batas toleransiku yaitu terjadi persetubuhan antara teman baikku dan istriku tercinta, namun gerakan Budi malah semakin cepat istrikupun meresepon baik dengan menggoyangkan
pinggangnya serama dengan gerakan pinggang Budi maka adegan merekapun sudah seperti adegan orang yang sedang bersetubuh mungkin jika tidak ada cd hitam yang menjadi penghalang penis Budi sudah berhasil menerobos masuk ke lubang nikmat istriku.
Mereka seolah kesetanan dan tidak memperdulikan keberadaanku malah aku bisa melihat dengan jelas tangan istriku bergerak ke bawah dan mendorong turun cd hitamnya. Aku yakin dia mengharapkan lebih dari sekedar pergesakan dan aku sangat yakin dia ingin merasakan penis besar Budi memenuhi lubang senggamanya. Namun baru saja cd istriku turun setengah tiba-tiba Budi memeluk erat tubuh istriku diiringi erangan penuh nikmat pertanda dia sudah berejakulasi dan benar saja sperma Budi muncrat sampai kepusar istriku. Terlihat kekecewaan dari raut wajah istriku karena tidak berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan.

“gimana Bud udah puaskan lo?” aku menarik tangan Budi agar menjauh dari tubuh istriku ,
Sementara istriku sedang sibuk membersihkan sperma Budi yang berhamburan di perutnya. Aku yang sudah terbakar hebat tidak memperdulikan apapun lagi dengan mudah aku meloloskan cd hitam istrku dan melemparkan ke arah Budi. Istriku terlihat kaget tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena penisku sudah berada tepat di belahan vaginanya. Lalu tanpa ampun lagi aku menghujamkan penisku yang sudah sangat keras seperti kayu ke lubang senggama istirku yang sudah sangat basah membuat istriku menjerit lirih karena tidak biasanya aku bermain kasar seperti itu
“dasar gatel lo pengen ya di ewe si Budi” aku berbisik di telinga istirku sambil terus menghujamkan penisku hingga membuat istirku merintih nikmat,
“itu kan yang lu mau pa? sekarang kenapa lo marah…” istriku membalas tusukanku dengan goyangan yang liar kita benar-benar hilang kendali hingga tidak memperdulikan keberadaan Budi karena birahi kita sudah terbakar hebat. Mulut kami beradu dengan liar, lidah kami saling membelit sementara tanganku meremas dengan kasar dua bukit kembar yang mengayun indah membuat istriku sesekali menjerit lirih.
“Ayoooo pa… lakukan sekaraaang…“ desah istriku memelas.
Bibir indahnya yang tak berlipstik menganga dan mendesah, matanya membelalak lebar dengan alis berkerinyit gelisah ketika penisku menghujam-hujam ke dalam vaginanya yang sudah sangat basah itu. Ia menggeliat merasakan sodokan mantap pada ujung leher rahimnya, sepasang kakinya membelit erat pinggangku sehingga menahan gerakku, bibir cantik yang gemetaran itu tampak tersenyum dengan mata berbinar aneh…
“Pa… tau kenapa mama pengen dientotin di depan Budi?” bisik istriku dengan tatapan mata mesra, kujawab dengan gelengan kepalaku…
“ya pengen bikin papa puas, fantasi papa jadi kenyataan…kaya sekarang ini… aku kan istri yang pengertian pa… ayoo dong.. beri aku kenikmatan yang indah…” bisik istriku sambil mengerling penuh arti, belitan kaki di pinggangku dilonggarkan, pertanda aku boleh mulai mengayun batang kemaluanku memompa liang sanggamanya. Wow...ternyata ia memang ingin memprovokasiku karena mengerti keinginanku, Vanny kau memang istri yang pengertian deh. Kembali suara erangan dan rintihan istriku mengalun sensual mengiringi ayunan batang kemaluanku yang pelan dan kalem keluar masuk liang sanggama yang kurasakan sangat menggigit saking sempitnya, Budi terbengong-bengong menonton adegan panas kami sambil mengocoki penisnya sendiri.
“Ayo ma, bikin si Budi sirik hihihi” bisikan mesraku tampak membuat istriku berbunga hatinya.. wajahnya tampak berseri bangga
“Ayo pa, saya suka sama yang begini… gemesssiiin… hhh… hhhoohhh… pa…” belum selesai kalimatnya, kupercepat ayunan pinggulku.. membuat matanya kembali membelalak, bibirnya meringis memperlihatkan gigi indah yang beradu, mengeluarkan desis panjang….

“Teeruuuss maaasss… ammppuunn… nikkmaaat bukan main.. oooohhh… aaaaaahhh… eeeenngghh..”ceracaunya dengan suara setengah berbisik
Sesaat kemudian aku merasakan serangan balasan istriku, dengan gemulai ia memutar pinggulnya, pinggangnya yang ramping bergerak menjadi engsel. Luar biasa nikmat yang kurasakan karenanya. Suara berdecakan yang semakin keras di selangkangan kami menandakan semakin banjirnya lendir persetubuhan dari liang sanggama istriku. Wajah cantiknya semakin gelisah, mulutnya komat-kamit seolah ingin mengatakan sesuatu tapi tak ada suara yang keluar, hanya desah dan erangannya yang keluar, alisnya yang runcing semakin berkerut, apalagi matanya yang kadang mengerling ke  arah Budi, kadang menatapku dengan sorot mata gemas…

“Oooooouuuuwww..!! pa, udah gak tahan nih.. mmmmmhhh…!!” kegelisahan dan keresahannya berujung pada rengekan panjang seperti orang menangis dibarengi dengan pinggul yang diangkat di desakan ke arahku bergerak-gerak liar
Aku tanggap dengan situasi wanita yang diterpa gelombang nikmat orgasme, maka segera kuayun batang kemaluanku menembus liang senggamanya sedalam-dalamnya dengan kecepatan dan tenaga yang kutambah. Akibatnya tubuh istriku semakin liar menggelepar-gelepar, kepalanya digeleng-gelengkan dengan keras ke kanan dan ke kiri sehingga rambutnya semakin riap-riapan di wajahnya. Dinding liang senggamanya yang tengah diamuk badai orgasme itu seakan mengkerut lembut menjepit erat batang kemaluanku, kemudian mengembang lagi… hal itu beberapa kali berulang… membuatku sejenak menghentikan ayunan penisku pada posisi di kedalaman terdalam pada liang sanggama istriku. Tubuh Vanny akhirnya tergolek lunglai dengan nafas tersengal-sengal, tampak dari gerakan dada montoknya yang naik turun tak beraturan. Wajahnya yang miring ke samping kanan tampak kulitnya berkilat basah oleh keringat birahinya, sementara matanya menatap nakal ke arah Budi. Rambutnya tampak kusut, awut-awutan menutupi sebagian wajah cantiknya. Kira-kira setelah dua menit batang kemaluanku mengeram tak bergerak di liang senggamanya yang semakin becek, dengan gerakan lembut kembali kugerakkan pinggulku mengantarkan sodokan ke liang sorgawi tersebut. Tubuh montok istriku kembali menggeliat lemah sambil mulutnya mendesis panjang, ia membuka matanya yang kini tampak sayu
“Ssssshh… mmm… luar biasa….” desah isriku sambil tersenyum manis.
Kedua tangannya meraih leherku dan menarik ke arah tubuhnya. Tubuhku kini menelungkupi tubuh montoknya.Vanny memeluk tubuhku erat sekali sehingga bukit payudaranya tergencet erat oleh dada bidangku, tak hanya itu sepasang pahanya dilingkarkan di pinggangku dan saling dikaitkan di belakang tubuhku. Woooww… leherku disosotnya dengan laparnya… jilatan dan kecupan nakal bertubi-tubi menghajar leher dan daun telingaku. Terdengar dengus nafasnya sangat merangsangku, aku dibuat mengerang oleh aksinya
“Ayo pa, tuntaskan hasratmu… aku boleh lagi enggak?” bisiknya manja sambil bibirnya mengulum nakal daun telingaku.
Kurasakan pantat montok istriku bergerak gemulai, membesut hebat batang kemaluanku yang terjepit di liang sanggamanya, sejenak kunikmati besutan dan pelintiran nikmat itu tanpa balasan karena kuhentikan ayunan badanku
“Hihi liat tuh si Budi, reaksinya lucu” sahutku berbisik tapi sambil mengayunkan batang kemaluanku dalam sekali.
“Eeeeehhhhh…hihihi…makanya mainnya yang hot dong pa!”jawabnya sambil terhentak-hentak akibat rojokanku yang kuat dan cepat
Ternyata istriku ini pandai juga memainkan kontraksi otot-otot perutnya yang menimbulkan kenikmatan luar biasa pada batang kemaluan yang terjebak di liang sanggamanya yang becek.

“Ooooww… pa… ayo sayaaang… aku masih kuat kok…”desis istriku berulang-ulang sambil sesekali pantatnya menggeol liar, mencoba memberikan counter attack
Aku tak ingin memperpanjang waktu, walau sebenarnya masih belum ingin mengakhiri. Aku mulai berkonsentrasi untuk pencapaian akhirku, aku tak peduli erangan dan rintihan istriku yang memilukan akibat rojokanku yang menghebat
“Ooohkk.. hhookkhh.. ooww.. sayaaang… keluarkan.. di… di.. mulutkuuu yakkkhh..hhkk..” seringnya bercinta dengankuk membuat Vanny mengerti gelagat ini. Diapun mempergencar counter attacknya dengan goyang dan geolnya yang gemulai, kuku jarinya yang panjang menancap di punggungku… dan… aku mengeram panjang sebelum mencabut batang kemaluanku dari liang becek di tengah selangkangan istriku ini. Dengan lincah Vanny mengatur posisinya sehingga kepalanya menggantung terbalik keluar dari meja, tepat di depan kepala penisku yang sedang mengembang siap menyemburkan cairan kental sewarna susu. Vanny mengangakan mulutnya lebar-lebar dan lidahnya terjulur menggapai ujung kepala penisku. “Hwwwoooohhh…!!!!” ledakan pertama mengantarkan semburatnya spermaku menyembur lidah dan rongga mulutnya, aku sendiri tidak menyangka kalo sebegitu banyak spermaku yang tumpah,. bahkan sebelum semburan berakhir dengan tidak sabar batang kemaluanku disambar dan dikulum dan disedot habis-habisan. Mungkin karena sensasi lain yang kami rasakan dan itu pertama kalinya kami bersetubuh dengan disaksikan orang lain membuat kami cepat mencapai puncak kenikmatan karena tidak butuh waktu lama tubuh kami mengejang hebat pertanda gelombang orgasme yang datang secara bersamaan bahkan istriku menggigit pundakku seakan melukiskan kenikmatan yang begitu dahsyat hingga akhirnya kami terkulai lemas. Sedari tadi Budi hanya melongo menyaksikan pertempuran kami yang begitu panas, mungkin itu pertama kalinya dia menyaksikan adegan persetubuhan secara langsung.
“gila lo Bob kontol gua sampe ngaceng lagi neh…” ucapan Budi itu keluar saat aku mengajaknya ke ruangan depan dan meninggalkan istriku yang masih terbaring memulihkan tenaganya seusai pergumulan panas barusan.
“Kok lu gak ikutan Bud? Cuma nonton doang?” tanyaku
“Ehh...iya hehhee...pengen sih, tapi kan kalian ga ngajak jadi gua nonton aja dulu...” jawabnya garuk-garuk kepala.
“Oke Bud, ini emang yang paling maksimal yang bisa kita kasih, gua rasa udah cukup dan lo jangan berharap lebih dari yang tadi ya..”aku mencoba kembali mengingatkan akan posisi Budi sehingga dia tidak akan meminta lebih lagi
“ok gua ngerti Bob yang tadi aja gua udah makasih banget, pokoknya lo tenang aja tugas akhir lo anggap aja udah beres.”
Aku cukup lega dengan ucapan temanku itu ternyata dia masih menghargai pertemanan kita , dan tak lama setelah itu Budi meninggalkan kontrakanku tepat jam satu dinihari. Walaupun sudah larut tapi aku tidak mungkin membiarkannya menginap bisa-bisa Vanny nanti digarapnya saat aku tertidur pulas.

##################
Besoknya, sambil menikmati sarapan, Vanny menceritakan lebih banyak isi hatinya. Sebenarnya malam itu awalnya dia hanya ingin membuatku marah dan cemburu dengan mengijinkan Budi onani dihadapannya karena dia merasa kesal saat aku memintanya membantu Budi onani, dan saat dia mengijinkan Budi menggesekan penis di pahanya sebenarnya saat itu dia ingin melihat reaksiku dan ternyata aku malah diam saja hingga itu membuatnya semakin kesal maka diapun membiarkan saat Budi meremas payudara gempalnya dan menggesekan penis besar di paha mulusnya. Tapi akibat perlakuan Budi itu birahi istriku malah semakin terlecut dan terus membara apalagi saat penis besar Budi menggesek vaginanya, istriku merasakan sensasi yang luar biasa karena itu pertama kalinya dia merasakan ada penis lain yang mengesek kemaluannya apalagi penis itu lebih besar dan keras membuat istriku tak kuasa menahan gejolak birahin yang semakin dahsyat. Hingga dia menginginkan lebih, dia benar-benar menginginkan penis besar itu melesak kedalam lubang nikmatnya maka dengan sengaja dia menurunkan celana dalamnya agar penis Budi bisa leluasa masuk menerobos kedalam dinding kemaluannya yang sempit namun sayang Budi keburu memuntahkan lahar panasnya dan itu sangat membuat istriku kecewa. Jujur saja tubuhku gemetar saat mendengar pengakuan dari istriku itu, dan dia terang-terangan ingin merasakan lubang nikmatnya dikoyak oleh penis besar Budi. Walau ada perasaan cemburu namun pengakuan dari istriku itu membuat birahiku selalu meluap-luap yang berakibat pada persetubuhan yang liar dan begitu nikmat. Ternyata kejadian waktu itu benar-benar memberikan sensasi yang begitu menggairahkan kepada aku dan juga istrku ,tapi kegilaan yang kami lakukan tidak berhenti begitu saja karena kami menjadi ketagihan dan ingin melakukan sesautu yang lebih gila lagi.

To be continued...
By: Giant

Kisah Kupu Kesepian, Lindia

14 Februari 2014
Lindia
Suara erangan dan jerit kenikmatan bersahutan dalam kamar suite di hotel bintang empat tersebut. Di atas ranjang yang besar terlihat seorang wanita muda, berkulit putih rambut sebahu sedang mengerang nikmat ketika laki-laki muda yang ada di atasnya menghentakkan pinggulnya sembari menciumi leher wanita itu.
"Ahhh, kluuaaarrh Don, aku dapettss!" Wanita itu mengejang menggapai orgasme. "Ampunhh, aduuh, lagiih, lagiih!"
Terjangan orgasme membuat wanita itu kewalahan dan pasrah ketika laki-laki yang bernama Doni itu membalik tubuhnya dan langsung menyetubuhinya lagi dengan gaya Doggie Style.
"Ahhh, ahhh, mentok ahhh, ampuunnhh, gilaaaaahhkk!" Wanita itu mengejang lagi untuk kesekian kalinya.

Udara sejuk dalam kamar itu tidak mampu menahan keringat keluar dari tubuh kedua orang itu. Wajah laki-laki itu tampak mengejang berusaha menahan desakan dalam penisnya yang begitu kuat. Ia berusaha memperlambat tempo supaya bisa lebih lama menikmati tubuh wanita yang sekali lagi mengerang nikmat mendapatkan orgasme entah untuk yang keberapa kalinya.
"Aduh Don, udahan plis, lemes banget inih, kluarin beb.." Wanita itu merengek sambil mengerang ketika orgasme kembali menerjang dari bawah tubuhnya.
"Bentar lagi Lin, masih blom puas nih say." Doni membalik tubuh wanita yang bernama Lindia lalu memasukan lagi penisnya.
Lindia hanya mengerang pasrah merasakan batang penis Doni yang begitu keras merasuki vaginanya.
"Hahhh, hahhhh, mo kluar Lin, aaaahhh!" Doni menghentak-hentak makin keras sambil menahan pinggul Lindia.
"Yahhk, yahhk, bareng Don, aduh gilaaahhhkkkk!"
Doni dan Lindia mengerang keras, tubuh Lindia mengejang dan bergetar ketika merasakan semburan sperma Doni ke dalam dirinya. Dengan nafas memburu keduanya tergeletak lemas di atas ranjang. Doni dan Lindia menatap satu sama lain sambil tersenyum bahagia. Di lantai kamar itu berserakan gaun pengantin serta tuxedo yang mereka kenakan tadi siang pada waktu resepsi pernikahan mereka. Doni mencium bibir Lindia, yang sekarang sudah resmi menjadi istrinya. Sudah begitu lama ia menunggu untuk bisa bercinta dengan Lindia, yang sangat menjaga kehormatan dirinya. Lindia yang kehabisan tenaga, merasakan kebahagiaan karena bisa membuat suaminya begitu puas dalam bercinta, karena selama ini Lindia kadang merasa grogi menjelang malam pertama mereka ini. Sejak kecil ia selalu diajarkan dasar agama yang kuat sehingga ketika Doni mengajaknya bercinta selama mereka berpacaran, ia selalu menolak halus. Ada rasa kuatir dalam diri LIndia, kalo ia tidak bisa memuaskan Doni pada saat malam pertama mereka, tetapi semua itu sirna sudah, dan Lindia juga kewalahan ketika mengetahui dirinya yang mudah mendapatkan orgasme pada saat berhubungan intim. Lindia merasakan lidah Doni dalam mulutnya, sementara tangan Doni sudah mulai lagi merabai vaginanya yang basah.
"Huuumppphh Doonnhh, break duluuu.." Lindia menggelinjang ketika penis Doni sudah kembali berada di depan liang vaginanya. "Ooohhhkk, addduhh, keras bangeeet.."
Protes Lindia tidak digubris Doni, yang masih blom puas menyalurkan nafsunya yang sudah tertahan selama ini. Ia menindih Lindia dan memasukan penis perlahan. Lindia hanya bisa pasrah menerima penis suaminya itu, ia mengerang ketika kenikmatan mulai datang lagi dari bawah tubuhnya.

---

Bulan demi bulan setelah pernikahan mereka kehidupan Doni dan Lindia hampir sempurna. Mereka sangat menikmati hidup baru mereka, karena sudah menjadi keputusan mereka untuk menunda dalam memiliki anak agar bisa mengejar karir di dunia kerja mereka masing-masing.

---
Mei 2014

Doni mendapat kenaikan jabatan menjadi Direktur Keuangan di perusahaan tempat dia bekerja, menggantikan direktur yang lama, yang mengundurkan diri. Walaupun ia mendengar gosip tidak mengenakan soal pengunduran diri direktur yang lama itu, tapi rasa bahagia Lindia dan dirinya mengalihkan perhatiannya.

---
Agustus 2014

Doni dan Lindia menempati rumah baru mereka. Dengan menggunakan tabungan mereka sebagai uang muka, mereka membeli rumah dan membayar sisanya melalui kredit. Dengan gaji Doni sebagai direktur keuangan dan penghasilan Lindia sebagai sekretaris di perusahaan pembiayaan, mereka sangat mampu membayar cicilan rumah tersebut.

---
November 2014

Seorang staff bagian keuangan tertangkap tangan menggelapkan uang perusahaan. Tiga orang staff yang terlibat. Direktur utama perusahaan itu, Pramono, memerintahkan untuk melakukan audit penuh pada divisi keuangan pimpinan Doni itu.

---
Desember 2014

Hasil audit menunjukan Doni, secara tidak langsung terlibat dalam penggelapan dana ratusan juta tersebut. Doni menyangkal keras keterlibatannya, tetapi tanda tangan pada dokumen yang sebenarnya belum pernah dilihat sama sekali oleh Doni membuat ia tidak memiliki kekuatan untuk menyangkal lebih lama. Tim audit menelusuri lebih jauh kasus penggelapan itu, dan menimpakan semua kesalahan direktur keuangan yang lama pada Doni sebagai pejabat baru. Kerugian perusahaan mencapai hampir satu milyar. Pramono yang harus menjaga nama baik perusahaannya, memberikan pilihan pada Doni, untuk mengganti seluruh kerugian atau membawa kasus ini ke ranah hukum. Dunia Doni dan Lindia langsung jungkir balik. Rumah dan mobil mereka terpaksa dijual untuk mengganti kerugian perusahaan. Sekarang mereka tinggal di rumah kontrakan kecil di pinggir kota. Tetapi itu juga masih belum mencukupi untuk mengganti kerugian.

---
4 Januari 2015

Polisi menangkap Doni atas tuduhan penggelapan. Pramono memberikan waktu kepada Doni dan Lindia untuk menyelesaikan kekurangan kerugian perusahaan selama satu bulan. Jika dalam satu bulan tidak dapat diselesaikan, maka proses perkaranya akan diteruskan.

---
20 Januri 2015

Lindia termenung di meja kerjanya. Tugas-tugas hariannya banyak yang terbengkalai. Matanya sembab hasil menangis semalaman. Lingkaran hitam di matanya tampak jelas karena ia tidak cukup tidur memikirkan Doni yang ditahan di kantor polisi. Mei, teman sekantor Lindia, masuk ke dalam ruangan Lindia.
"Kamu kenapa Lin? Buat apa kamu minta nomer kontak ini?" Muka Mei penuh pertanyaan. "Orang ini bukan orang baik-baik loh. Bahaya. Boss aja angkat tangan kalo udah urusan sama dia."
"Aku gak bis cerita Mei." Tangan Lindia membalik-balik kertas putih bertuliskan nomor telepon. "Aku tau dia bukan orang baik-baik. Tenang aja Mei."
"Hati-hati Lin!" Mei tampak cemas, sudah hampir sebulan ini sahabatnya Lindia ini tampak terbebani sesuatu. Ada gosip-gosip yang beredar, tapi Mei lebih memilih menunggu Lindia bercerita sendiri kepadanya.
"Hati-hati Lin!" Mei kembali berkata sebelum keluar ruangan Lindia. Sedangkan Lindia hanya termangu menatap kertas tadi.
Tanpa ekspresi kemudian Lindia meraih ponselnya kemudian menghubungi nomor tadi.

---
1 Februari 2015

920, Lindia menatap nomor kamr hotel itu. Masih ada kesempatan untuk balik Lindia melihat lagi SMS yang diterimanya tadi. Jam 6 sore. Masih ada waktu untuk membatalkan semuanya. Lindia menarik nafas panjang. Tangannya menekan bel yang ada di samping pintu tadi. Semoga tidak ada orang. Semoga salah. Semoga salah. Seorang gadis muda, mengenakan seragam SMA, membuka pintu itu. Raut mukanya tampak kelelahan, tapi ia masih bisa tersenyum hangat pada Lindia sebelum mempersilakan ia masuk. Gadis itu mengenakan jaket serta menyandang tasnya sebelum keluar kamar dan menutup pintu. Mata Lindia dan gadis itu sempat bertemu sebelum pintu menutup. Dan Lindia melihat rasa kuatir pada tatapan gadis itu. Dalam kamar suite itu Lindia perlahan melangkah masuk menuju ruangan utama. Duduk di atas sebuah sofa besar, terlihat seorang laki-laki sedang membaca beberapa lembar kertas. Tubuhnya terlihat besar tanpa lemak berlebih. Lindia hanyak bisa menebak laki-laki itu berumur sekitar 40an dengan melihat raut mukanya. Laki-laki itu mengangkat mukanya ketika Lindia sampai di tengah ruangan. Ia menatap jam yang ada di dinding.
"On time ya. Gua suka orang on time." katanya sambil mengamati Lindia.
"Malem Ko Han. Maaf mengganggu." Lindia menjawab dengan tenggorokan kering.
Lindia hanya mengenal laki-laki itu dipanggil Ko Han oleh boss-nya. Ko Han sering dihubungi jika ada nasabah dari kantor Lindia yang kabur atau bermasalah. Dari Mei, Lindia mendengar jumlah anak buah Ko Han yang puluhan serta koneksinya yang seperti tidak terbatas dimana-mana membuat Ko Han bukan orang yang bisa diperlakukan secara main-main.
"Jadi? Gimana? Lo jadi?" tanya Ko Han sambil menatap Lindia.
"Iya Ko, jumlahnya segitu Ko apa bisa ya Ko?" jawab Lindia cemas.
"Jumlah segitu banyak banget. Gua juga barusan kenal lo kemaren. Boss lo gak tau ya kalo lo cari gua? Gua juga tanya ke bos suami lo, si Pramono kemaren dulu."
Lindia agak kaget mendengar Ko Han bisa mencari informasi tentang Doni dan Pramono yang belum pernah ia ceritakan sebelumnya kepada siapapun.
"I..iya Ko. Saya usahakan kembali secepatnya."
"Lo gak usah janji muluk-muluk lah. Lo liat aja kondisi lo sendiri. Laki lo dipenjara. Lo gaji paling berapa. Sampe kapan lo mau balikin?"
Tubuh Lindia lemas mendengar kaya-kata Ko Han. Jalan terakhir yang ia tempuh sepertinya akan berubah menjadi jalan buntu dalam sekejap.
"Tapi Ko..." Lindia terdiam melihat tatapan mata Ko Han.
"Tapi apa lagi? Lo punya jaminan apa?"
Lindia hanya bisa terdiam. Mukanya panas, ia berusaha keras menahan air mata yang mendesak keluar.
"Lo jaminin badan lo aja!"

Koh Han

“No! No! Pulang aja Lin... Pulang...” naluri Lindia menjerit untuk segera keluar dari tempat itu. Tapi tubuh Lindia tak bergerak.
"Gimana? Kalo deal, gua test drive lo sekarang. Kalo emang oke besok-besok gua kabarin soal permintaan lo." Ko Han tersenyum melihat Lindia bimbang. "Gua masih banyak janji nih Lin, kalo lo mau buruan copotin tuh baju trus gua test drive."
“Jangan! Pulang! Doni gak bakal mau kamu gini. Pulang!”
“Ini demi Doni. Demi Doni.”
“Jangan!”
Tas tangan yang dibawa Lindia jatuh ke lantai kamar. Dengan tangan gemetar Lindia membuka kancing bajunya satu per satu. Baju itu pun menyusul tas Lindia jatuh ke lantai. Tangan Lindia menarik turun rok yang ia kenakan. Melorotkan bra dan celana dalamnya. Air mata mengalir. Tatapan matanya kabur. Tubuhnya gemetar. Tangan Lindia menutupi dada dan vaginanya.
“Pulang! Jangan!”
“Demi Doni! Demi Doni!”
"Gua gak punya banyak waktu, jadi lo kerjain aja yang musti lo kerjain. Gua mau liat hasilnya aja." Ko Han melepaskan jubah tidur yang ia kenakan, membuat Lindia dapat melihat penisnya yang setengah menegang. Hampir saja Lindia jatuh terjerembab karena berjalan limbung mendekati Ko Han yang duduk bersandar di sofa sambil menatap langit-langit menunggu layanan dari Lindia. Penis Ko Han menegang ketika tangan Lindia menyentuhnya. Lindia memejamkan mata, membayangkan seluruh film porno yang pernah ia tonton bersama Doni. Ketika itu mereka tertawa konyol melihat adegan-adegan film biru itu sebelum akhirnya bercinta dengan liarnya. Ko Han mendengus merasakan mulut Lindia menghisap penisnya. Sebentar saja Lindia menggunakan mulutnya penis itu sudah menegang maksimal. Lindia menaiki tubuh Ko Han.
“Doni. I love you! I love you! Maafkan! I love you babe.”
Lindia mengerang merasakan vagina dibuka oleh dorongan penis Ko Han ketika ia menurunkan pinggulnya. Gesekannya terasa perih, tidak seperti ketika Doni memasuki tubuhnya. Tubuh Lindia gemetar ketika seluruh penis Ko Han masuk ke dalam vaginanya. Perlahan Lindia mulai bergerak naik turun berpegangan pada pundak Ko Han.
“Doni! Maafkan aku... Maaf sayang!”
Tubuh Lindia mulai bereaksi. Cairan cinta mulai melumasi vaginanya. Rangsangan muncul menggantikan rasa perih. Lindia mengerang ketika merasakan buah dadanya diremas disusul oleh hisapan oleh mulut Ko Han.

"Ohhhkk, jangan, jangaaannhh, aahhhh, plisssshhh..." Lindia meronta ketika rangsangan terus datang dan berlipat ganda membuat tubuhnya total meledak dalam kenikmatan. "Ahhhh, jangaaaaannnnghhkkkk, aaaahahhhkkk!"
Tubuh Lindia menyerah kalah. Orgasme datang menghempaskan harga diri Lindia. Air mata kembali menetes ketika Lindia jatuh lemas di badan Ko Han.
"Ohhh udahhhkk kooo, udaahhhh..." Lindia merintih ketika tangan Ko Han memaksa pinggulnya kembali bergerak naik turun. "OOoh, kooo plisshhh stoppp ahhhhhhhhhhkk...."
Orgasme kedua datang. Yang ketiga menyusul. Pinggul Ko Han sekarang ikut bergerak. Membuat penisnya masuk semakin dalam.
"AMpppunnn! Udah! Udah plis! Ampun Kooooohhhkkkkk..."
Keempat. Kelima.
"Hhhgggghhhk!"
Cairan hangat memenuhi vagina Lindia. Pecah tangis Lindia. Ia meraung kalah merasakan sperma Ko Han mengalir keluar dari vaginanya. Ia melepaskan diri dari Ko Han meringkuk di lantai. Menangis kalah.
"Luar biasa!" Ko Han tersenyum puas. "Hoki banget laki lo bisa puya bini kayak lo ya."
Lindia merangkak menjauh menggapai pakaiannya.
"Sekarang lo pulang aja. Tunggu kabar dari gua." Ko Han bangkit meninggalkan Lindia masuk ke kamar mandi.
Seperti orang linglung Lindia berpakaian. Celana dalamnya lembab terkena cairan sperma Ko Han. Rambutnya kusut. Ia berjalan sambil melamun sepanjang lorong hotel itu.

---
3 Februari 2015

Lindia menggengam erat bukti setoran yang baru saja ia terima kembali dari teller bank tempat ia menyetorkan uang kerugian perusahaan milik Pramono sesuai dengan petunjuk dari Pramono ketika Lindia menghubunginya tadi pagi. Hari ini adalah hari terakhir batas waktu untuk mengembalikan semua kerugian dari kasus Doni. Di depannya sofa tempat Lindia duduk, Pramono sedang mengamati bukti transfer yang diberikan oleh Lindia. Waktu menunjukan pukul 7 malam di ruangan kerja Pramono, direktur utama sekaligus pemilik perushaan itu.
"Sayang sekali bagian keuangan gak sempet cek ya Bu, apakah udah masuk atau belum ke rekening kami." Pramono mengembalikan bukti transfer itu.
"Tapi bener saya sudah setor kok Pak. Gak mungkin saya boongin Bapak." Lindia menatap cemas.
"Saya sih percaya Bu Lindia gak boong. Tapi tadi bagian legal terlanjur memutuskan untuk meneruskan kasus Pak Doni ini untuk diproses. Jadi dari perusahaan kami sudah gak bisa menarik laporan pengaduannya Bu."
Lindia tidak bisa percaya atas pendengarannya sendiri. Ia berkata panik, membela diri mengatakan kalo Pramono yang baru bersedia ditemuinya pada jam tujuh, padahal ia sudah menunggu sejak pagi tadi. Suara Lindia terdengar begitu panik hampir-hampir ia menjerit-jerit putus asa atas perkebangan yang terduga ini.
"Saya gak bisa bantu apa-apa Bu, karena perusahaan ini kan punya prosedur soal kasus ini. Maaf sekali Bu." kata Pramono ketika Lindia terdiam kehabisan kata-kata menatapnya. "Saya paling hanya bisa menghubungkan ibu dengan orang kepolisian dan kejaksaan yang memproses kasus ini. Mungkin masih bisa dipending atau digugurkan."
Secercah harapan tumbuh di mata Lindia.
"Terima kasih Pak Pram, mohon info kontaknya saja Pak, supaya bisa saya hubungi secepatnya Pak. Terima kasih sebelumnya."
"Nomor kontak dan nama ada di kartu ini Bu, silakan dikontak sendiri ya..." jawab Pramono. "Tapi gak salah sepertinya kalo saya minta tolong juga kepada Bu Lindia, sesuai dengan informasi dari Ko Han. Katanya kemaren Ibu ketemu Ko Han, dan saya disarankan Ko Han untuk bisa minta bantuan pada Ibu sepertia pa yang Ibu udah berikan pada Ko Han."
Wajah Lindia berubah dari jijik, kemudian marah dan panik mendengar perkataan Pramono. Pramono hanya tersenyum melihat raut wajah Lindia.
"Bagaimana Ibu? Kebetulan saya ada janji makan malam sama keluarga. Ulang tahun istri saya. Kalo ibu keberatan membantu saya terpaksa belum bisa membantu ibu juga."
Tubuh Lindia yang lunglai, sudah memberikan jawaban pada Pramono. Ia bangkit mengunci pintu ruangannya dan kemudian menarik turun semua tirai yang ada di ruangan itu. Suasana ruangan itu seketika menjadi muram bercampur kemesuman yang begitu terasa oleh Lindia. Pramono berdiri di hadapan Lindia. Lindia menegakkan tubuhnya, kemudian melepaskan ikat pinggang yang dikenakan Pramono. Celana panjang itu jatuh, disusul celana dalam Pramono.

---
11 Februari 2015
Basiran, Tasirin, Mahmud
Butuh waktu seminggu untuk bisa bertemu dengan ketiga orang yang duduk di depan Lindia. Dengan sisa uang gajiannya Lindia mengajak ketiganya bertemu di lobby sebuah hotel. Ketiganya mengenakan pakaian dinas karena saat itu masih pagi dan hari kerja. Mereka orang dari kejaksaan dan kepolisian yang mengurusi kasus Doni.
"Peraturannya memang kalo udah diproses harus diteruskan Bu, karena walaupun dicabut juga gak pengaruh ya.." Tasirin dari kejaksaan berusaha menjelas keadaan kasus Doni pada Lindia. Mahmud rekannya serta Basiran dari kepolisian hanya mendengarkan serta menganggukan kepalanya.
"Trus gimana Pak? Saya udah bayar ganti ruginya penuh Pak. Hanya karena miss dengan jadwal Pak Pramono aja jadi kayak gini." mohon Lindia pada Tasirin. "Apakah gak bisa dibantuin Pak? Kalo ada biaya bisa dikondisikan kok Pak."
"Bukan masalah biayanya Bu, tapi emang susah kalo diproses gitu. Musti kasus khusus banget kalo mau direvisi ini itu nya." jawab Mahmud. "Proses merubah jadi kasus khususnya itu yang berat sekali dan rumit Bu."
"Kami kan juga punya atasan, jadi musti bisa dipertanggung jawabkan kalo ada revisi Bu." timpal Basiran.
Lindia menatap ketiga orang itu.
"Bapak-bapak semua, sudah ketemu dengan Ko Han sebelum kesini?" tanya Lindia lirih.
Ketiga orang itu hanya tersenyum.
"Saya tau maksud Bapak." Lindia berkata pahit. "Silakan Bapak tunggu sebentar. Saya buka kamar dulu. Nomor kamar serta kuncinya nanti saya tinggal di receptionist."
Lindia bangkit meninggalkan ketiga orang tadi dan melangkah masuk lift menuju receptionist. Ketika ketiga orang itu masuk kamar Lindia, mereka melihat Lindia sudah mengenakan bathrobe putih. Ketiganya duduk tanpa melepaskan pandangan pada tubuh Lindia. Lindia menjatuhkan bathrobe itu ke lantai. Tarikan nafas terdengar jelas di kamar itu. Tubuh Lindia yang mulus menyita perhatian ketiga orang itu. Hampir serempak ketiganya bangkit, melepaskan pakaian dinas dengan beragam atributnya itu hingga terserak di lantai. Ketiganya mengitari Lindia. Mata Lindia memancarkan rasa kuatir bercampur malu. Selanjutnya semua berlangsung cepat. Jamahan. Remasan. Ciuman. Jilatan. Datang silih berganti. Lindia merasakan jilatan di vaginanya, tapi kemudian berubah menjadi gesekan sebuah jari. Buah dada kirinya di remas dari belakang. Puting kanannya merasakan lidah dan gigitan. Rasa lembab terasa pada vaginanya. Gesekan jari itu mulai terasa nyaman. Dua buah tangan menekan pundaknya memaksa Lindia jatuh berlutut. Sebuah penis mengacung di depan mulutnya. Mahmud mendesis nikmat ketika mulut hangat Lindia menyelimuti kepala dan batang penisnya. Usapan lidah Lindia membuat penisnya berdenyut.
"Terus Bu.. Ohhh, gila enak banget. Ditelen ya Bu! telen!" Tangan Mahmud meremas rambut Lindia.
Lindia membelalakan matanya. Ia menggeleng.
"Gahhhkkk, jahannnngg!" Lindia berusaha menarik kepalanya, tapi tangan Mahmud menahannya. Dua pasang tangan lain menahan tubuhnya yang meronta.
"OOOhhhh hhhggghhhkkk oooohhhhkkkkk." Mahmud mengejang dan mendorong maju kepala Lindia.
"Huuurkkkkhhh, hhhuuuuekeekkkkk!"
Lindia meronta sekuat tenaga ketika semburan sperma memenuhi rongga mulutnya. Tubuh telanjangnya berlari menuju kamar mandi dan mengeluar isi mulut dan perutnya ke wastafel. Suara air terdengar mengalir di wastafel ketika Lindia jatuh terduduk lemas di lantai kamar mandi. Nafasnya memburu. Perutnya terasa mual.

Seseorang masuk ke kamar mandi mendekati Lindia.
"Yuk lanjut Bu..." kata Basiran berdiri dengan penis tegang.
Tertatih Lindia berusaha bangun berlutut. Memasukan penis itu ke dalam mulutnya. Hanya butuh beberapa menit sebelum semburan sperma memenuhi mulut Lindia lagi. Kali ini ia tidak sempat menumpahkan lagi isi perutnya ke dalam wastafel. Sperma Basiran berceceran di lantai keluar dari mulut Lindia. Isi perutnya yang kosong membuat mulut Lindia terasa pahit ketika ia muntah untuk kedua kalinya. Di belakang Basiran datang Tasirin. Lindia harus berpegangan pada kaki Tasirin untuk mengangkat tubuhnya. Ia begitu lemas sehingga Tasirin leluasa menggerakan kepalanya maju mundur dengan brutal. Pandangan Lindia berkunang-kunang. Semburan ketiga datang. Lindia jatuh kejang-kejang memuntahkan semuanya. ia menjerit sakit ketika perutnya berkontraksi berusaha mengeluarkan muntahnya tanpa hasil. Tasirin meninggalkan Lindia terkapar di lantai. Sayup-sayup Lindia mendengar ketiga orang itu tertawa sambil mengobrol. Bau asap rokok perlahan masuk ke kamar mandi itu. Lindia berusaha bangkit, masuk ke dalam bathtub. Ia menarik tirai bathtub, membuka keras air panas. Tubuhnya mengigil walaupun shower menyirami tubuhnya dengan air panas. Lindia duduk memeluk lututnya membiarkan air terus menerus menyiram tubuhnya. Sseorang menyibak tirai bathtub itu.
"Saya tunggu dari tadi kok gak keluar Bu." tanya Basiran. "Ya udah disini aja gak apa deh. Kayak di film."
Basiran melangkah masuk bathtub. Ia mengangkat tubuh Lindia dan menghadapkannya ke dinding membelakanginya. Basiran menaikan satu kaki Lindia ke bibir bathtub sebelum mendorong masuk penisnya.
"Pelan pahhhhkkkkk, ssssshhhhh pelaaaaahhhkkkk..." Lindia mengerang merasakan vaginanya dimasuki batang penis Basiran. Tangannya menahan tubuh dan dorong Basiran pada dinding sementara siraman air terus jatuh ke tubuhnya.
Basiran mulai bergerak maju mundur. hawa kamar mandi menjadi begitu panas dan beruap. Tubuh Lindia berkilat tertimpa cahaya lampu. Suara dengusan Basiran terdengar jelas di belakang Lindia. Lindia merintih. Kepalanya menggeleng ketika merasakan tubuhnya kembali berontak. Makin lama makin kuat sampai akhirnya meledak.
"Ooohhhkkkkk, hhhgghhhhkkk..." Lindia mengejang kedua kalinya ketika tangan Basiran memilin kedua putingnya.
Orgasme masih datang beberapa kali pada Lindia, sebelum akhirnya Basiran memeluk erat tubuh Lindia sambil menghentak keras. Hembusan nafas berbau rokok tercium dari belakang Lindia. Tertatih Lindia didorong keluar kamar mandi. Di luar udara dingin AC langsung mengigit. Tubuh Lindia mengigil, tapi hanya sekejap ia merasakannya, karena Mahmud dan Tasirin sudah menarik dan mendorong tubuh Lindia ke atas ranjang. Basiran tersenyum melihat dua rekannya berebut menikmati tubuh ibu rumah tangga yang masih muda itu. Ia dan rekannya baru pertama kali merasakan tubuh wanita keturunan. Karena selama ini setiap gratifikasi seks selalu dengan wanita pribumi. Oleh karena itu ia dan rekannya bertekad akan memanfaatkan setiap jengkal tubuh Lindia maksimal dan habis-habisan. Lindia menjerit-jerit ketika orgasme datang lagi ketika Mahmud menggarap tubuhnya dari belakang. Tapi jeritan itu langsung berubah menjadi gumaman ketika penis Tasirin kembali masuk mulut Lindia. Beberapa menit kemudian Mahmud mencapai puncaknya. Tubuh Lindia gemetar tak bergerak di atas ranjang. Tasirin membalik tubuh Lindia, membuka kakinya dan memasukan penisnya. Mulut Lindia terbuka tapi tenaganya sudah habis untuk mengeluarkan erangan. Ia menggeliat ketika Tasirin mulai menyetubuhinya. Tangannya menggapai-gapai. Matanya melihat Mahmud dan Basiran duduk menikmati pertunjukan di atas ranjang itu. Semburan hangat terasa kembali. Lindia memejamkan matanya. Tenaganya benar-benar habis.
“Doni... maaf..”.

---
Lindia membuka matanya. Tubuhnya terasa sakit ketika ia berusaha melihat jam. Pukul 9 malam. Keadaan kamar itu remang-remang. Hanya dirinya yang terbaring di ranjang. Suara air mengalir terdengar dari kamar mandi. Lindia menarik selimut menutupi tubuhnya ketika seseorang keluar dari kamar mandi. Basiran dalam keadaan telanjang bulat melangkah mendekat. Ia tersenyum.
"Malam ini cuman kita berdua Bu. Anggap aja hoenymoon kedua Bu Lindia yah."
Ia naik ke atas ranjang, menarik selimut dari tubuh Lindia dan kembali menindih tubuhnya. Lindia melayani Basiran semalaman. Lindia teringat pada malam pertamanya bersama Doni. Doni hanya butuh waktu istirahat sebentar sebelum menyetubuhinya lagi. Demikian juga Basiran. Sayup-sayup Lindia mendengar adzan subuh ketika Basiran akhirnya terpuaskan birahinya dan jatuh tertidur. Dengan sisa tenaganya Lindia masuk ke kamar mandi. Ia menuangkan seluruh sabun mandi yang ada untuk membasuh tubuhnya yang terasa begitu kotor. Ketika Mahmud dan Tasirin datang lagi pada pukul sembilan pagi, mereka melihat Lindia sedang menaiki tubuh Basiran yang sedang berbaring sambil merokok menikmati goyang tubuh Lindia. Kedua orang itu langsung bergabung sebelum akhirnya mereka merasa cukup dan kehabisan tenaga. Mahmud memberikan sebuah amplop coklat besar pada Lindia. Lindia tidak merasakan sakit seluruh tubuhnya ketika bergegas keluar hotel dan menuju rumah tahanan dengan taksi.

---
14 Februari 2015

Tubuh gadis itu mengejang lagi. Sempoyongan berusaha tetap tegak di atas tubuh Ko Han yang sedang berbaring menikmati jilatan lidah Lindia pada puting susunya. Lindia melihat gadis itu. Bibirnya terlihat memucat. Dia kehabisan tenaga. Lindia medekati gadis itu. Menciumi pipinya kemudian bibirnya. Perlahan ia mendorong tubuh gadis itu turun dari tubuh Ko Han. Lindia kemudian membelakangi Ko Han sambil mengangkat pantatnya. Ko Han langsung bangun dan memasukan penisnya ke vagina Lindia. Vagina gadis itu tepat di depan muka Lindia. Lidah Lindia menjilati vagina yang hanya ditumbuhi bulu-bulu halus itu. Gadis itu merintih. vaginanya kembali basah. Lindia pun kembali merasakan orgasmenya datang. Gadis itu mengaran semakin keras. tangannya meremas sprei, tubuhnya menggeliat.
"Oohh mbakkk, ooohhh aduuh..." gadis itu merintih. "Mbahkkk mbaaahhhkkkaaa..."
Gadis itu mengejang.
"Tiar kluar lagih mbaaaaaaakkkhhhhh........"

---
Lindia berdiri disamping taksi. Tangannya berusaha merapikan bajunya yang sedikit terlihat kusut ketika keluar dari hotel tadi. Pada ponsel di tangannya terlihat pesan BBM dari Ko Han tadi pagi beserta gambar dirinya bersama Ko Han pada waktu itu. Jarinya bergerak menghapus pesan dan foto tadi. Pintu gerbang dari besi itu terbuka. Sesosok laki-laki keluar. Doni berlari mendekati Lindia. Keduanya berpelukan erat. Lindia menangis bahagia merasakan tubuh Doni kembali dalam pelukannya. Ia menciumi wajah Doni. Doni mengusap rambut Lindia, sambil menatapnya dalam.
"Happy Valentine Lin..." Doni mencium kening Lindia.
"Happy 1st anniversary Don..." Lindia mencium bibir Doni.
“Maafkan aku Doni..”

TAMAT
By: IndoBDSM

Kamis, 12 Februari 2015

From Noble to Slut: Ternyata Istriku....

Ririn

Gara – gara sering membaca cerita erotis dari situs-situs porno, lambat laun otakku seperti di doktrin dengan seks entah kenapa aku begitu terangsang setiap kali membaca cerita-cerita tersebut apalagi saat membaca cerita perselingkuhan seorang istri, secara spontan aku langsung membayangkan istriku yang jadi  tokoh utama dalam setiap cerita yang kubaca hingga akhirnya aku menjadi terobsesi dan begitu terangsang saat membayangkan istriku bercumbu dengan lelaki lain. Semakin lama obsesiku itu semakin menjadi, hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk menceritakan obsesiku itu padanya suatu malam ketika hendak tidur,
"Rin, aku ingin melihatmu bersetubuh dengan pria lain, mendesah dan menggelinjang di pelukannya. Melihat memekmu dimasuki kontol lain bikin aku jadi horny."
istriku tercinta, Ririn (25 tahun) yang memang seorang wanita yang alim dan konservatif langsung marah dan menolak obsesi gilaku itu.
“Kamu gila ya Mas? Kamu pikir saya ini wanita apaan?” marahnya.
"Rin...Rin, calm down!” aku memegang kedua bahunya, “ini cuma fantasi,gua hanya mau dengar pendapatmu, kalau gak setuju ya udah ga usah kita lakukan"
"Tapi rasanya tidak pantas kamu bertanya seperti itu padaku, aku nggak bisa melakukannya, itu sudah kelewatan bagiku, kamu tau seberapa dalam aku mencintaimu dan aku tidak akan pernah mau melakukannya dengan orang lain."
"Oke...oke gua udah bilang ini, hanya fantasi, kalau emang kamu gak mau ya udah deh, just forget it!” kataku menenangkannya.
Ririn menghela nafas lalu melepaskan tanganku dan turun dari tempat tidur
“Sudahlah, aku masih belum mau tidur, mau nonton dulu!” katanya agak ketus lalu berjalan keluar kamar meninggalkanku sendirian di ranjang.
Aku pun hanya bisa pasrah saja karena tidak mungkin memaksakan obsesi gilaku itu, kalau istriku memang tidak menyetujuinya. Namun demikian fantasi liar itu tidak bisa hilang begitu saja dari benakku. Seringkali ketika berhubungan intim aku membayangkan ada pria lain turut menggerayangi tubuh indahnya, menciuminya dengan rakus, meremas serta melumati payudaranya, atau aku bersama pria itu memasukkan penis kami ke vagina dan dubur Ririn. Bahkan pernah ketika seorang tukang antar gas datang untuk mengganti gas dan berbicara sedikit dengan Ririn, penisku ngaceng membayangkan pria setengah baya agak gendut itu memperkosa istriku di dapur, menggerayangi tubuh telanjangnya dan menyodok-nyodokkan penisnya ke vaginanya yang seret.

##########################
Hingga akhirnya suatu hari hal yang tak terduga terjadi saat itu kami berdua sedang berlibur di sebuah pantai yang terletak di daerah Sukabumi. Saat kita dengan asyik berjalan-jalan menikmati indahnya pemandangan sore di pantai itu, tiba-tiba ada seorang laki-laki berusia sekitar 40an, berpostur sedang dan gempal mendekati kami . Dengan sopan ia memperkenalkan dirinya, namanya Anton dan ia mengaku seorang fotografer. Kamipun berbincang-bincang sejenak, pembicaraan kami cukup nyambung karena aku juga sempat mengikuti unit kegiatan fotografi waktu jaman kuliah dulu. Setelah bekerja hobiku mulai keteteran karena memfokuskan diri ke karir, hanya di waktu senggang saja kadang aku melakukan hobi itu dengan kamera lamaku. Di tengah obrolan aku dan istriku terkejut saat ia memohon untuk dapat berfoto dengan istriku. Ririn memang memiliki kecantikan khas wanita Jawa, kulitnya kuning langsat dan mulus, walaupun dia selalu memakai pakaian yang biasa-biasa saja yang tidak menonjolkan lekuk tubuh pun kecantikannya selalu terpancar dan mengundang perhatian setiap lelaki yang menatapnya. Dari pihak ayahnya Ririn memang mewarisi darah biru bangsawan Solo, mungkin ini juga yang membuat karakternya agak sedikit kolot. Hari itu Ririn memakai kaos pink lengan pendek yang agak gombrong dengan bawahannya berupa celana pendek selutut berwarna coklat, wajahnya hampir tidak memakai make up seperti halnya orang-orang ketika bermain di pantai, namun seperti kataku tadi kecantikan alaminya tidak pernah hilang. Awalnya aku dan Ririn hanya saling pandang menanggapi permohonan dari lelaki itu, aku sih benernya tidak keberatan toh hanya sekedar foto-foto, bahkan ada kebanggaan tersendiri dalam diriku memiliki istri secantik Ririn yang membuat orang kagum atau bahkan iri. Namun semua itu aku serahkan kepada istriku mengenai setuju atau tidaknya, maka aku pun sengaja diam tidak langsung menjawab karena ingin tau reaksi Ririn seperti apa. Lelaki itu terus membujuk kami , katanya dia sangat kagum dengan kecantikan istriku dan ingin mengabadikannya dalam foto dengan latar belakang daerah pantai yang permai ini.
“Pah gimana menurut papa?” seperti biasa sebagai seorang istri yang baik ia selalu meminta pendapat ku
“ya... terserah mama kalo mama mau ya ga apa-apa, kan cuma foto-foto aja”
Mendengar jawabanku itu, Ririn terdiam sesaat dan keputusannya membuat jantungku bergemuruh kencang
“Cuma foto-foto biasa aja kan Pak? boleh deh tapi jangan macem-macem ya…”
Sontak wajah Anton pun tersenyum senang karena mendapat persetujuan dari istriku. Sebenernya aku cukup heran dengan jawaban istriku itu karena biasanya dia selalu hati-hati terhadap orang yang baru dia kenal apalagi dengan seorang lelaki, namun hari itu saat mengobrolpun ia terlihat santai, apa yah yang membuatnya berubah? Aku jadi bertanya-tanya dalam hati, pengaruh cocktail yang tadi diminum ketika makan di kafe sebelum ke pantaikah? Ya ada kemungkinan juga sih pikirku. Lalu secara singkat Anton menjelaskan cara memakai kamera DSRLnya karena kebetulan aku belum pernah memakai kamera seperti itu. Anton dan istrikupun mulai bepose. Sebenarnya posenya standar, mereka berdiri samping-sampingan dan istriku tersenyum ke arah kamera, itu saja, tidak ada yang aneh. Tapi entah kenapa  darahku berdesir karena khayalanku melayang ke tempat lain, kubayangkan pria itu meremas payudara istriku atau diam-diam tangannya meremas pantatnya dari belakang. Setelah tiga kali jepretan, Anton pun melihat hasilnya dan spontan dia memuji kebolehanku dalam memotret walau terbilang pemula menggunakan kamera itu tapi hasil jepretanku sangat bagus seperti fotografer propesional. Akupun cukup bangga dengan sanjungannya. Selanjutnya Anton memuji kecantikan istriku yang terlihat begitu natural hingga akhirnya obrolan kami berlanjut dan dia menjelaskan bahwa sebenarnya dia memang bekerja di sebuah majalah dan saat itu sedang liburan. Tanpa kusangka dia menawari Ririn untuk jadi modelnya selama liburan itu dan nanti dia berjanji akan menerbitkannya di majalah tempat dia bekerja tentunya istriku akan dibayar sesuai kesepakatan. Aku sebernya sedikit ragu-ragu untuk memberikan izin, tapi melihat istriku yang begitu antusias dan terlhat senang maka aku menyetujuinya. Hitung-hitung mengisi liburan kami yang masih tersisa dua hari pikirku, lagipula honornya terbilang lumayan juga, padahal istriku sama sekali tidak ada latar belakang model, hanya bermodal kecantikan alaminya. Setelah itu, kami pun saling bertukar nomor BB dan bersepakat untuk ketemu lagi besok siang.

Anton
Besoknya tepat jam 12 siang kami bertemu di restoran tempat kami menginap. Ternyata secara kebetulan kami dan pria itu menginap dihotel yang sama. Saat itu Anton memperkenalkan seorang pria lain bertubuh jangkung dengan rambut dikuncir, usianya kira-kira 20an lebih atau awal 30an, seumuran dengan kami.  Pria yang memperkenalkan dirinya bernama Yudi itu adalah rekannya di tempat kerja, ia juga seorang fotografer, bisa dibilang juniornya Anton. Dengan alasan untuk membantu pekerjaannya dan mendapatakn angle yang lebih bagus maka Anton mengajak Yudi untuk ikut terlibat dalam pemotretan ini. Hari itu Ririn terlihat sangat cantik, mungkin tahu akan dipotret, ia sengaja berdandan mempercantik diri, cukup dengan make up tipis saja ia sudah terlihat bersinar. Tubuhnya dibungkus kaos ketat lengan pendek berwarna merah dengan celana pendek yang lebih pendek dan ketat dari kemarin sehingga memperilhatkan sepasang pahanya yang indah. Ia begitu menawan dan aku bisa melihat kedua orang lelaki yang berada di hadapanku begitu terkagum-kagum melihat kecantikan yang terpancar dari istriku ini. Di tengah obrolan, Anton menyerahkan dua berkas yang berisi sebuah perjanjian kerjasama yang akan kami lakukan, ternyata dia sangat professional hingga membuat surat perjanjian yang ditempeli matrai enam ribu dua buah pada setiap lembar kertas itu . Sepintas aku membaca isi perjanjian itu dan aku cukup terkejut dengan nominal yang tertera di sana, disitu tertulis istrku sebagai pihak kedua akan mendapatkan uang senilai lima juta rupiah dengan syarat melakukan pemotretan selama sehari penuh. Aku dan istrku tidak benar-benar membaca isi perjanjian itu karena hanya terfokus pada nominal yang cukup besar karena sebagai pemula. Dengan tenang dan professional Anton berhasil meyakinkan kami hingga tanpa pikir panjang Ririn menandatangani isi perjanjian itu. Maka selepas makan siang tepatnya jam dua sore kami mulai bergerak mencari pemandangan yang bagus. Setelah putar-putar sebentar, akhirnya pilihan jatuh di suatu tebing yang cukup sepi. Untuk menuju ke tempat itu kita harus melewati bebatuan yang besar dan curam. Kami sampai di atas juga, lumayan melelahkan, tapi benar pemandangan di sini sungguh luar biasa, indah sampai lupa sejenak kepenatan akibat pekerjaan di kota asal kami. Mereka memberi beberapa pengarahan terhadap istriku selama beberapa saat, setelahnya pemotretan pun dimulai. Awalnya Ririn tampak canggung dan kaku, mungkin dia grogi karena itu pengalaman pertamanya, namun dengan sabar Anton dan Yudi memberikan pengarahan-pengarahan hingga akhirnya istriku rilex dan terlihat natural. Ternyata memang Ririn memiliki bakat untuk menjadi seorang model karena semakin lama dia semakin mudah untuk diarahkan dan posenya begitu natural. Setelah beberapa kali jepret Anton memutukan untuk istirahat dan meminta istriku untuk berganti kostum sambil dia mengeluarkan bungkusan dari dalam tasnya. Aku terhenyak dengan pergantian kostum itu karena dari awal tidak disebutkan akan nada pergantian kostum namun Anton hanya menjawab dengan santai
“Lho mas, masa pemotretan bajunya itu-itu aja? bosen dong…”
Ririn juga terlihat kaget saat membuka isi bungkusan itu ternyata kostumnya sebuah hotpant yang sangat minim berwarna biru dan sebuah tank top warna hitam,
“saya yakin Mbak Ririn pasti pas banget pake itu..” sahut Yudi tersenyum sambil menatap nakal ke arah istriku.
Tentunya aku protes dan mengancam akan membatalkan kerja sama jika istrku harus memakai pakain yang terbuka, tapi dengan santai dan tersenyum sinis Anton menyerahkan kertas perjanjian kerjasama tadi 
“Kan situ udah setuju perjanjiannya, coba deh dibaca baik-baik bagian sini nih!”

Tubuhku gemetar membaca bagian terakhir dari perjanjian yang ditunjukkannya, di sana disebutkan bahwa pihak kedua yaitu istriku harus bersedia untuk menuruti setiap instruksi dari pihak pertama, dan jika membantah atau bahkan membatalkan perjanjian maka diharuskan membayar ganti rugi kepada pihak pertama sebesar seratus juta rupiah dan jika tidak akan diserahkan kepada yang berwajib. Mata Ririn berkaca-kaca tak kuasa menahan air matanya sesaat setalah membaca isi perjanjian itu. Dengan penuh amarah aku merobek surat perjanjian itu dan melemparkan ke arah Anton.
“Bangsat....kalian menjebak kami hah??” bentakku
Namun Anton malah tertawa dan mengeluarkan satu lagi surat perjanjian yang telah aku tandatangi, ternyata dia telah merencanakan semua dengan sangat rapi hingga akhrinya kami benar-benar terjebak ke dalam perangkapnya.
“Mas jangan macam-macam dan menurut saja , kecuali jika mas ingin melihat istri mas dipenjara…” katanya dengan nada mengancam
Aku hanya bisa memeluk istrku yang tak berhenti menangis tanpa bisa berbuat apa-apa.
“ayo cepet ganti bajunya entar keburu sore…!” kali ini ucapan Anton lebih tegas bahkan terkesan memerintah
Aku hanya mampu menatap sayu kedua bola mata istriku yang nampaknya sudah pasrah lalu dia berjalan ke sebuah pohon besar untuk mengganti pakaiannya. Selang beberapa menit isitriku keluar dari balik pohon itu dan semua yang ada di tempat itu takjub melihat istriku termasuk aku suaminya. Walau bukan pertama kalinya melihat istriku memakai pakaian seperti itu namun entah kenapa dadaku begitu bergemurah melihat keindahan tubuh istriku, kulitnya yang kuning langsat dan mulus terlihat kontras dengan pakaiannya yang berwarna hitam ditambah hotpants yang begitu pendek hingga mempertontonkan paha istriku yang kencang dan mulus, ditambah gundukan payudaranya yang membusung begitu indah dipandang. Sementara istriku tampak risih tapi tangannya tidak mampu untuk menutupi bagian tubuhnya yang terbuka, wajar saja karena itu pengalaman pertamanya tampil seseksi itu di depan pria selain suaminya.
“ayo sini mbak! buruan ga usah malu-malu, entar foto-foto mbak bakal dimuat di majalah dewasa kok, jadi jangan takut keluarga mbak ngeliat…”
Deg .. omongan Anton membuat jantungku semakin bergemuruh karena membayangkan nantinya tubuh istriku akan dinikmati oleh ribuan pasang mata lelaki mesum. Ririn seolah pasrah dan menuruti setiap instruksi dari Anton bahkan saat pria gempal itu memegang bagian tubuh istrku untuk mengarahkan, ia diam saja dan menurut mungkin ia ingin semua itu cepat selesai. Awalnya ia terlihat begitu kaku berpose dengan pakaian seminim itu di depan kamera, namun semakin lama ia malah terlihat mulai terbiasa hingga tatapan matanya senyumnya menunjukan seolah dia telah menjadi model majalah panas yang propesional. Ia juga mengikuti setiap instruksi dari Anton bahkan saat dia disuruh untuk berpose sambil melepaskan tanktop hitamnya, ia melakukannya tanpa ada keberatan sama sekali hingga payudaranya yang masih terbungkus bh warna putih itu menjadi santapan yang begitu menggairahkan. Tapi saat Anton menyuruhnya melepaskan hotpantsnya, barulah ia terlihat berpikir sejenak dan menolah ke arahku yang sedari tadi berdiri memperhatikannya dengan perasaan tak karuan, antara marah, kesal, dan terangsang karena pose-pose yang diperlihatkan istriku sungguh menggoda birahi setiap lelaki yang melihatnya. Aku hanya bisa mengangguk tanda setuju karena memang tidak ada pilihan lain lagi. Sungguh semua yang kusaksikan seperti mewujudkan obsesiku selama ini walaupun hanya melihat istriku memamerkan tubuh polosnya di hadapan lelaki lain ternyata itu sudah benar-benar membakar birahiku hingga rasa kesal dana amarahkupun sirna berganti dengan gejolak birahi yang membara.

Ririn terus berpose erotis sambil sesekali terlihat berdiskusi dengan Anton dan Yudi, namun anehnya ia terlihat santai padahal saat itu di tubuhnya hanya tinggal tersisa bra dan cd saja, hal yang pastinya tidak pernah dia lakukan di hadapan laki-laki lain selain aku. Adegan selanjutnya yang lebih panas adalah saat Anton memintanya mengganti cd dan bra yang dia pakai dengan sepasang bikini yang mereka bawa, Ririn terlihat menurut saja dan dengan cuek ia melakukan pergantian kostum di hadapan mereka. Dengan begitu Anton dan Yudi telah benar-benar melihat tubuh telanjang istriku yang dulu hanya aku saja yang bisa menikmatinya, entah apa yang terjadi dengan istriku, mengapa ia tiba-tiba berubah menjadi seperti ini? aku hanya bisa diam dan menikamti semua yang kusaksikan. Pemotretan berlanjut, entah sudah beberapa kali istriku berganti kostum bikini, dan selama itupun mereka menyaksikan tubuh telanjangnya, malah Ririn sendiri terlihat semakin cuek seakan itu hal yang sudah biasa dia lakukan. Di satu sisi aku cukup salut dengan sikap profesionalime yang ditunjukan Anton dan Yudi karena selama proses pemotretan tak sekalipun merka mencolak tubuh indah Ririn, mungkin hal itu sudah biasa bagi mereka.
Sementara aku hanya terduduk di atas sebuah batu karang dan menyaksikan setiap pose panas istriku sambil memainkan penisku yang sedari tadi sudah sangat keras, hingga akhirnya spermaku memuncrat saat melihat pose Ririn telanjang dan hanya menutupi payudara dan vagina dengan tangannya dan pose itu terlihat sangat indah karena bertepatan dengan sunset yang terjadi di pantai itu. Akhirnya acara pemotretan itupun selesai. Ririn bergegas memakai lagi pakaiannya lengkap dan meminta maaf padaku atas apa yang kulihat tadi aku hanya mencium keningnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Awalnya kupikir semua sudah selesai karena saat makan malam Anton mengurus masalah pembayaran dan meminta nomor rekening istrku sambil berkali-kali memuji keindahan dan kemampuan terpendam sitrku sebagai seorang model, namun perkataan selanjutnya membuat jantungku seakan berhenti berdetak.
“gini mas untuk proses pemoteran selanjutnya akan dilakukan di kamar saya dan mas tidak boleh ikut karena takut mengganggu proses pemotretan, jadi mas hanya boleh menunggu di luar kamar”.
Ririn bahkan sampai tersedak karena mendengar ucapan Anton
“maaf Pak Anton, saya pikir semua sudah selesai dan…” tiba-tiba aku tidak bisa menyelesaikan ucapanku karena Anton memotongnya dengan mengingatkan lagi isi perjanjian tadi.
Aku sekali lagi hanya bisa pasrah dan menggengam tangan Ririn, sementara ia menyandarkan kepalanya di pundakku. Walau aku memang menikmati semua yang terjadi tadi tapi rasanya kau tidak ingin jika semua berjalan terlalu jauh apalagi membiarkan istriku dengan kedua lelaki itu tanpa pengawasanku, tapi aku memang lemah karena hanya bisa membiarkan istriku bersama kedua lelaki itu. Hatiku benar-benar hancur dan tak karuan membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di dalam kamar itu. Ingin rasanya aku pergi sejauh mungkin tapi ada rasa penasaran dalam diriku hingga akhirnya aku memutuskan untuk menunggu di luar . Kamar itu sangat tertutup hingga aku tidak bisa melihat bahkan mengintip apa yang sedang terjadi di dalam, sesekali aku bisa mendengar suara percakapan itu pun tidak jelas dan suara-suara dari kamera yang sedang bekerja. Dua jam berlalu, perasaanku semakin tak karuan apalagi samar terdengar sepeti desahan seorang wanita, ingin rasanya aku menggedor pintu atau mendobraknya tapi semua itu kutahan mengingat isi perjanjian sialan itu hingga akhirnya aku memilih kembali ke kamarku dan berusaha menenangkan diri dengan mengguyur badanku dengan air dingin, terasa tubuh ku mengigil bukan karena dingin tapi menbayangkan istrku disetubuhi kedua lelaki itu, walaupun tadi mereka cukup propesional tapi tidak mugkin rasanya mereka melewatkan kesempatan untuk menikmati tubuh indah Ririn. Selepas adzan subuh aku terbangun, aku sungguh tidak sadar kapan aku tertidur karena setelah menghabiskan dua botol bir aku tak saar lagi apa yang telah kulakukan dan seketika aku terperanjat mendapati Ririn tengah tertidur pulas di sampingku. Entah kapan dia kembali, tapi terlihat wajahnya begitu lelah hingga aku tidak tega untuk membangunkannya. Tepat jam satu siang selepas makan siang, telepon kamarku berbunyi, segera kuangkat dan ternyata dari Anton
“mas terimakasih atas kerjasamanya, pembayaran sudah saya lakukan dan hasil dari pemotretan yang telah kami lakukan nanti akan saya kirim ke alamat kantor mas. Dan, oh...iya, semalam itu istri mas luar biasa banget, mas sangat beruntung mempunyai istri seperti Mbak Ririn”
“Iya tapi...click...nut...nut....” panggilan dari Anton berakhir sebelum aku sempat mengucapkan sepatah katapun dan sampai saat itu Ririn masih tertidur pulas dan akupun tidak tega untuk membangunkannya sekaligus bingung apa hal pertama yang akan aku tanyakan padanya atas kejadian semalam.

########################
Dua hari kemudian

Setelah kejadian itu, Ririn yang sempat murung kini kembali ceria. Mungkin dia mulai bisa melupakan peristwa dua hari yang lalu, tapi selama itu aku belum berani bertanya padanya tentang apa yang terjadi di dalam kamar Anton karena aku takut membuatnya murung lagi. Sampai akhirnya sore hari, setelah rapat dengan pimpinan, seorang office boy mengantarkan sebuah amplop coklat berukuran sedang. Office boy itu mengatakan paket itu dikirimkan oleh pria dengan ciri-ciri seperti Anton yang kupastikan pastilah pria itu sendiri. Aku masuk ke ruanganku dan dengan gemetar kubuka kiriman itu yang ternyata berisi dua keping cd polos tanpa ada keterangan. Kunyalakan komputerku dan kumasukkan cd itu ke cd-drive untuk melihat isinya. Tubuhku menggigil saat melihat isi dari cd itu yang ternyata pose-pose panas Ririn banyak sekali, mungkin lebih dari seratus foto dan posenya benar-baner membuat jantungku berdetak cepat hingga nafasku terasa sesak apalagi saat melihat foto yang diambil di kamar Anton. Pose-pose istriku itu terlihat sangat merangsang dengan berbagi gaun seksi yang dia pakai dan berbagai pose panas yang ia lakukan semua membuatku merinding. Jantungku seakan berhenti berdetak saat melihat sebuah pose dimana Ririn yang memakai gaun merah sedang sedang mengulum penis yang ukurannya cukup besar entah milik siapa karena pose itu hanya terfokus ke wajah istriku. Kemudian dengan gemetar aku melihat foto-foto itu dalam tampilan yang lebih kecil dan hampir aku pingsan karena kepalaku tiba-tiba pusing melihat pose-pose istriku sedang disetubuhi oleh seorang lelaki yang tidak kelihatan wajahnya dan dengan gaya yang nakal Ririn nampak sangat menikmati  hingga deretan foto itu terhenti di sebuah pose dimana ia sedang menjilati dua buah penis bersunat yang berukuran besar. Berkali-kali aku menarik nafas panjang berusaha menenangkan diri, tanpa terasa badanku basah oleh keringat dingin yang entah kapan bercucuran deras. Hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk melihat isi cd yang kedua dan ternyata berisi sebuah file video. Di awal video itu terlihat tulisan selamat dan saat tulisan itu berakhir aku disuguhkan sebuah pemandangan yang membuat badanku terasa mengigil dimana Ririn yang memakai gaun mini warna merah terlihat sedang asyik mengoral penis seorang lelaki yang berdiri di hadapannya. Aku tidak tahu siapa pria berwajah Arab itu, waktu itu aku sama sekali tidak melihatnya. Aku tidak melihat keterpaksaan dari wajah istriku, malah dia terlihat sangat menikmati apa yang dilakukannya padahal denganku saja ia kadang menolak melakukan oral seks yang katanya jijik. Lima menit kemudian, terlihat seorang lelaki lain berjalan ke arahnya tapi wajahnya tidak terlihat karena hanya menampilkan sampai kebagian leher. Terdengar suara pria berbicara dalam bahasa asing, kelihatannya pria yang baru datang itu sedang bicara dengan temannya yang penisnya sedang dioral oleh ririn. Kemudian lelaki yang baru datang itu memposisikan Ririn hingga dalam posisi menungging. Istriku yang sedang asyik memberikan oral kepada lelaki di depanya diam saja hanya menuruti setiap yang dilakukan laki-laki yang berada tepat di belakangnya. Dengan satu gerakan laki-laki itu mnyingkap gaun istriku ke atas hingga pantat mulusnya terlihat dan mengarahkan penis besarnya ke vagina istriku. Awalnya dia tampak kesulitan tapi dengan bantuan tangan Ririn sambil menoleh ke belang, akhirnya penis itu berhasil menghujam vagina istriku. Seketika Ririn menjerit lirih tapi sebentar kemudian dengan tatapan nakal ia malah tersenyum ke arah lelaki itu.

“Aaahhh...aaahhh....aahhh...” Ririn melenguh, kamera fokus ke wajahnya yang tengah mendongak ke atas, terdengar pula bunyi kecipak dari tumbukan selangkangan mereka.
Sementara itu, tangan berbulu si Arab yang menggenjotnya dari belakang juga mulai beraksi meremas remas kedua payudara istriku yang menggantung bebas. Aku hanya ternganga melihat Ririn yang mendesah dan menggelinjang karena dithreesome oleh kedua Arab bejat itu. Kamera mensyut tangan si pria yang kini bukan saja meremas remas kedua payudara Ririn, tetapi juga memelintir kedua putingnya
“Ooohh...hurtt...aaahh...gently please!!” terdengar suara Ririn memelas karena ganasnya sodokan si Arab pada vaginanya, brutalnya serangan itu terlihat dari tubuh Ririn yang tergoncang-goncang dengan dahsyat.

Adegan lalu berpindah ke ranjang, kini Ririn sudah telanjang bulat. Kamera mensyuting Ririn yang tengah terbaring dengan kedua pahanya terbuka lebar memperlihatkan vaginanya yang sudah basah kuyup. Si Arab berjenggot tak berkumis yang tadi menyetubuhinya (yang kini wajahnya baru tersyuting kamera) membuka lebar bibir vagina istriku dengan jarinya. Kembali terdengar Ririn mendesah saat pria itu menjulurkan lidahnya dan menjilati bibir vagina istriku yang terbuka lebar itu. Tangan pria itu
meremas remas pantat bahenol Ririn sambil bibir tebalnya menyedot nyedot bibir vagina istriku dan suara menyeruput terdengar semakin nyaring. Pria itu lalu menjulurkan lidahnya ke liang vagina Ririn dan erangan keras istriku terdengar kembali saat lidah Arab itu memenusuk dan menari nari di liang vaginanya. Di wilayah itulah kini kamera terfokus, secara close up vagina istriku yang merah merekah terekspos jelas dengan lidah yang menyapu-nyapu permukaannya. Tanpa sadar aku membuka resletingku dan mengeluarkan penisku yang telah tegang dan mengeluarkan cairan pre-cum. Mulai kukocok penisku sambil menyaksikan video bokep amatir yang dibintangi istriku sendiri, gila memang, tapi bukankah ini yang sudah lama kufantasikan? Suara desahan Ririn mendominasi, nampak kedua kakinya mengejang dan kedua tangannya meremasi kain sprei, kedua payudara montoknya naik turun tak teratur tengah diremas remas oleh si Arab yang satunya yang brewokan itu. Agaknya mereka berdua sangat mahir memuaskan wanita, terlihat dari Ririn yang tampak semakin pasrah dan menikmati tubuhnya digarap mereka. Jari-jari besar si jenggot menggosok-ngosok bibir vagina Ririn membuat tubuhnya makin menggelinjang. Dalam waktu singkat tubuh Ririn mengejang dan pantat bahenolnya tersentak-sentak saat mencapai orgasmenya melalui permainan jari dan lidah si jenggot.  Sampai sini kamera terhenti lalu lompat ke adegan lain, kini terlihat masih di ranjang yang sama, si Arab yang brewok sedang menggosok-ngosok penis besarnya di bibir vagina istriku
“Eccccch gently please ….”kudengar Ririn mendesis.
Kamera meng-close up proses penetrasi itu, nampak bibir vagina Ririn menggelembung menerima besarnya kepala penis si Arab dan kedua tangan istriku mencengkeram erat kain sprei merasakan penis itu memasuki dirinya senti demi senti. Pria itu dengan pelan tapi pasti menekan masuk batang penisnya yang jauh lebih besar daripada milikku ke liang vagina Ririn. Setelah hampir semua batang itu tertanam, tiba-tiba pria itu menghentak pinggulnya hingga penis itu melesak masuk seluruhnya.
“Aaaahhhh....sakitt!!!” istriku mengerang
Terdengar pria itu berceloteh dalam bahasanya, mungkin dengan temannya yang jenggotan itu yang kini tidak tertangkap kamera. Tanpa menunggu lebih lama, pria itu mulai bergoyang maju mundur, sementara tubuh telanjang Ririn tersentak-sentak, mulutnya mengerang-ngerang menikmati sodokan penis pria itu pada vaginanya. Kemudian kulihat, si pria yang berjanggut itu muncul dari samping meraih kepala Ririn dan melumati bibirnya dengan penuh nafsu sambil tangannya meremas-remas payudara montok istriku dengan kasarnya.
“Mmpppffhh… mmmmgghhhh …” terdengar rintihan Ririn di antara pagutan si jenggot
Kamera mendekat memperlihatkan lebih jelas bagaimana lidah istriku beradu liar dengan lidah si Arab itu. Tak kusangka Ririn sepertinya enjoy melakukannya, padahal dulu dia menegaskan tidak akan melakukannya dengan pria lain. Tanganku terus mengocok penisku yang makin tegang, aku berharap tidak ada yang mengetuk ruanganku, aku sedang tidak ingin diganggu dulu saat ini. Mulut pria itu terus turun ke bawah dan mencaplok payudara kiri Ririn sambil tangannya yang berbulu meremasi yang kanan. Ririn menceracau tak karuan, kepalanya menggeleng-geleng ke kiri dan kanan merasakan sensasi erotis pada tubuh atas dan bawahnya. Sssreep...sssreep....terdengarlah mulut si Arab jenggotan itu menghirup dan mengempot payudara montok istriku dengan ganas. Di antara kedua belah paha Ririn, si brewok semakin cepat menghela pinggulnya menusuk-nusuk liang senggama istriku itu.
“Aahhh...aahhh...aaahhh!!” Ririn mengerang keras dengan tubuh menggelinjang dahsyat, ia telah mencapai orgasmenya, namun pria itu masih terus menggenjotnya berusaha menyusulnya ke puncak kenikmatan. 
“Uuuhh....aahhh....” si Arab menggenjot makin cepat dan melenguh panjang disertai ceracauan dalam bahasanya yang tak kumengerti, ia lalu menekan dalam-dalam penisnya ke vagina istriku sambil mengerang panjang.
Pria itu telah mencapai klimaks dan menyemprotkan spermanya di dalam rahim Ririn. Bersamaan dengan itu, onaniku juga mencapai klimaks, penisku menyemprotkan sperma. Kuambil beberapa lembar tissue dari kotak di dekat komputer dan kulap tanganku yang blepotan cairan kental itu.

Cut...tiba-tiba adegan terpotong dan langsung berganti scene. Kini terlihat Ririn yang sudah telanjang tengah berlutut di ranjang dengan tiga pria yang mengelilinginya, dua yang penisnya panjang itu kuperkirakan dua Arab yang tadi telah menggarapnya, tapi yang satu lagi yang penisnya paling pendek dibanding kedua orang itu...siapa ya?
“Yah, sepongin kontolku mbak!” terdengar suara dalam bahasa Indonesia, sepertinya aku tidak asing dengan suaranya....Anton, ya diakah itu
Fokus kamera menjauh sehingga wajah pria yang mengelilingi Ririn mulai terlihat, sesuai dugaanku, dua lagi adalah para Arab itu, dan ya...memang benar pria ketiga adalah Anton, perutnya yang bulat itu dan penisnya yang dibanding denganku saja kalah besar itu membuatnya terlihat inferior di depan kamera apalagi bersamaan dengan dua Arab yang perkasa itu yang telah membuat istriku berkelejotan. Namun sepertinya Anton santai saja. Ia melenguh keenakan ketika penisnya menerobos masuk ke dalam mulut Ririn.
“Enaaak mbak….aaahh!!”desis Anton ketika ujung lidah istriku memainkan lubang kencingnya
Sambil mengoral Anton, tangan Ririn tak tinggal diam, kiri dan kanan keduanya menggenggam dua penis Arab itu dan mengocoknya perlahan. Adegan mengoral itu berlangsung selama hampir sepuluh menit, sesekali kamera mengclose up mulut Ririn yang tengah mengoral penis Anton, lidahnya bergerak begitu lincah menjilati batangan penis itu dan mengulumnya tanpa terlihat rasa ragu dan jijik sedikitpun. Kemudian Anton memerintahkan Ririn untuk berbaring telentang dan ia mengambil posisi di antara kedua paha istriku dengan bertumpu di kedua lututnya
“Oke...siap Yud, angle yang pas loh!” sahut pria itu ke arah kamera yang sudah pasti dipegang oleh asistennya, si Yudi itu.
Penisnya yang tegang diarahkan ke liang vagina istriku yang terbuka lebar karena habis disedot dan digarap kedua pria Arab tadi. Setelah pas, Anton pun menggerak-gerakkan ujungnya memutar mutar dan maju mundur.
“Pak ooooh enaaaak ……enaaaaakkkkk eeehhhh!” erang Ririn.
Anton memacu tubuhnya sambil memegangi paha Ririn, penisnya keluar masuk dengan cepat menyodoki vaginanya. Si jenggot dari sebelah kiri melahap payudara montok kiri istriku dan temannya yang brewok itu tengah menciumi tubuh bagian kanannya sambil jarinya memilin-milin puting istriku. Sensasi keluar masuk penis Anton ditambah kedua Arab itu di sekujur tubuhnya membuat Ririn mencapai orgasme dalam waktu yang relatif singkat. Sebuah desahan panjang menandai orgasmenya dan Anton menyusulnya tak lama kemudian dengan menumpahkan spermanya di mulut istriku. Kamera mensyuting wajah Ririn yang belepotan cairan putih kental, ia menggerakkan lidahnya menjilati yang berceceran di sekitar mulutnya.
“Sudah dong Pak Anton, saya capek nih!” rintih Ririn
“Belum mbak, mbak kan sudah dikontrak dan dibayar mahal untuk ini, hehehe...” kata Anton, “abis ini saya akan segera transfer uangnya ke rekening suami mbak, saya janji itu dan pegang kata-kata saya!”
Aku terkesiap, jadi nominal sebesar itu adalah harga untuk semua ini, menjerumuskan istriku menjadi seperti pelacur atau...kalau dengan kata lain, menggali hasrat liar terpendam dalam dirinya?
“Mbak milik kami malam ini…mbak lonte kami malam ini …hehehehe...” Anton tertawa menjijikkan, kedua Arab itu juga terkekeh-kekeh.


Yudi
Adegan kembali terputus, dilanjutkan berikutnya Ririn sedang mengguyur tubuhnya di bawah shower. Kemudian Yudi, yang sudah membuka kuncirnya sehingga rambut gondrongnya terurai, masuk dan ia juga sudah telanjang. Ia memeluk tubuh bugil Ririn yang basah dan memagut bibirnya. Keduanya terlibat ciuman panas selama beberapa saat. Yudi kemudian berlutut dan mulai menjilati kedua betis istriku
“Aahhh...Mas Yudi!” desah istriku.
Mulut pria itu kian merambat ke selangkangan Ririn dan....
“Ooooh....’ desah Ririn meremasi rambut Yudi ketika pria itu menjilati vaginanya, “enaaaak mas….,” ketika lidah kasar Yudi mulai menyapu bibir vagina istriku
Punggung Ririn bersandar pada dinding kamar mandi, tangan kanannya meremasi payudaranya sendiri, sementara tangan kirinya mengelus-elus kepala Yudi yang menciumi vaginanya
Sepuluh menitan kemudian Yudi menghentikan jilatannya dan bangkit berdiri, ia mengatur tubuh Ririn agar nungging menghadap dirinya.
“Siap yah mbak!” kata pria itu
Yudi mendorong masuk penisnya ke vagina istriku tanpa kesulitan berarti, tentunya diiringi desahan nikmat Ririn. Tanpa buang waktu ia pun mulai menggenjoti vagina istriku itu, kedua tangannya meremas-remas payudaranya yang menggantung. Di atas mereka air shower masih mengalir mengguyur tubuh mereka menciptakan sebuah pemandangan erotis. Aku sendiri semakin terangsang hebat ketika melihat istriku menggoyangkan pinggulnya menyambut tusukan pria itu.
“Enak sekaliiiiii masss,...terus...bikin saya puas!!” gila, tak kusangka istriku ternyata seliar ini, ia begitu menikmati bercinta dengan pria lain, denganku saja ia tidak sepanas itu, hatiku jadi panas dibuatnya.
Yudi semakin ganas, ia sesekali menampar pantat Ririn dan makin cepat menyodoknya. Baru sekitar lima belas menit Ririn kelihatannya sudah akan orgasme dan benar, ia akhirnya mengerang panjang dengan tubuh menggelinjang. Sayup-sayup terdengar juga suara Anton (yang sepertinya mensyuting) turut memberi semangat juniornya ini. Tubuh istrikupun sempoyongan dan roboh tertelungkup di lantai kamar mandi, tubuhnya berkelejotan seperti cacing kepanasan, nafasnya pun ngos-ngosan. Yudi menarik lengan Ririn dan mengangkatnya berdiri, ia lalu mengeringkan tubuh istriku itu dengan handuk. Selanjutnya dipapahnya Ririn yang masih lemas ke arah ranjang. Kamera menangkap kedua Arab yang tadi menggarap istriku nampak sedang duduk-duduk merokok. Ririn dibaringkan di ranjang, tubuhnya menggeliat karena Yudi membenamkan di wilayah selangkangannya,
“Pelaaaan mas...jangan kasar-kasar…..” desah Ririn ketika Yudi hendak menusuk vaginanya lagi
Pria itupun menuruti permintaan istriku memasukkan batang kemaluan kasarnya ke dalam liang vagina istriku dengan pelan tapi pasti. Begitu penis Yudi amblas seluruhnya di liang vagina istriku, pria itu diam beberapa saat meresapi remasan dinding vagina Ririn. Desah nikmat Ririn kembali terdengar ketika Yudi mengenjot pantatnya dengan cepat dalam posisi misionary. Ririn nampak merasakan kenikamatan yang tidak biasa
“Ooooohhh mass....akkuuuuu keluaaaaar….” Erang Ririn sambil mempererat pelukannya
Yudi terus mengenjot tanpa henti sehinggga liang vagina istriku merasakan benar-benar kegelian yang amat sangat membuat orgasmenya terus menerus sampai akhirnya ia tersungkur. Yudi meneruskan menyetubuhi Ririn dengan brutal sampai istriku lunglai dan entah sudah berapa banyak orgasme yang ia alami sejak awal tadi
“Aaakkkhhh” Yudi melenguh panjang menyongsong orgasmenya.
Kamera kini diarahkan ke kelamin mereka yang tengah menyatu, fokus pada sperma Yudi yang banyak keluar di sela-sela bibir vagina Ririn. Sungguh aku tak mengerti kenapa istriku, seorang wanita berdarah ningrat yang alim bisa terlihat begitu menikmati persetubuhan terlarang itu, ia tidak ada bedanya dengan artis porno profesional. Terus terang saja hatiku ancur melihat kenyataan istriku begitu menikmati bercinta dengan keempat lelaki itu tapi dilain pihak aku merasa benar-benar terangsang karena obsesi gilaku selama ini untuk melihat istriku disetubuhi orang lain akhrinya menjadi kenyataan juga. Video itu berdurasi dua jam dan selama itu aku hanya mendengar suara erangan, desahan bahkan jeritan dari istriku tercinta.

########################
“Malam Pa...mama udah siapin makan!” sambut Ririn setibanya aku di rumah seolah tidak terjadi apa-apa, sedikitpun tidak menyinggung apa yang telah terjadi selama akhir liburan itu, dia menyembunyikannya dariku.
Dalam hati aku merasa marah, “munafik kau Rin, dengaku kau tidak segairah itu dalam bercinta, tapi nyatanya malah menikmati diperkosa dan direndahkan seperti itu”
Namun alih-alih aku menggampar dan memaki-makinya, aku malah memikirkan banyak cara lain untuk membalas ketidaksetiaan Ririn. Inilah saatnya mewujudkan fantasi-fantasi gilaku yang selama ini terpendam dan ternyata diam-diam istriku pun menikmatinya.
“Tunggu balasanku Rin....tunggu saja!”  aku tersenyum licik dalam hati sambil mengelus rambut hitam panjangnya, “yuk kita makan!” ajakku merangkul tubuhnya.
Kami pun makan malam seperti biasanya dalam suasana hati yang sudah tidak biasa.

Bersambung????
By: Al-Khawarizmi