Nidya |
Dodi, seorang pribumi bertubuh kekar dengan wajah ramahnya menyambut seorang gadis cantik bermata sipit yang keluar dari pintu gerbang sekolah. dengan ramah Mang Dodi membukakan pintu mobil mempersilahkan gadis cantik itu duduk di dalam. Dengan hati-hati ia menutup pintu kembali, setelah itu ia duduk di belakang kemudi.
“bagaimana sekolahnya non ??” Mang Dodi bertanya sambil menyalakan mobil.
“uhh sebel deh mang Dod, cape, tadi aku..dll dstt dsttt”
Nidya curhat kepada sopir kepercayaannya yang menengok kebelakang.mendengarkan curhat dari Nidya. Memang sudah lama mang Dodi bekerja di keluarga Nidya, semenjak Nidya masih duduk di kelas TK kecil, mang Dodi sudah mengantar jemputnya dari rumah ke sekolah dan dari sekolah ke rumah. Mata Mang Dodi melirik melihat paha mulus yang tersembul, mau tak mau sebagai laki-laki normal mang Dodi menelan ludah yang membanjir melihat kemulusan paha putih yang mengkilap.
“pokoknya hari ini aku sebeeeeelll banget mang Dod , bete deh..” Nidya mengakhiri keluhannya.
“ya sudah.. betenya jangan lama-lama non, nggak baik…”
Mang Dodi menghadap ke depan dan mulai menginjak gas. Dengan mobil pajero sport mang Dodi mengantar Nidya pulang ke rumah dengan selamat. Seorang jongos yang berjaga membukakan pintu besi yang berdiri dengan kokoh dan yang seorang lagi sibuk berkiri kiri dan berkanan-kanan memandu mobil mewah itu. Nidya turun dari mobil kemudian mengangguk ramah kepada dua orang jongos yang menyapa, Mang Dodi mengekori dari belakang mengikuti Nidya masuk ke dalam rumah mewah yang sepi dari yang namanya “keluarga” . Mata Mang Dodi menikmati goyangan pinggul Nidya. Masih terbayang saat Nidya masih TK dulu, ia sering duduk di pangkuannya dan Nidya tertawa saat mang Dodi menggelitiki dan mencubit hidungnya yang mancung. Masih teringat dengan jelas saat Nidya keluar telanjang buat dari dalam kamar mandi, Nidya kecil berlari kepangkuannya dan menangis sambil berkali-kali menunjukkan bebek karetnya
“mang Dod , bek mati.. hu hu hu” , mata mang Dodi melotot bukan ke arah bebek karet yang menciut namun melotot ke arah selangkangan Nidya kecil. jarinya hendak menyentuh bibir vagina Nidya yang masih sangat suci. Tiba-tiba seorang perempuan tua menerobos masuk membawa belanjaan.
“Ehh-um Ehemmmmmm” Mang Dodi salah tingkah karena Mbak Ijah muncul tiba-tiba.
“Dodi mengapa non Nidya menangis ?? kamu apakan hah !!” Mbok Ijah menegur Dodi , matanya menatap curiga.
“MBOKKKKKK… Bek matiiiiii…..” Nidya berlari kearah Mbok Ijah.
“Ohhhh, bebek.. mana sini , biar simbok liat…” Mbok Ijah meniup bebek karet yang menciut, Nidya tersenyum senang.
“Mang.. Mang Dod, mang Dod !! MANGGG !!!” Nidya berteriak keras.
“Uhhh.. e- ehh iya non kenapa ?? ada apa”
Kenangan masa lalu Mang Dodi buyar seketika, ia mengejar ke arah kolam renang, agak keheranan mang Dodi melihat Nidya mematung berdiri pucat pasi, mang Dodi berlari menghampiri.
Mang Dodi |
“kenapa non ?? kenapa…”
“i-i-itu mang .. itu…”
“yiahh si non, cuma beginian, mang Dod kira ada apaan…” Mang Dodi mencomot ulat bulu di bahu Nidya.
“Uhhh…. “ Nidya bernafas lega.
“Nihh uletnya !!” Mang Dodi pura-pura melempar ulat bulu ke arah Nidya
“Awwww… e-ehh mang bawa kesana ah!! Yee mang Dod !! awas ya!!” Nidya merengut, mang Dodi tertawa.
“mang beliin air kelapa dong…” Nidya mengeluarkan uang dari dompetnya.
“iya…, tapi traktir ya…” goda Mang Dodi cengengesan.
“Iya.. pokoknya beres…” Nidya tersenyum.
“Asikkkkkk….. makasih non…, Non Nidya emang paling baek dah” Mang Dodi memuji.
“udah , nggak usah nge-gombal, sebel…GPL ya” Nidya tersenyum manis.
“beres Nonnnn…” Mang Dodi menjawab dan segera berlari.
Di pinggir kolam renang, dua kursi mengapit sebuah meja bunda dengan sebuah payung yang menaungi. Sementara di tempat yang teduh berjajar kursi santai panjang. Di situlah Nidya duduk bersantai melepas kepenatan di atas kursi santai panjang. Matanya yang sipit terpejam, tangan kirinya menarik rok seragam abu-abunya ke atas, tangan kanan menyusul masuk ke dalam kain segitiga kecil berwarna putih bersih.
“ohhh mang Dodddd….”
Bibirnya mendesis saat angan membawa Nidya menuju sebuah tempat membayangkan nikmatnya kecupan mang Dodi. Dalam khayalnya, Mang Dodi sangat lugu sedangkan Nidya sendiri sangatlah liar hingga mang Dodi mengerang meminta ampun menghadapi keliaran Nidya. Darah muda Nidya mendidih seliar angannya.
“Emmm…..” tubuh Nidya mengerjat menahan nikmat.
“Ahh !!”
Rasa Nikmat disusul dengan terkejut. Mata sipitnya bertatapan dengan mata mang Dodi yang berdiri tercenggang, Nidya menunduk dengan wajah merah padam, malu bukan main, untuk yang pertama kali mang Dodi memergokinya sedang bermasturbasi. Wajah mang Dodi juga sama, merah padam karena nafsu yang memuncak. Angannya kembali ke masa lalu saat ia melihat Nidya kecil telanjang bulat dan berlari ke pangkuannya. Mang Dodi tidak tuli, jelas-jelas ia mendengar Nidya mendesis memanggil namanya, tidak perlu diragukan lagi, laki-laki dalam khayal Nidya adalah dirinya. Setelah menaruh air kelapa di atas meja mang Dodi berlutut di samping kursi malas.
“Non Nidya….” dengan memberanikan diri mang Dodi mengelus betis gadis itu
Karena tidak mendapat penolakan dari Nidya , mang Dodi semakin berani, tangannya mengelus ke atas mengusap paha putih mulus. Reflek Nidya mengapitkan kedua pahanya saat tangan mang Dodi mengusap paha bagian dalam.
“mang Dod…” Nidya merintih dalam gejolak darah mudanya.
Matanya menatap sayu pada mang Dodi yang merenggangkan paha mulusnya, nafasnya tak beraturan dan berat. Tubuhnya yang masih awam menggelinjang dan menghangat. Tubuh Nidya rebah di atas kursi malas dengan dua kaki yang mulus mengangkang lebar.
“ohhhhhh.. mang Dod…hhsssshh” sekali lagi Nidya merintih saat mang Dodi menjatuhkan wajah pada kain segi tiga putih di selangkangannya.
Tubuh Nidya gemetaran seperti sedang meenjalani terapi listrik. Detak jantungnya berdegupan keras memompa darah untuk mengalir lebih kencang melepaskan nikmat dan nafsu yang sempat tertahan. Tangan Nidya membelai kepala mang Dodi. Ia menggigit bibir menahan desah yang hampir keluar saat lidah mang Dodi menyelinap melalui pinggiran celana dalamnya. Aktif, lidah mang Dodi menggeliat-geliat.
“Achhh…!” Nidya mendorong kepala mang Dodi yang lidahnya menoel bibir vaginanya.
“E-Ehhh mang Awww…” Nidya memekik kaget saat mang Dodi menjabret celana dalamnya.
“Hussshhh jangan keras-keras non…, nanti kedengeran loh…” Mang Dodi tersenyum mesum.
“ih Mang Dodi, maen buka aja…seenaknya” Nidya cemberut, ia bangkit sambil menarik rok seragamnya ke bawah.
“supaya lebih asik non.., percaya deh sama mang Dodi..”
Mang Dodi menjatuhkan Nidya kembali ke atas kursi, tangannya menarik rok seragam Nidya dengan paksa ke atas. Mulutnya mengejar belahan bibir vagina Nidya , gadis itu panik menggeser-geserkan pinggulnya menghindari mulut mang Dodi.
“ahhhhhhhh……m-mang Doddd…. Dhiiiii…ihhhh”
Tubuh Nidya lemas di atas kursi. Kecupan dan hisapan rakus mang Dodi membuat gairah darah muda Nidya kembali bergejolak, tubuh Nidya menggelepar dan melenting menikmati keagresifan mulut mang Dodi yang mencecar vaginanya.
“Aaaaa.. ahhhhhh…..” Nidya mendesah
Cairan orgasmenya tumpah kedalam mulut mang Dodi yang rakus menghisap-hisap vaginanya. Nidya merintih tak berdaya, selama ini dalam khayal memang dirinyalah yang liar dan mang Dodi yang lugu dan lemah namun pada kenyataanya justru sebaliknya. Dengan Mudah mang Dodi memeras cairan vagina Nidya bersama dengan luapan kenikmatan. Nidya tak melawan saat mang Dodi meloloskan seragam abu-abu dari pinggangnya. Hanya bra dan pakaian seragam yang melindungi kemulusan tubuh Nidya dari mata mang Dodi.
“Non Nidya cantik sekali..”
Mang Dodi membopong tubuh Nidya, dengan santai ia membawa Nidya masuk ke dalam rumah, lalu menaiki anak tangga dan membawa nona majikannya masuk ke dalam kamar. Semenjak kematian Mbok Ijah setahun yang lalu, suasana rumah menjadi sepi. Nidya salah tingkah saat mang Dodi mendudukkannya di pinggiran ranjang sedangkan mang Dodi duduk di sampingnya. Bibir tebal mang Dodi mengejar Bibir Nidya, dengan mudah mang Dodi merampas Ciuman pertama Nidya.
“Emhh…” Nidya menarik bibirnya, ia menatap sopirnya itu dengan mata sayunya saat tangan kekar mang Dodi melucuti kancing baju seragamnya setelah itu menarik kedua cup branya ke bawah
Sepasang buah dada indah tertopang oleh cup bra berwarna krem. Mata mang Dodi berbinar menatap nanar keindahan sepasang payudara Nidya, ia telah menjadi saksi tumbuhnya sepasang payudara indah di dada Nidya. Dada yang semula rata kemudian mulai berkembang dan terus berkembang dengan indahnya dihiasi sepasang puting merah muda yang runcing. Setelah melepaskan baju dan celana panjang dan celana dalamnya yang dekil, Mang Dodi berlutut di hadapan Nidya, ia mengusap-ngusap paha mulus Nidya yang mengangkang pasrah. Bibir mang Dodi melumat dan mengulum bibir Nidya, tangan kekarnya mengerayang menjelajahi lekuk liku tubuh Nidya yang menggeliut-geliut tak bisa diam geli oleh rasa nikmat. Cumbuan mang Dodi merambat ke leher, pundak bahu dan mengecup ke arah buntalan buah dada sebelah kiri.
“mang….ennnnnnnnhhh…mang Doddddddd” Nidya merengek manja.
Mulut mang Dodi mengunyah puncak dada. Ke mana Nidya berusaha menarik dadanya ke situ pula mulut mang Dodi mengejar. Tak ingin ia melepaskan puncak buah dada Nidya dalam mulut, bahkan saat punggung Nidya jatuh ke belakang, mulut mang Dodi segera mengejar buah dada yang hendak melarikan diri dari mulutnya. Sambil terus menggeluti buah dada Nidya mang Dodi menggusur tubuh mulus Nidya yang menggeliat-geliat kegelian ke tengah ranjang.
“Aaaa. Aah !! hsssh nnnnnhhh” Suara desah tertahan dan rintih kecil mewarnai cumbuan-cumbuan mang Dodi yang semakin panas
Butir-butir keringat meleleh memandikan dua insan berbeda ras yang tengah asik menjalin hubungan terlarang. Menggelinjang tubuh Nidya dibawah tindihan tubuh kekar mang Dodi. Nidya yang berkulit putih mulus menggeliat resah merintih dan mendesah dibawah tindihan tubuh kekar mang Dodi yang meneduhinya.
“mmmm, hssh mang Dod.. ahhh…”
Nidya gelisah saat merasakan tekanan kepala kemaluan mang Dodi pada belahan vaginanya. Mang Dodi menepiskan tangan Nidya yang berusaha mendorong dirinya, entah kenapa ada rasa takut yang mencekam saat Nidya melihat mata mang Dodi yang liar.
“Ahhh..!!” desah kecil Nidya mengiringi tenggelamnya kepala penis mang Dodi.
Bibir vagina Nidya yang mungil melingkari leher penis mang Dodi. Dari usia tentu saja usia Nidya jauh lebih muda, dari warna kulit tentu saja kulit mang Dodi lebih gelap dari kulit Nidya yang putih mulus, dari wajah sudah tentu wajah beringas mang Dodi menang atas cantiknya wajah Nidya. Sekali lagi mang Dodi menekankan penisnya dengan kuat dan Nidya mengerang. Entah sanggup atau tidak vagina Nidya menampung batang di selangkangan Mang Dodi. Satu tusukan kuat menyusul dan Nidya mengaduh kesakitan, bibir vaginanya yang mungil sobek dan selaput daranya robek ditembus batang penis mang Dodi.
“Aduh mang Dod !! Aduh!!sakit ! sakit mang Dod !! sakit !!” tangan Nidya menggapai-gapai menahan pinggul dan dada mang Dodi.
“ENNNNNNNNNGGGHHHHHH..!!!!” suara erangan Nidya terdengar keras saat mang Dodi memaksakan seluruh batangnya masuk ke dalam vaginanya
Selangkangan mang Dodi dan Nidya bersatu, bulu jembut mang Dodi bergesekan dengan bulu jembut Nidya. Nafas Nidya terdengar keras, matanya terpejam menahan sakit yang menyengat. Batang mang Dodi menyesaki liang vaginanya yang sempit peret karena baru kehilangan keperawanannya. Selama ini belum pernah ada benda apapun yang melewati liang senggamanya.
“ Non Nidya, memeknya enak amat, sebenarnya sudah lama mang Dodi pengen nyolok memek Non Nidya, siapa sangka hari ini Mang Dodi bisa melakukannya, percayalah sama mang Dodi Non, sebentar lagi tubuh Non bakal tersentak sentak keenakan he he he he” Mang Dodi menceracau menumpahkan isi hatinya.
“Hsssshhh ahh !! aduh mang.. hsssshhhh!!” Nidya mendesis kesakitan, batang mang Dodi mulai menggenjot.
“Auw-hhh..!!”
Berkali-kali mata sipit Nidya membeliak saat mang Dodi membenamkan batangnya dalam-dalam. Nidya merinding mendengarkan geraman mang Dodi, otot perutnya serasa kram saat batang penis Mang Dodi menusuk dalam. Kecupan dan lumatan gemas mang Dodi pada bibir Nidya yang merekah membuatnya semakin kewalahan.
“Ahhhhh…..”
Mata Nidya Nanar, ada rasa nikmat luar biasa menyela rasa sakit yang mengigit. Untuk yang pertama kali ia merasakan denyut-denyut orgasme akibat sebatang penis yang menumbuki vaginanya, rasanya seperti jiwa terlepas dari raga, melayang ke langit indah berhiaskan tangga pelangi.
“mang Dodddddd….ahhh enak mangggg” erangnya
Nidya mulai meladeni kecupan dan cumbuan mang Dodi. Bibirnya menyambut bibir mang Dodi, kedua tangannya memeluk tubuh kekar yang sedang giat bekerja menumbukkan batang penis ke dalam vaginanya. Mang Dodi mencabut batangnya hingga terlepas dari vagina kemudian kembali mencoblos liang vagina Nidya. Kemudian ditusuk-tusukannya penisnya dengan gencar pada liang yang becek itu dan dicabut lagi.
“ahhh, manggg.. jangan digituin… mang dod..” Nidya merengek manja.
“abis harus digimanain dong ?” Mang Dodi bertanya
Wajah Nidya merona karena terangsang berat sehingga menambah cantik wajahnya.
“Ayo , Nidya bilang sama mang Dod, harus digimanain.” Mang Dodi sengaja menggoda nona majikannya.
“emmm.. digituin mang…” Nidya tersenyum malu.
“digituin gimana yach ? mang Dodi nggak tau tuch “ Mang Dodi tersenyum lebar.
“Ahhnnhh mang Dod jahat !!” Nidya mencubit dada mang Dodi.
“ADOWHH…!!” Mang Dodi mengaduh kesakitan.
“Hiaaaahhh…!!” Nidya mengerahkan seluruh tenaga untuk mendorong mang Dodi.
“Eiiiiitttttt…”
Mang Dodi menangkap tubuh Nidya. Dua insan berbeda ras itu bergulingan dan kembali bercumbu mesra layaknya sepasang pengantin baru. Mang Dodi duduk di pinggiran ranjang, Nidya berdiri memperhatikan batang perkasa di selangkangan sopir setianya. Mang Dodi menarik Nidya untuk berlutut di hadapan batang penisnya.
“Nah sekarang Nidya jilat kontol mamang ya” Mang Dodi mengarahkan Nidya.
“jijik mang.. ihhh…” Nidya masih jijik dengan batang mang Dodi.
“Loh kenapa harus jijik, coba dulu.. ayo…” Mang Dodi membujui Nidya.
“iii – ihhh ngak mau ah , bau” Nidya menolak sambil menutup hidung dengan tangan.
“Ayo .. cobain… dulu…”
Tangan kiri mang Dodi menahan belakang kepala Nidya. Dengan rayu dan sedikit paksaan akhirnya mang Dodi berhasil menjejalkan kepala penisnya ke dalam mulut Nidya. Sang sopir merem melek keenakan.
“Ayo dihisap non.. “ perintah Mang Dodi sambil membelai rambut Nidya.
“Emmm. Mmmhh..” Nidya tak habis pikir, mendadak ia menyukai bau penis mang Dodi, senang menghisap dan juga senang menjilat-jilat batang penis yang besar panjang.
Ada sesuatu di dalam dirinya yang menuntut pelampiasan dari kesepian dan kejenuhannya selama ini. Dari seks pertama dengan sopirnya ini ia merasa mendapat pelampiaskan atas seluruh rasa yang menggebu dalam dada yang membuatnya ingin merasakan lebih dan lebih lagi. Sesekali Nidya mengangkat wajah cantiknya menatap mang Dodi yang tersenyum kemudian ia kembali menunduk untuk bekerja mengoral penis itu. Dengan lembut lidah Nidya mengulas-ngulas kepala penis mang Dodi sebelum akhirnya mang Dodi membimbingnya untuk menduduki batang penisnya dengan posisi tubuh Nidya memunggunginya.
“jangan takut Non.., dudukin aja.., ntar juga masuk…” Mang Dodi menarik pinggul Nidya untuk turun.
“sebentar mang, Nidya takut…”
Setengah mati Nidya mengumpulkan keberanian.
“rileks aja, anggap aja Non Nidya lagi duduk di pangkuan mang Dod, dulu kan waktu masih kecil non Nidya sering duduk di pangkuan mang Dodi”
Mang Dodi mengecup punggung Nidya perlahan. Dengan hati ragu Nidya menurunkan vaginanya. Mang Dodi membimbing Nidya untuk belajar memasukkan penis ke dalam liang vaginanya.
“ih..”
Nidya mengangkat pinggulnya kembali saat ujung penis mulai tenggelam ke dalam belahan vagina. Geli rasanya saat kepala penis menjilat belahan vagina yang berlendir. Sekali lagi tangan Nidya mengarahkan kepala penis mang Dodi pada belahan vaginanya, kali ini ia menahan rasa geli yang menggelitik saat kepala penis membelah belahan vaginanya. Gemetar seluruh tubuh Nidya menahan sensasi nikmat saat penis mang Dodi tenggelam semakin dalam.
“Ohh mang Dod…!! Mang Dod..”
Wajah Nidya terangkat ke atas menahan nikmat. Vaginanya berkedutan dan meremas batang penis mang Dodi, dengan gerakan indah luar biasa Nidya menggeliat, tubuhnya mulai bekerja mengikuti panduan dari mang Dodi yang terus mengajari sambil memainkan buah dada Nidya. Belum begitu lama Nidya menaik turunkan pinggul, ia merintih kecil, Vaginanya kembali berdenyut-denyut , rasa nikmat dimulai dari daerah panggul kemudian menyebar ke seluruh tubuh moleknya yang berpeluh. Mang Dodi memeluk erat-erat tubuh Nidya yang tengah orgasme. Sebuah gigitan gemas bersarang di pundak Nidya meninggalkan bekas gigitan merah. Tanpa melepaskan pelukan dari tubuh Nidya, mang Dodi beringsut ke tengah ranjang.
“Ohhh !! ennnnhh aaaa.. Ahhhhh…”
Tubuh Nidya melambung turun naik di atas tubuh mang Dodi, sungguh indah buah dadanya terpantul di dada mengikuti tubuhnya yang melambung-lambung. Suara derit ranjang mengiringi suara nafas berat, desah dan rintihan Nidya dalam kamar, suara geram gemas mang Dodi sesekali terdengar di sela-sela kesibukan meluncurkan batang penisnya ke atas pada sebuah lubang mungil yang menjadi target bulan-bulatan penis besarnya. Wajah Nidya seperti tengah menahan derita, namun sebenarnya bukan derita yang sedang dirasakan olehnya, ia tengah menahan rasa nikmat akibat sodokan-sodokan batang penis mang Dodi yang menghujam keras hingga terasa ke ulu hati. Bercak – bercak darah perawan menodai seprai putih. Berkali-kali Batang penis besar milik seorang sopir bernama Dodi menuai kemenangan atas vagina nona majikannya yang keturunan Chinese bernama Nidya. Sebelum akhirnya penis besar itu mengisi liang vagina Nidya dengan sperma. Hanya suara nafas Nidya dan Mang Dodi yang terdengar memburu di dalam kamar. Dengan sebuah handuk mang Dodi mengeringkan tubuh Nidya yang berpeluh. Hampir tiga jam lamanya mang Dodi menikmati sempitnya vagina dan kemulusan tubuh Nidya. Setengah jam kemudian mang Dodi keluar dari dalam kamar meninggalkan Nidya yang termenung kebingungan. Baju piyama berwarna pink menyembunyikan tubuhnya dari ketelanjangan. Papa dan Mama Nidya baru pulang jam 6 sore tanpa merasa curiga sedikitpun apa yang baru saja terjadi.
###########################
Beberapa hari kemudian, malam hari.
Pintu kamar Nidya dibuka oleh seseorang yang hanya mengenakan sarung dan kaos oblong, orang itu tidak lain adalah Mang Dodi yang mengendap-endap masuk ke dalam kamar nona majikannya. Dengan wajah mesum ia mengunci pintu, di atas ranjang Nidya menoleh kepadanya dengan wajah yang bingung campur malu. Mang Dodi menggusur selimut yang membungkus tubuh Nidya, setelah melepaskan sarung, kaos oblong dan celana dalam dekil, ia naik keatas ranjang meneduhi tubuh Nidya yang masih terbalut piyama berwarna pink.
“Mang Dod.. emmm…” Nidya mendesah menahan beban tubuh mang Dodi yang menindihnya,
Bibirnya menyambut bibir mang Dodi , mesra keduanya berciuman bagaikan sepasang pengantin baru yang berbeda usia dan ras dimana seorang dari ras mayoritas memangsa dan menikmati cantik dan mulusnya seorang gadis ras minoritas. Satu demi satu kancing baju piyama Nidya terlepas, mata mang Dodi melotot melihat buah dada yang membuntal, padat dan kenyal terasa saat mang Dodi meremas buah dada sebelah kiri.
“Emmmhh mang Dod…”
Nidya menggeliat – geliat resah, sementara mulut mang Dodi semakin rakus dan kasar menghisapi buah dadanya. Sesekali Nidya merintih merasakan gigitan-gigitan gemas mang Dodi pada putting susunya.
“Ah..mmmmhhhh…”
Nidya menggeser-geserkan tubuhnya, kemanapun tubuhnya bergeser kesitu pula kepala mang Dodi mengejar buah dadanya. Sepasang buah dada Nidya yang ranum menjadi bulan-bulanan mang Dodi , begitu ganas mang Dodi menciumi buntalan buah dada dan menghisap kuat puncak payudara Nidya, setelah puas menggeluti sepasang buah dada yang membuntal, mulut mang Dodi melumat bibir Nidya. Setelah itu cumbuan mang Dodi merayap turun.pada leher, melewati belahan payudara, bermain pada perut dan pinggul dan terus turun mengejar milik Nidya yang paling sensitif.
“Ohh Non Nidya, indah sekali memek kamu Non…”
Mata Mang Dodi menatap tajam pada belahan bibir vagina Nidya, bulu-bulu lembut menghiasi vagina Nidya menambah indah pemandangan di daerah kewanitaannya. Mang Dodi mengendus-ngendus aroma vagina Nidya.
“Unnhhh .. ,aaa.. mang Dodddd.. mang Dodddd…” Nidya merengek saat hembusan-hembusan nafas hangat yang memburu menerpa vaginanya
Nidya mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar seolah Nidya ingin memperlihatkan seluruh keindahan yang dimilikinya kepada mang Dodi. Tubuh moleknya melenting menggeliat dan menggelinjang dengan indah saat vaginanya menjadi santapan mang Dodi yang rakus.
“Ussshhhh.. hssssshhhhhhhh… ahhhhhhh” tiba-tiba Nidya mendesis dan mendesah panjang, perutnya mengejang dan cairan vaginanya meluap bersama kedut-kedut orgasme
Begitu indah tubuh Nidya terkulai dibawah sorotan lampu kamar, butiran keringat meleleh membasahi tubuh mulusnya. Suara desah tertahan sesekali terdengar di antara suara seruputan seorang laki-laki yang usianya berbeda jauh dengannya.
“Mang Dod ?? “
Nidya tak mengerti ketika mang Dodi membalikkan tubuh mulusnya yang terkulai lemas dan mengikat kedua tangannya dengan menggunakan celana piyamanya. Setelah itu mulut Nidya disumpal dengan menggunakan celana dalam dekil milik mang Dodi.
“Emmm!!” Nidya berontak saat mang Dodi menyelipkan penis pada belahan pantatnya, kedua tangan mang Dodi menekan pundak Nidya ia menunduk dan berbisik di telinga gadis itu.
“jangan berisik non, nanti kita ketahuan”
Bisikan mang Dodi ternyata sangat efektif.
“hmmmm hmmmmmm”
Nidya berusaha menggelengkan kepala menolak keinginan mang Dodi. Nafas Nidya seperti orang yang sedang sekarat, matanya yang sipit membeliak, liang anusnya merekah diiringi rasa pedih dan perih yang tak tertahankan saat ujung kepala penis mang Dodi membongkar kerutan anusnya.
“Uhhh Nidya…peret banget bool mu Non…” Mang Dodi menceracau
Otot anus Nidya mengigit seputar ujung penisnya yang terbenam semakin dalam. Dengan sekali sentakan kuat mang Dodi membenamkan kepala penisnya hingga otot nidya melingkari leher penis mang Dodi. Kesenangan dan kenikmatan bagi mang Dodi harus dibayar mahal dengan kesakitan luar biasa bagi nidya.
“Emmmmmm !!! mmmmmhhhh”
Tubuh molek Nidya mengejang kesakitan saat batang penis mang Dodi memaksa masuk inchi demi inchi. Pandangan Nidya mendadak gelap seakan hendak jatuh pingsan namun rasa sakit tetap membuat kesadarannya terjaga dalam derita.
“Ehem, mang Dod sayaaaangg sama Nidya.. , sudah jangan nangisss… Sudah masuk semua…koq…”
Mang Dodi tersenyum merasakan empuknya buah pantat Nidya bergesekan dengan bagian bawah perutnya. Batangnya yang panjang dan besar tertanam dalam anus Nidya. Mang Dodi menarik celana dalam dekilnya, melepaskan mulut Nidya yang tersumpal.
“urhh.. s-sakit mang.. s sakit sekali .. aduhhh…” Nidya mengerang saat batang mang Dodi mulai bergerak seperti sebuah piston
Bisik rayuan-rayuan mang Dodi ternyata tidak sanggup untuk membayar rasa sakit yang dirasakan oleh Nidya yang merasa “dipermalukan” dan “direndahkan” serendah-rendahnya oleh mang Dodi. Berbeda dengan apa yang sedang dirasakan oleh Nidya, Mang Dodi merasa kesuperioran atas diri Nidya. Ego mang Dodi sebagai bawahan/ sopirnya menimbulkan rasa bangga memangsa Nidya sebagai nona majikan dan berdarah Chinese. Dengan teratur batang penis mang Dodi terus bergerak memompa Nidya hinga puas. “Plooo—ppp” Mang Dodi mencabut penisnya, ia membebaskan mulut Nidya dari sumpalan celana dalam dekil milik seorang sopir kemudian menarik pinggul Nidya agar gadis itu menungging dengan sempurna untuk permainan selanjutnya. Ujung penis mang Dodi mencari – cari belahan vagina Nidya. Setelah dirasa pas, perlahan mang Dodi menjejalkan kepala penisnya.
“Mmmmhhhh..” Nidya merinding kegelian, rasa sakit pada anus dibayar oleh sedikit rasa nikmat saat ujung penis mang Dodi menembus dan mengocok-ngocok liang vaginanya.
Mang Dodi terlihat lihat mencecar liang vagina Nidya, serong kiri, serong kanan, menusuk dalam, dan mengocek. Dengan bimbingan dari mang Dodi, Nidya mulai belajar, saat mang Dodi menusukkan batang penisnya, ia mendesakkan pinggulnya menyambut tusukan penis mang Dodi. Untuk beberapa kali tusukan keras Nidya masih dapat bertahan, namun untuk tusukan-tusukan berikutnya tubuh Nidya mulai menggelinjang. Rasa nikmat berkedutan membuat kepalanya terasa ringan namun selain itu Nidya merasa malu mendengar suara yang berasal dari vaginanya. Risih saat payudaranya yang tergantung terayun – ayun dan risih saat buah pantatnya beradu dengan bagian bawah perut mang Dodi.
“mmmmhh emmmmh emmmhh…” Nidya menenggelamkan wajahnya pada bantal.
Mang Dodi tersenyum, sebagai seorang laki-laki sudah tentu mang Dodi takjub pada kecantikan Nidya. Terbayang olehnya wajah cantik Nidya kecil yang lugu dan polos, selama tujuh belas tahun mang Dodi menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri perkembangan Nidya kecil menjadi seorang gadis cantik bertubuh aduhai.
“Mang Dod.. Mang Doddddd….” Nidya merengek perlahan.
“Ya Non ??” Mang Dodi menyahut.
“Pelan-pelan mang…” Nidya meminta mang Dodi memperlembut tusukannya.
“Segini Non ??” Mang Dodi bertanya.
“He-emm.., hssssshhhh.. ohhhh mang Dod… enakk”
Tanpa sadar Nidya merintih keenakan saat penis mang Dodi menusuk vaginanya. Begitu dalam dan lembut membuat Nidya meringis dalam getar-getar kenikmatan yang berkedutan saat cairan orgasmenya kembali tumpah.
“Unnnhhhhhh mang Dooood.. utsssss !!” Nidya merengek manja saat mang Dodi membalikkan tubuhnya kemudian menarik kedua kakinya yang mulus indah ke udara.
Satu tusukan kuat membuat tubuh Nidya mengerjat, selanjutnya tubuh Nidya terguncang mengikuti helaan batang penis mang Dodi. Sedikit demi sedikit mang Dodi meningkatkan ritme tusukan penisnya, helaan – helaan nafas berat terdengar memenuhi kamar tidur Nidya. Ringisan Nidya mengeksploitasi sensualitas wajahnya yang jelita. Nidya menatap mang Dodi yang sibuk menjejal-jejalkan batang penisnya, mata laki-laki itu menatap tajam pada buah dadanya yang terguncang dengan hebat. Reflek Nidya menyilangkan kedua tangannya di dada untuk melindungi sepasang payudaranya yang terguncang. Mang Dodi terlihat kecewa, ia meletakkan kaki Nidya di bahu dan kedua tangannya mencekal dan menarik kedua tangan Nidya agar buah dadanya terekspos dengan sejelas-jelasnya dalam guncangan hebat yang membuat jantung mang Dodi berdegub dengan lebih kuat. Berkali-kali cairan orgasme Nidya tumpah meluap sebelum akhirnya sperma mang Dodi muncrat mengisi vagina Nidya. Tubuh Mang Dodi roboh menimpa tubuh molek Nidya yang berpeluh. Batangnya mengerut terjepit dalam kepitan vagina Nidya yang sempit.
“mmmmhhh mang Dod…” Nidya memeluk tubuh mang Dodi, keduanya berciuman lama dan mesra.
Setelah cukup tenaga Mang Dodi pamit keluar dari kamarnya dan Nidya pun tertidur kelelahan.
############################
Keesokan harinya, jam 7 pagi
Hari itu Nidya jadi pendiam, sementara ayah dan ibunya sibuk mengobrol bisnis di meja makan tanpa memperhatikan anak semata wayangnya. Nidya menghela nafas panjang untuk meringankan beban berat yang harus ditanggungnya akibat rasa nikmat sesaat.
“Nidya berangkat dulu ma.., pa..” Nidya pamit kepada kedua orang tuanya.
“Ya…” Ayah Nidya menjawab singkat.
“He-eh..” Ibu Nidya menjawab tak kalah singkat.
Mereka kembali sibuk dengan urusan masing – masing, kadang-kadang Nidya merasa hidup sendiri di rumah mewah yang semakin terasa sepi semenjak kematian Mbok Ijah setahun yang lalu. Hari itu Nidya tampak risih menatap mata Mang Dodi yang mesum sumringah. Wajah Nidya yang cantik merah padam mengingat apa yang telah dilakukan oleh Mang Dodi, sopir kepercayaan-nya.
“Non kenapa koq diem aja sih?” Mang Dodi memecah keheningan.
“Emm .. ngak apa-apa mang…”
Wajah Nidya merona saat mang Dodi menyapa. Nidya melihat ke jendela, sepertinya ini bukan jalan menuju sekolah, entah kemana mang Dodi akan membawanya. Nidya tidak peduli karena sebenarnya Nidya memang sedang tidak mood untuk masuk sekolah hari ini. Hilangnya perawan membuat ia tersiksa dalam rasa gelisah yang tak berkesudahan.
“Kemarin enak banget ya non…” Mang Dodi terkekeh mesum.
“Kita mau kemana mang ??” Nidya berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
“Mang Dodi punya kejutan buat Non Nidya” jawab Mang Dodi
“Kejutan?” Nidya heran
“Iya Non suka ngentot kan? Kemaren Non menikmati kan?” tanya Mang Dodi tanpa malu-malu lagi.
“Eeemmm....jangan nanya gitu ah Pak!” wajah Nidya memerah dan tidak tahu harus menjawab apa, memang tak bisa disangkal kalau dirinya menikmati persetubuhan itu.
“Hehehe...malu-malu ah si Non, Mamang yakin Non Nidya pasti suka kejutan ini….tubuh Non bakal menggeliat, menggeliat dan terus menggeliat he he he”
Mang Dodi senyum sambil menancap gas. Mobil melaju kencang menuju Gunung Tangkuban Perahu. Hari Senin tidak terlalu banyak orang, hanya ada beberapa mobil yang parkir dan dua buah bus pariwisata.
“Ayo non , udah sampe, yuk turun…ikutin mamang ya.. agak jauh supaya nggak pada curiga”
Mang Dodi membukakan pintu seperti biasa. Dengan hati ragu Nidya turun dari dalam mobil. Entah mengapa ia menurut saja mengikuti mang Dodi yang terus naik ke atas. Semakin ke atas semakin sepi, hanya satu atau dua orang saja yang kadang berpapasan dengan Mang Dodi dan Nidya. Menyusuri jalan berbatu menuju sebuah gubuk yang tampak ramai dengan beberapa laki-laki bertubuh kekar namun berpakaian kumal dan dekil.
“Mang Dodi?? Mereka siapa?”
Nidya bersembunyi di balik punggung sopirnya, sorot-sorot mata laki-laki bertubuh kekar itu tampak ganas dan liar seperti hendak menelanjangi tubuh Nidya. Wajah-wajah sangar dan beringas tersenyum mesum pada Nidya. Semuanya berjumlah lima orang.
“Ini temen-temen Mamang Non, Non kan katanya pengen kejutan ya, makannya Mamang ajak ke sini” kata Mang Dodi enteng.
“Ahhhhhhhh…!! Tapi Mang...kok gini....aaahhh!!”
Tiba-tiba seorang dari mereka yang bertubuh gempal menarik lengan Nidya. Bibir Si gempal yang tebal segera menyumpal bibir mungil Nidya. Keahlian si gempal dalam mencumbu membuat Nidya merinding panas dingin dan pemberontakannya mengendur. Keempat temannya tidak tinggal diam, mereka mengerubuti Nidya seperti semut mengerubuti sebongkah gula-gula. Mereka mempreteli satu persatu pakaian seragam Nidya, beberapa kancing seragamnya putus karena agak kasar, sehingga dalam waktu singkat Nidya telah telanjang di pelukan si pria gempal diiringi decak kagum orang-orang yang sama sekali tidak dikenal oleh gadis itu. Lima pasang tangan kasar itu segera menjelajahi kehalusan dan kemulusan tubuh Nidya. Meremas buah pantat, mencolek belahan bibir vagina dan mengelusi permukaan paha Nidya yang halus. Mata Nidya terbelak melihat batang-batang besar berurat mengacung perkasa. Nidya merasa panas oleh gairah yang membakar darah mudanya.
“Auhhhh…..” Nidya menjerit kecil
Si gempal melemparkan tubuh Nidya ke atas sebuah kain selimut belel yang dibentangkan di depan sebuah rumah gubuk tua. Serempak lima orang laki-laki berwajah beringas menerkam tubuh Nidya yang terpekik. Tubuh telanjang Nidya terlentang pasrah, lima pasang tangan kembali menjelajah menggerayangi sekujur tubuh Nidya yang putih mulus. Kelima Orang Laki-laki dengan wajah sangar terkekeh saat saling berbincang mesum. Dari situ Nidya mengetahui nama-nama mereka, yang bertubuh gempal bernama Bang Somad, yang berkumis bernama Bang Malik, yang berwajah codet bernama Bang Toto, yang brewokan bernama Kardi, yang bibirnya paling tebal bernama Jarot. Kesemuanya adalah penduduk setempat, ada yang menjadi penjaga keamanan, penjual mainan, dan petugas kebersihan.
“Minggir. Gua mau nyicip memeknya…” Bang Somad mengejar vagina Nidya.
“Siap banggg. Tapi kalau abang udah selesai jangan lupa bagi-bagi ya” sahut Bang Malik, ia dan kawan-kawannya mundur, memberi ruang bagi bang Somad.
“Iya lah pasti...gua kasih kalau gua udah puas ngentot sama si amoy cantik ini”
Jawaban Bang Somad disambut senang oleh Malik dkk.
“Gila ini lobang, bagus amat ck ck ck seumur-umur baru kali ini gua ngeliat isi memek Cina…”
Mata Somad melotot melihat isi vagina Nidya yang berwarna merah muda, aromanya yang harum karena terawat membuat nafas Somad memburu. Dengan rakus mulut Somad melumat-lumat vagina Nidya. Rintihan Nidya membuatnya semakin liar dan beringas menikmati vagina gadis itu. Lidah Somad menusuk-nusuk dan mencokel – cokel daging mungil milik Nidya.
“Hssshshhh.. Hssssshhhhh ahhh!!” Nidya mendesis dan mendesah.
Permainan Bang Somad membuatnya kewalahan, geli tapi nikmat, risih tapi ingin lebih sementara keempat orang laki-laki berwajah beringas lainnya beserta Mang Dodi menonton dengan penuh nafsu, selentingan-selentingan nakal terdengar di antara mereka.
“Kasih bang !! kasih..!!” Jarot berteriak kemudian terkekeh.
“Hihhhhh…..”
Dengan sekali sentak, Bang Somad menusuk vagina Nidya.
“Aduhhh…!!” Nidya memekik keras, setengah penis terbenam dalam vaginanya.
“Ha ha ha ha ha…” Suara tawa menggelegar “ahh aaa aaaa ahhhhhhh…uuhhuyyy...amoy emang emoy!!”
Tubuh Nidya terguncang hebat. Mata sipitnya menatap mang Dodi yang asik mengabadikan persetubuhan liar antara Nidya dan Mang Somad dengan menggunakan kamera saku. Nidya mengerang menahan pompaan kasar dari Bang Somad.
“unnhh hsssshhh ahhhhhhh…..” nafas Nidya tertahan, denyut-denyut nikmat membuatnya terkulai diiringi sorak sorai keempat orang laki-laki beringas yang menyemangati Bang Somad yang menyerang dengan lebih gencar.
Suara erang, rintih dan pekik Nidya membuat bang Somad bergairah luar biasa. Suara becek terdengar keras saat Bang Somad memompakan batang penisnya ke dalam vagina Nidya. Bosan dengan posisi missionary dan kemenangan gemilang atas orgasme Nidya, Bang Somad menyuruh Nidya untuk menungging.
“Wuihh !! Bulet padet !! Mantap ini!!” Bang Somad memuji sambil menampar buah pantat Nidya.
Cairan orgasme Nidya meleleh pada paha bagian dalam, tangan Bang Somad mengusap keringat di punggung Nidya kemudian meremas-remas buah pantatnya sebelum akhirnya ia menggesekkan ujung penis pada belahan pantat Nidya yang hangat.
“Akkkhhh !! Aduh-duh.. Awwwww.. sakit bang..” Nidya mengaduh dan memekik kesakitan.
Anus yang masih lecet karena kemarin diperawani sopirnya kembali dikuakkan oleh sebatang penis yang lebih besar dari milik mang Dodi. Suara erang Nidya membuat jantung para lelaki di tempat itu berdegub dengan lebih kencang. Mang Dodi menjepretkan kamera sakunya pada wajah Nidya , mengabadikan ekspresi wajah cantik yang sedang kesakitan kemudian bak fotografer mengambil pose Nidya yang sedang menungging ditusuk oleh penis Bang Somad.
“sebentar bang…, saya pindahin dulu handycam nya..” Bang Dodi memindahkan handycam second yang dibeli dari sebuah counter di pusat perbelanjaan elektronik terbesar di kota Bandung, sebuah tripod menyangga handycam second yang masih berfungsi dengan baik.
“Aduh , aduh .. ahh ahh akhh awwww…” Nidya mengaduh dan memekik kesakitan, tubuhnya tersungkur maju mundur mengikuti gerakan batang penis Bang Somad yang bergerak kasar menyodomi anusnya.
Wajah Nidya dalam derita diabadikan dengan sejelas-jelasnya oleh sebuah handycam dan jepretan – jepretan kamera saku di tangan mang Dodi.
“Aduh sakit-s-sakit , T-tolong mang Dod.. Tolong…” Nidya memohon pertolongan mang Dodi yang terkekeh padanya.
“Aduhhh !! Ampun Bang ampunnnhh akhh arrrrrhhh…”
Kasar sekali Bang Somad menumbukkan penisnya. Suara benturan buah pantat Nidya dengan bagian bawah perut Bang Somad terdengar keras seperti suara tamparan. Jerit dan tangisan Nidya terdengar di antara suara tumbukan-tumbukan penis Bang Somad yang mencecar dengan gencar. Mata Nidya yang sipit terbeliak-beliak akibat rasa sakit yang tak tertahan. Suara merdu Nidya terdengar sedikit serak akibat terlalu sering dan terlalu keras menjerit.
“UNGGHH !! Anjing !!” Bang Somad mengumpat, spermanya muncrat dalam anus Nidya, batang penisnya berkedut-kedut , layu dan mengkerut, tubuhnya yang gempal ambruk menindih tubuh mungil Nidya.
Nidya merintih kesakitan saat gigitan gemas Bang Somad menancap di bahunya setelah itu barulah Bang Somad mengangkat tubuhnya dari tubuh Nidya.
“Aduhhh.. jangannnn….” suara Nidya kembali terdengar, empat orang laki-laki dengan wajah beringas menyerbu menggeluti tubuh mulusnya yang berpeluh, tidak ada seincipun tubuh Nidya yang lolos dari gerayangan-gerayangan tangan keempat lelaki itu yang menggerayang penuh nafsu binatang. Buah dada Nidya yang bulat padat menjadi sasaran empuk bagi mulut orang-orang gunung yang begitu bernafsu padanya.
“Sudah bang , jangan.. nggak kuat…” Nidya menolak saat dipaksa menaiki batang penis Bang Jarot.
“Tinggal naek !! Susah amat sih !!” Jarot yang terlentang membentak Nidya.
“Ha ha ha ha” suara tawa menggelegar mendengar gerutuan Jarot.
Dibimbing oleh tiga orang laki-laki Nidya naik ke atas penis Jarot, tangan jarot mengusap-ngusap paha, pinggul dan meremas-remas payudara Nidya. Saat merasa ujung penisnya mulai tenggelam dalam vagina, dengan gerakan mendadak Jarot mengangkat penisnya ke atas, tanpa ampun penisnya melesat menusuk vagina Nidya.
“Aaaaaa.. ahhhhh….”
Tubuh mulus Nidya pun menggelinjang dalam pelukan Jarot. Saat itu Malik yang tidak tahan mengarahkan penisnya ke pantat Nidya
“Aduh..!!jangan bang..!! tolong jangannn…” Nidya memohon saat Bang Malik mulai melakukan penetrasi ke duburnya
“AWWWWWWWW….” jerit Nidya terdengar keras saat anusnya ditembus penis.
Baru untuk yang pertama kali Nidya merasakan dua batang penis menusuk anus dan vaginanya sekaligus. Sekujur tubuhnya gemetar hebat, harga dirinya direndahkan serendah-rendahnya di hadapan para laki-laki di tempat itu. Mang Dodi melotot dengan wajah mesum ia kembali sibuk menjepretkan kamera di tangannya untuk mengabadikan obsesi dari angannya yang terliar, Nidya yang cantik mengerang disandwich oleh dua orang laki-laki berwajah beringas.
“Aduhh !! AOWWWW…!!” Nidya menjerit dan memekik keras saat dua batang penis bergerak seolah sedang saling berlomba mencari kenikmatan dalam anus dan vaginanya.
Nidya melenguh keras dalam rasa malu, ia dipermalukan semalu-malunya oleh Malik dan Jarot yang kasar dan beringas menghujamkan batang mereka ke dalam kedua lubangnya. Jerit dan pekik dalam rasa malu dan rasa direndahkan akhirnya berakhir dengan kepasrahan saat Nidya merasa kedutan-kedutan nikmat yang menyebar ke seluruh tubuh. Dalam kepasrahan Nidya merengek.
“He he he… nih susu buat yang mau…”
Malik menarik bahu Nidya agar posisinya duduk menjengking ke belakang, otomatis buah dadanya membusung menggairahkan. Dua mulut mengejar mengecupi buntalan buah dada kemudian menghisap kuat puncak payudaranya. Bergantian Toto dan Kardi melumat dan mengulum bibir Nidya, tangan mereka tak henti meremas buah dada yang membusung itu. Erang dan ringisan menabur sensualitas di wajah cantik Nidya yang sedang dikeroyok oleh empat orang laki-laki berwajah buruk yang menuai kemenangan gemilang atas orgasme yang dialami Nidya hingga penis Malik dan Jarot memuntahkan sperma panas dalam anus dan vaginanya.
“Sini cantik biar abang gendong…” Toto dan Kardi terkekeh menggoda Nidya.
Penis kardi mengait vagina Nidya dalam posisi menggendong berdiri berhadapan, reflek kaki Nidya mengapit pinggang Kardi. Tidak berapa lama penis Bang Toto menusuk anusnya. Anus dan vagina Nidya kembali menjadi bulan-bulanan dua batang penis yang bergerak dengan teratur menusuki liang vagina dan anusnya. Nidya mengalungkan kedua tangannya pada leher Kardi, ia menyambut lumatan bibir laki-laki itu sesekali Nidya menoleh ke belakang untuk berciuman dengan Bang Toto. Entah sudah berapa kali vaginanya berkedut dalam nikmat orgasme sebelum akhirnya diiringi suara lenguhan panjang wajah cantik Nidya menengadah ke atas langit saat ia tersiksa dalam buaian puncak klimaks bersamaan dengan semburan sperma panas Bang Toto dan Kardi. Mang Dodi tersenyum lebar menyaksikan tubuh Nidya yang putih mulus merosot turun. Nidya kecil yang kini tumbuh menjadi seorang remaja cantik terkulai dengan tubuh basah berpeluh dibawah kaki lima orang laki-laki berwajah sangar yang terkekeh puas menikmati kemudaan dan kemulusan tubuh moleknya. Tiga batang penis yang masih berdiri perlahan turun. Bang Somad , Bang Jarot, dan Bang Malik menembakkan spermanya pada wajah, payudara dan perut Nidya. Sebentar saja Nidya sudah belepotan cairan putih susu berbau menusuk itu. Mang Dodi mendekatkan kameranya ke wajah Nidya.
“Gimana Non? Enak ga?” tanya Mang Dodi
Nidya hanya mengangguk dengan senyum lemas. Ia menelan sperma dalam mulutnya agar tidak terlalu tersiksa dengan aromanya yang tajam. Terus terang, walaupun merasa dipermalukan namun dalam hati kecilnya ia mulai menyukai dan sangat menikmati suasana tadi.
“Lain kali mamang ajak entotan lagi Non mau kan?” tanya sopir itu lagi
“Mau...mau Mang” jawabnya
Begitulah awal dari kehidupan baru Nidya sebagai budak seks sopirnya sendiri. Hari demi hari selalu ada saja pengalaman baru bersama Mang Dodi. Kesepian dan kurangnya perhatian orang tua membuatnya berpaling pada kesenangan terlarang.
By: Putri Andina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar