Minggu, 28 Oktober 2012

Vany: Exposure of a Secret

BACA INI DULU (PENTING) !!!

  • Tulisan / Cerita Dewasa ini hanya berbentuk khayalan saja.
  • Cerita ini tidak pernah terjadi dimanapun dan kapanpun, cerita ini palsu.
  • Semua nama dan karakter yang di gunakan dalam di cerita ini adalah Fiksi atau Palsu.
  • Semua karakter fiksi atau Palsu di cerita ini adalah umur 17 tahun dan ke atas.
  • Penulis sama sekali tidak mendukung akan pemerkosaan, dan mengancam untuk seks atau tindak kriminal lain yang berlawanan dengan hukum.
  • Jangan ada yang mencoba-coba melakukan hal tindak pemerkosaan kriminal lainnya, hormati wanita di dunia nyata, bila anda ingin jadi pria yang di hormati.
  • Bila anda di bawah umur 17 penulis harap jangan membaca cerita dewasa ini.
  • Terima kasih Silahkan Menikmati "Vany : Exposure of a Secret"
...............................................................................................................................................


Vany
Namaku Vany, kini umurku 17 tahun, statusku adalah sebagai siswi SMA kelas 2 di salah satu sekolah terkenal di daerah tempat tinggalku. Semenjak mulai kelas SMA 1 aku sudah tidak tinggal bersama orang tuaku lagi, karena sekolahku lumayan jauh dari tempat tinggalku. Oleh karena itu ortuku belikan saya sebuah rumah dekat dengan sekolahku, dan juga kampus yang akan saya ikut kedepan.
Selain itu aku juga di beri sebuah mobil saat ulang tahun 17 tahun kemarin, untuk memudahkan saya berangkat kemana saja. Sedikit tentang diriku, aku seorang chinese dengan rambutku hitam pendek sebahu, dan fisikku ideal, tidak kurus, tidak gemuk. Aku dikaruniakan wajah yang cantik dan bersih, dan kulit tubuhku juga bagus dan mulus. Aku mempunyai hobi yang normal, yaitu berfoto, dan aku sangat suka sekali self-potrait dengan iPhone ku, bahkan juga saat aku tidak mengenakan pakaian.
Tetapi foto nakal itu selalu saya hapus setiap saat, karena saya hanya bergurau saja dan tidak berencana menyimpan foto telanjangku sendiri. Sudah setahun lebih dan aku sudah terbiasa dengan tinggal sendiri, hari-hari terlewat normal saja dan aku juga sangat menikmati hidupku disekolah.
Hingga peristiwa yang satu ini terjadi, ini adalah sebuah mimpi buruk, dan ini juga salahku.

############################
Chapter 1. Exposure of a Secret

Hari senin, waktunya sekolah.
"Hai Van! :D", sahut teman baikku Elis ketika saya baru saja tiba di kelas.
"Hai Elis! hari senin cuman kamu yang paling semangat ya :), kataku.
Setelah berbincang sedikit akhirnya pelajaran juga mulai. Waktu berlalu terasa lama dan akhirnya saatnya pulang sekolah juga.
"Hari yang panjang nih, oh ya aku masih ada les ballet, ketemu lagi besok ya!” temanku Elis berkata dan pun bergegas pergi.
Aku juga mau bergegas pulang, buat apa juga di sekolah lama-lama. Tapi aku terkejut saat tanganku hendak mengambil kunci mobilku dari tasku dan tidak melihat iPhone di tasku, biasanya selalu ditaruh di situ. Aku buru-buru lari kembali ke kelas dan mencari, dan tidak ketemu juga setelah beberapa saat, di kelas tidak lagi ada orang, dan sekolah juga sepi. Tiba-tiba...
"Alo Van, lagi cari apa?", tanya Erwin salah satu siswa di kelasku.
Erwin ini tubuh nya agak gemuk dan besar dan lebih tinggi dariku, dan kulit nya hitam, aku amat jarang berbicara denganya. Bukan karena saya milih-milih teman, tapi saya memang pendiam dan pemalu, lebih sering dekat dengan sesama cewek.
"umm, Win, kamu bisa bantu cari HP ku gak? hilang nih", aku minta tolong kepadanya.
"oh, yg gedek dan berukuran segi panjang ini ya? kutemukan di kantin tadi nih, tak kira punya Vany", kata Erwin.
aku lega saat yg dia maksud adalah iPhone dan ada di tangan nya, berarti saat di kantin HP ku tertinggal tanpa sadar, gara-gara ke asyikan obrol dgn teman.
"iya win, terima kasih ya", kataku.
"masa cuman dapat terima kasih sih, hmmm, ini kan mahal, aku pantas dapat yang lebih 'Baik' dong??," Erwin.
"huhh?? ok, saya traktir kamu makan aja gimana??, boleh saya minta HP ku Win??", pintaku.
"maksudku yg mahal itu INI!! HAHAHA!", teriak Erwin sambil memperlihatkanku iPhoneku sendiri.
Saat ini aku sangat kaget, kenapa ada banyak foto bugil ku di HP ku sendiri, aku memang sering berfoto begitu tetapi selalu aku hapus. Diriku mulai berpikir, kenapa bisa begini, dan setelah ingat-ingat, ternyata semalam saat asik berfoto bugil di kamar mandi, aku jadi lupa menghapusnya karena aktivitas lain. Foto itu hasil potretan focus 4 MegaPixel, bayangkan betapa jelasnya setiap detil-detil wajah, dan tubuh dari bagian atas hingga bagian bawah. Orang tak kenalku pun tau itu adalah wajahku. Saya hendak merebut iPhoneku kembali,
"Sudah WIn! kembalikan! aku mau pulang!"
namun aku tidak bisa merebutnya dari Erwin karena tenaga nya lebih kuat dariku, dan tiba-tiba masuk lagi siswa sekelas lain yaitu Derman, Dodi, Anton, Gazali, dan Bobi.
"wah wah Win, beraksi sendiri nih ya, kukira kita beraksi rame-rame", kata Derman.
Mereka ini semua terkenal akan reputasi buruk, mau dalam sikap atau nilai, dan dari mereka tidak ada satu pun yg ganteng.
"hahaha, solo nih man, solo!", teriak Erwin.
Mereka ber-6 tertawa.
"sekarang ikut kamu ke kos Erwin, kita tadi sudah kirim foto ini ke BB kami dengan Whatssap, jadi jgn bnyk tingkah!", bentak Derman.
Aku terpaksa ikut, dan juga lebih baik bernegosiasi di tempat lebih sepi.

Akhirnya tiba di Kos Erwin yg sempit,kulihat jam nya tepat di jam 1 siang, dan bau keringat ini. Negosiasi pun di mulai.
"begini saja aku beri kalian uang, hapus foto-foto itu", usulku.
"gak! ini peluang emas, haha kita gak sebodoh itu, uang makan habis. tapi kamu beda, kata Erwwin.
"sekarang buka pakaian mu semua! cepat, kalau gak kita kan sebar foto ini hingga ke semua orang!", bentak Derman.
AKu pun tidak berdaya lagi mau lari juga tidak bisa, aku cuman bisa nurut saja. Ini akan jadi pengalam pertamaku bugil di depan orang lain, dan ini ada 6 orang! Aku perlahan mulai lepas seragamku, kemudian rok, dan sisa bra dan celana dalam putih.
"ayolah guys..tidak usah sampai begini donk, please aku bisa kasih yang lain tapi jangan yang ginian dong", mintaku pada mereka.
"kamu banyak omong kita kirim ke orang lain ya, mulai dari tim basket lalu ke tim sepak bola hingga satpam!!", teriak Dodi.
"Hahaha 1 foto saja size-nya saja 5Mb, gila jelas banget nih foto, siapa gak kenal kalau gini?", kata Anton.
Akhirnya aku putus asah juga, ku buka Bra ku kemudian celana dalamku. Dadaku dan vaginaku ter eskpos habis di hadapan mereka semua. Apalagi rambut vaginaku baru saya cukur sampai habis total sehingga terlihat jelas sudah oleh mereka.
"eee, ok...begini saja kan..? udah...kan?, sekarang...hapus foto..semuanya..",kataku sambil gemetaran.
"kamu becanda ya?? permainan belum mulai ini mah pemanasan doank!, Derman.
Mereka semua tertawa. Kini aku sadar dan mengerti sudah apa mau mereka semua.
"ok sekarang perintah kami dan kamu apain lu, lu turutin saja!, kalau ngga lu bakal jd terkenal!, ancam Erwin.
Aku di perintah duduk di atas tempat tidurnya Erwin dan mereka ikut naik juga dan mengelilingiku,
dan mereka mulai melepas pakaian mereka hingga bugil dengan ama cepat. Derman mulai menarik tubuhku hingga bersandaran di tubuhnya, tangannya tiada henti meraba payudaraku, perut, hingga ke ketiakku yang putih mulus. Kemudian kedua pahaku mulai di buka lebar oleh Anton dan Gazali dari kanan dan kiri dan di tahanin. Sepertinya salah satu dari mereka sudah siap menerkam vaginaku.
Dan orang pertama adalah Erwin.
Gazali, "nih Win jatahmu, kamu yg menemukan HP itu juga"

+ Erwin De BOSS

Erwin, Anton, Gazali, Bobi, Derman & Dodi

tanpa basa basi lagi, "Sluuurrrpppp, SLuurrrpp, cap..cepp..capp...SLurrrrppp!!" Erwin menghisap dan dan menjilati vaginaku yg tanpa ada sehelai rambutpun, dia melakukanya seperti sedang menghisap mie saja.
"Sluuurrppp...SLuurrrppp...cap..cepp..spok.."
"eeeeeeekkkkk, hentikan!! nnngghh..!!, rontaku namun badan ku tidak bisa bnyk bergerak semua arah tubuhku di tahanin, seluruh bagian vaginaku terasa geli dihisap, dan dijilatin, terutama di bagian klitoris.
"hahaha, ayoo Erwin go go go!!"
"Hahaha gimana Van enak kan?? biar kita2 yg urus aja kmu bakal puas pokoknya! hahaha!"
Sorak mereka amat bahagia, aku tidak bisa berbuat apa2 selain menutup mata dan, menggigit bibir saja.
"SPopp! sluurrpp Ahhh segar!! memek perawan!", Erwin.
akhirnya Erwin puas, vaginaku basah berlumuran ludah nya. kemudian dia menegak dan alat kelamin Erwin sudah ada di depan bibir vaginaku. aku tarik nafas panjang, tidak ada jalan lagi, perawanku akan di renggut. Pelanpelan dia memasuki Penisnya yg panjang 13cm, dan tebal 4cm ke liang vaginaku.
"nggggg......jangan....aaaaa...aaa..sakit...!", aku meronta dan menggerakan tubuhku, dan mereka pun mengunciku lebih keras lagi.
"ceeepp..." akhirnya pentrasi sudah sempurna, liang vaginaku terasa panas dan masih sakit. ada sedikit darah keluar dari situ. Aku sampai berkeringatan melalui hal dan menangis, dan Erwin membiarkan penisnya tertanam di vaginaku, spertinya dia tidak ingin aku kesakitan.
"hebat lo win, cuit cuit!", sorak teman-teman Erwin.
"dah, sshh! jangan berisik jink!, bentak Erwin kepada teman-temannya.
dan Erwin berkata padaku, "tenang aja Van, jangan menangis ini saya biarin memek lu beradaptasi dulu baru nanti ku pompa, kita juga tidak bermaksud nyakitin lu koki"
Aku yang dalam keadaan takut dan pusing cuman diam dan ngangguk-ngangguk saja. Setelah itu Erwin mulai memompa perlahan, dan ternyata kata dia memang betul tidak begitu sakit lagi. Bila saat tadi baru masuk lngsung pompa pasti akan sakit banget, untunglah. “Untung!?” apa yang saya pikirkan, ini lagi nasib sial! Erwin mulai memompa dengan cepat, aku menutup mulutku dan mataku rapat tidak ingin bersuara dan melihat.

Bobi, "Van keluarkan saja suara lu, akan lebih enak, jangan di tahan-tahan dunk, hehe"
Gazali, "iya Van, seperti gini Van, ahak ahak ahak!, hahaha!”
Dodi, "mata tidak sah di tutup juga dunk, matamu cantik banget sayang kalau di tutup, hihi.”
Mereka tertawa-tawa mengejekku sambil menggerayangi tubuhku. Setelah 15 menit Erwin memompa vaginaku, kemudian dia mulai menarik tubuhku naik dan dia terbaring, tentu penis nya masih tertanam di vaginaku. Sekarang posisinya adalah saya di atas, atau woman on top. Dia memompa cepat dari bawah hingga tubuhku naik turun, tanganku sudah tidak di tahan oleh yang lain lagi, kini tangan tangan Erwin menggenggam tanganku. Pikiranku berkata sendiri, perasaan ini terasa enak, bahkan lebih enak dari masturbasi. Tanpa sadar aku mengeluarkan suara pelan
 "uhhh...aahh.." dan nafasku menjadi cepat.
Mereka melihatku dalam keadaan begini amat gembira dan tersenyum. Setelah 15 menit....
"Van..! dah mau keluarr! buka.. mulut lu!!", perintah Erwin.
Aku turutin saja, tiba-tiba dia langsung mencabut penisnya dari vaginaku dan kepalaku langsung di tekan ke penisnya dengan cepat.
"creeettt...creettt...." semprotan sperma Erwin ke dalam mulutku, banyak sekali spermanya membuat mulutku dalam kesulitan.
Erwin,"di telan ya! awas kalau di muntahin, itu hadiah buat lu karena sudah memuaskanku."
Aku dengan terpaksa telan saja walau sulit banget, anggap saja seperti minum obat cina (karena pada dasarnya obat cina terasa aneh).
Erwin,"sudah telan??, coba buka mulutlu!", aku pun buka mulutku dan dia gembira karena aku telah menelan semua sperma nya.
Erwin, "nih masih ada sedikit peju di kontol gue, bersihin!", mulutku sekali lagi menelan penisnya dan membersihkan sisa cairan itu, dan kutelan.
Erwin pun menjauh dari tubuhku dan duduk di kursi beristirahat, dan tangannya memberi kode kepada temannya sebagai tanda giliran mereka. Sekarang masih ada Derman, Dodi, Gazali, Bobi, dan Anton, 5 orang. Aku rasa ini akan jadi hari yang panjang.
Giliran ke 2 adalah Derman, "ayo Van, kini giliranlu puasin gue!", perintah Derman.


+ Giliran Derman si Cerewet
Derman langsung baringkan tubuhku dan kepalaku di beri bantal.
"creeep" dia mulai memompa vaginaku, terasa seperti tadi Erwin memompaku, mngkin ukuran penisnya sama.
aku kembali perlahan mengeluarkan suara tadi " uhhh...ahh..."
setelah 15 menit terus terus begini rasanya seperti membuat vaginaku ingin megeluarkan air banyak, rasanya sperti mau pipis dan aku mulai tak karuan, suara nafasku meningkat dan teriakanku mulai terdengar keras
"ahh...ahhhh...!"
Bobi,"sudah saat nya! Ton cepat rekam!"
kemudian si Anton mulai pencet rekam dengan handycam canggih yang sudah disiapin entah sejak kapan!, dan tentunya merekamku yg sedang diserang perasaan enak ini dan sudah telat untuk menghentikan perasaan ini, tiba-tiba...
"crrrr....srrrr" vaginaku menyemburkan air, dan aku pun mencapai orgasme, tubuhku mengejang dan gemetaran lalu aku mulai teriak keras, "ahhhaahhh!....hahhh!...hahhh..! uhh..."
Terasa capek sudah pada sekujur tubuhku saat mencapai orgasme itu, tubuhku saja masih gemetar terutama pada bagian pahaku dan gilanya Derman masih belum keluar juga...oohh ampun dan masih ada 4 orang!!
Derman, " nih Win, lu Boss nya tapi masih kalah ma gue nih! hahah!
Erwin, "Sialan loe Jink! gwa mah blm keluarin power-power gua, loe tau gak!
"Huhahahahhaha!!", Mereka semua tertawa bahak-bahak.
Sepertinya Derman ini ikutin jejak Erwin bagaikan dia mentornya saja, dia mengangkat tubuhku dan hingga berposisi Woman On Top lagi.
"Man... sudahlah cepatan ya...masih ada 4 orang aku tidak mau sampai kecapekan gini..cepetan keluarin deh..", mintaku padanya, padahal maksudku agar aku tidak terlalu capai, tetapi mereka anggap itu lelucon lagi.
Derman,"wahh nih Vany minta peju ma Derman loh! pakai cepet-cepet lagi! hahaha!"
Gazali,"cuii cuiit vany hobi minum peju ya, ntr hbs ini gwa yg ngasih ya Van, sabar ya. hahah!!, kembali mereka tertawa kerass.
Maka aku pikir, lebih baik aku diam saja deh!!!!!

Derman kembali memompa vaginaku dari bawah dengan kecepatan luar biasa.
"uuhhh...uhh...hahh..", di pikiranku hanya harap si Derman ini cepeten keluarkan sperma dan selesai sudah. Setelah 15 menit, Derman sudah capai tingkatnya.
Derman,"woghh...sini mulut mu!, dia mencabut penis nya dan beridiri lalu kepalaku di tariknya hingga mulutku tertanam penuh dengan penisnys.
"Crettttt....CROOOoooooooooooTTT!!", "TELAN TUH SEMUA! TADI MINTA-MINTA PEJU KAN!??", teriak Derman.
Sperma yang kali ini luar biasa banyak di dalam mulutku, seperti dua kali lipat lebih banyak dari Erwin. Amat sulit untuk menelan semuanya, kepalaku harus berhadap ke atas dan pelan-pelan menelannya. Setelah itu aku kembali di suruh membersihkan sisa-sisa sperma di penisnya dan menelan lagi. Kemudian Derman menjauh dan istirahat sambil duduk, disudut ruang, namun dia tidak tampak begitu lelah, mmg mengerikan.
"hahhh...hahh..,sudah ya, aku tidak kuat lagi, hahh...", mintaku namun jelas kata-kataku percuma saja, aku sudah bagaikan budak bagi mereka.


+ Giliran Dodi, dan Anton (Tag Team)
Dodi,"gua sekarang!", sambil menaikkan lengannya macam absensi saja.
suasana tidak seheboh tadi lagi pakai teriak-teriak, pada udah terlihat fokus saja untuk seks denganku. Dodi membalikkan tubuhku, dan aku disuruh merangkak hingga menjadi posisi Doggy-Style. Dodi berlutut di belakang vaginaku dan mulai memompa dengan cepat. Aku melihat Anton menyerahkan handycam ny ke Erwin dan menuju ke arah mulutku.
Anton,"nih hisap kontol gue!"
sekarang aku sekaligus meng-servis 2 orang, dari belakang Dodi memompa vaginaku, dan di depan aku mengulum penis Anton. Penis mereka tampak mirip-mirip saja ukurannya, mungkin karena faktor usia sama. Anton sering menarik kepalaku sehingga penis tertancap lebih dalam ke mulutku, dan ditahan lama-lama. ini membuatku amat tidak nyaman hingga aku batuk-batukan, dan mataku basah oleh air mata. Stelah 15 menit, Anton dan Dodi bertukar posisi. Kini giliran Anton yang memompa vaginaku dalam posisi doggy-style. Dodi tidak seperti Anton main paksa-paksain masuk ke mulut, dia lebih memilih kuluman biasa. Gairahku kembali dan aku kembali di serang perasaan hanyut lagi. Namun aku tidak dapat bersuara kali ini karena mulutku sedang mengservis penis Dodi.
Pikirku, tidak baik, aku tidak boleh orgasme terus, masih ada 2 orang belum seks denganku, akan amat derita nantinya bila kecapekan. Tapi apa boleh buat, perasaan ini amat kuat tidak bisa di lawan. Setelah 10 menit, aku akhirnya orgasme lagi, ini udah ke 2 kalinya, kali ini ridak mengeluarkan air vaginaku.
"hahhhhh.....ahhhahhh......uhhhh", jeritanku panjang.
Si Anton dan Dodi cas dengan tangan mereka, seperti bahagia banget udah kerja sama membuatku orgasme.
parahnya aku yg di landa orgasme ini tidak diberi ampun untuk istirahat.
Anton langsung mencabut penisnya, dia membaringkan tubuhku lalu dia menarik tubuhku hingga bersandaran ditubuhnya, bagaikan duduk di kursi santai saja dan Dodi membuka lebar kedua pahaku dan langsung memompa vaginaku dengan ganas. Sedangkan Anton mencubit-cubit pelan kedua putingku yang bewarna coklat, tangannya juga memeras dadaku. Padahal aku belum pulih dari orgasme kedua ini, sekarang malah di hantam bagian bawah maupun atas dengan lebih ganas.
tidak lama dalam keadaan begini dalam 3 menit aku mulai orgasme lagi yg ke 3 kalinya, dan yang kali adalah multi-orgasme.

"AAAAAHHHHHHHHH.....AMMMM....PUNnnnn......AHHhhhhhhahhhhhhh.....!!!!!, teriakku.
"Cresssssss" kali ini banyak air semprot dari vaginaku, sprei kasur ini sudah basah banget oleh cairan vaginaku. Setiap detik itu direkam dengan handycam oleh yang lain. Kembali lagi mereka cas dengan tangan mereka "Plok", bagaikan kerja sama tim yang amat baik. Sedangkan tubuhku kejang dan gemetar hebat, nafasku sudah tidak teratur lagi. Tanpa ada istirahat lagi, Dodi kembali memompa vaginaku dengan lebih cepat dari sebelumnya.
"ahhh....jang...annnnn...sudah...ampp...punnnn....ngggheeee...", teriakku kali ini bener-benar sudah capek dan tidak sanggup lagi.
tapi kali ini Dodi tidak berlangsung lama, 3 menit dan dia mancabut penisnya dan mendekatkannya ke mulutku dan "crooootttttt!!"
mulutku pun kembali di penuhi oleh sperma pekat, Dodi langsung pergi beristirahat. Belum sempat menelan semua sperma tersebut, Anton langsung memompa vaginaku dengan kecepatan luar biasa, kurasa memang dipercepat supaya cepet keluar. Aku kembali tak karuan, namun tidak berlangsung lama, cuma 2 menit dan Anton langsung mencabut penisnya dan menghujani mulutku dengan spermanya yang banyak dan pekat. Sekarang ada sperma dari 2 laki-laki di mulutku, mulutku terasa isi penuh dengan sperma-sperma tersebut. Beberapa saat aku simpan di mulut sperma itu dan bertahan, aku rasa tidak mungkin bisa menelan itu semua, aku terasa mual dan capek sekali.
Karena kelamaan Anton dan Dodi langsung menuju ke arah kami ke 2 lenganku ditahan Dodi, dan Anton menutup mulutku dan hidungku sehingga aku tidak bisa bernafas.
dan dengan cepat langsung aku telan semua, karena kehabisan nafas.
"hah~ hah~ HAhh~...uhukk uhukk!.ughhh...hah..", setelah menelan semua aku batuk-batuk, tetapi tidak muntah.
Aku tau kini aku sudah berantakan hampir hancur, tapi mengingat masih ada 2 anggota lagi. Kini aku tutup mata berbaring diam di kasur bau itu, pasrah menunggu nasib selanjutnya lagi.

+Giliran Gazali + Bobi (last match?)
Gazali, " Bob, ayok kita runtuhkan Vany barengan, hihi!"
Bobi, " ah loe nih memang tak punya otak, loe lht sendiri tuh si Van, udah runtuh daritade kale!
Erwin, "Semenjak gara-gara si jink Derman sialan itoe Vany aja udah ambruk-ambrukkan."
Dodi, "ahh, ini berkat gua ma Anton kale, tag Team man, loe cuma solo mah gak ada apa-apanye!!
Derman, " ahh diam lah kalian Jink, tuh si Vany udah gak sabar, hajar Loe yang belum dapat giliran!!
"HAHAHAHAHHAHA!!", tawa mereka kembali terdengar di ruangan.
Tanpa ampun Gazali dan Bobi langsung mendekatiku, Bobi ini tinggi dan tubuh nya cukup maskular,
dia mengangkat tubuh berhadap kedepan dengan ke tangannya membuka lebar ke dua pahaku,
dan dalam posisi gini vaginaku siap di saji kapan saja. Gazali mulai mengambil posisi di depan bibir vaginaku dan ternyata aku salah duga atas ukuran penis mereka. Penis Gazali panjang banget hingga 18cm, tetapi tebalnya hampir sama dengan yang lain. Tak basa basi Gazali menancapkan penisnya dan memompa dengan cepat, rasany lebih beda dengan yang lain karena panjang, penis Gazali langsung meneyentuh bagian vaginaku yang lebih sensitif lagi, yaitu G-Spot. Ohh..di benak pikiranku hancurlah diriku, aku akan orgasme lagi dalam beberapa saat.
"aaaahhhaaa....ampunnnn...ampunn...ngggggg...ahhhh...",jeritanku pelan, karena aku mmg sudah tidak ada tenaga lagi.
Gazali,"hhahah, nikmati saja nih pedang legendarisku!!"
"Huahhahahahahaha!", kembali mereka tertawa berbahak-bahak.
setelah 5 menit memompa vaginaku dengan penis panjangnya, perasaan mau orgasme kembali menyerangku. Aku tidak tahan dengan kecapekan itu aku mulai minta henti.
"ssuu..dahhh....ahhh...ahhh! stopp!! ja...jangannngeeennghhh....aaaahhh...cu...kuppaa.....aaaahh"
"ti..tidak.....maaa...uu..orgas...me..lagi.....nggghhhh....!!", jeritanku minta ampun dengan suara lemah.
Gazali, "ogah orgasmee!??? Ok Ok gua urusin, Beres deh."
Mereka semua tampak senyam senyum sepertinya di balik ini ada bahaya lain mengancamku.
Dan saat itu ketika aku sudah mau mencapai puncak orgasme, si Gazali langsung menghentikan pompaannya dan orgasme ke keempat kali ini pun gagal. Aku lega saat itu, namun hal ini justru lebih menyusahkanku.

Bobi mulai duduk di kasur dan mengangkat tubuhku berbaring dan bersandaran di tubuhnya, dan membuka lebar kedua pahaku untuk si Gazali. Gazali kembali memompa vaginaku kadang pelan, kadang cepet banget, dan kadang tidak di pompa, cuman di tancap saja, dan kadang penisnya cuma masuk setengah. Hal itu di ulangin terus menerus higga 25 menit, aku makin menderita dalam kondisi begini, ini rasanya tiada akhirnya. Sudah 6 kali aku di buat gagal orgasme dan aku mulai tidak tahan dengan keadaan begini lagi dan hebatnya dia santai sekali, seperti dia yg mengontrol segalanya.
"sudahhh....cukuuupppppp...ampunnn.....ja...jangan...lagiii...hahhhh.....~~", aku minta ampun dah, mending orgasme saja pikirku.
Gazali pun menghentikan pompaan nya pada vaginaku.
Gazali, "hmmmm....ok jd mau gimana donk Van?? katanya tidak mau orgasme kan :)???", ejek Gazali dengan nada santai dan licik.
"ter....terserah...kamu....", jawabku pasrah.
Gazali, "ok kalau gitu..lanjut saja ya, tenang aja tidak ada orgasme lagi koq say~~""
"jangan..jangan lagi pokoknya...terserah kamu...jangan yang barusan pokoknya...", mintaku.
Bobi, "tapi kata ny terserah kan biar kami yang ngurus dunk? hehe"
Gazali,"iya nih tak jelas nih Vany mau nya apa? tadi bilangnya tak mau orgasme hihihih~", tawanya licik dan menjengkelkan.
Permainan mereka membuatku cukup naik darah dan sudah, aku tidak peduli lagi. Akhirnya,
"aku....akuuu..mau ORGASME SAJA!!!!", teriakku karena jengkel, sebenarnnya aku cuman ingin ini berakhir dgn cepat.
Mereka yang lain tertawa keras dan semangat mendengar kataku tadi, dan tak sadar si Anton merekam yg barusan saja semua.
Gazali,"nah gitu donk Vany! kamu orgasme dulu baru gua boleh orgasme dunk, begitu baru adil donk, bner gak??
Bobi, "jadi Vany cepeten orgasme ya, biar si Gazali juga cepeten, aku tak sabaran lagi nih. hahaha!!
Kembali Gazali menghajar vaginaku habis-habisan, "aahhhhhh.......ahhhhhh...AAAhhhh~~!",eranganku pun mulai memenuhi kamar kecil itu.
setelah 10 menit aku akhirnya orgasme, "oooohhhhhh.........ahhaaaaaa......ampunnnnnn.....", eranganku keras.
Gazali juga sudah mencapai puncak, dia berdiri dan memenuhi mulutku dengan spermanya,
tidak terlalu banyak sehingga saya menelannya dengan cepat. Selesai dia pun menjauh dan tinggalkan aku dan Bobi saja.

Bobi tanpa ampun dari belakang langsung mengangkat tubuhku dan memompa vaginaku, aku terlihat seperti duduk di kursi berpenis. Aku yang baru saja di serbu orgasme ke 4 kali itu, masih harus menahan serbuan terus menerus. Mereka yang lain sibuk merekamku dengan handycam.
Penis Bobi ini terasa lebih gemuk dari yang lain, namun sepanjang milik Erwin. Tak lama dalam 1 menit dalam posisi itu aku kembali di landa orgasme kuat yang ke 5 kali. Bobi berhenti 5 detik dan kembali memompa vaginaku dengan agak perlahan. Dan setelah 5 menit kembali memompa dengan kecepatan tinggi. Bobi ini juga kurang ajar dia sudah membuatku orgasme sekali dan dia juga belum mau keluar dan kali ini dia ingin ikutin jejak si Gazali ingin menggagalin orgasmeku lagi. Dia memompa dengan cepat dan kadang lambat, dan berhenti kadang selama 10 detik dan berlanjut lagi tak aturan.
"bo..BIIII, cukuupppp...aku tidak..mau meminta-minta lagi!!!", aku mulai kesel lagi.
"HAHAHAHHAHAHA!" Mereka kembali tertawa keras.
Tadi nya berposisi saya berhadapan ke Derman, Erwin, dan yang lain, sekarang Bobi memutar tubuhku hingga berhadapan dengannya dan kembali mempermainkanku. Setelah 5 menit terus menerus, dia berhenti sebentar sengaja untuk kerjain aku, tetapi kali ini beda. Aku sudah tidak peduli lagi ingin ini cepetan berakhir, aku langsung menaik turunkan sendiri pinggulku, jadi terlihat seperti aku yang mau seks ini. waktu itu memang akal sehatku menghilang, karena aku rasa aku sudah pasrah banget.
Bobi,"lihat oyy semuaa, nih Vany yg gerak sendiri lohh!"
Gazali, "cuii cuittt go Vany go!"
Mereka semua tertawa senang, sedangkan aku malu sekali.
Setelah 2 Menit aku kembali orgasme lagi, ini yg ke 6 kalinya.
"oooooouuhhhh.............uhhhhhh.......nggggggg......", kembali lagi tubuhku kejang dan gemetaran.
Kembali lagi Bobi menghajar vaginaku, kali ini dengan kecepatan tinggi.
Setelah, 30 detik lagi aku orgasme lagi, ini yang ke 7 kali. Si Bobi memang sialan, dia dengan sengaja membuatku multi-orgasme 2 kali. aku sudah hancur total. Namun Bobi akhirnya juga sudah keluar.
Bobi, "uwooghhh! sini mulut mu! Croooooooooooottttt!" Puassss!!! ppuass!"
Kembali mulutku di penuhi peju, setelah aku menelannya, aku rasa ini akan berakhir. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, cuma berbaring di kasur saja dengan setengah mataku terbuka. Aku lihat si Anton, Gazali, dan Bobi sibuk mengcopy video rekaman tadi ke laptop mereka. Jam berarah di jam 4, sepertinya sudah 3 jam aku berada di sini.

.................................................................
penglihatanku menjadi kabur, aku melihat Erwin, Derman, dan Dodi berjalan mendekati tubuhku. Aku tidak peduli lagi apa mau mereka, tidak mau berbicara lagi. Tubuku sudah tidak ada lagi setitik tenagapun, akhirnya penglihatanku gelap, tidak lagi merasakan apa-apa dan aku tertidur.
Semua ini barulah awal, sejak saat itu lah hidupku dipenuhi petualangan seks yang tidak pernah kuduga sebelumnya
.................................................................

Sampai di sini dulu pembaca, terima kasih telah membaca.
Salam Damai.
Kikuo

Kamis, 18 Oktober 2012

Lula Kamal XXX: Lukisan Petaka

Lula Kamal

“Jadi, apa yang membuatmu datang ke sini?” Lula bertanya pada remaja laki-laki yang duduk di depannya.
“Saya ke sini bukan karena keinginan saya sendiri, tapi orang tua saya yang memaksa.” jawab Azzam, sambil matanya nanar menatap meja.
“Ya, baiklah… baiklah... Jadi, ada masalah apa?” Lula memperhatikan bagaimana tubuh kurus Azzam gemetar, anak itu tampak sangat terguncang.
“Mereka… mereka menganggap saya gila.” sahut bocah itu, air mata mulai mengalir di sudut matanza yang cekung.
“Maaf?” Lula ingin memastikan kalau ia tidak salah dengar.
“MEREKA MENGANGGAP SAYA GILA!” Azzam mengulang lagi perkataannya, kali ini lebih keras, dan makin banyak pula air mata yang tumpah di pipinya. Bocah itu tergugu.
“Te-tenangkan dirimu, Zam… err, kamu bisa menceritakan kejadiannya padaku secara perlahan-lahan.” Lula mencoba menenangkan. Ia memperbaiki duduknya, meletakkan bokong bulatnya lebih nyaman lagi ke kursi.
“Ini semua karena lukisan bintang jatuh itu!” jawab Azzam lirih.
“Sebentar, aku akan mengambil kertas kosong dan mencatat beberapa poin penting yang kamu sampaikan. Baiklah, humm… lukisan bintang jatuh? Maksudmu sebuah lukisan yang menggambarkan bintang jatuh?” Lula mulai mencoret-coret catatannya. Payudaranya yang besar sedikit berombak saat ia melakukan itu.
“Ya, lukisan bintang jatuh pembawa sial!” seru Azzam, tampak sangat geram.
“Eh, kenapa kamu beranggapan lukisan itu membawa sial?” Lula menatap mata bocah itu yang masih merah dan penuh dengan air mata itu.
“…” Azzam terdiam, matanya lekat memandang wanita cantik yang sekarang ada di depannya. Seperti baru sadar kalau wanita yang berpakaian putih ini adalah Lula kamal, artis sekaligus dokter cantik yang sering ia lihat di TV.
“Azzam?” Lula memanggil, menarik lagi bocah itu ke alam nyata.
“L-lukisan itu, entahlah… ada yang aneh dengan lukisan itu.” bahu Azzam bergidik saat mengatakannya, tapi matanya masih lekat memandang Lula, eh... ralat: payudara Lula. Ya, mata Azzam sedang terarah ke sana sekarang, memperhatikan betapa besar dan menariknya daging kembar itu.
“Aneh bagaimana? Apakah lukisannya terlihat menakutkan?” tanya Lula, tidak menyadari ke arah mana mata si bocah terarah.
“T-tidak, tidak! B-bukan menakutkan… tapi, aneh…” Azzam menelan ludah, dalam pikiran mudanya mulai terbentuk bayangan sepasang payudara yang besar dan putih mulus milik Lula, dengan puting coklat kemerahan seukuran jari yang mencuat indah ke depan.

“Hmm… kamu bisa menceritakannya dengan lebih detail?” Lula menggeser duduknya, menempatkan kedua susunya di atas meja.
Azzam yang melihatnya, jadi makin susah untuk ngomong. “S-saya ceritakan d-dari awal?”
“Ya, ceritakan semuanya, aku siap mendengarkan.” Lula menyiapkan penanya, siap mencatat apapun yang penting.
“Lu-lukisan ini, warisan dari mendiang nenek saya…” Azzam memulai, matanya sama sekali tak berkedip, terus memperhatikan payudara sang dokter yang dirasanya semakin membusung. ”... lukisan yang menggambarkan pemandangan alam di malam hari di suatu padang rumput di daerah pegunungan, dengan fenomena alam berupa bintang jatuh.”
“Lalu apa yang aneh dengan lukisannya?” tanya Lula, jari-jarinya mulai bergerak untuk menulis.
“Susunya... eh, bintangnya…” jawab Azzam gugup, kemontokan payudara Lula membuatnya susah untuk konsentrasi.
“Susu apa bintang?” Lula bertanya menggoda. Senyum yang tersungging di bibir tipisnya makin membuatnya terlihat menarik.
Azzam ikut tersenyum sebelum melanjutkan ceritanya. “Lukisan itu menggambarkan langit malam kelam dengan sepuluh titik terang berwarna putih yang dapat saya pastikan itu adalah sekumpulan bintang. Salah satu bintang digambarkan lebih rendah daripada sembilan bintang lain dan memiliki ekor di belakangnya. Itu adalah bintang jatuh.” terangnya.
“Sepertinya aku sudah bisa membayangkan bagaimana lukisan itu. Tapi, semuanya normal-normal saja kan?” tanya Lula, catatan di bukunya semakin banyak sekarang.
“Sangat tidak normal! Saat pertama kali saya melihat bintang jatuh itu, Widya, salah seorang teman saya yang paling cantik, diperkosa orang. Akibatnya, dia harus opname di rumah sakit karena kemaluannya robek. Sulit saya terima, karena setiap hari dia selalu diantar jemput sopir.” membayangkan paras Widya yang cantik, ditambah dua bulatan daging milik Lula yang sekarang ada di depan matanya, membuat penis Azzam perlahan menggeliat.
“Ehm… kurasa itu hanya sebuah kebetulan.” sahut Lula. ”Kemana si sopir saat kejadian itu?” tanyanya.
“Mobilnya mogok, jadi agak telat sampai di sekolah. Widya yang tidak sabar menunggu, memilih untuk pulang jalan kaki. Saat itulah dia diperkosa. Pelakunya belum diketahui sampai sekarang. Dan saya yakin, INI BUKAN KEBETULAN!” Azzam membantah, terlihat sangat yakin.
“Apa maksudmu?” Lula bertanya tidak mengerti.
“Setelah kejadian itu, bintang jatuh di dalam lukisan menghilang tanpa bekas.” kata-kata Azzam bergema di ruangan itu.
“…” Lula terdiam, tangannya yang dari tadi sibuk menulis, sekarang berhenti. Ia berusaha mencerna sekaligus membantah keterangan Azzam, tapi dia kehabisan kata-kata. “Serius?” akhirnya hanya itu yang keluar dari mulut manisnya.
“Tentu saja! Saya tidak mungkin salah lihat.” Azzam terlihat sangat emosional, se-emosional penisnya yang semakin tegak membesar.
“Mungkin terkena kotoran yang menempel? Atau…” Lula mencoba memberi alternatif.

Azzam

Tapi Azzam langsung memotongnya. “Tidak mungkin! Karena hilangnya benar-benar alami. Tak ada bekas kotoran atau apa pun. Seolah bintang jatuh itu tidak pernah ada di dalam lukisan.”
“Aneh…” Lula bergumam. Ia meletakkan ujung penanya di pipi, tampak tengah berpikir keras.
“Apa saya bilang!” Azzam mengangguk, matanya makin melotot memandang payudara Lula yang sekarang tidak terhalang tangan. Wuih, benda itu memang benar-benar menggoda. Sudah besar, terlihat sangat bulat lagi. Pasti rasanya empuk sekali, batin Azzam dalam hati. Penisnya makin membesar saja di dalam celana.
“Eh, ya… oke… ini memang aneh, sulit untuk dipercaya. Tapi mungkin saja kamu mabuk saat itu atau…” Lula kembali menekuri catatannya.
“Saya masih enam belas tahun, Dok! Saya tidak mungkin meminum minuman keras!” sela Azzam cepat, merasa dilecehkan.
“Oh, oke… maaf…” Lula tersenyum, dia sedikit memajukan dadanya, membuat bulatan payudaranya makin terlihat membusung.
“D-dokter pasti tak akan percaya akan ceritaku selanjutnya.” dan Azzam menikmati pemandangan indah itu dengan senang hati.
“Tak apa-apa, ceritakan saja!” Lula mempersilahkan.
“…” tapi bukannya membuka suara, Azzam malah sibuk membenahi celananya. Penisnya sudah ngaceng sempurna sekarang, terasa ketat di sela selangkangannya, sakit sekali.
“Jadi?” Lula menunggu dengan senyum di bibir.
Azzam meluruskannya sebentar sebelum akhirnya menjawab. “Enam hari… enam hari sejak kejadian itu, lukisan tersebut menampakkan kembali gambar bintang jatuh.” katanya sambil menghembuskan nafas lega. Penisnya sudah mapan sekarang, terasa lebih nyaman.
“…” Lula tidak berkomentar, hanya tangannya yang bergerak untuk kembali sibuk mencatat.
“Bintang di langit yang semula ada sembilan, mendadak berubah menjadi delapan.” Azzam meneruskan kata-katanya.
“Oke, ini mulai terdengar absurd.” Lula mengutarakan pikirannya.
“Saya juga merasa begitu! TAPI INI SUNGGUHAN!” seru Azzam agak lebih keras, takut dikira berbohong.
“Zam, kamu tidak menggunakan obat-obatan kan?” tanya Lula lembut, dia tidak mau pertanyaannya menyakiti perasaan bocah itu.
“SAYA TIDAK SEDANG BERCANDA, DOK!” tapi tetap saja Azzam merasa tersinggung.
“La-lalu? Apa yang terjadi setelah kau melihat bintang jatuh itu lagi?” Lula mengubah topik.
“Salah seorang teman kecilku… Dia juga diperkosa di rumahnya!” Azzam berkata pedih. Terbayang di pikirannya wajah manis Adelia saat mereka bermain bersama 8 tahun yang lalu.
“Wahahaha, ini tidak mungkin.” Lula tertawa, tapi segera terdiam begitu menatap wajah garang si bocah.

“INI KENYATAAN, DOK!” Azzam sedikit berteriak.
“Tidak, ini kebetulan.” Lula masih tidak percaya dengan omongan bocah itu.
“TIDAK! INI BUKAN KEBETULAN! Berhentilah meragukan cerita saya, Dok!” Atau aku remas susumu! ancamnya, tapi dalam hati. ”Inilah kenapa orang tua saya menganggap saya gila. MEREKA TIDAK PERCAYA AKAN CERITA SAYA!” Azzam kembali ingin menangis.
“Eh… iya… baiklah… biarkan aku berpikir sejenak.” Lula membaca kembali catatannya, mencari apapun yang aneh dan tidak wajar. Dan hasilnya, semua terlihat tidak wajar!
“…”
Sementara itu, Azzam memanfaatkan kesempatan itu untuk mengamati tubuh si Dokter lebih lekat lagi. Dengan rambut disanggul ke belakang, Lula terlihat sangat cantik dan seksi. Kulitnya putih bersih. Meski tubuhnya tidak terlalu langsing, tapi karena lumayan tinggi, jadinya terlihat montok dan berisi. Dan inilah yang paling mencolok, dadanya begitu menonjol ke depan, membulat tegak, apalagi sore ini dia mengenakan blouse bahan kaos yang ketat warna krem, dengan jaket putih yang tidak dikancingkan, makin mempertegas keindahan bentuk sepasang payudaranya. Dipadu dengan rok mini warna coklat tua, yang membuat sepasang kaki mulusnya makin bersinar menyilaukan.
“Ok, jadi begini... kamu bilang, setiap kali kamu melihat bintang jatuh, ada orang yang kamu kenal mengalami pemerkosaan? Kemudian jumlah bintang di dalam lukisan berkurang. Ini absurd, Zam!” Lula menyampaikan kesimpulannya.
“TAPI INI NYATA!” Azzam bersikeras. ”Saya mohon, percayalah pada saya, Dok. Saya berbicara jujur. Dan saya sedang dalam kondisi sehat. Saya tidak mabuk, saya tidak...”
“Baiklah, Zam…” Lula mengangguk, dia bisa mengerti bagaimana perasaan bocah itu. ”Apa pemerkosaan selalu terjadi bertepatan dengan saat kamu melihat lukisan bintang jatuh itu?” tanyanya kemudian.
“Tidak persis sama. Biasanya ada selang beberapa jam atau hari. Lalu, bintang itu hilang setelah pemerkosaan terjadi.” sahut Azzam, lega karena si dokter cantik akhirnya percaya.
“Dan setelah lewat enam hari, bintang jatuh kembali muncul dengan jumlah bintang di langit berkurang?” Lula menebak.
“Ya, seperti itu…” Azzam mengedikkan bahunya, membenarkan ucapan wanita cantik itu.
“Oke, aku asumsikan kamu berbicara dengan jujur. Artinya ini adalah pengalaman supernatural. Ini memang terjadi pada sebagian orang. Tapi, untuk kasus seperti ini rasanya aneh sekali.” Lula mengetuk-ngetukkan penanya ke meja. Kertasnya sudah hampir penuh oleh catatan.

“Saya tidak tahu, semuanya saya alami begitu saja.” Azzam menyahut.
“Lalu apa yang kamu lakukan setelah menyadari kemungkinan keterhubungan antara lukisan dengan kejadian di sekitarmu?” tanya Lula, dia kembali menggeser duduknya. Padahal kursinya terlihat cukup empuk, tapi bokongnya yang bulat dan besar seperti tidak nyaman.
“Saya meminta orang tua saya untuk menyingkirkan lukisan tersebut.” Azzam melirik sekilas paha putih mulus Lula yang sedikit tersingkap ketika wanita itu memindahkan kakinya.
“Berhasil?” Lula bertanya lagi.
“Hanya dua hari. Lukisan itu kembali dipasang setelah dua hari.” jelas Azzam, penisnya terasa semakin membesar saja di dalam celana.
“Kenapa?” dengan mata bulatnya yang lebar, Lula menatap bocah kelas 1 SMA itu.
“Karena mereka menganggap lukisan itu warisan yang berharga dari mendiang nenek saya. Mereka ingin menjaganya.” Azzam membalas dengan kembali menatap payudara Lula lekat-lekat.
“Aneh, memangnya mereka tidak melihat keanehan pada lukisan itu? Misalnya gambar bintang yang berkurang itu?” untuk yang sekarang, Lula menyadari ke arah mana mata si bocah memandang, tapi dia membiarkannya saja.
“Mereka… mereka tidak percaya akan hal itu. Di mata mereka, lukisan itu tampak normal dengan jumlah bintang yang tidak berubah.” jelas Azzam, dia tampak kesulitan saat mau menelan ludahnya.
“Jadi, hanya kamu yang bisa melihat fenomena menghilangnya bintang dari lukisan?” tanya Lula, terus berusaha mengorek keterangan. Biar saja bulatan payudaranya menjadi santapan asal itu bisa membuat Azzam tenang.
“Kurasa begitu…” Azzam mengangguk. Matanya tak berkedip sama sekali, dia berusaha memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh si dokter cantik dengan semaksimal mungkin.
“Setelahnya...“ Lula terus memancing.
“Mereka membawa saya ke sini.” bayangan payudara Lula yang berada dalam genggamannya membuat penis Azzam yang sudah ngaceng berat menjadi semakin tegang dan kaku.
“Hmm, baiklah. Mereka menganggapmu mengalami beban mental dan membawamu ke dokter, pilihan yang tepat…” Lula mengangguk dan tersenyum.
“Tapi, Dok…” Azzam keberatan dibilang mengalami gangguan jiwa. Dia masih waras, masih sangat waras malah. Buktinya, dia masih bisa ngaceng melihat Lula yang begitu cantik dan seksi.

“Ya, aku berasumsi kamu berbicara apa adanya. Tenang saja. Walaupun sedikit aneh, aku mempercayainya.“ Lula meletakkan penanya dan bersandar di kursi. Tubuh montoknya makin terlihat menggiurkan saat dia menegakkan punggung.
“…” lagi-lagi Azzam tak berkedip saat melihatnya. Wanita seperti inilah yang selalu hadir dalam mimpi dan fantasinya setiap malam. Bukan main indahnya tubuh dokter yang satu ini. Perut Lula yang langsing dan BH yang nampak ketat menempel pada buah dadanya yang ampuun... besar dan menjulang, bikin penisnya makin nyut-nyutan. Sejenak Azzam menarik nafas panjang untuk menenangkan diri.
“Lalu, kapan terakhir kali kamu melihat lukisan itu?” Lula bertanya lagi, terlihat tak peduli dengan tatapan nakal si bocah.
“Tadi pagi… saya tidak sengaja melihatnya dan sudah tergambar satu bintang jatuh di sana. Tak ada lagi bintang di langit.” jelas Azzam dengan nafas mulai berat.
“Oh ya? Lalu apakah selama ini kecelakaan terus terjadi pada orang terdekatmu?” Lula menanyakan sesuatu yang ia sendiri sebenarnya tahu jawabannya.
“Ya. Terry, tetangga sebelah rumah saya, dia diperkosa saat suaminya sedang dinas jaga malam. Selanjutnya, mbak Mia, kakak ipar saya, diperkosa oleh seseorang yang pura-pura bertamu ke rumahnya. Lalu ada bu Aida, ibu teman saya, diperkosa saat suaminya tidak ada di rumah. Juga ada Emily, teman kakak saya, yang diperkosa sepulang dari main ke rumah. Selanjutnya, Bu Asih, teman arisan ibu saya, juga diperkosa...”
“Tu-tunggu!” Lula memotong, merasa ada yang aneh dengan keterangan Azzam.
“Ya?” Azzam menunggu, siap dengan segala kemungkinan pertanyaan.
“Semuanya diperkosa tanpa diketahui siapa pelakunya?” tanya Lula.
“Ya, begitulah… mereka sadar telah menjadi korban perkosaan, tapi tidak punya bayangan atau memori bagaimana peristiwa itu bisa terjadi.” jelas Azzam.
”Mereka lupa?” tanya Lula tak percaya. Baru kali ini dia menghadapi kasus seperti ini.
Azzam mengangguk. ”Lupa saat pemerkosaan terjadi. Tapi ingat sebelum dan sesudahnya.” jelasnya.
Lula menggeleng-gelengkan kepala, ”Aneh!” gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri. ”Eh, sebentar...” seperti mendapat ilham, Lula kembali melihat catatannya. Setelah membaca sebentar dan membuat beberapa coretan, dia kembali memandang Azzam, si bocah balas menatap dengan mata tak pernah beralih dari gundukan dada si dokter.
“Sudah kuduga ada yang aneh. Setelah dipikir-pikir, aku baru menyadari apa itu…” Lula mengangguk-angguk, tampak puas dengan hasil analisanya. ”Zam, siapa yang terakhir kali mengalami pemerkosaan?” dia bertanya.
“Minggu lalu, Rina, anak Pak RT yang juga teman adikku. Diperkosa setelah pulang dari les.” jawab Azzam.
”Apakah adikmu ikut les?” tanya Lula lagi.
”Ya.” Azzam mengangguk. ”Saya yang menjemput mereka, seperti biasa.”

“Benar sekali, tidak salah lagi…” Lula mengetukkan penanya dengan keras ke atas meja, membuat Azzam sedikit kaget.
“Benar apanya, Dok?” tanya si bocah tidak mengerti.
“Ah, tidak, tidak apa-apa… Aku hanya sedang berpikir. Tidak salah lagi, ini bukan sebuah kebetulan.” cetus Lula.
“Jadi sekarang dokter percaya pada saya?” tanya Azzam penuh harap.
“Kurang lebih ya. Tapi masih ada satu hal yang mengganjal...” Lula menggantung ucapannya.
“Apa itu, Dok?” tanya Azzam antusias.
“Para korban itu… apa kamu sempat berinteraksi dengan mereka semua?”  tanya Lula, suaranya terdengar tegang.
“Err… ya, se-sepertinya begitu.” Azzam membenarkan. “Walau hanya sebentar…” tambahnya kemudian.
Tapi itu sudah cukup untuk membuat Lula langsung gemetar dan pucat pasi. “Ini gawat!” katanya ketakutan.
“Eh? Kenapa, Dok?” Azzam masih tidak mengerti.
“Menurutku, setelah bintang jatuh itu muncul, wanita pertama yang kamu jumpai akan menjadi korban pemerkosaan, begitu!” terang si dokter cantik.
”...” Azzam terdiam, tampak berpikir dan mengingat-ngingat. Setelah itu dia mengangguk lemah. ”Dokter benar!” tampak kekecewaan dan penyesalan yang amat dalam di raut mukanya yang memelas.
“Eh, tunggu!” Lula tersadar, lalu cepat-cepat dia mengutarakan pikirannya. “Dan kalau memang pola ini benar, maka korban selanjutnya adalah... katakan padaku, Zam… siapa wanita pertama yang kamu ajak bicara hari ini, selain keluargamu tentunya karena kutukan ini sepertinya tidak berlaku untuk mereka?” tanyanya gemetar, takut dengan jawaban yang akan diberikan oleh si bocah.
“…” Azzam terdiam, berusaha mengingat.
“Zam, katakanlah…” Lula meminta, suaranya lirih dan parau.
“Eh, itu…” Azzam memucat begitu tahu siapa orangnya.
“Jangan bilang…” Lula ikut pucat, bisa menebak apa jawabannya.
“B-benar, Dok… Dokter Lula adalah wanita pertama selain keluarga yang berinteraksi dengan saya hari ini.” kata Azzam. Tersirat penyesalan yang amat sangat di matanya yang sipit.
“Be-begitu ya?” meski sudah mengira, tak urung Lula tetap lemas juga saat mendengarnya.
“M-maafkan saya, Dok… saya tidak bermaksud…” Azzam berdiri, ingin meminta maaf pada Lula karena sudah menimpakan nasib buruk pada wanita cantik itu.
”Pergilah, Zam! Konsultasi ini sudah selesai. Terima kasih sudah datang kemari…” Lula memalingkan muka, setitik air bening mulai menetes di sudut matanya yang lentik.
“T-tapi, Dok...” Azzam tidak sampai hati meninggalkannya.
”Pergilah, Zam!” Lula berseru, sedikit lebih keras. Dia berdiri dan membuka pintu, mengusir si pembawa petaka dengan halus.
“Ehm, i-iya, Dok. Baik!” meski tidak enak hati, Azzam sempat memperhatikan bagaimana goyangan pinggul Lula saat wanita itu berjalan tadi. Ugh, sungguh menggiurkan. Kalau saja situasinya tidak segawat sekarang, ingin rasanya ia disini seharian, menemani dokter setengah baya yang cantik dan seksi ini.

#####################

Sepeninggal Azzam, dengan badan masih gemetar dan jantung berdegup kencang, Lula bergegas masuk ke kamar pribadinya yang terletak tepat di sebelah ruang prakteknya. Kamar itu sebenarnya cukup besar, tapi jadi terasa sempit dan sesak oleh kehadiran ranjang besi berlapis kasur busa mahal tepat di tengah ruangan. Di pojok, ada lemari susun dari kayu yang bersebelahan dengan jendela lebar berkaca gelap. Lula segera menarik tirainya yang bergambar bunga untuk menghalangi pandangan orang, dia ingin mengganti baju. Sambil membayangkan nasib buruk yang akan menimpanya, Lula mengaduk isi lemari. Dari sana, diambilnya sebuah daster berwarna putih. Untuk sesaat dipandanginya daster itu, seperti menimbang apakah cocok untuk membalut tubuh sintalnya. Kemudian setelah memutuskan, tanpa memperhatikan kiri kanan, Lula mulai melepas blus dan rok pendeknya yang sudah basah oleh keringat. Gara-gara AC di ruang prakteknya rusak, dia jadi harus ganti seperti ini tiap hari.
“Besok harus beli yang baru”, batin Lula pada dirinya sendiri.
Sekarang hanya tinggal BH dan celana dalam berwarna putih berenda-renda yang menempel di tubuh mulusnya. Sekujur tubuhnya yang seksi itu nyaris telanjang, payudaranya yang sekal dan padat terlihat begitu menonjol dengan puting yang berwarna merah kecoklatan membayang di balik mangkuk BH-nya, sementara pinggangnya yang ramping ditambah pinggul yang bulat padat bertemu membentuk segitiga berbelahan sempit yang bersih rapi tanpa bulu. Lula baru saja akan memakai daster yang didapatnya di lemari, ketika tiba-tiba pintu ruang kamarnya terbuka dan seseorang menyerbu masuk, lalu menutup pintu dan menguncinya. Lula yang masih setengah telanjang, menjerit kaget bercampur marah.
”Hei, apa yang kau lakukan? Pergi dari sini!” hardiknya dengan nada tinggi melengking.
Tapi si penyusup menanggapinya dengan seringai liar. ”Tenang saja, Dok. Saya cuma pingin melihat keindahan tubuh dokter dari dekat. Dan ngomong-ngomong, saya sudah ingat semuanya sekarang!” kata Azzam kalem.
”Keluar, Zam... Jika tidak, aku akan teriak!” sengit Lula sambil menutup tubuh polosnya dengan daster, belahan payudaranya yang menonjol tampak mengintip malu-malu dari sela-sela BH-nya.
Azzam buru-buru menegak air liur saat melihatnya. ”Semua korbanku berkata begitu, Dok.” seringainya. ”Silakan berteriak sekerasnya, tidak ada yang akan menolong dokter sekarang.”
”J-jadi kamu yang melakukannya! Kamu yang memperkosa mereka semua!” Lula mundur ke tembok, menjauhi si bocah pembawa petaka, sadar akan bahaya yang mengancam dirinya.
Azzam mengangguk. ”Jadi sebaiknya dokter nurut saja sama saya. Percuma melawan, toh hasilnya akan sama. Saya tidak ingin menyakiti bu dokter, saya cuma ingin merasakan kehangatan dan kelembutan tubuhmu.” jawabnya masih dengan ketenangan yang sama seperti sebelumnya.
Mendengar itu, Lula segera berteriak sekencang-kencangnya. ”TOLONG! SIAPAPUN, TOLONG AKU!” dia berusaha untuk menyelamatkan diri.

Azzam menggelengkan kepala. ”Percuma, Dok. Tulah bintang jatuh telah menjauhkan semua orang dari tempat ini. Tidak akan ada yang datang menolong dokter. Siapa pun yang terpilih, tidak akan bisa menghindar!” sambil berkata begitu, Azzam mulai berjalan pelan mendekati si dokter cantik.
”Ja-jangan, Zam! Ampuni aku!” Lula menggeleng. Tubuh sintalnya terlihat lumpuh dan gemetar.
Kontras dengan wanita cantik itu, Azzam terlihat begitu yakin dan pasti dengan segala tindakannya. Sosok bocah lugu 16 tahun yang tadi menangis sesenggukan saat menceritakan kisahnya, kini hilang entah kemana, terganti dengan sosok monster pemakan wanita yang siap untuk menyantap hidangannya. Mata Azzam tak berkedip memandangi tubuh mulus Lula, hidungnya kembang kempis dengan suara berat, raut mukanya sudah merah kecoklatan, sementara air liur mulai menetes dari sudut bibirnya yang menghitam. Penisnya yang kaku dan keras, tampak menonjol dari balik celana, siap untuk keluar dan menemukan mangsanya. Lula bukannya tidak tahu hal itu, tapi dia benar-benar tidak sanggup untuk melawan. Mendadak tubuhnya terasa lemas dan tak bertenaga, sementara kakinya menjadi tambah gemetar. Bahkan dia tak sanggup untuk menyangga bobotnya lebih lama lagi.
“Apakah begini yang dirasakan semua korban itu?” Batinnya dalam hati sebelum ambruk di lantai. Badannya lumpuh oleh ketakutan dan kekalutan.
”Itu lah yang terjadi pada semua korbanku, Dok!” kata Azzam seperti menjawab pertanyaannya. Senyum kemenangan terukir di bibirnya yang tebal.
Lula diam saja. Hatinya terasa sedih dan sakit, tapi tetap tidak bisa berbuat apa-apa. Malah sekarang terjadi sesuatu yang aneh pada dirinya. Degup jantungnya terasa semakin cepat, begitu juga dengan aliran darahnya. Nafasnya mulai memburu, sementara keringat dingin mulai mengalir di dahi dan lehernya yang jenjang.
“Tidak! Aku tidak mungkin terangsang!” Lula berusaha melawan perasaan itu. Tapi cairan bening yang mulai merembes keluar dari lubang vaginanya, tidak bisa dibohongi.
Azzam yang melihatnya, dengan senyum makin lebar, segera meraih tangan Lula dan membawa wanita cantik berpostur tinggi itu ke arah tubuhnya untuk dipeluk. Dalam keadaan normal, Lula pasti menolak dilecehkan seperti itu. Tapi sekarang, karena pengaruh sihir lukisan, dia cuma bisa diam dan menurut apapun perlakuan Azzam. Dalam pelukan si bocah, Lula menangis sesenggukan karena tak bisa melawan, cuma itu yang bisa ia lakukan. Azzam yang sudah terasuki nafsu setan, tidak mempedulikannya. Dia meraih dagu Lula dan memagut bibir Lula yang lebar tapi tipis untuk kemudian melumatnya dengan gemas. Lula berusaha mengatupkan bibirnya agar si bocah tidak bisa mengulumnya. Namun upayanya itu hanya bertahan beberapa detik, setelah Azzam mendekap tubuhnya makin erat, ia pun menyerah. Gesekan antara tubuhnya dan tubuh si bocah malah menimbulkan nikmat yang amat sangat, yang pada gilirannya makin menambah nafsu birahinya.

Tanpa sadar, secara perlahan-lahan, Lula pun membuka mulutnya. Azzam segera menerobos, lidahnya membelit dan menjilati seluruh rongga mulut si dokter cantik, mengajaknya untuk saling menghisap dan bertukar air liur. Lula, meski masih dengan agak berat hati, mulai meladeninya. Bibirnya yang tipis mencari, mengejar kemana pun lidah Azzam bergerak, menghisap bibir tebal pemuda tanggung itu dan menelan ludah mereka yang keluar semakin banyak. Bunyi decapan dan desisan dengan cepat memenuhi ruang kamar yang tidak begitu besar itu.
”Auw!” jerit Lula ketika dengan sekali sentak, Azzam berhasil melepas kait BH-nya.
Payudaranya yang bulat dan padat, yang dari tadi cuma mengintip sebagian,  kini terburai keluar, menggantung telanjang di depan dadanya, terlihat begitu menggairahkan. Bentuknya sangat bagus dan sempurna meski ukurannya sangat besar, benda itu terlihat masih sangat kenyal dan padat, tidak terlihat turun sama sekali, dengan puting susu merah segar seukuran ibu jari yang mencuat indah ke depan.
”Wow!” Azzam kesulitan menelan ludah saat melihatnya, ternyata payudara Lula lebih indah dari yang ia bayangkan sebelumnya. Gemetar, tangannya terjulur untuk memegang dan mengelusnya,
”Ohh... lembut sekali, Dok!” gumam Azzam sambil terus bergerak menjelajahi payudara Lula yang mulus dan terawat.
Dia meremas-remas dan memijiti benda bulat kembar itu dengan dua tangan, bersamaan kiri dan kanan. Puting susunya yang terasa mengganjal di telapak tangan, tidak lupa ia pilin dan tarik-tarik ringan, sesekali juga dijepitnya diantara jari dan dipencetnya kuat-kuat. Azzam tampak gemas sekali dengan benda itu. Lula mengejang mendapat perlakuan seperti itu. Kesadarannya mulai hilang, apalagi saat Azzam mulai menjilat dan menghisap putingnya, ia pun makin tenggelam dalam dorongan nafsu seksual yang amat dahsyat, yang tidak mungkin ia lawan balik. ”Oughh... Zam!” rintihnya pelan dengan tubuh bergetar merasakan lidah si bocah menyapu permukaan payudaranya yang sensitif, untuk kemudian hinggap di putingnya dan menghisap kuat-kuat disana, nenen seperti bayi yang baru lahir, menghisap bergantian kiri dan kanan. Dengan mulut masih menempel di payudara Lula, Azzam perlahan membaringkan tubuh mulus si dokter cantik ke atas kasur yang ada di tengah ruangan. Tangannya mulai meraba dan mengelus-elus sepasang paha panjang dan putih mulus milik sang dokter yang berada di hadapannya.

Tangan Azzam bergerak mulai dari lutut hingga ke pangkal paha, dan berakhir di celana dalam putih berenda yang dipakai oleh Lula Kamal. Lalu dengan kasar dia menarik celana dalam itu hingga terlepas. Lula sekarang benar-benar sempurna telanjang bulat terbaring di depannya. Azzam memandangi kemulusan tubuh wanita itu dengan takjub.
”Dari semua korbanku, dokter lah yang paling cantik!” bisiknya dengan deru nafas memburu.
Azzam mulai menelusuri sekujur tubuh telanjang Lula dengan bibir dan tangannya. Bibir Lula yang merah segar tak henti-hentinya ia lumat, sementara tangannya terus menggerayangi dan meremas payudara Lula yang bulat membusung. Bahkan dalam kondisi berbaring seperti sekarang, benda itu masih terlihat padat dan berdiri tegak, benar-benar membangkitkan gairah. Sambil memilin-milin putingnya, Azzam menjilati perut dan pinggang Lula yang sedikit berlemak. Kemudian dia membuka paha wanita itu lebar-lebar hingga ia bisa melihat vagina Lula yang sempit, yang licin tak berbulu. Lula memang secara rutin selalu mencukur rambut kemaluannya, dia suka selangkangannya bersih daripada ditumbuhi bulu-bulu keriting yang bikin gatal. Azzam pun mendekatkan wajahnya dan dengan ujung lidah, dia menyapu liang vagina Lula secara perlahan, dari bawah ke atas. Hmm, rasanya lembut sekali, baunya juga sangat wangi, sungguh berbeda dengan vagina korbannya yang lain. Dia jadi ketagihan. Menjulurkan lidahnya makin panjang, Azzam pun menjilat dan menghisap vagina itu dengan rakus.
”Ohh... ahh... ohh... ehsss...” tanpa sadar, Lula mulai mendesah merasakan kenikmatan yang mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.
Apalagi saat Azzam mengemut dan menghisap klitorisnya, dia makin tak tahan. Dengan tubuh menggelinjang cepat, Lula pun menjerit.
”Arrghhhhh...!” gairah yang dari tadi ia tahan, akhirnya meledak juga.
Azzam yang mengetahui Lula mulai terangsang, makin buas menggeluti tubuh mulusnya. Dia mengangkangkan kaki Lula dan membenamkan wajahnya makin dalam ke belahan vagina wanita cantik itu. Bibir dan lidahnya bergerak makin cepat, terus-menerus mengorek dan menjelajahi liang sempit Lula yang terasa semakin licin dan basah. Sementara tangannya yang kurus, tak henti-hentinya meremas dan memijit-mijit payudara Lula sambil tak lupa memilin-milin putingnya.
”Oohh...!!!” tak kuat menahan gairah, Lula pun akhirnya mengalami orgasme. Tubuh montoknya mengejang sesaat sebelum akhirnya melemas kembali. Dari dalam vaginanya, mengucur deras cairan bening yang hangat tapi agak kental.

Melihat korbannya sudah tidak berdaya, Azzam tersenyum puas karena berhasil menaklukkan dokter cantik yang juga artis itu. Perlahan dia membuka pakaiannya satu-persatu sampai telanjang bulat, sama seperti Lula. Penisnya yang panjang dan besar sudah terlihat tegak mengacung dengan begitu gagahnya. Sedikit kasar, Azzam menarik tubuh Lula yang tergolek lemas bugil di atas ranjang, perlahan diangkatnya kaki wanita itu ke atas, lalu dibukanya lebar-lebar hingga ia bisa melihat lubang vagina Lula dengan jelas. Benda itu itu tampak sangat basah, juga sedikit menganga, siap untuk menerima kehadiran penisnya. Menempatkan dirinya tepat diantara kedua kaki Lula, Azzam pun melakukannya. Pelan-pelan dia merebahkan diri dan menindih tubuh mulus sang dokter cantik sambil sesekali mencium bibir Lula yang tipis. Lula hanya bisa menggeliat sambil mendesah nikmat merasakan sentuhan ujung penis Azzam di bibir kemaluannya. Lula sebenarnya mengetahui kalau sebentar lagi statusnya sebagai seorang wanita terhormat akan direnggut secara paksa, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Kutukan lukisan telah menguasai dirinya, membuatnya pasrah pada nafsu birahi, sehingga tidak mampu untuk melawan sedikitpun. Malah yang ada, vaginanya seperti senut-senut, terasa sangat gatal, dan berharap penis besar Azzam segera menggaruknya untuk menuntaskan rasa dahaganya. Pelan tapi pasti, Lula mulai berharap agar persetubuhan itu segera berlangsung!
”Ini dia, Dok. Tahan ya!” Azzam mendorong pantatnya maju, membuat penisnya menyeruak masuk ke dalam vagina Lula secara perlahan-lahan.
Lula meringis menahan sakit sekaligus enak pada liang vaginanya.  Vaginanya yang masih terasa sempit meski dia sudah pernah melahirkan. Azzam sendiri merasa kesulitan saat akan memasukkan penisnya lebih jauh, dia merasakan jepitan vagian Lula begitu kuat, seperti melawan desakan penisnya. Tapi dengan satu dorongan kuat, batangnya pun akhirnya amblas seluruhnya. Masuk. mentok di dalam vagina Lula, hingga menabrak mulut rahim wanita cantik itu.
”Arghhh...” Lula merintih kecil merasakan penis Azzam yang besar dan panjang memenuhi liang vaginanya.
Meski terasa nikmat, tak urung air matanya tetap mengalir juga membasahi pipinya yang mulus. Sebagai seorang istri, sepasrah apapun dia, tetap ada sedikit rasa menyesal di relung hatinya. Dia telah mengkhianati cinta sang suami.
”Ehh...” Azzam mengerang lirih. ”Gila, vagina dokter kenceng banget!” serunya kegirangan.
Bocah itu masih diam, tetap pada posisi semula. Dia membiarkan penisnya terbenam dalam di vagina Lula yang sempit dan hangat tanpa berusaha untuk menggerakkkannya. Dia ingin menikmati kedutan dinding vagina Lula yang menyelimuti seluruh batangnya, membuat penisnya serasa diremas dan dipijit-pijit halus. Nikmat sekali.

Selama tiga menit, tidak ada pergerakan apapun dari keduanya. Lula yang sudah terangsang berat, akhirnya jadi tak tahan. Apalagi di dalam vaginanya, penis Azzam terasa semakin mengeras dan membengkak besar. Sambil pura-pura mendesah, dia pun mulai menggoyangkan pantatnya, menariknya maju mundur, sambil sesekali memutarnya, hingga membuat penis Azzam  yang menancap dalam, mulai tertarik keluar masuk.
”Ahh... Zam!” desah Lula pelan saat penis si bocah mulai menyetubuhinya.
Dan rintihannya berubah menjadi jeritan kecil saat Azzam tanpa peringatan sebelumnya, mendesakkan penisnya kuat-kuat hingga menusuk begitu dalam. Lula menggigit bibirnya merasakan sakit sekaligus nikmat pada lubang vaginanya. Sementara itu, Azzam terus bergerak memompa tubuhnya untuk menggenjot tubuh mulus Lula dengan penisnya yang besar dan panjang. Mula-mula pelan, tapi saat vagina Lula dirasanya mulai terbiasa dan menjadi bertambah basah, bocah itu pun mempercepat genjotannya. Badan Lula sampai terguncang-guncang karenanya, kaki wanita itu mengejang-ngejang, kedua payudaranya bergoyang cepat, secepat tusukan Azzam yang semakin brutal, sementara kepalanya terdongak ke atas dengan bibir terkatup rapat, antara menahan sakit dan nikmat yang dirasakan di dalam vaginanya. Lula cuma bisa merintih menjerit-jerit merasakan serangan bocah kecil itu. Azzam yang melihatnya, menjadi semakin bernafsu. Dia memompa semakin cepat sambil mulutnya tak henti menciumi dan menjilati payudara Lula yang bulat besar. Putingnya yang mencuat kemerahan, ia hisap dan sedot-sedot keras, seperti bayi yang sedang menyusu pada ibunya.
”Ahh.. ohh.. ahh...” Lula yang diserang atas bawah, mendesah manja.
Sedikit rasa sakit yang sempat ia rasakan di awal permainan, kini telah hilang sepenuhnya, tergantikan oleh rasa nikmat yang amat sangat, membuatnya semakin liar dalam menggerakkan pinggul.
”Oughh...” Azzam menggeram merasakan betapa sempit dan rapatnya vagina dokter cantik itu. Gesekan kemaluan Lula amat terasa di batang penisnya. Ohh... nikmatnya! Sprei di ranjang itu sudah acak-acakan. Dipannya berderit setiap kali Azzam melakukan gerakan menusuk.

”Ohh... ahh... ohh...” desahan Lula juga semakin keras terdengar.
Saatnya sudah hampir tiba bagi dia. Dengan mata terpejam dan mulut menjerit-jerit, Lula pun menjemput orgasmenya. Tubuh montoknya terguncang-guncang saat rasa nikmat itu datang. Cairan cintanya menyembur deras, tapi tidak sampai tumpah karena disumbat oleh penis besar Azzam. Penuh kepuasan, Lula menikmatinya sampai tetes terakhir. Azzam yang sempat menghentikan goyangannya, begitu tahu kalau rasa itu telah berlalu, kembali menggenjot pinggulnya, kali ini lebih keras dan lebih dalam. Vagina Lula yang becek membuat gerakannya menjadi lebih sempurna. Kedua tangannya memegangi payudara Lula yang membusung indah dan meremas-remasnya penuh nafsu. Benda itu tampak mengkilap sekarang, basah oleh keringat.
”Ughh.. aghh.. ughh..” dengan geraman yang makin sering terdengar, Azzam menusukkan penisnya dalam-dalam.
Sensasi yang sedari tadi ia kejar, kini terasa sudah semakin dekat. Hingga akhirnya,
”ARGHHHHHH...!!!” dari ujung penisnya, menyembur cairan mani yang amat banyak.
Tubuh kurus Azzam berkedut-kedut saat cairan putih yang licin dan lengket itu memenuhi liang rahim Lula. Dengan nafas masih ngos-ngosan, dan tubuh basah oleh keringat, Azzam ambruk sambil mendekap tubuh mulus si dokter cantik. ”Ohh... saya puas sekali, Dok! Inilah persetubuhan paling nikmat yang pernah saya rasakan!” bisik Azzam di telinga Lula, lalu mencium bibir wanita cantik itu dan melumatnya dengan rakus. Lula tidak sanggup untuk membalas, bahkan untuk sekedar mebuka mata saja ia tidak mampu. Tubuhnya terasa sangat letih dan lemah. Dan sedetik kemudian, ia pun jatuh ke dalam jurang kehampaan yang gelap dan kelam. Lula pingsan.

***

Keesokan harinya, sebuah surat kabar pagi memberitakan.

”LULA KAMAL (42), ARTIS SEKALIGUS DOKTER TERNAMA, DITEMUKAN TELAH DIPERKOSA DI RUANG PRAKTEKNYA. PELAKU MASIH BELUM DIKETAHUI, DAN SEKARANG MASIH DALAM PENGEJARAN POLISI.”

Azzam menelan ludah. Perlahan-lahan ia melirik ke arah lukisan bintang jatuh yang tergantung di dinding ruang keluarga. Seluruh bintangnya sudah menghilang tanpa bekas. Dan seperti biasa, ia juga lupa kemana saja ia semalam setelah pulang dari konsultasi dengan dr. Lula Kamal. Yang diingatnya cuma kegiatan sebelum itu dan ketika ia bangun tadi. Selebihnya gelap

By: Iisamu Takeo

Rabu, 17 Oktober 2012

Reborn Slut Christie: Back to Black


Reborn Slut Christie: Back to Black

Christie

Siang itu udara sangat panas. Aku menikmati waktu santaiku dengan nonton tv di ruang tengah, gorden kututup supaya cahaya matahari tidak terbias di layar tivi, dan AC kunyalakan. Rumah ini memang masih agak berantakan,  maklum, rumah baru dan kami pun belum lama pindahan. Pembantu dua orang yang dijanjikan agen pembantu rumah tangga terlambat datang sehingga belum ada yang mengurus beres-beres. Aku tidak teralalu mempermasalahkan sih, enaknya jadi lebih privat karena cuma kita berdua di rumah, tidak enaknya ya semua pekerjaan harus dikerjakan sendiri. Dua minggu lalu kami baru saja kembali dari bulan madu di Jepang.  Suamiku, Peter, sudah kembali bekerja, dan cutiku masih sampai minggu depan sehingga jadilah siang itu aku sendirian di rumah. Karena di rumah sendiri, aku cuma pake celana pendek dan kaos buntung sehingga tubuhku yang mulus terpampang menggiurkan. Maklum lah kan pengantin baru, sebelum nikah sudah diet dan jaga badan baik-baik. Oh iya sebelumnya aku memperkenalkan diri dulu, namaku Christie, 25 tahun, tinggiku 165 cm, berat 48 kg dengan rambut hitam lurus sebahu lebih sedikit. Kulitku putih karena aku berdarah  Chinese. Ketika sedang asyik-asyik nonton drama Korea kesukaanku tiba-tiba terdengar suara musik bel rumah ini berbunyi. Dengan malas aku keluar.
“Duh...siapa sih siang-siang panas begini?” gerutuku dalam hati.
Aku membuka pintu dan melihat ke arah pagar rumah.
 “Ya?” kataku pada pria yang menunggu di depan gerbang itu.
 “Permisi, Bu,” kata tamu itu dengan sopan.
Seorang pria setengah berumur empat puluhan lebih. Orangnya agak lebih tinggi sedikit dari aku karena tubuhku termasuk tinggi juga. Ia memakai seragam pabrik suamiku.
“Saya dari pabrik, disuruh Bapak nganterin gulungan kain yang mau disimpan di rumah Bu”
“Ohh begitu, sebentar ya Pak, ambil kunci dulu” kataku seraya kembali ke dalam mengambil kunci pagar.
Aku kembali lagi membawa kunci dan membuka gembok lalu gerbangnya, dan orang itupun memundurkan truknya memasuki pekarangan  rumahku. Walau baru pernah bertemu, aku sama sekali tidak ada pikiran negatif karena tahu dia adalah bawahan suamiku dilihat dari seragam pabriknya dan kendaraannya.

Pria itu pun mulai menurunkan satu  persatu gulungan kain dari truk dan kuantar ke gudang di dekat taman belakang tempat menyimpan stok barang dan peralatan. Sekilas aku merasa familiar dengan orang ini. Mukanya seperti pernah kulihat dimana ya? Ah..,mungkin hanya perasaan saja. Masa aku kenal dengan buruh seperti ini? Aku ke dapur dekat situ untuk menyiapkan minuman untuknya sementara ia terus sibuk memindahkan barang.
“Nah… Bu, ini yang terakhir” panggilnya. “bisa tolong Ibu cek ulang di sini?”
Kuhampiri dia seraya berkata “Boleh, ini Pak, tehnya di minum dulu” sambil kutawarkan teh dingin padanya.
 “Makasih Bu” katanya meraih gelas dari tanganku dan menghabiskan isinya sekali teguk.
“Oke deh Pak, ini aja? Bapak titip apa lagi gak?” tanyaku
Bukannya jawaban yang kuterima, tiba-tiba aku merasakan punggungku didorong dari belakang sampai terhempas ke atas tumpukan kain lalu secepat kilat ia menindihku.
“Aaahh.. . apa-apaan ini!!!” aku terpekik.
Sebelum aku sempat menjerit lagi, tangannya menutup mulutku menyebabkan aku sulit bernafas. Dipindahkannya berat badannya sehingga tubuhnya lebih mantap menindihku. Aku terbeliak ketakutan. Aku sangat takut saat itu, sungguh aku takut sekali. Kupikir diriku akan segera menjadi korban pemerkosaan brutal, terus terang aku jijik sekali melihat tampangnya yang jauh dari ganteng itu. Ia lalu melepas topi petnya dan menatap wajahku.
“Non Christie…” ia menyebut namaku, tatapannya nanar “Udah lupa yah sama Bapak? Dulu kita kan pernah gituan di rumah teman Non”
Mataku membelakak, ketakutanku bercampur dengan perasaan yang sulit kujelaskan. Aku baru ingat lagi orang ini, bedanya sekarang tidak lagi berkumis tipis seperti dulu dan nampak lebih gemuk. Memoriku melayang kembali ke kehidupanku lima tahun yang lalu ketika aku masih di bangku kuliah dan menjalani profesi sebagai SPG dan model freelance. Kuakui saat itu kehidupanku bisa dibilang sangat liar. Dugem, free sex, alkohol bahkan narkoba bukan hal yang asing bagiku.

-----------------------------------
Lima tahun yang lalu

Saat itu aku menghadiri pesta pribadi seorang teman yang merayakan ulang tahunnya. Seiring waktu yang semakin malam, pesta itu semakin liar hingga akhirnya menjadi pesta orgi atau pesta seks.  Para undangan khusus, yaitu yang tetap tinggal hingga pesta biasa berakhir, termasuk diriku, mulai melucuti pakaian pasangan masing-masing hingga tinggal mengenakan pakaian dalam saja. Dua gadis berstriptease di tengah ruangan yang besar mulai mengeluarkan provokasi yang menantang para pria dan wanita di ruangan itu yang jumlahnya sekitar belasan orang untuk melepaskan pakaian mereka jika mereka memang berani. Banyak dari para undangan menyanggupi tantangan tersebut karena kebanyakan dari mereka memang sudah setengah mabuk atau minimal tipsy. Gery, salah seorang teman priaku berusaha menciumku. Walaupun aku awalnya berusaha menolak tetapi karena ulah tangannya yang meremasi seluruh bagian tubuhku membuatku menjadi tidak kuasa menahan libido, belum lagi saat itu aku sudah setengah sadar karena telah dicekoki minuman sebelumnya. Tubuhku pun limbung dan terduduk di sofa besar tempat kami bersantai dan sepasang payudaraku langsung menjadi sasaran tangan Gery ditambah lagi bibirnya yang langsung nyosor tanpa permisi lagi. Pertahananku pun hancur total dalam waktu singkat. Ia melucuti pakaianku satu demi satu hingga tak tersisa apapun lagi di tubuhku. Aku pun membalas dengan membuka pakaiannya sambil bercumbu panas. Setelah sama-sama bugil, Gery memintaku mengoral penisnya. Tanpa disuruh lagi aku pun menundukkan badanku dan mengarahkan penisnya yang kugenggam ke mulutku. Kepalaku naik turun mengulum penis itu kadang aku menjilatinya seperti es lilin. Saat sedang mengoral Gery tiba-tiba ada sebuah tangan yang merenggangkan pahaku, jari-jarinya langsung masuk dan mengocoknya dengan cepat. Ternyata Paul, salah satu teman cowokku yang lain, ikut bergabung menjarah tubuhku. Sambil mengocok vaginaku, mulutnya nyosor mengenyoti payudara kananku dan tangannya bergerilya menggerayangi tubuhku. Mendapat perlakuan seperti itu dari kedua pria ini, kontan saja wajahku memerah menahan gejolak nafsu yang sudah tak tertahan lagi, sesekali keluar desahan sensual dari bibirku.
 “Akhh…eennhh…” desahku ketika jari Paul mempermainkan klitorisku, belum lagi dengan remasan tangannya di payudaraku.
 Kedua tangan Paul lalu menarik kedua pahaku sehingga posisiku kini berbaring menyamping di sofa besar itu sambil tetap mengoral penis Gerry. Ia mengangkat paha kananku dan menaikkkannya ke bahunya
 “Gua masukin ya Tie. Tahan dulu sebentar yah.” kata Paul sembari mengarahkan kepala penisnya ke liang senggamaku.

Aku yang sudah birahi tinggi tinggal pasrah saja ketika vaginaku ditembus oleh penis Paul. Dalam setarikan nafas saja ia sudah berhasil melesakkan separuh dari batang kemaluannya ke dalam liang kenikmatanku. Aku mengejang karena rasa nyeri, tubuhku menggelinjang dan mulutnya mulai mengeluarkan desahan. Tanpa buang waktu lagi, Paul menyodokkan penisnya lebih dalam dengan bernafsu. Kocokan penisnya semakin lama semakin cepat saja. Aku mengikuti saja irama permainannya sambil  terus mengulum dan mengocoki penis Gerry. Aku menyapukan pandangan ke sekelilingku, semua orang di ruangan ini telah hanyut dalam pusaran birahi, suara desahan memenuhi ruang tamu yang luas ini bercampur baur dengan suara musik, aura mesum terasa pekat sekali. Aku melirik ke arah tangga dekat posisiku, di sana kulihat Sandra, teman dekatku, sedang dicumbu pasangannya dalam posisi berdiri dari saling mencium dan meremas, keduanya mulai membuka pakaian pasangan masing-masing. Sandra duduk di tangga dan membentangkan kedua kakinya. Pria itu langsung melumat vaginanya dengan bernafsu. Ia mendesis tak karuan menahan rasa geli campur nikmat dari jilatan pria itu. Mulutnya mengeluarkan desahan sambil menggoyang-goyangkan pantatnya. Pesta semakin menggila saat satpam rumah dan juga beberapa sopir yang tadinya cuma menunggu di luar dipersilakan ikut serta dalam orgy ini. Entah siapa yang mengajak mereka ikutan, kulihat wajah-wajah mupeng mereka melihat pesta seks di ruangan ini. Tanpa malu-malu mereka segera saja mengambil jatah masing-masing. Seorang supir bertubuh gempal mendekati Lina yang tengah berwoman on top di atas penis Andre di permadani bulu domba tidak jauh dari tempatku. Pria itu membuka celananya di depan Lina dan mengeluarkan penisnya yang sudah tegang, kemudian ia meraih kepala Lina dan menjejali mulut temanku itu dengan penisnya. Lina nampak menggelengkan kepala menolak namun tidak berdaya karena penis itu sudah masuk ke mulutnya dan pria itu memaju-mundurkannya seperti bersetubuh. Caroline dan Anna yang sedang berlesbian ria disantroni oleh si satpam penjaga rumah ini dan seorang pria lain berwajah tirus. Si satpam mendekap tubuh telanjang Caroline dan memagut bibirnya sambil tangannya menggerayangi tubuh mulusnya, si pria berwajah tirus membuka kedua paha Anna lalu membenamkan wajahnya di selangkangan gadis itu. Anna pun menggeliat dan mulutnya mengeluarkan erangan nikmat karena jilatan pria itu pada wilayah kewanitaannya. Sementara aku sendiri kini berposisi doggie di atas sofa dan Paul melanjutkan sodokannya dari belakang sementara tangan dan mulutku sibuk melayani penis Gerry yang duduk selonjoran.
"Ssshh.. Aaahh...cepetan lagi.... gua mau keluar nih!" desahku keenakan.
"Bareng ya Tie...aaahh...tahhnn.. Bbenntaar llaggii.. Ssshh.. Aaahh aahh" erang Paul bersamaan dengan mengalirnya spermanya ke dalam vaginaku
Aku menggelinjang dan mendesah panjang menahan kenikmatan yang luar biasa ini. Setelahnya aku melepaskan diri dari pelukan kedua pria itu karena aku merasakan ingin buang air kecil yang tidak bisa kutahan lagi, mungkin karena aku minum cukup banyak sebelumnya. Tentu tidak enak kalau tiba-tiba aku ngompol di tengah persenggamaan sehingga kuputuskan untuk ke toilet dulu sekalian break sebentar.

“Ntar dong Tie, gua kan belum nih!” protes Gerry sambil meraih pinggangku ketika aku berdiri.
“Bentar yah, abis ini, gua ke toilet dulu, kebelet nih!” jawabku menepis tangannya, “sama yang lain aja dulu gih!”
“Ok deh, cepetan ya Tie!” katanya sambil menepuk pantatku, uh...dasar!
Aku bergegas ke toilet terdekat, tapi sepertinya ada orang di dalam karena pintunya terkunci. Aku tahu di lantai atas juga ada toilet, maka aku menaiki tangga melewati Sandra dan pasangannya yang sedang berasyik masyuk. Dengan sedikit tertatih, aku melangkahkan kaki ke atas hingga mencapai kamar mandi. Setelah buang air akibat kebanyakan minum tadi, aku membersihkan kewanitaanku dengan semprotan dengan mengusap-usapnya. Saat mau keluar dan membuka pintu aku terkejut melihat seorang pria sudah berdiri di ambang pintu, ia dengan cepat menyisipkan tangannya ke celah pintu dan meraih daunnya, kemudian dengan sangat sigap pula masuk ke dalam sebelum aku sempat mencegahnya. Hal yang sungguh sangat tidak mengenakkan aku. Aku memang dalam keadaan fly dan horny berat namun tidak pernah berharap orang seperti ini menjadi pasanganku. Peristiwa itu rasanya berlangsung demikian cepat, bahkan kemudian lelaki itu merapatkan dan langsung mengunci pintu hingga kini benar-benar aku bersamanya dalam kamar mandi tertutup dan terkunci ini. Ini adalah sebuah kekeliruan yang besar.
“Mau apa? Minggir!” aku langsung marah dan menghindar dengan melengos ke arah pintu, tetapi kembali dia lebih sigap dari aku.
"Tenang, Non, jangan takut. Saya nggak akan menyakiti Non kok, malah bikin Non keenakan. Saya udah dari di bawah tadi ngincer Non tapi Non lagi sibuk sama dua cowok itu. Akhirnya Non ke atas juga, sendirian lagi. Saya kepingin banget ngentotin Non, boleh kan? Kan lagi pesta nih!" kata orang itu dengan memandangkan matanya tajam ke tubuh telanjangku.
Sungguh omongan orang ini benar-benar menjijikkan, tak punya malu, dasar kampungan, gerutuku dalam hati. Sepanjang kehidupan seksku aku selalu melakukannya dengan pria yang suka sama suka, tidak pernah dengan paksaan, mereka yang pernah bercinta denganku juga tidak pernah omong sembarangan yang bernada tidak sopan seperti ini. Omongan pria ini kurasakan sangat kurang ajar dan merendahkan diriku. Limbung dan ketakutan yang amat sangat langsung melanda diriku, bulu kudukku merinding. Aku merasa begitu sangat lemah dan tak berdaya saat dia meraih lengan dan pinggangku hingga aku jatuh dalam dekapannya. Aku meronta berusaha lepas, tapi...pria ini terlalu kuat bagiku, ditambah lagi aku masih dalam keadaan mabuk dan terangsang, sehingga perlawananku hanya setengah hati. Dia mendorongku hingga ke tembok dan langsung mengulum bibirku yang ranum, lalu diciuminya bagian telinga dan leherku. Aku masih terus meronta namun aku juga semakin menikmati perlakuannya. Sementara itu tangan kasarnya menggerayangi lekuk-lekuk tubuhku. Sambil terus memagut bibirku ia meraba-raba buah dadaku. Terasa suatu kenikmatan tersendiri pada syarafku ketika payudaraku dipermainkan olehnya.

"Pak... Ouuhh...jangan!" rintihku saat tangannya sedang asyik memencet dan memilin-milin putingku.
Selain berpetualang di payudaraku, tangannya juga aktif menggerayangi bagian tubuhku yang lain, sedangkan lidahnya masih menggumuli lidahku dalam ciuman-ciumannya yang penuh desakan nafsu yang semakin menjadi-jadi. Kini ia mulai meremas-remas kedua belah gumpalan pantatku yang memang montok itu.
"Ouh.. Ouuh...hentikan Pak...!” erangku ketika jari-jemarinya mulai menyentuh bibir kewanitaanku.
Permintaanku itu tak diindahkannya, sebaliknya ia menjadi semakin bergairah. Ibu jarinya mengurut-urut klitorisku dari atas ke bawah berulang-ulang. Aku semakin terangsang dan berulang kali menjerit tertahan dibuatnya. Setelah puas memagut bibirku, kepalanya turun ke arah dadaku. Ia menciumi belahan buah dadaku yang laksana lembah di antara dua buah gunung yang menjulang tinggi. Aku yang sudah pasrah semakin menggelinjang dan merintih tatkala ia menciumi ujung buah dadaku yang kemerahan. Tiba-tiba aku merasa seperti kesetrum ketika lidahnya mulai menjilati ujung puting susuku yang sensitif.
"Ini baru tetek yang bagus, mantep tenan, emmmm!" gumam pria itu seraya melahap payudaraku yang ranum itu.
Gelitikan-gelitikan lidahnya pada ujung puting susuku membuatku menggeliat kegelian. Tapi aku tidak mampu berbuat apa-apa.
Beberapa saat kemudian, ia melepaskan diri dan menarik tubuhku ke arah shower.
“Sambil mandi ya biar seger, kebetulan Bapak juga belum mandi hari ini!” sahutnya sambil membuka pakaiannya dengan terburu-buru.
Ketika ia membuka celana dalamnya, maka terlihat olehku penisnya yang sudah ereksi penuh itu. Tiba-tiba saja aku menjadi tegang lagi dan terhenyak memandangi benda yang terletak di antara kedua paha pria itu. Penis itu panjang dengan kepala bersunat dengan urat-urat yang menonjol seperti akar pohon dan kepalanya berbentuk bulat lonjong seperti cendawan. Bulu kudukku merinding membayangkan vaginaku akan segera dimasuki penis mengerikan itu, namun di sisi lain aku juga tak dapat menyembunyikan kekagumanku. Seolah-olah ada pesona tersendiri hingga pandangan mataku seakan-akan terhipnotis dan terus tertuju ke penis pria itu. Ia menatap diriku yang sedang terpana, lalu ia mendekatiku seraya memutar keran, sehingga dari pancuran shower air hangat menyirami tubuh kami bak hujan. Dengan sangat bernafsu ia kembali melumat bibirku, aku pun membalas cumbuannya dengan bergairah, ada rasa geli saat bulu-bulu halus di wajahnya mukaku. Tanganku dengan agak bergetar meraih penisnya dan meremasnya. Oh...penis ini begitu perkasa, baru pernah aku menemukan yang seperti ini. Aku pun mulai menyingkirkan perasaan malu dan tidak senangku pada orang ini, aku ingin menikmatinya dulu selagi bisa. Oh Tuhan...apakah rasa maluku sudah dihilang akibat mabuk? Hatiku masih ada pergumulan, namun tubuhku terus bekerja mengikuti naluri seksku. Sambil terus berpagutan kukocoki penisnya.  Pria itu memain-mainkan lidahnya di dalam mulutku dan aku merespon dengan ikut menggerakkan lidahku

"Akhh..", desahnya melepaskan pagutannya, sejenak ia menghentikan permainannya dan menatapku.
"Non sudah ahli banget yah, bikin Bapak tambah nafsu. Ayo Non, buat Bapak senang, servis Bapak dong, jangan malu-malu, kita kan lagi pesta seks nih!”
Aku menatapnya dengan mata sayu, alkohol masih terus membuaiku sehingga aku tanpa ragu memeluknya, kemudian menciumi dadanya, menjilati putingnya, mengisap-isapnya dan sesekali kutarik dengan mengatupkan bibirku pada ujung putingnya yang ditumbuhi beberapa helai bulu panjang itu. Inchi demi inchi tubuhnya yang telah basah kujilati, sampai pada perutnya yang agak bulat dan ditutupi bulu-bulu yang lebat di sekitar pusarnya, hingga jilatan bibirku sampai pada bulu kemaluannya. Ia mengelus-elus rambutku sambil mendesah. Jilatanku semakin turun dan kini merasakan daging kenyal laki-laki tersebut. Aku sangat menikmati penisnya yang begitu besar dan panjang. Aku membuka mulutku untuk menelan batang itu, mulutku merasakan daging kenyal tersebut. Aakhh.. begitu besar, panjang dan membengkok ke samping. Penisnya semakin mengeras saat kedua bibirku membetot daging besar tersebut, perlahan aku mengeluarkannya hingga sampai ujung batas antara kepala dan batangnya. Aku dapat merasakan kepala penisnya semakin membesar dan padat saja di dalam mulutku, perlahan aku mengeluarkannya, tanganku terus memegang batangnya dengan erat. Kepalanya yang disunat kujlati, lubang kencingnya terbuka lebar, aku menariknya, merekahkannya sehingga lubang kencing itu semakin terlihat dan kujilati lubang tersebut.
"Ooohh...Non!” desahnya keenakan dan menekan penisnya kembali ke dalam mulutku.
Aku menelan penis itu, merasakan urat-urat batangnya semakin membesar, kedua bibirku merapat hingga ujung gigi taringku merasakan kekenyalan batang kontolnya dan aku semakin menekannya.
"Ooh.. Akkhh..", desahannya semakin kuat terdengar.
Batang penisnya berdenyut-denyut di dalam mulutku. Perlahan aku menelan batang tersebut hingga tenggelam seluruhnya di dalam mulutku dan merasakan ujungnya yang seperti jamur memasuki tenggorokanku. Mulutku pun penuh dengan penisnya. Sedikit demi sedikit aku mengeluarkan penisnya dengan terus merapatkan lidahku ke arah batangnya agar dapat menikmati kekenyalan dan kekerasan batang tersebut. Kira-kira sepuluh menitan kumanjakan penisnya dengan teknik oralku, ia tidak tahan lagi tapi tidak ingin buru-buru keluar.  Ia membalikkan tubuhku hingga memunggunginya lalu mendorong punggungku ke depan hingga aku pun refleks menyandarkan kedua telapak tangan ke tembok untuk bertumpu.

Kini posisi tubuhku menungging sambil berdiri. Tangannya meraih selangkanganku, kurasakan jarinya membuka bibir vaginaku, tangannya yang satu mengarahkan penisnya memasuki liang kenikmatanku. Disapukannya kepala penisnya ke bibir vaginaku, lalu pelan pelan didorongnya hingga masuk semua lalu didiamkannya sejenak, benda itu terasa sangat sesak di vaginaku. Dia memandangku dengan senyum puas, menepuk pantatku, lalu mulai menggoyangkan pantatnya maju mundur mengocok vaginaku, tangannya meraba buah dadaku lalu wajahku dan jarinya dimasukkan ke mulutku, kukulum dan kupermainkan jarinya dengan lidahku. Kocokan pria itu serasa menggesek semua sisi dinding vaginaku, begitu nikmat hingga aku melayang dibuatnya, sehingga aku tak tahan untuk tak menjerit karenanya. Bukan saja tubuhku yang bergetar,  tapi juga kemaluanku. Perasaanku bercampur aduk antara malu, karena vaginaku ternyata memberikan respon spontan yang berbeda dengan pikiranku, dan kenikmatan yang terasa mulai menjalari sekujur tubuhku. Ia memuji liang kemaluanku yang basah dan berdenyut-denyut memijiti penisnya.  Sementara tangannya terus meremas-remas buah dadaku, akibatnya kedua putingku pun jadi semakin mengeras, tangan satunya mengelus-elus tubuhku, paha, punggung, pantatku... seluruh bagian sensitifku tidak luput dari jamahannya. Kemudian ia menyabuni tubuhku dengan sabun batangan yang dari tempat sabun di dekat kami. Sekujur tubuhku pun mulai licin dan dipenuhi busa sabun. Ditariknya rambut panjangku ke belakang sehingga wajahku terdongak dengan tubuh menegang merasakan sodokan demi sodokan. Aku pun menjerit antara sakit dan nikmat, namun ia tak mempedulikan jeritanku, justru semakin kuat dia menggenjotku, sesekali diiringi tamparan ringan pada pantatku.
“Hhsshhh...Non...namanya siapa Non? Kita belum kenalan” tanyanya sambil terus menggenjot.
“Chh...Christie” jawabku sambil mendesah.
“Nama yang cantik....secantik orangnya heeehh...hhhhuuuhh!” ia menyodok semakin keras saja.
Aku menoleh ke belakang melihat wajah sangarnya menyeringai menikmati persetubuhan ini. Permainannya yang kasar sungguh membawaku melayang mengarungi lautan kenikmatan.
“Saya Adang Non, supirnya Non Anna, dia juga udah sering ngerasain kontol Bapak kok!”
Aku tidak peduli apa yang dikatakannya, genjotannya memang nikmat dan membuaiku. Sedang enak-enaknya dilanda birahi, tiba-tiba ia menarik lepas penisnya dari liang senggamaku lalu duduk di lantai kamar mandi sambil menarik tubuhku sehingga kali ini aku terduduk di pangkuannya saling berhadapan. Mungkin karena merasa tanggung dan fly, tanpa diminta, aku sendirilah yang meraih penis itu dan mendudukinya hingga benda itu kembali melesak masuk ke vaginaku.
“Aaahhh....” erangku dengan kepala menengadah.

Aku pun mengimbanginya dengan goyangan pantat, dinding vaginaku meremas remas kejantanannya yang berada di dalamnya. Akhirnya kurasakan tubuhnya menegang, cengkeraman di buah dadaku makin kuat dan menyemburlah cairan nikmat memenuhi celah celah kenikmatanku, terasa hangat, seiring dengan denyutan denyutan kuat menghantam dinding-dinding kewanitaanku. Pak Adang menjerit keras dalam kenikmatan bercinta saat kuremas remas dengan otot otot vaginaku. Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena dunia serasa makin berputar dan aku baru menemukan diriku terbangun di atas ranjang keesokan harinya saat jam telah menunjukkan pukul sembilan lebih. Tubuhku telanjang hanya tertutup oleh selimut, bekas-bekas cpangan terlihat di beberapa bagian tubuhku. Masih terasa sedikit mutar-mutar, aku semalam minum lumayan banyak nampaknya. Di sebelahku aku mendapati Vania, seorang temanku juga, ia masih terlelap, sama-sama telanjang seperti aku. Aku tidak tega membangunkannya, maka akupun ke bawah untuk mencari pakaianku. Hendro, seorang cowok yang semalam ikutan party berinisiatif menawariku dan beberapa wanita tumpangan. Aku pun meninggalkan rumah mewah itu bersama beberapa orang. Itu adalah terakhir kalinya aku ke sana, Pak Adang sudah tidak terlihat lagi, dan saat itu juga aku berharap tidak akan pernah bertemu lagi dengannya, namun takdir berkata lain....

----------------------------------
Sekarang
Adang


Karena perlawananku yang tak kenal menyerah dia dengan cepat menelikung kedua tanganku ke belakang sehingga aku merintih kesakitan.
“Aduhh...sakit...lepasin! Apa yang Bapak lakukan.. disini? Mau apa??” jeritku terengah,
Berat badannya membuatku sukar berkata-kata.
“Hehehe....Bapak mau menikmati Non lagi, kaya dulu!” katanya tenang, suaranya tegas.
“Tapi...jangan...aku sudah menikah, jangan kurang ajar!!”
“Hehe...Bapak bukan pengen minta nikah sama Non, cuma minta kawin...boleh kan?”
“Keterlaluan...jadi Bapak mau perkosa saya?” kataku sambil terus berusaha lepas, sungguh sifat tidak tahu malunya belum berubah.
“Hus… jangan buang-buang tenaga lah, Non nggak bakal lepas dari saya. Seenggaknya, siang ini” katanya sambil tertawa kecil.
“Lepasin Pak, atau saya teriak! Tetangga akan mendengar!”
“Bener nih mau teriak? Non ga kangen main sama Bapak lagi, ntar orang lain tau kita pernah gituan dulu gimana hayo?” ejeknya sambil membelai rambutku. “menyerah ajalah, Bapak janji, ini bukan perkosaan, karena Non juga pasti sebenernya mau”
Tidak...aku bukanlah aku yang dulu lagi, aku kini telah bersuami.  Seketika itu penyesalan melanda hatiku, aku merasa telah menghianati suamiku. Aku sendiri bingung, tidak tahu apakah aku rindu kehidupan liarku yang dulu atau apa? Sekali lagi, aku tidak tahu, bahkan dari semakin ia menggerayangiku, semakin terangsang dan pasrah aku seperti waktu di kamar mandi dulu. Tiba-tiba timbul kesadaranku. Kudorong dadanya supaya ia melepas pelukannya pada diriku.
"Pak, jangan Pak, ini nggak pantas kita lakukan..!" kataku terbata-bata.
Pak Adang memang melepas ciumannya di bibirku, tetapi kedua tangannya yang kokoh itu masih tetap mendekapku dengan erat. Aku juga tidak berusaha melepaskan diri dari dekapannya.
"Nggak pantas gimana Non, toh Bapak sama dengan suami Non sama-sama pernah ngentotin Non" ujar Pak Adang yang terdengar seperti desahan.
Setelah itu ia kembali mendaratkan ciuman. Dijilati dan diciuminya seluruh wajahku, lalu merembet ke leher dan telingaku. Aku memang pasif dan diam, namun perlahan tapi pasti nafsu birahi semakin kuat menguasaiku. Harus kuakui, pria ini sangat pandai mengobarkan birahiku. Jilatan demi jilatan lidahnya di leherku benar-benar telah membuat diriku terbakar dalam kenikmatan. Bahkan dengan suamiku sekalipun aku belum pernah merasakan rangsangan sehebat ini.  
 “Non Christie…” katanya, dan dia mulai mencium bibirku.
Aku berusaha mengelak, tapi tangannya memegangi kepalaku, dan bibir tebalnya mulai menyapu-nyapu lembut bibirku yang kukatupkan rapat.
“Santai Non...jangan tegang gini, kan ga enak” katanya sambil terus mencium dan menggerayangi payudaraku.
“Ah...Pak, saya..” tak sengaja aku bersuara, dan kesempatan itu diambilnya untuk memagut bibirku, lidahnya ikut menambah rangsangan dalam ciuman yang makin dalam itu.

 Oooh....sensasi pada malam lima tahun lalu kembali kurasakan, pria kasar yang mengantarku ke surga kenikmatan yang menjadi guilty pleasureku.  Aku kembali ingat waktu itu.
“Rileks Non, kaya waktu dulu, nikmati aja, pejamkan mata Non… balas ciuman Bapak“ dengan lembut ia menahan daguku, dan mencumbuku, makin lama makin panas
Perasaan bersalah pada suami dan jijik berkecamuk dalam hatiku karena ia berhasil dengan cepat mengobarkan nafsuku hingga aku mulai liar. Tak sadar kubalas ciumannya, ini masih paksaan, tapi aku rasakan pertahananku runtuh sedikit sedikit. Aku merindukan permainannya yang kasar itu… Peter adalah suami yang baik, tapi kenangan gila lima tahun yang lalu, kini muncul lagi bersamaan dengan datangnya orang yang melakukannya denganku dan semua gelora terpendam dalam dadaku seakan terbebas.
“Jangan malu-malu lagi Non, cuma kita berdua di sini, peluk Bapak! Seperti dulu!” katanya.
Sia-sia aku berusaha menolaknya. Maafkan aku Peter… aku tidak kuat lagi... sekali ini saja…kuharap sekali ini saja, tidak akan lagi sesudah hari ini. Berikan aku waktu, sebentar saja…sekali saja…untuk mengulang kegilaan masa lalu yang kembali menggelegak dalam diri ini.
“Non Christie… , gak nyangka ya kita bisa ketemu lagi, ternyata penganten barunya Koh Peter itu Non, Bapak udah liat Non waktu di resepsi.”
“Bagaimana mungkin Pak?”
“Bapak udah di tempat Koh Peter dua tahun lalu, udah pindah dari tempat yang dulu lah, bapak juga gak pernah mimpi bisa ketemu Non lagi.”
 “Tapi saya sudah bersuami Pak, ini bukan dulu lagi!”
“Hehe...si Non, Bapak gak akan nikahin Non kok tenang aja, masa ngerebut Non dari atasan sendiri? Bapak cuma mau ngawinin aja! Tau kan bedanya nikah sama kawin?”
 “Dasar gila…” makiku sambil memeluknya. “tolong Pak sekali ini aja...jangan lagi! Ingat saya sudah menikah!”
“Hehehe...oke, kecuali kalau Non emang pengen lagi!” jawabnya cengengesan
Benar-benar tidak tahu malu dan kampungannya omongan pria ini, tapi aku justru terangsang oleh perlakuannya. Sensasi yang berbeda yang tidak kudapat dari suamiku yang lembut. Ia mulai melucuti pakaianku satu persatu mulai dari kaosku kemudian celana pendekku. Dipandangnya tubuh telanjangku seakan ia tak pernah melihat wanita sebelumnya. Payudaraku tampak menantang, puting susuku merah muda, dadaku naik turun terangsang hebat. Lalu ia pun melepaskan kemejanya, celananya, semuanya… Lalu ia kembali berbaring disampingku, menciumi setiap senti tubuhku. Tangannya meraba kulitku… lalu ditundukkannya kepalanya dan ia mulai mengerjai putting susuku, dijilat, dihisap, digigit kecil. Yang kanan, setelah ia berlama-lama menyiksa bukit itu, perhatiannya pindah ke yang kiri. Dikerjai seperti itu juga. Punggungku naik, kusodorkan payudaraku padanya.
“Oh…. Paakk… aduuuhhh…sssshh!“ desahku

Dengan ganas ia meremas kedua gunung kembarku bergantian. Diselipkannya tangannya ke balik punggungku untuk mempermudah dan membuat payudaraku lebih membusung menantang. Aku tak pernah merasakan payudaraku sekencang itu, serasa mau pecah. Pak Adang benar-benar lihai memanjakan birahiku. Mulutnya beralih menciumi perutku yang mulus rata, tangannya memegang pinggulku, ciumannya terus merayap ke bawah hingga ke selangkanganku. Aku pasrah ketika ia membentangkan kedua pahaku, dan sejenak dipandanginya kemaluanku. Aku memalingkan wajah ke samping dan memejamkan mata, malu aku diperlakukan seperti itu olehnya. Sebentar kemudian kurasakan sesuatu menggelitik vaginaku. Aku membuka mataku perlahan dan kulihat kepala Pak Adang sudah terbenam di selangkanganku yang telah terbuka lebar.
"Ooh gila, kenapa aku bisa menikmati permainan terlarang ini, ini selingkuh dan tidak pantas?" aku masih sempat berpikir demikian namun segera terhempas lagi oleh gelombang birahi yang menggetarkan naluri kewanitaanku.
Kubiarkan buruh suamiku ini bermain di vaginaku dan kunikmati permainan lidahnya yang  membuatku menggelinjang-gelinjang kenikmatan.
"Ugh.., shh..!" aku mulai mendesis sambil menggigit bibir bawah.
Kubenamkan kepala Pak Adang lebih dalam untuk mendapatkan kenikmatan lebih. Pria itu menjilatiku dengan hebatnya hingga beberapa saat diangkatnya pinggulku hingga terangkat dan ia memegangi kedua betisku dengan erat.Maka posisi vaginaku sekarang menantang ke atas. Pak Adang kembali menjilati vaginaku dengan mahirnya. Cukup lama juga ia melumat vaginaku, lidahnya mengorek-ngorek bagian dalamnya disertai hisapan-hisapan yang menimbulkan sensasi yang sungguh luar biasa dan membuatku larut dalam kenikmatan. Penisnya sendiri sudah kaku dan tampak besar. Tanpa kusadari, aku kini sedang meraba kemaluannya yang tegang itu. Setitik cairan membasahi ujung kepalanya. Kuusap cairan itu merata lalu kucium jari-jariku, oh...baunya sungguh tajam. Tangannya mulai bergerak lagi memutir-mutir puting susuku.Kurasakan selangkanganku sudah basah kuyup. Aku memang gampang sekali terangsang. Aku ingin memasukkan benda itu ke mulutku, tapi ia mencegahnya. Jemarinya menggosok-gosok selangkanganku.
“Bapak mau ngentotin Non sekarang!” katanya singkat lalu menguakkan pahaku.
Ia mengarahkan dan membimbing penisnya ke mulut vaginaku. Ia tampak tak tahan lagi untuk segera menyetubuhiku.
“Pak… tolong pelan-pelan ya…aku.. saya masih nggak biasa...apalagi punya Bapak kelihatan gede sekali.” Kurasakan wajahku bersemu merah, malu membiarkan diri sepasrah itu.
“Non Christie...Non tambah cantik aja apalagi waktu konak gini“ katanya nampak makin bernafsu memandangiku.
Dengan sekali sentakan keras penisnya melesak masuk ke dalam vaginaku sampai kurasakan buah pelirnya menghantam pantatku. Aku pun merintih keras karenanya, tanganku refleks memeluknya.

“Pak… jangan goyang dulu, agak sakit… mungkin otot-otot itu saya belum biasa..”
“Ahhhhhh… masih seret aja memekmu Non!” katanya sambil lalu mencium bibirku
Kami berpagutan dengan panasnya, tangan kasar pria itu memijit-mijit payudaraku sampai aku rileks lagi. Tak lama kemudian, setelah merasa aku siap, ia pun mulai bergerak, berputar-putar sebentar mengaduk vaginaku, kepala penisnya yang bersunat itu menyentuh dinding vaginaku. Rasanya enak sekali, terutama saat benda itu menggosok klitorisku. Kemudian dengan penuh perasaan ia menarik penisnya sampai hampir lepas, lalu dengan perlahan ia menghujamkannya lagi ke dalam vaginaku. Untuk beberapa menit ia mengulangi gerakan yang sama, pelan… pelan… lalu berputar supaya kepala penisnya menggosoki klitorisku yang membengkak.  Aku tak tahan lagi, kenikmatan yang luar biasa yang belum pernah kudapat dari suamiku.
“Pak… oh….oh…….ooohhhhh… cepat dong… entot aku sepuasmu!” erangku sambil berusaha menggerakkan pinggulku agar sensasinya lebih mantap.
Ya Tuhan...aku tidak sadar kata-kata itu terlontar dari mulutku barusan. Sudah sedemikian gatalkah aku sampai tidak bisa mengendalikan diriku lagi? Aku yang dulu mungkin begitu, tapi aku sudah bukan yang dulu, aku telah menikah dan bertekad untuk menjalani kehidupan baru. Tapi bayang-bayang masa laluku yang liar kembali menghantuiku seolah memanggilku kembali.
“Siap terima sodokan yang lebih keras Non?” tanya Pak Adang sambil menyeringai mesum
“I..iya… udah terbiasa sekarang Pak… ayo.. entot saya kuat-kuat…saya nggak tahan lagi!!”
Aku telah takluk pada birahiku dan membiarkannya mengendalikanku sehingga menjadi wanita liar yang tanpa malu-malu memohon dari buruh suamiku yang bisa dibilang memperkosaku. Permainan pun berlanjut, Pak Adang benar-benar ganas menyetubuhiku di antara tumpukan gulungan kain. Aku digarapnya habis-habisan sampai mendesah-desah tak tertahankan hingga tubuh kami bermandikan keringat. Ketika aku mencapai orgasme kira-kira setelah digenjot 20menit, tiba-tiba ia berhenti. Ia sendiri belum orgasme, penisnya masih keras sekali. Kulihat ia mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.
“Sebentar Non” katanya agak terengah-engah “Bapak belum mau keluar… masih mau ngentotin Non selama mungkin”
Selama mungkin...benar-benar tidak tahu malu orang ini, ia menganggapku, istri atasannya ini, sebagai pelacur yang dapat ia pakai seenaknya saja. Rahangnya tegang, jelas sekali ia mencoba mengontrol birahinya agar tidak lekas memuncak. Kurasakan penisnya mengendur, lalu ia berbisik.
”Tolong diisep yah Non?”

Aku mengangguk dan naik ke tubuhnya yang telentang di atas gulungan kain. Kami pun melakukan gaya 69. Birahi yang bergolak membuatku tak ragu lagi ngemut-ngemut penisnya, sementara ia mainin jari-jarinya di vaginaku yang sudah basah kuyup. Clep...cleepp....ckkk...cclllkk....demikian suaranya ketika ia mencucuk-cucukkan jarinya ke liang kenikmatanku. Aku merasakan penisnya mengeras dan membesar lagi di tengah emutan dan kocokanku, ia menarik sebuah bangku kayu dan duduk di atasnya kemudian disuruhnya aku naik ke penisnya yang perkasa itu. Aku pun naik ke pangkuannya dan mulai naik-turun, sementara Pak Adang mengenyoti kedua payudaraku. Rasanya sungguh tak terlukiskan, aku merintih, mengerang, serta memacu badanku naik turun secepat mungkin. Setelah lima belas menitan ia menyetopku lagi. Kini disuruhnya aku berbalik, hingga sekarang aku duduk membelakanginya. Tangan pria itu bergerak liar menggerayangi payudara dan bagian tubuhku lainnya.
“Pak… entot saya lagi…capek nih, kalau saya di atas tusukannya kurang kuat…ooohhh…. entot saya yang sekeras mungkin Pak” mohonku ketika aku tak tahan lagi.
Pak Adang menuruti dan kali ini dia tidak menahan-nahan lagi, dengan bertenaga disodoknya aku yang berposisi dogie style sambil berpegangan pada bangku. Dituntunnya penisnya ke arah lubang vaginaku, dan sebentar saja aku sudah melayang ke langit ke tujuh menikmati penis Pak Adang yang panjang dan besar. Meskipun rasa perih dan penuh menyesak di vaginaku namun kenikmatan yang kurasakan mampu membuatku melupakannya . Otomatis jepitan kemaluanku makin kencang dan denyutan-denyutan dinding kemaluanku memanjakan penis pria itu.
"Oh Non memekmu luar biasa, benar-benar seret, masih sama kaya dulu" sahut Pak Adang sambil mulai memompa batang kemaluannya dengan kecepatan meningkat.
Ketika gelombang orgasme itu kembali menerpaku, aku tak dapat menahan diri untuk tidak menjerit… kupegang erat-erat kaki bangku itu, kugigit bibirku, air mataku sampai mengalir saking kuatnya orgasmeku kali itu. Tak lama kemudian, Pak Adang akhirnya keluar juga, kurasakan badannya menegang kemudian disusul denyutan keras di vaginaku. Begitu keras dan deras semprotan spermanya hingga aku tersentak kaget menerima sensasi itu, bagian dalam vaginaku terasa hangat oleh cairan itu, kemudian juga kurasakan cairan hangat itu meleleh sebagian membasahi selangkanganku. Tubuhku langsung melemas setelah orgasme dahsyat tersebut, aku langsung terkulai di atas gulungan kain, demikian pula Pak Adang yang menjatuhkan diri di sampingku. Napas kami sudah ngos-ngosan, aku dapat merasakan deru nafasnya yang masih kencang, keringat mengucur membasahi tubuh kami berdua dan sudah bercampur menjadi satu.

Setelah beristirahat sebentar, Pak Adang memeluk tubuhku dan memagut bibirku sebelum kembali berpakaian. Pak Adang menyusun kembali gulungan-gulungan kain yang berjatuhan akibat pergumulan kami tadi. Aku diam membisu dan tidak berani menatap wajahnya ketika ia selesai membereskan dan hendak berpamitan di dekat pintu keluar.
“Saya pulang dulu Non Christie!” pamitnya
 Aku mengangguk, tanpa berkata apapun, dalam hatiku masih gundah karena aku baru saja melakukan perselingkuhan dengan orang yang adalah buruh suamiku sendiri walau kunjungannya membebaskanku dari beban masa lalu.
“Kalau Non masih mau lagi...bisa panggil saya atau datang aja ke pabrik” katanya sambil meraba pantatku.
“Cukup...sekali ini aja...tolong jaga tingkah Bapak!” kutepis tangannya dan berkata dengan agak ketus.
“Yakin Non ga pengen gituan sama Bapak lagi heh?” tiba-tiba ia mendekapku dan tangannya menyusup masuk lewat bagian atas celanaku.
“Aaahh...Pak mau apa lagi? Lepaskan!” aku meronta berusaha lepas, “aaahh....aahhh!” tangannya segera saja menyentuh vaginaku dan mengobok-oboknya.
“Jawab yang jujur...Non suka kan ditusuk-tusuk kontol yang gede daripada ngentot sama suami sendiri?” tanyanya dekat telingaku sambil jarinya mencucuk-cucuk vaginaku.
“Eeenngghhh...nnggahhh....iya Pak, suka!” jawabku sambil mengerang tidak tahan dengan jari-jarinya yang mengaduk-aduk vaginaku, wilayah intimku itu pun kembali mengeluarkan lendir lagi.
“Jadi Non bersedia kalau saya ajak ngentot lagi? Atau jadi budak seks saya heh?” tanyanya lagi, jarinya semakin dalam menusuk-nusuk vaginaku dan kini menemukan klitorisnya.
“Mau Pak...sssshhh...bersedia...aaahh...aaahh!” jawabku sambil terus mendesah karena jari-jari pria itu semakin ganas bermain-main di vaginaku sehingga aku pun tidak malu-malu mengeluarkan isi hatiku karena nafsu kembali mengendalikanku.
“Hehe...gitu dong, oke sekarang antar saya keluar tanpa memakai apa-apa!” perintahnya.
Aku terhenyak, bagaimana kalau ada yang melihat aku membukakan gerbang tanpa seutas benang menempel di tubuhku? Namun aku pasrah saja ketika Pak Adang kembali melucuti satu persatu pakaianku, tangan kanannya masih terus mengobok-obok vaginaku menjaga birahiku tetap mendidih.
“Tenang Non, daritadi jarang ada orang lewat kok hehehe...” sahutnya saat membuka celana dalamku, pakaian terakhir yang melekat di tubuhku.
Jantungku begitu berdebar-debar saat aku mengantarnya ke truk tanpa mengenakan apapun. Kurasakan angin membelai-belai tubuh telanjangku. Dalam hati aku terus berharap jangan sampai ada orang lewat melihat keadaanku seperti ini.
Sore hari jam enam lebih, Peter pulang dari pabrik. Kusambut dia seperti biasa, dengan pelukan dan ciuman mesra, yang tidak biasa adalah aku menyambutnya hanya dengan memakai sandal jepit saja. Ya...aku tidak memakai apapun menyambutnya di depan pintu sehingga dia bengong dan bernafsu melihatku seperti itu. Aku katakan padanya aku sedang ingin saat itu karena nafsuku menggebu-gebu. Dia pun langsung mendorong tubuh telanjangku ke sofa di ruang tengah dan menindihnya. Di sana kami bercinta selama beberapa saat sebelum makan malam dan setelahnya ketika mandi bareng. Peter memelukku dengan hangat seusai bercinta, ah… dadanya yang bidang dan tatapannya yang teduh itu. Kusadari betul aku cinta padanya, tapi untuk soal bercinta aku tak bisa menyangkal bahwa aku mendapatkan lebih kepuasan ketika dengan Pak Adang tadi siang dibanding dengan suamiku ini.

##################################
Dua hari kemudian

Hari jadi pabrik keluarga suamiku dirayakan bersama dengan segenap buruh, karyawan, hingga beberapa anggota keluarga suamiku. Setelah potong tumpeng acara dilanjutkan dengan makan bersama bergaya prasmanan di ruang makan yang luas ini. Tentu saja sebagai istri, aku pun turut mendampingi suamiku pada hari itu, pakaian yang kukenakan adalah sebuah gaun terusan warna biru dengan bawahan cukup pendek sehingga memperlihatkan sepasang paha indahku. Sebenarnya dari awal aku sudah merasa tidak enak karena Pak Adang terlihat di antara para hadirin, matanya terus menatap padaku seolah-olah mengajak untuk melakukan seperti kemarin itu lagi. Aku berusaha menghindarinya dengan terus berada di dekat suamiku. Saat itu aku sedang berdiri di sudut sebuah meja panjang menikmati puding. Suamiku tidak jauh dari situ sedang mengobrol dengan kakaknya dan dua orang staff pabrik. Tiba-tiba saja bulu kudukku merinding saat terdengar suara dari belakang menyapaku, suara yang tidak asing....dan tidak kuharapkan sama sekali.
“Non....eehhh...Bu Christie, gitu aja ya saya panggilnya di sini? Cantik sekali hari ini, kangen sama saya ga hehehehe....” Pak Adang terkekeh menyapaku, tangannya memegang segelas juice buah.
“Pak Adang...tolong jaga sikap, ini di depan umum, suami saya ada di situ” aku berusaha bersikap wajar namun menegaskan nada bicaraku padanya.
Aku berpikir di keramaian begini tidak mungkin lagi orang itu berani macam-macam, tapi dugaanku ternyata salah karena tidak lama kemudian mulai kurasakan tangannya di paha belakangku, bergerak naik ke pantatku. Aku terkejut dan menggigit bibir agar tidak mendesah, terus terang aku terangsang sekali karena bagian tengah agak ke belakang dari lutut ke pahaku cukup sensitif.
“Pak jangan gila ya...tolong hentikan!” aku tetap memandang ke depan sambil menepis tangannya
“Santai Bu, posisi kita bagus nih, agak pojok jadi gak ada yang liat, mending Ibu wajar aja supaya gak ada yang tau” katanya dekat telingaku dan tangannya kembali menjamah pantatku.
Kuperhatikan sekitar ternyata benar juga posisi meja panjang ini memang di pojok ruangan dan aku berdiri di belakang meja jadi leluasa baginya untuk grepe-grepe. Aku diliputi perasaan gundah, takut siapa tahu ada yang memperhatikan, apalagi posisi suamiku hanya beberapa langkah dariku, tapi juga mulai terangsang jadi aku mendiamkanya saja. Melakukan perbuatan mesum di tengah situasi berbahaya begini ternyata menimbulkan sensasi seru juga.
“Say...sini dong cepat bawa gua menjauh dari sini!” aku berdoa dalam hati agar Peter mengakhiri obrolannya dan menarikku pergi dari sini.
Mungkin karena aku diam saja, tangannya mulai berani bergerak perlahan terus menyingkap rokku dan meremasi pantat kiriku, tangan kasarnya dapat kurasakan membelai-belai kulit pantatku. Aku pun merasa semakin tak karuan. Sambil menahan rasa nikmat yang mulai menjalari tubuhku aku menggigit bibir karena takut nanti bersuara, aku mencoba menyuapkan potongan puding ke mulutku agar terlihat wajar. Kucoba untuk menyatukan kaki supaya tangannya tidak bisa menggerayang lebih jauh, tapi jari-jarinya tetap masih bisa menggeliat-geliat menggelitik. Di antara perasaan nikmat plus tegang, tangan pria itu semakin berani, sehingga aku pun tak tahan dan melenguh sedikit tapi tidak mengundang perhatian orang. Tapi Pak Adang justru makin berani setelah mendengar desahanku. Dia menggeser telapak kakiku dengan telapak kakinya sehingga pahaku merenggang, lalu ia sisipkan jemarinya ke dalam celana dalamku lewat belakang.
“Pak Adang cukup....ini sudah keterlaluan!”aku membentak pelan sambil menengok ke samping, dia sendiri berdiri menghadap ke arah lain sambil tetap memegang gelasnya sehingga dari jauh tidak terlihat sedang terjadi apapun di antara kami.
“Ibu nikmati aja sambil awasin keadaan” katanya lalu meneguk minumnya
Uuuhh...benar-benar gila, apa dia tidak tahu sedang dimana dan bagaimana berisikonya situasi sekarang? Tapi memikirkan itu malah membuatku jadi lebih terangsang, bahkan aku membayangkan lebih liar lagi diriku disetubuhi olehnya di tengah-tengah hadirin dan suamiku sendiri, itulah sebabnya aku tetap bertahan disitu padahal aku kan bisa saja buru-buru menghindar darinya.

Karena merasakan aku sudah takluk olehnya, dia lebih berani lagi, kini ia berjongkok sehingga tubuhnya tidak terlihat di balik meja panjang ini. Oh...gila, berani-beraninya dia malah menurunkan celana dalamku. Aku menendang-nendangkan pelan kakiku untuk mengusirnya, tapi dia malah nyengir sambil menempelkan telunjuk di depan hidungnya. Jantungku berdebar kencang seiring celana dalam itu makin melorot melalui pahaku. Suamiku masih saja asyik dalam obrolannya, dia tidak melihat sesuatu yang mencurigakan kah di sini? Dasar bodoh!! Makiku dalam hati. Aku tertegun karena tidak menyangka dia seberani itu tapi tak kuasa untuk bertindak. Kakiku mulai lemas, mungkin karena kenikmatan yang dihasilkan oleh gerakan jemarinya. Aku terhanyut oleh sensasi itu, terpaku pada posisiku, pura-pura menikmati makanan sambil kuat-kuat menggigit bibir menahan nikmat itu. Akhirnya ia berdiri juga sambil memasukkan celana dalamku yang berhasil ia lepaskan ke kantong celananya.
“Yuk kita bicara di toilet atas aja, toilet pria ya...disana lebih aman!” katanya pelan tanpa menengok ke arahku, lalu ia menjauhiku.
Entah mengapa aku rasanya tidak bisa menolak ajakannya, apalagi celana dalamku direbut olehnya. Buru-buru aku menghabiskan pudingku, lalu menghampiri Peter.
“Say...gua ke toilet dulu ya, lu masih lama di sini kan?”
“Oh, ok deh say, see you” jawabnya santai sambil tersenyum padaku
Setelah basa-basi singkat dan pamitan pada teman-teman ngobrol Peter, aku pun segera ke tempat yang dimaksud Pak Adang di lantai dua gedung ini. Lantai ini adalah kantor tempat para staff pabrik, jadi kondisinya lebih rapi dan bersih dibandingkan di tempat produksi di bawah sana, demikian pula toiletnya yang seperti di mall atau hotel. Saat itu di sana sepi karena semua sedang makan di bawah. Dengan dada berdebar-debar aku membuka pintu toilet pria. Aku menyusuri koridor toilet, tiba-tiba saja aku hampir jantungan karena lenganku ditarik dan tubuhku langsung ikut terseret masuk ke dalam sebuah kamar bilik. ‘Cklek!’ orang itu dengan cekatan menutup pintu dan menguncinya.
“Eeeeerrrrhh....kurang ajar! Apa maksud semua ini Pak!?” aku geram dan mencoba menampar wajahnya yang tersenyum memuakkan itu.
“Eeeiitt....eit...galak banget, belum apa-apa udah main tampar” Pak Adang dengan sigap menangkap pergelangan tanganku, “tapi Ibu tambah cantik loh kalau lagi marah” ejeknya.
“Iiihh...lepasin, bajingan...lepas...! eeeemmmhh!” protesku tak bisa berlanjut, tiba-tiba saja bibir Pak Adang sudah mengulum bibirku.
Aku tersentak, mencoba menghindar dan mendorong tubuh pria itu. Tetapi tentu saja Pak Adang terlalu kokoh bagiku, dan tembok di belakangku sama sekali tidak memberi peluang untuk menghindar. Pria ini dengan leluasa bisa melumat bibirku dan tangan satunya merambat ke bawah menyingkap bagian bawah gaunku. Aku dapat merasakan tangan kasarnya mengelus pahaku naik terus hingga ke pantatku yang sudah tidak bercelana dalam. Sebuah gelombang kenikmatan bagai menerpa seluruh tubuhku. Ciuman Pak Adang yang bergairah itu dengan cepat meluluhkan pertahananku. Walaupun hatiku kesal dan pikiranku berontak, tetapi tubuhku terkulai lemas tak berdaya. Bahkan kedua tanganku tidak lagi mendorong dada Pak Adang, malah kini mulai melingkari pundak lebar pria itu. Secepat datangnya rasa kesal, secepat itu pula birahiku terpicu. Aku benar-benar sial hari itu. Maksud hati ingin berwibawa, apa daya tubuhku merindukan pria itu, sentuhan erotisnya dan keperkasaannya. Benar-benar sial!

Mulutku yang terkatup rapat kini mulai melayani cumbuan si buruh pabrik ini. Cepat sekali aku terangsang olehnya. Kubiarkan ia melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam rongga mulutku. Sebentar saja aku sudah kehilangan kendali atas diriku. Pak Adang semakin berani, menciumi leher dan tengkukku sambil meremasi payudaraku. Salah satu tangannya dengan mudah masuk menelusup ke leher bajuku yang rendah dan menemukan payudaraku di balik cup bra. Aku mengerang perlahan merasakan putingku diraba-raba oleh jari besarnya yang bagai mengandung setrum. Aku cepat sekali terhanyut oleh alunan birahi yang dibangkitkan dengan sempurna oleh pria ini. Tubuhku menggeliat-geliat tak terkendali. Mataku terpejam nikmat. Seluruh ujung-ujung syaraf di badannya menimbulkan rasa geli yang melenakan. Ketika tengah melayang-layang di alunan birahi itu lah tiba-tiba Val mendengar langkah kaki lagi.
“Ahhh...tolong hentikan semua ini Pak...mmhhh!” desahku
Aku tak sepenuh hati ingin melepaskan diri, karena tubuhku terus minta digerayangi dan disetubuhi. Tenagaku seolah hilang, hanya bisa mengerang menggigit bibir bawah agar suaraku tidak terlalu keras.
Mataku terus terpejam, seakan-akan takut terbangun dari mimpi yang menggairahkan ini. Rasa geli-nikmat memenuhi seluruh permukaan dadaku, membuatku menggelinjang-gelinjang liar. Tangannya yang lain kini mulai bermain di kewanitaanku, mengusap-membelai bibir-bibirnya.
“Ahhh,...Pak!” aku mendesah kegelian dan membuka kedua pahaku semakin lebar.
Mulut Pak Adang telah berpindah dari mulutku turun ke payudaraku. Aku semakin mendesah, kubusungkan dadaku ke depan mengundang Pak Adang untuk lebih kuat mengenyot payudaraku.
Jari-jari besarnya menguak bibir vaginaku, lalu menggosok-gosok bagian dalamnya. Jari itu terus mengorek ke dalam dan menemukan klitorisku yang sensitif. Dengan jari tengah, ia mengurut-menelusur tonjolan itu.
“Geli Pak...aaahhh!!” aku menjerit tertahan merasakan kenikmatan datang dari mana-mana.
Kini, sama sekali tidak ada rasa jijik, marah, maupun rasa bersalah karena berselingkuh di kepalaku. Cuma ada kenikmatan dan keinginan untuk segera melanjutkan percintaan liar ini ke tingkat yang lebih tinggi.
“Ibu udah kangen sama kontol saya kan, udah gatel minta ditojos lagi?” katanya dengan menyeringai mesum.
“Nggak...bukan begitu...aahhh....aahhh!” wajahku merah sekali karena memang benar apa yang dikatakannya, namun aku masih belum mau mengaku kalau aku semurahan itu.
“Nggak salah maksudnya? Heh...!” balasnya sambil menghujamkan jarinya makin dalam ke liang kenikmatanku hingga aku tersentak
"Uuuhhh!!!" rintihku ketika ternyata jarinya mengobok-obok dengan ganas liang vaginaku
Tubuhku terasa melayang-layang karena diserang di bagian-bagian yang sangat sensitif. Satu tanganku mencengkram rambut Pak Adang.
“Mmmmhhh!” tiba-tiba mulutnya kembali melumat mulutku yang mengap-mengap.
Jari-jarinya ditarik keluar dari vaginaku, tapi tidak selesai sampai situ. Sebelum aku bisa berpikir lebih jauh, Pak Adang mengangkat kaki kiriku yang ia sangga dengan tangannya yang kokoh. Kurasakan ujung kejantanan pria itu mulai menyeruak di masuk membelah bibir vaginaku. Oh!.. besar dan kenyal sekali kejantanan itu, menerobos perlahan, meregangkan lebih jauh lagi dinding-dinding kewanitaanku, membuatku itu menjerit nikmat. Sungguh seperti dibelah dua rasanya di bawah sana. Seperti diterobos oleh batang yang keras yang memenuhi seluruh rongga yang sudah basah dan berdenyut-denyut itu. Kejantanan yang membawaku serasa terbang kemarin lusa kembali kurasakan. Pak Adang menekan lebih dalam lagi penisnya hingga tertanam dalam-dalam, menyentuh dinding paling belakang vaginaku. Belum apa-apa, aku sudah merasakan klimaksnya mulai terbentuk lagi.

Secara naluriah, aku pun mulai menggoyang-goyangkan pinggulku. Seluruh liang kewanitaanku dipenuhi batang kenyal-panas yang menimbulkan gelora birahi berkepanjangan. Badanku mulai bergetar keras merasakan serbuan-serbuan kenikmatan menyebar ke seluruh tubuh. Terlebih lagi, jari Pak Adang memilin-milin puting susuku yang sudah sangat mengeras itu. Kejantanannya yang tegak-tegang kini keluar masuk, menimbulkan suara-suara sensual bagai lesung yang sedang disodok-sodokan ke palung becek. Akibat gerakan ini pula, klitorisku serasa semakin geli karena bergesekan dengan penisnya. Belum pernah aku mengalami kenikmatan begitu dahsyat dari suamiku tercinta. Sodokan-sodokan Pak Adang terasa semakin cepat dan semakin liar karena vaginaku juga semakin berlendir. Kedua tanganku memeluk erat tubuhnya. Wajahku semakin merona kemerahan akibat terangsang hebat. Mataku kini setengah terbuka, tetapi pandanganku menerawang. Mulutku terbuka lebar, tetapi hanya dengusan nafas yang keluar menderu-deru. Sekitar seperempat jam disetubuhi dalam posisi berdiri akhirnya aku tak sanggup lagi menahan terpaan gelombang orgasme. Untungnya aku masih bisa menahan tidak menjerit dengan menutupkan telapak tangan ke mulut dan menggigit jariku walau susah sekali
“Hhhssshhh....aaahhh....Pak!!” aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bersuara, desahanku keluar juga ketika gelombang itu mulai surut, sungguh melegakan rasanya.
Di tengah orgasme, Pak Adang masih terus menyodok-nyodokkan penisnya. Dunia terasa meledak berkeping-keping bagiku, yang setiap kepingannya adalah sebentuk kenikmatan tiada tara. Aku semakin tak kuat menahan tubuhku yang bergetar.

Batang kemaluan pria ini begitu kuat, kokoh dan tahan lama. Hingga orgasmeku reda pun belum juga menunjukkan tanda akan menyemburkan cairan putih kentalnya. Maka aku kini berinisiatif melepaskan diri dari dekapannya hingga penisnya pun terlepas dari jepitan vaginaku.
“Biar sekarang saya yang selesaikan Pak!” kataku sambil duduk di kloset dan meraih penisnya yang basah blepotan cairan kewanitaanku.
Tanpa basa-basi lagi aku membuka mulut dan memasukkan benda itu ke mulutku. Kujilati dengan lembut kemudian kuhisap dan kupilin-pilin dengan lidahku, suamiku pun biasanya tidak akan tahan lama kalau kuperlakukan begini
“Sssippp...gitu dong...oooh....eeeemmm!” kali ini ganti Pak Adang yang mengerang karena merasakan kenikmatan dioral olehku
Tak sampai sepuluh menit kemudian, wajahnya tampak menegang dan ia cengkeram pundakku dengan sangat erat. Aku menyadari apa yang akan terjadi, tapi aku terus saja menghisap penisnya yang makin berkedut-kedut dan seperti yang kuduga. Cret....cret...semburan spermanya masuk ke dalam mulutku tanpa bisa dihalangi lagi. Aku sendiri sejujurnya sudah benar-benar menunggu momen ini. Dan dengan iringan lenguhannya yang keluar terbata-bata dari mulutnya, akhirnya sebuah kedutan besar menggoncang rongga mulutku. Cairan putih kental menyemprot langit-langit mulutku. Setiap kedutannya selalu diikuti dengan semprotan air mani hangat. Mulutku langsung penuh. Tangannya meraih dan menekan kepalaku untuk lebih menghunjamkam penisnya hingga menyentuh tenggorokanku. Aku pun terpaksa menelan semua cairan kentalnya, termasuk  menjilat yang masih tersisa di batang kemaluannya dengan lahapnya. Batang penis itu melemas dalam genggamanku. Nafas kami ngos-ngosan terdengar di toilet ini.
“Ibu...hehehe...Ibu masih marah sama saya gak?”
Aku tidak bisa menjawab selama beberapa saat, sebenarnya ingin aku memarahi dan menamparnya, namun setelah kuingat lagi kenikmatan yang diberikannya padaku, aku malah tersenyum dalam hati, tentu aku gengsi menunjukkan perasaan itu padanya.
“Saya cuma minta Pak...” aku mulai bersuara,’di depan tolong jaga sikap, jangan sampai kaya tadi lagi!”
“Hehe...beres Bu, di depan saya akan jaga sikap, tapi kalau di belakang...boleh kan?” godanya seraya meraih dadaku dan meremasnya.
Aku menepis tangannya dan segera kurapikan kembali gaunku dan membuka pintu toilet. Untung hari itu aku memakai make up tipis sehingga tidak terlalu terlihat kacau setelah bercinta, hanya tinggal merapikan rambutku dengan tangan sudah cukup. Setelah keluar dari sana baru lah aku ingat, aku belum meminta kembali celana dalamku, tapi sudahlah daripada aku kembali lalu dikerjai lagi olehnya.

Aku kembali ke bawah tanpa mengenakan celana dalam di balik gaunku, aku merasakan orang-orang di sekitarku memandang padaku, apakah mereka tahu apa yang baru terjadi di toilet atas atau aku tidak memakai celana dalam? Ah...mungkin hanya perasaanku sih, beginilah kalau baru berbuat dosa, selalu merasa yang tidak-tidak. Sambil menarik nafas panjang aku berjalan tegak seperti tidak ada apa-apa. Aku mencari Peter dan kutemui dia dengan mudah sedang berdiri menyantap makanannya di dekat sebuah meja hidangan sambil ngobrol dengan seorang pria setengah baya. Kuhampiri mereka menyapa. Peter memperkenalkan diriku pada pria itu yang bernama Ahmad, mitra usaha perusahaan ini. Pria berkumis dan bertubuh tambun itu menjabat tanganku agak lama, matanya memandangku seperti ingin menelanku saja. Aku merasakan sekali hal itu, namun aku tetap berusaha bersikap sopan membalas basa-basinya.
“Kalian memang pasangan yang serasi, ganteng dan cantik”, pujinya pada kami
"Sama sama, terima kasih Pak Ahmad, anda ini bisa aja ah!", jawab suamiku bangga.
“Hahahaha....kalau punya istri cantik gini harus dijaga baik-baik, ngerti? Hahaha!” pria tambun itu berkelakar.
Peter tertawa merespon gurauannya, tapi dalam hati aku merasa tidak suka dengan pria ini, sepertinya ucapannya tadi mengandung niat tersembunyi.
"Rupanya kamu punya fans say!", kata suamiku setelah Pak Ahmad beralih ke undangan lain meninggalkan kami berdua.
"Habis kamu ninggalin aku, jadi aja banyak yang genit ngincer istrimu ini, hihihi", jawabku sambil mencubit lengannya.
Akhirnya setelah jamuan usai aku dan Peter kembali ke kantornya. Dengan menyesal aku menolak keinginannya untuk main quickie karena vaginaku masih terasa memar dan nyeri dihajar Pak Adang.
“Ya udah, gapapa, kamu pulang aja dulu istirahat oke!” katanya, “see you tonight”
Kami berpagutan ringan sebelum aku meninggalkannya di kantor. .
 Edan, hanya kata itu yang ada dalam benakku saat mengingat pesta seks liar di masa aku kuliahku, berlanjut ke perkosaan oleh buruh suamiku hingga akhirnya menjadi skandal perselingkuhan. Pak Adang telah berhasil menggali sisi liarku yang telah lama terkubur, aku dibuat liar kembali olehnya, aku telah menjadi istri binal. Sungguh ini bukan kehendakku tapi aku sangat menikmatinya. Entah mengapa aku mulai menyukai ditindas secara seksual dan diperlakukan kasar dalam berhubungan seks. Walau sebenarnya aku tidak suka diperlakukan tidak senonoh seperti itu namun di sisi lain menjadi mainan seks membuatku sangat terangsang. Kunyalakan tape mobilku, secara kebetulan radio mengalunkan lagu ‘Back to Black’nya  Amy Winehouse yang tepat sekali mendeskripsikan diriku sekarang


"He left no time to regret
Kept his dick wet
With his same old safe bet
Me and my head high
And my tears dry
Get on without my guy
You went back to what you knew
So far removed from all that we went through
And I tread a troubled track
My odds are stacked
I'll go back to black"

"We only said good-bye with words
I died a hundred times
You go back to her
And I go back to.....
I go back to us
I love you much
It's not enough
You love blow and I love puff
And life is like a pipe
And I'm a tiny penny rolling up the walls inside"