Rabu, 26 September 2012

Holiday’s Challenge Epilogue : Gadis Pemenang 4 (Final)

Perhatian sebelum membaca !

•     Cerita Holiday’s Challenge menceritakan tentang sifat-sifat seorang wanita yang mungkin jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari
•    Tidak ada unsur kepolosan dari seorang wanita yang terkandung dalam cerita ini, hanya ada sifat-sifat wanita nakal dan bitchy
•    Cerita ini hanya mengkisahkan wanita-wanita dengan sifat yang tidak biasa yang mencari ‘pengalaman’ baru di saat liburan.
•    Kemungkinan besar cerita ini tidak akan menarik, mungkin cenderung membosankan, tapi bisa sebagai penambah koleksi cerita seru sambil menunggu cerita-cerita yang lebih hebat dari para pengarang lainnya
•    Foto-foto yang digunakan hanyalah sebagai ilustrasi dan sama sekali tidak berhubungan satu sama lain. Ilustrasi digunakan hanya untuk memudahkan pembaca memvisualisasikan cerita, tidak ada tujuan untuk memperolok, menghina, dan menjelek-jelekkan orang atau kelompok tertentu. It’s just for fun. Hanya untuk bersenang-senang.
HAPPY READING ^_^

N.B. : Cerita ini merupakan cerita terakhir dari seri Holiday’s Challenge, tidak ada kegiatan seksual yang mendetail seperti seri-seri sebelumnya. Kegiatan seksual hanya diceritakan secara singkat. Cerita ini sengaja dibuat untuk mengakhiri seri HC sehingga tidak memerlukan penggambaran adegan seks secara mendetail. Tolong dimengerti. Selamat membaca. Dan ingat ! semua cerita seks yang pernah dibaca, jangan pernah dipraktekkan di dunia nyata karena cerita seks hanya untuk fantasi semata, kecuali jika sudah beristri :p------------------------------------------




Malih tidur bareng Lina & Riri

Tadi malam benar-benar pengalaman yang sangat indah dan tak terlupakan untuk Malih. Seumur hidupnya, baru tadi malam dia merasakan yang namanya pesta sex. 3 pria bangkotan dengan 4 gadis belia cantik. Dalam 1 malam saja, dia bisa menikmati tubuh 3 mahasiswi-mahasiswi yang cantik jelita itu. Belum lagi tadi malam, sebelum tidur, burungnya di-'nina bobo'-kan oleh Riri dan Lina. Dan pagi ini pun, Malih bisa merasakan betapa nikmat hidupnya yang sekarang. Pria tua itu tidur telanjang dengan 2 bidadari yang memeluknya dengan sangat erat. Payudara Riri dan Lina melekat erat di tubuh kurus Malih bagaikan tertarik magnet. Hangat dan empuk sekali dipeluk 2 gadis sekaligus. Apalagi tubuh keduanya harum, tak mungkin Malih mau membangunkan mereka.
"emm...", tak lama Riri terbangun.
"pagi, non...", sapa Malih ke bidadari cantik itu.
"pagi, Pak....", jawab Riri dengan wajah masih mengantuk, namun tersenyum.
"emm...Lina udah bangun, Pak ?".
"belum, nih masih tidur...". Riri memperat pelukannya. Dia masih mengumpulkan kesadarannya.
Si pejantan bangkotan dan si bidadari cantik itu tak berbicara namun saling menikmati kehangatan tubuh satu sama lain. Tiba-tiba, Riri mengelus-elus tongkat Malih yang memang berdiri karena ereksi pagi.
"emm, punya Pak Malih udah bangun juga...", ucap Riri dengan nada yang sangat manja dan mesem-mesem sendiri.
"iyaa non...hehe...". Meski sudah tua, namun kejantanan Malih masih seperti muda dulu, selalu ereksi setiap paginya. Riri tentu sudah hafal akan hal itu, setiap pagi dia selalu digagahi Malih. Aktivitas pagi yang tak pernah dilewatkan mereka berdua satu hari pun. Bahkan, Riri tak keberatan terlambat jika mendapat kuliah pagi hanya untuk melayani nafsu pejantannya yang sudah tua bangka itu. Riri selalu menyempatkan waktunya untuk bercinta dengan Malih. Gadis muda yang cantik itu ingin Malih tahu kalau dia benar-benar mencintainya sehingga pria tua nan kurus yang dicintainya itu bisa mengakses tubuhnya kapanpun dan dimanapun. Dan tadi malam, Riri juga sudah membuktikan kalau dia mau melakukan perintah apapun dari Malih, termasuk melayani nafsu pria lain. Memang Riri telah berjanji pada dirinya sendiri, tak akan ada pria lain yang bisa menjamah tubuhnya selain Malih, tapi kalau pria tersebut sudah mendapat izin dari Malih, Riri akan melayani pria tersebut seperti ia melayani Malih dengan tubuhnya. Sungguh cinta yang aneh. Padahal Riri adalah seorang mahasiswi, seorang gadis muda yang sangat cantik, kulitnya putih mulus tak ada goresan sedikitpun, dan tubuhnya yang sangat kencang, mulus, serta sexy. Para lelaki tentu akan berusaha mati-matian untuk bisa mendapatkan 'layanan' dari Riri, bahkan mungkin akan membayar Riri lebih dari Rp. 2.000.000 hanya untuk melihatnya menari striptease. Namun, Riri sangat mencintai Malih, dan memberikan tubuhnya sepenuhnya untuk pria tua itu. Cinta memang buta, tak mengenal usia, harta, atau golongan. Rasa nyaman dan kagum yang membuat Riri sangat mencintai Malih dan menyerahkan jiwa dan raganya untuk laki-laki pemulung sampah yang sekarang menjadi supirnya itu.

Buktinya, tadi malam meski Riri memang tak bisa mengelak kalau dia mendapatkan kenikmatan luar biasa dari Asep dan Karjo yang mengeroyoknya, tapi dia merasa ada yang kurang. Dan saat ia bercinta dengan Malih, barulah ia menemukan rasa kurang itu sehingga Riri merasa 'panas', lepas, liar, nakal, dan sangat bergairah. Tak hanya Riri, Malih juga merasa seperti itu, dia merasa 'hidup' saat bergumul dengan majikannya yang cantik itu. Tanpa berbicara, Riri terus memainkan 'otong' Malih. Tangannya yang halus kelihatan asik sekali bermain-main dengan batang kebanggaan Malih. Mengelus-elus, membelai, dan mengocok-ngocok tongkat Malih. Tentu Malih merasa keenakan. Tapi, ada tangan lain yang menjamah alat kawin Malih. Ya, Lina sudah bangun dan sekarang sedang meremas-remas lembut kantung pelir Malih.
"non Lina....?".
Lina

"pagi, Pak...". Lina terlihat masih setengah sadar, namun tangannya tetap meremas-remas zakar Malih seakan sudah terprogram untuk melakukan itu walau masih belum sadar.
Nikmat sekali rasanya. Kedua tangan gadis belia itu begitu halus, Malih sangat menikmatinya. Pagi-pagi 'onderdil'nya sudah dielus-elus oleh 2 ABG yang cantik dan sexy. Malih sampai mencubit perutnya sendiri untuk memastikan ini bukan mimpi. Kedua gadis itu kelihatan asik sekali memainkan burung Malih dengan tangan mereka seperti sedang bermain dengan 'peliharaan' mereka.
"Lin, mandi yuk, badan gue udah gerah nih...", ujar Riri.
"ayuuk...".
"Pak, kita mandi dulu yaa. ccpphhh hemmm...". Riri dan Lina bergantian mengecup mulut Malih sebelum turun dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Baik Riri atau Lina, keduanya menengok ke Malih sebelum masuk ke dalam kamar mandi. Pintu kamar mandi juga dibiarkan terbuka lebar. Jelas sekali kalau kedua bidadari cantik itu 'mengundang' Malih untuk mandi bersama. Malih langsung lompat dari tempat tidur, tak mau melewatkan 'undangan' mandi bersama dari 2 bunga kampus itu. 'senapan' laras panjangnya pun sudah terisi, pria tua itu sangat siap untuk 'menginterogasi' 2 mata-mata bahenol yang ada di dalam kamar mandi.

Malih langsung tertegun ketika masuk ke dalam mandi. Pemandangan yang sungguh seksi dan porno sekaligus memanjakan mata Malih. Pemandangan Riri dan Lina yang berpelukan erat dan bercumbu penuh gairah dalam keadaan basah kuyup disiram air yang keluar dari pancuran. Batang Malih langsung mengacung keras. Malih pun mendekati mereka.
"katanya mau mandi, tapi kok malah cipokan sih ? hehe...", goda Malih.
"iih, Pak Malih main masuk aja nih...", Lina balas menggoda.
"abis pintunya gak ditutup...".
"hehe...yaudah, Pak..sini...". Riri dan Lina pun menarik Malih untuk bergabung.

Lina & Riri di kamar mandi

Malih pun diapit Lina dan Riri dari depan dan belakang. Tangan kedua dara cantik itu menjalari tubuh kurus Malih. Mengelusnya dan mengurutnya dengan lembut. Benar-benar fantasi yang paling liar yang pernah dipikirkan Malih. Mandi bersama 2 orang gadis muda yang begitu cantik dan sexy. Apalagi keduanya sengaja menempelkan payudara mereka ke tubuh Malih dan seperti mengurut Malih dengan payudara mereka. Memang sudah berkali-kali Malih mandi bersama gadis muda nan cantik yang tak lain adalah Riri, namun baru kali ini pria tua itu mandi bersama 2 orang ABG sekaligus, sangat beda rasanya! Rasanya bagaikan raja yang sedang dilayani 2 selir cantiknya. Lina dan Riri bergantian melumuri kedua buah payudaranya mereka dengan sabun cair sampai terlihat mengkilat, berbusa, dan sangat licin. Payudara bulat nan kenyal milik Riri dan Lina tak ubahnya seperti sponge untuk menyabuni tubuh Malih. Tangan Riri bertugas menyabuni kantung pelir Malih sementara tangan Lina bagian batangnya. Senjata Malih keras bagai sebatang kayu tua. Lina bergumam sendiri, begitu keras, begitu kokoh, dia terus mengocok perlahan batang kejantanan Malih dengan gemas. Gadis hyperseks itu sudah gemas ingin merasakan vaginanya ditusuk benda tumpul yang sangat keras itu. Lina sudah mengerti betul perasaan Riri. Mengapa sahabatnya itu tak pernah menolak jika Malih ingin menggumulinya. Ditusuk benda sekeras itu pasti akan membuat semua wanita tak mampu menolak untuk merasakannya lagi. Tiba-tiba Lina jongkok.
"ummm eemmhhh mmmmhhh mmmpphhh cccppphhh". Dengan lahapnya, Lina menyedot-nyedot 'sedotan' jumbo milik Malih. Lidah Lina melilit di sekujur batang Malih.
"ckk ckk cckk", tak lupa Lina mengocok kemaluan kekasih sahabatnya itu dengan mulutnya.
"ooh enaaakkhhh nooonnnn", erang Malih merem melek keenakan.
"aahhh ?", Malih merinding, dia melihat ke belakang, ternyata lubang pantatnya sedang digelitik oleh Riri dengan lidah. Bagian bawah tubuh pria tua itu sedang 'dibersihkan' oleh 2 wanita sekaligus. Nikmat sekali rasanya, apalagi saat Riri mencolok-colokkan lidahnya dan Lina menyentil-nyentil lubang kencing Malih di saat bersamaan. Malih merasa seperti dewa yang sedang dipuja-puja oleh pengikutnya.
Payudara Riri yang dilumuri sabun

Malih iseng memutar tubuhnya sehingga kini Riri yang mengulum kemaluannya dan Lina yang 'menceboki' pantatnya. Tak hanya Riri, Lina juga tak segan-segan menjilati lubang pantat Malih. Kalau Riri memang sudah terbiasa memandikan Malih dan menjilati tubuh pria tua itu dari kepala sampai kaki termasuk menjilati lubang pantat Malih, tapi Lina baru kali ini memandikan Malih, namun gadis cantik itu tak terlihat jijik sama sekali, malah terlihat sangat menikmatinya. Sesi mandi bertiga itu pun menjadi laga 'pertempuran' yang sangat panas. Desahan, erangan, dan lenguhan baik Lina maupun Riri kencang sekali saat tongkat Malih mengaduk-aduk vagina mereka. Sungguh pertarungan yang sangat panas, dimana seorang pria tua dengan tongkat perkasa melawan 2 gadis belia yang sangat tergila-gila dengan kejantanan sang pria tua.

Sementara itu, di kamar lain, Intan sedang digenjot Asep di kamar mandi sementara Karjo sedang menyodomi pantat Moniq sambil 'menyiksa' gadis imut itu dengan menarik rambutnya atau memelintir kencang kedua puting Moniq dari belakang.
Moniq dijambak Karjo

Betapa enaknya ketiga pria tua itu, pagi-pagi sudah bisa melampiaskan nafsunya ke gadis-gadis cantik yang dengan senang hati melayani mereka. Terutama Malih, tadi malam, Lina dan Riri 'mengantarkan'nya untuk tidur dengan cara yang nikmat, paginya sudah bisa menggenjot kedua dara cantik itu lagi di dalam kamar mandi. Mandi pagi yang sungguh mengasyikkan bagi Malih. Setelah mengeringkan tubuhnya, Lina langsung ngeloyor keluar.
"lho ? non Lina ?!".
"ha ? kenapa, Pak ?", tanya Lina berhenti di ambang pintu.
"non Lina nggak pake baju dulu ?".
"ah nggak usah, Pak. udah pada tau ini...", ucap Lina santai sambil mengedipkan mata dan menjulurkan lidahnya. Gadis bertubuh jenjang itu pun keluar dengan santainya. Malih terbengong-bengong sendiri. Bagaimana bisa seorang gadis muda kelihatan santai sekali keluar kamar tanpa mengenakan busana apapun ?, padahal ada 3 orang pria di dalam satu rumah yang sama? Kemarin memang nafsu Malih memuncak melihat gadis-gadis cantik seperti Lina, Moniq, Intan, dan Riri telanjang bulat di hadapannya, bahkan dia sempat mencicipi kehangatan dari tubuh keempat gadis belia itu. Namun, rasanya kini Malih malah merasa kasihan kepada 4 bidadari itu.
Lina mau keluar dari kamar

"ayo, Pak. kita turun...", ajak Riri menggandeng Malih turun ke bawah.
"oh iya, non...". Tak seperti Lina, Riri mengenakan pakaiannya. Ya memang bukan pakaian yang terbilang sopan, tapi setidaknya tubuh indah Riri tidak dipampang begitu saja seperti Lina. Malih cukup terkejut saat sampai di bawah. Intan, Lina, dan Moniq tidak memakai baju secuil pun. Mereka berlalu lalang tanpa canggung meski tak ada sehelai benang pun di tubuh mereka.
"pagi, Pak...", sapa Intan sambil tersenyum.
"pa pagi, neng...", jawab Malih agak gugup. Malih bingung sendiri. Tadi malam, kecantikan dan kemolekan tubuh ketiga dara belia itu mampu membuat tongkatnya menjadi sekeras baja, bahkan beberapa saat yang lalu, nafsu Malih begitu menggelora saat menyodomi Lina di kamar mandi bersama Riri, tapi sekarang Malih sama sekali tak bernafsu, dia cenderung miris dan kasihan melihat ketiga mahasiswi 'stres' tersebut. Telanjang di depan 3 pria yang seharusnya tak dibolehkan memegang, bahkan tak boleh melihat tubuh mereka. Harusnya tubuh mereka suci, hanya boleh dipegang oleh suami mereka. Tapi, kenapa Asep dan Karjo bisa seenaknya menggerayangi tubuh mereka bertiga. Lihat saja, kedua penjaga vila yang sudah bangkotan itu bisa seenaknya menepuk pantat mereka, meremas-remas payudara mereka, bahkan bisa mengobok-ngobok kemaluan ketiga dara cantik itu tanpa perlu minta izin terlebih dahulu.

Baik Intan, Moniq, maupun Lina hanya tertawa kecil dan mendesah manja saat Asep atau Karjo mengusili mereka sambil terus masak dan beberes vila. Pekerjaan yang seharusnya dikerjakan Asep dan Karjo. Kedua penjaga vila itu malah santai sambil 'mengganggu' ketiga dara cantik tersebut. Benar-benar tidak ada harganya sebagai perempuan, pikir Malih. Malih melengos saat melihat Asep sedang menggesek-gesekkan bagian bawah tubuhnya yang masih diselubungi celana ke pantat Lina yang telanjang sambil asik menggrepei payudara kenyal gadis bertubuh jenjang itu.
"ah Mang Asep aahh...", desah Lina manja tapi membiarkan Asep melakukan 'dry hump' ke pantatnya sambil meneruskan memotong sayuran.
Seharusnya pemandangan seorang pria tua seperti Asep yang masih berpakaian lengkap menggesek-gesekkan selangkannya ke pantat seorang gadis cantik yang telanjang bulat seperti Lina sanggup membangkitkan gairah siapapun, khususnya pria. Namun, Malih malah merasa sangat kasihan, baik Lina, Intan, maupun Moniq benar-benar sudah tak ada harganya, bahkan di mata pria tua yang seharusnya tunduk kepada mereka karena mereka majikannya. Malih merasa kalau ketiga teman majikan cantiknya itu benar-benar 'sakit'. Sakit karena ketiga dara cantik itu dengan senang hati dan tanpa paksaan sedikit pun, memperbolehkan pria-pria tua seperti Asep dan Karjo untuk meniduri mereka. Pelacur yang memang di anggap rendah oleh masyarakat pada umumnya, malah lebih 'berharga' di mata Malih. Setidaknya para pelacur melayani pria hidung belang untuk mencari uang dan menyambung hidup, sedangkan mereka bertiga? Malih memandang Riri, tak terbayangkan kalau majikannya yang sangat dicintainya itu akan jadi 'sakit' juga.
"ada apa, Pak ?", tanya Riri yang merasa diperhatikan.
"ah, nggak, non...".
"Bapak duduk aja dulu atau nonton tv. Riri mau bantu masak dulu yaa...".
"iya, non...". Malih lebih memilih duduk menonton tv daripada melihat Asep dan Karjo asik mengusili dara-dara cantik yang sibuk memasak. Tapi, beberapa kali Malih melihat ke arah dapur, hanya untuk mengecek Riri. Apakah gadis pujaannya juga diperlakukan tak senonoh oleh kedua penjaga villa tua bangka itu ?. Ternyata tidak. Riri selalu menghindar jika Asep atau Karjo mendekatinya. Cukup lega Malih, majikannya itu tidak 'murah' seperti ketiga temannya. Tapi, Riri kelihatan biasa saja bercanda dan mengobrol dengan Lina, Intan, dan Moniq, padahal mereka bertiga tidak mengenakan pakaian, seolah-olah sudah biasa saja bagi Riri.
"ayo, Pak Malih ! makan ! udah siap nih !", teriak Moniq.
"iya, non...". 3 orang pria tua duduk dan makan bersama, semeja dengan 1 orang gadis cantik yang mengenakan pakaian dan 3 orang dara belia yang telanjang bulat.
Moniq melongok kulkas

Pemandangan yang sangat tak biasa dan cukup aneh. Senda gurau Lina, Intan, Moniq, Asep, dan Karjo sepertinya tidak masuk ke hati Malih dan Riri. Mereka berdua saling pandang jika tak diajak ngobrol. Pandangan mata Malih mengisyaratkan kalau 'dia tak ingin berada disini'. Makan siang yang tak nyaman bagi Malih dan Riri pun berakhir. Malih mencari tempat sepi untuk merenung, di dalam mobil Riri. Malih merenungkan perbuatannya, tidak hanya perbuatan di villa, tapi juga perlakuannya kepada Riri semenjak kenal dengan Riri. Awalnya, memang Riri sendiri yang membujuk Malih untuk bersenggama. Tapi, selanjutnya, Malih terus menikmati tubuh gadis cantik itu tanpa memikirkan kondisinya. Meski sedang capek, depresi, sedih, ataupun sedang ada masalah, Riri selalu tersenyum dan memberikan kehangatan tubuhnya kepada Malih. Padahal Malih hanya supirnya yang sudah tua dan juga jelek.

Malih tahu kalau Riri begitu mencintainya, dan Malih pun menyayangi Riri. Tapi, apakah aku pantas mendapatkan non Riri ?, tanya hati kecil Malih. non Riri masih muda, cantik, kaya, dan baik, apa dia harus memberikan semua kelebihannya itu kepadaku ?. Semakin menambah rasa bersalahnya, Malih ingat kejadian tadi malam, dimana dia 'menukar' Riri dengan tiga bidadari yang hanya cantik luar saja. Air mata merembes keluar dari mata Malih, tega-teganya membiarkan 2 orang pria menggagahi gadis yang sudah sangat baik kepadanya hanya untuk menyetubuhi 3 gadis lainnya. Benar-benar tak tahu cara membalas budi, timpal hati Malih. Hari sudah menuju malam. Sepanjang sore dihabiskan Malih di dalam mobil. Malih memutuskan untuk kembali ke dalam villa.
"Pak Malih dari mana ? kok baru keliatan ?", sapa Asep yang sedang mengobrol dengan Karjo di teras.
"iya, Mas Asep. tadi abis ketiduran di mobil...".
"oh. Pak Malih, sini bentar...".
"iya, Mas ?".
"boleh nggak kita ngentot sama non Riri lagi ? hehe...kita berdua ketagihan disepong non Riri. muanteb banget. ya nggak Jo ?".
"iya, Pak. hehehe...apalagi meki non Riri. sempit 'n peret minta ampun. mesti tarik-ulur 5x baru kontol saya bisa masuk semuanya".
"gimana, Pak ?".
"....".
"ya kalau Pak Malih keberatan. kita keroyok non Riri aja sekalian. Pak Malih dapet memeknya, saya pantatnya, nah si Asep dapet mulutnya. gimana, Pak ?".
"MAAF !! NON RIRI BUKAN PELACUR DAN SAYA BUKAN GERMO !!!!", Malih benar-benar geram luar biasa. Majikan tercintanya dibicarakan seperti tak ada harganya. Malih masuk ke dalam dan naik ke atas, menuju kamar Riri.
"Pak Malih dari...ma..na....", Lina tak jadi bertanya. Dia memandang Riri dan menyuruhnya menyusul Malih dengan gerakan isyarat kepala, lalu Lina ke teras untuk mencari tahu dari Asep dan Karjo.
"tok tok tok !!". Riri masuk ke dalam kamar dan melihat Malih sedang memasukkan baju mereka berdua dari lemari ke dalam koper.
"Bapak kenapa ?", tanya Riri, suaranya lembut.
"non...". Malih langsung memeluk Riri sambil mengeluarkan air mata.
"...". Riri diam, membiarkan Malih memeluk dan menangis.
"maaf..maafin Bapak, non...".
"ayo, Pak. kita duduk dulu....".
"ada apa sebenernya, Pak ? kenapa Bapak minta maaf ? cerita ke Riri...", ucap Riri begitu lembut.
"Bapak bener-bener minta maaf..".
"iya, maaf untuk apa ?".
"kemarin malem, Bapak nyuruh non Riri ngelayanin Asep dan Karjo..".
"oh itu. Bapak nggak perlu minta maaf, Riri nggak marah sama Bapak..", Riri tersenyum.
"tapi non, Bapak nyerahin non Riri begitu aja ke Asep dan Karjo cuma buat tidur sama temen-temen non. padahal non Riri ngubah nasib Bapak sampai jadi seperti ini...". Riri langsung memeluk supirnya itu.
"yang udah lewat, jangan di omongin lagi, Pak". Tercipta momen sunyi yang damai dan menenangkan.
"udah, Pak. nggak usah ngerasa nyesel lagi. Riri nggak apa-apa kok. ayo, Pak. jangan sedih lagi. biasanya kan Bapak yang nasihatin Riri, masa sekarang gantian sih ?", canda Riri untuk menyemangati Malih. Malih pun tersenyum.
Intan di dapur

"Bapak mau pulang ?".
"ah..ng..nggak jadi, non....".
"kalau Bapak mau pulang, Riri juga...".
"tapi, non Riri ninggalin temen-temen non ?".
"ah, nggak apa-apa, Pak. Riri juga udah bosen di sini. ayo, Pak. kita packing..".
"makasih, non...".
"sama-sama, Pak...", tutur Riri dengan riangnya. Benar-benar gadis yang baik dan kuat. Malih sampai merinding, dia bisa merasakan cinta Riri yang murni. Usai membereskan pakaian ke dalam koper, mereka pun bersiap tidur. Riri memeluk Malih.
"non Riri nggak bakal berubah kan ?".
"berubah ? maksudnya ?".
"berubah jadi kayak non Lina, non Intan, sama non Moniq..".
"nggak, Pak. Riri emang nggak suci lagi, tapi Riri bukan penganut sex sebebas-bebasnya kayak mereka".
"tapi kenapa non Riri tetep temenan sama mereka ?".
"Riri udah pernah cerita kan kalau Riri cuma pernah sex sama kakek tiri n' 1 mantan pacar Riri ?".
"iya, udah, non...".
"nah alesannya, semenjak bosen pacaran, Riri ngerasa hidup Riri hambar, biasa aja, pas ketemu Lina, Moniq, Intan jadi seru. denger mereka gonta ganti cowok. seks sana, seks sini. seru aja gitu, Pak...".
"oh begitu ya, non..".
"iya, Pak. Riri bersukur banget ketemu Bapak".
"lho ? kenapa emangnya, non ?".
"iya, kalau nggak ketemu Bapak, mungkin Riri jadi kayak mereka...".
"apa hubungannya, non ?".
"iya, Bapak udah buat Riri nggak ngerasa kesepian lagi. Riri sayang Bapak".
"Bapak juga...". Mereka berdua berciuman dengan sangat mesra, hangat, dan lembut. Bercumbu berkali-kali, tapi keduanya tak ada niat untuk merangsang. Mereka hanya ingin ermesraan sebelum akhirnya benar-benar tertidur sambil berpelukan erat. Keesokan harinya, Malih mengangkat koper dan barang bawaan lainnya.
"lho ? Ri, mau kemana ?", tanya Lina yang sekarang mengenakan pakaian.
"gue sama Pak Malih mau pulang..gue lupa ada saudara yang mau dateng ke rumah...", ujar Riri berbohong.
"ah nggak seru lo, Riri...", canda Intan.
"ya abisnya gimana dong ?".
"iya, yaudah nggak apa-apa, Ri...", Lina tahu alasan yang sebenarnya.
"Pak Malih. maaf yaa, kalau selama di sini, Pak Malih ngerasa nggak nyaman".
"Mang Asep sama Mang Karjo juga minta maaf ke Pak Malih", timpal Lina.
"iya, non. Bapak juga minta maaf, Bapak cuma nyusahin di sini. yaudah, non, Bapak mau naro barang-barang di mobil dulu...".
"iya, Pak...". Malih kembali ke villa.
"Lin, Mon, Tan. gue pulang duluan yaa", Riri berpamitan dengan memeluk dan cipika cipiki terhadap tiga temannya itu.
Riri

"non Lina. Bapak pulang dulu yaa...". Tiba-tiba saja Lina langsung mencium kedua pipi kempot Malih.
"maaf ya, Pak", ucap Lina sambil tersenyum.
"non Intan, non Moniq...". Intan dan Moniq memeluk Malih.
"makasih ya, Pak".
Usai berpamitan, Riri dan Malih pun berangkat untuk pulang ke rumahnya. 1 bidadari telah memisahkan diri dari teman-temannya hanya karena seorang pria tua yang tidak suka dengan kelakuan teman-teman sang bidadari. Tapi, Riri sama sekali tidak terpaksa. Dia memang ingin pulang, dia rindu menghabiskan waktu berdua dengan Malih, supirnya yang tua namun sudah di anggap Riri seperti belahan jiwanya, cinta sejatinya setelah kakek tiri dan mantan pacarnya.

##################################

2 minggu berlalu, minggu depan sudah masuk semester baru. Seperti biasa, Riri pergi ke atm untuk mengecek rekeningnya.
"tunggu bentar ya, Pak. Riri cuma mau ngecek doang...".
"iya, non...". Riri merasa bingung, rekeningnya bertambah 26 juta. Biasanya, ayahnya mengirim uang sekitar 11 juta, 8 juta untuk bayar semester dan 3 juta untuk jajan 1 bulan. Riri langsung sms ayahnya.
"Pah, Papah ngirim 26 ? biasanya cuma 11 ?".
"kemana kita sekarang, non ?", tanya Malih setelah Riri masuk ke dalam mobil.
"hmm..kita makan aja yuk, Pak..".
"oke, non...mau makan di mana ?".
"hmm.....Riri lagi pengen makan spagheti nih, Pak. kita ke Pasta Cafe aja yuk, Pak...".
"oke, non...". Riri menyenderkan kepalanya ke pundak Malih, dia kelihatan manja sekali. Majikan yang masih belia dan sangat cantik ngelendot manja ke supirnya yang sudah tua seperti sepasang kekasih yang sedang bermanja-manjaan. Rasanya enak sekali hidup Malih saat ini, bisa bermesraan dengan gadis cantik seperti Riri yang tak lain adalah majikannya setiap hari. Bahkan, tak hanya bisa bermesraan, tapi Malih juga bisa berhubungan intim dengan majikannya itu kapanpun, tanpa ada yang mengganggu mereka. Sedang asiknya bermanja-manjaan, sms masuk ke hp Riri.
"nggak sayang, Papa cuma ngirim 11 aja. emangnya kenapa ?".
"nggak tau nih, Pah. di rekening Riri ada 26. mungkin salah kali, Pak...", balas sms Riri.
"aneh deh, Pak".
"kenapa, non ?".
"Papa bilang cuma ngirim 11, tapi di rekening Riri ada 26. apa salah ya ?".
"mungkin salah kali, non...".
"tapi Riri cek 3x lho, Pak...".
"hmm. kata non Riri, non Lina sering ngirim uang ke rekening non kan ?".
"oh iya..".
"halo, Lin..".
"eh ada apa Ri ?", jawab Lina lewat telpon.
"Lin..lo ngirim uang ke rekening gue ?".
"iya. lo menang taruhan".
"ha ? taruhan apa ?".
"taruhan siapa yang paling kuat ngejalanin hidup keras...awal kita taruhan waktu itu".
"kok gue yang menang ? kan gue bilang nggak ikut taruhan itu ?".
"iya, tapi yang laen pada setuju kalo lo yang menang soalnya lo yang paling serius bantu orang lain sampe ngangkat Pak Malih jadi supir lo...".
"ah nggak ah. dari pertama gue nggak ikutan. ntar gue balikin uangnya ke lo...".
"tapi, Ri....". Riri menutup telpon. Dia agak marah, rasanya membantu Malih jadi cuma main-main bagi ketiga temannya padahal dia tulus membantu Malih.
"ya udah, kamu urus aja ya..", sms balasan dari ayahnya.
Riri bersiap pulang

Sudah teman-temannya tak menganggapnya serius, ayahnya tidak terlalu peduli dengannya. Tiba-tiba Riri memeluk Malih. Malih tak berkata apa-apa, dia cuma mengelus-elus kepala Riri. Dia merasa kasihan terhadap Riri. Padahal Riri begitu sempurna, wajahnya sangat cantik, tubuhnya indah dan padat berisi, sifatnya baik, dan juga kaya, tapi dia selalu merasa kesepian dan kurang perhatian dari orang-orang terdekatnya.
"maaf, non..". Riri melepaskan pelukannya dan menatap mata Malih. Matanya sembab, Riri habis menangis tadi.
"kenapa, Pak ?".
"non Riri jadi makan ?".
"he emh. jadi, Pak...", ucap Riri tersenyum dan mengelap air matanya.
"kenapa non Riri nangis ?".
"Riri ngerasa sedih, Pak. nggak ada yang peduli sama Riri. semuanya nggak ada yang perhatian sama Riri...". Kebetulan sudah sampai di parkiran resto yang dituju, Malih bisa menatap mata Riri.
"maaf kalau Bapak lancang, non".
"ccpphh...mmmhhh cccpphh....", Malih mencium Riri.
Tentu Riri tidak menolak ciuman Malih, dia malah membalasnya. Gadis muda dan pria tua itu sangat meresapi ciuman mereka, bibir mereka tak henti-hentinya saling pagut dan lumat, lidah mereka saling membelit. Riri menutup matanya, sangat meresapi ciuman lembut Malih.
"hemmm cceepphh hhemmmhh...". Tanpa perlu melepas ciumannya, keduanya saling mencengkram tangan. Ciuman Malih yang tiba-tiba dan terkesan kurang ajar malah memberi dukungan moril ke Riri. Riri jadi merasa nyaman dan seperti tahu kalau Malih adalah seseorang yang akan memberikan perhatian dan kasih sayang yang selama ini dirindukannya. Sekitar 1 menit mereka berciuman, Malih melepas emutannya terhadap bibir Riri. Riri seperti masih terpaku dengan ciuman lembut tadi, lihat saja matanya masih terpejam dan bibirnya masih setengah terbuka.
"lagi....", lirih Riri pelan. Tentu tanpa pikir panjang, Malih langsung mencumbu lagi majikannya yang cantik itu.
"cepphhh hmmmhh...".
"Bapak akan selalu sayang sama non Riri...non Riri jangan sedih lagi ya..".
"makasih, Pak...", Riri tersenyum dengan bibirnya yang masih berlumuran air liur Malih. Si pria tua mengambil tissu dan mengelap mulut Riri.
"Bapak janji yaa ?".
"janji...". Mereka berdua mengaitkan kelingking mereka.
"ya udah, Pak. ayo kita masuk, Riri udah laper. hehe...". Riri membasuh mukanya karena matanya terasa tidak nyaman setelah menangis tadi. Malih dan Riri sadar betul kalau mereka diperhatikan orang-orang lain di dalam restoran, tapi mereka tidak terlalu mengindahkannya. Tentu saja mereka diperhatikan, seorang gadis muda kelihatan mesra dan manja sekali terhadap seorang pria tua. Karena tadi menelpon Lina, sambil makan, Riri jadi memikirkan ketiga temannya yang masih di villa bersama Asep dan Karjo.

Selama 2 minggu kemarin, sama sekali tak terlintas di pikiran Riri tentang ketiga temannya sebab dia terlalu menikmati kebersamaannya dengan Malih. Sementara itu, Lina sebenarnya ingin menelpon Riri, tapi dia urung melakukannya, mengingat alasan kenapa Riri dan Malih pulang. Padahal Lina ingin bercerita bagaimana Moniq bekerja di peternakan ayam milik teman Asep selama 3 hari, tentu saja Moniq tak diperkenankan mengenakan pakaian selama di sana sehingga dia benar-benar jadi objek pelecehan seks para pegawai di sana. Moniq disetubuhi di kandang ayam, dimandikan seperti ayam, bahkan tubuh Moniq dijadikan 'nampan' makanan bagi ayam-ayam, tak heran ada beberapa lecet di tubuh Moniq karena patokan-patokan ayam di sekujur tubuhnya, pokoknya gadis mungil itu benar-benar disiksa secara seksual oleh 4 pegawai yang bekerja di peternakan ayam itu. Tapi, Moniq malah suka sekali dilecehkan dan disiksa secara seksual seperti itu, bahkan dia mengucapkan terima kasih ke 4 pegawai tersebut.
Moniq di bondage

Belum lagi, cerita tentang Intan, gadis manis itu diajak berkeliling oleh Karjo dengan motor tanpa mengenakan sehelai benang pun di tubuhnya di siang hari. Intan dipandangi semua orang di jalan, apalagi Karjo sengaja mengemudikan motor dengan perlahan. Sepanjang jalan, Intan berusaha menutupi payudara dan vaginanya. Banyak pengendara motor atau mobil memotret bahkan merekam tubuh telanjang Intan sambil jalan. Intan merasa malu luar biasa namun ada perasaan yang sangat menggelitik yang belum pernah dirasakannya. Belum lagi, Karjo akan berhenti dan menyuruh Intan untuk melayani setiap orang yang berani mengikuti motor mereka. Bahkan, beberapa kali ketika mereka dihentikan polisi, Karjo langsung menawarkan Intan kepada polisi untuk disenggamai. Wajah Intan yang manis dan tubuhnya yang montok dan sekal tentu tak bisa ditolak pria manapun, tak terkecuali polisi. Setiap polisi yang memberhentikan mereka malah memboyong Intan ke dalam pos polisi dan menikmati tubuh gadis manis itu sepuasnya.
ntan benar-benar seperti menjadi jablay, namun jablay berkualitas yang gratis.
Intan diboyong polisi

Lina lebih ingin lagi bercerita kepada Riri tentang pengalamannya dikeroyok para supir truk dan preman yang ada di warung remang-remang. Kejadiannya baru 2 hari lalu, Asep dan Karjo membawa Lina ke warung remang-remang yang biasa mereka datangi. Sekejap warung itu langsung terdiam dan sunyi ketika Lina masuk ke dalam dan tak perlu waktu lama bagi Lina untuk menjadi pusat perhatian. Dan ketika Asep dan Karjo mengumumkan kalau semua orang yang ada di situ boleh menggagahi majikan mereka itu, Lina langsung 'digrebek' semua lelaki jelek di warung itu. Semuanya berebutan ingin meraba-raba tubuh Lina. Tak perlu waktu lebih dari semenit, Lina sudah bugil. Tubuh Lina menjadi bulan-bulanan empuk bagi kerumunan pria mesum di warung itu. Sudah satu-satunya perempuan di warung itu, wajah Lina yang cantik dan tubuhnya yang jenjang nan indah menjadi magnet kuat bagi semua pria di warung itu.

Semua pria termasuk Asep dan Karjo menggilir Lina. Secara bergantian, semua pria di warung itu yang berjumlah sekitar 20an, menggenjot vagina, anus, dan mulut Lina. Melampiaskan nafsu binatang mereka sepuas-puasnya ke gadis cantik, mumpung ada. Mereka semua menuntaskan hajat mereka ke tubuh Lina sepuasnya, menyiramkan air mani ke rahim, anus, mulut, ataupun ke tubuh bidadari itu. Asep dan Karjo pun membawa pulang Lina yang sudah pingsan dan berlumuran sperma di mana-mana setelah semua pria di warung itu puas dan tak kuat lagi. Ah, andai bisa cerita ke Riri, pikir Lina karena Riri antusias kalau diceritakan seperti itu. Tiba-tiba ada sms masuk.
"Lin, Mon, Tan. cek e-mail lo..", sms dari Riri. Lina menuju komputer untuk membuka emailnya.
Lina ketika membuka email


"Dear Lina, Intan, and Moniq..
sori gue nggak bisa ngomong langsung atau lewat telpon. gue cuma bisa ngomong lewat e-mail.
Duit lo bertiga udah gue balikin ke rekening lo masing-masing. Maaf, gue nggak bisa nerima.
Gue ngerasa gue nggak pernah main-main ngebantu Pak Malih. Jadi gue nggak bisa nerima uang lo semua.
Setelah kenal sama Pak Malih, gue ngerasa cocok n' rasanya Pak Malih itu jodoh gue. Gue bener-bener cinta n' sayang sama Pak Malih. Gue nggak mungkin ngelanjutin gila-gilaan sama lo bertiga karena gue nggak mau ngecewain Pak Malih.
Gue juga mau bilang, apa lo nggak sedih sama keadaan lo sekarang ? lo bertiga terlalu bebas biarin cowok make lo. Akibatnya, lo jadi nggak ada harganya, bahkan di mata Mang Asep sama Mang Karjo. Apa lo semua mau begitu terus sampai lo tua nanti ?. Tolong pikirin apa yang gue omongin.
Maaf kalau gue nggak bisa temenan lagi sama lo bertiga. Mungkin nanti kita bisa sama-sama lagi kalau udah punya keluarga masing-masing.
Makasih udah mau jadi teman gue yang ngertiin gue.
Sekali lagi, maaf.

Riri".

Intan, Lina, dan Moniq langsung terdiam membaca e-mail dari Riri. Sementara itu, setelah mengirim e-mail, Riri membuka kimononya. Dia naik ke atas tempat tidur dimana Malih sudah menunggunya. Kedua insan berbeda generasi namun saling mencintai itu sudah sama-sama telanjang bulat. Mereka berdua bercumbu penuh gairah, tangan mereka saling menjamah tubuh satu sama lain. Riri dan Malih bisa bergumul dengan bebas karena memang cuma ada mereka berdua. Nafsu mereka begitu menggelora, mereka bergumul sangat panas dan mereka juga sempat bermain gulat dan saling piting. Pokoknya, mereka berdua benar-benar menghabiskan waktu mereka sebaik-baiknya. Bagi Riri, penis Malih adalah suatu barang 'berharga', terlihat dari cara ia sangat menikmatinya saat mengulum kemaluan pria tua itu. Dan Riri juga tak sabar ingin mengandung buah cintanya bersama Malih. Riri dan Malih, walau mereka berdua berbeda generasi, mereka menjadi pasangan yang sangat serasi. Kadang pemenang tak harus memenangkan sesuatu, malah terkadang orang yang kehilangan adalah seorang pemenang. Riri berani berbicara ke tiga temannya walau kenyataan yang dibicarakannya sangat menyakitkan dan harus memutuskan persahabatannya, itulah sifat seorang pemenang, berani mengambil keputusan tepat meski harus kehilangan orang-orang yang disayang.

Tamat

Senin, 24 September 2012

Sang Chef Cinta

Ririn Marinka

''Ok....Cutt!!!.'' teriak seorang pria bertubuh tambun dengan keras
Seketika itu pula orang-orang yang sedari tadi diam tak bergerak apalagi bersuara mulai bergerak untuk membereskan segala sesuatu untuk bersiap-siap pulang ke rumah masing-masing. Itulah hal yang tergambar dari salah satu studio televisi nasional yang terkenal dengan acara kompetisi memasaknya yang cukup menyedot perhatian penonton seantero nusantara, dari balik hiruk pikuk orang-orang yang bekerja di balik layar program tersebut muncullah sesosok tubuh mungil dengan dada yang cukup besar sekitar 34C kalau tidak salah, dengan dibalut gaun ketat warna hijau dia berjalan dengan anggun melewati para crew yang tengah membereskan pekerjaannya. Dia adalah Ririn Marinka atau biasa dikenal dengan Chef Marinka salah satu juri di ajang pencarian bakat memasak di salah satu stasiun tv nasional, tak sedikit laki-laki yang membayangkan menikmati tubuh montok sang chef termasuk sang sopir dari sang chef itu sendiri. Sang sopir yang bernama Toto Suroto berusia 45 tahun atau yang biasa dipanggil dengan Bang Toyib karena dia pernah dipenjara 3 tahun karena maling ayam milik tetangga, ya pembaca yang terhormat dan termupeng anda tidak salah baca hanya karena MALING AYAM si Toto dihukum 3 tahun inilah keajaiban negeri tercinta kita. Seorang Toto yang mencuri ayam milik 1 orang untuk menyambung hidup dihukum 3 tahun sedangkan para koruptor yang mencuri uang rakyat yang mencapai milyaran rupiah paling dihukum 5 tahun terus dipotong remisilah, potong masa tahananlah paling-paling cuma 2 tahun sudah bebas itu juga ditempatkan di sel khusus dengan fasilitas istimewa berbeda dengan Bang Toyib kita yang harus berbagi 1 sel dengan 8-12 orang tahanan. Penampilan fisik Bang Toyib hampir sama dengan orang biasa tinggi 165cm, berat 55kg berkulit sawo matang, berambut lurus dipotong tentara dengan barisan gigi yang agak kekuningan karena kebanyakan merokok yang membedakan hanya bekas sayatan alias codet yang ada di pipi sebelah kanannya. Alasan Chef Marinka mempekerjakan si Toyib karena dia pernah menyelamatkannya dari perampokan, saat itu Bang Toyib yang tengah bingung setelah bebas dari penjara, tak seperti orang yang bebas dari penjara yang langsung gembira bukan main Bang Toyib malah sedih dan bingung karena kalau pulang ke kampungnya bisa-bisa dia diusir. Disaat bingung itulah dia berjalan tak tentu arah saat dia melihat 2 orang bersenjatakan kapak merah sedang mencegat sebuah sedan mewah BMW tanpa pikir panjang Bang Toyib langsung menerjang 2 orang itu, berbekal ilmu beladiri yang dipelajarinya di penjara yang diajarkan oleh salah satu teman 1 selnya Bang Toyib menghajar 2 orang perampok itu sampai mereka kabur. Melihat hal itu Marinka si pemilik mobil langsung keluar untuk berterima kasih pada penolongnya saat diberi sejumlah uang sang penolong menolaknya Marinka bertanya apa yang bisa dibantunya, mendengar pertanyaan itu Bang Toyib dengan ragu meminta sebuah pekerjaan dan tempat tinggal alhasil jadilah Bang Toyib supir Sang Chef Marinka.

Mari kita kembali ke tempat semula dari kejauhan melaju mobil BMW warna merah menuju pintu keluar stasiun TV swasta nasional dan tepat berhenti di depan seorang wanita cantik keturunan dengan kulit putih mulus tanpa cela dan dada yang membusung menggoda setiap laki-laki untuk meremasnya dengan gemas wanita tersebut adalah Marinka, pintu mobil dibuka olehnya dan masuk di pintu belakang.
''Langsung pulang ya Bang !'' kata Marinka sambil menyilangkan kaki mulusnya.
''Baik non.'' kata Bang Toyib sambil melirik kaki mulus majikannya lewat kaca spion, tak lama mobil tersebut sudah berada di daerah perumahan mewah di daerah jakarta yang terkenal dengan rumah angkernya yang pernah diangkat jadi judul film.
''Masukin aja Bang mobilnya! saya dak keluar kok malam ini.'' kata Marinka sambil melangkah masuk ke rumah.
Sebenarnya Bang Toyib ingin memulai hidup baru sejak diangkat jadi pegawai oleh Marinka tetapi kalau setiap hari disuguhi sepasang kaki putih mulus dan juga dada ranum milik sang Chef membuat niat mulia Bang Toyib menjadi hilang, alhasil seminggu yang lalu berbekal informasi dari si Ujang pembantu tetangga yang juga sama-sama penggemar bokep alias bokepmania yang selalu membanggakan dirinya yang berhasil ngentot majikannya yang seorang istri seorang pengusaha sukses. Ujang berkata kalau dia meminta bantuan seorang dukun agar hasrat setannya terwujud berbekal informasi itulah Bang Toyib berangkat menuju rumah sang dukun yang lumayan jauh berada di kaki gunung Tangkuban Perahu setelah meminta ijin pada Marinka dengan alasan ingin menjenguk saudara yang sakit, saat tiba di kediaman sang dukun sudah banyak pasien diantara pasien-pasien tersebut ada orang-orang terkenal di negeri ini mulai dari pejabat sampai artis.
''Wah banyak amat yah yang antri, lho bukannya itu si abang Haji yang ada di TV yah kok ikutan antri ? Oh mungkin mau minta obat perontok bulu kali yah biar gak kayak gorila lagi.'' kata Bang Toyib dalam hati saat melihat salah seorang yang ikut antri di rumah sang dukun.
Sebenarnya rumah sang dukun seperti rumah-rumah kebanyakan orang desa bagian depan rumah dari kayu cuma dinding samping dan belakang saja yang ditembok, depan rumah ada papan nama ''Mbah Samijan dukun serba bisa'' dan kursi-kursi plastik untuk para pengantri di dekat pintu utama ada sebuah meja kecil yang dijaga seorang perempuan cantik berpakaian seksi dengan tanktop hijau dan celana pensil ala anak muda yang sepertinya resepsionis sang dukun. Setelah turun dari mobil Bang Toyib pergi menuju tempat sang resepsionis untuk memperoleh informasi dan nomor antrian.
''Misi mbak.'' kata Bang Toyib
''Ya, ada yang bisa dibantu mas ?'' Kata sang resepsionis.
''Ehm saya mau konsultasi mbak.'' kata Bang Toyib sambil melirik belahan dada sang resepsionis yang nakal mengintip keluar dari tanktop hijaunya.
''Oh pas banget mas, mas adalah pasien terakhir untuk hari ini, boleh minta KTPnya mas ?'' kata sang resepsionis ramah.
''Lho emang udah mau tutup ya mbak ?'' kata Bang Toyib heran.
''Bukan mas, disini tiap hari cuma menerima 50 pasien saja.'' kata sang resepsionis sambil mencatat data-data Bang Toyib di sebuah buku besar.
''Oh wah beruntung donk saya, eh antrinya masih lama yah mbak ?'' kata Bang Toyib cengengesan kayak kuda mau kawin.
''Oh kayaknya masih lama deh mas ni aja baru nomor 20, udah duduk sini aja nemenin saya ngobrol.'' kata si Mbak resepsionis yang tentu saja diterima dengan senang hati oleh Bang Toyib, kapan lagi ngobrol sama cewek cantik daripada ikutan antri sama para artis dan pejabat munafik.


Bang Toyib
Dari obrolannya dengan sang resepsionis yang ternyata bernama Indah inilah Bang Toyib tahu kalau Indah adalah istri ke-7 dari mbah Samijan dan semua istrinya kebanyakan masih berusia 20-30an sedangkan Mbah Samijan sendiri berumur 72 tahun, setelah menunggu agak lama tiba giliran Bang Toyib untuk masuk.
''Permisi mbah.'' kata Bang Toyib saat masuk ke ruangan praktek Mbah Samijan, Bang Toyib sempat bingung karena di dalam ruangan praktek tersebut jauh dari kesan angker seperti yang digambarkan di TV yang selalu bernuansa gelap dan dipenuhi dengan pernak-pernik mengerikan tapi di ruangan yang dimasuki Bang Toyib lebih mirip kantor dindingnya berwarna putih ada laptop ada meja kantor bahkan ada papan nama Mbah Samijan (Dukun Serba Bisa) dan di belakang meja ada seorang pria tua bertubuh kurus dengan jenggot putih yang dikuncir mirip punyanya si Pepi berpakaian seperti seorang direktur lengkap dengan jas sedang mengamati layar laptopnya.
''Permisi Mbah !'' kata Bang Toyib saat memasuki ruangan tersebut.
Sang dukun tetap melihat layar laptopnya sambil tangannya menunjuk kursi di depan mejanya, Bang Toyib pun duduk di kursi tersebut saat hendak menyampaikan maksudnya Si Mbah sudah ngomong duluan.
''Nama: Toto Suroto, Umur: 45 tahun, Pekerjaan: Supir.'' kata Mbah Samijan sambil tetap melihat layar monitornya.
''Wah hebat amat nih Dukun bisa tahu, gue aja belum ngomong.'' dalam hati Bang Toyib kagum.
''Kok tahu mbah ? Kan saya belum memperkenalkan diri.'' tanya Bang Toyib penasaran. Tanpa berkata apa-apa si Mbah langsung memutar laptopnya, terpampang disitu semua data Bang Toyib.
''Hahahaha maklum cu jaman modern si Mbah harus mengikuti donk.'' kata Mbah Samijan sambil tertawa memperlihatkan deretan gigi emasnya.
''Owh wah dak mau kalah yah Mbah, hahahaahahah.'' kata Bang Toyib ikut tertawa.
''Iya donk masa pake menyan mulu, eh ngomong-ngomong cucu kesini mau apa yah?'' kata Mbah Samijan serius. Setelah mengutarakan niatnya Mbah Samijan langsung menggeram tak karuan dan nafasnya mendengus-dengus seperti orang berlari jauh.
''Lho Mbah kenapa Mbah?'' tanya Bang Toyib panik takut si dukun kenapa-napa.
''AAARRRRGGGHHH'' Mbah Samijan mengerang keras dan tubuhnya mengejan tak karuan, melihat hal itu Bang Toyib ketakutan dan hendak mencari bantuan tapi segera dicegah oleh Mbah Samijan dengan nafas yang tersengal-sengal.
''Ha...ha..ha ja...jangan cu, mbah baik-baik saja kok.'' kata Mbah Samijan, tak lama kemudian dari bawah meja sang dukun keluarlah sesosok tubuh seksi dengan payudara menantang, kulit halus putih tanpa cela, apalagi pakaian mini warna merah yang memperlihatkan kemulusan pahanya dan tak mampu menutupi kemontokan dadanya yang tampak berlomba keluar dari sarangnya itu.
''Makasih yah Mbah, bulan depan saya datang lagi.'' kata sang wanita yang tampak membenahi pakaiannya dan menyeka cairan putih di sela-sela mulutnya.
Melihat hal itu Bang Toyib hanya melongo sambil mulutnya ngiler seperti serigala, dilihat oleh Bang Toyib membuat wanita tersebut mempercepat langkahnya keluar dari ruangan tersebut.

“'Wah Mbah kok ada neng Aura Kasih sih?'' tanya Bang Toyib sambil melihat Mbah Samijan membetulkan celananya.
''Oh biasa syarat dari mbah, kan dia minta biar tubuhnya tetap seksi+suaranya tambah merdu jadi setiap bulan sekali dia harus kesini minum air mani mbah.'' terang Mbah Samijan.
''Wah ntar syaratnya sama kayak tuh saya dak jadi aja deh Mbah, saya masih normal Mbah.'' kata Bang Toyib hendak pergi.
''Jangan pergi cu ! Saya juga masih normal kali, kalau dak normal mana mungkin istri saya banyak. Udah duduk dulu sini !'' kata Mbah Samijan menjelaskan.
''Lha tadi napa kok Aura Kasih syaratnya kayak gitu ?'' tanya Bang Toyib curiga sambil meletakkan pantatnya kembali di kursi.
''Syarat pasien cewek ama cowok beda cu, kalau cewek yah biasa dak jauh-jauh dari urusan selangkangan hehhehehehe.'' kata Mbah Samijan cengengesan mesum seperti Ujang.
''Kalau cowok Mbah ?'' tanya Bang Toyib.
''Kalau cowok tergantung permintaannya cu, nah kalau kasus seperti cucu ini syaratnya mudah. Cucu tinggal masukin sperma cucu ke wadah ini terus ntar Mbah proses jadi garam tapi jangan tanya caranya gimana itu rahasia ''Perusahaan'' ok ?'' Mbah Samijan menjelaskan sambil menyerahkan sebuah wadah kecil mirip tempat obat.
''Trus garamnya diapain Mbah ?'' tanya Bang Toyib polos.
''Ya ditaruh dimakananlah dasar goblok !!'' kata Mbah Samijan agak emosi.
Setelah proses ritual kocok mengocok alias coli yang tidak akan penulis bahas karena cukup menjijikan seorang pria membayangkan pria lain yang coli nanti penulis difitnah homo lagi sama para penghuni lounge, Bang Toyib kembali ke Jakarta melakukan pekerjaannya menunggu kesempatan untuk melancarkan aksinya

#################################

''Heh Toyib napa bengong lo ? Kesambet setan apaan lo ?'' Bang Toyib dikagetkan oleh suara cempreng saat melamun di dapur.
''Ah Mak bikin kaget aja, Toyab Toyib kan saya udah bilang nama saya Toto mak.'' kata Bang Toyib pada wanita tua yang tengah mengaduk sayur sop diatas kompor itu.
Wanita itu adalah Mak Imah pembantu Marinka yang sudah ikut sejak jaman mamanya Marinka jadi bisa dikatakan udah tua tapi semangatnya tak kalah sama anak muda jaman kini. Sekilas tentang Mak Imah nama aslinya Fatimah Binti Saben,i anak Betawi asli, umur 70an, kulit udah kayak krupuk kulit alias kisut semua yah 11-12 sama Mpok Norilah.
''Kan lo udah 3x puasa 3x lebaran dak pulang-pulang kayak Bang Toyib hihihihihihih.'' Mak Imah tertawa seperti kuntilanak yang membuat bulu kuduk Bang Toyib merinding.
''Yah Mak itu kan masa lalu Mak, eh masak apa Mak ? Udah lapar nih.'' tanya Bang Toyib Sambil menepuk-nepuk perutnya.
''Ini tadi pagi non Marinka minta dibikinin sop ama perkedel kentang, eh To lo tolong pisahin sayurnya yah ! Gwe kebelet pipis nih.'' kata Mak Imah, memang sayur sama nasi dibagi 2 disini yang 1 buat majikan yang 1 lagi yang agak dikit buat pembantu. Di rumah itu pembantu hanya Mak Imah dan Bang Toyib saja.
''Ok deh Mak.'' kata Bang Toyib sambil hormat layaknya tentara.
Mak Imah langsung berlari menuju kamar mandi yang ada di belakang, melihat ada kesempatan Bang Toyib langsung menambahkan garam dari Mbah Samijan ke dalam sayur sop tersebut.

#################################

Farrah Quinn

Di dalam rumah Marinka tengah bersantai di ruang tamu saat bel pintu berbunyi tanda ada tamu yang datang. ''Ting....Tong.''
“'Iya, siapa yah ?'' kata Marinka sambil memencet tombol interkom.
''Ni gwe Mar, Farah gwr mau ngungsi dulu di rumah lo.'' kata sang tamu diseberang interkom. Marinka pun lantas keluar untuk membuka pagar rumahnya dan ternyata dari balik pagar tersebut terdapat sosok wanita tinggi, berkulit sawo matang, berdada montok, dan mempunyai senyum yang menawan.
''Eh lo Far, gwe kirain sapa malam-malam namu.'' kata Marinka sambil mengecup pipi kanan dan kiri tamunya itu yang sama-sama seorang Chef yaitu Farrah Quinn.
''Sorry deh Mar malam-malam namu, abis di rumah bete gue.'' kata Farrah.
''Bete napa ? Eh ayo masuk dulu.'' kata Marinka sambil mempersilahkan Farrah masuk dan tak lupa mengunci kembali pagarnya.
Di dalam mereka duduk disofa yang ada di ruang tamu, ruang tamu rumah tersebut ditata secara minimalis hanya ada karpet, sofa berwarna coklat dan meja kaca saja.
''Duduk dulu far !'' kata Marinka setelah menutup pintu.
''Makasih Mar.'' kata Farrah sambil mendaratkan pantat bulatnya diatas sofa empuk.
''Eh tadi lo bilang lo ngungsi, mang napa kok ampe ngungsi segala ?'' kata Marinka sambil duduk di samping Farrah.
''Itu biasa laki gue Mar, masa udah 2 bulan gue dianggurin.'' kata Farrah agak emosi.
''Weh 2 bulan, lumutan gak tuh onderdil lo ? Hahahahaha.'' kata Marinka sambil tertawa lebar.
''Ah lo ngejek aja bukannya menghibur huh.'' kata Farrah agak jengkel, belum juga Marinka menjawab Bi Imah datang memberitahukan bahwa makan malam sudah siap.
''Yuk Far ikut makan ! Kamu pasti belum makan kan ?'' kata Marinka.
''Asik !! Nah gitu donk Mar sekali-kali diajak makan napa ? Hahahaha.'' kata Farrah sambil tertawa renyah.
''Iya tapi jangan sering-sering ntar tekor gue kan lo kalo makan dak ukuran, pasti gizinya masuk ke toket lo hahahahah.'' kata Marinka tak mau kalah.
''Ah lo ngejek gue, lo ndiri tuh lihat proporsi badan ma toket lo dak seimbang tuh. Badan imut-imut tapi toketnya amit-amit.'' kata Farrah sambil melangkah menuju ruang makan.
''Kok amit-amit sih ?'' Marinka penasaran sambil mengikuti Farrah ke ruang makan.
''Iya amit-amit pengen remes hihihihi.'' kata Farrah sambil berlari.
''Ih Farrah !!!!'' kata Marinka sambil mengejar Farrah.

Saat tiba di meja makan disana sudah tersedia berbagai macam masakan termasuk sop yang tadi diberi garam pelet oleh Bang Toyib.
''Mar kok sopnya agak keasinan yah ?'' tanya Farrah saat menyuapkan sop ke bibir seksinya.
''Iyah yah, padahal biasanya enak lho sop buatan Bi Imah.'' kata Marinka sambil ikut merasakan sop ''ajaib'' itu.
''Yah maklumlah Mar, mungkin pembokat lo kecapekan maklum kan udah tua.'' kata Farrah sambil tetap menyuapkan nasi.
''Iya yah Far, yah maklum Bi Imah udah ikut aku sejak mama masih kecil.'' kata Marinka membenarkan perkataan Farrah.
Mereka berdua makan tanpa curiga sedikitpun, didalam dapur tampak Bang Toyib yang juga tengah asik makan.
''Woi Toyib makan dak ngajak-ngajak, eh mana sop gwe tadi ?'' kata Bi Imah sambil menoyor dahi Bang Toyib.
''Ah Bi Imah ganggu orang makan aja lha tadi saya cariin Bi Imah dak ada ya udah saya makan duluan aja. Kalau sop pas saya pisahin tadi yang di mangkok kecil kesenggol terus jatuh deh.'' terang Bang Toyib seperti senapan mesin yang tak berhenti, padahal sisa sayur sop tadi dia sembunyikan di lemari dapur paling atas.
''Yah lo kan udah gue bilang ati-ati, ya udah dak apa-apa.'' kata Bi Imah sambil mengambil nasi di magicom saat akan mengambil nasi terdengar gelegar halilintar dan disusul dengan hujan yang sangat deras.

#################################

''Yah Mar kok hujan deras amat sih, gue nginep disini aja yah please !!!'' kata Farrah sambil melongok keluar dari meja makan.
''Iyah iya, daripada lo di rumah bete mulu, eh tapi anak lo gimana ? Ntar nyariin lo.'' kata Marinka.
''Santai ntar gue telpon babysitternya.'' kata Farrah sambil meminum jus jeruk.

#################################

Di dalam kamar Bang Toyib menunggu sang ''garam'' bereaksi namun sudah 2 jam suasana tetap adem ayem saja.
''Ah sialan si Ujang ngasih alamat dukun palsu, ilang deh 2juta tabungan gue.'' gerutu Bang Toyib yang merasa ditipu oleh sang dukun.
''Sialan...sialan...sialan, ditipu...diptipu...ditipu.'' Bang Toyib nyanyi niru alamat palsunya Ayu Tingting dak jelas. Karena kelamaan nunggu akhirnya Bang Toyib jatuh tertidur setelah coli tapi dak bisa ngecrot juga mungkin gara-gara mengharapkan ramuan sang dukun bekerja sehingga dia tertidur dengan posisi celana yang melorot sampai dengkul.

############################

Disaat yang sama di kamar Marinka terlihat sang chef tidak tenang tidurnya, entah kenapa malam itu suasana malam itu panas sehingga Marinka hanya mengenakan lingerie tipis model daster warna putih dengan renda bunga warna biru sehingga nampak dada montoknya dibalut oleh bra warna hitam yang sepertinya kekecilan sehingga dadanya seperti hendak keluar dari penampungnya tersebut, sedangkan di bagian bawah terdapat segitiga keramat warna hitam senada dengan bra yang dikenakannya.
''Uh kok malam ini gue horny banget sih ? Mana panas lagi padahal AC udah paling kenceng.'' gerutu Marinka sambil mengibas-ngibaskan leher bajunya karena kegerahan.
''Minum aja ah, sapa tahu bisa agak mendingan.'' kata Marinka sambil beranjak dari tempat tidurnya menuju dapur untuk mengambil air di kulkas. Tetapi entah kenapa saat didapur dia melihat kamar Bang Toyib yang agak terbuka dan entah apa yang merasukinya dia mengintip lewat celah pintu yang sedikit terbuka tersebut.
''Bang Toto udah tidur belum yah ? Kok pintunya kebuka sih.'' kata Marinka penasaran sambil melangkah menuju kamar Bang Toyib.
Dan saat itulah dia melihat ''ular'' Bang Toyib yang ter''expose'' dengan gagahnya, Marinka diam tanpa suara yang ada hanya suara nafasnya yang semakin lama semakin berat. Entah apa yang merasukinya saat berada pas didepan pintu kamar Bang Toyib dia menggesek-gesekkan tubuhnya dibingkai pintu kamar sambil mendesis-desis seperti orang kepedasan. Semakin lama dia menatap burung Bang Toyib semakin berkobarlah nafsu birahi yang merambat ke daerah kewanitaannya sehingga menimbulkan rasa gatal yang tak terkira.
''Sshhhhs...uuuhhhhmmm....sssshhh.'' suara Marinka yang sedang bergerak naik turun menggesek-gesekkan tubuh mungilnya di bingkai pintu supirnya itu. Sementara itu Bang Toyib yang tengah tertidur merasa terganggu dengan suara desisan itu sehingga mulai terbangun dari tidurnya, perlahan-lahan matanya mulai terbuka sehingga terpampanglah pemandangan erotis sang majikan yang tengah meliuk-liukkan tubuh indahnya.
''Eh non lagi ngapain non ?'' tanya Bang Toyib keheranan, agak lama sampai dia sadar kalau burungnya sedang lepas dari sangkar sehingga cepat-cepat dia menaikkan celananya. Melihat kalau ''barang'' fantasinya kembali ke ''kandangnya'' membuat Marinka sedikit kecewa.
''Eh ini bang, saya dak bisa tidur abis panas banget malam ini, hhhhmmm... Kok burungnya dimasukin sih bang ?'' tanpa sadar pertanyaan konyol itu keluar sendirinya dari bibir Marinka tanpa dia sadari.

''Abis malu non, masa panas sih non ? Disini adem kok.'' kata Bang Toyib sambil memandang tubuh montok majikannya itu.
''Iya ya kok disini adem, Bang boleh dak saya tidur disini malam ini ?'' kata Marinka sambil melangkah maju dan duduk di tepi ranjang Bang Toyib yang agak reyot.
''Lha ntar saya tidur dimana non ?'' kata Bang Toyib kebingungan karena didekati majikannya yang seksi itu.
''Yah disini aja bang, nemenin saya kan takut bang tidur sendirian.'' kata Marinka yang mulai mendekati sang sopir. Melihat keanehan sang majikan tersebut Bang Toyib mulai paham kalau ramuan garam sang dukun telah bekerja.
''Ayo deh non sini Abang temenin.'' kata Bang Toyib sambil cengengesan mesum kayak yang nulis nih cerita. Marinka mulai tiduran berhadap-hadapan dengan Bang Toyib dipandangnya dalam-dalam muka sopirnya itu yang kayak cecurut itu baik-baik, semakin dilihat maka semakin gatal rasa mekinya.
''Non, non cantik deh malam ini.'' rayu Bang Toyib sambil matanya menatap tanpa berkedip sedetikpun dari gundukan kembar yang ada di dada sang majikan yang terlihat naik turun dengan cepat.
''Ah Abang bisa aja.'' jawab Marinka sambil wajahnya memerah menahan nafsu, tanpa dia sadari tubuhnya mulai merapat ketubuh Bang Toyib dan memeluk tubuh sang sopir sambil menggesek-gesekkan selangkangannya dipaha sang sopir.
''Non kok main peluk aja, dingin yah non hehehehe.'' goda Bang Toyib yang mulai mupeng membayangkan kalau sebentar lagi dia akan mendapatkan tubuh molek majikannya itu.
''Huuh Bang.'' jawab Marinka singkat sambil mendekatkan tubuh mungil tapi montoknya itu ke Bang Toyib. Entah siapa yang memulai bibir keduanya bertemu saling hisap sambil saling membelitkan lidahnya masing, sudah hampir 10 menit mereka berciuman dengan panas sehingga selama itu pula yang terdengar di kamar itu hanya suara desahan dan suara kecipak akibat ciuman yang penuh nafsu itu.
''Mmmhhhh...ah...uhhhmmmm.'' desah Marinka tatkala lidah Bang Toyib membelit dengan mesra lidahnya. Merasa sudah menaklukkan sang majikan, Bang Toyib langsung melancarkan serangan-serangannya ke arah dada sang majikan. Dengan tak sabaran dia langsung melucuti lingerie tipis yang masih membungkus mesra tubuh majikannya itu sehingga terlihatlah tubuh putih mulus bak pualam milik Marinka, tangan Bang Toyib dengan lincah langsung meremas dengan gemas gundukan putih di dada Marinka dengan gemas walau masih terbungkus oleh bra warna hitam tapi terasa sangat kenyal dan hangat sehingga membangunkan penis Bang Toyib yang tadinya layu menjadi tegak perkasa.

''Wow besar amat Bang, pasti enak kalau disodok ke....'' kata Marinka sambil mengelus-elus penis Bang Toyib yang sudah tegang.
''Disodok kemana Non ?'' kata Bang Toyib menggoda Marinka sambil tangan kirinya mengelus-elus paha mulus majikannya itu sampai pada pangkal pahanya, walau terhalang segitiga ''keramat'' tapi sentuhan-sentuhan jemari Bang Toyib di lubang vagina Marinka cukup membuat sang chef kelojotan menahan birahinya.
''Ah......yah....bang yang situ bang...uuuggghh.'' desah Marinka yang nafsunya mulai membara, karena merasa sudah tak kuat lagi menahan nafsunya Marinka langsung menindih tubuh Bang Toyib dan dengan kasar dia langsung membuka celana Bang Toyib sekaligus celana dalamnya.
''Wah sabar non sabar.'' kata Bang Toyib yang ketakutan melihat majikannya yang seperti kesetanan,
Tanpa menghiraukan kata-kata sopirnya Marinka langsung melahap burung Bang Toyib seperti kesetanan. Mendapat serangan tiba-tiba itu Bang Toyib hanya mendesis merasakan lidah majikannya melingkar di batang penisnya.
''Ssshhhh... Yahhh....trus non Ohhhhh....Sssshhh.'' kata Bang Toyib sambil menjambak rambut Marinka menahan nikmat yang diberikan sang majikan.
Tak mau kalah Bang Toyib ikut menelanjangi Marinka dimulai dengan bra hitamnya, dengan penuh nafsu dibukanya bra tersebut sehingga terbebaslah gunung kembar Marinka yang bulat dan besar itu lengkap dengan puting warna pink yang menggoda. Tak tahan oleh dada Marinka yang mental-mentul karena kegiatan menghisap penisnya, dengan penuh nafsu Bang Toyib langsung meremas tonjolan di dada itu dengan nafsu sambil memainkan puting pinknya. Mendapat serangan mendadak tersebut Marinka langsung menghentikan kegiatan menghisap penis untuk meresapi rangsangan yang ada di dadanya tersebut, sambil medesah-desah Marinka ikut menggosok-gosok vaginanya menggantikan tangan kiri Bang Toyib yang ikut bergabung dengan sang tangan kanan ikut memerah susu Marinka.
''Ssshhhh....aaahhhhh....sudah Bang...sudah.'' kata Marinka sambil mendorong kepala Bang Toyib yang tengah mencium leher putihnya sehingga meninggalkan jejak kemerahan. Tanpa memberi kesempatan Bang Toyib untuk protes Marinka langsung berdiri diatas batang konti Bang Toyib yang tegak menantang, dengan gerakan yang erotis Marinka meliuk-liukan tubuhnya bagaikan seorang stripper menggoda Bang Toyib yang hanya bisa menelan ludahnya melihat sang Majikan yang tengah bergoyang erotis.

Dengan perlahan Marinka memegang celana dalam hitamnya dan dengan gerakan lambat dia mulai menurunkan celana dalamnya sedangkan Bang Toyib hanya bisa melotot saat bulu kemaluan Marinka mulai terlihat dan mulutnya menganga lebar saat Marinka sudah menanggalkan penutup tubuhnya yang terakhir itu untung tidak ada lalat yang masuk, Marinka hanya tertawa kecil saat melihat supirnya itu melongo seperti kerbau yang ada di sawah.
''Udah dong Bang jangan dilihat trus.'' kata Marinka malu-malu sambil menutupi vaginanya dengan tangannya.
''Ah non pake ditutup segala, ayo donk non udah gak kuat Abang.'' kata Bang Toyib sambil berusaha membuka tangan Marinka untuk melihat gundukan daging yang selalu ada ditangannya itu.
''Wah tembem amat non, pasti enak kalo burung abang dimasukin kesitu hehehehe.'' Bang Toyib tertawa menampakkan dua lubang akibat giginya yang hilang gara-gara dihajar massa.
''Udah ah bang daritadi digoda mulu, ayo mau dimasukin kagak nih.'' kata Marinka sambil cemberut.
''Ya dimasukin donk non, udah konak banget nih abang.'' kata Bang Toyib sambil melotot melihat dada Marinka yang tidak tertutupi apa-apa lagi. Dan dengan perlahan Marinka mulai menurunkan pinggulnya setelah memastikan kalau arah konti Bang Toyib sudah pas menuju vaginanya.
''Uhhsssttt.....gede...amaaattt...aaaahhh.'' kata Marinka saat secara perlahan konti Bang Toyib hilang ditelan vaginanya.
''OOOHhhhhhh.....peret....ssshhhh.'' desah Bang Toyib meresapi nikmat saat batang penisnya amblas ditelan secara sempurna oleh vagina sang majikan.
Setelah mendiamkannya selama 1 menit Marinka mulai menaik turunkan badannya diatas penis Bang Toyib yang sudah tertancap dengan sempurna di vaginanya itu, gesekkan demi gesekkan makin membangkitkan hasrat Marinka yang mulai mendesah-desah tak karuan menikmati persetubuhan ini.
''Ahhhh....ssshhhh...hhhuummmffhhh.'' desah Marinka yang makin lama makin mempercepat gerakan naik-turunnya itu.
''Gila ternyata gini yah rasanya meki orang keturunan becek tapi menggigit enak banget, ternyata benar kata si Ujang kalo orang keturunan mekinya sedepnya dak karuan.'' kata Bang Toyib dalam hati.
''Ahhhh...ssshhhh.....AAAAKKKKHHHH.'' Marinka berteriak cukup keras saat mendapat orgasme pertamanya.
Dari dalam vaginanya Bang Toyib merasa kalau penisnya disiram oleh cairan hangat sekaligus dihisap dengan kuat, di kamar itu tak ada suara kecuali suara nafas yang terdengar berat dan bersahut-sahutan. Tiba-tiba dari pintu muncul Farrah dengan gaun tidur warna ungu sepaha dengan potongan dada yang rendah sehingga menampilkan dadanya yang montok dan sepasang paha yang mulus dengan warna kulit yang eksotis sangat serasi menambah aura seksi yang keluar darinya.

''Wah wah, Mar lo tega amat ama gue, dapat yang enak-enak dak bagi-bagi.'' ledek Farrah sambil masuk ke kamar tersebut.
''Eh Farrah, lo belum tidur ?'' kata Marinka sambil menengok ke arah suara yang mengagetkannya tadi.
''Abis tadi panas banget jadi gwe mau minum, eh dak tahunya ada suara yang mencurigakan gue kira maling. Eh tak tahunya lo lagi enak-enakan, bagi dikit napa Mar ?'' kata Farrah sambil bersandar di samping pintu dengan melipat tangan di dadanya yang montok nan sekel.
''Eh iya, kenalin Far ini sopir aku namanya Bang Toto.'' kata Marinka sambil berguling ke samping yang secara otomatis membuat lepas penis bang Toyib yang sedari tadi bersemayam di vagina Marinka, penis itu terlihat mengkilat akibat cairan orgasme Marinka tadi.
''Wow gede juga punya supir lo Mar, gue pinjam bentar yah.'' kata Farrah saat melihat penis Bang Toyib yang tegak mengacung sambil berjalan menuju ke arahnya.
Saat penis tersebut sudah ada di depan mukanya dia amati benda itu dengan seksama sambil mengocoknya pelan.
''Ssshhh...ooohhh...trus non enak banget !'' kata Bang Toyib saat merasakan kehalusan tangan Farrah yang melingkar dibatang penisnya.
 Tanpa memberi peringatan Farrah langsung mengulum penis Bang Toyib dengan ganas sehingga membuat empunya merem melek keenakan.
''Ohhhh....ssshhhh...Aaaahh..trus non.'' kata Bang Toyib keenakan disepong Farrah apalagi saat Farrah menggelitik lubang kencing Bang Toyib dengan ujung lidahnya.
''PLOOOOP'' suara penis Bang Toyib yang lepas dari kuluman Farrah.
''Hhhhmmmm gurih, peju lo enak juga Mar ternyata.'' kata Farrah sambil memainkan lidahnya disekitar penis Bang Toyib.
''Mau yang lebih enak Bang ?'' goda Farrah sambil tersenyum genit menampakkan senyuman yang menggoda.
''Mau dong non, masa dikasih yang enak-enak dak mau.'' kata Bang Toyib dengan muka mesum. Dengan cepat Farrah melepas gaun tidurnya sehingga tampak gunung kembarnya polos tanpa tertutupi oleh selembar kain sehingga terlihat putingya yang berwarna coklat yang sudah tegang pertanda si empunya terangsang berat. Dengan cekatan Farrah meletakkan penis Bang Toyib di antara payudara montoknya dan mulai menggerakkan gunung kembarnya naik-turun.

''Oh enak non enak....ssshhhh....ha...ha...ha.'' kata Bang Toyib yang merasakan tit fuck dari Farrah. 10 menit Farrah melakukan tits fuck sampai tiba-tiba Bang Toyib berdiri dan mengangkat Farrah, mungkin karena sudah tak tahan Bang Toyib langsung mencium Farrah dengan ganas sambil memerah susu Farrah yang terkenal montok itu.
''Mmmhh...mmmggghhhh....hhhhmm.'' suara Farrah terbungkam oleh bibir tebal Bang Toyib. Tak lupa tangan Bang Toyib yang langsung menyerbu daerah pantat Farrah sehingga menambah getaran nafsu Farrah.
''Ayo non, Abang udah dak tahan nih.'' kata Bang Toyib yang membaringkan Farrah di samping Marinka yang tengah mengamati 2 orang manusia yang tengah terbuai nafsu setan dari tadi.
Dengan cekatan Bang Toyib melepas celana dalam putih dengan renda bunga milik Farrah sehingga terpampanglah belahan vagina Farrah yang berwarna coklat yang dikelilingi oleh rambut halus yang dicukur rapi membentuk segitiga mengarah ke bawah.
''Wah non Farrah, seksi lho kalo gini gak kalah deh ama Miyabi hakakakaka.'' tawa Bang Toyib meledak saat melihat tubuh polos Farrah Quin yang selama ini jadi fantasinya.
''Ayo donk Bang, masa cuma dilihatin aja ntar Farrah tutup nih.'' goda Farrah sambil menutupi dada dan vaginanya dengan tangannya.
''Jangan donk non, hehehehe'' kata Bang Toyib yang langsung membuka paha Farrah dan langsung menjilati vaginanya dengan nafsu, tak lupa dia menjilati daging kecil sebesar kacang sehingga membuat Farrah semakin mengerang penuh nafsu.
''ohhhhh....sssshhhh....yah..disitu....ahhhh..mmmh hhh.'' desah Farrah terbungkam oleh Marinka yang menyumpal mulut Farrah dengan vaginanya sehingga mau tak mau Farrah harus menjilati kewanitaan Marinka sehingga di hawa kamar tersebut semakin panas oleh nafsu mereka bertiga. Merasa sudah cukup cairan yang keluar dari vagina Farrah maka Bang Toyib langsung mencoblosnya tanpa peringatan sehingga membuat Farrah melonjak kaget sehingga mendorong pantat Marinka, alhasil Marinka terdorong menuju Bang Toyib yang tengah menggenjot Farrah.
''Bruuuk...Aduh....Awwww.'' teriak Marinka dan Bang Toyib hampir bersamaan saat terjatuh dari ranjang dengan posisi sama-sama menyamping.
''Aduh sorry Mar, abis si Abang maun tusuk aja kan gwe kaget.'' kata Farrah sambil melihat sahabatnya itu.
''Ah lo, sakit nih.'' kata Marinka yang mencoba berdiri sambil mengelus-elus pinggangnya.
''Abis saya kira non Farrah udah siap, ya udah saya genjot aja.'' kata Bang Toyib sambil membantu Marinka berdiri.

''Bilang-bilang dong main tusuk aja, eh Mar sini deh.'' kata Farrah sambil berbisik sesuatu pada Marinka, tak lama mereka berdua cekikikan sambil melihat Bang Toyib yang bengong melihat dua wanita cantik tanpa busana.
''Nah ayo bang silahkan dipilih mau yang mana hihihihi.'' kata Farrah saat Marinka merangkak di atasnya sehingga di hadapan Bang Toyib tersedia 2 vagina yang berbeda warna yang 1 dengan paha putih dan belahan meki warna pink yang menggoda, sedangkan yang 1 lagi paha dengan warna eksotis dengan warna meki agak coklat.
''Wah wah wah, mimpi apa gue semalem dapat 2 cewek seksi kayak gini.'' kata Bang Toyib dalam hati.
Dengan perlahan Bang Toyib mendekati 2 vagina yang bertumpuk itu, sedangkan 2 orang pemiliknya malah sedang asik saling cium dan saling raba. Bang Toyib memutuskan mencicipi vagina Farrah Quin lebih dulu karena dia penasaran dengan vaginanya sejak tadi. Segera saja ia lumat vaginanya dengan bibirnya. Lidahnya bergerak-gerak menjilati bibir vagina Farrah yang sedang melakukan hal yang sama terhadap payudara Marinka. Bang Toyib meremas payudara montok Farrah perlahan sambil memainkan putingnya yang berwarna coklat muda dan sudah mengeras itu.
"Mantap Non Farrah, Abang gak nyangka bisa remesin toked Non yang gede ini huehhehehe ", kata Bang Toyib sambil mengusapkan penisnya ke belahan pantat wanita itu.
Bang Toyib lalu makin melebarkan kaki Farrah agar lebih leluasa melumat vaginanya. Ia menciuminya dengan gemas sambil sesekali dijilat klitorisnya. Sementara Marinka sedang meremas-remas payudara temannya yang satu.
"Aahh... ach... ge... geli Bang. Terus...jangan berhenti. Mmh... aahh... ahh." erang Farrah
Setelah puas dengan vagina Farrah, Bang Toyib mulai merayap ke atas, namun jari-jarinya tetap mengobok-obok vagina Farrah yang semakin becek saja. Kini Farrah ditindih oleh Bang Toyib dan Marinka. Payudaranya yang besar bergoyang-goyang di depan wajah mereka karena nafasnya yang makin memburu.
"Wow, tetek kamu bagus banget Far. Apalagi putingnya, kayak cherry", goda Marinka sambil meremas-remas payudara temannya dan mengulum putingnya.
Sedangkan Farrah hanya tersenyum malu.
"Ahh, ah bisa aja lu Mar!", katanya sambil tangan kanannya berusaha manjangkau penis Bang Toyib.
Melihat hal itu Bang Toyib pun segera mendekatkan penisnya dan ia tekan-tekankan ke vagina wanita itu. Sambil mendesah keenakan, tangan Farrah mengocok penis itu. Marinka dan Farrah beradu lidah dengan panasnya, desahan-desahan tertahan terdengar dari mulut mereka. Sementara tangan keduanya memainkan vagina pasangan masing-masing. Selangakangan mereka telah mengeluarkan banyak sekali cairan hingga terdengar bunyi decakan, rupanya keduanya sudah sempat ejakulasi.

Karena merasakan spermanya hampir muncrat, Bang Toyib segera menghentikan kocokan Farrah yang benar-benar nikmat itu. Setelah menenangkan diri agar spermanya tidak buru-buru keluar, pria itu pun meminta Farrah agar menungging.
"Yuk Bang, udah pengen nih daritadi", katanya sambil mengambil posisi nungging dan membuka lebar bibir vaginanya dengan jari mempersilakan Bang Toyib menusuknya.
Tanpa berlama-lama lagi, Bang Toyib pun mengarahkan penisnya ke vagina Farrah yang membuka lebar itu. Lalu mulai ia masukkan sedikit demi sedikit, rasanya hangat dan becek sehingga mempermudah ia melakukan penetrasi. Dengan sebuah hentakan, Bang Toyib menekan penisnya agar lebih masuk ke dalam.
"Aachk! Bang, sa... sakit! aahhck... ahhck..." Farrah mengerang tetapi pria itu tak peduli.
Bang Toyib terus menekan-nekan penisnya ke vagina Farrrah sehingga akhirnya batang itu seluruhnya masuk ke dalam liang sorgawi itu. Ia mengistirahatkan penisnya sebentar dan merasakan vagina Farrah berdenyut-denyut. Marinka mengenyoti payudara montok Farrah membuat wanita itu dilanda kenikmatan di tengah rasa nyeri vaginanya disodok oleh Bang Toyib. Pria itu pun memulai kocokan penisnya di dalam vagina Farrah yang basah sehingga memudahkan penisnya untuk bergerak. Ia tarik penisnya dengan perlahan-lahan membuat Farrah menggeliat dalam kenikmatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Makin lama kocokannya makin cepat. Sekitar seperempat jam kemudian tiba-tiba tubuh Farrah menggeliat dengan liar dan erangan seksi keluar dari bibirnya yang sensual. Kemudian tubuhnya kembali melemas dengan nafas yang memburu. Bang Toyib merasakan penisbnya bagai disemprot oleh air hangat. Rupanya Farrah sudah ejakulasi, terlihat ada cairan orgasme berleleran dari vaginanya ketika Bang Toyib mencabut penisnya.
"Hehe...gimana? maknyus kan Non Farrah...yuk sekarang bersiin dong kontol Abang!" kata Bang Toyib sambil mengeluskan penisnya ke mulut Farrah.
Kedua wanita itu tersenyum dan Marinka yang berbaring ikut mengerubuti penis Bang Toyib yang masih basah oleh cairan orgasme Farrah. Kedua cheff cantik itu memulai tugasnya membersihkan penis Bang Toyib, yang satu mengulum batangnya, yang lain buah zakarnya, atau mengocoknya, secara bergantian.
"Ooh... mantep, kayak di surga, dilayani dua bidadari cantik gini!", lenguh Bang Toyib sambil memaju-mundurkan pinggulku pada mulut Marinka yang sedang mengulum penisnya.
“Tampang imut tapi ternyata doyan kontol ya lu Mar” Farrah tertawa menggoda Marinka yang dibalas dengan cubitan pada putingnya.

Marinka juga menjepitkan penis sopirnya itu di antara kedua buah dada montoknya dan digesek-gesekkan di antaranya. Setelah beberapa saat mengocok penis itu dengan payudaranya, ia menarik benda itu dan berbaring telentang sambil mengarahkan benda itu ke mulut bawahnya.
"Dimasukin sekarang ya Bang?" katanya sambil mengusapkan penis sopirnya ke bibir kewanitaannya.
“Beres Non...Abang juga udah pengen kok hak...hak...hak!!” pria itu lalu menyuruh Marinka agar lebih mengangkang.
Bang Toyib pun membimbing  penisnya dan kemudian ia masukkan ke dalam kewanitaan majikannya. Dibanding Farrah, vagina Marinka lebih seret karena lebih jarang dipakai ML dan juga belum pernah melahirkan seperti temannya. Kedua jari Farrah membantu membuka kewanitaan temannya agar lebih gampang dimasuki. Marinka sempat mengerang kesakitan. Tapi tampaknya tidak begitu dipedulikannnya. Sensasi kenikmatan hubungan seks liar dan terlarang ini mengalahkan perasaan apapun yang dia rasakan saat itu. Bang Toyib yang makin bernafsu pun menaikkan tempo genjotannya
"Aahh... aahh... aacchk...Bang terus, yang kenceng... ahh... ahh... mmh... aahh... "
Mendengar erangan sensual itu, Bang Toyib pun semakin dalam menancapkan penisnya dan semakin mempercepat kocokannya.
Sambil mengocok vagina majikannya, Bang Toyib juga terlibat percumbuan yang ganas dengan Farrah, lidah mereka saling belit, sementara tangan Bang Toyib pun aktif meremasi payudara teman majikannya itu
"Aahh... Bang... saya keluar nih! mmh... aahh... ahh..." Marinka mendesah dan menggelinjang menyambut orgasme yang datang menerpa
Segera Bang Toyib pun menarik lepas penisnya. Nampak dari bibir kemaluan Marinka mengalir cairan bening yang sangat banyak.
"Sedap gak Non?" tanya Bang Toyib
Tanpa disuruh, Farrah menempatkan diri di antara kedua belah paha Marinka, ia membenamkan wajahnya di selangkangan temannya dan mulai menyeruput cairan orgasmenya.
“Aaahhh....Farr....!” erang Marinka sambil menggeliat merasakan geli pada vaginanya akibat sapuan lidah Farrah.

"Nah, Non Farrah masih pengen ga?", tanya Bang Toyib sambil merangkul pundak Farrah setelah wanita itu selesai menyeruput vagina temannya.
“Sabar dong Bang, nafsuan banget sih, kan malam masih panjang!” kata Farrah genit.
Kemudian, untuk merangsangnya kembali, Bang Toyib merendahkan tubuhnya dan mengenyot payudara Farrah sehingga wanita itu pun mendesah nikmat
"sekarang Non yang goyang yah!", sahut Bang Toyib sambil membaringkan tubuhnya.
Ia membimbing Farrah agar duduk di atas penisnya. Begitu wanita itu jongkok, Bang Toyib mengangkat pinggulnya sehingga kepala penisnya menempel dengan bibir vagina Farrah. Sambil membuka vaginanya sendiri dengan jari-jarinya ia pun menurunkan tubuhnya sedikit-sedikit. Farrah mengerang menikmati proses penetrasi itu. Setelah setengah dari penisnya masuk, Bang Toyib menekan pinggulnya dengan keras sehingga akhirnya penisnya masuk semua ke vaginanya. Hentakan yang cukup keras tadi membuat Farrah menjerit kesakitan. Untuk mengurangi rasa sakitnya, Bang Toyib meraba payudaranya dan ia remas-remas dengan lembut. Lama-kelamaan Farrah pun mulai menikmati kocokan Bang Toyib yang agak kasar itu. Ia menaik-turunkan tubuhnya sehingga penis pria itu makin dalam menghunjam ke dalam vaginanya yang semakin basah.
''Uuhhh...sip deh goyangan Non Farrah, uuuhhh...aaahhh'' lenguh Bang Toyib merasakan goyangan maut Farrah pada penisnya sehingga payudara wanita itu terpental kesana kemari saking kuatnya genjotan badan mereka.
"Aahh... aahh... aachk... Bang...saya keluar nih...aaahh", katanya sambil terengah -engah.
Tak lama kemudian Farrah mendesah panjang dengan tubuh menggelinjang, ia melepaskan hasrat yang selama ini terpendam.
Cairan orgasmenya memancar dengan deras sehingga membasahi selangkangan mereka. setelah selesai ejakulasi, Farrah terkulai lemas dan memeluk Bang Toyib. Pria itu mengangkat wajahnya, membelai rambut panjangnya dan melumat bibirnya dengan mesra.
“Non Marinka...sini dong!” ia memanggil majikannya yang masih terkulai lemas untuk mendekat. Kemudian pria itu berdiri dan mendekatkan penisnya ke muka kedua wanita itu yang secara bergantian mengulum penis itu, membantunya mengeluarkan air mani yang sejak tadi tertahan. Makin lama kocokan dan kuluman mereka semakin cepat hingga akhirnya, crooottt... croott... creet... creet! Sperma kental memancar banyak sekali, membasahi wajah kedia cheff cantik itu. Bang Toyib mengocok penisnya lebih cepat lagi agar keluar lebih banyak. Setelah tidak ada yang keluar lagi, keduanya tanpa disuruh menjilati cairan yang masih menetes hingga bersih. Lalu dilanjutkan menjilati wajah mereka sendiri bergantian. Setelah selesai, Bang Toyib pun ambruk kelelahan. Ia tertidur diantara dua wanita seksi itu yang juga tengah meresapi sisa-sia kenikmatan surga dunia yang baru saja didapatnya tadi hingga mereka bertiga tertidur di ranjang yang sama. Sungguh pemandangan yang aneh seorang pria dengan muka pas-pasan tidur diapit oleh 2 selebriti cantik, bagi Bang Toyib ini adalah mimpi yang jadi kenyataan.

#################################

Tak terasa jam sudah menunjukkan jam 3 dinihari, di dalam kamar tempat pertempuran Bang Toyib dan 2 chef cantik tadi terlihat bayangan orang yang mengendap-endap menuju ranjang tempat Bang Toyib dan kedua cheff cantik itu tengah terlelap.
''Ahhhsss...sshhh....non...nanti pagi napa, Abang capek nih.'' kata Bang Toyib setengah sadar saat dia merasakan ada yang mengulum penisnya.
Tapi dilihatnya dua wanita itu masih tertidur di samping kanan dan kirinya, lantas dia menengok ke bawah melihat siapa gerangan yang menservisnya itu.
''Hihihihi yayang Toyib, ayo donk Aye udah gak tahan Bang!'' kata orang yang tengah mengulum penisnya itu.
Ternyat dia adalah Bi Imah yang sedang tersenyum memperlihatkan gigi ompongnya.
''TTTTTIIIIIIIDDDDAAAAAAAAAKK!!!!!!!!!'' teriak Bang Toyib yang diikuti oleh tawa Bi Imah yang langsung menutup pintu kamar

TAMAT
By: Rangganaga

Selasa, 11 September 2012

jurang cinta (kisahbebe.blogspot)


Kehidupan tidak lebih dari sebuah pilihan. 
Bahagia dan derita tergantung karma dan darma. 
Kebahagiaan bukanlah hadiah atau bonus, 
Penderitaan bukanlah kutukan atau hukuman,
Keduanya adalah konsekuensi dari apa yang pernah dilakukan.
Hamzah

Kehidupan di dunia memang berjalan seperti nasehat Sang Budha di atas. Setidaknya itulah romantika kehidupan yang dialami kedua tokoh dalam cerita kita kali ini. Tokoh yang pertama adalah Hamzah, seorang sopir taksi berusia 31 tahun yang melewatkan hari demi hari kehidupannya dengan beragam nuansa: terkadang sangat melodramatis, romantis, sentimentil, bahkan lucu. Selama bekerja sebagai sopir taksi di ibukota selama beberapa tahun Hamzah telah banyak menemui kejadian yang menegaskan fenomena itu. Suatu ketika, ia mengembalikan dompet seorang ibu yang ketinggalan di taksinya.Sesungguhnya, ia tidak mengharapkan keuntungan apa-apa dari situ, sebab baginya kejujuran dan kepolosan sudah menjadi bagian integral dari jiwa, tubuh dan segenap aktifitas kesehariannya. Kalau pun kemudian, si ibu dengan ekspresi wajah lega dan ucapan terima kasih tak terhingga, lalu memberikan uang sebagai penghargaan atas 'jasa' nya, dan kemudian dengan halus si sopir itu menolaknya, itu semata-mata karena apa yang telah ia lakukan sudah menjadi tugasnya. Komitmen Hamzah untuk menjunjung tinggi 'harkat ke-supir taksi-an' saya, tak lebih. Pada kesempatan lain, ia menolong seorang korban kecelakaan lalu lintas di depan kampus sebuah perguruan tinggi. Ia segera membawanya ke unit gawat darurat rumah sakit terdekat, dengan tidak memperhitungkan lagi berapa tarif taksi yang dapat diperolehnya bila ia tetap mengabaikan kejadian itu. Semua terasa seperti tindakan 'bawah sadar' yang telah terbentuk sedemikian rupa selama bertahun-tahun, sejak ayahnya yang telah almarhum menanamkan nilai-nilai kearifan tradisional dalam diri Hamzah.

#########################
Hari itu Hamzah kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa. Untuk yang satu ini memang bukan rutinitas yang lazim, karena setiap petang tiba, ia menjemput Arline (25 tahun), tokoh sentral berikutnya, yang adalah seorang wanita panggilan 'kelas atas’ yang tinggal di sebuah rumah mewah di sebuah kompleks pemukiman real estate, untuk kemudian membawanya ke suatu tempat, di mana saja, yang telah disepakati sebelumnya oleh pelanggan setianya itu. Arline sudah menyewa taksi Hamzah selama enam bulan. Jadi pada jam-jam tertentu–biasanya petang hari–Hamzah menjemputnya di rumah tersebut, membawanya ke tempat yang senantiasa berbeda-beda tergantung mana yang ditunjuk wanita itu, lantas mengantarnya kembali pulang setelah 'bisnis'-nya usai pada jam-jam tertentu pula. Arline membayar cukup mahal untuk tugas tersebut dan Hamzah menerima itu sebagai bagian tak terpisahkan dari harkat 'ke-supir taksi-an' nya. Ia tidak menganggap itu sebagai kerja yang hina lantaran menerima bayaran dari hasil desah dan keringat maksiat Arline. Ini bagian dari tugas, demikian ia mencari alasan pembenarannya. Hamzah selalu menganggap persetan dengan semua anggapan sinis tentang dirinya. Baginya, ia tetap memiliki hak untuk menentukan sikap dan melakukan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri. Prinsip sederhana memang tapi logis. Sudah empat bulan lamanya Hamzah melakukan 'tugas rutin' itu. Ia sudah berusaha menghilangkan beban psikologis apa pun termasuk perasaan cinta. Terus terang sebagai seorang pria, Hamzah memang tidak dapat mengingkari kata hati bahwa Arline memang cantik dan diam-diam ia telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Dengan rambut sebahu, wajah oval proporsional, hidung bangir, kulit putih dan postur tubuh ramping semampai, Arline tampil mempesona mata setiap pria yang melihatnya, termasuk dirinya. Sebagai lelaki bujangan dan normal, Hamzah tidak dapat menepis getar-getar aneh saat wangi parfum Arline yang khas menyerbu hidung ketika ia masuk ke taksinya. Tapi ia berusaha menekan perasaan itu sekuat-kuatnya. Terlebih, ketika muncul rasa cemburu, saat Arline terlihat digandeng oom-oom kaya yang lebih pantas menjadi ayahnya. Hamzah seyogyanya harus menempatkan diri pada posisi yang benar: ia adalah pelanggan dan saya hanya supir taksi. Maka ia mematuhi 'rambu-rambu' itu secara konsisten. Terlebih secara fisik dan finansial ia kalah jauh dibanding Arline, mana mungkin wanita gedongan dan sudah terbiasa menikmati kemewahan seperti Arline mau dengan sopir taksi miskin dengan tampang ndeso seperti dirinya, bukankah itu bagaikan pungguk merindukan bulan? Hamzah cukup tahu diri mengenai hal ini. Percakapan mereka pun, baik ketika pergi maupun pulang, biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa, bahkan nyaris bersifat rutin. Hamzah berusaha menjaga jarak dengan Arline agar tidak terlibat lebih jauh ke masalah yang sifatnya terlalu pribadi. Namun belakangan ini sudah ada sedikit 'peningkatan kualitas pembicaraan'. Tidak hanya sekedar, 'Mau ke mana?' atau 'Jam berapa mau dijemput?', dan sebagainya. Arline mulai menanyakan latar belakang pribadi sang sopir langganannya itu hingga menanyakan ada berapa jumlah penumpang di taksinya untuk hari ini. Tentu Hamzah pun ada rasa gembira pada perkembangan menarik ini. Mulanya sang sopir agak rikuh tapi perlahan ia mulai dapat menyesuaikan diri dan menjadi pembicara atau pun pendengar yang baik.

Arline

Seiring berjalannya waktu, hubungan emosional mereka pun berlangsung hangat. Arline mulai tak canggung-canggung mengungkap riwayat hidupnya pada si sopir. Ia ternyata produk keluarga broken home. Ayah dan ibunya bercerai ,ibunya kabur bersama pria lain sehingga ia ikut ayahnya yang pemabuk dan tukang main pukul. Ia tidak tahan dan prihatin dengan kondisi seperti itu sehingga memutuskan untuk minggat dari rumahnya dan mengadu nasib ke ibukota. Kuliahnya pun tidak selesai. Awalnya ia tinggal di rumah seorang famili jauhnya dan mulai mencari pekerjaan agar dapat mandiri.
“Saya harus terus hidup dan berjuang”, kata Arline menetapkan hati.
Bermodalkan kecantikan dan keindahan tubuhnya, ia menjadi SPG lalu tak lama mulai memasuki dunia model. Foto-foto dirinya pernah menghiasi majalah fashion, lifestyle hingga majalah pria dewasa. Selain itu ia juga mendapat peran kecil dalam beberapa sinetron lokal. Namun, tanpa disadarinya, perlahan namun pasti ia terjerumus ke lembah nista. Kehidupan malam dan hingar bingar pesta, sepertinya memberikan keleluasaan baru dan ia bagai memperoleh jati diri di sana. Sejak itu Arline pun dikenal sebagai model plus-plus, ia menjadi primadona di kalangan atas. Hampir semua klien-nya siap melakukan apa pun untuk berkencan dengannya. Belakangan, ia kemudian menjadi ‘simpanan' seorang direktur sebuah bank swasta ternama di negeri ini, dengan tip dan bayaran yang sangat besar plus rumah mewah komplit segala isinya. Sang Direktur hanya datang pada waktu-waktu tertentu saja untuk menemui Arline. Meskipun begitu, profesinya tak juga ditinggalkan, selain menjadi model ia menjadi wanita panggilan kelas atas.
"Saya menyukai pekerjaan ini," katanya suatu ketika, suaranya terdengar serak dan terkesan dipaksakan.
Hamzah melirik melalui kaca spion, wanita cantik itu duduk santai di belakang, menyelonjorkan kaki dan menyalakan rokok. Hamzah tersenyum dan kembali mengalihkan pandangan ke depan. Arline tak menjelaskan lebih jauh pernyataan yang telah dikeluarkan. Hanya kepalanya terangguk-angguk pelan menikmati lagu melankolis 'When A Man Loves A Woman'-nya Michael Bolton yang mengalun dari radio di tape mobil Hamzah.
"Omong-omong...Abang sudah punya pacar atau  udah berkeluarga?" tanyanya tiba-tiba.
Kontan Hamzah gelagapan dan agak kehilangan konsentrasi mengemudi.
"Saya sih udah cerai Mbak" ia menjawab tersipu, “ya waktu masih di kampung dulu sampai sekarang yah ginilah, masih sendiri”
Sebuah jawaban yang jujur terlontar dari mulut si sopir itu. Arline terkekeh. Ia menghirup rokoknya dalam-dalam. Rimbun asapnya mengepul-ngepul, memenuhi kabin taksi. Hamzah menelan ludah.
"Kalau Mbak Arline sendiri bagaimana?" ia balik bertanya.
"Abang tahu sendiri, kan? Banyak. Banyak sekali," sahut Arline, suaranya terdengar hambar, kedengarannya ia seperti melontarkan sebuah lelucon atau apologi? entahlah
"Banyak memang. Tapi hampa," Hamzah menanggapi dengan getir.
Untuk beberapa saat Arline terdiam. Ia mematikan rokoknya, lalu merenung...lama. Hanya deru mesin mobil dan getar alat air conditioner taksi terdengar. Lalu lintas di larut malam itu memang telah sepi. Sebagian lampu jalan telah dipadamkan. Hamzah tiba-tiba menyadari kecerobohan dan kelancanganya, maklum sebagai orang kampung ia terbiasa bicara ceplas-ceplos apa adanya.
"Eh...maaf ya Mbah,apa saya...."
"Nggak apa-apa Bang. Itu emang benar, mereka hampa, cuma punya tubuh dan nafsu, bukan jiwa dan cinta," Arline bertutur dengan lirih.
Hamzah menghela nafas panjang, ia merasa dadanya sesak, simpati pada nasib wanita secantik Arline harus bernasib demikian.
"Hidup menawarkan banyak pilihan, Mbak."
"Tapi saya tak punya pilihan!" sangkal Arline dengan nada suaranya meninggi.
"Kearifan menyikapi dengan landasan moral, itu kunci untuk memilih. Kita memang tak akan pernah tahu apakah pilihan hidup kita sudah tepat. Tapi setidaknya, kita mesti punya pegangan yang kokoh untuk menentukan ke mana kita mesti melangkah," Hamzah berkata lembut berusaha menghiburnya.
Terdengar nafas berat Arline di belakang. Suasana terkesan kering dan kaku.Keduanya tak bercakap-cakap lagi hingga taksi Hamzah tiba di gerbang depan rumah yang dituju. Arline hanya mengucapkan 'Selamat malam. Sampai jumpa besok sore'.
Hamzah pun pulang ke rumah kontrakannya dengan rasa bersalah yang bertumpuk, sepertinya ia telah menyinggung wanita itu dengan omongannya. Ketika selesai tugas malam itu, ia menemukan sebuah lipstick di lantai belakang taksinya.

***
Keesokan harinya

Hari itu adalah hari terakhir kontrak sewa Hamzah dengan Arline. Ia menjalani rutinitas ekstranya seperti biasa, ia menjemput Arline pada waktu dan tempat yang sama.
“Maaf, apa ini punya Mbak? Kemarin saya nemuin di belakang” kata Hamzah sambil menunjukkan lipstick yang dipungutnya kemarin
“Ohh...iya benar, makasih ya Bang, sepertinya jatuh waktu saya ngambil rokok kemarin” Arline tersenyum berterima kasih seraya mengambil lipstick itu.
Kekakuan komunikasi akibat 'insiden' semalam berangsur-angsur lenyap. Hamzah pun berusaha untuk lebih hati-hati berkata-kata agar menjaga perasaan Arline.
"Apa Mbak tidak bosan dengan rutinitas seperti ini?" ia membuka percakapan,
"Apa Abang punya ide yang baik?" wanita cantik itu balas bertanya.
"Yah... misalnya rutinitas yang baru. Kawin dengan lelaki yang mampu memberi nafkah cukup lahir batin–tidak sekedar limpahan materi yang semu belaka, hidup bahagia, punya anak dan menikmati kehidupan," Hamzah mengucapkan kalimat tersebut sesantai mungkin tanpa beban, ia ingin mendengar pendapat Arline mengenai hal ini.
Sejenak Arline terdiam. Hamzah kembali melirik ke belakang lewat kaca spion mobil. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan make up tipisnya, parasnya yang memukau seperti bercahaya, dibanding para pelacur warung remang-remang atau pinggir jalan tentu ibarat bumi dan langit. Ia melepas pandang ke luar melalui kaca jendela taksi yang buram, sepertinya memikirkan sesuatu.
"Itu angan-angan yang terlalu ideal, Bang," jawabnya pada akhirnya.
"Jangan melihat ini sebagai sesuatu yang naif, Mbak. Saya rasa pendapat saya cukup realistis. Gak mengada-ada. Setiap orang, baik lelaki maupun wanita, pasti pernah berpikir mengenai hal itu: Kebahagiaan hidup berkeluarga. Semuanya akan kembali pada prinsip dan keinginan orang yang bersangkutan, sepanjang ia sadar dan yakin hal itu bakal memberikan ketenteraman bagi jiwanya, hatinya dan segenap aktifitas kesehariannya," Hamzah mencoba berargumen.
"Kita punya takaran penilaian yang berbeda Bang. Tak akan bisa bertemu. Jangan terlalu banyak bermimpi. Kita hidup berada dalam kemungkinan-kemungkinan. Apa yang bakal terjadi kemudian, kita gak bisa menebak. Dan itu sering tidak persis sama seperti yang kita bayangkan," ujar Arline lirih dengan bibir bergetar.

Hamzah menarik nafas, putus asa.
"Apakah Mbak menganggap bahwa lakon hidup yang Mbak lakukan selama ini sama persis seperti yang Mbak bayangkan sebelumnya?"
"Memang gak sama Bang. Bahkan sangat jauh berbeda. Saya gak pernah mengimpikan menjalani kehidupan seperti ini. Tapi, bukankah ini bagian dari kemungkinan-kemungkinan hidup? Gak berarti saya mengatakan bahwa saya menolak kehidupan berkeluarga. Saya bukan orang yang munafik lah, terus terang dalam hati saya tetap mendambakan seorang suami yang dapat menyayangi dan memanjakan saya serta anak sebagai tambatan hati. Namun, kalau saya telah menemukan ketenangan pada profesi yang saya lakoni saat ini, bagi saya bukanlah suatu pilihan yang keliru. Setiap orang memiliki cara masing-masing untuk memaknai hidupnya."
"Apa Mbak merasa bahagia dengan memaknai hidup dengan jalan ini?"
"Saya gak bisa menjawabnya Bang. Abang gak akan pernah tahu ukuran dan nilai kebahagiaan bagi saya seperti apa. Begitu pula sebaliknya. Kita punya 'nilai rasa' yang berbeda dalam menakar kebahagiaan," Arline bertutur pelan dengan tidak mengalihkan pandangan ke arah luar taksi.
Hamzah terdiam, ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia sadar, wanita itu cukup konsisten memegang prinsipnya. Mendadak, kesedihan merambah dalam hati sopir taksi itu. Hari ini adalah hari terakhirnya bersama Arline. Besok, Arline akan berangkat berlibur ke Singapura dan Australia mendampingi sang direktur selama sebulan. Ia tidak tahu apakah Arline akan menyewa 'jasa' nya lagi kelak atau mungkinkah mereka bisa bertemu lagi kelak. Baginya itu tidak penting. Kebersamaan dengan wanita penghibur kelas atas itu selama ini, tanpa sadar membangkitkan rasa cinta dan keinginan melindungi dalam hatinya. Wanita itu bukan hanya sekedar langganan, namun telah menjadi teman baginya. Melalui kaca spion mobil, ia melirik Arline. Ia begitu cantik, sangat cantik, mengapa bunga yang begitu indah harus terhanyut dalam kubangan kotor? Hamzah membatin sekaligus nelangsa. Tak lama kemudian, mereka telah sampai ke tujuan. Hamzah segera mematikan mesin mobil dan pikirannya galau sepanjang menanti panggilan dari Arline untuk mengantarnya pulang, tak terasa lima puntung rokok telah habis sampai kotak rokoknya kosong. Hujan deras mengguyur ibukota di tengah perjalanan pulang mengantarkan wanita itu. Setibanya di rumah Arline, Hamzah turun dan mengeluarkan payung sebelum membuka pintu belakang dan memayungi wanita itu hingga ke gerbang.
“Bang, masuk dulu aja, minum dulu sambil tunggu hujan reda!” tawar Arline setelah membuka gembok.
“Tapi Mbak...”
“Sudahlah Bang, masuk saja, hujannya terlalu deras, mana ada yang numpang saat-saat gini?” Arline malah menarik lengan Hamzah memasuki pekarangan rumahnya.

Hamzah tidak bisa menolak lagi ajakan wanita itu, malah hati kecilnya merasa girang. Mereka berlari kecil ke pintu. Arline membuka pintu dan mempersilakan sopir taksi itu masuk. Hamzah langsung merasakan kehangatan begitu memasuki rumah itu. Arline memang pandai menata interior ruangan sehingga kelihatan menarik dan nyaman. Dekorasi ruangan tamunya bertema oriental, beberapa buah patung menghiasi berbagai sudut. Hamzah terbengong-bengong memandangi sekitar ruangan itu, entah perlu gaji berapa puluh tahun baru bisa membeli rumah seperti ini. 
"Duduk Bang!” Arline mempersilakannya duduk di sofa “mau minum apa nih? Teh? Kopi? Juice?" tawarnya sambil ke mini bar dekat situ.
"Kopi panas aja Mbak, makasih ya!" jawab Hamzah sambil menjatuhkan diri di sofa.
Ada beberapa majalah dan surat kabar di bawah meja ruang tamu. Hamzah pun membuka-buka sebuah majalah sambil menunggu Arline membuatkan minum. Di sebuah sudut ruangan nampak sebuah koper besar dan sebuah yang kecil, Arline memang telah selesai mengepak barang-barang yang akan dibawa sehingga besok tinggal diangkut ke mobil.
"Silakan Bang, diminum dulu kopinya" tiba-tiba Arline sudah berada di depannya dan meletakkan segelas kopi yang masih mengepul atas meja di depanku.
Badannya agak membungkuk, sehingga sopir taksi itu bisa melihat sekelebatan tonjolan dua bukit dadanya yang kencang dan dibalut bra hitam lewat gaun terusannya yang longgar. Sejenak dadanya berdesir dan ia merasa celananya tiba-tiba menjadi sempit.
"Makasih ya Mbak!"
Arline kemudian duduk di sebelahnya cukup dekat untuk ukuran seorang sopir taksi dan penumpangnya. Keduanya mulai mengobrol dan bercerita tentang apa saja, juga saling bertukar lelucon dan mereka tertawa lepas.
“Ini hari terakhir kita bertemu Bang! Besok saya pergi...makasih ya bantuannya selama ini” kata Arline berkata sambil menghela nafas.
Hingga suatu saat, Hamzah memberanikan diri dengan dada berdebar keras memegang jemari tangan wanita itu, ia ingin memberinya penghiburan sebelum pergi jauh dalam waktu relatif lama. Arline agak tertegun, tapi tidak menolak.
"Mbak...jaga diri di sana ya" kata Hamzah singkat.
Arline tersenyum, "Ya...makasih, Abang juga, semoga dapat jodoh yang baik” balasnya.

Tiba-tiba Arline melepaskan tangan sopir taksi itu lalu berdiri kemudian menuju kamarnya.
"Tunggu bentar ya Bang!" katanya sambil tersenyum penuh arti, ia lalu mengambil remote TV di meja ruang tamu dan menyalakan TV di depan mereka, “nonton aja dulu ya sambil nunggu!” lalu ia masuk ke kamarnya.
Di ruang tamu, Hamzah mendengar sayup-sayup suara air yang mengucur deras dari dalam kamar itu. Rupanya di dalam ada kamar mandi dalam. Tak lama kemudian, Arline keluar dari kamarnya, kini ia sudah memakai kimono sutra berwarna biru. Sungguh cantik dan menggairahkan ia dalam balutan pakaian tersebut, belahan pahanya memperlihatkan pahanya yang indah.
"Ayo sini Bang!" ajak Arline sambil menggandeng tangan Hamzah.
“Tapi Mbak...mau apa?” Hamzah gugup dengan ajakan wanita tersebut.
Ia menurut saja walau merasa canggung karena baru pernah seorang wanita mengajaknya masuk ke kamarnya seperti ini.
"Eeennggg....kamarnya bagus ya Mbak!" pujinya sambil menutup kegugupan, “kita mau apa Mbak?”
Arline hanya menjawab terima kasih, dia terus menuntun Hamzah hingga memasuki kamar mandinya. Di dalam kamar mandi, ia melihat air kran masih mengucur deras hampir memenuhi separuh dari bathtub. Wangi harum dari bubble bath segera memenuhi paru-paru pria itu.
“Bang...makasih ya atas bantuannya selama ini” kata Arline lalu tiba-tiba merangkul sambil mendorong Hamzah ke belakang sehingga tubuh pria itu terhimpit ke tembok, tangannya lalu meraba sekujur tubuh sopir itu, “abang orang baik, tulus, jarang saya temui orang seperti abang jaman sekarang ini, apalagi di dunia saya”
“Eeee...apaan nih Mbak?” Hamzah mencoba menghindar antara mau dan tidak.
“Anggap ini hadiah perpisahan dari saya Bang...sekaligus terima kasih untuk mengembalikan lipstik saya itu” habis berkata Arline lalu mencium Hamzah dengan bernafsu sekali sambil tangannya meremas-remas selangkangan pria itu.
Iman Hamzah pun dengan cepat runtuh. Ia pun membalasa mencium dan memagut bibir indah Arline sambil tangannya meremas lembut pantatnya. Arline mulai melepaskan satu persatu kancing seragam sopir Hamzah. Belaian tangan lembut wanita itu pada dadanya sungguh membangkitkan gairah si sopir taksi, kelelakiannya terasa makin keras sehingga celana panjangnya terasa semakin sesak. Tangannya agak gemetar dan mulai berani meraba dan meremas lembut bukit dada Arline. Wanita itu melenguh dan semakin ganas dengan permainan "french kiss" nya. Sebentar saja seragam sopir itu sudah lepas dan jatuh ke lantai. Arline melanjutkan dengan membuka celana panjang pria itu. Hamzah pun mulai melepaskan tali pinggang yang membalut kimono Arline. Payudaranya yang sudah membusung dengan putingnya yang tegak telah membayang di balik kimononya, terlihat jelas ia sudah tidak memakai bra lagi.

Arline meraba dan meremas lembut batang kemaluan Hamzah yang masih dibalut celana dalamnya. Dia memainkan jemarinya dan mulai merogoh masuk celana dalam itu, menjemput batang kelelakian si sopir taksi. Dengan sekali tarik, terbukalah kimono Arline, wanita itu lalu meloloskan tangannya sehingga kimono itu segera jatuh ke lantai. Betapa indah tubuh di baliknya yang sudah tidak memakai apa-apa lagi, kulitnya putih mulus dan begitu terawat. Kemaluannya ditumbuhi bulu-bulu yang halus dan dicukur rapi, tidak terlalu lebat, tapi juga tidak terlalu tipis. Celah kewanitaannya membayang di balik bulu-bulu tersebut. Telanjang sudah wanita cantik itu di depan Hamzah yang selama ini mengisi fantasinya. Bukit dadanya yang ranum dengan putingnya yang berwarna kemerahan telah menegang seolah menantang untuk mengulumnya. Perlahan, Hamzah mulai menyusuri bukit dadanya yang sebelah kiri dengan lidahnya. Ia memainkan lidahnya hingga ke putingnya. Arline pun mendesis saat lidah pria itu menyentil dan mengitari putingnya, sementara tangan kiri pria itu meremas lembut dan memainkan bukit dada dan putingnya yang kanan. Arline mendesah nikmat. Tangannya merenggut celana dalam Hamzah dan menurunkannya dengan cepat hingga terlepas ke lantai. Dengan ganas ia memainkan dan mengocok batang kelelakian yang telah ereksi maksimal itu.
“Yuk...kita sambil berendam aja!” Arline "menuntun" penis Hamzah menuju bathtub.
Hamzah hanya bisa pasrah tidak bisa berkata-kata menikmati pelayanan Arline. Ia merebahkan diri ke dalam bathtub dan Arline dengan perlahan mengocok dan mengurut penisnya di antara busa-busa sabun dan air hangat. Wanita duduk di antara dua kakinya sambil masih terus mengurut dan mengocok penisku. Hamzah memejamkan mata menikmati setiap sensasi yang menjalari sekujur tubuhnya. Rasa geli yang nikmat ia rasakan setiap gerakan lembut tangan Arline beraksi naik turun.
“Eeemmmhhh...enak Mbak...!” erang Hamzah.
Entah berapa lama ia menikmati permainan tangan Arline. Lalu ia menarik bahu wanita itu dan membalikkan badannya ke arah badannya. Dipeluknya Arline dari belakang. Kini gilirannya untuk memberikan kenikmatan buat wanita itu. Tangannya memainkan payudaranya dengan jalan meremas, meraba dan memilin-milin lembut dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya juga tidak tinggal diam, memainkan paha, lipat paha dan daerah gerbang kewanitaan Arline. Arline mengerang, mendesis dan melenguh. Hidung dan lidah Hamzah menciumi dan menjilati daerah di belakang daun telinga Arline dan sekitar tengkuknya. Jari-jari kasarnya memilin dan memencet-mencet lembut klitoris dan labia mayora wanita itu.
 "Oohhhhhh....Bang, enak Bang...terushhh...saya milikmu malam ini!" desah Arline
Hamzah sedang menciumi leher Arline, tangannya meremas lembut payudara montok itu. Arline yang sudah sangat berpengalaman dalam hal ini, tak mau kalah. Ia mengocok pelan penis Hamzah. Sopir bertampang ndeso itu pun semakin buas karena terangsang, ia memutar wajah wanita itu ke belakang lantas bibir mereka bertemu, saling pagut, saling gigit, lidah keduanya berbelitan dan air ludah mereka bercampur

Akhirnya setelah seperempat jam, mereka pun menyudahi pemanasan yang penuh gairah itu karena kulit mereka mulai keriput disebabkan oleh terlalu lamanya kami berendam dalam air bubble bath. Arline menciumi wajah ndeso itu dengan penuh kelembutan dan akhirnya keduanya melakukan "french kiss" lagi dengan posisi saling mendekap. Setelah puas melakukan "french kiss", Arline berdiri dan memutar kran shower untuk membilas tubuh mereka. Di bawah derai siraman air shower, keduanya kembali berpelukan dan melakukan "french kiss" lagi. Saling meraba, saling mengelus dan menyusuri tubuh pasangan masing-masing.
Rupanya Arline sudah birahi tinggi. Ia menaikkan satu kakinya ke pinggir bathtub dan menuntun penis Hamzah ke arah gerbang kewanitaannya.
“Saya udah kepengen banget Bang, ayo setubuhi saya...buat saya menggelepar keenakan!” pintanya.
Hamzah membantunya sambil tangan kirinya memilin-milin puting payudara kanannya. Ia menggeser-geserkan ujung kepala kemaluannya pada klitorisnya. Perlahan, ia mendorong masuk penisnya ke dalam liang kemaluan Arline. Pelan.. lembut.. perlahan.. sambil terus mengulum bibir merahnya. Arline mendekap si sopir taksi sambil mendesis di sela-sela ciuman mereka. Akhirnya amblaslah kira-kira tiga per empat dari panjang kemaluan Hamzah, dan mulai maju-mundur menggenjot vagina wanita itu. Arline memejamkan matanya sambil terus mendesis dan melenguh. Ia memeluk pria itu semakin kencang. Hamzah mengayunkan pantatnya semakin cepat dengan tusukan-tusukan dalam yang ia kombinasikan dengan tusukan-tusukan dangkal. Arline membantu dengan putaran pinggulnya, membuat batang kemaluan Hamzah seperti disedot dan diputar oleh liang kemaluannya. Guyuran air shower menambah erotis suasana dan nikmatnya sensasi yang mereka alami.
Hamzah merasakan lubang kemaluan Arline semakin licin dan semakin mudah baginya untuk melakukan tusukan-tusukan kenikmatan yang mereka rasakan bersama. Setelah agak lama melakukan posisi ini, Arline menarik pantatnya sehingga batang kemaluan pria itu terlepas dari lubang kemaluannya. Kemudian ia membalikkan badannya dan agak membungkuk, menahan tubuhnya dengan berpegangan pada dinding kamar mandi. Rupanya dia ingin merasakan posisi "rear entry" atau yang lebih populer dengan istilah "doggy style". Kemaluannya yang berwarna merah jambu sudah membuka, menantang, dan terlihat licin basah. Perlahan Hamzah memasukkan batang kemaluannya yang tegang kaku dan keras ke dalam lubang kemaluan Arline.
“Aaaahh....yahhh!” desis Arline dengan tubuh mengejang.
Hamzah mulai mengayunkan pantatnya maju-mundur, menusuk-nusuk lubang kemaluan Arline. Arline merapatkan kedua kakinya sehingga batang kemaluan pria itu semakin terjepit di dalam liang kemaluannya. Hamzah merasakan kenikmatan yang luar biasa dan sensasi yang sukar dilukiskan dengan kata-kata setiap kali ia menghujamkan kemaluannya. Tangannya meremas-remas pantat Arline bergantian dengan remasan-remasan pada payudaranya. Sesekali, ia menggigit-gigit kecil di daerah sekitar tengkuk dan pundak wanita itu.

Setelah cukup lama bergumul dalam posisi doggie, tiba-tiba Arline meminta berhenti lalu  membalik badannya dari posisi "rear entry" ke posisi berhadapan.
“Nikmat aku sepuas-puasnya malam ini Bang, mungkin ini pertama dan terakhir kalinya buat kita!” katanya dengan nafas tersenggal-senggal.
Habis berkata Arline langsung mencium Hamzah dengan ganasnya sambil mencengkeram erat punggung pria itu, merapatkan tubuhnya dan meraih penisnya yang masih menegang. Hamzah mengangkat kaki kiri wanita itu dan mengarahkan penisnya ke liang kemaluannya. Dengan sekali dorong penis itu pun kembali memasuki liang kewanitaan Arline yang sudah sangat berlendir itu. Setelah penisnya masuk, Hamzah pun menyentak-nyentaik batang kemaluannya lagi, semakin keras, semakin cepat dan bertenaga. Keduanya semakin lepas kontrol, erangan mereka sahut-menyahut berpadu dengan suara shower akibat dilanda nikmat yang luar biasa.
“Aaaarrgghh….entot memekku, Bang…, yah…gituuuuuhh…yang keras, yang keras….oohhhh, kontol Abang enak bangettthhh!” ceracau Arline tidak karuan
Hamzah pun jadi merasa sangat perkasa dan semakin bergairah karena merasa berhasil membuat wanita itu keenakan. Maka ia semakin kuat menyodoki batang kemaluannya di dalam vagina Arline. Seiring dengan semakin kuatnya rintihan dan erangannya. Arline merasakan klimaksnya sudah sangat dekat.
"Saya keluaarr Bang..! Aaagghh..!" serunya sambil memeluk Hamzah erat-erat.
Arline merasakan liang kemaluannya berdenyut-denyut seperti menghisap-hisap kemaluan Hamzah. Pria itu juga merasakan tubuh Arline yang menjadi lemas setelah mengalami wanita orgasme. Namun ia masih saja memompa kemaluannya sambil menyangga tubuhnya. Mulutnya menghisap-hisap puting payudaranya, kiri-kanan sambil lidahnya berputar-putar pada ujungnya. Sesekali jari-jariku meraba dan memutar-mutar klitorisnya. Arline seperti orang yang sedang tak sadarkan diri. Dia hanya ber-ah-uh saja sambil sesekali menciumi bibir tebal Hamzah. Setelah beberapa saat, mendadak dia mengejang lagi, melenguh dan mengerang,
"Aaagghh..! Ooohh Bang...saya keluaarr lagii..!"
Arline engalami orgasmenya yang kedua kalinya atau istilahnya multiple orgasm. Arline menciumi pria itu dengan ganasnya sebagai ekspresi kenikmatan orgasme yang diraihnya.
"Mbak..tahan yah.. saya juga mau keluar sedikit lagi.." kata Hamzah sambil memacu pantatnya lebih cepat lagi menghujam liang kemaluan Arline.
Arline hanya bisa pasrah. Akhirnya, Hamzah pun merasakan sebuah gelombang besar yang mencari jalan keluar. Ia mencoba untuk menahannya selama mungkin, tapi gelombang itu semakin besar dan semakin kuat, maka ia mengatur pernapasan, berkonsentrasi penuh. Tangannya yang kokoh mendekap erat tubuh Arline.
"Aaahhh...saya keluar Mbaaakkk!" erangnya melepas orgasme
Hamzah merasakan kenikmatan yang luar biasa menjalari sekujur tubuhnya. Ada rasa hangat menyelubungi tubuhku. Kemaluannya berdenyut-denyut di dalam liang kemaluan Arline. Perasaan yang baru pernah dirasakannya seumur hidup, bahkan dengan mantan istrinya di kampung yang lugu dan gagap seks. Arline menjerit kecil merasakan semburan hangat memenuhi vaginanya memberinya sensasi nikmat yang luar biasa.

"Fantastis...beneran nih Abang cuma pernah main sama mantan istri Abang dulu?" Arline setengah tak percaya.
"Iya sumpah Mbak, emang kenapa?" tanya pria itu keheranan.
"Jajan juga gak pernah?" tanya Arline lagi sambil meraih penis Hamzah yang masih tegang yang baru saja lepas dari himpitan vaginanya
Hamzah menggeleng, menatap wajah Arline yang semakin cantik pasca orgasme dan dalam keadaan basah di bawah siraman shower.
"Saya percaya, orang seperti Abang gak ada bakat untuk bohong" Arline tertawa renyah.
Hamzah hanya nyengir kuda lalu mencium lembut kening wanita itu. Ketika mencuci batang kelelakiannya di bawah shower. Arline memeluk Hamzah dari belakang dan membantu mencuci batang itu. Setelah selesai mandi bareng, mereka saling mengeringkan diri dengan handuk. Ketika Hamzah hendak mengenakan pakaiannya kembali, Arline melarangnya dan menawarkan untuk bermalam di situ.
“Abang capek? Malam ini nginep aja di sini...hujannya juga belum berhenti!” tawar Arline
“Eerrr...Mbak!” Hamzah menepuk pundak Arline yang membelakanginya
“Iya...eeemmm!”
Saat Arline menoleh, Hamzah mencuri sebuah ciuman dan dibopongnya Arline ke arah tempat tidurnya yang berukuran queen size dengan warna serba pink. Diletakkannya tubuh telanjang Arline perlahan di tempat tidurnya. Ia ciumi sekujur tubuhnya. Setelah puas, ia berbaring di sebelahnya, tangannya mendekap tubuh wanita itu dan mulutnya menciumi di sekitar daun telinganya sambil tangannya mengelus-elus punggungnya. Tak lama kemudian Arline tertidur dengan senyum di bibirnya. Hamzah mengecup lembut bibirnya, lalu ikut tidur di sampingnya, beredekapan, telanjang di bawah selimut.

################
Keesokan pagi

Hamzah terbangun saat ia merasakan ada jari-jari halus meraba-raba dadanya dan ciuman di keningnya. Arline telah lebih dahulu bangun dan dia membangunkan pria itu. Arline mengecup bibir tebal itu perlahan  dan mereka pun terlibat dalam sebuah "french kiss".  Tangan Hamzah mengelusi punggung putih mulus Arline sementara Arline mengelus-elus rambutnya.
"Mbak...bukannya hari ini harus ke bandara? Nanti telat" kata Hamzah.
"Masih ada waktu..." jawab Arline "pesawatnya berangkat sore jam lima, kenapa gak kita habiskan bersama saja?”
“Apa gak akan ada orang lain lagi ke sini? Kalau kita ketauan kan gak enak" Hamzah agak was-was kalau ketahuan ia sedang meniduri wanita simpanan orang kaya, bisa-bisa digebuki seperti di film-film.
“Nggak...dia terlalu sibuk jam-jam segini, nanti baru nyusul di bandara” Arline tersenyum lalu mengecup kembali bibir Hamzah. “pokoknya Bang...sekarang ini waktu cuma buat kita berdua, santai dan nikmati aja!"
Arline mulai menciumi sekujur tubuh sopir taksi itu, menjilati dadanya dan menggelitiki putingnya dengan lidahnya. Tangannya menjalari sekujur tubuhnya dan meraba-raba batang kelelakian Hamzah, memainkannya, mengelus dan mengurutnya sehingga penis itu pun bangun dari tidurnya. Arline tersenyum. Perlahan, disusurinya perut, pusar dan pinggangku dengan lidahnya.
“Eeemmhh...Mbak!” desah Hamzah yang merasakan geli-geli nikmat yang membuatnya merinding. Ia mengusap-usap kepala Arline dengan penuh kelembutan. Disisirnya rambut wanita itu dengan jari-jarinya dan sesekali diraba-raba tengkuk dan balik telinganya.
Perlahan jilatan lidah Arline semakin turun ke arah selangkangan Hamzah. Dengan jemari tangan kirinya yang halus, ia menggenggam penis Hamzah, mendongakkannya, dan dia mulai menjilati daerah pangkalnya. Disusurinya penis itu dengan lidahnya hingga ke ujungnya yang bersunat. Ia memutar-mutar ujung lidahnya ke arah lubang dan sekitarnya pada ujung batang penis pria itu. Ia memang profesional dalam membuat Hamzah merasa seperti melayang.
Dari ujung penis itu, Arline kembali menyusurinya hingga ke bawah, menjilat-jilat buah pelirnya, sesekali mengecup dan agak menghisapnya. Rasa aneh antara sakit, geli, dan enak membuat Hamzah menggeliat-geliat.
"Enakkhh...Mbak...geli...uuhh" desah Hamzah sambil meremasi rambut Arline.
Arline memandang pria itu dengan pandangan mata yang menggemaskan
“Sungguh bidadari sejati.. betapa cantiknya kamu Arline!” kata Hamzah dalam hatinya
Tiba-tiba Arline berhenti melakukan oral seksnya. Dia mendekati wajah Hamzah. Menciumnya dengan mesra dan lembut bibir tebal pria itu. Kemudian ia membalikkan badannya dan membelakangiku, seperti posisi "69". Ia memegangi penis Hamzah dan mulai menghisap, mengulum dan menjilatinya.

Kembali rasa geli dan nikmat mendera pria itu. Ia mencium wangi harum yang khas dari gerbang kewanitaan Arline yang terpampang menantang di depan wajahnya. Gerbangnya sudah mulai terbuka, berwarna merah muda dengan dihiasi bulu-bulu halus dan dicukur rapi. Penisnya berdenyut-denyut di antara hisapan dan geseran lidah wanita itu. Ia memegangi dan mengelus pantat Arline dengan kedua tangannya. Ia arahkan gerbang kewanitaannya ke arah mulutnya. Dijilatinya bibir vagina itu dan daerah sekitarnya. Arline mengerang di antara hisapan-hisapannya pada batang kemaluan Hamzah. Vagina itu mulai licin dan basah, serta terus menebarkan aroma yang khas harum karena rajin dirawat.

Hamzah mendapati sebuah tonjolan kecil di antara belahan gerbang kewanitaannya, dijilatinya benda itu. Arline pun mengerang dan mendesis, sejenak melepaskan batang kelelakian itu dari mulutnya. Hamzah menjilat dengan lembut dan sesekali lidahnya menggeser-geser tonjolan kecil yang ada di belahan gerbang kewanitaan Arline. Arline mendongakkan kepalanya dan mendesis-desis kenikmatan sambil menggoyang-goyangkan pantatnya.
"Oooh Bang... kok jilatannya enak bangethhh!" kata Arline di antara erangannya.
Arline mengurut dan mengocok penis itu makin cepat sambil mulutnya menghisap ujungnya.
Kedua tangan Hamzah tidak tinggal diam saat lidahnya beraktivitas. Terkadang jari-jari tangannya menggaruk mesra punggung Arline dengan lembut, atau meraba, mengusap dan memainkan payudaranya yang menggantung menantang di atas perutnya.
Setelah beberapa lama saling menjilat, menghisap dan menikmati permainan ini, Arline beranjak dari posisinya.
"Bang...sekarang yah!" katanya sambil memegang penis yang tegang tegak kaku menghadap langit-langit.
Arline mengangkangi Hamzah sambil memunggunginya. Ia mengarahkan batang kelelakian itu ke gerbang kewanitaannya. Hamzah menggeser-geserkan ujung penisnya pada tonjolan kecil di antara belahan gerbang kewanitaannya untuk membantu penisnya masuk. Arline memejamkan matanya sambil mendesah saat penis pria itu memasuki liang kemaluannya yang sudah licin basah. Pelan.. lembut.. Arline perlahan menurunkan pantatnya, membuat penis itu masuk semakin dalam. Terus turun hingga akhirnya mentok dan menyisakan kira-kira seperempat dari panjang penis pria itu. Arline agak terpekik saat ujung penis itu menyentuh dinding rahimnya. Kemudian Arline mulai menggoyangkan pantatnya naik-turun-naik-turun. Pada mulanya perlahan hingga beberapa gerakan, akhirnya Arline semakin cepat. Mereka menikmati sensasi yang luar biasa saat kedua alat kelamin keduanya menyatu dan saling bergesekan. Arline berulang kali mendesah, melenguh, mendesis, meracaukan kata-kata yang tak jelas. Hamzah juga menikmatinya dengan pikiran yang melayang meresapi rasa geli dan nikmat yang menjalari sekujur tubuhnya.

Beberapa menit kemudian, Hamzah mengangkat badannya sekitar 45 derajat dan bersandar pada kepala tempat tidur Arline. Arline sambil membelakangi bertumpu pada perut pria itu dan terus mengayuh tubuhnya naik-turun pada selangkangan pria itu divariasikan dengan memutar-mutar pinggulnya.
"Aaaghh.. Mmmbbakkk.." teriak Hamzah sambil memegangi pinggangnya yang ramping dan putih mulus karena penisnya serasa dipelintir ketika Arline meliuk-liukkan tubuhnya.
Ia meraih tubuh Arline dari belakang. Ia remas-remas lembut kedua payudaranya yang terasa keras tapi kenyal. Putingnya ia pilin-pilin dengan mesra. Arline menghentikan sejenak ayunan pantatnya. Dia mendesah, mendesis. Hamzah merasakan batang kemaluannya dan liang kemaluan Arline sama-sama berdenyut-denyut. Diciuminya tengkuk wanita itu, sesekali digigit-gigit ringan tengkuk, bahu kanannya, dan belakang telinganya.
“Putar sini Mbak!" pinta Hamzah pada Arline untuk membalikkan posisinya.
Wanita itu berbalik tanpa melepaskan batang kemaluan Hamzah dari liang kemaluannya. Batang kemaluan itu pun serasa ada yang memuntirnya. Sekarang keduanya berhadapan. Mereka saling memeluk, saling meraba. Hamzah mereasakan penisnya masih berdenyut-denyut di dalam liang kemaluan Arline yang juga terasa berdenyut-denyut seperti menghisap batang kemaluan itu. Mereka berpagutan, saling menggigit, menghisap dan mengulum. Tangan dan jemari Hamzah dengan lincahnya bergerak di sekujur badan Arline, membuat wanita itu kegelian dan merinding. Sekitar setengah jam dalam posisi demikian, akhirnya Hamzah merasakan ada sensasi luar biasa yang membuat tubuhnya serasa mau meledak. Ia mengerang dan mengatur napasnya. Rasanya ada gelombang besar dari pinggangnya yang hendak mencari jalan keluar melalui batang kemaluannya.
"Mbak Arline sayang...saya hampir keluar sedikit lagi.." kata Hamzah terengah-engah.
"Barengan ya Bang!" jawab Arline lalu memagut bibir tebal pria itu
Hamzah pun balas menciumnya. Mereka sama-sama diam dalam posisi berciuman sambil terus memacu tubuh. Hamzah merasakan seperti ada aliran listrik mulai merayapi sekujur tubuhnya. Sekujur tubuhnya terasa hangat, begitu juga dengan tubuh Arline. Sambil terus bermain lidah, mereka menikmati sensasi yang luar biasa itu.
“Aaaaahhhhh....!!” erang Hamzah melepas ciuman
“Iyaahhhh....teruusss.....teruussshhh!!”Arline juga merasakan hal yang sama
Hamzah merasa seperti melayang ke langit. Senyap, pandangan matanya berkunang-kunang walaupun memejamkan matanya. Rasa nikmat yang aneh disertai oleh rambatan sensasi menjalari setiap bagian tubuh mereka. Mereka mengejang hingga akhirnya merasakan suatu yang sangat melegakan. Nikmat...cahaya terang yang membuat berkunang-kunang itu berubah menjadi kegelapan. Ia rubuh menindih tubuh Arline, mereka terdiam dengan nafas naik turun. Arline menatap wajah ndeso si sopir taksi, dia tersenyum penuh arti dan kemudian mencium keningnya. Hamzah balas memagut kecil dagu Arline. Tak lama, Arline mendorong tubuh pria itu hingga berbaring saling bersebelahan.
“Istirahat dulu yuk, abis ini kita makan!” kata Arline lalu mengajak Hamzah kembali ke balik selimut. Mereka berpelukan sambil masih dalam kondisi sama-sama telanjang bulat.

##############################
Sore harinya

Satu hal yang mengganjal di hati Hamzah sejak peristiwa semalam dan tadi pagi, ia ingin mengungkapkan perasaannya pada Arline namun belum ada keberanian untuk itu. Hamzah memang pria yang tulus, namun pengetahuannya tentang wanita terbilang minim. Kepada mantan istrinya dulu saja ia tidak pernah mengatakan ‘saya cinta kamu’ karena memang mereka dijodohkan. Pasangan yang ketika itu masih sangat hijautidak pernah merasakan saat-saat romantis hingga akhirnya perceraian mereka. Sepanjang perjalanan ke bandara ia tidak ada kesempatan untuk itu karena Arline sibuk bicara melalui ponselnya, yang pertama dengan seorang teman, yang kedua dengan si direktur, yang membakar api cemburu dalam hati Hamzah. Ketika taksi yang dikemudikannya akhirnya tiba di bandara, Hamzah turun duluan dan menurunkan barang bawaan Arline dari bagasi, saat itu Arline masih berbicara di ponselnya. Ini adalah saat terakhir, juga mumpung antrian kendaraan di gerbang keberangkatan tidak terlalu padat, maka Hamzah pun membulatkan tekadnya, ia masuk ke jok kemudi. Arline baru saja hendak membuka handle pintu belakang ketika sopir taksi itu akhirnya berseru.
"Arline, tunggu!" pertama kali ia memanggil wanita itu dengan namanya.
Ia mengurungkan niatnya dan memandang saya. Matanya bertanya. Dada pria itu berdegup kencang.
"Saya mencintai kamu, Arline," Hamzah mengungkapkan perasaan itu dengan tenggorokan tercekat.
Arline menatap tak percaya. Hamzah segera meraih tangannya, meraba jemarinya yang halus, mengalirkan keyakinan. Mata mereka saling bertatapan tanpa berkata-kata, hening selama beberapa saat
"Hentikan semua ini, Arline. Kamu seharusnya hidup lebih layak, terhormat dan bernilai. Apa yang kamu lakukan selama ini hanya akan membuat hidupmu didera kesalahan dan dosa. Hiduplah dengan saya. Kita kawin. Saya berjanji akan membahagiakan kamu."
Arline menggigit bibir. Ia tampaknya memikirkan sesuatu. Hamzah berharap-harap cemas dalam hatinya, ia menggigit bibir bawahnya dan jantungnya berdebar kencang sekali, inilah pertama kalinya dalam hidup ia terus terang mengungkapkan cinta pada seorang wanita. Ia sudah menabah-nabahkan hati untuk siap menerima kemungkinan terburuk. Matanya memandang Arline dengan tajam dan penuh harap.

Arline akhirnya tersenyum, ia mempererat genggaman tangan si sopir taksi. Tatapan matanya seperti menyiratkan sesuatu. Sesuatu yang sangat misterius sebelum akhirnya berkata,
"Baiklah Bang....” ia berhenti sesaat, “saya memang harus menentukan pilihan, pada akhirnya. tapi kita hidup dalam dunia yang berbeda. Bang, Abang tak akan bisa memahami saya, seperti saya pun tak bisa memahami Abang. Terima kasih atas ketulusan tawaran Abang. Saya menghargainya. Biarkan saya memilih dan melewati jalan yang menurut saya terbaik. Abang orang baik, terus terang, saya suka Abang, seandainya takdir mempertemukan kita lebih awal atau di tempat yang lain dari sekarang, kita mungkin bisa bersatu. Saya doakan Abang kelak mendapat jodoh yang baik...jauh lebih baik dan suci, tidak seperti wanita di depanmu ini. Maafkan saya...selamat tinggal!" Arline mengucapkannya dengan bibir bergetar, pelupuk matanya basah, namun ia menyekanya cepat-cepat, lalu membuka handle pintu tergesa-gesa dan pergi. Hamzah tak bisa mencegahnya lagi. Ia hanya sempat memandangi punggungnya serta gaunnya yang berkibar ditiup angin berjalan memasuki bandara ke gerbang keberangkatan, untuk terakhir kali tanpa menoleh ke belakang, dengan pandangan kosong. Terasa ada yang hilang dalam dirinya, bak istana pasir yang diterpa ombak dan lenyap seketika, sesuatu yang tak dapat ia ungkapkan bagaimana adanya. Dua puluh menit Hamzah termenung di taksinya di luar bandara, matanya kosong menatap langit biru. Sebagian dirinya serasa hilang bersama wanita itu. Tiga batang rokok telah dihabiskannya sejak Arline meninggalkannya tadi.
“Hamzah...ayo kamu bisa! Dunia belumlah kiamat, kehidupan terus berjalan! Bangkit!! Bangkit!! Jangan harap Bapak akan menemui kamu di akhirat nanti kalau kamu sampai bunuh diri gara-gara patah hati! Bangkit...bangkit...bangg...bangg” Hamzah sekonyong-konyong mendapat seruan itu dalam lamunannya, almarhum ayahnya seperti sedang menyemangatinya
“Bang....bang...narik ga nih?” tiba-tiba saja sebuah suara dari sebelah menyadarkannya, rupanya ia setengah tertidur di tengah lamunannya.
“Ooohh....iya...iya Pak, narik lah...ayo silakan masuk!” ia membukakan pintu belakang untuk pria berumur empat puluhan itu, “kemana nih Pak?”
“Sudirman, cuma lagi ada demo deket situ...bisa ga Bang? Saya buru-buru nih, daritadi udah dua sopir nolak!” jawab pria yang menenteng tas  laptop itu.
“Beres Pak...saya coba lewat jalan tikus, moga-moga keburu!” sahut Hamzah lalu segera tancap gas dari situ,
“Ayo Hamzah, kamu bisa, semangat!!” ia kembali menyemangati dirinya, ia harus tegar seperti apa yang selalu ayahnya ajarkan sejak kecil.

#################################
Delapan tahun kemudian
Foodcourt sebuah mall


“Oke..oke..., kamu urus saja, yang ginian gak usah pakai lapor, belajar lah memutuskan sendiri!” Hamzah berbicara lewat ponsel dengan seseorang, “pokoknya pastikan jangan sampai terlambat, ketepatan waktu yang bikin perusahaan kita dipercaya orang, ngerti?!”
“Baik Pak...saya usahakan sebaik mungkin, Bapak tenang aja, nanti saya kabari lagi” jawab suara di seberang sana.
“Gitu dong....oke ditunggu kabar baiknya, sampai nanti ya!” ia menuntup pembicaraan lalu melanjutkan makannya yang tinggal sedikit lagi.
Hamzah yang sekarang sudah berbeda dari Hamzah yang dulu, rambutnya kini telah dicukur cepak dan rapi, sebagian kecil nampak telah beruban, di atas bibirnya yang tebal itu telah tumbuh kumis tipis. Soal level kegantengan yang di bawah rata-rata sih memang tidak terlalu mengalami kemajuan, tapi kini ia terlihat lebih dewasa. Pakaian yang melekat di tubuhnya bukan lagi seragam sopir taksi seperti dulu, melainkan sebuah kaos berkerah merek ternama dan ponsel yang dipakainya bukan lagi barang seken atau murahan lagi, melainkan keluaran terbaru yang masih mulus. Hasil kerja keras, pengalaman dan tabungannya selama ini telah mengubah nasibnya, kini ia telah memiliki sebuah perusahaan travel yang sangat berkembang, bahkan telah membuka cabang di kota lain. Ia baru saja menyeruput minumannya ketika sesuatu tiba-tiba membentur sepatunya. Ia melongok ke bawah meja dan menemukan sebuah mobil-mobilan. Seorang bocah laki-laki mengejar dari belakang dan hendak mengambil mobil itu.
“Michael...Mom said don’t play it here...now you see!” sahut seorang wanita
Hamzah memungut mainan itu dan memberikannya kembali pada si bocah berparas blasteran bule itu.
“Thank you sir!” kata si anak.
“Maaf ya Pak...come say sorry to uncle!” kata wanita itu, “Hah....kamu!”
Hamzah juga tertegun begitu melihat ibu dari anak itu, mereka saling tatap selama beberapa saat seperti tidak percaya pengelihatan masing-masing.
“Hamzah? Bang Hamzah?” wanita itu membuka suara duluan.
“Iya...Arline kan?” yang dijawab wanita itu dengan anggukan kepala.

Tidak banyak yang berubah pada wanita itu, ia tetap cantik dan tubuhnya masih langsing walau telah memiliki anak. Rambutnya kini agak bergelombang dan disepuh kecoklatan. Pakaian yang dikenakannya serta wajahnya dengan make up tipis membuat penampilannya jadi keibuan.
“Eeemmm...sudah lama ga jumpa ya...gimana kabarnya sekarang?” sapa Hamzah yang merasa senang kembali bertemu dengan wanita itu, ia sangat penasaran dengan kabarnya selama tujuh tahun ini yang tidak pernah kedengaran lagi, “ayo duduk dulu!”
Arline duduk di depan Hamzah dan keduanya saling berpandangan dengan gembira.
"Kelihatannya banyak yang sudah berubah" kata Arline melihat penampilan pria yang dulu menjadi sopir langganannya itu yang juga pernah menghabiskan semalam penuh gairah bersamanya.
"Ya...banyak, sangat banyak, kehidupan ini memang dramatis" jawab Hamzah "kamu di mana saja selama ini? Pulang kampung?"
"Bukan...jauh...jauh sekali, benar kata Abang kehidupan itu dramatis, selain itu juga penuh misteri"
Arline kini telah menikah dengan seorang bule Inggris. Setahun setelah perpisahan mereka di bandara, ia berhenti menjadi wanita simpanan si direktur yang mulai berpindah ke lain hati. Di tengah kesepiannya, ia berkenalan dengan ekspatriat asal Inggris, hubungan mereka makin serius. Pria itu ternyata tulus mencintai Arline tanpa memandang masa lalunya yang kelam, ia sendiri seorang duda tanpa anak. Hubungan mereka pun berlanjut ke pernikahan dan pria itu memboyong Arline ke negaranya. Demikian pula Hamzah yang kini telah sukses, ia sudah menikah empat tahun yang lalu dan memiliki seorang putri berusia tiga tahun. Mereka berbagi cerita sambil tertawa-tawa, sesekali Arline memperingatkan anaknya yang asyik dengan mainannya agar tidak jauh-jauh darinya.
“Akhirnya, hari ini saya benar-benar lega” kata Hamzah, “rasa penasaran selama ini selesai sudah dan kamu menemukan kebahagiaan kamu, seperti yang dulu kita obrolin di taksi, ingat?”
“Ya...doa saya agar Abang mendapat jodoh yang baik pun sudah terjawab. Tuhan memang kadang terlalu baik pada umatnya Bang, saya tidak pernah bermimpi wanita seperti saya akhirnya bisa menjadi ibu dan istri seperti sekarang ini, bagi wanita seperti saya, ini lebih dari yang saya harapkan” mata Arline nampak berkaca-kaca, nampaknya ia antara sedih dan gembira membandingkan dirinya dulu dan sekarang.
“Satu misteri kehidupan yang saya akhirnya singkap hari ini, kadang memang ada dua orang saling mencintai tapi tidak ditakdirkan untuk bersatu, seperti ada jurang yang dalam yang memisahkan mereka, namun pada akhirnya mereka akan menemukan kebahagiaannya di jalannya masing-masing dan bersama pasangannya yang lain yang berada di satu tebing dengan mereka” Hamzah berfilsafat.
“.....dan kebahagiaan mereka pun bertambah ketika melihat cinta lamanya di seberang jurang itu akhirnya berbahagia walau bersama orang lain” Arline menyambung lalu mereka hening, saling tatap selama kira-kira sepuluh detik  sementara Michael asyik membuka tutup pintu mobil-mobilannya.

“Ahahha...abang ambil kuliah filsafat ya setelah saya pergi?” Arline tiba-tiba tertawa renyah sambil menangkap mobil-mobilan yang diluncurkan anaknya padanya di meja.
“Hehe...sopir taksi kaya saya umur waktu itu udah kepala tiga mana sempat kuliah lagi, filsafat itu kadang keluar dari pengalaman hidup kita kok Lin, kan para filsuf sama nabi juga mendapatkannya dari pengalaman hidup dan lingkungan mereka dulu, cuma mereka lebih pandai merenungkan dan mengutarakan pada orang banyak”
“Tuh...kan berfilsafat lagi...hihihi....!” mereka saling tertawa lepas, lega setelah beban di hati masing-masing akhirnya terangkat.
Tiba-tiba BB Arline berbunyi dan ia permisi untuk mengangkatnya.
“Ok baby...we’ll meet you soon!” kata Arline lalu menuntup pembicaraan
“Papanya...udah nunggu di depan ngejemput!” kata Arline, “Oke Bang...kita sudah harus berpisah lagi, tapi kali ini perpisahan yang melegakan, ya kan?” wanita itu lalu bangkit dan berpamitan pada Hamzah, “Michael, say goodbye to uncle!” katanya pada buah hatinya.
“Eeeii...Ma...udah selesai salonnya?” Hamzah tiba-tiba melambai ke arah belakang Arline pada seorang wanita lain yang menghampiri mereka, “ini istri saya, Anita!” ia memperkenalkan wanita itu pada Arline, “Ini Arline...langganan taksi dulu waktu narik hehehe....”
“Ya udahlah, rapiin rambut aja ngapain pake lama?” jawab wanita itu lalu beralih menyapa Arline dan anaknya, “Hai....”
Anita dengan senyum ramah menjabat tangan Arline dan juga membelai anak itu, gemas akan wajah indo-nya yang imut-imut. Secara fisik memang Anita kalah dibanding Arline, kulitnya tidak terlalu putih dan agak gemuk, apalagi kini sedang hamil empat bulan. Namun, wanita inilah yang banyak membantu Hamzah mencapai sukses, ia adalah pedagang kecil di pasar yang adalah tetangga di dekat kontrakan Hamzah. Seorang wanita yang rajin dan ulet, sudah terbiasa kerja keras membantu perekonomian keluarga dengan berjualan kue di rumahnya dan secara online, belakangan ia mulai membuat kuenya sendiri. Anita dan keluarganya juga cocok dengan Hamzah yang jujur dan pekerja keras, hubungan mereka semakin dalam terutama setelah Hamzah berpisah dari Arline dulu hingga akhirnya mereka menikah dan mempunyai anak. Dari seluruh keuntungan usaha jualan kue keringnya lah Anita membantu Hamzah mendirikan usahanya sendiri hingga akhirnya sukses setelah melalui jalan yang cukup terjal dan berliku. Mereka pun akhirnya berpisah setelah ngobrol basa-basi sebentar.
“Ayo Pa, kalau telat, nanti kasian Lina nunggu sendirian di sekolah, udah mau jamnya nih!” kata Anita mengajak suaminya untuk segera meninggalkan mall itu.
“Oke Ma, yukk!!” Hamzah menggandeng tangan istrinya dan mempercepat langkah.
“Omong-omong Papa punya langganan cantik juga ya...pantes Papa betah lama-lama jadi sopir taksi dulu hehehe” canda Anita sambil tetap berjalan.
Hamzah hanya tertawa nyengir, hatinya tenang kini, ia dan Arline telah menemukan kebahagiaannya masing-masing. Segala sesuatu memang ada waktunya masing-masing, manusia hanya perlu berusaha sebaik-baiknya, kelak karma dan darma akan datang pada saatnya kelak.