Rika |
Pria itu menciumku semakin panas, ia menindihku sehingga kami terhempas ke ranjangku dengan posisi aku di bawahnya. Bibir kami saling memagut dan tangannya menggerayangi pahaku yang terbuka dengan liarnya, lidahnya menjalar bagai bagai ular ke telinga dan leherku sementara tangannya menarik lepas lipatan handuk kuning yang melilit tubuh telanjangku.
“Wah...mantap Non!” ujarnya memandangi tubuhku dengan tatapan nanar.
Tangannya bergetar meraih dan meremas-remas payudaraku yang berputing kemerahan sehingga menyebabkan aku mendesah-desah, suaranya desahanku terdengar sangat sensual. Wajahnya mendekati kedua gunung kembarku lalu kurasakan lidahnya menjalar dan meliuk-liuk di putingku, menghisap dan meremas-remas payudaraku. Setelah itu tangannya mulai merayap ke bawah, mengelus-elus bagian kewanitaanku yang ditumbuhi bulu-bulu yang lebat. Jari Bang Selon, pria itu, mengelus-elus bibir vaginaku lalu mulai menyusup ke dalam.
“Aahh...Bang!” erangku menahan nikmat.
Bang Selon tidak membuang-buang waktu, ia segera membuka kaos lusuh bergambar iklan rokok dan celana pendeknya dan kembali melumat payudaraku yang sudah menegang, perlahan mulutnya merayap makin ke bawah.. ke bawah.. dan ke bawah. Ia mengecup-ngecup gundukan di antara pahaku sekaligus mengelusi paha dan pantatku. Dengan hati-hati ia membuka kedua pahaku dan mulai mengecup vaginaku disertai jilatan-jilatan. Tubuhku pun bergetar merasakan serangan lidah Bang Selon.
"Agghh.. To.. oohh.. enakk.. Bang, terus jilatnya....yah...disitu...aaahhh!" desahku sambil meremasi rambutnya.
Mendengar desahanku, Bang Selon semakin menjadi-jadi, ia bahkan menghisap-hisap kewanitaanku dan meremas-remas payudaraku dengan liar. Hentakan-hentakan birahi sepertinya telah menguasai diriku, tubuhku menggelinjang keras disertai desahan dan erangan yang tidak berkeputusan, tanganku mengusap-usap dan menarik-narik rambut Bang Selon, seakan tidak ingin melepaskan kenikmatan yang kurasakan. Kubuka lebih lebar kedua kakiku agar memudahkan mulut Bang Selon melahap vaginaku. Sensasi geli yang nikmat membuatku menggeleng-gelengkan kepala dan menggeliat-geliat. Aku makin tenggelam dan setiap detik belalu semakin dalam menuju ke dasar lautan birahi.
Bang Selon tahu persis apa yang harus dilakukan selanjutnya, ia membuka celana dalamnya dan merangkak naik ke atas tubuhku. Kami pun bergumul dalam ketelanjangan yang berbalut birahi. Sesekali Bang Selon di atas sesekali dibawah disertai gerakan erotis pinggulnya, demikian pula aku tidak tinggal diam dan melakukan juga yang sama. Kemaluan kami saling beradu, menggesek, dan menekan-nekan. Degup jantungku berdetak kencang dan bagian-bagian sensitif di tubuhku mengeras. Rasa malu dan berdosa telah tergerus oleh birahi yang meledak-ledak bercampur sebagai pelampiasan dari rasa marah, sedih dan kecewa yang kurasakan. Hari ini, genap seminggu aku putus dari Hendri yang diam-diam ternyata menduakanku. Di tengah kegalauan ini aku teringat sebuah film semi yang pernah kutonton dimana si wanita yang diselingkuhi pacarnya melampiaskan perasaannya dengan main gila dengan pria lain. Bang Selon, pria bertampang kasar berusia 30an yang sedang menggumuliku ini bukanlah pacarku, ia hanyalah pengantar air galon yang sering mengantar air ke kos tempatku tinggal ini. Dialah yang menjadi alat untuk pelampiasan rasa stressku akibat pengkhianatan Hendri, aku tahu bagi sebagian orang ini menjijikkan tapi aku tidak peduli karena aku mulai menikmatinya. Menikmati bagaimana tubuhku dijarah pria lain karena disia-siakan oleh pria yang tadinya begitu kucintai. Bang Selon kini memposisikan diri di antara kedua belah pahaku sambil tangan kanannya memegang kejantannya yang telah menegang. Pria itu mengarahkan kejantanannya ke vaginaku.
"Abang coblos sekarang yah Non" ia meminta persetujuanku.
"Iyah, jangan kasar ya Bang, saya ga suka" kataku dengan pasrah
“Tenang Non, sama Abang pasti ketagihan lah, pokoknya Non enjoy aja!” ia lalu mulai menekan kepala penisnya yang bersunat mirip jamur itu ke bibir vaginaku
"Ehh.. akkhh.. mpphh" aku pun merintih dan menggeliat
"Rileks Non... nanti lebih enak lagi"
"He eh Bang.. eesshh" penis itu panjang juga, lebih panjang dari milik Hendri ataupun dua orang mantanku terdahulu
"Enak Non?"
"Ehh...iya enaakk Bang"
Bang Selon menekan pinggulnya lagi sehingga penisnya makin masuk ke vaginaku
"Aakhh.. eengghh" erangku cukup keras sambil mencengkram erat lengan pria itu
Bang Selon mendiamkan penisnya yang telah menancap dalam vaginaku agar aku bisa membiasakan diri dulu, pengertian juga dia terlepas dari tampang kasarnya itu. Aku dapat merasakan batang itu berdenyut-denyut di antara jepitan dinding vaginaku.
"Abang suka sekali toked Non...putih montok" katanya sambil meremas payudaraku yang berukuran sedang tapi bulat padat.
Tanpa berlama-lama lagi mulailah ia menggenjot vaginaku. Penis yang besar itu seakan mengaduk aduk isi vaginaku, aku mendesah tak tertahan merasakan kenikmatan yang kudapat.
"eehh..yess...entot saya Bang...yess" desahku mulai ngaco menerima gerakan Bang Selon yang semakin cepat itu, mataku pun merem-melek merasakan nikmatnya.
Bang Selon |
Nampaknya Bang Selon tahu bahwa aku sudah pada situasi terangsang berat, ia merebahkan badannya yang agak gempal menindih tubuhku dan memeluknya seraya melumat mulut, leher dan telingaku, ia mengecup-ngecup leher, pundak dan akhirnya payudaraku kembali jadi bulan-bulanan lidah dan mulutnya. Perlakuan Bang Selon membuat birahiku makin menggila, aku pun semakin melenguh dan mendesah tak karuan. Bagian belakang tubuh Bang Selon yang mulai dari punggung, pinggang sampai pantatnya tak luput dari remasan-remasan tanganku. Aku membiarkan diriku dikuasai si tukang antar air itu, pinggulnya mulai digerakan memutar perlahan sekali mengaduk vaginaku, tapi mulutnya bertambah ganas melahap gundukan payudaraku beserta putingnya.
"Uhh.. ohh...enakkhh Bang" desah kenikmatanku sambil membuka kakiku lebih melebar lagi.
Bang Selon tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dia mempercepat ritme gerakan pinggulnya.
"Agghh.... terus Bang" aku meracau merasakan kejantanan Bang Selon yang berputar-putar di kewanitaanku, kepalanya tengadah dengan mata terpejam, pinggulnya turut bergoyang. Merasakan gerakannya mendapat respon Bang Selon tidak ragu lagi untuk menarik-memasukan batang kemaluannya.
"Aaauugghh.. sshh....Bang...iya Bang!!” Aku tak kuasa lagi menahan luapan kenikmatan sampai eranganku makin tak terkendali, aku masih mencoba menggigit bibir agar tidak terlalu keras, tapi tetap saja kadang kelepasan apalagi kalau Bang Selon memberikan sodokan keras.
"Eiihh.. huuss.. eenaakk sekallii Non Rika, memek Non sip!!" ceracaunya sambil terus menggenjotku.
"Aahh.. ohh..," kenikmatan terlarang itu semakin menderaku, pinggulku kubuat seirama kocokan penis Bang Selon.
“Non, nungging dong sekarang!” pintanya setelah seperempat jam lamanya menyetubuhiku.
Tanpa perlu diminta lagi, aku pun membalik tubuhku dan nungging dengan berpijak pada dua sikutku yang menekan ranjang, pria itu mengambil posisi tepat di belakangku.
"Nah...sekarang ganti gaya...wuih bokongnya Non juga mantep loh" Bang Selon membelai-belai pantatku. Tangannya menyibak bongkahan pantatku sehingga vaginaku jelas terlihat olehnya, setelah itu, astaga, ia mulai menjilati vaginaku.
"Ahh.. sstt Bang... aouhh gelii!" aku mendesah nikmat, jilatan Bang Selon dalam posisiku nungging begitu terasa nikmat sekali.
Mendengar desahku ia makin berani, jarinya ikut bermain mencucuk-cucuk vaginaku. Cukup lama juga ia menciumi dan menjilati vaginaku, sampai kurasa sesuatu mulai mengumpul di paha, pantat dan bibir vaginaku itu. Aku hampir orgasme ketika Bang Selon menghentikan jilatannya. Tadinya aku mau protes karena orgasmeku batal, tapi gengsi dong aku memohon seperti itu.
Setelah jilatan itu lepas, penis Bang Selon yang masih tegang dan langsung melesak masuk lagi ke liang senggamaku.
"Ahh, enaak ya Non" ia menggenjot tubuhku dari belakang, maju mundur.
Aku terbuai menikmati setiap sodokannya, kedua tangannya pun tidak diam saja dan terus menggerayangi tubuhku, payudaraku yang menggantung tidak lepas dari remasan-remasannya. Tak lama kemudian, kedutan kecil mulai terasa di dinding vaginaku. Bang Selon mempercepat goyangnya, hingga sepuluh menit kemudian aku semakin merasakan sudah di ambang klimaks. Sesekali kubenamkan wajahku ke bantal kalau aku tidak tahan mendesah keras agar suaraku teredam. Genjotan pria itu makin bertenaga sampai ranjang ini berderit-derit.
"Ouughh.. ..Bang...saya... aaaahhh....aahhh!!" pertahananku akhirnya jebol, vaginaku mengucurkan banyak sekali cairan orgasme, kurasakan semua sendiku ngilu, dan kedutan di dinding vaginaku menjepit makin erat penis Bang Selon yang makin cepat keluar-masuk karena makin licin oleh cairanku.
“Duuhh...Bang...keluar nih....aaahhh...enak!” aku begitu hanyut dalam birahi yang menggebu-gebu.
"Peret Non...memeknya peret...uuhhh!!"
"Punya Abang kuat sekalii An.. uugghh"
"Ohh...Abang juga mau keluar Non... sshh" desah pria itu
Dengan sisa tenagaku aku mencoba lebih agresif membantunya keluar lebih cepat, pantatku bergoyang mengikuti irama hentakan-hentakan maju-mundur pantat Bang Selon.
Merasakan goyanganku, Bang Selon semakin bernafsu dan mempercepat hujaman-hujaman kejantanannya. Semakin liar kami bergumul, keringat kenikmatan semakin membanjir membasahi tubuh kami.
"Uuuhh...Non... abang mau ke.. kelu.. aarrghh" erang pria itu, remasannya pada payudaraku semakin brutal sampai aku meringis.
Akhirnya Bang Selon menekan penisnya dalam-dalam dan tubuhnya pun mengejang. Semprotan cairan hangat terasa sekali di vaginaku, cairan itu juga sebagian meleleh keluar membasahi selangkanganku.
"Ahh Non... ohh...enaknya!" Bang Selon menidihku hingga posisi kami seperti pasangan jantan dan betina yang sedang senggama.
Kurasakan kedutan kelamin kami berpadu sampai akhirnya hilang perlahan, aku terbaring dengan nafas ngos-ngosan.
“Bang...!” aku memanggil pria itu, suaraku masih agak serak.
“Iya Non? Mau mulai lagi? Abang masih kuat loh!” katanya cengengesan.
“Cepet pake baju...pergi! yang lain udah mau pulang! Saya ga mau ada masalah Bang!”
“Loh...Kok, baru segitu...” protesnya pas saat kulempar kaos lusuhnya mengenai mukanya.
“Buruan Bang...saya mau istirahat, cepet pake baju!” kataku tidak sabaran.
“Eeehh...iya iya...lain kali masih mau kan Non?” tanyanya sambil memakai kembali pakaiannya buru-buru.
“Gimana nanti aja Bang...gak janji” aku meraih kaos longgarku dan memakainya tanpa bra di baliknya, lalu celana dalamku, setelah itu aku membuka pintu setengah dan melihat sekeliling koridor, masih sepi, semua pintu masih tertutup, berarti belum ada yang datang.
“Cepat Bang, mumpung belum ada siapa-siapa!” aku menyuruhnya buru-buru.
“Lain kali lagi ya Non, hehe!” sahutnya sambil memeluk tubuhku.
“Iiihhh...lepasin...cepet keluar dari sini Bang!” kudorong dadanya hingga lepas lalu kudorong pria itu keluar dari kamarku dan blam kututup pintu kamar tanpa menghiraukan celotehnya di luar sana. Sungguh persetubuhan tadi membuat tenagaku terkuras sampai aku merasa ngantuk. Aku pun langsung merebahkan diri di ranjangku tanpa merapikan dulu spreinya yang kusut. Mataku terpejam dan sebentar saja aku sudah terlelap ketiduran. Aku terbangun ketika jam dinding di atas meja belajarku menunjukkan jam setengah dua siang. Percintaan liar tadi masih saja membayangi pikiranku, bagaimana Bang Selon melumat tubuhku dan menyenggamaiku masih jelas terngiang-ngiang, rasa panas sedikit nyeri pada vaginaku pun masih terasa. Aku masih belum bergerak dari ranjang karena masih lelah, hanya mataku saja menyapu sekeliling kamarku di sebuah kos khusus putri di kawasan perumahan sekitar kampusku. Biaya perbulanya terbilang sedang, karena agak jauh dari kampus, perlu sepuluh menit jalan kaki. Tapi ruangannya nyaman untuk di tempati untuk mahasiswa sepertiku. Ruangan itu di cat hijau lembut dan berukuran 3x4 meter persegi. Ada satu tempat tidur beserta bantal dan gulingnya, satu lemari pakaian, satu set meja belajar, dan juga tentu saja ada kamar mandi. Soal keamanan bisa termasuk baik karena ini termasuk kompleks elite, sengaja aku memilih faktor keamanan setelah aku kehilangan HP di kosku yang dulu.
Kesadaranku masih belum sepenuhnya pulih ketika kulihat ada seseorang yang berjalan masuk ke kamarku menuju kamar mandi. Aku tidak melihat wajahnya. Dia memakai baju berwarna serba merah. Kulitnya putih sekali. Tiba-tiba aku terbangun, baru sadar kok bisa-bisanya ada orang lain di sini? Kalau di rumahku sih mungkin saja adikku yang suka nyelongong ke toilet kamar kalau toilet yang lain dipakai, tapi kan tadi pintu depan sudah kukunci setelah mengusir Bang Selon. Mimpikah tadi itu? Tidak rasanya bukan mimpi, karena pintu kamar mandi tertutup dan ada suara di dalam sana. Aku lantas menuju kamar mandi untuk melihat orang tadi.
“Hei siapa yang di dalam?” kataku sambil mengetuk pintu
Sepi....tidak ada jawaban.
“Heii!! Siapa ya itu?” kataku lebih keras karena kesal ada orang yang tanpa ijin memasuki kamarku terlebih aku habis melakukan perbuatan mesum tadi.
Tidak ada jawaban lagi. Seerrrr....kali ini malah terdengar suara keran menyala.
“Saya dobrak pintu ini! Jika kau tidak menjawab” kataku sambil berusaha membuka pintu yang terkunci itu
Kali ini aku benar-benar akan mendobrak pintu ini. Entah yang di dalam laki-laki atau perempuan aku tak peduli. Urusan nanti dimarahi ibu kos karena merusak pintu kamar mandi itu masa bodoh. Aku sudah merasa jengkel sekarang. Dan, BRAAKKK! Pintu kamar mandi berhasil aku buka. Tapi aneh, tidak ada siapa-siapa di dalam. Kemana orang tadi pergi? Di sini tidak ada jalan keluar selain pintu ini. Apa aku yang salah terhadap pandangan dan pendengaranku tadi? Tidak...rasanya tidak ada yang salah, keran juga menyala seperti habis di pakai oleh seseorang. Lalu siapa yang masuk tadi? Kemana dia pergi? Sesaat angin berhembus pelan menyapu bulu kudukku hingga berdiri. Srrrr....seperti ada sesuatu berkelebat di belakangku, aku langsung membalik tapi tidak menemukan apapun.Tiba-tiba saja rasa takut menyelubungiku. Apa yang terjadi di sini?
###################
“Eh...San...tadi liat orang masuk ke kamar gua ga? Pake baju serba merah. Kulitnya putih banget” tanyaku pada Santi, penghuni di seberang kamarku, kamarnya setengah terbuka, ia selonjoran di ranjangnya sedang menonton DVD di laptopnya sambil ngemil snack.
“Engga kok Ka... dari tadi gua lagi nonton di sini. Ga liat siapa-siapa di sekitar sini apalagi masuk kamar lu”
“Haah? Beneran San?” rasa takut makin menyelimutiku
“Iya beneran lah. Belum pada pulang, tadi di bawah gua cuma liat si Riska, tapi kayanya dia mau keluar lagi, ga ada siapa-siapa lagi kok. Ada apa emang?”
“Ohh...gitu yah, ngga apa-apa kok San, gapapa” kataku sekarang benar-benar takut
Saat itu kos memang sepi karena sedang liburan semester, kebanyakan penghuni pulang kampung, hanya empat orang yang tersisa termasuk diriku yang mengambil semester pendek agar kuliahku cepat selesai. Rumah kost berlantai dua ini memang bangunan lama dan letaknya di daerah yang relatif sepi, namun sejak setengah tahun tinggal di sini baru pernah kualami kejadian aneh seperti tadi itu.
##################
Aku menyeruput kopi panasku, sambil berusaha melupakan kejadian tadi siang. Kuminta Cindy, sahabatku untuk datang menemaniku sekarang.
“Ka, sudahlah, lu keliatan kurusan, jangan sampai lu ngerusak diri gara-gara si brengsek itu dong” kata Cindy setibanya di kamarku
“Gue mau cerita sesuatu ma lu...yang lain, bukan si bedebah itu” kataku sambil duduk di tempat tidur
“Oke...lo mau cerita apa?” jawabnya sambil menjatuhkan pantatnya di sebelahku.
Kemudian aku pun menceritakan semua kejadian tadi. Setelah selesai. Wajah Cindy tampak seperti sedang memikirkan sesuatu. Kemudian dia tertawa ringan dan mencubit pipiku.
“Haha....Rika...Rika! Lu tuh ada-ada aja. Mungkin lu lagi kecapekan ditambah banyak beban pikiran, makanya jadi kaya gini” kata Cindy sambil mengelus punggungku.
“Tapi Cin, kerannya beneran nyala kok, kayak habis dipakai” jawabku yang tidak setuju dengan pendapatnya
“Udah lah Ka. Lu tenang aja. Masa ada setan di siang bolong? Semua ini biasa kok kalau kita banyak masalah, gua ngerti, gua juga pernah ngerasain” ia mendekapku dan mencoba menenangkan.
Aku tersenyum kecut menyandarkan kepalaku di dadanya. Perkataan Cindy memang ada benarnya, mungkin aku terlalu stress setelah diselingkuhi cowok brengsek itu. Aku merasa sedikit lebih tenang dan lega setelah curhat padanya. Setelah itu Cindy mengajakku untuk main ke mall terdekat untuk refreshing. Cara itu memang benar membuatku melupakan kejadian di kos setidaknya untuk sementara. Malam harinya, badanku terasa capek sekali. Aku kemudian mandi untuk menyegarkan diri. Kemudian aku menyalakan laptopku sebentar dan mengirimkan pesan FB kepada adikku menanyakan kabarnya dan papa mama di rumah. Karena lelah, aku putuskan untuk tidur. Aku mengunci pintu kamarku supaya tidak ada orang yang masuk. Jendela di kamarku kubiarkan terbuka, Karena udara malam itu sedikit panas. Malam itu kejadian tadi terulang. Antara masih bermimpi atau sudah terbangun aku melihat pintu kamar mandi terbuka dari dalam, dan kembali kulihat wanita yang berpakaian serba merah itu keluar dari sana. Bedanya sekarang wajahnya sudah berlumuran darah, kontan aku pun terhenyak, sungguh membuat bulu kuduk merinding dan jantung berdebar-debar. Aku takut sangat takut, ingin lari dan menjerit tapi tidak bisa menggerakkan tubuhku. Ya Tuhan....bagaimana ini? Dia berjalan mendekatiku dengan senyum mengerikan tergurat di bibirnya yang semerah darah. Aku tidak berani membuka mata. Aku putuskan tetap terpejam sambil berdoa.
“Kyaaa...!!!” aku menjerit begitu merasakan bibirku bisa digerakkan dan mendapati diriku terduduk di ranjang dengan tubuh bercucuran keringat dingin.
Mimpi...cuma mimpi, tapi nampaknya bukan mimpi biasa, pasti ada yang tidak beres di sini karena penampakan itu bukan hanya sekali menghantuiku, aku juga merasakan ada seseorang atau sesuatu yang mengawasiku, entah apapun itu, membuat diriku tidak tenang.
##########################
Pagi harinya aku berniat akan menanyakan hal ini kepada Tante Nunun, sang ibu kost, karena sudah tidak tahan terhadap semua ini. Ketakutanku tidak dapat di sembunyikan lagi. Kalau perlu aku akan pindah kost, yang butut dan jauh pun tak mengapa yang penting bebas dari gangguan ‘penghuni lain’ atau apapun itu yang meneror kehidupanku. Aku juga bertanya-tanya dari mana wanita yang berpakaian serba merah kemarin masuk. Pintu kan sudah aku kunci? Masa lewat jendela? jelas tidak mungkin, karena tidak akan cukup jika dilewati orang. Sudah pasti dia bukan orang, memiikirkan semua itu rasa takutku pun makin bertambah. Aku bergegas menuju rumah ibu kos, tak jauh dari sini. Sesampai di sana Tante Nunun, menyambutku dengan ramah seperti biasa, ia seorang wanita berkacamata, agak pendek, berusia lima puluhan namun selalu bermake up modis atau kadang malah menor.
“Ada apa Ka, kamu mau bayar kos?” tanyanya sedikit bercanda
“Bukan Tante, saya mau menceritakan sesuatu” kataku serius
“Cerita apa Ka? Jika tentang hal-hal bodoh masalah cinta atau tetek bengeknya, maaf Tante tidak ada waktu. Kamu lihat kan Tante lagi sibuk?”
“Tapi aku minta waktu sebentar Tante. Ini akan sangat membantuku”
“Baiklah apa yang ingin kamu ceritakan?”
Aku kemudian menceritakan semua kejadian menyeramkan yang aku alami kemarin. Setelah selesai. Raut wajah Tante Nunun berubah. Rautnya menunjukan keseriusan. Tidak seperti dugaanku dia akan tertawa.
“Mungkin yang kamu lihat adalah Violet” ujar Ibu kos
“Violet...siapa itu Violet ?”
Wanita berkerudung itu menghela nafas panjang sebelum mulai bercerita.
“Ceritanya sangat tragis, nama lengkapnya Violeta, biasa dipanggil Violet atau Vio...delapan tahun yang lalu dia mati di kos-kosan itu, diduga bunuh diri karena depresi karena ditinggal kekasihnya yang telah meninggal. Dia melukai dirinya dengan pisau sampai mengalami pendarahan hebat. Baru dua hari setelahnya dia kemudian di temukan mati menggenaskan di kamar mandi di tengah genangan darah. Kasihan...padahal dia anak yang cantik dan baik. Hingga sampai sekarang orang yang menempati kamar itu selalu diperlihatkan sosoknya sedang berjalan di kamar mandi.”
“Apa....jadi Tante tempatkan saya di kamar itu sampai saya dihantui seperti kemarin?” aku tercengang mendengar pengakuannya.
“Dengar dulu Rika...Tante belum selesai, Violet sebenarnya tidak akan mengganggu jika tidak ada yang mengganggunya.”
“Maksud Tante...?” aku semakin penasaran
“Dulu saya juga menerima laki-laki di kos-kosan, jadi campur. Setelah peristiwa itu, dua dari orang yang pernah menempati kamar itu ditemukan mati mengenaskan dengan luka sayatan sampai kehabisan darah hingga tubuh mereka sangat pucat dengan ekspresi wajah ketakutan.” suara Tante Nunun bergetar dan menambah kesan seram, “dan bukan cuma mereka, pacar mereka pun mengalami nasib yang sama dalam waktu berdekatan. Ternyata setelah ditelusuri, mereka pernah melakukan perbuatan mesum di kamar itu sehingga membuat roh Vio yang masih mendiami kamar itu marah. Maka sejak itu, sejak lima tahun terakhir Tante hanya mengkhususkan kos itu cuma untuk wanita saja dan memberlakukan peraturan ketat, sejak itu barulah kejadian serupa tidak pernah terulang lagi, sampai sekarang sudah empat orang sebelum kamu yang menempati kamar itu dan semuanya baik-baik saja sampai mereka keluar. Bukankah kamu sudah membaca peraturannya ketika masuk kost Rika? Dan tante juga sudah tekankan...apakah kamu...melanggar?”
Aku menelan ludah, kaget sekaligus shock. Aku tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Tante Nunun yang telah menempatkanku di situ, toh dia telah menegaskan peraturan ketika aku masuk dulu, aku lah yang telah melanggarnya sehingga semua ini terjadi.
“Saya...saya...memang khilaf, saya pernah sekali melakukan di kamar, jadi semua karena ini?” tanyaku gugup.
“Aduh Rika...kenapa kamu sebodoh ini nak!” Tante Nunun menepuk keningnya, “Tante mengira kamu anak baik-baik dan tidak akan berbuat begitu sehingga dari awal Tante bersedia menerima kamu menempati kamar itu, tapi sekarang....”
“Baiklah Tante, saya mengaku salah, besok saya akan pindah mencari kos lain” kataku lemas
“Percuma Rika, korban ke dua Violeta juga sebelumnya angkat kaki dari situ karena sudah tidak tahan dihantui terus, tapi tiga hari setelahnya dia tetap tewas...dan pacar-pacar mereka yang tidak kos disitu pun juga ga lolos”
“Haduh...jadi...saya harus gimana Tante?” tanyaku panik.
“Begini, mungkin tante bisa bantu kamu satu hal, sepertinya Vio punya masalah yang belum terselesaikan di dunia sehingga rohnya tidak bisa tenang. Gadis kedua yang keluar lalu ditemukan mati itu sebelum keluar pernah ngomong ke tante, ‘saya ga bisa menemukannya tante, dia meminta yang tidak masuk akal, saya akan kabur sejauh mungkin sampai tidak ditemukan’, ya benar...tante baru ingat itu” mimiknya serius mencoba mengingat sebisa mungkin.
“Jadi maksud tante....?” aku semakin ingin tahu jalan keluarnya.
“Tetaplah di kamar itu Rika, dia pasti akan menemui kamu lagi dan mengajukan tuntutannya agar bisa lepas dan kamupun terbebas dari kutukannya”
Aku semakin lemas mendengar jawabannya, kini aku telah terlibat urusan dengan makhluk dunia lain karena kesalahanku sendiri.
“Tante akan membantu kamu Ka, tante akan cari orang pintar, tunggu kabar dari tante” katanya sambil memegang kedua tanganku.
############################
Malam harinya aku masih tidur di kos itu. Rasanya tidak bisa memejamkan mata mengingat kejadian tadi. Jam sudah menunjukan pukul sebelas malam. Sepi sekali suasana di luar. Mungkin penghuni kos yang lainnya sudah tertidur. Hawa dingin tiba-tiba menyergapku. Hembusan angin dari jendela membuatku mengigil. Kututup jendela itu dan kutarik selimutku supaya membuatku hangat. Aku berusaha memejamkan mataku. Tetapi, aneh. Kenapa suasana di sini menjadi berubah. Tiba-tiba desiran angin berhembus di belakang tengukku. Membuatku jadi merinding. Tiba-tiba lampu mati. Suasana benar-benar gelap dan aku sendirian. Aku menggenggam selimutku semakin kencang dan tidak berani bergerak.
“PYAARR!!” tiba-tiba ada sebuah benda terjatuh. Bunyinya mengagetkanku. Lalu terdengar bunyi derap kaki. “Tap..Tap..Tap” bunyi itu sepertinya makin mendekat ke arahku. Aku tidak bisa melihat siapa itu karena benar-benar gelap. Jantungku benar-benar berdegup kencang sekali. Keringatku mengalir deras di sekitar tubuhku. Aku hanya bisa berdoa dalam hati berharap agar kejadian yang tidak enak yang akan terjadi nanti. Tiba-tiba kurasakan ada yang menaiki kakiku. Seperti sebuah beban berat. Aku tidak berani menggerakan kakiku sedikitpun. Kurasakan ada tangan yang mengelus betisku. Tangan yang begitu dingin sampai bisa kurasakan hingga ke tulang-tulangku. Lalu mendadak lampu tidur 5 watt yang menancap di stopkontak dekat pintu menyala. Dalam keremangan terlihatlah seorang wanita sedang menatap kosong ke arahku. Berwajah pucat dengan mulut berlumuran darah, demikian pula matanya sehingga terlihat seperti sedang menangis darah. Dan.. wanita itu berjalan semakin mendekat ke arahku. Badanku serasa beku. Aku ingin berteriak tapi tidak ada suara yang keluar.
“Tiga hari….” kata wanita itu dengan suara lirih yang mengerikan “tiga hari....dari sekarang”
“Apa...tiga hari apanya?” dengan susah payah aku dapat mengeluarkan suara walau bergetar karena ketakutan.
Violeta |
“Aku Violeta...aku terperangkap di sini...dan kau telah menodai kamar tempatku ini. Kamu harus bebaskan aku, agar nyawaku bisa tenang di alam sana. Bakar kalung yang ada di dekat lemari. Kalung berliontin huruf ‘V’, sudah lama hilang, belum ada yang menemukan. Sepi,kotor.... tolong aku… aku mohon...tiga hari dari sekarang...atau kau akan temani aku....selamanya....hihhihii” sosok itu tiba-tiba perlahan menghilang. Dan sekarang yang terlihat hanya gelap. Aku begitu shock, lemas dan berkeringat dingin.
#######################
Aku tidak sadar, dan tahu-tahu sudah berada di pagi hari. Rupanya aku pingsan tadi malam. Nyawaku rasanya belum terkumpul semuanya. Aku masih kebingungan. Badanku terasa capek sekali. Aku kemudian bangun melihat jam berapa sekarang. Jam sudah menunjukan pukul sepuluh lebih, untungnya hari ini tidak ada perkuliahan. Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku dan bertanya pada diriku sendiri.
“Ya Tuhan.. apa yang terjadi padaku? Mengapa semua ini terjadi?” aku menghembuskan nafas panjang.
Kemudian aku memikirkan kejadian tadi malam. Wanita yang aku lihat kemarin malam adalah Violeta. Dia meminta tolong padaku. Nyawanya yang terperangkap di dunia manusia. Dia ingin aku membebaskanya. Dan dia juga membicarakan tentang kalung serta menyuruhku untuk mencari kalung dan kemudian membakarnya. Aku bertanya-tanya. Ada apa dengan kalung itu? Kenapa dia ingin aku membakarnya untuk membuat nyawanya bebas? Tiga hari...hanya tiga hari atau aku ikut menjadi hantu menemaninya di sini. Ahh...tidak. Yang terpenting sekarang adalah menemukan benda tersebut supaya jiwa Violeta terbebas dan menuju dunia orang mati yang pada akhirnya juga membebaskan diriku dari kutukannya dan hidupku kembali normal. Itu tentu tidak mudah karena dua penghuni kamar sebelumnya yang menodai kesucian di sini telah menjadi korban.
“Rika...tenang, kamu bisa!” aku menyemangati diri sendiri sambil membasuh wajahku di wastafel kamar mandi.
Aaahhh...segarnya setelah mencuci muka, kedua telapak tanganku menyiramkan air dari kran untuk membilas busa Biore di wajahku.
“Bbwwwaaa!!” jeritku melihat sosok berpakaian merah dengan wajah pucat berdarah-darah di cermin.
Aku sampai terjengkang ke lantai saking kagetnya. Dengan tubuh gementar aku mencoba berdiri, kulihat ke cermin, namun yang kudapati hanya pantulan wajahku yang ketakutan.
#############################
Sudah berjam-jam aku mencari kalung yang dimaksud Violeta. Lemari pakaian sudah aku geledah. isinya aku keluarkan semua. Aku cari-cari di sekitar lemari juga tidak ada. Aku bingung. Lemari mana yang dimaksud Violeta? Aku menyeka keringat dari dahiku, badanku pun sudah bercucuran keringat namun masih belum menemukannya, dimana gerangan? Aku memikirkan pesan Violeta lagi. “…Bakar kalung yang ada didekat lemari. Kalung berliontin huruf ‘V’. tidak ada orang yang tau. Sepi,kotor. tolong akuu… aku mohon..”. Kalung yang ada di dekat lemari. Berliontin huruf ‘V’. sepi dan kotor. Tiba-tiba sesuatu terlintas di pikiranku. Kurasa aku sudah menemukan jawabannya. Apa mungkin benar? Jantungku berdegup kencang. Tok...tok...tok...tiba-tiba pintuku diketuk seseorang. Kulihat dari balik tirai jendela siapa yang datang. Hah...Bang Selon? Mau apa dia? Mengapa secepat ini sudah datang lagi? Biasanya sekitar seminggu atau sepuluh harian dia baru datang membawa galon persediaan untuk kos ini.
“Iya Bang? Ada apa?” tanyaku begitu membuka pintu, kulihat wajahnya lusuh seperti ketakutan.
“Non Rika...apa Non juga didatengin dia?” suaranya bergetar ketika bicara.
“Dia?”
“Vio....Violeta Non!”
Aku mempersikannya masuk dan bicara di dalam, ia menceritakan bahwa ia pun mengalami teror penampakan yang kurang lebih sama denganku. Namun aku tidak mendapat petunjuk apapun darinya selain keluh kesah ketakutannya.
“Dasar useless!” omelku dalam hati.
Ketika menuangkan air dari dispenser tiba-tiba kurasakan pantatku diremas. Kontan aku pun langsung berbalik.
“Kurang ajar! Plak!” bentakku seraya menampar Bang Selon, “waktu-waktu kaya gini masih sempat-sempatnya!”
“Maaf...maaf Non, abang khilaf. Soalnya...kalau bener harus mati tiga hari lagi, abang masih pengen gituan sama Non, soalnya...Non cewek paling cantik dan seksi yang pernah gituan sama abang, sekali lagi maaf Non, abang ngerasa waktu abang dikit lagi jadi gak peduli apa-apa lagi” kata pria itu sambil mengelus-elus pipinya.
Aku yang awalnya naik darah mendengar penjelasan pria itu yang cukup masuk akal mulai tenang dan berpikir, benar juga, mungkin besok kita udah mati, kenapa tidak have fun dikit? Apalagi mengingat ketegangan yang kualami sejak kemarin hingga tadi membuatku ingin segera melepas stress. Maka, alih-alih meneruskan pencarian dan mendiskusikan solusinya, kami pun kembali terlibat persetubuhan terlarang lagi. Pria itu menindihku di ranjang dan tinggal memakai kaos oblongnya, sementara aku di bawahnya tinggal memakai kaos tanpa lengan dan bra yang telah tersingkap ke atas.
“Nnngghhhh...uuhh...aaahh!” desahku lirih merasakan penis pria itu yang merojok-rojoki vaginaku.
Terkadang bibir kami saling pagut dan beradu lidah, tangan pria itu juga meremasi payudaraku.
“Aaahhh...aahhh...keluar Bang!” erangku sambil menggeliatkan tubuh dan memeluknya makin erat ketika kurasakan orgasme itu datang menerpaku, aku meresapi dalam-dalam kenikmatan birahi itu melupakan sejenak masalah dengan hantu itu.
Saat gelombang itu mulai surut, aku pun mulai membuka mataku yang terpejam dan yang pertama kulihat adalah...
“Huuuaaaa!!!” jeritku melihat Violeta menempel di langit-langit kamar seperti Spiderman, ia menatap kami dengan pandangan matanya yang seram dan senyum lebarnya, “Bang....itu Bang!!” aku mendorong-dorong dada Bang Selon.
“Anjritt....setan!!” ia ikut menjerit begitu berbalik dan langsung terguling dari ranjangku.
Belum hilang rasa terkejut kami, Violeta menjatuhkan diri dan menerkam ke arah kami.
“Nggaaakkk!!” jeritku sambil menutupi muka.
Satu detik...dua detik...tidak terjadi apa-apa, aku membuka mata dan tidak lagi melihat Violeta, hanya Bang Selon di bawah ranjangku yang juga ketakutan dan saling tatap denganku.
#######################
Hari kedua
Rumah Cindy
Sore itu, jam empat, aku menceritakan semuanya dengan jelas pada sahabatku itu sambil berendam di bathtub. Tidak ada yang kututup-tutupi lagi termasuk skandalku dengan si pengantar air galon. Aku berharap Cindy dapat memberikanku solusi. Mimik serius Cindy berubah jadi agak terkejut ketika ceritaku sampai ke bagian itu.
“Lemari...sepi dan kotor...” gumam Cindy sambil berpikir, “Lu yakin udah cari di setiap sudut kamar lu Ka?”
“Udah bener, ga ada yang kelewat, tapi ga ada Cin, lagian kamar gua kan kecil, kalau emang ada di situ pasti orang yang tinggal sebelum gua udah nemuin dong” jawabku sambil menyabuni lenganku.
“Tapi lemari kan bukan cuma satu di kamar lu Ka, terus Violeta juga ga secara spesifik nyebutin kalau lemari itu lemari kamar lu, setelah dia mati, ada kemungkinan ibu kos membuang atau memindahkan barang-barang punya dia, betul ga?”
Aku berpikir, di belakang dekat mesin cuci memang ada sebuah gudang yang jarang sekali dimasuki anak-anak kos, aku pun sudah kapok masuk ke sana setelah menemukan bangkai seekor tikus besar ketika hendak mencari kertas bekas yang besar untuk membungkus sesuatu. Aku ingat juga di situ ada sebuah lemari besar dari bahan kayu jati bergaya jaman kolonial. Apakah mungkin di tempat itu?
“Gudang kos Cin...bingo...kayanya di situ? Ada lemari gedenya, gua coba cari di situ” kataku.
“Oke kapan kita mau mulai?”
“Kita? ngga Cin, jangan...ini masalah gua, gua takut lu terlibat dan ikutan susah... gua yang memulai jadi gua juga akan selesaiin sendiri!” aku memegang lengannya.
“Ka! lu masih anggap gua friend ga sih? gua bantu lu apa salahnya?” Cindy protes.
“Jangan Cin, beneran... gua tau lu care, tapi please jangan lakukan, lu udah banyak bantu gua, kali ini gua akan coba sendiri...kalau seandainya gua perlu bantuan gua akan hubungi lu, oke?”
Cindy mengangguk dan berkata, “baik Ka, tapi tolong kasih tau gua perkembangannya, gua akan datang setiap saat lu butuh” ia juga menggenggam lenganku, mata kami saling bertatapan.
Aku menyuruhnya berbalik memunggungiku agar bisa menggosok punggungnya.
“Omong-omong Ka, nakal juga ya lu, ceritain dong itu tuh sama si tukang anter air, gua ga sangka lu bisa seliar itu, terus gua kan selalu jujur dan cerita apa adanya sama, nah sekarang giliran lu ya...” kata Cindy mengalihkan topik agar mengurangi ketegangan, “gimana Ka rasanya gituan sama abang-abang?” tanyanya lagi
Aku memaklumi rasa penasarannya, karena ia selama kami selalu terbuka satu sama lain, waktu masih pacaran dulu ia selalu menceritakan segalanya tentang hubungan mereka sampai urusan seks dengan pacarnya sedetil-detilnya , dari ukuran penis sampai posisi pada saat melakukannya, demikian pula aku padanya. Sebenarnya aku bukannya tidak ingin menceritakannya melainkan karena malu karena kulakukan dengan laki-laki yang tidak sepantasnya secara status sosial. Sambil menggosok punggungnya aku pun mulai menceritakan aktifitas seksual kami kepadanya, kuceritakan bagaimana rasa risih dan deg-degan bercampur horny waktu menggoda pria itu. Juga kuceritakan pula bagaimana pria itu begitu perkasanya di atas ranjang, lebih perkasa dari cowok jahanam yang mengkhianatiku itu ini, bahkan aku mengalami orgasme lebih dari satu kali.
“Kenapa...lu serius amat dengernya Cin? Horny ya?” candaku
“Iihhh...siapa juga? Ga level lah masa ML ama tukang anter air?” elaknya sambil mencipratkan air ke arahku.
“ini buktinya udah keras gini!” kataku mencubit putingnya
Kami tertawa dan saling mencipratkan air. Setelah selesai mandi Cindy mengajakku ke sebuah kafe bersama beberapa teman lain untuk mengisi perut dan menenangkan diri. Aku mengiyakan ajakannya sebelum kembali berjuang mencari benda yang diminta Violet. Aku sedikit lebih rileks dengan ngobrol-ngobrol di sana ditemani makanan ringan dan segelas wine, walaupun kegalauan itu masih ada.
“Wuuaaaaa!!” jeritku sambil melempar gelas wineku ketika menemukan seekor lipan di dalamnya saat hendak meneguk minumanku.
Orang-orang sekitar langsung melihat ke arahku. Kengerian belum berhenti sampai situ, wajah-wajah yang menatapku itu...bukan manusia, mereka seperti zombie, wajah-wajah terkelupas dan membusuk, beberapa ada yang sudah terlihat tulang tengkoraknya, ada yang bola matanya menggelantung dari rongganya.
“Tidak...pergi....jangan ganggu saya!!!” aku histeris sampai aku terjatuh dari tempat dudukku.
Aku tidak sanggup lagi mengangkat tubuhku sampai harus menggeser tubuhku menghindari mayat-mayat hidup yang mulai mengerubungiku itu.
“Tidak!! Lepaskan aku...pergii!!!” jeritku sambil menutup wajah dengan tangan.
“Rika...Rika...sadar Ka!” Cindy menangkap lenganku dan mengguncang-guncang tubuhku.
Aku membuka mata dan menemukan sahabatku itu sedang berjongkok di depanku. Mayat-mayat hidup itu sudah tidak ada, para pelayan, pengunjung lain, dan teman-temanku yang lain, semua menatap ke arahku.
“Mereka datang Cin....mereka datang!” aku memeluk Cindy dengan tubuh gemetar luar biasa.
“Tenang Ka...tenang” Cindy mengelus-elus punggungku menenangkan
“Ka...lu gapapa? Harusnya jangan pesan minuman kaya gitu kalau ga kuat” Rena, temanku yang lain mendekatiku.
“Ayo Ka...berdiri!” Cindy membantuku menegakkan tubuhku, “kita pulang aja ya!”
Aku begitu shock dan lemas sehingga harus memegang lengan Cindy untuk menopang tubuhku.
“Na...gua anter Rika pulang...kalian terusin aja acaranya, tagihan kita bonnya tolong titip lu dulu ya” kata Cindy pada Rena, setelah pamitan pada teman yang lain, ia menuntunku ke pintu keluar.
Kami keluar dari kafe itu diiringi tatapan mata dan kasak-kusuk semua yang hadir di sana.
“Kasian, cantik-cantik tapi gila!”
“Anak sekarang, jam segini udah mabok, ampun deh!”
Aku tidak lagi menghiraukan suara-suara bernada miring itu selain memegang erat tangan Cindy yang menuntunku keluar dari tempat itu.
“Cin...gua benar-benar takut, gua tidur di tempat lu aja malam ini ya? Gua perlu ditemani sebelum besok mencari di gudang” kataku di mobil.
Cindy mengangguk sambil tetap menyetir mobilnya. Malam itu pun aku menginap di rumah Cindy, tidak henti-hentinya ia menenangkanku dan mengajak doa bersama, ya...dia memang sahabatku yang paling baik sejak bertemu di ospek ketika masuk kampus tempat kami kuliah dulu. Tidak ada kejadian aneh lagi yang kualami sehingga aku dapat memejamkan mata walau tetap masih dihantui rasa ngeri.
############################
Hari ketiga
Aku mulai menyisir gudang tanpa peduli rasa jijik dan trauma karena pernah menemukan bangkai tikus dulu, ini adalah deadline yang ditetapkan Vio, jika aku gagal aku tidak tahu bagaimana nasibku. Aku tidak sendiri, Bang Selon juga ikut membantu karena telah terlibat dalam masalah ini. Ia telah membawakan sejirigen bensin untuk membakar benda itu nanti. Banyak debu dan sangat kotor di tempat ini, aku mulai terbatuk-batuk. Saat aku sedang membuka beberapa bangku yang sudah usang ada kecoa yang melewati kakiku. Aku menjerit. Betapa menjijikanya tempat ini, seperti tidak pernah di sentuh oleh manusia. Kalau bukan karena masalah ini aku tidak akan mau berlama-lama di sini. Lemari besar itu terletak di sudut ruangan, warnanya cokelat tua dan masih terlihat kokoh karena terbuat dari kayu jati pilihan, hanya terlihat bekas goresan di beberapa bagian. Firasatku lemari itulah yang dimaksud Violeta. Aku segera menggeledah isi lemari itu. Dengan kunci yang telah kupinjam dari Tante Nunun, kubuka lemari itu. Isinya banyak barang-barang tua, aku mencari di sisi kiri dan si tukang air itu di kanan. Tapi aku tidak menemukan apa-apa, aku hampir putus asa dan sudah berkeringat karena daritadi bongkar sana sini. “Eeee....Non, awas...awass!!” aku refleks beringsut ke belakang mendengar peringatan Bang Selon, “Brak...!” setumpuk buku dan sebuah bola dari terjatuh dari atas lemari ketika ia mencari di atas sana dengan menaiki bangku.
“Haduh Bang....hati-hati dong, ampir aja!”
“Sori Non...sori, ga keliatan tadi kesenggol!”
Bola itu menggelinding ke arah bawah lemari itu. Aku membungkukkan badan untuk mengambilnya. Tapi ketika sampai di bawah, tiba-tiba perhatianku tertuju pada kotak cokelat yang terlihat bersih. Aku memungutnya, perasaanku mengatakan inilah jawabanya. Hatiku berdegup kencang.
Kubuka perlahan kotak itu.
“Bang...jangan-jangan yang ini!” kataku
Pria itu turun dari bangku dan ikut mengamati. Di dalamnya kami melihat sepucuk surat, kubuka dan kulihat setitik noktah merah di atasnya, lalu aku pun membaca isinya,
Vio sayang
Sungguh menyesal sekali, hari ini sweet seventeen mu, tapi gua tidak bisa datang ke tempatmu merayakannya. Aku hanya bisa memberikan kalung ini. Penyakit leukimiaku sudah mencapai tahap akut. Aku tidak mampu untuk berjalan lagi. Badanku sudah terasa tidak berdaya lagi. Maaf jika sudah mengecewakanmu. Kurasa ini yang terakhir dariku. Akuu….uu selamanya mencintttaiymuu..
With love,
Fredy
Pada akhir kata terlihat bahwa tulisanya berubah menjadi tidak karuan, terutama pada nama Fredy yang seperti ditulis dengan tangan bergetar. Aku mengasumsikan penyakit Fredy sedang kambuh saat itu dan ia memaksakan diri hingga menyelesaikan suratnya, noktah merah itu pasti darah yang menetes dari hidungnya. Ternyata begitu ceritanya, jiwa Violeta belum tenang, masih berkeliaran antara dunia orang mati dan dunia manusia karena surat dan kalung pemberian kekasihnya ini yang mengikat jiwanya, terlebih ia mati tidak wajar dengan cara bunuh diri. Di kotak itu terdapat kotak kecil berkulit beludru biru tua. Aku membukanya. Ada sebuah kalung berliontin huruf ‘V’ berwarna perak dan mengkilat. Benar-benar cantik. Tapi aku harus segera membakarnya.
“Ya ini dia!! Ketemu Bang!!” kataku girang
“Iya bener, cepetan kita bakar! Itu kan yang diminta Vio?” Bang Selon juga terlihat senang.
“Blam!” tiba-tiba saja pintu gudang terbanting lalu disusul lampu neon 20 watt yang satu-satunya penerangan gudang ini berkedip-kedip lalu mati sehingga hanya ada sinar matahari yang masuk melalui tiga ventilasi di atas yang tidak cukup menerangi ruangan ini. Beberapa barang, termasuk lemari itu terlihat bergetar secara tidak wajar padahal tidak ada gempa bumi, juga terasa desiran angin padahal di ruangan tertutup. Aura jahat mulai terasa memenuhi ruang yang pengap dan berdebu ini.
“hihihihi....!” terdengar suara tawa, lemah dan tapi menakutkan.
“Vio...kamu disini kan!? Kami sudah menemukan barang yang kamu maksud! Tolong jangan ganggu kami lagi!” seruku.
“Bang...cepat ke pintu Bang, siapin bensinnya!” kataku pelan.
Sesosok bayangan berambut panjang berkelebat cepat di sampingku. Aku tidak peduli lagi dan langsung melangkah dengan cepat mengikuti Bang Selon yang mendahuluiku.
“Aaaakkhhh!” tiba-tiba pria itu mengaduh dan ambruk ke lantai dengan tubuh kejang-kejang sepeti kena ayan.
“Bang! Bang! Kenapa?! Bangun Bang!” aku menggoncang-goncang tubuhnya.
Pria itu menolehkan wajahnya, namun wajahnya sudah berubah, bukan lagi wajah manusia normal, wajah itu pucat dengan urat nadi tampak di pinggirannya, matanya memutih memancarkan ekspresi jahat.
"Ggggrrhhh...." pria itu menggeram dan bangkit dengan gerak tubuh terpatah-patah.
Aku langsung beringsut mundur menjauhinya. Bang Selon yang telah kerasukan itu mendekatiku dengan langkah terhuyung-huyung seperti zombie
“Bang, sadar Bang!” aku semakin merayap mundur, “Aaaww...!” aku tersandung setumpuk majalah bekas dan jatuh.
Detik berikutnya pria itu merangsek ke depan dan berhasil menerkamku.
“Lepasin...aahhh...!” aku memberontak berusaha lepas.
Dengan sekuat tenaga akhirnya aku berhasil mendorongnya dan buru-buru merangkak menjauh. Namun ia kembali bangkit dan menyerangku lagi.
“Aaaaahhhh!!” jeritku ketika ia merenggut kaosku.
Kami terlibat pergumulan seru sampai kaosku robek di bagian kanan dan bra pink-ku tersembul ke luar. Aku terus menendang dan memukulinya tapi ia terlihat lebih kuat dan tak bergeming. Dia bahkan berhasil mencengkram leherku. Tanganku menggapai-gapai sekitar mencari benda apapun untuk membebaskan diri. Mataku menangkap kotak cokelat itu tergeletak tidak jauh dariku, aku pun terus bergumul dan berusaha mendekatinya. Akhirnya berhasil kuraih benda itu dan langsung kuayunkan ke kepalanya.
‘PRAK!’ Bang Selon tersungkur dengan kepala berdarah. Bertepatan saat itu ‘brak....brak...brak...ceklek...ceklek!’ seseorang berusaha membuka paksa pintu dari depan.
“Rika!! Kamu disitu??!! Buka pintunya!” itu suara Cindy, aku merasa harapan itu muncul.
“Cin...tolong!! buka pintunya!! Buka!!” aku segera menghambur ke arah pintu dan menekan-nekan gagang pintu tapi tidak terbuka, “Ga bisa Cin!! Dorong pintunya, dobrak!! Cepetan!!” aku makin panik sambil sesekali menoleh ke belakang, pria itu mulai bangkit lagi sambil memegangi kepalanya, aku harus cepat.
“Cin, tolong bakar kotak ini, menjauh dari pintu, gua lempar lewat ventilasi di atas! Ada jirigen bensin di luar situ!” seruku sambil mengambil jarak dari pintu.
‘PRANG!’ kotak cokelat itu kulempar ke luar memecahkan kaca ventilasi di atas pintu.
“Cepat Cin!! Sekarang!” jeritku.
Kini yang harus kulakukan adalah menghindari Bang Selon sambil menunggu Cindy membakar kotak itu. Langit-langit yang dapat digeser di sudut sana, terdapat sebuah meja di dekatnya, mungkin dari situ aku bisa meloloskan diri. Dengan cepat aku menaiki meja dan kugeser langit-langit itu, terbuka....sekarang tinggal melompati dan naik ke atasnya. Lumayan jauh juga, tapi harus kucoba. 1...2...3....yes akhirnya aku berhasil meraih tepian lubang berbentuk bujursangkar itu, lalu kukerahkan segenap tenaga untuk mengangkat tubuhku. Yang pertama aku hampir terjatuh, kucoba lagi dan akhirnya berhasil naik ke atas langit-langit, saat itu Bang Selon tengah berjalan terhuyung mendekatiku. Gelap dan berdebu sekali di sini, lebih parah dari di bawah, sinar matahari memang sedikit masuk lewat celah-celah genteng tapi tetap saja lumayan gelap. Aku bertumpu pada balok penyangga atap dan merangkak mencari jalan keluar.
“Aduh...!” telapak tanganku berdarah tertusuk serpihan kayu pada balok.
Aku tidak peduli dan terus merangkak sambil mendorong-dorong genteng keramik di atasku, namun semuanya terpasang kokoh sehingga sulit dibuka kalaupun terbuka belum tentu aku dapat keluar karena struktur rangkanya agak sempit. Aku terus merangkak maju berharap di ujung sana ada celah yang bisa kulewati.
“Aaahh!!” tiba-tiba sebuah tangan kokoh menarik pergelangan kakiku.
Aku menengok ke belakang dan melihat sesosok makhluk bertubuh hitam seperti terbakar. Satu bola batanya menggelantung di rongganya, tubuhnya membusuk sana-sini, sungguh menjijikan.
“Lepasin...tolong!! tolong!!” aku berontak dan menendang-nendangkan kakiku ke arah makhluk menjijikkan itu.
“Jangan....aaaahh!!” makhluk itu berhasil menangkap kakiku yang satu lagi dan menyeret tubuhku ke arahnya.
“Tamat sudah!” aku mulai putus asa ketika makhluk mengerikan itu menindihku dan memegangi kedua lenganku.
“Aaaarrrrhh!!’ makhluk itu menggeram dan mengeluarkan lidahnya yang panjang, beberapa bilatung terlihat di sela-sela mulutnya yang bergigi ompong itu.
Aku memalingkan muka dan memejamkan mata dengan jijik ketika kurasakan lidah yang basah itu menjilat wajahku. Tangannya merenggut braku yang terekspos dan meraba buah dadaku.
“Hhhrrrhh....aaaarrrhhhh..aaarrr!” tiba-tiba makhluk itu menggeram dan cengkeramannya pada lenganku terlepas.
Aku buru-buru beringsut mundur tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Kulihat sosok lain yang bergaun merah mendekap makhluk itu dari belakang mengunci gerakannya.
“Pergi...kamu sudah melakukannya...pergi!!” sahut Violeta padaku sambil terus menahan makhluk itu yang terus meronta.
Agak ke ujung sana, kutemukan sebuah celah rangka yang cukup lebar. Dengan cepat aku segera mendobrak genteng itu hingga akhirnya dapat keluar dari atap. Ini adalah cahaya matahari yang paling kusyukuri sepanjang hidupku karena serasa keluar dari lorong neraka kembali ke kehidupan.
“Cindy!” aku berseru memanggil Cindy yang sedang menatap cemas ke arah pintu, di dekatnya nampak api telah membakar kotak cokelat itu.
“Rika! Kamu gimana? Udah dibakar!!” sahutnya mendongak ke arahku.
“Nanti aja ceritanya...tolong tangga, ada di samping tembok itu!”
Cindy menemukan benda yang kumaksud dan menyandarkannya ke tembok. Aku menuruni tangga. Kami mengamati kotak yang tengah terbakar dan semakin menghitam itu, tiba-tiba secercah cahaya biru berbentuk menyerupai sosok manusia berpendar dari api pembakaran surat dan kalung itu, kemudian api itu membesar tiba-tiba seperti tersiram minyak, sehingga refleks kami pun mundur menjauhinya. Namun api itu berangsur-angsur mengecil dan terus mengecil hingga benda itu terbakar habis, surat itu menjadi debu dan kalung itu telah menjadi logam menghitam. Kami memandang tanpa bersuara sedikitpun, ini adalah pengalaman pertama kami berhubungan dengan dunia lain.
“Ka, lu ga apa-apa?” tanyanya melihat kondisiku yang berantakan dengan darah di tangan dan lututku, juga pakaian yang telah robek sebelah.
Aku menggeleng dan tersenyum “sudah selesai Cin, it’s all over!” kataku berlinang air mata
“Ohh...syukurlah, kamu selamat Ka....gua bener-bener cemas makanya gua ke sini!”
Kami berpelukan dan menangis bersyukur sudah berhasil melewati semua ini.
‘Cklek...cklek...brak!’ kami terkejut dan langsung menoleh ke arah suara.
“Haduh...gila...apaan tadi itu? mendadak pingsan terus bangun-bangun badan udah babak belur gini, aduh...duhh!” kata Bang Selon sambil memegangi pelipisnya yang berdarah kena pukulanku tadi.
Aku dan Cindy bertatapan lalu tertawa lepas, rasanya sangat lega bagaikan seorang terhukum mati yang tiba-tiba mendapat vonis bebas.
#############################
Seminggu setelah kejadian itu, segalanya terasa tenang, tidak ada lagi mimpi buruk maupun penampakan mengerikan yang menggangguku di mana-mana, semua sudah kembali seperti biasa. Tante Nunun sangat berterima kasih padaku karena telah berhasil mengusir makhluk yang menghantui kostnya selama ini walau sebenarnya aku melakukannya kan untuk diriku agar lepas dari kutukan itu. Menurut orang pintar yang dibawa Tante Nunun untuk memeriksa kondisi kost, ia tidak lagi merasakan arwah penasaran menghantui kost ini. Menurut penjelasannya, Violeta tidaklah sendiri, masih ada lagi makhluk dunia lain di sampingnya yang sebelumnya juga menghuni tempat ini karena memang kost ini tadinya adalah bangunan tua yang direnovasi. Mereka menganggap Violeta adalah teman yang menyenangkan bagi mereka karena terbentuk dari kesedihan, amarah dan penderitaan yang menambah kekuatan mereka bila bersetubuh dengannya. Para makhluk lain itulah yang sebenarnya berbahaya karena mereka tidak ingin Violeta lepas dari kutukannya. Kini setelah kutukan itu lenyap, hantu-hantu lain juga tidak bisa menahannya, bahkan mereka pun ikut tersedot ke dunianya. Maka dengan demikian aku bukan saja membebaskan Violeta tapi juga hantu-hantu lainnya sehingga kost ini bersih dari makhluk-makhluk itu. Aku antara percaya dan tidak mendengar penuturan pria setengah baya yang mirip HIM Damsyik itu, malah aku sedikit tertawa ditahan mendengar mengenai persetubuhan antar hantu...hihihi...selama ini aku memang selalu tidak percaya dengan hal-hal begituan. Aku selalu menganggap peramal bintang, ahli fengshui, dan sejenisnya hanyalah tukang mengarang cerita yang suka omong besar. Yang jelas ada rasa senang dan bangga di hatiku karena aku telah menolong Violeta yang malang lepas dari penderitaannya. Hari demi hari aku mulai melupakan kejadian seram yang kualami. Violeta pasti sudah tenang di alam sana. Malam itu ketika aku sedang tertidur, aku terjaga lagi. Aku melihat sosok Violeta tersenyum ke arahku, wajahnya sudah tidak lagi pucat dan berdarah-darah, ia nampak cantik seperti semasa hidup dulu. Sekonyong-konyong ia mengatakan sesuatu padaku.
“Rika...kamu telah membebaskanku, terima kasih teman...saya sudah istirahat dengan tenang sekarang...sampai jumpa” ucapnya
Ia melambaikan tangan dan bersamaan dengan itu sosoknya semakin memudar hingga akhirnya menghilang bak asap. Aku ikut senang akhirnya dapat menolong roh Violeta hingga benar-benar tenang.
“Berbahagialah kamu di alam sana Vio, tidak ada lagi penderitaan yang menderamu, semua sudah berakhir” kataku dalam hati.
################
Epilogue
Empat hari setelahnya
Cindy |
“Dah...beres, pheewww...akhirnya!” aku menghela nafas setelah memasukkan barang terakhir ke dalam tas.
Ini adalah hari terakhirku di kost ini dan penghuni lain telah pulang setelah ujian semester pendek kemarin lusa. Tante Nunun sebenarnya memberiku potongan harga kalau aku tetap tinggal sebagai rasa terima kasihnya telah mengatasi masalah Violeta di kost ini, tapi tidak deh, sudah cukup aku berurusan dengan hantu, aku butuh tempat lain yang tenang dan bebas dari makhluk-makhluk dunia lain, kecuali...kalau kalau diberi gratis sebulan mungkin aku pikir-pikir lagi, hehehe....tapi tidak mungkin sepertinya wanita sepelit Tante Nunun akan semurah hati itu, tidak diminta ganti rugi atas kerusakan yang kubuat di gudangnya pun sudah untung bagiku. Alasan lainnya aku tidak ingin ‘diganggu’ lagi oleh si tukang antar air
yang mulai ngelunjak sejak pertama kali kuberikan kenikmatan seksual. Dia pikir aku naksir padanya apa? Dasar kampungan yang tidak bisa membedakan seks dan cinta.
“Ka...ini baju-baju kotornya gua taro semua di sini ya!” kata Cindy menunjukkan sebuah kantong besar yang telah terisi cucian yang belum sempat dilaundry.
“Oke Cin, thanks!” kataku sambil meneguk air.
Tak lama kemudian terdengar suara bel musik mengalun menandakan ada tamu datang. Aku pun segera menuju ke depan karena tidak ada siapa-siapa lagi di sini selain kami berdua. Saat itu jam setengah tujuh, sudah gelap dan hujan mulai turun rintik-rintik. Bang Selon yang kepalanya masih diperban telah menunggu dengan sepedanya. Aku membukakan pintu untuknya dan mempersilakan masuk dan menunggu di ruang tengah. Aku bicara sejenak dengannya lalu kembali ke kamarku di atas dan menyuruhnya mengunggu.
"Cin, sesekali jadi naughty mau ga? sekedar cari sensasi aja " tanyaku dengan senyum nakal
"Maksud lo? " jawabnya yang kelihatannya belum mengerti maksudku.
" Gini...itu tuh si pengantar air itu ada di bawah....”
“So what?” tanyanya lagi
"eemmm...gini...jangan marah ya...gua kan janji ke dia kalau bisa bantu gua nemuin apa yang diminta Violet, gua bakal kasih itu sekali lagi, terus gua juga bilang lu mau ikutan, jadi kita threesome gitu loh" jelasku, “lagian Cin, gitu-gitu dia ada jasanya juga loh, kalau ga ada dia gua mungkin ga nemuin tuh kotak di bawah lemari, ya jadi sekarang itung-itung balas budi juga”
"What...yang bener?? Dasar gila...aduuhh gimana dong sekarang??" jeritnya panik.
“Tenang...tenang Cin, gua kan cuma nafsirin pikiran lu aja waktu lu nanya tentang itu, gua tau lu juga penasaran...”
“Ngawur...kata siapa?” potongnya sambil mencubit lenganku.
“Kata Rika, ga denger tadi? ga usah pura-pura ah lu, gua tau lu juga pengen cobain, kita kan temenan bukan satu dua bulan, reaksi lu ga bisa boongin gua deh, ya kan?” senyumku makin lebar melihat reaksinya
“Ehhh...gua, bukan gitu...” wajahnya mulai merah dan kelihatan salah tingkah.
Kupegang kedua lengannya dan membujuknya lagi, “Ayolah Cin, gua ga suruh lu nikahin tuh orang, it’s only sex, yang tau juga kita berdua aja, besok-besok gua pindah dia kan ga tau kemana, belum tentu juga ketemu lagi. Gimana?”
“Tapi Ka...gua, eennggg....” aku tau persis kalau reaksinya dia seperti ini pertanda gengsi tapi tidak berani berkata ya.
“Cin, coba pikirin apa lu gak pernah ngerasa gatel udah ampir setahun lu ngejomblo gini?” aku terus menggodanya, “sekali sekali aja main gila boleh kan, kita dikhianati cowok kita yang main gila, kenapa kita ga boleh?”
Dia terdiam beberapa saat berpikir, kuasumsikan ia sedang bergairah membayangkan ide gilaku melakukan threesome bareng si tukang antar air.
“Disini Ka? Sekarang?” tanyanya lagi dan aku hanya mengangguk.
“Bukannya...bukannya ada setannya? Ga takut didatengi lagi lu?”
“Bukannya udah steril Cin? Berkat kita, udah ga ada apa-apa lagi kok sejak itu, gua yang ngerasain sendiri”
“Udah ga usah pake alasan lagi, gua panggil ya orangnya sekarang!” aku berbalik dan meninggalkannya hendak memanggi Bang Selon.
“Eeee...ngga Ka, Rika!” ia memanggilku untuk kembali tapi tidak kuhiraukan.
Tak lama kemudian, aku pun kembali ke kamar dengan diikuti Bang Selon.
“Hehe....sore Non!? Sapa pria itu
“hi!’ Cindy balas menyapa dengan kikuk
Aku mencoba mencairkan kecanggungan dengan gurauan kecil. Kusuruh si tukang air itu duduk di sebelah Cindy yang saat itu sedang duduk di tepi ranjangku. Cindy terlihat canggungan, sifat lincahnya seolah hilang. Kubimbing dia ke arah Bang Selon. Si tukang air itu memeluk Cindy dan mencium pipinya. Tangan si tukang air itu mulai mengelusi paha Cindy, terus naik dan menyingkap rok denimnya. Kulihat pria itu telah mengelus paha Cindy dan masuk ke roknya ke pertemuan dua pahanya. Rok Cindy telah tersingkap sampai celana dalamnya terlihat. Tampaknya sahabatku ini sudah terbawa melayang dengan sentuhan pria ini. Ciuman Bang Selon mulai menjalar ke telinga, leher hingga akhirnya memagut bibir Cindy.
“Eemmmhh...!” terdengar desahan tertahan dari mulut Cindy, bibirnya masih tertutup namun ia terlihat mulai hanyut dalam birahi
Tangan Bang Selon mengelus paha Cindy dengan nikmatnya, ia berusaha masuk ke selangkangan Cindy yang mengatupkan kedua pahanya. Awalnya Cindy menolak, tetapi gairah yang sudah muncul membuatnya melayang dan susah untuk berkutik dan menolak.
“Rileks Cin...tegang amat lu hihihi” kataku dekat telinganya sambil melebarkan pahanya.
Tangan Bang Selon pun menjamahi selangkangan Cindy dari luar celana dalamnya . Kusibakkan rambut Cindy agar bisa mencium leher jenjangnya, sementara tanganku membuka satu persatu kancing bajunya hingga terbuka semua dan terlihat bra pink di baliknya yang satu stel dengan celana dalamnya. Kulihat bibir Cindy sudah membuka dan menerima lidah Bang Selon yang mengais-ngais di dalam rongga mulutnya.
“Sssllrrpp....mmmhhh...ssssrrrppp!” suara desahan bercampur decakan lidah mereka beradu lidah terdengar olehku.
Cindy menggerakkan lengannya membiarkan aku melepas pakaiannya, lalu kubuka resleting roknya dan kutarik lepas, maka dalam sekejab ia sudah tinggal mengenakan bra dan celana dalamnya saja. Selanjutnya aku melepaskan pakaianku sendiri hingga telanjang bulat. Aku tersenyum nakal pada Bang Selon yang menatapi pakaianku terlepas satu persatu sambil tetap mencium Cindy. Ia merebahkan tubuh Cindy di tengah ranjangku.
“Gimana Cin?” tanyaku di dekat wajahnya.
Ia tersenyum dengan wajah bersemu merah, “Nervous sih Ka...a little unconmfortable at beginning, but I begin to enjoy it?”
“Hihihi...your bitchy side is coming” godaku.
Kemudian aku mendaratkan bibirku pada bibirnya. Ada getaran aneh yang menjalari tubuhku ketika berciuman dengannya. Terus terang, baik aku maupun Cindy bukanlah lesbian dan itu adalah pertama kalinya kami melakukannya dengan sesama jenis. Birahi yang menggelora telah mendorongku melakukan itu, sambil beradu lidah, tanganku bergerak ke punggung melepaskan kaitan bra Cindy, lalu kulepas bra itu perlahan, tangan kami saling raba tubuh pasangan masing-masing. Saat tanganku merayap ke bawah hendak melepaskan celana dalamnya ternyata sudah tidak ada, pasti Bang Selon yang telah melepaskannya. Tubuh Cindy memang indah, terutama buah dadanya yang berukuran 34B dan bulat sempurna itu.
Bang Selon segera meraih kedua buah dada Cindy yang telah terbuka untuk mencium sekaligus meremasnya, Cindy tampak menikmatinya dan membiarkan seluruh tubuhnya dinikmati oleh si tukang antar air. Tangannya mulai mengelus payudaraku. Aku sebenarnya sangat terangsang dengan adegan threesome kami apalagi ketika mereka Bang Selon membuka pakaiannya sehingga penisnya yang telah ereksi mengacung tegak ke arah kami. Percintaan kami makin seru di mana dalam posisi tidur telentang di tengah tempat tidurku yang sempit ini. Bang Selon menaikkan kedua betis Cindy ke pundaknya sehingga pantatnya terangkat dari ranjang sekitar 45 derajat, pria itu mendekatkan wajahnya ke selangkangan Cindy dan mpermainkan vagina temanku itu dengan lidah dan bibirnya
“Aaahhh...eeemmmhh...Ka...enakh!” Cindy menggeliat-geliat dan merintih keenakan sambil menggenggam tanganku.
Melihat adegan ini, kurasakan buah dadaku sudah mengeras dan vaginaku sudah terasa basah. Aku turun dari ranjang berlutut di lantai, kudekati penis Bang Selon yang tegak berdiri dengan kepala bersunat yang mengkilap dikelilingi oleh otot yang menonjol, sebuah pemandangan yang bagiku sangat erotis. Kugenggam batang penis itu, kadang kukecup kepalanya. Tidak seperti biasanya, kali ini aku tidak berani memainkannya seperti yang disukainya. Kutelusuri otot batangnya dengan lidahku, juga kuemut-emut seperti lolipop. Kulakukan dengan pelan tidak terburu-buru karena aku sadar, bahwa perjalanan masih panjang. Bang Selon harus menaklukkan dua orang gadis mahasiswi yang sedang haus-hausnya. Aku takut dia akan keluar sebelum waktunya. Ada sekitar sepuluh menitan kami saling oral alat kelamin hingga akhirnya Cindy mengerang makin keras, dan gerak pinggulnya terlihat makin tidak terkendali, Bang Selon segera mengakhiri permainan. Dia bangkit dan membimbing Cindy untuk rebah di sampingnya berbantal lengan kirinya. Direngkuhnya juga tubuhku, sambil mencium bibirku tangan kanannya merangkulku dan mengelus pungggungku. Tiga tubuh telanjang agak berdesak-desakan di ranjang yang harusnya untuk satu orang itu, aku dan Bang Selon mengapit tubuh Cindy. Kunikmati permainan lidah pria itu, kadang lidahnya menjalar dalam mulutku, kadang lidah kami saling beradu. Kubiarkan tangan Cindy ketika dari posisinya dia mejulurkan tangan untuk ikut meremas buah dadaku, karena menambah kenikmatan yang kurasakan. Jari-jarinya yang lentik mempermainkan putingku sehingga menambah sensasi kenikmatan. Bahkan ketika dia bangkit dan jarinya menyibak bukit kemaluanku yang sudah basah, aku malah merenggangkan kedua belah pahaku lebih lebar. Aku sama sekali tidak merasa risih, bahkan sebenarnya aku ingin dia melakukan lebih dari mengelus klitorisku.
Bang Selon bangkit dari posisi berbaringnya, dari gerak dan sikapnya aku segera tahu bahwa dia sudah akan menyudahi pemanasan yang bagi kami terasa sangat lama dan sempit berdesakan ini. Aku memberi kesempatan pada pria itu untuk menggarap Cindy terlebih dahulu, selain karena Cindya sudah lama tidak merasakan kenikmatan seks, ia juga sudah dalam posisi telentang dengan kaki yang ditekuk dan kedua belah paha terbuka lebar, sehingga dua bukit kemaluannya terbelah dengan menampakkan semburat kemerahan yang basah di tengahnya. Mata Cindy memandang sayu ke arah Bang Selon yang sudah berada di depannya siap mengeksekusinya. Bang Selon masih menjelajahi tubuh indah Cindy dengan matanya sambil tangan mengelus pahanya yang jenjang dan putih mulus itu. Terlihat kontras sekali dengan tubuhnya yang berkulit gelap kasar dan agak gempal itu. Aku lah yang tak sabar melihat adegan sahabatku digarap oleh si tukang air ini, kuraih penisnya dan kutuntun ke arah liang senggama Cindy yang sudah basah. Cindy sedikit mendongakkan kepala ketika ujung kemaluan Bang Selon mulai masuk ke vaginanya, mulutnya mendesis lirih.
“Pelan-pelan yah...saya udah lama nggak” katanya
“Santai aja Non, Abang mainnya nyantai kok, Non Rika aja ketagihan hehehe....!”
Aku mencubit lengan pria itu mendengar kelakar noraknya. Sama halnya ketika bercinta denganku, Bang Selon selalu memulai dengan tidak memasukkan penuh, tetapi hanya kepalanya saja, kemudian ia menggoyangnya dulu hingga masuk perlahan-lahan dengan disertai gerakan memutar dan menggoyangnya. Ia pun melakukan hal yang sama pada Cindy, kocokan ringan itu membuat Cindy makin mendesis-desis, disertai sapuan lidah di bibirnya sendiri kadang menggigit bibir bawah. Lutut Cindy nampak bergerak membuka dan menutup kadang-kadang pinggulnya diangkat mencoba menenggelamkan penis itu lebih dalam. Aku tidak dapat menahan diri, tanganku kuremaskan ke buah dada Cindy yang bergoncang lembut, kujilati putingnya yang sudah mengeras, sementara tanganku mengelus-elus klitoris Cindy yang tidak lagi mendesis tetapi sudah merintih-rintih.
“Bang...masukkan yang dalam..aaahh...uuhh...lebih dalam!” ia menghiba sambil tangannya menekan pantat Bang Selon.
“Gini kan Non pengennya!”
“Aaaahhh...yahhh gitu Bang!!” dia merintih panjang ketika Bang Selon menghentak pinggulnya dengan keras sehingga penisnya menancap makin dalam sampai ke pangkalnya.
Kulihat di depan mataku sepasang manusia, yang satu sahabatku, yang satunya lagi pengantar air di kostku, sedang terlibat persetubuhan yang liar. Cindy menggeliat-geliatkan tubuhnya sampai payudaranya makin membusung dan tulang rusuknya tercetak karena tubuhnya menekuk, mulutnya menceracau makin tak jelas. Bang Selon dengan tubuh yang mulai berkeringat terus mengayunkan pinggulnya maju-mundur, tangan pria itu aktif meremasi payudara sahabatku dan lekuk tubuhnya yang lain, kadang desis kenikmatan juga terdengar dari mulutnya.
“Cin...tolong jilat yang gua yah!” kataku lalu naik ke wajah Cindy setelah ia menggangguk
Posisiku kini berhadapan dengan Bang Selon yang sibuk menyetubuhi Cindy.
"Ssshh...Cin...enaakkh" desahku ketika ia mulai menjalari vaginaku dengan lidahnya yang hangat.
Bukan hanya lidanya yang aktif, ia juga mengorek liang senggamaku dengan jarinya membuat aku semakin menggelinjang. Ditambah lagi Bang Selon juga kini mencaplok payudara kananku dengan mulutnya, ia sedot-sedot payudaraku disertai gigitan-gigitan kecil.
"Ahh...Bang...gitu enak" desahku sambil mengacak acak rambutnya dan menekan kepalanya ke dadaku.
Tak lama, terasa bagian dalam vaginaku berkontraksi makin cepat. Pangkal pahaku mulai bergetar keenakan saat jari Cindy mengais-ngais vaginaku. Pada saat yang sama, Cindy juga semakin menggelinjang dan desahannya semakin menjadi-jadi
"Ssshh.. Aaahh.. Aaacchkk...Bang!" jerit Cindy saat penis pria itu semakin cepat menyeruak masuk, Cindy semakin liar, kakinya mendekap tubuh Bang Selon dengan kencang, pinggul diangkat ke atas seakan ingin menyatu dengan lawan mainnya, dagunya mendongak disertai lenguhan panjang. Aku menyingkir untuk memberi mereka tempat agar lebih leluasa menikmati saat-saat mencapai puncak. Erangan orgasme Cindy terdengar bersamaan bunyi gelegar guntur di luar sana, juga suara gemercik hujan yang deras. Tubuhnya mengejang selama beberapa saat dalam dekapan pria itu. Bang Selon menindih tubuh telanjangnya sambil tetap menggejotnya, dibelainya rambut panjang temanku itu dan dicium lembut bibirnya. Pada saat yang sama, vaginaku sudah berkedut nikmat, aku sangat terangsang penuh birahi, tapi aku masih harus besabar beberapa menit untuk memberi kesempatan Bang Selon mengambil nafas. Walaupun aku tahu pasti bahwa dia belum berejakulasi.
‘Plok!’ tiba-tiba saja boneka Kerokeropi yang biasa menjadi teman tidurku terlempar ke arahku.
“You turn me into a bitch! Damn you!” kata Cindy dengan senyum lemas.
“hihihi...tapi lu suka kan? Bitch?!” aku menindih tubuhnya dan menggelitiknya.
Kami saling tindih dan tertawa-tawa mengingat kegilaan yang kami lakukan barusan. Kulihat Bang Selon sambil memulihkan tenaga memperhatikan apa yang sedang kami lakukan.
“Udah siap ronde berikut Bang?”
‘Udah dong, dari tadi juga udah nungguin, sekarang Non Rika ya, hehehe...” katanya sambil menarik pantatku
Dalam nafsuku yang sudah di puncak itu, aku merasakan tidak perlu lagi pemanasan, aku segera memposisikan diriku dengan doggie style di atas tubuh Cindy, payudara kami saling himpit.
“Cin, sekarang gua yah...lu santai aja dulu!” kataku dekat wajahnya yang nampak semakin cantik setelah orgasme.
Bang Selon masih sempat menggesek-gesekkan penisnya di bibir vaginaku sebentar sebelum ia tekan masuk benda itu sampai melesak ke vaginaku.
“Aaaahhh!” erangku
Kubuka lebih lebar pahaku agar pria itu lebih leluasa mengaduk-aduk kewanitaanku dengan senjatanya itu. Aku sudah siap untuk mereguk kepuasan terlarang juga siap untuk memberikan kepuasan padanya dan pada sahabatku. Bang Selon mulai menarik pelan-pelan penisnya, kuimbangi dengan remasan otot vagina, kurasakan nyeri kenikmatan dari bawah tulang kemaluanku.
“ Aaahhh...” aku mulai mendesis, kuputar pinggulku, dan kuremas-remaskan dan kusedot habis kemaluannya, aku merintih tidak tahan
Bang Selon juga mendesis merasakan nikmat penisnya diremas-remas dinding vaginaku. Aku digenjot dengan putaran ke kanan kadang ke kiri, kadang diulir kadang ditancap lurus dengan sentakan kasar. Rasa geli dan desiran nikmat makin merambat di seluruh kemaluanku. Kedua kelamin kami saling bertumbukan dan menimbulkan bunyi berdecak karena basahnya vaginaku, klitorisku bergetar hebat. Di bawahku, Cindy mendekapku erat, diciumnya bibirku, nafasnya sudah memburu, kami beradu lidah dan saling remas payudara
“Ka...kamu jadi lebih cantik kalau lagi horny, hihi...” katanya ketika ciumannya sampai dekat telingaku.
Saat itu kurasakan otot-otot vaginaku makin berkontraksi. Kukerutkan otot-otot tersebut untuk mencengkeram penis Bang Selon. Bersamaan dengan itu kuputar-putar pinggulku sehingga tentunya memberi sensasi lebih bagi penisnya.
“Uuuhh....sedap banget Non!” erang Bang Selon
Ia meremas dan sesekali menepuk bokongku, ritme sodokannya stabil tapi cepat, sungguh membuatku terhanyut dalam kenikmatan birahi.
Buah dadaku terhimpit dengan milik Cindy, tangan kami saling genggam, dan desis kenikmatan kami semakin menyatu. Cindy juga mendesah-desah karena vaginanya diobok-obok Bang Selon dengan jarinya. Kurasakan gesekan otot dan kulit penisnya di dalam vaginaku, rasanya enak sekali, kepala penisnya yang besar yang menyodok-nyodok dinding rahimku makin menambah kenikmatan yang kualami. Bagian dalam vaginaku berkedut makin cepat. Aku mengalami orgasme ringan, aku belum mau permainan cepat selesai, belum sejam kami bertempur, biasanya aku tahan lebih lama.
“Ka, misi gua mau pindah posisi!” kata Cindy.
Aku mengangkat sedikit tubuhku agar ia bisa menggeser dirinya keluar dari bawah tubuhku. Ternyata Cindy pindah ke belakang Bang Selon, ia memeluk tubuh pria itu yang sudah berkeringat. Sambil mengelus dadanya tangan Cindy mempermainkan kantong pelirnya. Bang Selon menariknya dalam pelukannya dan melumat bibirnya tanpa mengurangi genjotannya pada vaginaku. Tak lama kemudian barulah dia mencabut penisnya dan minta ganti posisi.
“Sekarang abang yang berbaring, Non Cindy naik ke kontol abang yah!” pintanya
Aku merelakan Cindy mereguk kenikmatan karena aku sudah meraih orgasme walaupun tidak seberapa dahsyat. Cindy yang mulai bangkit kembali nafsunya segera naik ke selangkangan pria itu, digenggamnya penis itu dan ia arahkan ke vaginanya.
"Uuggghh!!" erang Cindy bersamaan dengan tubuhnya yang bergetar menahan nikmat ketika penis pria itu amblas ke vaginanya.
Kali ini Cindy lebih aktif dibanding ronde berikutnya tadi, ia menaikkan dan menurunkan pinggulnya dengan liar. Gerakannya itu membuat buah dadanya yang bergantung bergoyang-goyang dengan indahnya. Tidak mau hanya menjadi penonton, aku naik ke atas wajah Bang Selon, berhadapan dengan Cindy
"Ciumin sepuasnya Bang!" pintaku sambil merenggangkan pahanya lebih lebar sehingga liang kemaluanku makin terbuka lebar dan siap untuk dijelajahi.
Tanpa diminta lagi, lidah pria itu langsung menyapu vaginaku, ia jilati liang kemaluanku seperti makan ice cream.
"Slurp.. slurp", begitu lidahnya beraksi menggelitik vaginaku.
Sementara aku menghisap dan menjilat payudara Cindy yang sedang menunggangi penis Bang Selon yang membuat tubuhnya berkelonjotan dan mendesah tak karuan. Kenikmatan di buah dadanya membuat gerakan pinggulnya tak beraturan, Kadang berputar kadang naik-turun. Cindy masih memegang kendali dengan menggenjot tubuhnya bak seorang cowgirl.
"Agh.. aghh.. aghh", erang Cindy kenikmatan sambil membelai dan meremas rambutku.
Goyangan Cindy makin cepat bersamaan dengan rintihannya yang makin keras, tanda hampir mencapai klimaks. Rintihan itu saling sahut menyahut dengan rintihanku yang sama ributnya.
"Aaaghh..", Cindy berteriak dengan tubuh berkelejotan
Ia langsung lunglai ke depan dan langsung kudekap tubuhnya yang sudah mandi keringat.Sementara di bawahnya Bang Selon masih menyentak-nyentak pinggulnya berusaha mengerjarnya ke puncak. Nampaknya aku juga sudah mau menyusul mereka ke puncak. Lidah dan jari Bang Selon di vaginaku sungguh memberi sensasi geli yang nikmat.
"Kerasin lidahnya Bang...jilat lebih dalem, aahh!", pintaku tanpa malu-malu lagi
Ia makin membenamkan wajahnya di selangkanganku, lidahnya menggelitik semakin ke dalam hingga menyentuh klitorisku. Pinggulku meliuk-liuk sampai kurasakan seperti mau pipis.
"Ooogh.. aaggh...!!" desahku panjang seiring dengan melelehnya cairan kewanitaanku dan mengejangnya tubuhku.
Selama beberapa saat pria itu melumat vaginaku menyeruput cairan orgasmeku dengan rakusnya. Setelahnya aku dan Cindy merebahkan diri bersebelahan.
“Coba gaya yang ini yah Non, abang pernah liat di film bokep!” kata Bang Selon naik ke dada Cindy.
Tanpa ragu dia mengusapkan penisnya yang basah belepotan sperma ke payudara temanku itu lalu ia jepitkan di antara kedua gunung kembarnya. Aku yang berbaring di sebelah dapat merasakan aroma sperma yang keras menyengat. Breast fuck, buah dada Cindy yang bulat montok memang memungkinkan untuk melakukan gaya itu. Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku pria itu, demikian juga Cindy ketika menoleh ke arahku.
“Hihihi...siapa suruh punya toked montok, dulu si Erik pernah gitu ke lu ga?” tanyaku.
“Gak tuh, I’ve just known this style, bener!”
“Tau gaya ini dari mana Bang?” tanyaku.
“Dari...film bokep, hhhuuussshh...asyik juga ya!” jawabnya sambil terus menggenjot.
Penis Bang Selon yang hitam dan bersunat itu semakin cepat maju mundur di jepitan bukit Cindy hingga akhirnya pria itu melenguh panjang.
“Uuuooohh....sippp tenannn!!” bersamaan dengan itu crot...crott...croott...cairan kental berwarna putih bercipratan membasahi wajah dan dada Cindy, sebagian juga mengenai rambutnya, banyak sekali karena ia menahan agar tidak buru-buru orgasme sejak tadi.
“Ditelen Non pejunya, bersihin sekalian!” pinta Bang Selon mendekatkan penisnya yang mulai menyusut ke mulut temanku itu.
Cindy langsung menyambutnya dengan mulut terbuka, kepalanya maju-mundur mengulum penis itu, ditelannya habis cipratan sperma yang tersisa. Menurut ceritanya ia memang suka menelan sperma, tapi baru kali ini kulihat ia melakukannya, ternyata dibalik tampang melankolisnya ia dapat menjadi wanita binal bila sedang ngeseks. Aku juga bergabung ikut menbersihkan penis Bang Selon, kujilati dan kuemut buah pelirnya, tidak ketinggalan ceceran spermanya di dada dan wajah Cindy. Bibirku bertemu dengan bibir sahabatku ketika jilatanku sampai ke daerah mulutnya, kami sempat beradu lidah sejenak. Tubuh Bang Selon langsung terkulai di antara kami, napasnya tersengal sengal, diraihnya tubuh kami dalam pelukannya, wajahnya memancarkan ekspresi kepuasan. Kami tertawa dan mengobrol ringan mengingat permainan liar tadi, threesome pertama dalam hidupku, sungguh membuatku serasa terbang dan tak terlupakan. Mataku makin terasa berat hingga tak terasa aku pun terlelap. Bukan tidur yang panjang memang, aku terbangun sekitar setengah jam kemudian, saat itu di luar hujan sudah turun sangat deras diselingi kilat dan guntur. Cindy masih lelap di sebelahku di bawah selimut.
Pelan-pelan aku turun dari ranjang agar tidak mengganggunya, kupakai kaosku tanpa bra di baliknya dan celana dalam. Terdengar suara shower dari kamar mandi yang pintunya setengah terbuka. Hmmm...pasti Bang Selon yang tidak bisa pulang karena hujan, biar sajalah. Ketika aku hendak mengambil gelas air di meja, perhatianku tiba-tiba tertumbuk pada genangan air di lantai kamar mandi, kenapa warnyanya merah, seperti...darah.
“Bang...Bang!” panggilku, tidak ada jawaban...
Aku jadi penasaran sehingga aku melangkahkan kaki ke sana dan kubuka pintunya.
“Bang! Haaahhh....!!” betapa aku terkejut dan tanganku menutup mulut melihat sebuah pemandangan yang mengerikan dan membuat perut menjadi mual di dalam sana.
Darah berceceran di mana mana, di lantai dan di tembok , bau amis dari darah begitu tercium dengan jelas oleh hidungku, yang paling membuatku shock saat kulihat tubuh Bang Selon telah tergeletak di lantai termutilasi...kepala, kedua tangan dan kedua kaki telah terpisah dari badannya. Sebuah kakinya menjulur di kloset, sebuah tangan di tepi bak, dan satunya di dalam bak sehingga membuat airnya menjadi merah. Kepalanya yang di wastafel dengan mata yang membelakak dan ekspresi wajah ketakutan itu menatap ke arahku. Nafasku tercekat sampai jeritanku terhenti di tenggorokanku, lututku tiba-tiba terasa lemas sehingga aku tersungkur di lantai, hanya sanggup menggeser tubuhku. Bulu kudukku tiba-tiba merinding, aku merasa ada yang berdiri di belakangku, kutengokkan wajah ke belakang, mataku membelakak ngeri melihat empat sosok seram memandangku dengan sorot mata mereka yang menembus hingga ke tulang, tepat saat itu kilat menyala membuat sosok mereka semakin seram. Mereka terdiri dari dua pria dan dua wanita muda, semua berwajah pucat dan wajah berdarah-darah. Aku baru sadar, Violeta memang telah kembali ke alam dia seharusnya berada, namun dua penghuni kost yang menjadi korbannya plus pacar mereka masih menjadi hantu penasaran sehingga jiwa mereka belum bisa mencapai dunia orang mati. Kini merekalah yang menjadi penunggu tempat ini menggantikan Violeta. Aku sungguh ceroboh, melewati hal yang satu itu, aku berpikir semua telah selesai setelah Violeta terbebas.
“Aaahhh!!“ aku menjerit sekeras-kerasnya
Tiba-tiba listrik mati, semua menjadi gelap, aku semakin panik
“Cin...Cin...bangung!! lu dimana Cin, lari!!” aku memanggil-manggil nama temanku sambil merangkak berusaha mencapai pintu.
“Aaaawww!” aku menyepak-nyepakkan kakiku ketika sebuah tangan sedingin es mencengkram pergelangan kakiku.
“Ssshhh....sshhhh...Cindy!! Tolonggg!!” aku berteriak lagi sementara suara hujan deras di luar meredam jeritanku
Aku meraba-raba sekitar, tidak jelas dimana posisiku karena terlalu gelap. Aku merasakan tas ranselku dan langsung kuraih, kubuka resletingnya dan mengorek-ngorek isinya.
“Yesss..!” kutemukan benda itu, pisau dapur yang biasa kupakai memasak, yang tadi sore sudah kumasukkan ke tas.
Aku memegang erat-erat benda itu sebagai pertahanan diri sambil bergerak pelan-pelan. ‘duk!’ kepalaku terantuk meja, tapi sudah tidak kuhiraukan rasa sakitnya. Entah bagaimana nasib Cindy? Mengapa ia tidak menyahut? Aku berharap tidak terjadi apapun padanya. Lampu kamar tiba-tiba berkedip-kedip seperti ketika tegangan sedang tidak stabil. Dengan menumpukan punggungku pada dinding aku mencoba menegakkan tubuhku, aku siap berlari ke arah pintu dan keluar dari sini sebelum tiba-tiba...
“Aaaahhh!” jeritku sambil melindungi diri dengan lengan melihat sosok hantu pria berwajah seram menerjang ke arahku begitu lampu menyala dalam kedipannya.
“Kalian mau apa!! Dasar setan gila!! Pergi kalian semua!!” teriakku sambil memegang erat-erat gagang pisau dengan kedua tangan.
Sepi, hanya terdengar suara hujan di luar, sayup-sayup kudengar suara tawa perempuan yang membuat bulu kuduk merinding, lampu mulai berkedip-kedip lagi. Dari arah samping tiba-tiba sosok hantu wanita muncul dan menerjangku. Kali ini kuhujamkan pisau di genggamanku ke arah makhluk itu dan mengena tepat sasaran.
“Jreb...jreb...pergi! pergi! Mati kalian! Aaaahhh” jeritku sambil menikamkan pisau secara membabi buta saking paniknya, aku merasakan cairan hangat menciprat ke arahku.
Kali ini lampu menyala dan berhenti berkedip, namun aku melihat di hadapanku pemandangan yang sungguh memilukan hatiku yang membuatku tidak sanggup berkata-kata, bahkan tidak ingin hidup lagi.
“Kenapa Ka? Kenapa? Gua...cuma....mau tolong!!” ucap Cindy terpatah-patah sambil mencengkram erat pundakku, wajahnya menunjukkan rasa sakit yang amat sangat, di kedua sudut bibirnya darah mengalir.
“Cindyy...aaahh!” aku tersentak kaget dan mencabut pisau yang menancap di perutnya disertai ususnya yang terburai, ia hanya memakai selimutku yang dililitkan ke tubuhnya.
Tangan dan tubuhku basah oleh cipratan darahnya juga meleleh ke lantai
“Cin...maaf, gua ga sengaja...bertahan Cin, jangan mati...huhuhu...!” aku berlutut menopang tubuhnya ambruk bersimbah darah.
“Ka...gua...gua..!” suaranya bergetar, tangannya yang berlumuran darah meraih tanganku dan menggenggamnya erat, “gua pergi dulu...” ucapnya.
“Cin lu jangan ngomong sembarangan, lu ga boleh mati!!” dengan gemetaran tanganku yang satunya menutupi luka di perutnya dengan kain selimut agar darah tidak terus mengalir.
“Hhhsshhh...lari Ka...lari...!” itulah ucapan terakhirnya sebelum batuk darah dan kepalanya lunglai dengan mata terbuka serta genggamannya pada tanganku terbuka dan jatuh.
“Cindyyy!!!” aku menjerit histeris bersamaan bunyi guruh di luar, “huhuhu....!!” aku menangis tersedu-sedu memeluk tubuhnya yang sudah tidak bernyawa lagi, aku telah membunuh sahabatku sendiri.
“Tidak...bukan aku yang membunuhnya, ini adalah ulah hantu-hantu keparat itu, aku lah yang memulai semua ini, kini aku harus mengakhirinya!” kututup mata Cindy dan kubaringkan tubuhnya di lantai.
Kupungut pisau yang telah berlumuran darah itu dari lantai dan berjalan mantap ke luar dari kamar. Akan kuhadapi mereka bagaimanapun juga, aku harus membalaskan dendam sahabatku dan memastikan tidak ada lagi korban setelah ini. Listrik mulai kedip-kedip lagi dan hujan masih belum menunjukkan tanda-tanda akan reda. Aku menuruni tangga, dari bawah, di belokan tangga satu dari mereka menampakkan diri, yang gadis berambut pendek, dengan bekas sayatan menganga di lehernya, ia merayap naik ke arahku dengan suara erangan yang mengerikan.
“Apa maumu bangsat!!!” bentakku sambil menodongkan pisau pada makhluk itu yang terus merangkak naik sambil menyeringai.
“Temani....temani...kami...!” katanya parau.
Saat itu tiba-tiba kurasakan bulu-bulu di tubuhku merinding, ada sesuatu di belakangku, jari yang dingin itu menyentuh pundakku yang terbuka. Aku membalik tubuhku ke belakang dan...
“Hhhhuuuu....!!” hantu perempuan yang tadi memanipulasi sosok Cindy di kamar tepat berada hanya beberapa centi dariku, dapat kulihat matanya yang hitam seperti lubang yang dalam itu menatapku.
Sebelum sempat menjerit aku sudah kehilangan keseimbangan dan jatuh berguling-guling di tangga. Kurasakan tulang kepalaku membentur sudut tangga lalu disusul sebuah benda dingin menusuk ke leherku. Tubuhku mendarat di lantai bawah telentang dengan kepala menjuntai ke lantai. Darah mulai menggenangi sekitar tubuhku, darah yang berasal dari mulut dan leherku yang tertancap oleh pisauku sendiri. Di tengah nafasku yang semakin menipis dan pandanganku yang semakin kabur sekonyong-konyong kulihat kembali kilas balik kehidupanku dulu.
“Cindy!” ia tersenyum manis mengulurkan tangannya padaku
“Rika!” sahutku membalas jabat tangan gadis itu.
Saat itu rambut kami sama-sama cupu dengan seragam asal SMA masing-masing dan rambut dikepang pita merah sesuai aturan seragam waktu ospek dulu. Aku yang berasal dari luar pulau dan belum ada teman sama sekali sudah merasa cocok sejak pertemuan pertama itu, kami satu kelompok di ospek. Cindy lah yang sering mengajakku jalan-jalan di ibukota dan banyak bercerita sehingga aku yang tadinya gadis dari kota kecil mulai dapat beradaptasi dengan kehidupan baru sebagai mahasiswi kost. Masa-masa susah dan senang kita lewati bersama, kedekatan kami bahkan tidak berkurang setelah mempunyai pacar. Tidak jarang kami melakukan double date, sungguh masa-masa yang manis, namun yang akhirnya hancur berantakan karena penyelewengan pacar-pacar kami. Mungkin sudah takdir bahwa kami mengalami nasih yang sama dalam hal percintaan.
“Ka...kalau nanti salah satu dari kita merit duluan, yang belum harus jadi pendamping perempuannya, gimana?” katanya ketika di kamar sauna setelah fitness.
“Eeemmm!” aku menganggukkan kepala, “pasti!”
“Ntar...kalau gitu gimana dong nasib yang jadi pendamping kalau merit nanti?” tanyanya lagi.
“Hhhmm...lu sama gua kan kepercayaan sama, gimana kalau dia menjadi ibu baptis anak yang udah merit itu?” usulku.
Cindy mengangguk dan tersenyum, kami lalu saling mengait kelingking tanda perjanjian antar sahabat.
“Makan tuh bajingan...gua ga terima lu perlakuin temen gua kaya gitu!” makiku setelah menyiramkan gelas berisi soft drink ke arah Erik, mantannya Cindy.
Saat itu di sebuah kafe di mall, aku sedang jalan bareng Hendri dan menemukan pria itu sedang makan bareng selingkuhannya setelah tiga hari sebelumnya putus dengan sahabatku. Pria itu bangkit dan balas memaki-makiku bersama cewek barunya sehingga kami terlibat cekcok mulut dan kami hampir saja terlibat kontak fisik kalau saja satpam mall dan pelayan kafe tidak turun tangan merelai. Hendri segera menarikku menjauhi tempat itu, malu juga memang, tapi ada rasa puas karena telah membalaskan sakit hati sahabatku. Cindy terbengong ketika kuceritakan semua itu, tapi ia tertawa juga akhirnya.
“Maaf Cin...bukan saja gagal memenuhi janji kita...aku bahkan yang menjadi penyebab kematianmu! Harapan terakhirku hanyalah...seandainya ada kelahiran kembali, tidak peduli dalam wujud manusia maupun binatang, aku ingin kita bisa menjadi sahabat lagi, dimana kita bisa berbagi suka dan duka lagi, juga menebus kesalahanku padamu”
Aku juga melihat papa mama dan adikku dalam kilas balik itu.
“Sa, itu kan baju baru gua, masa udah dibikin kotor lagi sih?” omelku pada adikku yang kadang seenaknya sehingga kami sering ribut, namun mesra lagi kalau sudah baikan.
“Pa...Ma...maafkan anakmu yang tidak berbakti ini, aku tidak bisa mengundang kalian ketika aku menjadi sarjana apalagi...menikah. Risa...penuhilah harapan papa mama yang gagal kupenuhi, kamu harus hidup bahagia dan mengurus mereka!”
Air mata meleleh dari pelupuk mataku, bergulir jatuh ke lantai bercampur dengan genangan darah, tatapan mataku semakin hampa bersamaan dengan jiwaku yang mulai meninggalkan tubuhku yang fana diiringi oleh kilat dan guntur.
#######################
Aku kini hanyalah...apapun namanya orang biasa menyebutnya, arwah gentayangan, jurig, dedemit atau apapun itu. Yang jelas aku sudah menjadi bagian dari kost ini, tidak banyak yang mampu melihat wujudku kini dan aku yakin kalian pun tidak ingin melihatnya karena hanya mengalami mimpi buruk. Permintaanku pada kalian yang telah membaca kisahku sampai sini sederhana saja, tolong filmkan kisahku ini atau kalau anda bukan orang film, tolong sebarkan kisah ini pada seratus orang dalam tiga hari....atau.....aku akan mendatangimu dan mengajakmu menemaniku. Tolong jangan ditutup dulu window yang berisi kisahku ini, jangan pura-pura tidak tau, juga jangan tertawa menganggap ini lelucon karena aku mungkin ada di belakangmu...atau di bawah kursi atau mejamu...rasakan hawa dingin itu, sentuhan yang sedingin es, dan bulu kudukmu yang merinding...
By: Shusaku (naik) Suzuki
(ga ada hubungan apa-apa sama Koji Suzuki, penulis the Ring)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar