Arga menoleh ke sumber suara, lalu melambaikan tangannya sambil tertawa. Di sampingnya berjalan Zuraida yang terlihat begitu feminim, jilbab hijau muda, dipadu dengan kaos lengan panjang dengan warna senada, sementara rok hitam panjang yang menutup hingga kemata kaki melekat cukup ketat, membungkus kaki jenjang yang berujung pada paha dan pinggul yang aduhai.
“Memangnya kau mau mengajak ku kemana?,,,”
“Ngga ada tujuan pasti, cuma ingin jalan-jalan bersamamu,,, tenang aja, kan tadi udah izin ama Dako,, kamu ngga capek kan?,,,” Arga balik bertanya sambil memandangi wajah Zuraida yang tampak tersenyum malu-malu layaknya gadis SMA yang pertama kali diajak kencan.
“Capek sih,, tapi ngga apa-apa, aku juga ingin jalan-jalan,,” Bibir tipis Zuraida yang bergerak menjawab pertanyaan, tak lepas dari pandangan Arga.
“Kamu cantik banget,,, lebih cantik dibanding saat kuliah dulu, kau yang sekarang terlihat lebih matang sebagai seorang wanita,,,”
“Kalo cantik kan emang dari dulu, hehehee,,, kalo matang,,, emmhh,, mungkin proses hidup,,,” Zuraida yang berjalan sambil melipat tangan didepan dada, segera menurunkan tangannya, saat melihat mata Arga yang memandangi payudaranya yang membusung.
“Mateng banget,,,hehehee,,”
“Iiihh,,, dasar cowok mesum, pikirannya ngga pernah jauh dari situ,,,hahahaahaa,,,” Zuraida tertawa sambil menggelng-gelengkan kepala.
“Ya maklumlah,, aku masih normal,, Aki-aki aja banyak yang masih doyan ama begituan,,,”
Zuraida menyambut tangan Arga yang perlahan menggamit jemari lentiknya. Berjalan bergandengan menyusuri bibir pantai. Sesekali kaki mereka disapa oleh ombak yang datang menghampiri.
“Hahaha,,,, emang bisa apa kalo udah jadi aki-aki,,,”
“Lhoo,, jangan salah,,, seorang cowok, selama tangannya masih bisa mengangkat ember penuh air, ya hasrat dan pikirannya ga bisa jauh ama yang begituan,, apalagi kalo ceweknya cantik seperti kamu,,,”
“Hahahahaa,,, macam-macam ajaa,,,”
* * *
Sintya |
“Iiiihhh,,, duduknya geseran kesana dikit dong,,,” keluh Sintya sambil mendorong tubuh Munaf.
“Geser kemana lagi, emang tempat nya sempit gini?” jawab Munaf, sambil menarik tubuhnya ke samping, bersandar pada pintu mobil pick up, sementara Mang Oyik hanya bisa tertawa melihat tingkah gadis di sampingnya. Sintya merengut, bibirnya manyun, wanita yang tidak terbiasa dengan angkutan darurat itu terlihat begitu gelisah, apalagi tatapan mata Mang Oyik yang berulangkali menyatroni pahanya yang terbuka.
“Ngapain sih Pak Prabu pake suruh aku ikut segala,” sungutnya, tangannya berusaha menarik roknya lebih ke bawah, berharap bisa lebih menutupi pahanya yang mulus.
Munaf berusaha menahan tawa, wajahnya dipalingkan kearah jendela. Yaa,,, Munaflah dalang dari kesialan Sintya yang siang itu diminta Pak Prabu untuk menemani Munaf dan Mang Oyik ke pasar, dekat kantor kecamatan. Sebenarnya pemandangan hamparan padi yang menghijau di sepanjang jalan yang mereka lewati cukup menarik bagi orang-orang perkotaan seperti mereka, khususnya bagi Sintya. Tapi jangankan menikmati pemandangan, untuk duduk dengan tenang saja gadis itu terlihat kerepotan. Pundak Munaf yang berada di depannya, berkali-kali mengambil kesempatan dengan menggesek-gesek bongkahan payudara Sintya. Sementara tangan Mang Oyik begitu terampil memainkan jari-jarinya saat memindah persneling yang berada tepat di samping paha wanita itu.
“Pak,,, bapak mundur kebelakang dikit,,” pinta Sintya lalu memajukan badannya ke depan, menurutnya posisi ini mungkin lebih baik untuk tempat sesempit itu.
Tapi, Munaf yang menarik lengannya ke belakang, dengan iseng justru meletakkan telapak tangannya di pundak Sintya.
“Iiiihhh,,, bapak ini, tangannya bisa nyamper di jok kan?,,,”
“Di sini?,,,” jawab Munaf seraya menurunkan tangan ke pantat Sintya.
“Ke atas sanderan Joooook,,,,” suara Sintya meninggi, tak mampu lagi menahan emosinya.
“Hahahaa,,,, ihh,,, galak banget sih,,, padahal tadi bapak lihat ikhlas banget waktu dimasukin itunya sama si Adit,” ucap Munaf sambil tertawa.
“Yaaa,,, terserah saya dong,,, lagian itukan kondisi yang memaksa,,,” Sintya mencoba berkelit.
“Sama dong dengan sekarang,,, kondisinya maksa banget nih Sint,,,”
“Berani megang,,, saya tonjok lho Pak,,,”
“Hahahaahaa,,, iya Nooon,,, iyaaa,,,”
“Dah nyampe Pak?,,, tu mini marketnya,,,” seru Mang Oyik, memotong tawa Munaf, sekaligus memecah tensi Sintya yang sedang memuncak.
Munaf keluar, menuju mini market, tapi berbalik lagi ke arah pick up. “Mang,,, mamang aja deh yang beli,, Ni duitnya Mang,,, Dji Sam Soe, dua selop,,,”
“Siap Den,,,” jawab Mang Oyik, lalu bergegas menuju mini market yang merupakan satu-satunya ada di di kecamatan pesisir pantai itu.
“Tunggu,,,, tunggu,,, Pak Munaf ke sini cuma buat beli rokok doang?,,,”
Munaf tidak menjawab, tapi tertawa lebar, tak lama tawa itu berubah menjadi senyum kecut saat melihat wajah Sintya yang sekuat tenaga menahan emosi.
“Gilaaa,,, ini benar-benar gilaa,,, kalian emang kelewatan,,,” wajah sintya tertunduk, menekuk kepalanya di pintu pick up sambil meratapi nasib sialnya.
Tapi tadi si Dako juga nitip kondom kan?,,,” Munaf mencoba mengingatkan Sintya tentang pesanan rekan kerjanya itu.
“Ohh,, iyaa,, ya udah,,, temenin ke dalam yuk pak,,,” Sintya melangkah gontai, tubuhnya sebenarnya sudah cukup lelah setelah permainan game yang menguras banyak stamina.
Tak berapa lama, ketiga orang itu keluar dari supermarket.
“Mang,,, pulangnya biar aku yang nyetir ya,,,”
Sintya menghela nafas, saat mendengar Munaf meminta Mang Oyik untuk bertukar tempat duduk. Bersiap untuk menghadapi kejahilan apaalagi yang akan diterimanya.
* * *
Aryanti |
Sementara itu, di bagian belakang cottage, tepatnya di kamar Mang Oyik. Suara rintihan tertahan terdengar dari bibir seorang wanita, tangannya berpegangan dipinggiran meja dengan gemetar, mencoba menikmati permainan lidah seorang lelaki yang tampak begitu menikmati liang di selangkangannya.
“Ooowwwhhhsss,, Yaaa,, disituuu,,, jilatin yaaang lembut yaaa,, ”
perintahnya pada seorang lelaki yang tertawa-tawa dengan lidah terjulur menusuk ke celah vagina yang sempit.
Tanpa menunggu persetujuan, wanita berparas cantik itu dengan liar menggasak mulut dan wajah lelaki yang begitu pasrah melayani segala permintaan, dengan bibir vaginanya yang sudah sangat basah. Wajah cantiknya semakin terlihat bergairah saat menyaksikan wajah seseorang yang tampak bersemangat menyeruput setiap tetes cairan pelumas yang merembes dicelah alat senggamanya. Sesekali ujung hidung si lelaki menyentuh pintu anusnya, membuat tubuh wanita itu semakin menggelinjang.
“Ooowwwhhh,,, jilat yang belakang beraaaniii ngga,,,?,,,” Mulutnya memohon, ingin mencoba sensasi yang baru.
Wanita itu tak lain adalah Aryanti, teller bank cantik dengan tubuh sempurna, yang sering diidamkan para wanita. Tengah asik mengangkangi wajah Kontet. Yaa,,, siang itu, disaat yang lain tengah sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, Aryanti dan Andini justru terjebak pada situasi birahi yang liar. Awalnya kedua wanita cantik itu pergi ke dapur untuk meminjam pisau, tapi disana mereka justru mendapati Lik Marni yang bersimbah keringat, tubuhnya terlihat bergerak lincah melayani dua pria yang menggasak kedua lubangnya. Keduanya sangat kaget, bukan hanya karena pertarungan 2 lawan 1 saja, tapi juga kemampuan Lik Marni mengimbangi tusukan dua bilah batang kemaluan yang menggasak kedua lubang di selangkangannya.
“Pak Prabu,, sama Dako kan itu?,,,” tanya Andini berusaha menegaskan apa yang dilihatnya.
“Iya,,, asik banget kayanya,,, hebat juga Lik Marni, bisa ngimbangin mereka,,,” jawab Aryanti, teringat aksinya yang cukup kewalahan saat meladeni nafsu liar Pak Prabu dan Dako. “Balik aja yuk,,,” sambung Aryanti, menarik tangan Andini.
Saat berbalik, mereka dikagetkan dengan kehadiran Kontet dari arah belakang. Pemuda bertubuh besar dengan perut agak buncit itu memang sering hilir mudik di cottage Mang Oyik.
“Ada apa Bu? Mencari Mang Oyik?,, maaf,, kalo ga salah tadi saya liat si mamang naik pick up ke kecamatan,,, kalo Lik Marni mungkin ada di kamarnya,” ucap Kontet, berusaha tersenyum seramah mungkin.
“Kami cuma mau pinjam pisau pak,,,” ucap Aryanti berusaha menyembunyikan kekagetannya.
“Owwhhh,,, ada tu bu, ambil aja di dalam,,, biasa sih Lik Marni naruh pisau di atas lemari.”
“Eehh iya,,,, Kalo ga salah namamu Mang kontet kan?,,,,” tanya Aryanti, berusaha menguasai situasi., dan segera masuk kedalam mencari-cari benda yang dimaksud.
Kontet tersenyum, saat mengikuti Aryanti ke dalam dapur, melalui kaca, di ruang sebelah tampak istri Mang Oyik tengah asik melayani dua orang lelaki, pikirannya segera berasumsi bahwa kedua wanita itu baru saja mengintip. Wajah Kontet tersenyum nakal kearah Andini yang menunggu di depan pintu dapur, yang memang berdampingan dengan kamar Mang Oyik, membuat hati wanita itu bergidik. Lalu berpaling menatap tubuh Aryanti dengan penuh nafsu.
Kontet |
“Mana Mang? Pisaunya ngga ada?,,,”
Andini tau, seperti dirinya, mata Aryanti juga tidak fokus mencari pisau, tapi lebih tertarik menyaksikan live show Lik Marni dari balik kaca satu arah yang semakin panas. Namun kehadiran mereka tidak disadari oleh Lik Marni yang kini asik menduduki penis Dako, pantat besarnya bergerak turun naik dengan cepat, melumat batang Dako tanpa masalah berarti.
“Pisaunya disini Bu,,,”
“Aakkhhh,,, Mamang, ngapain disituuu,,,” bukan hanya Aryanti, Andini pun terkaget saat melihat Kontet berjongkok di belakang Aryanti, wajahnya tepat menghadap pantat montok Aryanti, sementara tangannya berusaha menjangkau pisau yang ada di rak bawah, melalui kedua kaki jenjang Aryanti.
“Buu,,, kenalaaan dikit boleeehkaaan?,,, sayaaa ngga tahan ngeliatnya buu,,,” ucap Kontet, lalu membenamkan wajahnya kesela-sela pantat yang masih dibalut rok span longgar.
“Eeehh,, si Mamang,,, main sosor aja, bahaya kalo kenalan dengan punya sayaaa,, bikin ketagihan lhooo,,,” Aryanti semakin kaget dengan kenekatan Kontet, tapi melihat ulah lelaki yang terlihat seperti kerbau yang kelaparan membuat bibirnya tertawa, niat usilnya muncul seketika.
“Din,,, tunggu bentar yaaa,,, ada kebo yang kelaparan,, hiihihi,,,” Aryanti mengedipkan matanya kepada Andini yang bisa maklum dengan ulah usil Aryanti yang sering kumat, tapi cara menggoda Aryanti, menurut Andini yang masih hijau itu sedikit kelewatan.
Aryanti mencoba membungkuk dan semakin menunggingkan pantatnya, membiarkan lelaki dengan wajah amburadul itu menciumi pantatnya, sambil tertawa. Berkali-kali Kontet menggigit lembut, dan berkali-kali pula berusaha membenamkan wajah nya lebih dalam di antara belahan pantat yang tertutup kain, hingga hidung nya menggelitik anus Aryanti.
“Buu,,, buka yaaa,,,,” Kontet memohon sambil mengusap-usapkan wajahnya di bongkahan pantat.
“Hhhmmm,,, boleh ngga ya?,,, Din,,, boleh ngga nih?,,” Aryanti menatap wajah Kontet yang begitu berhasrat pada bongkahan daging miliknya, bola matanya berputar genit ke atas menatap langit-langit plafon, lalu berbalik menatap Andini yang bersandar didinding, menatap ulah nakal Aryanti. Mengangkat kedua pundaknya mengembalikan pertanyaan.
“Kasih aja dikit, tapi awas kebablasan lhoo mba,,,” celetuk Andini tiba-tiba, gadis itu tau, meski dilarang pun Aryanti akan tetap menggoda Kontet dengan tubuh indahnya.
“Tuhh,,, dibolehin koq ama teman ku,,,” Kontet nyengir lebar, “eittss,,, tapi tangannya ngga boleh ikutan lhooo,,,” serunya, ketika tangan besar berbulu ingin menyibak rok nya.
Seakan takut kehilangan kesempatan, tanpa fikir panjang Kontet menyelusupkan kepala ke dalam rok Aryanti.
“Iiihh,,, Mamaaang, pelan-pelan atuuuh, nafsu banget sih,,,hihihii,,, Aawww,,,” wanita itu hampir terjengkang ke depan ketika kepala Kontet menyundul pantatnya, bibir tipisnya tertawa melihat ulah si penjaga cottage sebelah.
Tapi tawanya terhenti seketika, saat wajah kasar yang penuh bopeng mengusap belahan kulit mulusnya. Hidungnya menghirup dalam, coba mengenali aroma dari selangkangan wanita yang begitu menggoda nafsunya.
“Ooowwwhhhh,,,,” Aryanti melenguh lembut, mencoba membuka selangkangannya semakin lebar. Jarinya mencengkaram tepian meja dengan kuat.
“Mba Yanti,,,,” Andini coba mengingatkan, baginya apa yang dilakukan Aryanti sudah terlalu jauh.
Aryanti menoleh, lalu tersenyum, ibu jari dan telunjuknya membentuk huruf O, sebagai tanda Ok, bahwa dirinya masih bisa mengontrol permainan yang disuguhkannya kepada Kontet. Meski bibirnya masih bisa dipaksakan untuk tersenyum, namun raut wajahnya tak bisa menyembunyikan mimik birahi yang dirasakan oleh tubuhnya. Sesekali mulutnya terbuka, melepaskan lenguhan tanpa suara. Sementara di bawah sana, diantara kedua paha nya lidah Kontet berusaha menjangkau vagina Aryanti yang terbalut kain tipis. Kepala Andini menggeleng pelan, kembali mengingatkan Aryanti, saat wanita itu mengangkat paha kanannya dengan perlahan, wajahnya memelas, memohon sedikit pengertian dari gadis itu. Kini Andini dapat melihat aktifitas Kontet, wajah lelaki penuh bopeng itu tenggelam di belahan pantat Aryanti, bergerak-gerak keatas kebawah seiring sapuan lidahnya di vagina Aryanti. Tanpa sadar Andini menyilangkan kedua kakinya, nafasnya ikut memburu, tangannya yang bersedekap di depan dada mulai gelisah.
“Maaangss,,, panas banget sih lidahnyaaa,,,eemmmhhh,,” suara Aryanti terdengar lirih.
Sesekali menggigit bibirnya saat lidah Kontet berusaha menyingkap sisi kain yang menutupi belahan vaginanya. Kini Andini mulai cemas, celana dalam tipis yang dikenakan Aryanti seakan tak berdaya melindungi kemaluan wanita itu. Andini bergerak reflek, menggeser tubuhnya, matanya berusaha mengawasi usaha lidah Kontet yang mencoba menyingkap kain tipis yang sudah sangat basah. Aryanti pun tidak berdiam diri, pahanya semakin membuka, seakan memberi dukungan, tubuhnya semakin membungkuk, pantatnya bergerak saat lidah Kontet sesaat berhasil mengait tepian kain dan berusaha menyibaknya, tapi kain itu terlalu ketat membungkus selangkangan montok Aryanti.
“Ayooo Maaang,,, kamu pasti bisaaa,,,,” ucapnya , namun karet celana nya masih terlalu tangguh untuk lidah Kontet.
Bukan hanya Aryanti yang dag dig dug melihat usaha Kontet, karena Andini pun mulai belingsatan, dirasakannya lipatan bibir kemaluannya mulai terasa gatal, seakan ikut merasakan geliat lidah Kontet di selangkangan Aryanti.
“Mba Yaaant,,, jangan mbaa,,” seru Andini pelan tapi tegas,, matanya melotot memberi peringatan saat tangan Aryanti terhulur turun menjangkau sisi celana dalam yang menutupi bagian intimnya.
“Jangan lapor Mas Arga yaa,,, cuma main-main aja koq,,,, ga pake penetrasi,,,,” Aryanti memelas, meminta persetujuan Andini atas ulah nakalnya.
Kini berbalik Andini yang bingung, bingung harus mengizinkan atau tidak, sementara nafsunyanya juga tengah memburu, ingin melihat sejauh mana kedua kedua anak manusia itu berulah. Akhirnya kepala Andini mengangguk pelan, disambut gerak cepat Aryanti, namun tangannya bukan menyibak sisi celana dalam, tapi justru menarik turun seluruh kain segitiga itu. Kontet yang terus asik dengan selangkangan milik Aryanti, tidak menggubris interaksi kedua wanita itu, seketika terkaget saat disodori bongkahan daging putih dan mulus. Hidung lelaki itu bergerak maju, menoel pantat Aryanti dengan gemas, dengan sangat perlahan lidahnya yang terjulur menyapu lembut dari bagian paha yang mulus, terus menyusur menuju bongkahan pantat. Nafas Andini terasa begitu berat melihat aksi kontet yang mungkin bagi sebagian orang menjijikkan, kini kedua bongkahan pantat sahabatnya itu terlihat basah, mengkilat oleh air liur Kontet. Sementara Aryanti hanya bisa mendesah menikmati servis mandi kucing ala lidah Kontet.
“Lanjutin yang di tengah Maangss,,,” Aryanti membungkuk, mengitip dari sela kedua pahanya.
Pandangan kedua nya bertemu, terlihat jelas bagaimana bernafsunya pemuda bertubuh tambun itu pada lubang vagina basah dipenuhi rambut kemaluan, yang memisahkan wajahnya dan wajah Kontet. Ketika Kontet kembali menjulurkan lidahnya yang panjang, Aryanti membentang pahanya semakin lebar, menunggu sapuan lidah Kontet yang mencoba menjangkau klitorisnya.
“Oooowwhhh,,,, teruuuuussss,,,, teruuuussssss,,,” Bibir mungil wanita itu terpekik tertahan, menggelinjang menahan geli saat lidah yang hangat memberikan sapuan panjang dari gerbang kemaluan hingga ke lubang anusnya.
“Gilaaaa,,,, gilaaaa bangeeeet,,,, ini benar-benar nikmat Din,, Oooowwhh,,,” rintih Aryanti dengan mata setengah terpejam, menikmati ulah Kontet yang melakukan sapuan panjang berulang-ulang.
Bukan hanya tubuh Aryanti yang dibasahi oleh keringat, karena Andini yang berdiri terpaku pun juga bersimbah keringat, wanita yang hanya pernah melihat adegan itu di blue film, untuk pertama kalinya menyaksikan lidah seorang lelaki menyapu lorong anus seorang wanita. Jepitan paha Andini semakin kuat. Nafasnya memburu, ingin sekali tangannya menggaruk lorong vaginanya yang terasa begitu gatal.
“Mangsss,,, masukin lidahnya ke belakang yaaa,,, masukin ke anus sayaaa,,,” rintih Aryanti, kedua tangannya berusaha membuka bongkahan pantat, memamerkan pintu anus yang masih tertutup rapat.
Sesaat Kontet meneguk liurnya, memandang pintu anal yang mengerucut imut tepat di depan matanya.
“Ooowwgghh,,, Oooowwwhhhgg,,, Aaakkhhh,,,, panasss bangeeeet lidah mu Maaang,,, Oooowwhhh,,,,” Aryanti melenguh, lalu merintih tertahan saat lidah yang kasar perlahan menguak pintu belakangnya.
Tangan kanannya bepindah, berusaha menjambak rambut Kontet yang cepak, terengah-engah membantu Kontet menikmati tubuh bagian belakangnya.
“Teruss Mangss,,, mainin lidahnya di dalaaam sanaaa,,, terussshhh Owwhh,,,”
“Diiin,,, enak banget, beneraaaan dimasukiiiin,,, ooqqhhhh,,,” tubuh Aryanti terlonjak-lonjak kegelian saat lidah panas Kontet menyelusup ke dalam lorong analnya.
Sementara wajah Andini tampak mengernyit jijik. Tapi saat matanya menatap Aryanti yang tampak menggeliat geli berselubung kenikmatan, terbayang sensasi yang tengah dinikmati, membayangkan lorong sempit itu menerima sapuan panas lidah seorang lelaki yang begitu berhasrat pada wanita secantik mereka.
“Seru banget ya Non?,,, pasti nikmat banget tuh,,,”
Tiba-tiba terdengar suara berat tepat disamping Andini, dengan cepat gadis itu menoleh. “Mang Oyiik,,, ngapain Mamang disini,,,” tanyanya dengan panik., tak menyangka akan kehadiran Mang Oyik yang baru datang mengantar Munaf dan Sintya.
“Maaf Non,,,, ini kan memang tempat kerja saya,,,” jawab Mang Oyik berusaha sopan, tapi matanya liar memandang dada Andini yang bergerak naik turun, akibat nafas yang terasa berat. Meski tertutup kaos orange, pesonanya masih dapat membuat batang Mang Oyik siaga 1.
“Oooaaagghh,,, eemmmgghhhhh,,, ga kuaaaat,,, Ooowwhh,,,” desahan Aryanti menyadarkan lamunan Mang Oyik.
“Pasti gurih banget tu lubang,,,sluurrpp,,, beruntung banget si Kontet” ucap Mang Oyik, ikut menyandarkan tubuhnya di dinding, tepat di samping Andini.
“Hehehee,,, pengen juga ya Mang?,,,” tanya Andini sambil tertawa., melihat ulah Mang Oyik yang menyapu bibir tebalnya denga lidah.
“Non, mau ngasih?,,,” tanya Mang Oyik cepat menoleh, penuh harap.
“Eeettss,,, siapa bilang saya mau ngasih,,,” Andini reflek menutupi payudara dan selangkangannya dengan tangan, menyesal karena menggoda Mang Oyik. “Sono nohh,, minta ama tante cantik, kalo beruntung pasti dikasih juga koq,,,”
“Eeehhh,,, adaaa Mang Oyikk yaa,,,” Aryanti menoleh tersipu malu, berusaha mendorong kepala Kontet lalu berbalik sambil merapikan roknya.
“Santai aja Bu,,, kita disini emang buat mbantu-bantu tamu koq,,, tu istri saya aja sampe ngos-ngosan mbantuin Pak Prabu dan Pak Dako,”
Lik Marni |
Serentak Andini dan Aryanti menoleh kearah kaca yang menjadi perantara pandangan antara dapur dan kamar Mang Oyik. Tampak tubuh Lik Marni yang sedang menungging bermandikan keringat, sementara Pak Prabu tak bosan-bosan menikmati pintu belakang wanita bertubuh montok itu. Dari arah depan Dako terlihat begitu menikmati servis lidah Lik Marni yang begitu memanjakan batangnya.
“Oooowwhhh,,, Liiik,,, aku mo ngecrot liiik,, ngecrooot,,,,”
Bukannya menghindar Lik Marni justru semakin mempercepat gerakan mulutnya, dan beberapa detik selanjutnya mata wanita itu melotot, sperma Dako menyemprot kuat, tapi wanita itu berusaha menjaga batang Dako tetap berada di mulutnya.
“Ooowwwhhhh,,, Liiik,,, nikmaaaat bangeeeet,,, ooowwwgghh,,,” Dako menjambak rambut Lik Marni, sesekali memaju mundurkan pantatnya layaknya tengah menyetubuhi mulut wanita itu.
“Tukeran dong Ko,, kayaknya enak banget nyemprot disitu,,,” Pak Prabu melepas batangnya, berpindah ke bagian depan. Dako hanya terkekeh, duduk di pinggiran ranjang, mengatur nafas untuk aksi selanjutnya.
“Mamang ngga marah istrinya dipake kaya gitu,,,” tanya Andini penuh keheranan, apalagi batang yang ada di celana lelaki itu mulai menggelembung melihat aksi istrinya.
Mang Oyik mengangkat kedua pundaknya. “Kalo istri saya yang mau, saya mesti gimana lagi,,,”
“Bu Aryanti yang cantik,,, tenang aja, tu anak penurut banget koq,,, cuma ngelakuin apa yang disuruh, jadi ga perlu takut,,,” Sambung Mang Oyik, yang melihat Aryanti mulai kesal dengan ulah Kontet yang berusaha kembali mendapatkan kemaluannya.
“Beneeerr,,, dia ga bakal mintaaa,,, eemmhh,,,mintaa masukin tu batang kan?,,,” tanya Aryanti sambil melirik Kontet yang masih berjongkok seperti anjing yang penurut di depannya.
Mang Oyik mengangguk dengan gaya yang dibuat cool. Membuat Aryanti dan Andini yang masih was-was, tertawa... Cool nggilani...
“Sini Teett,,, tapi pelan-pelan yaaa,,” tangan kanan wanita yang masih digantung birahi itu mengangkat rok depannya, sementara tangan kirinya meraih kepala Kontet, yang dengan cepat menghilang di balik kain katun itu.
“Ooowwwhhh,,, eeemmmhh,,, tunggu sebentar ya Diiin,,, satu kali ngecrit aja koq,,,” pintanya pada Andini yang membuang nafas panjang melihat tingkah wanita di depannya.
Tapi geliat nafsu dan birahi selalu berhasil mengenyahkan kesadaran manusia. Ganasnya permainan lidah Kontet dikemaluan Aryanti, membuat wanita itu harus meletakkan pantatnya ke atas meja, dan membuka pahanya lebar-lebar.
Meremas rambut Kontet dengan gemas. Melenguh liar. Sesekali mengangkat pantatnya agar lidah Kontet dapat menjangkau anusnya. Dan Andini,,, kembali menjepit kedua pahanya saat menyaksikan lidah Kontet menerobos membelah vagina yang basah.
“Maaang,,, tolong bantu teman sayaaa yaaa,,,” pinta Aryanti tiba-tiba. Merasa tidak enak dengan Andini yang hanya melihat kenakalannya.
“Waahhh,,, dari tadi saya juga pengen mbantuin Bu,, tapi si Non geulisnya yang ngga mau,,,” jawab Mang Oyik yang menghulurkan tangan mencoba memegang pundak Andini, tapi segera ditepis gadis itu.
“Ya Udaahh sini,,, minggir dulu Tet,,,” Aryanti beranjak mendekati Andini yang terlihat bingung. Gadis itu memang sudah mengalami beberapa petualangan nakal, tapi keluguannya sebagai seorang gadis remaja membuatnya menjadi agak kikuk.
“Mba Yanti mau ngapain?,,, Emmppphh,,,” mata Andini melotot ketika Aryanti melumat bibirnya. Mengajaknya untuk saling melumat dalam hisapan yang dalam.
“Eeemmmppp,,, mbaaa,,, mbaaa,,,,” Andini mulai ngos-ngosan, nafasnya tertahan oleh hisapan Aryanti yang cukup lama, hingga akhirnya tautan bibir mereka terlepas.
“Dari tadi aku pengen banget dicium, tapi ngga mau sama mereka,,, hihihii,,, mau lagi?,,,”
Andini yang memang tengah bernafsu mengangguk dengan malu-malu, lalu membuka mulutnya. “Eeemmmpphhh,,,,”
Dan kedua wanita cantik itu kembali saling melumat, tapi kali ini tangan mereka mulai ikut aktif, saling meremas, saling mengagumi keindahan tubuh lawannya. Dan ini adalah pengalaman pertama mereka melakukan hubungan sesama jenis, yang ternyata tidak kalah mendebarkannya. Kontet yang mematung melihat aksi dua wanita itu terkaget saat tangannya ditoel oleh Mang Oyik.
“Ayo Tet, hajaaar,, kamu garap yang muda, biar aku yang muasin Bu Yanti,” bisik Mang Oyik.
Rupanya Mang Oyik sudah cukup lama penasaran dengan keindahan tubuh Aryanti yang lebih matang sebagai seorang wanita. Dengan cepat lelaki itu berjongkok, lalu membenamkan wajahnya di pantat Aryanti.
“Oooowwhhhssss,,, Diiinn,,, punya ku dijilatin lagiii,,, kamu mau jugaaa?,,,”
Andini tidak menjawab, tapi tidak pula menolak saat Kontet menurunkan celananya.
“Oooowwwhhh,,, mbaaa,,, anus kuuu diciuuumin mbaaa,, dijilaaaat jugaaa,,, Uuuggghhhh,,, geli mbaaa,,, eemmpp,,,” erangan Andini terhenti, mulutnya dibekap oleh Aryanti.
Gadis muda itu mencoba mengikuti gerakan tangan Aryanti yang menyelusup ke dalam kaosnya. “Mbaaa,,, nenen mbaaa,, gedeee,,, kenceeeng,,” serunya, ketika jari-jarinya berusaha membekap kedua payudara Aryanti.
“Diniii maauuu?,,,Oooowwhhhss,,, Maaaang,,, itil nyaaa jangaaaan digiiiigitt,, Eeeeengghhh,,,” Aryanti yang ingin menjawab komentar Andini menjerit, bagian mungil yang berada di depan bibir kemaluannya dihisap dengan kuat oleh Mang Oyik, hingga terasa seperti digigit.
“Maaang,, jangan ditusuuuk,,, anusss sayaaa jangan ditusuuuk,, Ooowwgghh,,” Andini balas menjerit saat merasakan jari-jari kontet mencoba menyelusup ke pintu belakangnya. Kaki gadis itu sampai berjinjit karena ulah Kontet.
“Oooowwhhh,,, Maang,,,” Andini lagi-lagi menjerit, jari-jari kontet yang besar, beralih menusuk-nusuk liang vaginanya. Pegangann tangannya beralih mencengkram tangan Kontet, tapi cengkraman itu melemah seiring lidah kontet yang kembali menyelusup ke dalam anusnya.
“Buuu,,, boleeeh sayaaa tussuuuk jugaaa,” bisik Mang Oyik lembut ditelinga Aryanti.
“kalo tusuk pake tangan boleeh,, tapi kalo dientot,,, saya ngga maaauu,,,”
Mang Oyik menggesek-gesekan batangnya yang sudah mengeras di belahan pantat Aryanti. Sementara tangannya meremas-remas payudara wanita itu dengan sangat bernafsu.
“Terus batang sayaa,, gimana buuu,,,” nafsu Mang Oyik sudah sampai keubun-ubun, ingin sekali langsung menusukkan batangnya ke pintu vagina basah yang ada di depan batangnya. Apalagi saat itu pantat Aryanti yang membulat, mampu membekap batangnya dengan begitu nikmat. “Buuu,,, saya entotin yaaa buuu,,,”
“I,, Iyaa deehh,,,Maaang,,, tapi sebeeentar aj,,, Ooowwhh Gilaaaa,, itu bataang monster,,” gerakan tangan Aryanti yang sudah memegang batang Mang Oyik terhenti, tidak lain akibat ulah Kontet di depannya yang ikut-ikutan mengeluarkan penis dari balik celana.
Sejak awal Aryanti yakin Kontet memiliki batang yang besar, tapi tidak menyangka jika sebesar seperti yang tengah dilihatnya. Aryanti merinding, Yaaa,, batang itu lebih besar dari milik Arga yang sangat dibanggakannya. Kontet berdiri, memeluk Andini dari belakang, dan batang monster itu kini tegak mengacung disela-sela paha Andini.
“Mang Oyyyiiik,,, masukiinn ke tempat Andini ajaa yaaa,,, kasiaan diaa kalo dimasuukin batang sebesar ituuu,,,” ucap Aryanti, melepas batang Mang Oyik yang ada dalam genggamannya.
“Tapi buu,,,”
“Stsstsss,,, jangan ngebantaah,,, punya Andini juga enak koq,, malah lebih sempit lhoo,,” terang Aryanti. Lalu menarik Kontet untuk bertukar.
“Gilaaa,,,” hanya itu yang keluar dari bibir Andini, saat menyadari batang yang tengah menggesek-gesek selangkangannya ternyata memiliki ukuran luar biasa.
“Ooowwhh,,, Maaaang,,, kenapaaa, dimasukiiiin,,,” Andini menjerit, meski cukup pelan, tapi penetrasi batang Mang Oyik yang tidak disadarinya membuat gadis itu terpekik kaget.
“Nooon geuliss,, nikmatin ajaa,, saya lembut koq mainnya,,,”
Sementara Aryanti mendorong tubuh Kontet ke dinding, tangannya dengan terampil meremas dan menggosok batang yang berdiri tegak mengacung.
“Teeett,,,, ni batang udaaah masuk kemana ajaaa,,,” tanya Aryanti, sambil mengoosok kepala jamur yang besar ke bibir kemaluannya.
“Cuma ke istri saya bu,, soalnya Mang Oyik ngga pernah ngizinin saya nyicipin bininya,, katanya takut memek Lik Marni ndower,,,”
“Hihihiii,,, kamu ini ada-ada aja,,, tapi kalo ketempat saya bisa ngga yaaa,,, Ooowwhhsss,, Teeett,,, liaaat,, bibirnya sampai ndoweeer gituuu,,,” bibir Aryanti mengoceh, mengomentari pintu vaginanya yang dipaksa menganga saat disundul jamur besar, hingga membuat bibir vaginanya menyeruak keluar.
Andini |
“Eeeiittsss,,, jaaangaaan ditusuuuuk Teeet,,,” Aryanti memundurkan pinggulnya saat menyadari Kontet ingin melakukan tusukan. Entah kenapa wanita itu terlihat ragu-ragu untuk melakukan persetubuhan, ada rasa ngeri jika kemaluannya harus melumat batang sebesar itu, ada rasa takut jika Arga sampai mengetahui kenakalannya.
“Gosok-gosok didepan aja yaa Tettt,,,” bisiknya, lalu menjepit batang Kontet dengan pahanya, pinggul dan pantatnya mulai bergerak, memainkan batang besar yang menggesek-gesek bibir vaginanya.
“Uuuuggghh,,, gini juga enaaaakkan?,,,”
“Iyaaa buuu,, tapiii memeeek ibuuu lebiiiihh enaaak kalooo buat ngetoot,,,”
Telinga Aryanti terasa panas mendangar komentar nakal Kontet. Apalagi pemuda gempal itu mulai menunjukkan powernya sebagai seorang lelaki. Tangannya yang besar mengangkat rok Aryanti lebih tinggi lalu mencengkram pinggulnya dengan kuat, sementara batangnya semakin cepat menggesek-gesek selangkangan Aryanti.
“Ooowwwhhh,,, Maaang,,,, saaaaya maauuu keluaaaar,,,” terdengar rintihan Andini yang setengah membungkuk, menikmati aksi Mang Oyik yang menyetubuhi kemaluannya dari belakang.
Dengan cepat Mang Oyik melempaskan batangnya, menarik tubuh mungil Andini berbaring ke atas meja, lalu dengan rakusnya lelaki itu melumat, menghisap, mengunyah kemaluan Andini dengan rakusnya.
“Maaanng,,, ooowwhh,,, isap teruuuss,, Aaahhhkkkss,,,” pinggul gadis itu terangkat tinggi, dengan bibir vagina yang menghambur kelenjar bening, membasahi wajah Mang Oyik yang tertawa puas, mampu menaklukkan mangsanya. Lalu berdiri lagi bersiap kembali memasukkan batangnya ke kemaluan gadis bertubuh mungil itu.
“Buuu,,, saaayaaa masuuukiiin ya buu,,,” Kontet sudah tak mampu lagi menahan hasratnya, memutar tubuh, menyandarkan tubuh Aryanti ke dinding.
“Teeet,,, aku ngga maaau dimasuuukiiin,,,” lenguh Aryanti, matanya menatap sendu kemata Kontet yang terlihat beringas diumbar nafsu, tiba-tiba tenaga Aryanti terasa menghilang, tak mampu menolak kehendak tangan kontet yang membuka kakinya lebih mengangkang.
“Konteeeet,,,uuugghhh,,,”
“Aaahhssss,,, ga bakal bisa massuuuk,, jangaaan teeet,,,”
Bibir Aryanti mendesah, merintih, saat batang besar itu mencoba memasuki alat senggamanya. Tapi berkali-kali meleset keluar, membuat wanita itu melenguh.
“Weeeiiittsssss,,,, Woleeess brooo,,,” tiba-tiba terdengar suara lelaki dari arah pintu, yang dengat cepat menarik tubuh Kontet menjauh dari tubuh Aryanti.
Sementara lelaki satunya mendorong tubuh Mang Oyik menjauh dari tubuh Andini.
“Sorry ya Mang,, kita emang berterimakasih banget diizinin nyicipin istri Mamang,, tapi kalo mau minta imbalan yang kaya gini ya jangan dong,,,hehee,,” ucap lelaki yang ternyata Dako.
“Hehehee, iyaa,, maaf banget yaa mang,,, istri ponakan saya ini emang masih lugu,, jadi kalo mau minta ya mesti izin sama suaminya dulu,,,” timpal Pak Prabu yang mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu.
“Mamang coba aja nyicipin cewek-cewek yang ada di warung remang-remang pinggir jalan dekat sini, kemarin saya liat banyak koq yang barangnya masih bagus-bagus.,” lanjutnya, lalu memapah Andini yang masih terkaget, turun dari meja.
“Ehh,, iya,, maaf Gan,, kami kebawa suasana, tadi cuma disuruh ngebantuin malah kebablasan,,” Mang Oyik tampak cengengesan.
Rupanya Pak Prabu tidak ingin apa yang terjadi pada istrinya terulang, apalagi pada istri ponakannya yang masih terbilang belia untuk wanita yang sudah menikah. “Ya sudah,, ngga apa-apa,, ni ambil aja,,” ucapnya lalu beranjak keluar sambil menggandeng Andini, diiringi Dako dan Aryanti.
“Mang,,, aku ngga tahan nih,,, pinjam istri Mamang yaa,,,” seru Kontet, lalu berlari menuju kamar Mang Oyik. Mengagetkan Lik Marni yang masih bugil, tersenyum-senyum sendiri setelah melayani Pak Prabu dan Dako.
“Teeet,, mau ngapain,, eehh,,, Teett,,, batangmu,,, Gilaaaa,,, Aaaauugghh,,,, Bapakeee,, aku dientotin Konteeeet,,, Aaaauuuwww,,, pelan-pelan bego,n Oooowwgghhh,,” Lik Marni menjerit histeris, tubuh bugilnya diterjang Kontet, yang langsung memaksa membenamkan batang besar kekemaluannya.
“Asseeeem,,, Teeett,,, Woooyyy,,, kurang ajar tu bocah,,,” Mang Oyik yang asik menghitung uang di tangannya kaget dengan gerak cepat Kontet yang menyerbu masuk ke kamarnya. Mang Oyik kelabakan mencari celana yang ternyata nyampir di atas kompor gas.
“Teeet,,, buka pintunya,,, Wooyyy,,, Edan ni anak,,,” Mang Oyik menggedor-gedor pintu yang ternyata sempat dikunci oleh Kontet. “Duuuh,,, bakal bonyok dah tu memek,,” dengusnya, meratapi nasib istrinya dari kaca dapur, yang tengah merem melek menahan gempuran Kontet.
###########################
“Kamu ngapain sih Yan,, jangan kaya wanita murahan gitu lahh,,” bisik Dako pelan, dari nada suaranya tersirat perasaan tidak suka atas apa yang dilakukan Aryanti.
“Kamu itu yang kenapa?,,, habis ngegarap bini orang, terus marah-marah, dan sekarang bilang aku wanita murahan,,,” suara Aryanti meninggi, emosinya tersulut.
Memang Dako sudah menyelamatkannya dari persetubuhan yang liar. Tapi kata-kata yang diucapkan lelaki itu membuat telinganya panas. Dako terdiam, menyesali apa yang diucapkannya, dirinya juga tidak tau bagaimana bisa hatinya tidak bisa menerima jika Aryanti diperlakukan seperti itu.
“Yaan,, Yantii,, maksudku bukan seperti itu,,, maaf Yan,,” Dako berusaha mengejar Aryanti yang berlari kekamarnya dengan cepat.
“Yant,,, dengar dulu,,,” cegah Dako, saat Aryanti ingin menutup pintunya.
“Mau apalagi,, masih kurang?,,, masih mau nunjukin keegoisan para lelaki lagi?,,,”
Dako tidak menjawab, tapi mendorong pintu lebi kuat dan masuk ke kamar Aryanti.
“Coba jawab dengan jujur, istri siapa aja yang sudah kamu cicipin?,,, dan sekarang kamu dengan gaya pahlawan mencoba ‘menyelamatkan’ aku dari lelaki lain?,,”
“Tadi malam,, tadi malaam ingat?,,, saat kamu tertawa menggarap tubuhku dengan Pak Prabu?,,, benar-benar menjadikanku seperti wanita murahan,,, dan sekaraang?,,, Dasar cowok MUNAFIK,,”
“YANTII!!!,,, aku bukan cowok munafik, ITU KARENA AKU SAYANG SAMA KAMU?,,”
Deeeg.. Aryanti terdiam, gendang telingannya seperti ditepuk kalimat tak lazim, coba menafsirkan kata-kata yang diucapkan Dako. Dan Dako,,, kakinya lemah menuju kasur,,, lalu menghempas tubuhnya dengan pikiran kacau. Termenung,,, bagaimana bisa kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya,, benarkah iya menyayangi wanita yang kini ada di hadapannya?..
“Keluarlah,,, aku ingin istirahat,,” ucap Aryanti pelan, tangannya membukakan pintu.
Dako menghembus nafas dengan berat, melangkah gontai, tepat di depan pintu langkahnya terhenti, menatap Aryanti yang menitikkan air mata..
“Maaf,, aku tidak mengerti apa yang kurasakan saat ini,, Maaf,,,” ucapnya. Lalu berbalik, keluar kamar.
“Dako,,,” Aryanti mengejar lelaki yang tengah berjalan di selasar depan kamar.
Tanpa diduga wanita itu melumat bibir Dako. Memberikan ciuman yang dirasakan Dako kali ini sedikit berbeda.
“Kamu mau menemani ku istirahat?,,,” suara Aryanti terdengar kikuk, namun berusaha tersenyum lembut.
“Tapi kamuu?,,,”
“Hanya istirahat,, tidak yang lain koq,, badanku capek banget,,,” Aryanti mencoba tersenyum di antara air mata yang mengalir.
Dako mengikuti langkah Aryanti yang menggandeng tangannya. Membaringkan tubuhnya di samping Aryanti yang kemudian memeluk tubuhnya erat. Melabuhkan ciuman yang lembut,, sangat lembut.
“Dako,,, aku ngga mau ada rasa itu di antara kita, karena pasti akan sangat menyakitkan bagi pasangan kita,,,” ucapnya lirih,, lalu membenamkan wajah yang dibasahi oleh air mata di pelukan Dako.
Dako coba merengkuh tubuh wanita yang setengah menindih tubuhnya, suasana menjadi kaku, jari-jarinya coba menyisir rambut Aryanti, dengan pikiran yang melayang, mencoba mencari tau perasaan hatinya yang terasa begitu asing. Masih terlintas di pelupuk matanya, saat menangkap binar gembira istrinya, ketika Arga meminta izin padanya untuk mengajak Zuraida jalan-jalan di pantai. Tak ada yang tau, di balik sikap urakan, selalu tertawa cengengsan, dan sifat cueknya, lelaki itu ternyata memendam rasa perih di hati yang mendalam. Meski telah mempersiapkan dirinya sedemikan rupa, tapi apa yang disaksikan oleh mata ternyata lebih menyakitkan. Semua yang diucapkannya pada Arga saat dipantai tidak lebih dari usahanya untuk membuktikan semua. Bertahun-tahun mencinta wanita yang menyimpan rasa terhadap lelaki lain.
“Yaant,,,Seandainya,,,”
“Ststssss,,, tenangkan hatimu,,, Trust me,, All is well,,,” bisik Aryanti, seolah bisa membaca pikiran lelaki itu.
Aryanti beringsut menaiki tubuh Dako, meletakkan kepalanya di dada lelaki itu, memejamkan mata, mencoba mencari ketenangan untuk dirinya sendiri. Lalu mencoba untuk terlelap dalam dekapan insan yang tengah terluka, dan mencoba melarikan hati pada dirinya.
#######################
“Waaahh,,, udah jauh juga kita jalan,,,” celetuk Arga, saat mereka melewati tempat game tadi pagi, tempat yang mungkin tak akan pernah mereka lupakan. “Masih pengen jalan terus?,,,”
“Ayoo,,,siapa takut, tapi jangan cepat-cepat, santai aja,,,”
“Owwhh Sorry,, aku kecepatan ya,,, Kata Mang Oyik ni pantai dipisah oleh tebing karang itu,,,”
“Ngga terlalu capek sih, tapi belahan rok ini terlalu sempit,,, biar aku buka sedikit,,,”
Kreeek,,, kreeek,,,Zuraida merobek belahan rok nya hingga kelutut, membuat kakinya lebih mudah melangkah.
“Waduuuhh,,, ngga sayang roknya dirobek,,,”
Tapi Zuraida hanya tersenyum, lalu menarik tangan Arga untuk kembali berjalan. Keduanya melangkah pelan beiringan, layaknya dua remaja yang tengah dimabuk asmara.
“Gaa,, tadi Dako sempat marah padaku,,,”
“Kenapa? Memang sih,, yang kita lakukan saat game tadi memang kelewatan? Tapi bukankah dia melakukan hal yang sama pada Aryanti?,,,”
“Ngga tau,,, mungkin dia marah karena aku membiarkanmu membuang di dalam,,,”
Jawab Zuraida lemah.
Arga terdiam mencoba memahami reaksi emosi Dako yang membuatnya bingung, di satu sisi sahabatnya itu terus menggoda kelelakiannya untuk menaklukkan istrinya, tapi setelah semua terjadi justru mengumbar emosi.
“Ku kira hatimu seperti batu, Ternyata kau masih menyimpan rasa cemburu,,,” bisik hati Arga, sambil tersenyum menggeleng-gelengkan kepala.
Hati sahabatnya ternyata tidak berbeda jauh dengan dirinya.
“Kenapa? Koq malah senyum-senyum sendiri,,”
“Ehh,,, ngga apa-apa,,, Emm,, Apa kamu benar-benar dalam masa subur,,,”
Zuraida mengangguk, tersenyum kecut, “Kami memang tidak pernah menggunakan kontrasepsi, Dako sudah sangat ingin memiliki anak,” terang Zuraida.
Arga manggut-manggut. Berbeda dengan dirinya dan Aryanti, yang sepakat menggunakan kontrasepsi implant. Aryanti terpaksa menunda kehamilannya dengan alasan karir, dan Arga cuma bisa mengangguk setuju. Tangan Arga tak lagi menggandeng Zuraida, tapi beralih memeluk pundak dokter cantik itu. Tak ada lagi kata-kata yang terucap, masing-masing sibuk dengan lamunannya, pikiran mereka dipenuhi oleh segala keterbatasan yang memagari hubungan rasa dan hati mereka yang terlarang. Melebihi tingginya tebing karang yang memisahkan bibir pantai, yang tak terasa kini berada tepat di depan mereka.
“Berani menyebrang kesebelah sana?,,,” tantang Arga sambil menunjuk celah tebing. “Kalo sore celah itu hilang, tertutup air pasang,,, Berani?,,,”
“Ngga ahhh,,, takut ngga bisa balik,,,”
“apa kamu tidak percaya padaku?,,,” kata-kata Arga berubah menjadi serius.
Zuraida terdiam, bingung dengan sikap Arga, mencoba membaca apa yang diingin oleh lelaki yang memeluk pundaknya erat.
“Aku percaya padamu,,, Ayoo,,” jawab Zuraida sambil tersenyum.
“Waaaahhh,,,, di sini pasirnya lebih putih dan lembut,,, koq bisa sih, padahal kan cuma terpisah beberapa meter,,,” seru Zuraida, ketika mereka berhasil melewati celah karang yang cukup sempit itu.
Wanita bertubuh semampai itu berlari, menyusuri pasir yang masih menyisakan riak ombak yang baru saja menyapa. Arga tertawa melihat tingkah Zuraida, yang sedang menampilkan sisi childish nya.
Ujung kaki Zuraida terlihat sibuk mengukir sesuatu diatas pasir, “ARGA JELEK”,,,
“Hahahaaa,,, Biariiinnn,,, yang penting disayang Zee,,,” teriak lelaki itu sambil tertawa, lalu duduk di atas pasir. Membiarkan sang betina yang tengah menikmati panorama pantai pasir putih yang memang sangat jarang ditemui.
Zuraida membentang kedua tangannya, seakan memasrahkan tubuhnya pada angin yang menjilati tubuhnya dengan sapuan yang lembut. Jilbabnya berkibar menari-nari mengikuti irama alam yang begitu tenang dan sepi, sangat sepi, jauh dari jamahan keserakahan anak manusia. Zuraida berjalan menghampiri Arga, matanya menyapu setiap sisi pantai, seolah mencari tau, lalu berbalik menatap Arga, dengan senyum yang terlihat genit, perlahan wanita itu melepas kain yang menutup kepalanya.
Arga tertawa, mencoba memaklumi kebebasan yang tengah dinikmati wanita yang dulu terpaksa di tinggalkannya demi seorang sahabat. Bibir Arga berdecak kagum, saat rambut Zuraida yang panjang terurai tertiup angin, kecantikan seorang Zuraida terlihat begitu nyata, bibir tipisnya yang tersenyum tak mampu menutupi wajah yang tersipu malu. Entah apa yang ada dipikiran wanita yang kini berdiri sekitar 10 meter dari tempat nya duduk.
“Zeee,,, apa kau ingin?,,, owwhh Zee,,,” suara Arga begitu pelan, seolah bertanya pada dirinya sendiri, matanya tak berkedip saat tangan Zuraida mengangkat kaosnya keatas, menayang sesosok tubuh yang putih mulus, sepasang payudara yang tampak ranum dan kencang menghias sempurna, mengokohkan keindahan tubuh dokter cantik itu.
“Cukup,,, Zeee,,, cukuuuup,,, kau bisa membuatku memperkosamu,,, Owwwhh,,, Shiiitt,,,” gumam Arga pelan dengan suara tercekat, nafsunya bergemuruh seiring rok hitam yang dibiarkan jatuh ke pasir, menayang sosok wanita seksi yang sedang bertingkah layaknya seorang model. Bibirnya tersenyum nakal.
Dengan genitnya, telunjuk Zuraida bergerak seolah memanggil Arga. “Apa kau ingin membiarkan gadis cantik ini berenang sendiri?,,,” seru Zuraida.
“Hahahaa,,, jangan salahkan aku jika nanti kau kuperkosa,,, hahahaa,,,” teriak Arga, melapas kaosnya, lalu mengejar Zuraida yang berlari kegolongan ombak kecil yang menyambut tubuh mulusnya.
“Kyaaaa,,, Arggaaaa,,, ummpphh,,,” Zuraida berteriak kencang saat tubuhnya dipeluk Arga dari belakang, keduanya berguling di air gelombang yang kembali ke laut.
“Gaaa,, akuuu ga bisaaa berenaaang,,, Aaargaaa,, ummbbllbb,, ugghh,,” Zuraida tersedak, terminum air laut yang asin, tangannya memegang tubuh sang pejantan dengan erat, mencari perlindungan.
“Hahahaa,, tenang sayang,,, kamu baik-baik saja,,,” ucap Arga, sambil membantu kaki Zuraida menapak lebih kuat.
“Kamu jahaaat,, aku sampai keminum air,,, asin bangeeet”
“Hhhmm,,, maaf yaa,,,” jemari Arga menyibak rambut yang menutup mata indah wanita, yang mempercayakan tubuhnya sepenuhnya pada dekapan erat tangan Arga.
“Gaa,,, akuu,,, emmpphh,,,” kalimat Zuraida terputus oleh kecupan bibirnya. Mata mereka bertemu, saling menatap, mencoba mencari cinta yang tersisa di bola mata Arga.
Arga kembali mendekatkan bibirnya, untuk mengulangi pertemu bibir yang terasa hangat, yang perlahan menjadi lumatan yang lembut. Lidah sang pejantan mencoba mengundang lidah lembut si betina untuk bertandang di rongga mulut yang hangat, sesaat daging lembut itu menyapa bibir Arga, lalu dengan malu-malu mencoba mengejar lidah sang pejantan yang menggelitik menggoda. Saling memberi dan menerima, saling membelit dan menggelitik, saling bertukar ludah seperti yang diminta oleh pasangannya. Ciuman yang begitu cepat berubah menjadi panas sekaligus terasa begitu menghanyutkan. Hingga membuat nafas kedua nya terengah-engah, dan sepakat untuk rehat, mencari oksigen yang terasa begitu langka di sekitar mereka. Zuraida tersenyum, lalu membuka mulutnya, memberi sinyal kepada Arga untuk mencoba bertualang di mulutnya yang menjanjikan kehangatan lebih dari apa yang diinginkan lelaki itu. Sebagaimana lidah mereka yang begitu kompak menari berkejaran. Tangan keduanya pun mencoba menari dia tas kulit lawannya yang basah. Dengan malu-malu tangan Zuraida mencoba mengikuti geliat tangan Arga yang berselancar di atas tubuhnya. Wanita itu hampir tertawa, saat tangannya mencoba meremas pantat Arga yang berotot, sebagaimana jari-jari Arga yang meremasi pantatnya. Namun canda yang tercipta di antara mereka mulai surut seiring anggukan Zuraida yang mengizinkan jari-jari Arga menyapa bibir kemaluan, mengusap lembut lipatan yang begitu sensitif, lalu perlahan menyelusup ke dalam belahan senggama yang mulai basah. Dengan mulut terus saling melumat, Arga menganggukkan kepalanya, memberi izin serupa pada jari-jari lentik yang begitu ingin mengenali perkakas alat kawin sang pejantan. Jantung Zuraida berdegub kencang ketika kedua tangannya menggenggam batang besar yang sudah mengeras. Mata Zuraida terpejam, meremas lembut batang yang ada di genggamannya, saraf-saraf ditangannya dengan begitu jelas menyatakan keperkasaan batang yang dimiliki Arga.
“Gaaa,,,” ucap Zuraida pelan, saat Arga membopong tubuh telanjangnya ke tepi pantai membaringkannya di atas hamparan pasir putih.
Jemarinya yang lentik mengusap pipi lelaki yang kini sudah menindih tubuhnya, perlahan mengucap putingnya yang sudah mengeras. Tak ada lagi kata yang terucap selain lenguhan pelan dari bibir si wanita yang mengusapi rambut bertualang di kedua payudaranya. Suatu pemasrahan diri kepada sang kekasih, dibalut rasa cinta yang terpendam sekian tahun, yang seketika kembali tersulut dalam hitungan nafas. Sepasang mata penuh cinta kembali bertemu, saling meminta dan dipinta untuk babak percitaan selanjutnya. Zuraida mengangguk, meng-amini segala kehendak sang pejantan yang juga dituntut oleh hatinya yang penuh gairah, seiring kain kecil yang perlahan turun menayang gundukan mungil yang terbelah menjadi dua. Wanita cantik itu membuang pandangannya ke samping ketika si lelaki merentang kedua pahanya. Wajahnya memerah saat lantun kekaguman mengalir dari bibir.
Zuraida |
“Zee,,, milikmu indah,,, cantik,,,”
Jari-jari pejantan mengusap lembut, sesekali mencoba menguak gundukan daging yang berisi kismis dengan warna merah muda, begitu bersih, begitu terawat. Dirembesi cairan cinta yang mencoba membasahi sisi-sisi yang dengan cepat menjadi mengkilat.
“Uuuuhhhssss,,, Saayaaaaang,,,”
Sapuan lidah yang lembut, berusaha menyambut tetesan bening yang telah sampai di ujung aliran sungai. Memaksa bibir si betina melantun kan lagu nirwana. Alunan rintihan semakin nyaring terdengar seiring kerakusan lidah sang pejantan yang tak sabar menunggu tetes cinta, mencoba menguak dasar mata air, dan menyeruput dalam hisapan yang penuh hasrat.
“Argaaaa,,, Emmmpphhh,,,” wanita itu mengatup bibirnya, mencoba menyembunyikan nafsu yang menguasai tubuh yang telah polos sepenuhnya. Tapi sungguh itu suatu usaha yang sia-sia. Saraf-saraf ditubuh wanita itu bekerja dengan sempurna menyampai pesan keotak akan rangsangan yang mendera.
“Ooooowwwwhhhssss, Saaayaaaang,,, Stooopss,,, Aaakkhhsss,,,
Nafas menderu, terengah-engah menerima orgasme yang begitu saja mendera, diproklamirkan oleh cairan bening yang mengalir deras dicelah kemaluan yang masih dicumbu lidah yang semakin basah. Pantat dan paha wanita itu terangkat tinggi, mengejat berkali-kali hingga akhirnya kembali jatuh kembali bumi seiring kesadaran yang berusaha menyapa hasrat yang terhempas, begitu terpuaskan oleh layanan sang lelaki.
“Argaa,,, apa kamu mauu,,,” Zuraida tak menyelesaikan kata-katanya saat melihat penis Arga yang mengeras sempurna. Merentang kedua kakinya, memberi tempat pada yang terkasih untuk mengayuh bagian tubuh terdalamnya.
“Peluk akuu,,” rengek Zuraida begitu manja, tangannya meraih leher Arga dan menyambutnya dengan ciuman yang begitu mesra.
“Sudah siap?,,,” tanya Arga dengan wajah jenaka.
“Siaaap,,,”
“Eenghh,,, pelaaaann,,”
“Gaa,, geli bangeeet,, uuhhhsss,,, duuuhhh,, dalaam bangeet sihh masuknyaaa,,,”
“Udaaahh,,, nyampee beluuumm,,”
Bibir Zuraida terus berceloteh, entah untuk menghilangkan rasa malu, entah tengah menikmati penetrasi yang dilakukan dengan perlahan.
“Uuugghh,, mentook,, daleeem bangeeet,,, Gaa,,”
Arga tersenyum, “Aku tidak menyangka, vaginamu yang mungil ini bisa menampung seluruh panjang batangku,,,,, hangat banget didalam,,, licin,, lembut,, tapi lorongnya mencengkram banget,,”
“Iiiihh,, apaan sih,, ga usah dikomentarin gitu dong,,, tapi punyamu emang panjang banget,,, aku ga pernah ditusuk sampe sedalam ini,,, aku juga bisa merasakan otot-otot dari batangmu,,, kerasa banget,, bikin gelii,,,” ucap Zuraida sambil menyampirkan kedua kakinya di atas paha Arga. Mengokohkan posisi batang di dalam kemaluannya.
“Lhooo,, katanya ngga boleh ngomentarin,,, ehh,, kalo sambil meremas ini bolehkan?,, habisnya kenyal banget,, apalagi,,,”
“Sayaaang,,Kita mau ngobrol atau mau apa sih ini,,, punyaaaku,, punyaakuu,,” Zuraida mulai menggeliat, menikmati ulah Arga yang memanjakan kedua payudaranya, sementara lorong vaginanya penuh dijejali batang si pejantan.
“Punyamu mulai gatal?,, pengen digaruk seperti ini?,,” sambut Arga, perlahan menggerakkan batangnya, menikmati setiap inci dekapan daging lembut milik seorang wanita yang setiap hari mengenakan jilbab.
“Eeeenghh,, iyaa,,, Eeeuuuhhhss,,,”
“Gaaa,, punya mu besar bangeeet,,,” rintih wanita itu, Arga yang mengangkat tubuh memberi Zuraida kesempatan untuk melihat langsung bagaimana alat senggama mereka bertemu.
Menghilangnya batang besar kedalam bibir kemaluan yang mungil menjadi pemandangan yang penuh sensasi bagi keduanya. Tanpa bisa dicegah tubuh keduanya bergerak semakin cepat. Mencari kenikmatan yang ditawarkan.
“Oooowwhhh,,, Argaaa,,, akuuu keluaaarrr,,,” vagina Zuraida berkedut, tubuhnya mengejang, memeluk tubuh Arga dengan kuat.
“Zeee,,, aku jugaaa,,,, aku jugaaa mauu keluaarrr,, emmpphh,,,”
Seketika wajah Zuraida yang masih menikmati sensasi orgasme terlonjak kaget. “Gaa,, please,, jangaaan dikeluariin didaalaaam,,,oowwhhh,,, kumohooon jangaaaann,, Aaagghh,,,”
Payudara Zuraida bergerak liar seiring hujaman batang yang semakin cepat menggempur selangkangannya. Matanya memohon pengertian Arga.
“Aaaagghhh,,,Zeee,, akuuu ingiiin di daaaalam tubuuuhmuuu,, akuuu,,,”
“Jaaangaaan Gaaa,, kumoohoooonn,,,”
“Aaaaakkkhhssss,,, Ooowwhhh,,,Ooowwhhh,,,,” seketika semprotan sperma menghambur di atas perut yang mulus, beberapa menyapa leher dan dagu si cantik yang terengah-engah.
“Maaf Gaa,, maaf,,, aku pun ingin cairan cintamu memenuhi rahimku,, sangat ingin,, tapi itu tidak mungkin,,,” di dasar hatinya, wanita itu ingin memberikan kesempurnaan dalam persetubuhan, menyediakan tubuhnya untuk menerima hasrat lelaki yang yang dicintainya. Tapi secuil kesadaran coba mengingatkan status mereka. Dan akibat fatal yang bisa saja terjadi.
“Tidak apa-apa?,,, inipun sudah luar biasa banget,,, lebih joss dan nikmat dibanding saat kita melakukannya sambil berlari tadi?,,,”
“Ihhh,, Argaaa,,” Zuraida mencubit pinggang Arga, saat lelaki itu membalikkan tubuh mereka, lalu memeluk Zuraida yang kini berada diatas, membiarkan tubuhnya dibawah tindihan penuh kasih sayang.
“Kapan ya kita bisa-jalan-jalan seperti ini lagi?,,,” celetuk Arga tiba-tiba.
Arga menarik tangan Zuraida, lalu mengecup punggung jari-jari yang lentik, tapi sesaat kemudian geraknya terhenti ketika secara tidak sengaja pandangannya terbentur cincin pernikahan yang menghias jari manis Zuraida.
“Mungkin ini untuk yang terakhir kali,,” Jawab Zuraida, lirih. Sebuah pertanyaan yang saat itu sangat tidak ingin didengar oleh telinganya.
“Maaf,,,, Zee,,,”
Namun terlambat, mata indah wanita itu perlahan dialiri air mata. Bola matanya yang bening menatap wajah Arga, berusaha menyampaikan pesan tentang kepedihan hati yang kini mendera. Lalu membenamkan kepalanya di leher Arga dengan pelukan yang begitu erat. Air mata mengalir semakin deras, menumpah segala beban cinta yang tak pernah mampu mengalir dengan sempurna. Arga mengusap lembut rambut basah Zuraida yang mulai mengering.
“Zee,,,
Sampai kapanpun aku akan selalu mengingatmu,,,
Memujamu dalam diam,,,
Mencintamu dengan caraku sendiri,,, ”
to be continued...
By: MojoJos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar