Selasa, 26 November 2013

Gaby, Istri yang Ternoda: Awal Perbudakan


Gaby
Namaku Gaby. Aku adalah istri dari seorang pegawai rendahan bernama Mas Hendra. Secara fisik, penampilanku termasuk di atas rata-rata, tubuhku tidak tinggi namun sintal dengan payudara 34B, rambutku yang sedikit bergelombang biasa kubiarkan terurai hingga dada, Pernikahan kami sudah berjalan selama dua tahun, namun kami masih belum dikaruniai momongan. Itu bukan karena kami sengaja menundanya, melainkan karena Mas Hendra mengalami disfungsi ereksi. Meski demikian, kami menjalani hidup dengan bahagia di sebuah rumah kontrakan sederhana. Sebenarnya aku dan Mas Hendra sering bercinta, tapi sepertinya sperma Mas Hendra tidak sampai masuk ke rahimku sehingga aku sulit hamil. Saat penisnya baru masuk setengahnya, ia sudah keluar duluan. Untuk masalah ini, aku harus benar-benar bersabar, sebab gairah seksualku terbilang tinggi. Mas Hendra tidak sanggup mengimbangiku. Meski demikian, aku tetap sayang dan mencintai Mas Hendra apa adanya. Namun ada satu hal yang membuat kebahagiaan kami terusik. Di belakang rumah kami tinggal seorang preman yang suka bersikap semaunya, termasuk kepada kami. Namanya Cakra, tapi orang-orang biasanya memanggilnya Ceker. Usianya mungkin dua tahun di bawahku. Dia belum menikah, dan tinggal bersama neneknya yang sudah tua. Orangtuanya entah ke mana. Mas Hendra sangat takut kepada Ceker. Pernah dulu saat kami sedang jalan berdua, kami berpapasan dengan Ceker. Mas Hendra mencoba bersikap sopan kepadanya. Namun, Ceker malah membentaknya dan bersikap kasar. Dia mengeplak kepala Mas Hendra di depan mataku. Ceker meminta uang (memalak) kami. Mas Hendra buru-buru menyerahkan uang 50 ribu yang ada di kantongnya. Beruntung Ceker segera pergi. Sejak saat itu Ceker sering bersikap semena-mena terhadap Mas Hendra. Sudah terhitung lagi Cakra memalaknya. Mas Hendra tidak berani melawan, ia memang seorang yang lembut dan tidak suka cari ribut. Tubuh Cakra begitu kekar, dan Mas Hendra merasa tidak akan menang melawannya apalagi ia bukan orang yang suka berkelahi. Kabarnya dulu Cakra bekerja di pedalaman Kalimantan selama beberapa tahun. Mungkin itulah yang membuat tubuhnya kekar dan berisi.

Pada suatu pagi, Cakra lagi-lagi berbuat ulah. Saat itu hari libur. Aku dan Mas Hendra sedang asyik bersantai di rumah. Tiba-tiba Cakra masuk, lalu memaksaku untuk ikut dengannya menghadiri acara pernikahan temannya. Katanya ia tidak mau pergi sendiri. Mas Hendra dan aku mencoba menolaknya dengan halus, tapi Cakra malah berkata dengan kasar, bahkan hampir memukul Mas Hendra. Akhirnya aku buru-buru menyanggupinya sebelum Mas Hendra terluka. Aku pun segera masuk ke kamar untuk berganti baju. Ah, sial. Pakaianku banyak yang masih belum kering. Yang tersisa di lemari hanya baju batik terusan tanpa lengan dengan bagian bawah tidak sampai mencapai lutut. Jika tanganku terangkat sedikit, maka ketiakku langsung terlihat. Ah, aku malu, sebab ada bulu-bulu halus di ketiakku. Aku belum sempat mencukurnya lagi. Tapi tidak ada pilihan lain, aku terpaksa memakai baju seksi tersebut. Aku sempat melihat Cakra terperangah melihatku keluar kamar. Mungkin ia terpesona dengan keseksian dan kecantikanku. Belahan dadaku juga terlihat sedikit. Mas Hendra melepas kepergianku sambil mengecup keningku. Ia meminta maaf karena tidak bisa beruat apa-apa. Aku mengatakan tidak masalah, sebab hanya pergi sebentar. Aku berusaha menghiburnya supaya dia tidak terlalu merasa bersalah. Aku membonceng motor RX King milik Cakra dengan posisi mengangkang. Tadinya aku ingin duduk dengan posisi menyamping, tapi hal itu tidak mungkin dilakukan, sebab bentuk jok motornya terlalu menyulitkan. Berkali-kali aku berusaha menutupi paha mulusku yang tersingkap karena rokku terangkat. Tapi percuma saja. Akhirnya aku terpaksa membiarkan para pria hidung belang di jalan melihat pahaku yang putih dan padat itu. Sebagian jalanan yang kami lewati begitu buruk. Aku terpaksa berpegangan pada bahu Cakra supaya tidak terjatuh. Luar biasa, bahunya terasa kokoh sekali. Benar-benar bahu seorang pria sejati. Tapi aku segera menepis kekaguman itu setelah mengingat bahwa Cakra adalah preman yang sering mengganggu kehidupanku dan suamiku. Aku dan Mas Cakra tidak berlama-lama berada di acara pernikahan. Setelah bersalam-salaman dan menikmati hidangan yang ada, kami langsung pulang. Baru setengah jalan, tiba-tiba Cakra berhenti, lalu menelepon seseorang.
“Ndes, kamu di mana? Aku pinjem kontrakanmu, ya? Kuncinya di tempat biasa, kan?” ujar Cakra dengan temannya di ujung telepon sana.
Setelah itu, ia menutup telepon, lalu melanjutkan perjalanan. Di sebuah persimpangan, ia membelokkan sepeda motor ke arah lain.
“Kita mau ke mana, Mas?” tanyaku dengan jantun.g berdebar-debar.
“Sudah, ikut aja! Nggak usah banyak tanya!” bentak Cakra. Aku langsung terdiam karena takut.

Setelah beberapa lama, kami tiba di rumah sederhana. Kanan-kirinya hanya ada kebun jagung. Cakra mengambil kunci di bawah keset, lalu membuka pintunya. Ia menarik tanganku dan menyuruhku masuk ke dalam. Aku sempat memberontak. Tapi, Cakra terlalu kuat sehingga ia bisa menarikku ke dalam. Rumah itu ternyata hanya sebuah kamar berukuran 5x4 m yang dilengkapi dengan kamar mandi. Di kamar itu ada sebuah kasur tanpa tempat tidur. Aku duduk di situ dengan takut-takut. Setelah menutup pintu, tiba-tiba Cakra membuka bajunya. Sesaat aku terpesona melihat dadanya yang begitu bidang dan perutnya yang kotak-kotak. Cakra memelukku hingga aku terjatuh ke kasur, lalu berbisik,
“Gaby, ayo layani aku. Jangan teriak!”
Aku tersentak dan berusaha memberontak. Pikiran negatifku terbukti, ia hendak memperkosaku! Tapi, aku tidak berani teriak. Cakra berusaha menciumku, tapi aku menolaknya dengan menggeleng-gelengkan kepala.
“Jangan Mas...jangan...kumohon!!” aku menghiba dan terisak
Tanpa mempedulikan permohonanku ia terus berusaha menyosor bibirku. Pada sebuah kesempatan, akhirnya ia berhasil melumat bibirku. Tangannya yang kasar itu mulai meraba-raba dadaku. Ia melakukannya dengan tegas khas lelaki yang kuat. Sesekali ia juga melakukannya dengan lembut. Aku benar-benar dibuat belingsatan. Aku mati-matian berusaha menahan nafsu yang mulai melandaku. Tapi, aku tidak bisa menipu diri sendiri. Entah kenapa lama-lama aku mulai membalas ciuman Cakra yang menggairahkan itu. Bahkan ketika Cakra memelorotkan baju batik yang kupakai, aku tidak menolaknya sama sekali! Cakra mengangkat kedua tanganku, lalu ciumannya mengarah ke ketiakku. Ia melepas BH-ku hingga kedua buah dadaku yang padat dan kencang itu tersingkap. Cakra meremas-remas dadaku sambil tetap menjilati ketiakku. Sesekali tangannya juga meraba-raba puting susuku dengan lembut. Oh, rasanya nikmat sekali. Aku menggigigit bibir bawahku karena keenakan.
“Mas Hendra...maaf, aku tidak sanggup lagi” tangisku dalam hati
Aku merasa bersalah sekali. Aku telah membiarkan orang lain yang bukan suamiku menjarah tubuhku, mencumbuiku serta menikmati dadaku. Padahal, selama ini yang bisa melakukannya hanya Mas Hendra, suamiku. Tapi, aku membela diri bahwa aku tidak punya pilihan lain. Jika memberontak, bisa saja Cakra membunuhku di tempat yang sepi itu. Nafsu pun semakin menguasaiku. Aku meremas-remas kepala Cakra sambil mendesah-desah.
Cakra/ Ceker
Ciuman Cakra terus turun hingga mencapai perutku. Aku mengerang keenakan. Tangannya yang kokoh itu mencoba melepaskan celana dalam warna pink yang kupakai. Bukannya menolaknya, aku malah mengangkat tubuhku supaya celana dalamku mudah dilepas. Kini aku benar-benar telanjang bulat. Cakra membuka kedua pahaku, lalu mengamati vaginaku yang ditumbuhi bulu-bulu yang agak lebat itu. Rupanya vaginaku sudah sangat basah. Aku merasa malu sekali. Cakra adalah orang pertama yang melihat kemaluanku selain suamiku sendiri. Tiba-tiba, kepala Cakra masuk ke pangkal pahaku, lalu mencium dan menjilati vaginaku.
“Aaakhhh...ssshhh” aku menjerit kecil sambil menggigit bibir.
Baru kali ini aku dioral. Bahkan Mas Hendra pun belum pernah melakukannya sama sekali. Aku serasa terbang di awang-awang. Rasanya sungguh nikmat! Cakra sepertinya tahu di mana titik-titik sensitif seorang wanita. Saat itu aku benar-benar tidak mempedulikan statusku lagi sebagai istri Mas Hendra. Aku di bawa ke langit ketujuh oleh Cakra. Aku mengencangkan kedua pahaku hingga kepala Cakra jadi agak terjepit. Meski demikian, hal itu tidak menganggu aktivitasnya. Ia tetap mengoralku, sementara tangannya meremas-remas dadaku. Aku tidak bisa membayangkan, apa yang terjadi jika Mas Hendra melihatku dalam kondisi seperti ini. Apakah ia akan diam saja atau melawan Cakra? Ah, aku tidak bisa mengira-ngiranya. Beberapa lama kemudian, Cakra berhenti mengoralku. Ia melepas celana panjang dan celana dalamnya dengan cepat. Astaga, penis Cakra besar sekali! Tegak dan benar-benar terlihat kokoh, sangat serasi dengan tubuhnya yang kekar itu. Cakra membangunkanku, lalu memaksaku untuk mengoralnya. Aku pun menuruti kemauannya dengan setengah terpaksa. Lagi-lagi ini adalah pengalaman pertamaku. Aku mencium penis Cakra dengan canggung, lalu mulai mengoralnya. Rasanya asin. Cakra sepertinya suka sekali dengan caraku mengoralnya. Tangannya meremas kepalaku, dan sesekali menyingkirkan rambutku yang panjang itu dari mukaku. Tiba-tiba saja aku merasa hina. Aku adalah seorang istri baik-baik, tapi sekarang malah mengoral seorang preman, bahkan seorang yang sangat kubenci karena sering menindas aku dan suamiku. Cakra menarik penisnya dari mulutku, lalu melumat bibirku. Aku membalas ciumannya itu dengan penuh gairah. Lidahku dan lidahnya saling terpagut. Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku, semuanya berjalan begitu saja. Tanganku secara spontan merangkul kedua lehernya. Siapapun yang melihat kami pasti sepakat bahwa adegan itu bukan merupakan sebuah pemerkosaan. Cakra menidurkanku, lalu membuka kedua pahaku yang sintal dan padat berisi itu. Vaginaku pun terbuka lebar. Bulu-bulu hitamnya tampak kontras dengan pahaku yang putih. Aku sudah benar-benar pasrah. Ia menjilati leher dan ketiakku, lalu perlahan-lahan mulai memasukkan penisnya ke vaginaku.

“Jangan… jangan… jangan….” di mulut aku menolak dan tubuhku meronta untuk menghindari disetubuhi olehnya, namun vaginaku terasa gatal sekali. Di satu sisi aku ingin segera menikmati penis besar Cakra yang nampak lebih perkasa dari milik Mas Hendra itu, tapi di sisi lain hati nuraniku berkata untuk menjaga kesucianku sebagai istri Mas Hendra.
“Aaaaaaah….” Aku menjerit kecil saat penis Cakra berhasil masuk ke liang kenikmatanku.
Aku mendongakkan kepalaku ke atas dan membusungkan dadaku. Nikmatnya sungguh tidak terkatakan! Selanjutnya Cakra mulai menyetubuhiku. Aku mendesah-desah dengan penuh gairah saat Cakra menggenjotku. Tubuhnya bersimbah peluh. Begitu pula dengan tubuhku. Aku meraba-raba dadanya yang bidang dan gagah itu. Saat itu pula aku sudah tidak bisa mendengarkan nuraniku lagi, aku pun larut dalam nikmatnya birahi. Setelah beberapa lama, kami pun berganti posisi. Dia menyuruhku nungging, lalu mulai menggenjotku dari belakang. Tangannya mencengkeram kedua pinggangku. Aaah, Cakra benar-benar pintar bercinta. Desahanku pun semakin keras saja. Aku tidak peduli bila sampai ada orang yang mendengarnya. Tubuhku meliuk-liuk tak beraturan. Setelah beberapa lama, kami berpindah posisi lagi. Kali ini aku kembali berada di bawah, sementara Cakra menggenjotku dari atas sambil mengamati wajahku yang terlihat memerah karena keenakan. Aku merasa malu sekali dipandangi dalam keadaan seperti itu. Tapi, aku sudah tidak peduli lagi. Aku hampir keluar, dan Cakra masih terus menggenjotku.
“Lebih cepat lagi, Mas… lebih cepat lagi….” Ujarku, lirih. “Tolong nanti dikeluarin di luar, Mas.” lanjutku lagi.
Tak disangka, Cakra malah memperlambat genjotannya. Hal ini membuatku belingsatan.
“Ayo Mas, dicepetin lagi….” aku menatap Cakra dengan pandangan sayu sambil memohon kepadanya, sungguh aku benar-benar merendahkan harga diriku sendiri.
“Aku mau ngeluarin di dalem. Boleh, kan? Aku mau menghamili kamu,” kata Cakra sambil menyeringai.
Aku tersentak kaget. Ucapannya benar-benar kurang ajar.
“Jangan, Mas! Aku mohon, keluarin di luar aja,” ucapku, sambil berusaha menggoyang-goyangkan pinggulku sendiri, sebab genjotan Cakra menjadi sangat lambat.
Cakra diam saja, lalu benar-benar menghentikan genjotannya.
“Mas, ayo mas… plis….” aku benar-benar memohon kepadanya supaya dia melanjutkan genjotannya. Seperti ada sesuatu yang mau meledak di dalam vaginaku, tapi tertahan sehingga membuatku gelisah.

Cakra masih diam. Aku sudah tidak tahan lagi, lalu berkata dengan lirih dan pasrah kepadanya, “Ya udah Mas, keluarin di dalem.”
“Apanya? Ngomong yang jelas!” seru Cakra.
“Keluarin di dalem aja supaya aku hamil! Mas Cakra boleh menghamiliku! Ayo Mas, hamili aku!” aku setengah berteriak.
Aku kaget mendengar ucapanku sendiri. Rupanya aku benar-benar sudah dikuasai nafsu sehingga mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh itu, betapa murahanya aku menyadari diriku menjadi seperti ini. Cakra tersenyum penuh kemenangan, lalu kembali menggenjotku. Aku mendesah-desah tak karuan. Tanganku menggapai-gapai benda apa pun yang bisa kugenggam.
“Sedikit lagi… sedikit lagi… ayoo….” aku terus menyerocos. Aku mulai mendekati puncak kenikmatan. Belum pernah aku merasakan proses yang demikian hebat itu, sebab selama ini Mas Hendra tidak mampu mengimbangiku.
Sepertinya Cakra juga mau keluar. Ia memelukku dari atas, lalu melumat bibirku. Aku membalas ciumannya dengan panas. Aku pun memeluk punggungnya dengan erat. Dadaku menempel dengan erat di dadanya yang kekar. Cakra semakin mempercepat genjotannya. Desahanku semakin keras, tapi tidak terdengar jelas karena bibirku sedang dilumat oleh Cakra. Beberapa detik kemudian….
“AAAaaahhhh!!!” aku menjerit sambil membusungkan dada.
Tubuhku melengkung ke atas. Pangkal pahaku bergetar hebat. Jari-jari tanganku mencengkeram punggung Cakra dengan kuat. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kenikmatan yang belum pernah aku rasakan. Aku benar-benar terbang ke puncak kenikmatan dunia. Tubuh Cakra juga terasa bergetar. Rupanya kami orgasme bersama-bersama. Sperma milik preman itu memancar dengan kuat dan membanjiri liang kehormatanku. Aku telah membiarkan cairan lelakinya masuk ke dalam vaginaku. Kami sama-sama diam, mungkin masih menghayati sisa-sisa kenikmatan yang ada. Napas kami terengah-engah. Tiba-tiba aku ingat bahwa aku sudah terlalu lama pergi. Mas Hendra pasti mencariku. Aku pun segera bangkit dari kasur, membawa semua pakaianku ke kamar mandi, lalu membersihkan diri. Aku keluar dari kamar mandi setelah selesai berpakaian. Setelah itu gentian Cakra yang membersihkan diri di kamar mandi. Setelah semuanya beres, kami bergegas pulang. Dalam perjalanan, aku hanya diam, sebab masih terpesona dengan kenikmatan luar biasa yang baru saja aku rasakan.

****
“Gaby, makasih, ya,” ujar Cakra sambil menyeringai saat menurunkanku di depan rumahku.
Aku tidak menjawab apa-apa. Setelah itu ia langsung pergi dengan RX King-nya. Mas Hendra menyambutku dengan riang.
“Kok lama sayang?” tanya Mas Hendra.
“Iya Mas, tadi Mas Cakra ngobrol lama sama teman-temannya,” jawabku, berbohong.
Mas Hendra tersenyum lembut, lalu menyuruhku masuk. Katanya dia sudah menyiapkan teh hangat untukku. Aku terharu, lalu buru-buru masuk ke rumah dan pamit mau mandi. Aku tidak mau melihat Mas Hendra melihatku menitikkan air mata.
“Mas Hendra, seandainya kamu tahu.... Istrimu tercinta ini baru saja dinodai orang. Di dalam rahim istrimu ini ada benih-benih preman yang selama ini sering memalakmu. Maafkan aku, Mas....” aku membatin sambil berusaha menahan tangis

####
Pagi itu aku sedang sibuk di dapur mempersiapkan makanan, ketika sedang membasuh sayuran tiba-tiba kurasakan remasan pada pantatku.
”Eeehh...Mas, pagi-pagi udah genit ya” seruku sedikit kaget
Mas Hendra tertawa dan mendekap tubuhku dari belakang, tangannya meraba buah dadaku dengan lembut.
“Iiihhh...jangan ah...aku kan lagi kerja nih!” kataku menepis tangannya.
“Hahaha...ayo dong say, kan masih cukup waktu, masih sempat kok sebelum ngantor nih.” Mas Hendra menggesekkan selangkangannya yang sudah menegang pada pantatku menggodaku
“Dasar, baru bangun juga udah omes gitu” candaku sambil tertawa.
Aku pun pasrah meletakkan selada yang sedang kucuci pada wadah untuk menikmati perlakuannya padaku. Tangan Mas Hendra menaikkan rokku dan merabai pahaku naik hingga ke vaginaku yang masih tertutup celana dalam. Mau tidak mau, aku pun mulai hanyut karena sentuhan erotisnya, kurasakan vaginaku mulai basah.
Mas Hendra mengecup telingaku dan berkata, ”Punya istri secantik dirimu, siapa yang akan pernah bosan!” sambil mencium pipiku
Ketika aku menengokkan wajahku, ia langsung melumat bibirku lembut. Aku mengeluarkan lidahku membalas lidahnya yang menjilati bibirku, kulingkarkan tanganku ke lehernya. Karena sudah terbakar nafsu, aku pun tak perlu waktu lebih lama untuk mengimbanginya. Sebentar saja kami sudah beradu lidah dengan liarnya, tanganku yang satu menjulur ke belakang bawah meraba selangakannya yang sudah mengeras. Tangan Mas Hendra dengan cekatan mempreteli kancing gaun tidurku, payudaraku langsung menyembul keluar karena tidak memakai bra. Dengan gemas ia memilin dan meremas puting payudaraku, sambil tangan kanannya merogoh masuk ke dalam celana dalamku. Aku sendiri tidak bersikap pasif seperti patung, tanganku meraih resleting celana Mas Hendra dan menurunkannya, celana panjang yang dikenakannya agak gombrong sehingga tidak sulit bagiku meraih penisnya dari balik celana dalam.
“Bentar...bentar say...” ia berhenti sejenak meremas payudaraku untuk membuka gesper dan kaitan celananya, “ntar kalo kejepit kan berabe”
Aku tertawa dengan tingkahnya itu, “hihihi...sendirinya yang pengen cepet-cepet, bangun-bangun udah minta gituan”
Celananya pun melorot ke lantai dan ia turunkan celana dalamnya hingga lutut. Tangaku meraih batang penisnya yang sudah menegang dan mulai kukocok perlahan, naik turun dengan begitu lembut. Ia juga meneruskan remasannya pada payudaraku dan mulutnya mengecupi lembut pundak dan leherku. Tangannya yang satunya mengobok-obok di balik celana dalamku.
“Ssshhh...say...” desahku lirih sambil memejamkan mata menikmati sentuhan jarinya pada bibir vaginaku, kurenggangkan pahaku agar tangannya lebih leluasa merambahi wilayah kewanitaanku. Kurasakan jarinya mulai masuk ke dalam, satu jari, lalu disusul satu jari lagi, uuhhh...nikmatnya, aku menyukai gayanya yang lembut ditambah lagi gelora cinta di antara kami berdua.

“Wah, cepet banget basahnya say” kata Mas Hendra sambil tersenyum menatap wajahku yang sudah memerah sayu dari samping belakang.
“Makanya cepetan dong, ntar telat nyalahin gua lagi!” kataku tak sabar.
Mas Hendra langsung mendudukkan tubuhku di tepi meja dapur,  tapi bukannya langsung to the point, ia malah mengarahkan mulutnya ke arah payudaraku yang membusung tegak. HAP! Mulutnya pun mencaplok yang kanan. Disedotnya putingku yang sudah menegang kuat-kuat, lidahnya menari lincah di atas sana.
“Mas...aahhh....eeemmhhh” aku mendesah dan meremasi rambutnya, sensasi geli ini sungguh membuaiku, tapi aku menyukainya. Kubiarkan Mas Hendra terus menyusu dari payudaraku ini.
Tak lama, mulutnya pindah ke yang kiri. Hhhmmm...kali ini hisapannya terasa lebih kuat. Sambil menjilat, beberapa kali giginya ikut bermain dengan menggigit perlahan putingku yang kini semakin mengeras saja.
“Owhh, sssshh!” aku hanya bisa mendesis menerima semua perlakuan itu. “Sekarang dong say...tusuk memekku.” bisikku lirih. “aku sudah kepengen banget nih!”
“Of course say” kata Mas Hendra menganggukkan kepala.
Ditariknya celana dalamku hingga lepas sehingga vaginaku kini mekangkang ke arahnya. Tangannya masih saja menggerayangi tubuhku, terutama sepasang gunung kembarku yang merupakan anggota tubuhku yang ia sukai. Ia terus memijit dan meremas-remasnya penuh nafsu. Sambil bibir kami tetap berpagutan aku merasakan penis suamiku itu berada tepat gerbang vaginaku, ia menggesek-gesekkan benda itu ke bibir vaginaku yang sudah becek dengan penuh perasaan.
“Ayo cepet, sekarang Mas!” rengekku memelas.
Mengerti akan hasratku yang tak bisa ditahan lagi, dengan perlahan Mas Hendra pun mulai mengarahkan kepala penisnya ke arah vaginaku. Digesek-gesekkannya ujung batang penis itu di luar bibir kemaluan Lucia. Ia berusaha melumasi seluruh batang penisnya dengan cairan vaginaku yang berleleran di sana sebagai pelumas. Setelah dirasa cukup licin Mas Hendra pun siap menusukku.
”Okay say, kumasukin sekarang ya!” bisiknya sambil mengecupku dengan lembut.
Kurasakan kepala penis Mas Hendra melesak masuk dan dijepit oleh dinding vaginaku yang berdenyut-denyut.
“Ooohhh yaaahh Mas” erangku mengiringi proses penetrasi
Rasanya begitu hangat, kenyal, namun keras saat batang penis suamiku memenuhi liang senggamaku. Sambil tetap meremas-remas payudara kiriku, Mas Hendra mendorong batang penisnya hingga benda itu menancap seluruhnya. Kedua alat kelamin kami pun akhirnya menyatu dan saling mengisi satu sama lain.

“Uhh,” aku mendesah pelan sambil memejamkan matanya rapat-rapat.
Walau sudah terbiasa dengan ukuran penis Mas Hendra, namun tetap saja, ada sedikit rasa nyeri yang timbul. Namun aku berusaha mengabaikannya, rasa nyeri itu akan segera berubah menjadi rasa nikmat kalau Mas Hendra sudah menggenjotku. Ia menggeser-geser posisi tubuhnya, berusaha mencari posisi yang paling nikmat dalam persetubuhan kami pagi itu. Perlahan, batang penisnya mulai ia gerakkan maju-mundur. Denyut-denyut kejantanan Mas Hendra dapat kurasakan sehingga membuat organ kewanitaanku semakin membanjir, sebagian cairan kewanitaanku bahkan mulai meleleh membasahi bibir meja dari bahan marmer ini saking banjirnya. Tak peduli dengan semua itu, Mas Hendra terus menggerakkan pinggulnya maju mundur, bahkan ia terlihat begitu menikmatinya. Malah semakin lama, tusukannya menjadi kian cepat dan dalam hingga terdengar bunyi berdecak akibat tumbukan alat kelamin kami ditambah beceknya vaginaku.
“Enak gak sayang?” tanya Mas Hendra sambil terus menggenjot vaginaku.
Saking enaknya, aku hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Aku tersenyum mendesis sambil berusaha menganggukkan kepala. Aku hanya bisa  melenguh keenakan saat gelombang kenikmatan itu perlahan datang, membuat jantungnya berdetak semakin cepat dan nafasnya menderu tak kalah berat.
“Shhhh, aku mau keluar, Sayang. Ayo, tusuk memekku lebih dalam.” desahku menyemangati suamiku.
Tanpa harus disuruh lagi, Mas Hendra semakin mempercepat sodokan penisnya. Begitu cepatnya hingga tubuhku jadi terhentak-hentak karenanya.
“Aaahhh...aahhhh...terusss...mas terusss...enak gitu!!” mulutku makin menceracau tak karuan
‘Trang!’ panci yang akan kupakai untuk merebus sayuran yang sudah kuisi air sepertiganya itu tersenggol olehku hingga jatuh dan airnya pun tumpah membasahi lantai.
“Shhh... oughh... dikit lagi! Sshh... arghhh iya terus!” aku terus mengerang tanpa mempedulikan panci yang terjatuh itu.
Dinding vaginaku semakin berkedut-kedut hingga akhirnya cairan kental membanjir dari dalam sana. Mas Hendra mengimbangi dengan semakin mempercepat goyangannya, dan tak lama kemudian...
“Uuuhhh...gggrrhh” ia melenguh dengan mata membelakak, penisnya ia tekan sedalam mungkin ke vaginaku.
Sesaat kemudian cairan hangat menyemprot beberapa kali dari ujung batang penisnya mengisi vaginaku. Akhirnya pagi ini aku berhasil merengkuh kenikmatan bersama pria yang kucintai. Kinerja Mas Hendra dalam hubungan seksual memang naik turun, kadang ia mudah lelah sehingga keluar duluan di saat aku belum puas, dan ini yang sering terjadi, tapi di kala kondisinya prima kami mampu meraih kepuasan maksimal seperti pagi ini. Sebagai istri aku mengerti tenaga dan pikirannya banyak tercurah di kantor sehingga kadang stress dan tentunya berpengaruh pada performanya, namun sebagai wanita aku pun menginginkan kepuasan dalam bercinta dan jujur saja seringkali aku kecewa kalau Mas Hendra ejakulasi duluan dan meninggalkanku dalam kondisi nanggung. Terus terang aku meraih kepuasan lebih ketika bercinta dengan Cakra tempo hari lalu. Ooohhh...tidak, mengapa aku berpikir begitu? Preman itu memaksaku kenapa aku sampai berpikir seperti itu, sungguh dilema bagiku.
“Ahhh...aku sayang banget sama kamu!” ucapnya sambil mengecup bibirku, penisnya masih menancap di vaginaku dengan semprotan makin lemah, benda itu juga mulai menyusut di antara himpitan dinding vaginaku
“Sama Mas, aku juga!” jawabku lalu balas memberikan ciuman ringan di bibirnya.
Setelah merasa lebih segar kami pun mulai berbenah diri. Aku mengancingkan kembali gaun tidurku dan memakai celana dalamku lagi, demikian juga Mas Hendra. Kami menikmati sarapan sambil mengobrol ringan.
“Sampai nanti yah sayang!” Mas Hendra mendekapku dan mengecup dahiku setelah menyelesaikan makannya.
Aku mengantar kepergiannya hingga ke gerbang rumah kami. Setelah sosoknya tidak terlihat lagi aku pun kembali ke dalam.

Hari itu sudah empat hari sejak “perkosaan” itu terjadi. Selama itu pula Cakra tidak terlihat di rumahnya yang berada tepat di belakang rumahku, hanya dipisahkan oleh pekarangan tak bertuan sejauh 20 meter. Kabarnya ia sedang berada di luar kota. Ada yang bilang bahwa ia merupakan anggota penjahat bajing loncat. Karena itulah ia sering pergi ke luar kota untuk “bertugas”. Entah kenapa aku merasa seperti ada yang kurang selama 4 hari itu. Apakah aku berharap bisa bertemu dengan Cakra? Ah, aku buru-buru menepis anggapan itu. Cakra adalah preman, dan ia telah memperkosaku. Sungguh aneh bila aku merindukannya. Tapi, harus kuakui bahwa jauh di dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku sangat mengharapkan kenikmatan yang dulu kudapat saat disetubuhi Cakra. Aku tidak bisa mendapatkannya dari Mas Hendra. Karena itulah, ketika mandi sore itu aku tanpa sadar melakukan masturbasi di bawah shower membayangkan kokohnya dada Cakra yang bidang, perutnya yang sixpack, dan penisnya yang keras. Membayangkan diriku disetubuhi lagi olehnya. Pada hari kelima di siang hari, aku sedang sibuk menyapu rumah. Mas Hendra seperti biasa sedang sibuk di kantor. Tadi dia sempat SMS mengatakan kalau nanti akan pulang malam karena harus menyelesaikan lembur di kantor. Tiba-tiba, ponselku berbunyi. Sebuah nomor asing tertera di layar ponselku.
“Halo...,” aku menyapa seseorang di ujung telepon sana.
“Gaby, ini aku, Cakra,” ujarnya, singkat. Seketika jantungku langsung berdebar-debar.
“Iya mas, ada apa?” tanyaku, agak gemetar.
“Nanti malam jam satu, datanglah ke rumahku lewat belakang. Datanglah tanpa pakaian. Saat aku melihatmu keluar dari pintu belakang rumahmu, kamu harus sudah telanjang. Awas kalau kamu tidak melakukannya. Aku akan menculik suamimu dan membunuhnya!” ancam Cakra, lalu langsung menutup teleponnya.
Aku ternganga. Aku harus berjalan menyeberang pekarangan belakang rumah sejauh 20 meter malam-malam tanpa pakaian satu pun? Preman ini benar-benar gila! Aku benar-benar takut dengan ancaman Cakra. Ia punya banyak teman sesama preman yang sewaktu-waktu bisa menyakiti Mas Hendra. Aku tidak mau terjadi karena aku yakin Mas Hendra tidak akan menang melawan mereka. Mau tak mau aku harus menuruti kemauan Cakra. Aku berdebar-debar saat membayangkan diri pergi ke rumah Cakra malam-malam tanpa pakaian sehelai pun. Bagaimana jika ada yang melihatku? Apa yang hendak Cakra lakukan kepadaku? Saat sedang merenung itu, tiba-tiba aku sadar bahwa vaginaku sudah basah, aku menginginkan hal itu terjadi lagi padaku mengingat tadi pagi ketika bercinta dengan Mas Hendra di kamar mandi aku gagal meraih kepuasan, Mas Hendra keluar duluan seperti biasanya, aku ingin menyelesaikan birahiku yang belum tuntas ini....

Bersambung...
NB: Teman-teman, aku belum sempat menyelesaikan cerita ini karena harus menyelesaikan pekerjaan lain. Apakah kalian suka cerita ini? Kalau iya, aku akan berusaha menulis lanjutannya. Nanti juga akan diposting di Kisahbebe ini. Untuk kritik dan saran, silakan kirim ke gabynamaku@gmail.com . Terima kasih!

Salam sayang.
Gaby

Minggu, 17 November 2013

Pelacurku Bekas Penyanyi 3 (Final)


Yanti

"Ini salahmu!" kata suara kecil dalam hatiku. "Kau melakukan ini padanya. Kamu bertanggung jawab atas kejadian yang terjadi padanya. Kau pikir lucu memberi uang palsu cetakanmu, dan ini yang terjadi. Ini semua salahmu, harus kamu luruskan!"
Aku mengambil peta jalanku dari lantai, buka-buka halaman peta kota dan bertanya, "Di mana mall terbesar?"
"Apa?" dia tersengguk, "Apa om bilang?"
"Mall, di mana mall terbesar, paling besar? Mega-mal atau komplek pertokoan yang semuanya ada. Setiap kota biasanya punya, di mana di sini?"
"Carrefour," dia terisak-isak, "Di Jalan utama Cirebon atau kita ke Tegal."
Aku tahu tempat itu, dan aku segera merasa di peta - sekitar tiga puluhan menit berkendara.
"Oke," kataku, kutarik truk ke lalu lintas. "Let’s go."
"Kenapa?" dia beringus. "ngapain kita pergi ke mall?"
"Kamu butuh pakaian, dan mereka menjualnya di mall."
"Aku tidak punya uang," dan dia mulai menangis lagi. "Aku tidak punya apa-apa!"
"Biar aku yang khawatir, kamu tenang aja, oke? Aku belikan beberapa pakaian. Kamu dapat tinggal dengan aku di hotel untuk beberapa hari, dan kita akan coba untuk mencari tahu apa yang harus dilakukan. Ini tidak banyak, tapi untuk saat ini itulah awalnya. " Kataku. "Mari kita pergi cari pakaian untuk dipakai."
"Oke, masa untuk dimakan" ingusnya menggoda. "Oke."
Tiga puluh lima menit nyetir membawa kita ke mall Perancis yang besar. Aku memarkir truk, turun dan membukakan pintu. "Ayo," kataku, "kita pergi belanja."
"Om gak perlu lakukan ini untuk saya."
"Aku tahu," kataku. "kita pergi ajalah."
Senyum mencerahkan wajahnya, dan dia turun, menutup pintu, dan meraih tanganku. Kami berjalan bergandengan tangan di tempat parkir, dan melalui pintu kaca yang mengarah ke dalam mall. Dalam hidup, setiap orang punya satu keahlian - pelukis, seniman, musisi, pilot, ahli bedah, mekanik, tukang kebun - setiap orang punya beberapa bakat alam, kemampuan yang diberikan Tuhan. Bakat Yanti adalah belanja. Dia masuk ke toko seperti angin puyuh, dari dalam langsung melancarkan gempuran. Dia menyerang rak pakaian, membolak-balik seperti tukang penatu, pilih delapan, sepuluh, dua belas item dan menuju ruang ganti dengan aku ditarik di belakangnya.

Aku duduk di bangku di luar ruang ganti selama Yanti masuk ke dalam. Tiga puluh detik berlalu, dan dia muncul dengan celana jins dan melihat dirinya di cermin besar - "Apakah Om suka begini?"
"Ya."
"Aku tidak suka, mereka pantatku terlihat gemuk." Kembali ke ruang ganti, tiga puluh detik kemudian keluar dengan pasangan lain "suka yang begini?"
"Ya."
"Aku tidak suka, membuat pantatku kelihatan tepos." Kembali ke ruang ganti, tiga puluh detik kemudian, pasangan ketiga "Suka ini?"
"Ya."
"Aku tidak suka, pinggulku kelihatan besar." Setelah dia mencoba semua pakaian, dia pilih satu atau dua item dan menyerahkan kepadaku untuk kupegang. Sisa pakaian yang lain diserahkan ke pramuniaga yang malang untuk ditaruh kembali di gantungan, sambil dia menyerang rak pakaian yang lain.
Ini pengalaman baru dan berbeda bagi saya, karena dengan belanja pakaian bersama wanita, aku memposisikan diri jadi peran pendukung - mengikutinya dari toko ke toko, membawa tas keluar ke truk, dan yang paling penting ... Membayar itu semua. Tingkat dasar, tingkat atas, tingkat menengah, dan tingkat teratas semua merasakan jejak kami. Sayap Utara, sayap Selatan, Timur dan Barat sayap semuanya menerima kehadiran kami. Aku mulai melihat bahwa kemana pun kita pergi, Yanti adalah pusat perhatian. Semua pria menoleh dan mengaguminya ketika kami berjalan. Tidak diragukan lagi dia wanita paling menarik di mall, dan itu membuat dadaku bengkak dengan bangga, mengetahui bahwa wanita yang sangat menyilaukan kecantikannya ini bersama saya. Kami sedang berdiri di salah satu department store besar, dan dia berbicara dengan seorang wanita di counter kosmetik tentang sesuatu yang terdengar seperti kita berada di toko bangunan - fondasi, dasar, dan istilah lain yang aku tidak tahu. Aku berjalan ke konter perhiasan, dan melihat ke dalam. Sebuah kalung dengan tiga untaian mutiara menarik pandangan mata saya, dan aku minta ke pramuniaga.
"Itu mutiara bukan?," kataku. "Aku pingin lihat, boleh?."
Petugas membuka display, membuka pintunya, dan menyerahkannya kepada saya.
"Sebuah kalung indah, Pak. Kalungnya indah sekali."
Ya, begitu juga harganya. Harganya jauh lebih murah di navex di Yokohama, tapi ini bukan di Yokohama.

"Aku ambil," menyerahkan kartu kredit saya. Yanti mendekat, dan aku cepat-cepat pindah memotong jalannya.
"Aku tadi tanya-tanya kemana kamu pergi," katanya.
"Hanya browsing, buang waktu, melihat-lihat," jawabku.
"Aku perlu satu hal lagi, trus selesai," sambil kembali menuju konter kosmetik.
"Aku akan segera ke sana."
"Ini, Pak," kata petugas penjual, menyodorkan kalung mutiara dalam kotak, dan tanda terima untuk ditandatangani. "Apakah untuk putri Bapak?" dia bertanya, menoleh ke Yanti.
"Putri?" aku berpikir sendiri. "Bukan dia... Pacarku? Pelacur? Pacar? Kawan buat ML? Siapa dia?"
"Ya," aku menandatangani tanda terima dan menyembunyikan kotak itu di saku jaket dalam.
"Saya yakin dia akan suka, dan jika dia tidak suka kami akan senang untuk ..."
"Dia akan suka sekali," kataku. "Terima kasih."
"Terima kasih, Pak!"
Aku berjalan kembali ke counter kosmetik, membayar pembeliannya, dan kami pergi. Di perjalanan kembali ke mal setelah mengambil di ke truk, Yanti bilang,
"Aku haus, kita minum yuk."
Aku melihat lapak camilan, dan kami menuju ke sana. Aku pesan secangkir kopi, dan dia pesan es krim. Kami duduk di meja beseberangan, aku menyeruput kopi, Yanti makan cone es krimnya. Sambil aku menatap keluar ke mal, menonton hiruk pikuk, aku mendengar suara yang akrab –
"Mmmm ..."
Aku melihat kembali padanya, dan senyum iblis yang seksi dan sensual menghias di wajahnya.
"Mmmmmm ..." ia memutar-mutar lidahnya yang sensual di ujung kerucut es krim. "Nyemmm ..."
"Jangan gitu lagi ah."
"Nyemmmm ..." dia melenguh. "Mmmmm ..."
Dia menjilat kerucut dan menyeka sedikit es krim di atas bibirnya, menjulurkan lidah dan menjilatinya. "Lllmmmm ..." katanya, menjengkitkan alisnya ke arahku, "Manis dan lembut!"
Burungku mulai membengkak dan mengangguk di celana, dan aku duduk terpaku oleh kelakuannya yang agak cabul, yang sedang terjadi di depanku. Yanti melihatku yang menatapnya lekat-lekat dan tiba-tiba berdiri dan mengumumkan, "Aku udah selesai, yuk kita pergi."

John

Hanya dengan memikirkan pekerjaan aku mampu membuat penisku yang berdenyut-denyut mengecil sedikit. Aku memutuskan untuk tidak menyebut kelakuannya seperti pagi ini, dan dia tampaknya agak kecewa ketika aku tidak berkomentar. Yanti berjalan ke tempat sampah, melempar sampah ke dalamnya, dan menuju meja counter. Aku lihat dia menunjuk sesuatu dan berbicara dengan seorang petugas yang masih muda. Dia menyerahkan sesuatunya dalam cangkir kecil dan dia mengedipkan mata ke arahnya, tersenyum, dan mendekatiku. Kami berjalan sepanjang mal, bergandengan tangan.
"Apa yang kamu dapatkan?" Aku bertanya.
Yanti menunjukkan aku apa yang dia pegang di tangannya - sebuah cangkir plastik kecil dengan cheri tunggal.
"Lihat ini," katanya. Dia mengambil ceri dari cangkir, dan dimasukkan ke dalam mulutnya.
Rahang bawahnya bergerak sedikit, dan aku bisa melihat lidahnya bergerak di dalam bibirnya. Dia berhenti, meletakkan tangannya ke mulutnya, dan mengambil sesuatu.
"Nih," tersenyum nakal saat ia menyerahkannya padaku.
Aku mengambil dari tangannya dan melihat ke bawah ... Batang ceri terikat dalam simpul sempurna. Sebelum aku bisa bilang apa-apa, dia menyeret aku dengan lengan menuju toko pakaian pria.
"Kamu butuh celana," dia katakan sambil mendorongku masuk.
"Mosok?" aku bilang, sambil menjatuhkan batang ceri di saku bajuku.
Sewaktu kita berjalan melewati rak pakaian pria, ia meraih satu dari rak dan mendorongku menuju ruang ganti, dia bilang, "Nih, coba ini."
"Gak cocok, kukira" kataku padanya, sambil dia mendorong aku ke dalam sebuah ruangan. "Ini kayaknya terlalu kecil ..."
Pintu terutup di belakang saya, dan aku mulai berbalik. Sebelum aku bisa bilang apa-apa lagi, aku merasa sepasang tangan membuka gesper ikat pinggangku dan menarik celana dan celana pendek. Aku melihat ke bawah, dan ada dia, berlutut di depanku. Burungku agak membengkak, dan tanpa berkata dia mengulumkan bibirnya di situ.
"Aaahhhh ..." Aku mengerang. "Apa yang kau lakuin padaku ..."
"Shhhh ..." Aku dengar bisikannya. "Shhhhh ..."
Lidahnya yang ahli berputar-putar di ujung penis yang berdenyut-denyut seperti yang ia lakukan di es krim, dan kepalanya berayun-ayun bolak-balik mengisap penisku. Tangannya dengan lembut menarik pantatku maju ke mulutnya yang rakus menyedot. Tanganku meraih pegangan didinding, karena lututku mulai goyah keneenakan oleh mulutnya di penisku. Maju mundur mulutnya di penisku yang berdenyut, lidah multi talentanya berputar-putar di kepala penis. Saat ia menelan penisku, kurasakan napasnya yang panas dari lubang hidung menggelitik jembutku. Yanti melepas bibirnya dari penisku yang berkedut, dan menjilati dari bawah ke atas, seperti permen panjang.
"Aarrhhhh ..." Aku mengerang pelan-pelan. "Aarhhhh ..."
Dia menggesek lidahnya di bagian bawah dan menjilati pangkalnya hingga berkedutan. Dia perlahan menjilati kantung bola, sebelum menghisap kedua bolaku ke dalam mulutnya yang hangat dan diputar-putar dengan lidahnya.

Erotika yang dia lakukan membuat kepalaku pusing. Di luar pintu, aku bisa mendengar orang berbicara dan pintu ke kamar ganti yang lain terbuka dan menutup ketika pelanggan lain mencoba pada pakaian mereka. Mereka sibuk urusannya sendiri, sama sekali gak tahu ada gadis muda nakal yang cantik di dalam ruangan ini denganku, dan berusaha keras membuat aku keluar di mulutnya. Maju mundur terus dia menjilati penisku yang berdenyut-denyut, dan kemudian mendorong lebih dalam ke mulutnya dengan satu tangan, tangannya yang lain mulai menggerayangi kantung bola, dan aku merasakan kedutan akrab mulai menencang di kedua telorku.
"Aku mau keluar," aku mengerang pelan. "Ohhhh ... Aku mau keluar!"
Dia merasakan kedutan di penisku yang menandakan orgasme sudah dekat, dan aku merasa tangannya menggapai pantatku. Tiba-tiba aku merasa salah satu jarinya menekan lubang pantatku dan meronta mauk ke pantatku saat aku keluar. Yanti dengan lembut mengocok lubang pantatku dengan jarinya saat aku menembakkan semburan demi semburan mani ke dalam mulutnya yang menunggu dengan hangat. Jarinya yang meluncur masuk dan keluar di pantatku terasa luar biasa, dan lubangku terasa meremas-remas jarinya saat aku keluar. Bolaku mengeluarkan benih dan bekerja keras bersaing dengan mulutnya yang menyedot.
"Ennggghhh ..." Aku mengerang tak berdaya, "Enngghh ..."
Lututku yang sudah lemah menekuk, dan aku jatuh kembali di dinding ruang ganti dengan keras, dinding-bersuara 'gedebuk'.
Ada ketukan di pintu. "Ada masalah, Pak?" Aku mendengar suara laki-laki berkata.
"Ya," aku nyaris tidak berhasil menjawab, "Aku baru saja kepleset. Aku oke saja."
Aku menatap Yanti, saat ia berdiri di atas kakinya. Sebelum aku bisa bilang apa-apa, dia melingkarkan lengannya di leher dan mencium pada bibirku dengan keras. Aku merasa lidahnya menekan bibirku dan aku secara otomatis membuka mulut. Lidahnya melenggot dalam mulut dan kurasakan sesuatu yang baru dan berbeda - hangat, sedikit manis, sedikit asin, dan kental - seperti saus atau semacam krim; begitulah kira-kira. Dia memutar lidahnya di sekitar lidahku selama beberapa detik, kemudian menarik kembali dan menatapku dengan hangat dengan mata kelam miliknya.
"Toni tidak akan pernah membiarkan aku menciumnya setelah aku ngisep dia. Kau berbeda -. Aku suka deh!" seksi bisiknya. "Yuk kita pergi."
Ketenanganku perlahan-lahan kembali mendekati normal, dan aku menyelipkan bajuku, memasang gesper celanaku, dan mengakkan diriku. Aku mengambil pakaian olahraga dari rak mantel, dan membuka pintu ruang ganti. Seorang pemuda, petugas penjualan usia SMA ada di sekitar empat meter memunggungi saya, dan ia bebalik saat aku membuka pintu.
"Nah, Pak ..." ia mulai, dan berhenti di tengah kalimat. Matanya melihat kepadaku dan ke Yanti, yang baru muncul dari ruang ganti, dan berdiri bergandengan tangan denganku, menyeringai seperti kucing belang. Anda tidak perlu secerdas Einstein untuk tahu apa yang barusan terjadi di sana, dan ia menatapku dengan seringai di wajah remajanya.

Aku menyelipkan tangan kananku di saku saya, ambil dua puluh ribu, dan kusalamkan ke tangannya. Aku menyerahkan pakaian olahraga dengan tangan kiri saya, dan menjabat tangannya dengan tangan kanan saya.
"Ma kasih!" kataku sambil tersenyum penuh percaya diri padanya. "terima kasih banyak!"
Kurasakan dia mengambil dua puluh ribuan itu ketika aku jabat tangannya, dan Yanti mulai menarik aku pergi. Aku melihat anak muda itu melihat ke tangannya, kemudian mengantongi lembaran itu ke saku celananya. Jika ada sistem rekaman video CCTV keamanan, aku tahu pasti dia akan menunjukkan tontonan ‘kencan’ kami kepada teman-temannya - tapi aku tidak peduli, aku sudah dapatkan gadisnya.
"Terima kasih, Pak!" serunya waktu Yanti menyeretku pergi, "Terima kasih banyak," dan hampir seperti tak sengaja ia berkata, "Silahkan, datang lagi!"
"Oh, pasti!" Yanti cekikikan. "Itu dijamin!"
"Kau sangat nakkkaall!" Aku tertawa, waktu kita berjalan keluar dari toko pakaian pria. "Kamu gadis yang nakkall."
"Aku tahu," katanya. "Kau ga ingin aku yang beda khan!" "Dan," tambahnya sok tahu, "Tadi barusan yang ketiga hari ini! Kamu gak perlu Viagra kalo udah punya aku!"
Lalu kami pergi. Blus, rok, gaun, celana jeans, celana panjang, bra, celana dalam, kaus kaki, sepatu, pakaian, pakaian, pakaian, dan lebih banyak pakaian lagi.
Akhirnya, aku diselamatkan oleh suara dari sebelah atas - "Perhatian pengunjung," suara pengeras cukup merdu. "Mal akan ditutup dalam lima belas menit. Terima kasih atas kunjungan Anda, dan selamat malam."
"Auuwwww," kataku setengah bercanda, setengah sinis, "Dan aku barusan jadi anget. Untung deh."
"Seven eleven buka 24jam 7 hari penuh." Yanti mengumumkan.
"Perlu apa lagi kamu?" Aku bertanya, agak putus asa.
"Buat mandi," katanya. "Makanan."
Kami menuju pintu keluar, dia berhenti di depan sebuah toko pakaian perempuan, dan mengumumkan, "Aku mau pipis."
"Aku akan pergi memundurkan truk dulu," kataku.
"Oke, aku nanti cepet keluar."

Aku mengemudi ke pintu masuk mal, dan dalam beberapa menit Yanti muncul dari mal dan naik ke dalam truk. Dia bergerak menuju dipan di belakang jok, dan kukira aku melihat dia meletakkan tas kecil kembali ke sana, tapi ada sesuatu yang tidak sengaja jatuh ke lantai. Dua jam perjalanan ke Carrefour membelikannya shampoo, sabun, pisau cukur, pisau, deodoran, sikat gigi, pasta gigi, obat kumur, cotton buds, penyeka kapas, gunting kuku, pinset, cat kuku, alkohol, dan banyak barang-barang kecil lainnya . Dia juga berhasil memilih satu pengeriting, setrikaan, pengering rambut, cermin makeup berlampu, dan enam tas nilon untuk membawa semuanya. Kami memuat barang-barang itu di tempat tidur sampai, dan aku kembali ke jalan besar.
"Aku lapar, kamu lapar gak? Kita cari makan malam," katanya.
"Ya, aku leper. Kau hampir bikin aku kering, aku perlu makanan."
Kami kembali ke tempat kami sarapan pagi ini, dan aku melirik jam radio; 12:37 – tak terasa kami sudah bergaul selama delapan belas jam.
Saat kami berjalan ke restoran, aku beli koran, dan ambil edisi sore. "Aku ingin periksa bola," kataku.
Kami memesan makan malam, dan sambil aku melihat bagian olahraga, Yanti membaca halaman depan. Selama makan malam aku terkejut mengetahui bahwa dia cukup cerdas. Yanti punya pengetahuan yang baik tentang keuangan, politik dunia dan nasional, dan geografi dunia. Dia sedikit ketinggalan untuk berita terkini - tapi kukira itu karena ia ada dalam tahanan baru-baru ini. Dia mampu melakukan dialog tentang banyak topik, dan dia adalah seorang pembicara yang baik. Pelayan membawa cek, dan bertanya apakah kita ingin yang lain lagi.
"Sarapan sosis?" yanti bilang, ia menatapku sambil tersenyum nakal nampaknya ada masalah bagi saya.
"Tidak ada lagi, terima kasih," aku memberitahu pelayan. "Sosis adalah lelucon kami."
Pelayan tak bilang apa-apa, hanya tersenyum senyum terpaksa dan pergi.
Yanti bilang dia perlu ke kamar mandi, dan aku bilang padanya aku akan menunggu di sini saja. Saat ia pergi ke kamar kecil, aku merasa tonjolan di saku bajuku, dan aku mengeluarkan segepok besar lipatan bon tanda terima dari toko.
"Apaan sih?" aku berpikir sendiri. Aku ratakan lipatan-2 itu, dan mulai menjumlahkan angka di kepalaku - "317 ditambah 286 sama dengan 603 ditambah 262 ada 865 ditambah 184 ada 1049 ditambah 473 sama dengan 1522 plus ..."
Yanti duduk dan melihat aku menjumlahkan bon-bon. "Yah," ia bertanya sambil tersenyum, "Berapa kamu udah keluar buat aku hari ini?"

Aku menambahkan dua kuitansi terakhir di kepala dan jawaban saya, "Apa itu penting?"
"Tolong kasih tahu, aku pingin tahu."
"Aku gak ngitung recehannya, cuman berapa ratusan. Dengan hotel, itu sedikit lebih dari empat puluh tujuh."
"Aku menghabiskan hampir empat puluh lima cepekan dari uang kamu buat pakaianku hari ini?" tanyanya dengan suara tenang.
"Dan perangkat mandi dan dan lain-lain."
"Ya ampuun!" katanya, sambil merosot. " Yanti menyesal, Yanti kelewatan." Dia menatapku sedih dan berkata, "Besok aku akan kembalikan kalo kamu mau. Yanti gak butuh semua itu, aku tidak nyadar aku ngabisin ..."
Aku mengangkat tangan ke arahnya. "Jangan khawatir itu," kataku. "Ini bukan masalah besar."
"Ini masalah buatkku," katanya. "Aku gak basa ngabisin uang kamu seperti itu."
"Ya bisa," kataku, "... Dan kamu udah khan?" sambil menyeringai padanya.
Dia menatapku dengan mata kelam, dan tak bilang apa-apa selama satu menit. Akhirnya dengan suara berbisik ia bertanya, "Kenapa, John? Kenapa kamu lakukan ini?"
"Karena."
"Karena apa?
"Karena, aku utang ... I love yu... Hanya karena itu sebabnya."
Aku menaruh jaketku, dan kurasakan sesuatu di saku ada benjolan di bagian dalam menekan dadaku. "Oh ya," Aku ingat. Aku segera bergerak ke sisinya, dan bergeser di sebelahnya. "Aku punya sesuatu untukmu," kataku. "Aku harap kamu suka." kutarik kotak perhiasan dari saku dalam, dan meletakkannya di depannya. "Ini, buka aja."
Dia membuka kotak, dan mundur seperti dia baru saja melihat ular. "Ahh John," bisiknya lembut, "cantik bangeeet!" Dia menatapku dan menggeleng, "Kamu gak harusya, kamu gak perlu, aku gak pantas ..."
"Apa kamu suka?" Tanyaku penuh harap.
"Oh ya," dia tergagap. "Ya!"
"Nih." aku mengambil kalung itu dari kotak, dan saat ia mengangkat rambutnya yang panjang, coklat tua aku membuka dan kupasang kalung di lehernya.
"Kau tampak lebih cakep!" Kataku.
Yanti berbalik dan melihat bayangannya sendiri di jendela kaca. Dia menggerakan tangannya ke lehernya, merasakan untaian indah, dan berbalik dengan air mata menggenang di matanya yang kelam.
“Terima kasih," katanya, saat ia dengan lembut mencium pipiku. "Aku gak tahu harus ngomong apa."
"Senyum kamu, udah bilang semua."
Dia menatapku dan aku melihat air matanya mulai menetes di pipinya. "Terima kasih John untuk semua yang telah kamu lakukan buat Yanti," katanya. "Aku gak tahu apa yang akan kulakukan tanpa kamu. Kamu baik banget pada Yanti, kamu begitu baik, aku. .. Aku. .."
Aku menatapnya dan tersenyum, memeluknya erat-erat, dan menciumnya. Saat aku menggerakkan wajahku ke arahnya, dia menurunkan kepalanya, aku mencium keningnya.

“Kita tidur yuk," kataku. "ini hari yang panjang, dan aku capek."
Aku meninggalkan uang untuk tagihan di atas meja, dan kami meninggalkan restoran. Aku membuka pintu, dia memanjat, dan aku berjalan memutar dan memanjat di sisi saya. Saat aku duduk, dia bergerak di atas, dan dengan lembut mencium pipiku lagi. Dia tersenyum lembut padaku, dan ketegangan begitu tebal menggantung seperti awan. Aku tahu apa yang aku rasakan, dan kukira aku tahu apa yang dirasakannya, tapi tak satu pun dari kami akan mengatakan itu. Kami kembali ke hotel, dan ketika aku membuka pintu, dia mulai menyodorkan barang bawaan.
"Malam ini?" Kataku. "Sekarang?"
"Tolong? Tolonglah? Buat saya?"
"Ini akan lima kali bolak-balik, mungkin enam," kataku. "Tunggu sebentar, aku punya ide."
Aku masuk hotel, dan mencari salah satu kereta bagasi yang disediakan hotel. Aku menemukan satu, tetapi tidak ada dinding sisinya, dan mungkin akan jadi lebih repot. Ide lain...aku ke meja counter petugas depan, dan membayar dua puluh ribu untuk pergi mendapatkan satu bak plastik besar yang digunakan housekeeping menaruh pakaian kotor ketika mereka membersihkan kamar. Ia gelidingkan kepada saya, dan kugulung ke truk. Yanti akhirnya membawa beberapa kantong sambil aku mendorong gerobak - ada begitu banyak barang, tidak akan masuk semua di bak mandi. Kami naik lift ke kamar, dan menumpuk semuanya di sekitar tempat tidur yang terdekat ke pintu. Kuletakkan bak cucian di lorong, memanggil petugas untuk memberitahu bahwa ia bisa mengambilnya, dan berterima kasih padanya setelah aku menggunakan bak cuciannya. Yanti melepas jaketnya, dan mulai memeriksa tas dan barang-barang. Aku mengawasinya selama satu menit dan berkata,
"Aku mau mandi, aku akan segera selesari."
"Oke."
Aku nyalakan air, sesuaikan suhu air yang tepat, dan nyemplung, setelah memastikan pintu kamar mandi terkunci – kukira aku gak bisa main yang bergairah lagi dengan Yanti hari ini. Aku gosok sampai berbusa, bilas, berhanduk, dan mengenakan celana pendek longgar buat tidur. Muncul dari kamar mandi, aku melihatnya sangat asyik dengan pakaian barunya. Dia tersenyum dan menciumku saat aku lewat di depannya - aku tersenyum kepadanya dan terus ngeloyor ke bed lainnya. Aku duduk di tepi tempat tidur lainnya, dan melihat keluar ke pintu kaca geser. Sebuah garis awan terlihat di cakrawala, dan sepertinya ada hujan deras sedang bergerak mendekat
"Kamu oke?" dia bertanya.
"Aku baik-baik, hanya lihat ke luar jendela. Sepertinya mau hujan."
Dia tak bilang apa-apa, dia sibuk dengan pakaian barunya. Aku menyalakan televisi, dan mencari saluran cuaca, entah di Indovision atau program lain. 'Hujan mulai Minggu dini hari, dan berlanjut sepanjang hari Minggu, "kata penyiar. Di dalam ruangan sudah dingin, jadi kukira aku akan bisa nyelusup di bawah selimut biar hangat. Aku membolak-balik saluran di TV, tapi tidak ada yang menarik, dan kelopak mataku mulai berat. Hal terakhir yang aku ingat adalah suara yang berkata, "gimana ini, John? Yang ini cocok gak?"

#################################
Aku bangun, karena aku harus pipis. "10:03" kata radio jam di meja. Aku keluarkan semua isi kandung kemih, dan diam-diam menyelusup kembali ke tempat tidur. Aku melihat bahwa semua pakaian barunya yang dilipat rapi ditumpuk di tumpukan kecil di tempat tidur dan sofa. "Itu satu pelaut hebat," sepertinya samar-samar kuingat sesuatu dari kehidupan lain. Menyeret ke pintu kaca geser, aku menarik kembali tirai dan melihat ke luar. Langit mendung, dan hujan adalah mengguyur. Saat aku merangkak kembali di bawah selimut, aku melirik di tempat tidur di sebelah saya. Yanti berbaring di sana dengan memunggungi saya, selimut ditarik sampai menutupi bahunya, dan mendengkur lembut. Kukeluarkan tanganku, kuusap dan kutepuk pantatnya yang montok, berguling, dan tertidur lagi. Aku bermimpi aku kembali di Angkatan Laut, dan aku berada di laut. Kami menangkap putri duyung berambut gelap dengan mata cokelat besar, dan dia ngajak aku ngentot. Kami lakukan, dan rasannya itu luar biasa, sangat menyenangkan. Begitu sedap dan menyenangkan sehingga aku terbangun dan membuka mata. Yanti mengangkangiku, menggesek memeknya yang sehalus beludru keatas dan kebawah pada penisku yang sudah bangun. Aku mengawasinya sejenak, terpesona oleh apa yang kulihat. Dia mengenakan daster sutra, berwarna sampanye yang menyelubungi tubuhnya yang berlekuk pas di atas pahanya. Dua tali tipis menahan daster itu, brokat halus dari sutra dan renda menutupi sebagian payudaranya yang menggantung. Areola cokelatnya yang besar hanya terlihat di balik tabir, dan putingnya tertekan renda. Bagian depannya berpotongan rendah, dan menampilkan hamparan dadanya yang tumpah.
"Aku tak ingat membeli daster ini, dia pasti membeli ini ketika kami meninggalkan supermarket," kukira.
Rambut cokelat gelapnya acak-acakan membuat kerangka frame wajahnya cantik, kalung mutiara itu berkilau, bercahaya lembut, dan aroma halus parfumnya mengisi hidungku. Dia adalah gambaran keindahan feminin dewi kamaratih – dewi asmara. Dia memuaskan dirinya sendiri dengan tubuh saya.
"Selamat pagi," bisikku.
"Shhhhh ..." bisiknya, menaruh jari-jarinya lembut di bibirku. "Dengar ... Dengar hujan?"
Suara hujan di kaca pintu geser mengingatkanku tentang malam yang baru berlalu, tidak terlalu lama. Tubuhnya bergerak semulus hujan, saat ia mengocok vaginanya yang juicy pada penisku yang sudah ngaceng membesar. Matanya tertutup, dan ia menaikkan dan menurunkan badannya di penisku. Naik turun dia menggosok kweanitaannya yang manis padaku, memutar pinggulnya, dan membuat penisku masuk keluar di dalam vaginanya lezat.

Diam-diam, aku menggerakkan tanganku ke tubuhnya, merasakan kakinya cantik dan kenyal, pantatnya yang kencang, punggung, bahu, lengan, dan payudaranya. Aku menggosokkan tanganku di atas tubuhnya lagi dan lagi, merasakan sentuhan sensual dari kulitnya, payudaranya yang matang, otot-otot ketat pahanya saat dia menusuk dirinya dengan penisku. Celah sempitnya yang terlumasi lebih panas dari gunung berapi, dan aku bisa merasakan aliran lava keluar darinya membasahi bolaku karena dia dengan tegas memanjakan keinginan nakalnya pada diriku. Aku melihat payudaranya bergelombang malas saat ia memuaskan dirinya sendiri dengan penisku, dan aku dengan hati-hati membelainya dengan dibatasi daster yang halus. Aku pindahkan tanganku, dan dengan lembut kutarik ke bawah kain yang menutupi payudara kirinya. Susunya kini telah bebas dan tersajikan di depan mataku. Aku memutar-mutar lidahku di sekitar putingnya yang keras, seperti peluru dan dengan rakus kusedot ke dalam mulutku.
"Emmmmm ..." Suara Yanti nyaris tak terdengar.
 Tangannya bergerak ke bagian belakang kepalaku, dan dia mulai menggeser jari-jarinya ke rambut saya, sambil menarik kepalaku ke teteknya yang besar. Tidak ada air susu lagi di dalamnya, tapi aku masih terus menyusu dan memperlakukan putingnya seperti ada susunya- menarik lembut ujung dot susu itu dengan bibirku, menggesek lidahku di puting dan meniupkan udara di atasnya sebelum aku teruskan mengisapnya. Yanti tak bilang apa-apa, tapi hanya terus diam-diam secara seksual meremas penisku yang keras dan berdenyut-denyut. Aku terus menggerakkan tanganku pada tubuhnya, dan saat aku menggerakkan tangan di pahanya, aku merasa salah satu tangannya di atas tanganku. Aku otomatis tahu apa yang dia inginkan, dan aku menyelipkan jari-jariku ke mana tubuh kami menempel bersama-sama. Aku merasa klitorisnya keras, dan dengan ringan kupijat dan kurangsang dengan jari-jariku. Gesekan jari itu mengirimkan sengatan listrik kenikmatan ke tubuh bahenolnya. Yanti menggesek klitorisnya sudah terlalu peka ke jari-jariku dengan napsu yang besar, dan saat aku menarik bibirku payudaranya yang dari empuk, kulihat wajahnya makin mempesona. Matanya tertutup, dia menggigit bibir bawahnya, dan dia benar-benar terbawa perasaan bersamaku. Kudengar suara napasnya menjadi lebih dalam dan lebih tak beraturan, dan pinggulnya tampaknya bergerak atas kemauan sendiri, sambil terus memompaku dengan vaginanya yang berkedut-kedut manis. Dan dia menggosokkan itilnya yang sensitif ke tanganku. Dengan napas terakhir, kurasakan vaginanya otomatis bergetar kejang di penisku yang menancap dalam. Otot-ototnya menegang, saat ia mendorong vaginanya yang basah di penisku, ditancapkannya dirinya sedalam-dalamnya. Aliran nektar madu panas keluar dari vaginanya dan melumuri bolaku dengan hangatnya. Dia bergetar mengejang dua, tiga, empat kali, dan perlahan-lahan mulai bernapas lagi. Wajahnya, seluruh tubuhnya bersinar merasakan kenikmatan seksual, dan hal itu membuatku merasa senang mengetahui bahwa aku bisa memberikan kepuasan fisik seperti ini padanya. Setelah reda orgasmenya, Yanti turun dari badanku, dan berbaring di sampingku di tempat tidur. Lengannya di pelukkan di dadaku, dan kepalanya berada di samping telingaku.

Aku berbaring melihat langit-langit , berpikir tentang bagaimana perasaanku padanya, dan aku mendengar, dengan lembut ia berkata,
"Aku mencintaimu, John. Aku cinta sekali sama kamu."
Seperti bendungan pecah, kata-kataku juga nyerocos keluar dari mulutku, "Aku juga mencintaimu, Yanti! Aku juga cinta sama kamu!"
Dia bangkit, bergerak di atas, dan menciumku penuh di bibir. Aku merasa lidahnya di bibirku, dan ketika aku membuka mulut, aku merasa lidahnya yang berbakat tergelincir ke dalam. Kami menjalin lidah, dan kami berciuman, dan berciuman, dan berciuman lagi. Aku memeluk, dan menarik dia lebih dekat denganku, menekan bibirnya sepenuhnya ke mulutku. Ribuan emosi yang terpendam mengalir ke seluruh tubuh saya. Otakku dibanjiri lautan perasaan yang bertentangan, sampai tiba-tiba aku berhenti dan menarik kepalaku kembali.
"Enggak, aku gak bisa."
"Gak bisa apa?"
"Aku tidak bisa melakukan ini. Enam bulan aku mencarimu, dan sekarang aku sudah menemukan kamu, aku harus tinggalkan kamu. Aku tidak bisa membiarkan diriku lekat sama kamu, karena kamu akan menghancurkan hatiku lagi, "kataku.
"Lagi?"
"Ketika kamu meninggalkan aku malam itu, aku sangat berharap kamu akan berjalan kembali kepadaku, dan aku sangat sedih kamu ternyata malah pergi ..."
"Kau bukan satu-satunya," kata Yanti.
"Apa maksudmu?"
"Ketika aku tinggalkan kamu, yang kupikirkan cuman seseorang yang akan memperlakukan aku seperti aku pingin diperlakukan. Dan gimana aku bisa jadi bahagia. Entah gimana aku merasa dekat dengan kamu , dan kukira kamu rasakan hal yang sama juga. Aku jalan di seberang jalan, tetapi semua yang ingin aku lakukan adalah kembali di truk dengan kamu. Aku masuk toko, berhenti sebentar, dan kembali berjalan keluar pintu . Kamu sedang nyetir, jadi aku masuk kembali untuk mendapatkan bir buat Toni, dan kamu tahu cedritanya."
"Kenapa kau gak kembali?" Tanyaku pelan. "Kenapa enggak balik?"
"Takut, kukira," katanya pelan. "Takut bahwa seseorang sebaik kamu tidak pingin seorang gadis seperti aku. Takut ditolak, takut gagal, takut yang gak kuketahui, cuma takut."
"Aku juga," kataku. "Dan lihat yang terjadi."
"Aku duduk di penjara dan mikir," kata Yanti. "Aku mikir tentang bagaimana manisnya kamu ama Yanti, dan aku mikir apa yang kamu lakukan yang menyebabkan Yanti berada di penjara, Yanti gak bisa paham - Itu seperti cerita Jeckyl dan Hyde. Entah gimana Yanti bisa tahu bahwa jika Aku kembali ke truk, semuanya akan beda, dan Yanti gak akan kehilangan kamu. "
"Dan sekarang aku akan meninggalkanmu lagi. Aku akan menuju ke Surabaya hari Senin, dan aku gak tahu kapan ketemu lagi."
"Yah," katanya, menatapku lembut dengan mata kelamnya, "Itu mungkin gak jadi masalah. Aku sudah putuskan ingin pergi dengan kamu."

"Pergilah dengan aku?" Tanyaku tertegun. "Kenapa kamu gak mau tinggal di sini?"
"Ngapain?" katanya. "Gak ada apa-apa lagi punyaku di sini. Yanti gak punya kerjaan, tidak ada kos-kosan, tak ada keluarga, tidak ada. Yanti punya kesempatan mengakhiri bagian dari hidup Yanti yang ini, dan mulai hidup baru dengan si Om, jika kamu membiarkan Yanti ..." suaranya jadi pelan.
"Tapi ..."
"Truk ini cukup besar untuk kita berdua, khan? Kau tidak menikah, dan Yanti juga tidak. Gak ada alasan Yanti gak bisa pergi dengan si Om, kecuali jika si Om tidak ingin ama Yanti."
"Tentu aku ingin sama kamu!" aku bilang, sambil Yanti mengangkat kakinya yang panjang dan indah ke atas perutku, bergerak naik dan duduk di perutku. "Tapi gimana dengan..."
"Bagaimana dengan apa yang kita? - perbedaan umur kita? Bahwa si Om cukup tua untuk jadi ayahku. Yang Yanti tahu adalah ini -?. Aku mencintaimu, dan kamu mencintaiku. Om baik padaku, peduli padaku, dan kamu coba membuat Yanti bahagia. Itu semua yang diinginkan gadis manapun, tak ada lagi yang lebih penting. "
Senyum ceria mulai ada di wajahku saat ia melanjutkan, "Ingat yang kamu katakan, hidup ini terlalu singkat buat menjadi tidak bahagia, dan Yanti harus cari orang yang bikin Yanti bahagia? Itulah kamu, om John. Kamulah yang Yanti inginkan. .. "
Aku tak bilang apa-apa, tapi mataku jadi sembab. Dia menatapku, tersenyum manis, dengan lembut membelai rambutku, dan bilang, "Selain itu, kamu utang."
"Hutang apaan?" kubilang agak terkejut.
"Aku punya pacar, tapi dia pergi dan sekarang aku punya kau," katanya. "Aku pernah punya tempat sendiri dan motor, dan sekarang enggak."
"Kau ingin aku belikanmu rumah petak dan motor?"
"Tidak, aku pingin lebih. Kau utang padaku lagi. Kamu utang bayi padaku."
"Bayi?"
"Ya, bayi," kata dia lirih. "Aku hampir dapat bayi tapi kehilangan dia. Aku pingin punya bayi, dan kamu akan kasih aku bayi."
"Aku gak yakin siap jadi ayah ..." Aku berusaha katakan sebelum Yanti menaruh jarinya di bibirku. Dia menurunkan wajahnya sehingga hidung kami hampir berentuhan, dan mata kami terpisah beberapa senti.
"Aku pingin punya bayi," katanya blak-blakan, saat ia menatap tajam ke arahku dengan mata yang kelam. "Dan kamu akan memberikannya kepadaku."
"Aku ini?"
"Ya, kamu," tegasnya. "Kemudian kamu akan memberi aku yang kedua, sehingga yang pertama akan punya teman bermain!"

"Dua?" Aku bertanya, sejenak tertegun.
"Paling dikit ... Mungkin lebih."
"Terus?," kataku, terpesona oleh matanya yang besar, dan mulai menyukai suara kehidupan baruku. "Bilang lagi ..."
Sambil Yanti telah menceritakan masa depan, dia telah memposisikan dirinya sehingga bibir vagina kenyalnya menyentuh kepala penisku. Dia duduk tegak, dan menghempaskan pinggulnya ke bawah sehingga penisku tergelincir masuk ke dalam vagina yang sedap, dan lembut,
"Kamu akan ML dengan Yanti dan bikin Yanti hamil. Kamu akan ML dengan aku dan buat aku puas bila Yanti jadi napsu saat Yanti hamil. Dan ketika tetek Yanti jadi penuh susu, kamu akan mengisapnya sehingga gak jadi nyeri karena kepenuhan susu. Atau ... "
Dia sudah menggerakkan vaginanya yang licin perlahan naik turun di batangku yang kejang-kejang, tapi dia tiba-tiba berhenti. Kepala penisku ditancapkan dalam hangatnya liangnya, tapi sisanya terkena udara dingin, dan perasaan itu betul-betul indah.
"Jangan goda aku," bisikku serak. "Jangan ..."
Dia mengrjaiku dengan tempiknya yang berminyak ke tugu kemerdekaanku dan berbisik, "Kamu bisa bikin Yanti hamil gak ...?" ia mengangkat pinggul dan berhenti lagi dengan hanya ujung penisku yang masuk dalam dirinya.
"Jangan," aku merengek. "Jangan godain ..."
"Kamu bisa menjaga dan cintai Yanti gak ...?" karena lagi-lagi dia menggoyang vaginanya yang hangat dan juicy ke bawah dan sengaja meninggalkan kepala penisku saja yang masuk di vaginanya yang sedap.
"Oh jangan, Yanti!" aku memohon, menggeliat dan menekuk pinggulku, mencoba untuk mendorong seluruh penisku yang berdenyut-denyut kesakitan kedalam celahnya yang manis bermadu. "Biarin aku di..."
"Ah, ah, ah, jangan terlalu cepat," ia berbisik, sambil mendorong ke bawah pada perut saya. "gimana gitu, Ayah? Mau tambah yang ini?" dengan santai ia menggesek vaginanya pada kontolku yang berdenyut-denyut, meggiling pinggulnya, dan menyelipkan palkon kembali dan berhenti. "Atau ini?" ia duduk tak bergerak hanya dengan kepala penis yang ada dalam vaginanya yang panas dan basah.
"Ya tuhan Lailahailallooh, ayolah!" Aku mengigau mengerang. "Aku gak tahan ..."
"Hmmmmm? 'Ya' atau 'Enggak? Apakah kamu akan memberikan yang Yanti inginkan?" katanya pelan saat ia perlahan-lahan mengedutkan otot vaginanya di penisku lagi, pinggulnya bergulung beberapa kali, dan perlahan-lahan naik kembali. "Atau enggak?" ia berhenti. Penisku hampir meledak dari siksaannya yang luar biasa sedap. "Ya, ya, ya Tuhan, YES!" Aku berteriak. "Aku akan berikan bayi buat kamu, aku akan berikan apa pun yang kamu mau! Aku akan cintai kamu selama sisa hidup aku!" kutarik pinggangnya, dan kutusuk dia dengan penisku yang berkedut.
"Yanti tahu kau pasti mau!" dia tersenyum bahagia.

Yanti mulai menggesekkan kewanitaannya yang lembut dan manis ke atas dan ke bawah dan menggenjot pinggulnya bergulung-gulung, membuat vaginanya menggosok seluruh batangku. Pukinya yang sedap memijat-mijat burungku yang nyeri dan panas, dan jus berminyaknya mengalir, memandikan dan menenangkan penisku dengan sari madunya yang nyaman. Dia mencondongkan tubuh ke depan sehingga payudaranya menggantung di atas dadaku dan rambut cokelat gelapnya yang panjang menggelitik wajahku, dia memandang penuh kerinduan di mataku.
"Emmmm ..." bisiknya, sambil vaginanya membelai lembut indah naik turun di sepanjang penisku, masuk dan keluar dalam kehangatan surgawinya. "Keluarin, John. Entotin Yanti sampai hamil. Keluarin di dalem memek Yanti dan bikinin bayi. Keluarin di dalam dan bikinin bayimu, bayi kita ..."
"Enngghhhhh ..." Aku mengerang, "Ini bayimu!" Tanganku menarik pinggulnya ke bawah saat aku melengkungkan punggungku dan mencoba untuk mendorong penisku yang berdenyut sedalam-dalamnya di vaginanya yang sepertinya datang dari surga.
Ledakan muncrat keluar dari ujung penisku dan membanjiri tempiknya dengan air mani. Dia menurunkan kepalanya dan menciumku, menggelincirkan lidahnya kedalam mulutku ketika aku klimaks dalam vaginanya yang menggenggam dan mengisap semprotanku. Muncratan, muncratan lain, dan semprotan lain memasuki liang bayinya yang beruap, seolah vaginanya meremas-remas penisku, memerah cairan sampai tetes terakhir. Bagian dalam tubuhku serasa mencair, dan kontolku menembakkan benih ke dalam gerbang kewanitaannya yang menyambut dengan senang. Aku terus muncrat sampai tidak ada yang tersisa, dan aku rubuh kembali telentang di tempat tidur, habis total secara fisik dan emosional. Yanti berbaring di samping aku lagi sehingga penisku yang lemas menyelip keluar, kepalanya Yanti menekan di lenganku. Aku meraihnya dan menariknya lebih dekat, dan dia merapat kepadaku. Aku menggeser tanganku di punggungnya, dan berhenti dengan tangan menggenggam pantatnya yang kenyal dan bulat.
"Aku mencintaimu John," bisiknya lembut, ketika tangannya lembut membelai wajahku. " Yanti sangat senang kita bersama-sama."
"Bagaimana aku bisa begitu beruntung?" aku berpikir sendiri.
Ketika aku berbaring, perlahan-lahan kesadaranku pulih, dia bilang, "Apakah aku suka kota Malang?"
"Ya, kukira kamu pasti suka. Ini adalah kota yang cukup kecil, cuaca bagus, dan kita punya pemandangan yang indah dari Gunung Panderman dari ruang tamu."
"Kedengarannya bagus!" katanya. "Berapa lama waktu yang dibutuhkan kita untuk menuju ke Jawa Timur?"
"Jika kita berangkat besok, kita sampai Senin malam, Selasa pagi mungkin ..."
"Tanggal berapa hari ini?"
"Ini hari Minggu tanggal tujuh belas," kataku.

Aku dengar dia dengan lembut menghitung, dan merasakan jari-jarinya di dadaku saat dia menghitung hari, "delapanbelas, sembilan belas, dua puluh..."
Ada jeda saat ia berpikir, lalu berkata, "Aku mulai pembuahan Kamis atau Jumat. Aku subur akhir pekan depan. Aku biarkan kamu beristirahat sampai kita sampai di Surabaya, tapi ketika kita pulang sebaiknya kita siap untuk akhir pekan depan - kamu banyak pekerjaan...Ayah "! Katanya, dengan seksi dan senyum nakal.
"Ya Allooh," kataku, "Apa yang kulakukan?" aku tersenyum lebar. "Untung, setidaknya aku masih punya beberapa Viagra."
"Ayah gak perlu Viagra, kamu punya aku!" Yanti berbisik sambil menciumku di bibir.
"Aku mencintaimu Yanti!" Bisikku kembali ketika aku memeluknya erat-erat. "Yuk kita berpakaian dan cari makan siang prasmanan."
"Apakah ayah kira ada yang punya sarapan sosis?" dia cekikikan, dengan binar nakal di matanya yang kelam.
"Yanti, kamu nakalll!" Kataku penuh kasih, sambil aku menggeleng-geleng. "Kamu gadis yang nakal!"
"Yanti tahu!" katanya, seringai penjahat menghiasi wajahnya yang cantik. "Itu sebabnya si Om cinta ama Yanti!"

###########################
Epilog

Kami sudah menikah selama tujuh tahun dan punya empat anak, dan aku mencintainya. Cinta yang terus tumbuh setiap-hari. Hidup kami luar biasa, kehidupan seks kami hebat, dan kami lebih dari sekedar bahagia. Duduk di samping komputer, ketika aku menulis ini, ada gulungan plastik bening yang telah kubuat khusus. Di dalamnya ada satu benda kecil - batang cherry diikat dengan simpul pita. Dan Yanti benar ... Aku tidak membutuhkan Viagra, aku punya Yanti

TAMAT
By: Ruhul Yaqin

Minggu, 10 November 2013

Aksi Ki Joko Edan 2: Olla Ramlan dan Jin Lupa

Ki Joko Edan

Hallo mupengers, jumpa lagi sama saya, Ki Joko Edan (66 tahun), dukun atau bahasa modernnya ahli pengobatan alternatif masalah seksual. Mupengers sekalian masih inget kan dengan penampakanku dalam Sis Diny yang judulnya Behind the Mask of Celebrity 2: Hynotized (cuma peran pembantu sih) dan Aksi Ki Joko Edan: Meisya Siregar (nah di sini aku dapet peran utama juga akhirnya hak...hak...hak).
-------------------------------------
Penulis: Penampakan? Emangnya dedemit Ki?
Ki Joko Edan: Ehehehe...cuma istilah aja Cu, da kerjaan Aki kan emang dekat sama dedemit sama sejenisnya

-------------------------------------
Aku sangat bersyukur dengan profesiku ini, dari dukun kampung di sebuah kota kecil di Jawa Timur, namaku akhirnya berkibar setelah berjuang membuka praktek di pinggir ibukota. Pasienku bukan hanya orang-orang biasa bahkan sudah merambah kalangan pejabat dan selebritis tanah air. Mungkin namaku tidak terlalu terkenal karena aku memang tidak pernah mengkomersilkan diri seperti rekan-rekan seprofesiku yang lain. Cukup melalui mulut ke mulut di antara sesama pengguna jasa dukun, aku meraih popularitasku. Kedekatanku dengan yang namanya seks juga salah satu alasan aku tidak ingin gembar-gembor berlebihan mempromosikan diri, takutnya kalau sudah terlalu terkenal malah dapat predikat dukun cabul oleh mereka yang tidak suka, yang justru akan menjadi bumerang menjatuhkan reputasiku sendiri. Dan memang dari profesi ini, bukan hanya keuntungan materi yang kudapatkan, kadang malah sering aku mendapatkan keuntungan birahi sebagai bagian dari ritual, tentu saja semuanya setelah mendapat persetujuan pasien. Pokoknya prinsip 'mau sama mau' harus dipegang teguh, harus suka rela tanpa paksaan, masing-masing pihak juga harus berkomitmen terhadap rahasia hubungan ini sehingga tak menimbulkan masalah di kemudian hari. Satu lagi catatan tentang ceritaku kali ini aku akan berkomunikasi dengan jin yang tentunya dengan bahasa mereka pula. Mungkin pembaca bakal bingung dengan bahasa yang kupakai nanti, tapi sebenarnya bahasa jin itu mudah dipelajari kok asal mengetahui kuncinya, silakan ditelusuri saja sendiri siapa tau nanti bisa dapat jodoh dari kalangan jin hak...hak...hak.... Oke deh agar tidak terlalu banyak buang waktu, aku akan memulai ceritaku.

#################################
Suatu siang setelah selesai jam makan

"Nyok, udah bisa mulai nih, pasien berikut boleh masuk!" kataku pada asistenku, si Penyok, seusai buang air besar dan istirahat siang.
Penyok bergegas keluar menghampiri pasien berikutnya dan mempersilahkan masuk ke ruang praktekku. Aku mengamati formulir data calon pasienku yang akan segera kutangani ini. Hmmm...
-----------------------------------
Nama: Febiolla Ramlan
Tempat/tanggal lahir: Banjarmasin, 15 Februari 1980
Status: janda beranak satu
Masalah: Nafsu seks yang seringkali tak terkendali, sering lupa mendadak

------------------------------------

Olla Ramlan

Menarik, kasus yang cukup menarik, aku tidak sabar untuk segera menanganinya, semua yang kubutuhkan sudah siap sebelum jam makan siang tadi dibantu oleh si Penyok. Sebentar saja pintu terbuka, masuklah artis dan model cantik yang biasa dikenal dengan nama Olla Ramlan itu. Ia tampil cantik hari itu dengan kaos hitam lengan pendek dan celana panjang putih yang mencetak kaki dan pinggulnya yang indah. Rambut hitam panjangnya disanggul rapi ke belakang.
“Siang Mbah” ia tersenyum manis dan menyapaku
“Mari...mari...silakan duduk Cu!” aku mempersilakannya duduk di karpet di hadapanku.
Kami duduk berhadap-hadapan dengan sebuah tungku di antara kami.
“Gimana Cu? Coba diceritain masalahnya”
“Eemmm...bingung juga ya memulainya”
“Santai aja Cu...ceritakan selengkap mungkin supaya Mbah tahu masalahnya dan bisa membantu” kataku sambil menyodorkan segelas teh padanya agar lebih santai, “cucu jangan ragu kalau ada yang sifatnya rahasia, semua pasien Mbah jamin kerahasiaannya”
Olla meraih gelas yang kusodorkan dan meneguknya sejenak sebelum mulai bercerita mengenai masalahnya. Berbeda dengan penampilannya di televisi yang ceplas-ceplos, ia terlihat agak ragu dan malu-malu menceritakan tentang masalah seks yang dihadapinya. Ya aku sih maklum saja, siapa sih yang tidak ragu menceritakan masalah seperti ini ke orang yang baru dikenalnya. Ia terlihat makin grogi ketika aku mengajukan beberapa pertanyaan untuk mendapat kejelasan lebih. Secara ringkas masalahnya begini, ternyata Olla memiliki nafsu seks yang besar dan seringkali tak terkendali. Inilah yang menjadi salah satu sebab keretakan rumah tangganya dengan mantan suaminya, Alex, yang blasteran Chinese-bule itu. Merasa Alex tidak sanggup memuaskan nafsunya yang besar, Olla pun berbuat khilaf dengan terlibat one night stand dengan Pasha Ungu. Belakangan perselingkuhan ini tercium juga oleh Alex yang akhirnya menggugat cerai dirinya. Perceraian ini membuatnya sangat depresi, lebih parahnya Pasha ternyata juga tidak bisa memberinya kepuasan, pria itu hanya sanggup bertahan sebentar saja ketika bercinta dengannya. Aku tertawa geli dalam hati karena terbukti cowok itu hanya modal ganteng dan bakat tukang pukul, tapi penisnya lembek dan cuma tahan sebentar. “Lima menit saja...ahhh..aahh!” (dengan lagu dangdut) seperti yang dikatakan Okky, mantan istrinya, yang juga pernah berkonsultasi padaku dan tentunya pernah merasakan ritual nikmat bersamaku hak...hakk...hakkk...Oke udah ah ngalor-ngidulnya, kembali ke laptop, eh cerita!

Setelah bercerai, Olla makin bingung melampiaskan nafsunya itu. Ingin rasanya ia melakukan hal-hal gila seperti menggoda tukang bangunan, sopir taksi, atau siapa saja lalu terlibat hubungan seks, tapi mengingat statusnya sebagai selebritis ia tidak mungkin melakukannya demi menjaga imej dan menghindari kesulitan di masa mendatang kalau-kalau orang yang diajaknya melakukan hubungan seks memanfaatkannya untuk memeras. Tentu semua itu akan berpengaruh negatif bagi karirnya dan ia tidak ingin anak semata wayangnya mendapat malu karenanya. Ia hanya berani melakukannya saat di luar negeri, di mana menurut pengakuannya ia terlibat seks dengan pria bule dan ikut sebuah pesta orgy atas ajakan temannya yang tinggal di sana. Ia meraih kepuasan dari pengalaman seks di luar negeri itu, tapi sepulangnya ke tanah air tentu ia harus kembali menjaga imej sehingga tidak bisa seperti itu lagi. Seringkali ia memakai dildo untuk pelampiasannya atau memakai pakaian seksi yang membuat para pria menelan ludah melihatnya. Salah satunya pernah ketika memandu acara Dahsyat ia terlihat memakai g-string yang tercetak jelas waktu tercebur ke kolam. Untuk itulah ia meminta bantuanku untuk mengurangi demam birahinya yang sering kumat. Lalu akhir-akhir ini ia merasa terserang sindrom aneh yang membuatnya lupa mendadak sampai pernah ia lupa pernah bercinta dengan siapa sebelumnya. Tentu hal ini dapat menjadi masalah besar. Suatu ketika ketika show di kota lain entah bagaimana ia terlibat percintaan dengan sopir lokal yang mengantarnya. Tapi besoknya ketika si sopir mengajaknya lagi ia lupa kalau pernah melakukan hubungan itu sehingga ia malah marah dan mengatakan si sopir kurang ajar. Tetapi ada sedikit memorinya yang mengingatkan bahwa ia memang pernah bercinta dengannya, tapi ia tidak benar-benar ingat, untungnya itu di luar kota sehingga pulangnya ke Jakarta ia tidak bertemu pria itu lagi. Tapi khawatir sindrom aneh itu akan kumat lagi dan membawa masalah besar, ia pun memilih berobat padaku.
“Hhhmmm...” aku mengangguk-angguk mendengar penjelasannya, “baik Cu, sekarang Mbah minta waktu sedikit untuk minta petunjuk yah”
Olla bersedia menunggu, kulihat wajahnya sangat berharap padaku. Aku lalu mengambil dupa dan membesarkan api anglo. Kutebarkan dupa itu hingga asapnya berkepul memenuhi ruangan. Mulutku terus berkomat kamit merapal mantera dan meminta petunjuk pada para leluhur dan jin. Semadi ini memerlukan waktu hampir 15 menit. Akhirnya asap dupa habis dan menghilang bersamaan selesainya semadiku. Aku membuka mata, kulihat Olla sudah tak sabar mendengarkan hasilnya.

"Begini Cu, barusan Mbah sudah mendapat petunjuk tentang permasalahan yang cucu alami." aku membetulkan, “menurut petunjuk yang Mbah terima tadi, cucu kesambet Nyi Nunun, ini yang menyebabkan cucu selalu terserang penyakit lupa.”
“Nyi Nunun?” tanyanya
“Iya dia itu nama jin betina yang suka menempel pada wanita dan menyebabkan seperti cucu alami ini. Dia mempunyai suami bernama Ki Adang, tapi suaminya ini emang aneh, dia kayanya ada masalah sama istrinya, soalnya istrinya hilang dari rumah berbulan-bulan dia adem ayem aja. Nah, Nyi Nunun ini sepertinya memakai tubuh cucu sebagai tempat kaburnya”
"Lantas bagimana solusinya Mbah?" tanya Olla terlihat gelisah.
“Untuk mengusir jin itu dari badan cucu, dia harus dikalahkan dengan ilmu yang ada dalam diri Mbah. Untuk itu saya harus bersatu dulu dengan cucu"
"Maksud Mbah?" Olla bertanya balik dengan penasaran.
“Jadi gini Cu, sebelumnya apakah Cucu tahu mengenai prosedur terapi yang Mbah lakukan? Apa Mbak KD yang mengenalkan Cucu ke Mbah sudah pernah cerita sebelumnya?” tanyaku memastikan
Sesuai data di formulir, Olla datang kepadaku melalui rekomendasi KD atau Krisdayanti yang pernah menjadi pasienku. Akulah yang membantunya membuat pelet untuk menarik hati Raul, si pengusaha kaya yang tampangnya mirip kingkong itu, sehingga pria itu tergila-gila padanya sampai rela meninggalkan anak istrinya dan menikah dengannya. Untuk memasukkan susuk ke dalam tubuhnya dan agar peletnya lebih ampuh, KD rela bersetubuh denganku sebagai bagian dari ritual. Hasilnya...bisa anda lihat sendiri kan di media? Kulihat Olla terdiam selama beberapa saat dan menggigit bibir bawah sebelum menjawab, nampaknya ia sudah mengerti maksudku, dan tentu ada keberatan dalam hatinya.
“Iya...saya sudah jelas semuanya Mbah, saya siap! Jadi maksud Mbah kita berdua harus....” ia terdiam tidak meneruskan kata-katanya
"Benar Cu...dengan kata lain kita harus melakukan persenggamaan, dengan ilmu yang Mbah miliki, Nyi Nunun dalam tubuh Cucu akan lemas baru setelahnya Mbah keluarkan dia dari tubuh cucu" aku menjelaskan sambil memandang tajam wajah cantiknya, "yaa begitu saja petunjuk yang Mbah terima. Kalau cucu keberatan cucu boleh pulang dulu untuk pikir-pikir, kalau mau membatalkan juga Mbah gak akan menarik biaya sepeserpun. Semua pilihan cucu yang memutuskan" aku menutup pembicaraan sambil langsung menutup mata kembali dengan berkomat-kamit sambil menanti reaksi Olla.

“Kalau begitu...sekarang saja Mbah...saya siap kok, semua sudah saya pertimbangkan sejak awal” Olla menjawab dengan agak ragu.
“Cucu yakin?” aku menegaskan pertanyaanku sekali lagi
“Yakin...yakin Mbah, saya bersedia mengikuti ritual ini, tapi tolong semua ini rahasia antara kita saja kan?” jawabnya lagi.
“Hahaha...itu semua udah pasti cu, kode etik perdukunan itu sih, cucu liat sendiri kan Mbak KD apa pernah diberitain menjadi pasien saya?” aku tertawa mengelus dagu, “Mbah ini pada dasarnya cuma mau menolong orang dengan ilmu yang Mbah miliki, gak kaya si Dubur itu yang narsis gila publikasi, berdasarkan pengalaman yang ginian satu hari nanti bakal kena masalah juga” (kelak kata-kataku ini akan menjadi kenyataan)
“Dubur?” siapa tuh Mbah?” tanya Olla heran.
“Ehh....itu hehehe si Subur...yang punya bini delapan itu” kataku terkekeh, “Mbah manggil ke dia si Dubur, soalnya orangnya ngilani, dulu kita temenan waktu masih susah, sekarang dia udah banyak duit, istri udah delapan, sombongnya amit-amit deh, eh...udah ah gak baik ah ngomongin orang terus”
“Baik, saya percaya Mbah memegang kata-kata Mbah, jadi kapan kita bisa mulai?”
“Sekarang bisa kita mulai cu, sudah Mbah persiapkan semuanya, ayo ikut Mbah ke belakang
Olla pun mengikutiku ke ruang pemandian keramat di belakang, di sana terdapat sebuah kolam kecil berukuran 3x2 meter dengan kedalaman semeter yang telah berisi air dan potongan beberapa jenis bunga. Di sudut ruangan juga terdapat sebuah dipan kayu berukir.
“Nah sekarang cucu berendam dulu di air kembang ini!” kataku, “sebelumnya maaf bajunya dibuka dulu cu!”
“Semua Mbah?” tanyanya ragu
“Iya semua cu, kan mau berendam” kataku, “tenanglah cu, yang seperti ini sudah biasa, rileks aja dulu, cucu pernah melahirkan kan? Anggap aja Mbah ini dokter yang dulu menangani persalinan cucu”
Dengan agak ragu sambil memandangku, Olla pun membuka kaosnya. Aku tidak bisa menahan penisku menggeliat menyaksikan keindahan tubuh Olla, buah dadanya yang montok itu begitu menggiurkan di balik bra hitamnya. Kemudian ia membuka celana panjangnya, betapa indahnya sepasang kaki yang jenjang itu. Beberapa bagian tubuhnya dihiasi tatoo sehingga menambah kesan seksi pada ibu muda beranak satu itu. Karena sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini, aku dapat menjaga sikap sehingga terlihat profesional. Kini Olla tinggal memakai bra dan celana hitamnya, kontras dengan warna kulitnya yang putih. Bagian yang kutunggu-tunggu akhirnya sampai juga, ia membuka kait bra-nya di punggung lalu melepaskan branya. Wah...sepasang gunung kembar itu begitu indah, tegak membusung dan bentuknya bulat padat dengan puting coklat yang menggiurkan. Selanjutnya ia membuka celana dalamnya sehingga terlihatlah bagiannya yang paling pribadi, aku menelan ludah melihat bulu-bulu yang tercukur rapi di wilayah segitiga kenikmatannya.
“Baik Cu, sekarang cucu masuk ke kolam, santai aja yah …” perintahku.
Olla pun masuk ke kolam kecil itu, lalu duduk bersila di lantainya sehingga tubuhnya kini terendam air hingga dada ke atas. Aku juga membuka pakaianku sampai tinggal mengenakan sebuah celana dalam lusuh, lalu turun ke kolam dan  bersila di belakang Olla.

Pertama tama kuseka wajah dan rambut panjangnya tiga kali, sambil berkomat kamit untuk berkomunikasi dengan Nyi Nunun yang berdiam di tubuh artis cantik ini.
“Nunun kalpok...rualek ul, nagnaj arup-arup apul ululem ul!” kataku mengelus punggung mulus Olla dalam bahasa jin.
Aku memulai ritual ini dengan memijati punggungnya perlahan agar ia lebih rileks. Kupijati punggungnya dengan gerakan memutar. Dengan lincah tanganku juga memijat pundak dan lehernya. Olla pun menggeliat nikmat dengan mata terpejam karena mulai menikmati pijatanku. Lalu tanganku mulai merambat ke dada dan meremas payudaranya yang besar itu. Tanganku meremas dengan lembut, memainkan putting susunya, benda itu begitu mulus dan kenyal. Olla memejamkan mata, aku dapat merasakan nafasnya mulai naik-turun. Kedua payudaranya terus kuremas-remas dengan kedua tanganku sehingga kurasakan putingnya semakin menegang. Jari-jariku pun memilin dan memencet-mencet puting susu Olla, perlahan terdengar desahannya di antara suara komat kamitku.
“Nun! Anam ul? Igal gnipohs apa niapagn his? Rasad imaus ul aynlontok amil itnes!!” panggilku lebih tegas melihat jin dalam tubuh Olla masih belum bereaksi.
Tiba-tiba badan Olla bergetar
“Naapa ul liggnam-liggnam? Nagnarabmes aja ul, nakub amil ipat amil hagnetes uat!” suaranya juga mendadak berubah seperti suara ibu-ibu dan mengomeliku dalam bahasa jin.
Akhirnya aku berhasil memancing si jin usil ini keluar dari persembunyiannya, aku kini harus meneruskan ke langkah selanjutnya.
“Nun, aug amuc uam atnim ul nagnaj uggnag Olla, naisak aid, ul nak hadu aynup imaus kiab!” kataku mencoba membujuknya.
“Kiab aynapa!?” jeritnya “Aug niraibid rasayn aparebeb nalub, halam gnalib ag uat apa-apa, meid-meid aja! Nagnaj-nagnaj aynup nanapmis aid! Hua...ha.haha...gnatnem-gnatnem aug hadu aut, kelej...idaj irac gnay adum kitnac” Olla yang terasuki si jin betina itu terisak-isak seperti anak kecil diambil mainannya sambil curhat padaku, “itsap...itsap...arag-arag uti...” tiba-tiba ia menggeram marah
“Duh kasian Olla” kataku dalam hati, “dihinggapi sama jin betina rese sampai jadi nangis lebay kaya gini”
“uti apa Nun?” tanyaku berusaha menenangkan si jin labil ini
“itsap arag-arag luag amas nij skp gnay nemed imagilop uti, ayi...ukimaus itsap hadu aynup nanepmis gnarakes, huaaa...huu...!!” ia menangis lebih keras lagi.
“Nun, gnanet Nun, gnanet....inig aja...rat ayas niliggnap umimaus, atik nignomo kiab-kiab, ipat ul raulek ulud gnod, nak naisak Olla” aku mencoba membujuk si jin rese ini.
“kag uam, aug hisam uam inisid, kane, asib natuki lognon id vt, ratn aja ha! Weeeekk...” Olla yang dirasuki Nyi Nunun itu menjulurkan lidah meledekiku, dia bilang dia masih betah di tubuh Olla dan belum ingin meninggalkannya.
“Ehhh...gnaruk mesa!” omelku seraya mencipratkan air kembang pada Olla, “rasad nij sisran, ayak sob ortem vt aja ul! Gnakut rabet anosep id vt!”

Tubuh Olla kembali bergetar seperti kesetrum, kali ini tatapan matanya kembali normal.
“Apa? apaan tadi Mbah? Kok tau-tau saya ngerasa gak sadar diri gitu?” tanyanya bingung.
“Tenang Cu...tenang, tadi itu Mbah lagi berkomunikasi sama Nyi Nunun yang sembunyi di dalam tubuh cucu” aku menjelaskan sambil berusaha menyembunyikan nafsuku yang makin menggelegak melihat ketelanjangannya di hadapanku ini. siapa yang bisa nahan si Otong gak bangun coba, satu bak berdua bareng artis cuantik telanjangan pula.
“Terus gimana Mbah? Apa jinnya sudah berhasil dikeluarin?” tanyanya lagi.
“Justru itu Cu, ini jin emang termasuk rese, tadi Mbah udah ngomong baik-baik dia gak mau nurut, jadi sepertinya ritual ini harus kita lanjutkan Cu”
“Jadi harus gimana Mbah sekarang?” Olla bertanya dengan raut wajah penuh tanda tanya.
“Ya itu Cu, seperti yang udah Mbah wanti-wanti dari awal, jadi Mbah akan mengeluarkan jin di tubuh Cucu dengan membuka seluruh titik gaib di tubuh cucu, yang akan terbuka lebar di waktu persenggamaan, titik-titik gaib itulah yang menentukan dalam praktek perdukunan ini Cu”
Akhirnya dengan menghela nafas Olla pun menyetujui aku menyelesaikan masalahnya sesuai dengan ritual yang kujelaskan, “…yah sudah kalau memang demikian saya manut apa kata Mbah…saya kan udah bilang dari awal saya sudah siap”
Aku mengangguk seperti orang bijak walau dalam hati sebenarnya aku berseru “Hore!! Dapet daging mahal lagi nih! ini baru holol, suka sama suka, ga pake suap menyuap atau korupsi kaya si Fathonah cs”
“Ehem!!” aku berdehem mencoba memulihkan wibawaku agar tidak terlihat seperti sedang mupeng, “cucu silakan berbalik lagi ke posisi semula, Mbah akan kembali mencoba membuka titik-titik gaib di tubuh cucu”
Tanpa disuruh lagi, Olla pun kembali memunggungiku sambil bersila seperti semula. Aku kembali memijat dan menotok beberapa titik di punggungya. Setelah beberapa lama , tanganku bergerak makin ke bawah dan menyentuh selangkangannya, sementara tanganku yang satu memijat lembut payudaranya yang besar itu. Rambutnya yang masih tersanggul memungkinkan mulutku dengan leluasa mencium dan memagut pundak dan lehernya yang jenjang
“ahhh …Mbah.…hhhmmm” desah Olla
Jari jariku pun mulai menggelitik vagina artis cantik ini, kumainkan klitorisnya. Liang vaginanya terasa berdenyut , dan merekah .
“Aahh ki...Mbah...saya gak tahan...saya, enak…” .
“Tahan sebentar yah Cu, Mbah lagi membuka titik gaibmu di bagian sini...” kataku sambil terus menusukan jari tengah ke dalam liang vagina Olla .
Jariku bergerak ke luar masuk , dengan lembut, dan kadang kuputar mengaduk di dalam liang vaginanya, menekan semakin dalam. Kurasakan hangat pada jari-jariku di vaginanya di tengah air dingin yang merendam tubuh kami.

“Mbah…ssshhh… aahhh…” desah Olla makin tak karuan, tubuhnya terus mengeliat-geliat sehingga menyebabkan riak di sekeliling kami.
Aku membentangkan kedua belah paha mulusnya sehingga lebih nyaman menggerayangi vaginanya. Jari-jariku terus bergerak berusaha membuka titik gaib di vagina Olla, yang akhirnya membuat tubuh ibu beranak satu ini mengejang. Kurasakan cairan hangat dari vaginanya menyembur-nyembur ke tanganku, cairan orgasmenya keluar cukup banyak dan bercampur dengan air kolam.
“ahhh…udah…ahhh…” erang Olla menikmati orgasmenya .
Kubenamkan jariku lebih dalam sambil sambil kuciumi pundak dan lehernya yang mulus.
“Nah sekarang cucu duduk di sini ya” aku memintanya duduk di bibir kolam.
“Baik Mbah” tanpa diminta lagi, Olla segera menaikkan tubuhnya ke sana.
“Sekarang buka kakinya cu” perintahku, Olla terlihat agak canggung membuka kedua pahanya di depanku, namun ia melakukannya juga, “gak perlu malu Cu, ini memang ritualnya!”
Kini kepalaku sekarang benar-benar berada di antara kedua belah pahanya, tepat di depan selangkangannya. Daging merah merekah itu di balik terlihat di antara kerimbunan bulu-bulu hitam. Pemandangan yang begitu menggairahkan yang pastinya difantasikan oleh para pria terutama fansnya (jangan sirik sama Mbah ya hak...hak...hak...). Kunikmati ketika jari-jariku membelai paha Olla yang putih dan lembut. Aku mendekatkan wajahku ke belahan merah itu. Semakin dekat wajahku, semakin keras detak jantungku, kudekatkan wajahku hingga hidungku dapat mencium aroma vaginanya, harum dan unik susah dijelaskan, dari aromanya dan bentuk bulunya yang rapi terlihat ia termasuk apik merawat tubuhnya termasuk yang satu ini. Tanpa buang waktu lagi kujulurkan lidahku, dan kusapukan ke belahan vaginanya yang merah tersebut. Kuresapi sensasi daging lembut dan agak besah itu, gurih dan merangsang, kudorong lidahku hingga ujung belahan, menyentuh bulatan daging kecil yang membuat artis cantik ini melenguh nikmat. Kembali kuulangi sapuan lidahku, kugetarkan lidahku dan kedua jariku menguak bibir bawahnya hingga lidahku menemui klitorisnya. Sentuhan lidahku pada daerah sensitif itu tentunya membuat Olla tak dapat menahan erangan kenikmatan yang didapatnya,
“ukkhhhh....hmmmm.....terus Mbah jilat terus!” desah Olla sambil mendongakkan kepalanya setiap kali lidahku menyentuh daging bulat kecil miliknya.
Sungguh aku ketagihan menjilati vagina ibu beranak satu ini, di samping aromanya yang sedap merangsang, pahanya yang lembut juga seperti mengelus wajahku setiap kali dia menjepit kepalaku dengan pahanya saat aku menjilati klitorisnya. Daging kecil yang sensitif itu membuatku makin bernafsu, dengan gemas kuhisap daging kecil itu, dan ternyata membuatnya menggelinjang geli, dan menjepit erat kepalaku dengan pahanya, walaupun begitu tetap saja kuhisap dan kumainkan dengan lidahku, sehingga tak berapa lama kemudian celah kecil di belahan vaginanya berkedut-kedu, jepitan pahanya menguat pertanda ia akan orgasme lagi. Namun kali ini kuhentikan jilatanku, titik gaib di wilayah ini mulai membuka, mulutku berkomat kamit merapalkan mantera di depan vagina Olla dengan sesekali meniup ke liang vaginanya. Olla mulai mendesah dan merintih kecil ketika dua jariku menguak lebar bibir vaginanya, kutiup sambil terus merapal mantera, lalu lidahku kembali menjilat dan menyapu bibir vagina serta klitorisnya.
“Ssshhh...hhhmmmm....” Olla pun makin mendesis dan meremasi rambutku.

“Nah hampir terbuka...sekarang cucu berbaring telentang di sini ya!” aku menyuruhnya berbaring telentang di bibir kolam itu, “santai cu, ga usah tegang”
Tanpa disuruh lagi, Olla pun menuruti perintahku, nafasnya masih memburu karena birahinya telah tinggi, terlihat dari kedua buah dadanya yang turun-naik serirama nafasnya tersebut. Lalu aku pun memulai ritual pembukaan titik gaib di tubuhnya.
“Nunun kalpok...etnat eser....naicak hed ul, laggnitid rasayn imaus ipat aynaid irac kewec nial!!” dengan kembali berkomat kamit tanganku merabai tubuh telanjang Olla yang terbaring pasrah itu.
Kedua tanganku yang sudah berkeriput meremasi buah dada montok Olla. Kutuangkan minyak gaharu di atas dadanya dan kuratakan. Tanganku memutar-mutar bongkahan payudaranya dengan lembut. Selama beberapa saat pijatanku berputar-putar di kedua gunung kembarnya guna mencari-cari titik gaib di tubuhnya. Pijatanku mulai turun mengikuti lekuk pinggulnya sampai ke paha bagian dalam. Kuurut bagian itu perlahan.
“Ukhhh” Olla menggeliat kegelian ketika tanganku turun ke arah vaginanya yang ditumbuhi bulu-bulu hitam itu.
Olla pastinya merasakan sensasi dahsyat pada daerah kewanitaannya saat jariku menekan klitorisnya. Dua jariku mengurut bibir vaginanya dengan gerakan maju mundur. Kini tubuh Olla nampak mengkilap dan licin karena sudah terbaluri oleh minyak gaharu. Aku naik ke bibir kolam dan tanpa basa basi aku melepaskan celana dalamku. Kulihat mata Olla yang sayu karena terangsang berat tiba-tiba membeliak melihat aku sudah telanjang bulat di depannya. Pandangannya terutama tertuju pada pusaka pasak bumiku yang besar dan selalu jadi senjata utamaku dalam setiap ritual yang harus melibatkan hubungan badan.
“Mbah melihat dari cairan orgasme cucu tadi, ternyata si jin bersembunyi di tempat yang cukup dalam di tubuh cucu jadi sulit ditangkap. Mbah sudah coba sedot sedot tadi, tidak mau keluar juga. Jadi sekarang Mbah harus mencoba cara yang lebih kuat ya lewat hubungan badan ini” kataku dengan datar berwibawa.
Olla mengangguk, “silakan Mbah, asal saya sembuh, saya percayakan sama Mbah saja”
Mendapat lampu hijau darinya, aku pun melebarkan kakinya dan berlutut di antaranya. Kini dia terbaring mengangkang, vaginanya terbuka lebar seakan siap ditusuk. Penisku sudah tegang maksimal dan terarah ke lubang kemaluannya. Kugesek-gesek kepala si pasak bumi ke bibir bawahnya yang sudah basah.
“Hhhhmmmhh...” Olla mengerang pelan, matanya tertutup rapat.
Kurendahkan tubuhku, kini aku telungkup di atas badannya. Kukecup bibirnya dengan lembut
“sudah siap, ya Cu. Pokoknya Mbah usahakan kamu jadi sembuh betul”.
Dia mengangguk dengan mata masih terpejam.
Kini aku memegang batang kemaluanku, dengan sangat hati-hati menusukkannya ke vagina Olla yang masih basah dan licin akibat leleran cairan kewanitaannya. Penisku pun mulai melesak masuk ke vaginanya, tidak susah karena minyak gaharu tadi berfungsi sebagai pelumas ditambah lendir vaginanya.

“SSshhh...” desah Olla, tampak wajahnya mengernyit, tangannya memegang dan meremas lenganku.
Liang kenikmatan Olla termasuk legit dan nikmat untuk wanita yang pernah melahirkan dan penganut seks bebas seperti dirinya.
Sekarang aku mulai memompa penisku di dalam lubang vaginanya. Tubuh Olla pun terlonjak-lonjak di bawahku, tangannya meremas lenganku sangat keras. Matanya terbeliak-beliak dan mulutnya mengeluarkan desah kenikmatan. Kogoyangkan lagi semakin kuat, dan tanganku mulai menggerayang memainkan puting susunya. Mulutnya menceracau tak karuan, pertanda ia sangat menikmati pergumulan birahi ini, pinggulnya mulai ikut bergoyang mengimbangi genjotanku. Kuusahakan agar genjotanku seteratur mungkin, tidak terlalu cepat juga tidak terlalu lambat supaya tidak ejakulasi dini sebelum berhasil memancing si jin keluar dari tubuhnya. Namun genjotan Olla-lah yang semakin lama semakin tidak teratur. Kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan, mulutnya mendesis-desis dan tangannya memeluk erat tubuhku. Matanya terpejam dan raut wajahnya menampakkan kenikmatan yang sangat.
“aakhh.. ad..uuh.. mbaah.. aku.. aa..” Olla mengerang panjang, seperti yang kuduga, ia mencapai orgasme lebih dulu, kurasakan cairan hangat menyemprot di vaginanya.
Tubuhnya mengejang selama beberapa saat, aku dapat merasakan kukunya menggores punggungku hingga akhirnya kepalanya terkulai lemas ke kiri
“Asu, nih jin kok lebih susah ditangkep daripada belut sih!” aku mengutuk dalam hati.
Kuperkuat genjotanku, kufokuskan pikiranku pada kenikmatan yang kualami sekarang ini, kuremas-remas payudaranya semakin kencang.
“Nun! Rasayn anamek ul? Niajregn aug aja!” kataku pada si jin sambil terus menggenjot tubuh Olla berusaha membuka semua titik gaib di tubuhnya.
Setelah kurang lebih setengah jam menggenjotinya, akhirnya kurasakan desakan dalam penisku, desakan yang sudah sangat kukenal. Aku sudah mau orgasme, tapi kenapa si jin betina itu belum ada tanda-tanda terpancing keluar ya? Aku harus memakai jurus berikutnya.
“Cu...cu...sekarang saatnya cucu meminum ajian dari tubuh Mbah ya? Jadi si jin lebih mudah terpancing keluar”. kataku tersengal-sengal.
Olla hanya mengangguk saja, matanya tetap terpejam dan nafasnya turun naik. Setelah mendapat persetujuan darinya, aku segera mencopot penisku dari vaginanya, begitu cepat sehingga terdengar suara, “plop”. Aku segera mengangkang di atas tubuhnya, batang kemaluanku kuarahkan ke mulutnya
“ini Cu” kataku, tangan kananku mengangkat kepalanya yang terkulai, sedangkan tangan kiriku terus mengocok batanganku yang basah.

Mata Olla membuka malas, melihat penisku bergelantung di depan wajahnya. Ia agak membelakan mata melihat dari dekat penisku yang panjang dan perkasa ini, tapi ia tidak tampak kaget, mungkin sudah biasa melakukannya.
dia menggumam malas, “maksud Mbah....”
Aku mengangguk, “iya Cu, obatnya ada dalam sini. Mbah kan rutin minum ramuan jadi peju Mbah mengandung zat-zat bertuah, ayo nanti cucu minum yah semuanya” kataku.
Dan tanpa bertanya lagi, dia memegang penisku dan memasukkan ke mulutnya. Wah, dari gaya memegangnya saja sudah kelihatan artis cantik ini mahir soal beginian. Meskipun tetap dengan gaya malas, seperti setengah sadar, dia mulai menyedot nyedot penisku dan lidahnya secara reflek juga bergerak-gerak menyelusuri batangnya. Aku pun bergetar hebat menikmati oral seks yang diberikannya. Kutelungkupkan tubuhku di atas tubuhnya, dan kugoyangkan pinggulku sehingga kemaluanku bergerak keluar masuk mulutnya. Rasanya bahkan lebih nikmat daripada bersetubuh biasa. Beberapa kali tanpa sengaja giginya bergesekan dengan penisku membuat kenikmatan yang kurasakan semakin melambung. Kupercepat goyanganku, tetapi tetap menjaga agar dia tidak sampai tersedak. Akhirnya tekanan dalam kemaluanku tidak dapat kutahan lagi
“Cu...Mbah keluar nih...aaahh” erangku, “ditelan semua ya”
Dan croot.. muncratlah spermaku ke dalam mulutnya. Kurasakan teknik hisapan dan jilatannya yang luar biasa. Dua kali lagi aku menyemprotkan maniku di mulutnya sebelum berhenti, tangannya mengocoki penisku seolah memeras keluar semua cairan spermaku. Kudiamkan spermaku di dalam mulutnya sambil mereguk sisa-sisa kenikmatan barusan. Kurasakan kemaluanku mulai mengecil dan akhirnya lepas sendiri dari mulutnya. Kulihat pada bibirnya tampak berlepotan sperma, tampaknya masih cairanku yang tertahan di mulutnya dan belum tertelan. Aku bangun dan mengambil gelas berisi air kembang yang telah kuberi jampi-jampi dan menyodorkannya dengan lembut
“minum Cu, minum. Biar semua obat Mbah masuk ke badanmu. Ini air kembang juga berkhasiat kok.” Dia menurut saja dan meneguk habis air itu. Akhirnya kubimbing dia berdiri, dan kubantu dia memakai bajunya. Aku juga memakai bajuku. Kami sama sekali tidak bicara saat itu.
“Bagaimana sekarang Mbah? Apa sudah beres masalahnya?” tanya Olla setelah meneguk air yang kuberikan, tangannya menyisir rambutnya
“Sekarang semua titik gaib di tubuh cucu sudah terbuka, tinggal mencari Nyi Nunun untuk dikeluarkan dari tubuh cucu, setelah itu selesai sudah semuanya. Tapi untuk itu Mbah membutuhkan bantuan seorang lagi untuk ritual selanjutnya karena Mbah sebagai media untuk memanggil Ki Adang, suami si jin di tubuh cucu itu, dengan suaminya kita akan lebih mudah mengeluarkan Nyi Nunun” aku menjelaskan panjang lebar yang ditanggapi olehnya dengan anggukan kepala, “sekarang ayo kita ke kamar praktek Mbah!” kuulurkan tangan membantunya berdiri.
Olla mengikutiku masuk ke salah satu kamar praktekku yang berukuran lumayan luas. Kunyalakan tungku dengan kendil kecil di atasnya sehingga sebentar saja bau kemenyan memenuhi ruangan ini. Di dalam lemari kaca terdapat beberapa keris dan berbagai pernak pernik perdukunan yang terlihat berbau mistik, sebagian benda-benda itu tergantung di dinding. Kalau lagi musim-musim kampanye caleg atau pilkada, benda-benda tersebut adalah pohon uang yang subur bagiku karena kusewakan dengan harga cukup tinggi. Kebanyakan dari para penyewa itu tidak keberatan dengan tarif yang kuberikan dan hasilnya pada umumnya memuaskan, walau dianggap tidak mungkin menang atau main curang sampai digugat ke MK oleh lawannya, ia tetap menang. Aku tidak bisa menyebutkan di sini siapa saja mereka karena melanggar kode etik, anda bisa lihat saja sendiri di lapangan mana saja yang menunjukkan hasil dari bantuanku.

“Duduk aja di sini Cu!” kataku sambil membimbingnya duduk di dipan.
Dengan canggung dia menurut saja, lalu aku menuju interkom memanggil si Penyok untuk segera datang ke sini.
“Nyok...sini ada kerjaan nih!” panggilku
“Siap bos!” jawabnya di sana
“Loh Mbah? Kok...?” Olla agak kaget dan merasa risih ketika aku memanggilnya ke sini, “eeerrr...ada kain ga atau handuk?” tanyanya
“Tenang...tenang Cu!” aku mencoba menenangkannya, “si Penyok itu assisten kepercayaan Mbah, cucu gak udah sungkan. Dia yang akan Mbah pakai sebagai media untuk memancing Nyi Nunun keluar dari tubuh cucu”
Dengan setengah hati akhirnya Olla pun mengiyakan juga, “yah udahlah Mbah, udah nanggung di tengah jalan, masa mau berenti, tapi lain kali cari assistennya yang cakepan dikit napa Mbah?”
Penyok masuk ke ruangan ini dan matanya langsung tertumbuk ke arah Olla yang sedang duduk di dipan dengan tubuh polos. Olla sendiri menyilangkan tangannya menutupi dadanya dan selangkanganya, namun menurutku gaya demikian malah membuatnya terlihat semakin sensual saja.
“Nah sekarang gini Cu, ntar Mbah akan panggil Ki Adang masuk ke tubuhnya si Penyok ini, tapi nanti cucu jangan pernah singgung kalau istrinya ada di sini ya, biar aja pokoknya berjalan gimana mestinya deh, mengerti Cu?” aku memberi penjelasan.
Olla mangut-mangut sambil sesekali menatap risih ke arah si Penyok yang matanya makin jelalatan memandangi ketelanjangannya.
“Kalau gitu, udah siap kan Nyok? Nyok?” aku mengeplak kepala belakangnya, “eeee....dipanggil malah diem aja, sekarang gua mau mindahin jin ke tubuhlu! Lo siap kan?”
“Ehh...iya...iya Mbah sori abis ada yang mulus-mulus jadi ga tahan saya” katanya cengengesan, “saya siaplah Mbah, yuk mulai Mbah”
Olla menyingkir menjauhi Penyok bersila di dipan, ia terlihat jijik melihat tampang mupeng penyok yang tidak pernah lepas memandanginya. Aku sih maklum-maklum saja, ya dengan tampang ancur gini siapa sih yang tidak seram dengannya. Kusuruh Penyok membuka baju, tinggal menyisakan celana kolor lusuhnya saja. Lalu kutuangkan air kembang tujuh rupa di atas kepalanya sambil merapalkan mantera.
“Adang, lontok nalituk, ayninib eser, inis ul! HIYA!!!” sambil berseru kutempelkan telapak tangan di punggungnya.
Tiba-tiba Penyok bereaksi, tubuhnya bergetar hebat seperti kesetrum dan matanya berputar sampai putih semua. Olla yang melihat reaksi itu nampak tegang. Kepala Penyok lalu jatuh terkulai.
“Mbah...gapapa tuh asistennya?” tanya Olla.
“Ga...gapapa kok cu, tenang aja, udah biasa ini mah”
Baru saja aku selesai ngomong, tiba-tiba Penyok menegakkan kepalanya.
“Oya!! Ihaneb ainud nial!!” serunya sambil mengepalkan tangan ke atas, “hakk...hakk...hak...hakk...hakk!!”  lalu ia tertawa terbahak-bahak seperti Sis Diny...eh seperti orang gila (sori, sori Sis)
“Hoi Dang...eyip erabak? Ahamuk gnamad?” sapaku pada Ki Adang yang telah masuk ke tubuh Penyok, “tenang Cu, ini Ki Adang, kenalin dulu!” kataku menenangkan Olla yang nampak ketakutan melihatnya
Sedikit info, Ki Adang ini memang agak ‘miring’ setelah dulu pernah kalah dalam pil-kadalin (pemilihan kepala dunia lain), makanya suka ketawa-ketawa ga jelas dan kadang ngomongnya juga gak nyambung.


Si Penyok

Hehehe...kiab kok kiab, ada naapa hin liggnam aug?” tanyanya, “wah...wah...ada gnay sulum hin!” pandangannya tertumbuk ke arah Olla, “ini nak Olla Ramlan, sitra kitnac nad iskes uti, reneb nak?” pandangannya semakin mupeng, lebih-lebih dari si Penyok, jadi pembaca silakan bayangkan sendiri, tampang si Penyok yang sudah amburadul dibikin tambah kacau lagi oleh Ki Adang.
“gnanet, rabas ulud, aug gname ulrep nautnab ul, gnomo-gnomo inib ul eyip erabak? Amal kag regned aynatireb” aku berbasa-basi sambil menanyakan kabar istrinya, Nyi Nunun.
Belum selesai aku berbasa-basi dulu, tiba-tiba Penyok yang dirasuki Ki Adang menerkam Olla dengan ganas.
“Aaawww...Mbah, tolong!! Jangan!! Lepasin!!” artis cantik itu menjerit dan meronta-ronta di bawah tindihan si Penyok.
“Wei Dang...rasad ul! Rabas tikid apan?” tegurku, “tenang cu, tenang...ikuti aja, kan Mbah bilang tadi biarin berjalan gimana mestinya” aku membelai rambut Olla mencoba menenangkannya.
“Aahhh tapi Mbah, kok gini...aahh...mmmhhh” aku membungkam mulutnya dengan sebuah pagutan yang lembut dan dalam disertai remasan lembut pada payudara kirinya.
Penyok dengan bernafsu menggerayangi tubuh telanjang Olla, kini ia sedang mengeyoti payudara kanannya sambil tangannya terus menggerayangi lekuk-lekuk tubuhnya yang indah. Perlakuan lembutnku ternyata cukup untuk menenangkan Olla, kini ia tidak setegang tadi dan rontaannya berkurang. Ia bahkan mulai mengimbangi permainan lidahku di mulutnya, dalam hal ini ia terbilang mahir, lidahnya menari-nari beradu dengan lidahku, saling belit dan saling hisap. Tangaku memijati payudaranya dalam gerakan memutar searah jarum jam, pelan-pelan menuju ke tengah. Sesampainya di putting, kupilin lembut putingnya ke atas dan melepasnya, begitu terus bermain-main dengan birahinya.
“Hh.. hh.. hhsshh..” nafas Olla tersengal-sengal dengan tubuh menggeliat di atas dipan.
Tak lama aku menyuruh Olla duduk di pinggir dipan sementara aku dan Penyok berdiri di kanan dan kirinya dengan penis mengacung tegak ke arahnya.
“Yuk isepin kita gantian cu, sambil saya ngobrol sama Ki Adang ini!” perintahku.
Walau agak ragu dan memandang risih pada si Penyok, Olla melakukan juga apa yang kusuruh. Kedua tangannya meraih kedua penis kami. Ia memulai dengan mengulum penisku dan mengocok penis Penyok.
“Nah, olak inig nak asib lorbogn Dang. Anamig hin? Gnarakes niapagn aja ?” tanyaku
“kubis hal...kubis taub eynapmak idaj nediserp, ul uam idaj mit ukseskus kag?” jawabnya sambil meremasi payudara Olla.
Gelo juga nih jin, stress sampe berangan-angan jadi presidennya dunia lain sampai nawarin aku jadi tim suksesnya, kadang kasian juga sih, kalau manusia stress dan jadi miring biasanya dibilang kesambet jin, nah kalau jin jadi miring kesambet apaan yah?
“kag ha, aug aguj kubis id ainud aug, ag tapmes igal suru ainud nial, uuuhh...enak cu!!” jawabku sambil mengelusi rambut Olla, baik jilatan, kuluman, dan kocokan tangan artis satu ini memang luar biasa uenak.
“reneb hin? Ratn aug hisak mejnip nij nuthsup hed ek ul!” katanya lagi, tangannya menarik lepas ikat rambut Olla sehingga rambutnya yang hitam panjang itu tergerai bebas hingga bahu ke bawah.
“Hehehe...lakan aguj ul Dang, gname tepad irad anam hut nij nuthsup?

Kini Olla sedang menjilati pelir si Penyok sambil mengurut-urut pelan penisku, ia begitu mahir melakukannya, jilatannya kemudian naik membasahi batang penisnya. Uuh...mungkin dengan melihatnya saja sudah bisa membuatku ejakulasi. Untung aku cukup kuat untuk bertahan.
“irad bihos-bihos nij skp aug gnod, ekokop aynasar batnam siba hed! Uuuhhh...ayak nagnopes Olla ini hin!”
“apa kag tukat olak inib ul uat Dang? Eyip erabak si Nunun?” tanyaku mulai memancing dengan pertanyaan tentang istrinya.
“Nunun his igal taggnim, niraib aja hed, ratn aguj gnalup iridnes, halam aug gneyup ualak ada aid”
“gneyup anamig hot?”
“Is Nunun atnim tiud najaj suret, hadu uat aug teres siba lagag id niladaklip hisam suret atnim, halam atnim kian, anamig aug ag sserts aboc? Hadu ha, uag uam totnegn ulud adapirad nignomo aid!”

Penyok kemudian menaikkan tubuh Olla ke dipan dan menarik pinggangnya hingga menungging, lalu ia berlutut di belakangnya dan mendesakkan penisnya ke liang kenikatan Olla, penis itu melesak masuk dengan perlahan.
“Aaawwhh...Mbah...kok gini?” Olla menatapku sambil membelalakan mata dan mengerang merasakan penis si Penyok mempenetrasi vaginanya.
“SSshhh...nikmati aja Cu, sedikit lagi selesai, Mbah jamin itu!” kataku sambil meremas tangannya.
Kepala Olla terdongak karena rambut panjangnya dijambak dan mulutnya mengeluarkan rintihan setengah menjerit. Penyok mulai menggenjoti vaginanya dengan ganas sampai suara kecipak kelamin beradu memenuhi ruangan ini. Penyok menangkap payudara montok Olla dan meremasinya dengan keras. Sementara Olla disetubuhi Ki Adang dalam tubuh Penyok aku sibuk komat-kamit merapalkan mantra sambil memijati payudara Olla yang bergantung. Tiba-tiba Olla mengejang dan menjerit panjang, Penyok memberi jeda waktu menghentikan hentakannya membiarkan artis cantik ini menikmati orgasmenya. Olla terus menggeram hingga kemudian tubuhnya kembali rileks dan kembali terguncang-guncang dahsyat akibat sodokan-sodokan dari belakang. Tubuh Olla mengkilap akibat basah oleh keringat dan sisa minyak gaharu.
”ooouch...yah teruss...puaskan aku lagi ...ahhhss”, rintihnya.
“Huehehehe...kaneu tegnab, batnam!! Gname ulrep nautnab apa ukirad epmas hisagn gnay kiysa inig?’’, tanya Ki Adang padaku sambil terus mengayunkan pinggulnya
“ratn aja aug hisak uat, gnarakes yojne ulud hal!” kataku.
Tangan menampari pantat bahenol Olla seperti sedang memicu kuda. Ayunan pinggul Olla pun semakin menghentak-hentak dahsyat menghasilkan suara becek gesekan kelamin.
“ooouch...teruss...aahss..puaskan aku Mbak....jangan berhenti...aahs”, rintihnya dengan suara manja
Persetubuhan dahsyat menyebabkan bergoyang-goyangnya dipan tuaku ini. Tiba tiba Penyok mempercepat sodokannya sehingga Olla menggelinjang histeris hingga kedua payudaranya terpental-pental. Sampai akhirnya, janda cantik beranak satu ini pun menjerit panjang ketika mencapai klimaks
“Aaaaaaaaaa aaa…..gggghh…!”.
Setelah mereda Penyok rupanya belum puas, ia mencoba membangkitkan gairah Olla dengan menjilati vaginanya Sementara aku menyodorkan penisku yang sudah sangat tegang ke mulutnya. Olla menyambutnya dengan antusias. Ia jilati seluruh permukaan batangku beserta kepalanya yang mirip helm tentara dengan sangat mesra. Kemudian ia masukkan ke dalam mulutnya.

“Uuuhh Cu...enak!” desahku dengan mata terpejam ketika ia mengeluar masukka penisku sambil sesekali menyedot dengan kuat.
“Ayo Bang...entot aku lagi dong!” kata Olla lirih sambil menunggingkan pantatnya lebih tinggi dan dua jarinya membuka lebar bibir vaginanya meminta Penyok yang kerasukan Ki Adang menyetubuhinya lagi, rupanya gairah liarnya telah kembali menyala.
“Hak...hak...hak...nahigatek ay non?”
Kali ini Penyok langsung menyerbu dengan sodokan sodokan yang cepat. Saking semangatnya hingga kantung zakarnya menepuk nepuk selakangan Olla dan menimbulkan bunyi yang cukup keras, “plok! Plok! Plok!” Aku duduk selonjoran di depannya sambil mengerang nikmat merasakan mulutnya memanjakan penisku, lidah yang hangat itu begitu lihai membelai kepala penisku.
“Uuuhh...cu...gitu terus cu, enaaakkhh!!” erangku sambil mengelusi rambut panjangnya.
Selang beberapa saat kemudian, tubuh Olla terasa mengejang, lalu bergetar hebat. Ia lepaskan kulumannya pada penisku dan mendesah panjang menyambut klimaksnya
“Aaaaarrrrghhhhh!!!” matanya terbeliak beliak diterpa berjuta kenikmatan
Tak lama kemudian ketegangan tubuhnya pun mereda. Penyok mencabut penisnya masih tampak menegang dan belum ejakulasi.
“Jok...uam kag hut?” ia memberiku giliran untuk menyetubuhi artis cantik ini.
“idat hadu his, ipat halhelob, kane his”
Kurengkuh tubuhnya lalu kutelentangkan tubuhnya di tengah dipan, kurentangkan kedua kakinya lebar lebar hingga liang senggamanya yang habis dijejali kemaluan penyok mengaga lebar. Sisa sisa lendir orgasmenya yang berwarna putih kental meleleh di bawah celah itu. Pemandangan yang sungguh membangkitkan birahiku. Dengan gemas kulesakkan batang kemaluanku ke dalam liang kenikmatannya.
“Aaahh...Mbah!!!” desah Olla dengan mata membelakak
Kemudian kukayuh pinggul maju mundur dengan kuat dan tempo yang cepat. kumasukkan batang kejantananku ke dalam lubang kemaluannya. Olla mengikuti gerakanku sambil mendesah-desah, pinggulnya seperti berdansa ke kiri kanan. Liang kewanitaannya bertambah licin saja sehingga batang kejantananku makin lancar keluar masuk. Mataku merem melek memandangi wajah Olla yang telah bersemu merah karena birahi tinggi. Sementara itu Penyok telah menempatkan dirinya di samping Olla dan menyodorkan batang kemaluannya. Olla meraihnya dengan sepontan dan menyambutnya dengan jilatan yang rakus. Penyok mengulurkan tangannya ke arah selakangan artis cantik itu. Ia gunakan jari tengahnya untuk menggesek kelentit Olla sementara aku menggejot liangnya penuh nafsu. Olla melengkungkan punggungnya penuh rasa nikmat. Tak lama Olla terasa mengejankan tubuhnya disertai jeritan penuh kepuasan. Dinding dinding dalam vaginanya terasa mencengkeram kuat batang kemaluanku. Hingga akhirnya beberapa detik kemudian lendir orgasmenya memancar keluar dan membasahi seluruh batang kemaluanku.

Kami berganti posisi lagi. Olla berlutut di lantai di antara aku dan penyok yang berdiri merasakan pelayanan oralnya. Olla memeluk pinggangku dengan kuat sambil membenamkan mukanya di selakanganku sambil mengocoki penis Penyok dengan tangannya. Penisku dalam mulutnya pun terperosok lebih dalam hingga menyentuh pangkal lidahnya
 “Nngghhh...enak, gitu cu, terusshhh....” ceracauku menyemangati Olla.
Akhirnya aku pun menyerah juga pada sedotan dan jilatannya yang ahli ditambah lagi tangannya kini ikut mengocok dengan sangat cepat
“Ooohhh cu...mbah keluar nih!!” lenguhku.
Olla menghisap semakin kuat sampai akhirnya ujung penisku menggeliat geliat kemudian menyemburlah spermaku beberapa kali di dalam mulutnya. Kupejamkan mata dan menggeram sekeras kerasnya saat kurasakan Olla menyedot setiap semprotan spermaku. Setelah semprotan itu mereda ia baru mengeluarkan penisku dari mulutnya. Creett...crettt...sisa semprotan spermaku mendarat di wajah cantiknya.
“Uuuhhh...tirjna...aug uam torcegn hin...aaakkkhhh” Penyok yang penisnya tengah dikocok oleh Olla juga melenguh-lenguh nikmat “Ohh…Ohh..” erang asistenku itu dan penisnya memuntahkan sperma yang begitu kental dan putih.
Cairan itu menyemprot telak membasahi wajah Olla, kedua payudara, leher serta rambutnya juga tak luput dari cipratan cairan putih tersebut.
“Hhhssshh...hhsshhh...batnam...ini urab batnam!” sahut Penyok mengacungkan jempol (RCTI oke....)
“amas is Nunun batnam anam Dang?” tanyaku.
“Oy, ini hot....asam nignidnabid amas is kenen aut uti?”
“idaj utig ay?” tiba-tiba Olla yang sedang mengocok penis kami yang mulai lemas berubah suaranya menjadi seperti ibu-ibu, “aug kenen aut ay? yopmik amas nij nuthsup ay?”
“Lho...Nun...kok utis asib id inis? AAAAAOOOOOO!!” Ki Adang dalam tubuh Penyok yang terkejut tiba-tiba menjerit kesakitan sampe matanya melotot karena buah zakarnya diremas keras oleh Olla lalu disusul ‘BUKH!’ sebuah uppercut menghantamnya di dagu sehingga membuatnya terpelanting ke belakang.
Aku yang tidak mengalami saja bisa merasakan sakitnya apalagi suara jeritannya itu sungguh menyayat hati. Sungguh murka seorang istri yang dikhianati itu sangat mengerikan ya.
Eh...ehhh...Nun...nagnaj...uti netsisa aug!” aku memegangi lengan Olla yang kembali ingin menghajar Penyok.
“Heh...emid ul! Aug igal nisereb nasuru amas imaus aug!” lalu ‘BUK’ sebuah bogem mendarat di wajahku.
“AAWWW” aku kesakitan memegangi pipiku.
“Jok...gnulut Jok...kok idaj inig his?” Penyok ketakutan dan minta tolong padaku sambil beringsut menghindari Olla yang sedang kerasukan dan ngamuk.
Aku baru ingat inilah momen yang tepat, tanpa menghiraukan pipiku yang masih nyut-nyutan dibogem, aku segera menyiapkan jurus berikutnya dan komat-kamit merapalkan manteranya. Kuhampiri Olla yang sedang menarik-narik kaki kanan Penyok yang masuk ke bawah meja.
“Hhheeeaaa!!” teriakku sambil menyentakkan dua telapak tangan pada mereka.
Dua jin itu pun terpental keluar sementara Olla dan Penyok langsung terkulai lemas. Hanya orang berilmu seperti akulah yang mampu melihat kedua jin itu.

“Imaus kalpok! Setnap hateb iridnes amal utig” kata Nyi Nunun yang berwujud wanita berkerudung sambil menepuk-nepuk pentungan ke tangannya, “aynuat reneb ada niam, hin...niasar gnutnef aug!
geramnya seraya mengayunkan pentung itu.
“wadoh...doh...doh...nupma...nupma...!” Ki Adang yang berwujud pria setengah baya itu menghindar sambil nangis-nangis minta ampun, “kag igal, kag igal...hapmus!”
“hapmus...hapmus...hapmus alap ol!!” Nyi Nunun kembali menghantamkan pentungnya pada suaminya.
“Awww...awww...Jok...nignulut aug gnod! Wadoh!!” Ki Dadang terbirit-birit lari menghindari istrinya yang ngamuk.
“Walah, uti nak nasuru hamur aggnat etne audreb, suru iridnes had!” kataku santai.
Kejar-kejaran sepasang suami istri jin itu seperti Tom n Jerry saja, untungnya mereka tidak memiliki raga, kalau tidak bisa hancur berantakan tempatku ini. Mereka akhirnya menghilang di balik tembok dan suara mereka terdengar makin menjauh dari tempatku hingga akhirnya suaranya pun tak terdengar lagi. Lega...akhirnya berhasil juga tugasku mengusir jin dari tubuh Olla. Aku mendekati Olla dan Penyok yang tak sadarkan diri. Yang pertama siuman adalah Olla.
“Duh...dimana ini Mbah, tadi saya hilang kesadaran lagi?”
“Berita bagus cu, jinnya udah pergi, dan Mbah udah menutup titik-titik gaib di tubuh cucu supaya dia gak kembali lagi”
Senyum manis pun perlahan menghiasi wajahnya, “Bener mbah, terima kasih ya”
“Itu sudah tugas mbah, cu. Ramuan yang mbah masukkan ke tubuh cucu juga berkhasyat untuk cucu enteng jodoh, jadi semoga cucu mendapat pria idaman setelah ini”
Tak lama kemudian, Olla pun mengambil pakaiannya dan mulai mengenakannya lagi, lalu dari dalam tasnya ia mengambil selembar cek dan menuliskan nominal yang cukup besar dan diserahkannya padaku.
“Baiklah Mbah, ini dari saya, semoga cukup, ntar kalau ada masalah saya akan konsultasi ke mbah lagi” katanya
“Hehehe...bagi mbah sih yang penting cucu puas dengan hasil pengobatan mbah, kapanpun pintu rumah ini terbuka untuk cucu datang kembali” kataku
“Baiklah Mbah, kalau begitu saya pamit dulu,”kata Olla berpamitan setelah lengkap berpakaian, “omong-omong Mbah, itu assistennya gak apa-apa?” tanyanya sambil melirik ke si penyok yang masih kelenger di bawah meja.
“Ohhh...gapapa kok cu, udah biasa, nanti juga siuman kok hak...hak...hak....!”
Selesai juga sesi yang seru siang ini, lumayan hari ini menambah pahala ganda, yaitu menolong Olla dan ‘mempersatukan’ suami istri yang lama terpisah. Tidak sampai setahun setelah konsultasi denganku, Olla, seperti yang mupengers sekalian ketahui, mendapat jodoh seorang pria ganteng bernama Aufar. Setelah menikah Olla juga sempat beberapa kali berkunjung lagi ke tempatku, istilah kerennya ‘bimbingan spiritual’ hak...hak...hak...yang ujung-ujungnya sih hubungan badan.

-----------------------------------------------
“Hadoh, badan gua kok jadi babak belur gini Mbah? Emangnya diapain aja sih tadi?” keluh Penyok setelah sadar dan merasakan ngilu dimana-mana terutama selangkangannya yang diremas tadi.
“Yah...insiden kecil lah Nyok, kan yang penting situ udah liat Olla Ramlan bugil”
“Gua baru liat belum ngerasain udah disambet sama tuh jin, mana sempat ngerasain enaknya huhh...”
“Yah yang penting lu udah ngerasain encuk-encuk si Olla kok, nih bonus dari gua ganti rugi babak belur lu!” kataku memberikan tiga lembar Soekarno-Hatta padanya.
Akhirnya Penyok tersenyum juga setelah kuberikan ganti rugi itu, saat itu HP-ku berbunyi dan kulihat nama ‘Ahmad Fathanah’ menyala di layarnya. Kuterima panggilan itu,
“Ya...Pak Fathanah, assalamualaikum!” sapaku.
Hehehe...ternyata nih orang mau isi ulang jimat pemikat wanitanya karena hampir habis masa berlakunya (emang cuma pulsa yang bisa isi ulang?). Aku suka pelanggan ini, ia murah hati dalam memberi honor, juga merekomendasikan banyak rekan-rekan partainya padaku, buktinya boss partainya saja minta jimat yang sama sampai bisa dapat bini muda anak sekolahan, juga rekan-rekannya yang lain yang kebanyakan hobi poligami itu, semua pesan jimat padaku.
“Nyok, buat Pak Fathanah mau isi ulang jimat ntar malem udah rampung persiapan ritualnya belum?” tanyaku pada assistenku ini setelah menutup HP.
“Ooohh...air mandi dengan peju tujuh rupa binatang yah, cuma kurang satu bahan sih, peju kebo, persediaan di kulkas udah habis Mbah, gimana dong?”
“Oohh...itu bisa diganti jadi peju sapi, masih ada gak?” tanyaku
“Ada...kalau itu sih ada, oke deh Mbah saya siapin dulu!”
Di kemudian hari si Fathanah ini gara-gara terlalu banyak proyek jadi lupa mengisi ulang jimatnya, akibatnya....ya kalian bisa lihat sendirilah di media. Oke segini dulu deh cerita dariku, sampai jumpa di lain kesempatan yah. Hak...hak...hakkk....!!

By: Panat Djaja