Minggu, 10 November 2013

Cincin Perawan

Ayu Dyah
Aku berdiri di depan pusat pertokoan Setia Budi, Kuningan. Jujur saja aku bingung hendak kemana. Ada perasaan bosan yang teramat sangat menghinggapi diriku saat ini. Rasa bosan yang membuatku ingin mencoba sesuatu yang baru. Namaku Ayu Dyah dan umurku baru menginjak 22 tahun. Aku sendiri kuliah di salah satu universitas swasta terkenal di Jakarta, jurusan public-relation. Banyak orang, termasuk teman-teman sekampusku, yang bilang aku cantik dan menarik. Bukan ingin memuji diri sendiri, tapi mereka tidak salah. Aku terlahir dari sebuah keluarga pengusaha. Ayah ibuku tinggal di Bali dan aku memutuskan untuk mendiami rumah keluarga di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Sebuah rumah yang mungil, namun memiliki fasilitas yang lengkap serta taman. Aku biasanya kemana-mana membawa mobil pribadi, sebuah Honda Jazz keluaran terbaru berwarna merah. Tapi aku jarang menggunakannya. Karena aku punya kebiasaan mengantuk, jadi aku sering bepergian menggunakan taksi. Aku memiliki darah Indo dari kedua orang tuaku. Ayahku keturunan Indo-Jerman, sementara ibuku berdarah campuran Indonesia-Perancis. Jadi memang tidak salah, meskipun namaku sangat Indonesia karena keluargaku amatmenyukai budaya Bali dan Jawa, aku terlahir dengan penampilan fisik yang sebenarnya bisa membuatku sebagai model terkenal. Aku memiliki tubuh yang langsing, namun berisi. Tinggiku sekitar 171 cm dengan berat badan 53 kilogram. Kulitku putih dan aku memiliki rambut sebahu yang hitam. Banyak yang mengatakan aku sekilas mirip Pevita Pierce, aktris muda yang sedang nge-top saat ini. Aku menganggap itu sebuah pujian. Aku sebenarnya belum tertarik menjalin hubungan dengan pria saat ini. Terakhir kali aku pacaran, kira-kira satu setengah tahun lalu. Saat berpacaran aku menjalaninya dengan normal-normal saja. Ketemuan, nonton, makan, membahas sesuatu, tanpa melakukan hal-hal berlebihan yang sudah dilakukan anak-anak muda sekarang. Paling jauh aku hanya melakukan ciuman saja. Tidak lebih. Namun, kejadian dua pekan lalu banyak mengubah diriku. Saat aku berkunjung ke perkampungan Baduy. Aku memang hobi melakukan perjalanan seorang diri ke tempat-tempat eksotis, untuk melampiaskan keingintahuanku. Saat di perkampungan Baduy, aku mendapatkan suatu pengalaman mistis. Saat menginap di salah satu rumah di perkampungan Baduy, aku  tinggal bersama seorang wanita tua yang kutaksir berumur 70-an. Dia bernama Mak Endeh dan dipercaya sebagai salah satu wanita sakti di perkampungan Baduy. Aku saat itu ditawari menginap di rumahnya, yang terletak di Kampung Baduy Luar, karena ia kebetulan melihatku. Ia berkata ia melihat sesuatu yang istimewa dalam diriku. Saat malam terakhir aku menginap di sana, aku diajak mengobrol oleh Mak Endeh.

“Ayu, kamu ini gadis muda yang cantik. Banyak pria yang mengejarmu dan aku melihat kamu juga punya suatu kekuatan tersendiri, sesuatu yang membuatmu terlihat beda, “ ujar Mak Endeh.
Aku terkejut mendengarnya.
“Apa itu Mak?”, tanyaku merasa penasaran.
“ Kamu saya lihat  memiliki kekuatan batin yang amat sangat istimewa. Sesuatu yang mengundang ketertarikan seksual dari banyak pria. Bukan hanya karena kamu cantik, tapi kamu punya daya pikat luar biasa secara seksual. Kamu masih perawan, kan?” tanya Mak Endeh tanpa basa-basi.
Aku terkejut mendengarnya. Memang aku belum pernah berhubungan intim dengan pria manapun. Aku menganggap kesucian harus diberikan kepada orang yang tepat. Aku menjelaskan hal ini kepada Mak Endeh.
“Mak setuju. Tapi hidup dan pekerjaanmu di kota besar, amat beresiko dengan pergaulan dan godaan. Mak punya sesuatu yang akan melindungimu,” ujar Mak Endeh sambil mengeluarkan sesuatu dari balik kembennya.
Benda itu berupa cincin emas putih bertahtakan batu berwarna hijau di atasnya. Entah kenapa aku melihat batu itu, aku merasa bergidik, namun di sisi lain merasa amat tenang.
“Ini Cincin Perawan. Batu ini sudah Mak simpan secara turun temurun. Batu ini akan menjaga keperawanan seorang gadis, meskipun ia melakukan hubungan intim dengan seorang pria, “ jelas Mak Endeh.
Aku tertarik dengan penjelasannya.
“ Kok bisa Mak?”
“ Batu di cincin ini berasal dari salah satu daerah di sini. Tidak ada yang tahu kalo Mak menyimpan cincin ini. Cincin ini harus dipasang di jari manis tangan kananmu. Sebelumnya kamu harus melakukan doa khusus sebelum memakai ini. Cukup satu kali saja. Khasiat cincin ini bisa berfungsi jika menemukan pemilik yang cocok. Dan Mak tahu cincin ini cocok dengan Nak Ayu,”
Mak Endeh lalu menjelaskan bahwa cincin ini akan mengembalikan fungsi perawan seorang gadis saat ia berhubungan intim. Tentu saja saat melakukan hubungan intim pertama kali, sang gadis pemakainya akan mengeluarkan darah perawan. Namun, Cincin akan mengembalikan kerapatan vagina sang pemakai, sehingga tetap kencang layaknya belum pernah disenggamai. Dan jika melakukan hubungan intim dengan pria lain, darah perawan akan kembali.

Aku tercengang dengan penjelasan Mak Endeh. Antara percaya dan tidak percaya.
“Saya tahu Nak Ayu tidak percaya. Tapi coba Nak Ayu pakai sekarang. Jika Nak Ayu merasa tubuh Nak Ayu enteng, dialiri hawa dingin dan sejuk, maka berarti cerita Mak Endeh benar, “ tegas Mak Endeh.
Aku pun penasaran memakainya di jari manis tangan kiriku. Dan benar. Aku merasa tubuhku amat enteng dan dialiri hawa sejuk dan dingin. Aku mengangguk dan tersenyum pada Mak Endeh.
‘Benar Mak,” ujarku
Mak Endeh lalu memintaku melakukan ritual seperti yang diajarkannya. Setelahnya Mak Endeh berkata.
“ Cincin ini akan bereaksi sewaktu Nak Ayu bertemu dengan pria yang akan menjadi pria pertama yang akan menyetubuhi Nak Ayu. Batu Cincin akan berubah jadi merah saat Nak Ayu bertemu dengan pria itu dan Nak Ayu akan merasakan ketertarikan seksual luar biasa terhadapnya. Namun, Mak melihat pria beruntung itu bukanlah pria sebaya Nak Ayu. Justru dia adalah seorang pria berumur yang tidak tampan, sudah beristri dan punya anak. Dan juga berasal dari kelas yang di bawah Nak Ayu, “ ujar Mak Endeh sambil tersenyum.
Aku tertegun dengan penjelasan Mak Endeh. “ Kok bisa Mak? Mak tau siapakah pria itu?”
Mak Endeh tersenyum lagi.
“Seperti halnya cincin ini memilih Nak Ayu, cincin ini juga memilih pria yang akan menyetubuhi Nak Ayu untuk pertama kalinya. Mak melihat bahwa nanti pria itu adalah pria berumur sekitar 50-an, bertubuh tinggi besar dan hitam, pincang kaki kanannya akibat kecelakaan, dan ia sebenarnya pria yang bertanggung jawab dengan keluarganya. Nanti cepat atau lambat Nak Ayu akan bertemu dan berhubungan intim dengannya, “ jelas Mak Endeh sambil tersenyum.

###########################
Aku terbangun dari lamunanku tentang kejadian di rumah Mak Endeh. Aku masih menunggu taksi. Sudah pukul 22:17 menit di arlojiku dan hari itu adalah hari Senin di mana hari kerja yang sibuk. Jakarta memang selalu sibuk biarpun di malam hari. Tak lama aku melihat sebuah taksi Blue Bird dengan lampu menyala, tanda tidak ada penumpang. Aku melambaikan tangan dan taksi itu menghampiri. Kaca jendela taksi depan terbuka dan terlihatlah seorang supir. Ia bertubuh besar, agak gendut dan berkulit hitam. Seperti pria dari Ambon.
Dengan suara berat ia menyapa , “ Taksi non? Mau kemana?”
“Ke kompleks Bidakara, Pancoran pak “ujarku.
Sopir taksi itu mengangguk dan aku pun masuk, serta duduk di kursi belakang. Namun, sebuah kejadian tak terduga menimpaku. Aku tiba-tiba merasakan panas dan gairah luar biasa. Jantungku berdebar kencang, lalu keringat keluar dari pori-poriku. Seperti merasakan gairah dan gugup luar biasa. Aku cemas, sekaligus berdebar-debar. Vaginaku terasa berkedut-kedut, tanda terangsang secara seksual. Aku langsung teringat akan pesan Mak Endeh. Aku lalu melihat Cincin Perawan di jari manis tangan kananku. Dan benar! Batu Cincin Perawan berubah warna dari hijau menjadi merah. Aku panik, sekaligus penasaran. Aku perhatikan sang sopir dari balik kaca mobil di atasnya. Ia berkulit hitam. Wajahnya lebar dan jantan, dihiasi cambang yang sudah dicukur. Tubuhnya besar tinggi. Aku melihat tangannya yang besar, kokor dan berbulu yang sedang memegang persneling. Aku bertanya inikah pria yang akan aku serahkan keperawananku? Pak Sopir ternyata sadar akan tingkah canggungku. Ia bertanya.
“ Non kenapa? Non sakit? Mau lewat mana dan kompleks apa?”
Aku menjawab dengan gugup , “ Nggak kenapa-napa Pak. Aku Cuma nggak enak badan, “
“ Abis kumpul-kumpul ya non?” tanya pak sopir lagi.
“ Iya pak” jawabku singkat.
“Kok nggak sama pacar non? Non ini cantik,” Pak Sopir bertanya sambil tersenyum memamerkan giginya yang putih dan bibir yang hitam karena merokok.
“ Lagi nggak pacaran Pak. Oh iya, bapak namanya siapa?” tanyaku sembari menghilangkan rasa gugup dan gairah yang semakin membuncah.
“ Nama saya Tanba, Non, “ ujarnya sambil melirik diriku dri kaca spion mobil di atasnya.
“ Oh.. Bapak sudah lama naksi? Asal bapak dari mana?, “ aku kembali bertanya dengan suara gugup yang kubuat biasa.
“ Sudah lebih 22 tahun Non. Saya dari Ambon. Udah 28 tahun juga tinggal di Jakarta. Dulu penah jadi sekuriti. Kalo non kuliah?” Ia bertanya balik.
“ Iya pak.” Jawabku.

Situasi lalu lintas yang macet membuat kami mengobrol banyak. Aku bercerita sedikit tentang diriku. Dan aku kemudian tahu Pak Tanba adalah ayah dari 4 orang anak yang sudah dewasa. Anak tertuanya kini sudah berkeluarga dan punya anak. Sedangkan anak terkecilnya yang kini berusia 25 tahun sudah bekerja dan tinggal bersama Pak Tanba dan istrinya. Pak Tanba sudah 28 tahun menikah dengan istrinya yang sekarang. Ia pernah menjadi sekuriti dan berganti-ganti armada taksi, sebelum akhirnya jadi sopir taksi si burung biru. Di perusahaan taksi terbesar ini, Pak Tanba sudah 12 tahun bekerja. Ia menyupir dengan cekatan dan ia punya selera humor yang baik. Obrolan kami berlangsung lancar, meski beberapa kali aku masih merasa gugup karena desakan birahi yang muncul akibat pengaruh Cincin ini. Sambil mengobrol aku memperhatikan wajahnya yang tegas dan keras, sambil sesekali melirik kea rah selangkangannya. Dari celana seragam berwarna biru tua itu aku melihatnya bagian selangkangannya menggembung. Tiba-tiba dalam pikiranku aku membayangkan bahwa Pak Tanba memiliki penis yang besar, hitam dan kokoh. Aku merinding. Aku belum pernah berpikiran mesum seperti ini sebelumnya. Tapi desakan birahi dari Cincin Perawan membuatku menjadi sedikit liar. Sampai suatu ketika, Pak Tanba memergokiku melihat selangkangannya.
“ Ada apa Non? Bapak salah ngomong?” Pak Tanba bertanya.
“Oh nggak pak. Bapak jago nyetir ya?” ujarku mengalihkan perhatian.
“ hahaha.. tentu saja non. Kan ini pekerjaan bapak. Saya ngutamain servis ke pelanggan. Sekarang banyak yang nyopir taksi, tapi malah nggak tau jalan, “ ujar Pak Tanba sambil tersenyum.
“Bener pak. Saya sendiri punya mobil. Tapi malas nyetir karena sering macet dan mudah ngantuk. Enakan naik taksi. Tinggal santai, “ ujarku.
“ Wah biasanya anak muda justru senang dan bangga bawa mobil sendiri. Kalo gitu, sering-sering pake Taksi bapak aja non. Dijamin lancar kemana-mana, “ ujar Pak Tanba berpromosi, sembari tertawa.
“ Wah ide bagus pak. Nanti saya minta nomor bapak ya, “ aku menanggapinya dengan suara riang. Oh, rasa birahiku semakin tinggi membayangkan aku ber-sms dengan Pak Tanba ini.
“Oh iya pak. Sudah 28 tahun menikah, apakah bapak pernah selingkuh. Maaf pak aku tiba-tiba bertanya hal ini. Aku dengar sopir-sopir banyak selingkuhan dan sering dengan cewek lain gitu pak.” Tanyaku berusaha memancing dalam bahasa yang halus.
Pak Tanba menanggapinya sembari tertawa.
“ Hahaha. Teman-teman bapak memang banyak yang begitu. Main dengan cewek lain, kadang malah punya istri lebih dari satu. Tapi Bapak nggak gitu. Dari dulu tetap dengan istri yang sekarang. Nggak berani coba-coba. Lagian penghasilan bapak kecil dan nggak punya sambilan. Mau dikasih makan apa kalo banyak cewek? Bapak juga nggak ganteng, “ jawab Pak Tanba tersenyum.
Oh, aku semakin terangsang dengan jawaban Pak Tanba. Apa yang dikatakan Mak Endeh ternyata benar. Inilah pria yang akan jadi lelaki pertama yang memasukkan penisnya ke vaginaku. Memikirkan hal itu membuatku makin terangsang.
“ Bapak itu seksi loh. Pasti banyak yang mau. Kalo ada cewek yang mau dengan bapak, gimana?” ujarku amat berhati-hati agar tidak menimbulkan kesan gadis nakal.
“ Hahaha. Selama ini belum ada non. Tapi kalaupun ada, bapak akan heran, kok bisa mau? Non sendiri kenapa nggak punya pacar. Padahal non ini baik , cantik lagi. Kalau anak bapak masih ada yang bujangan, dia pasti tertarik dengan Non sekarang, “ ujar Pak Tanba tersenyum.
“ Aku belum ketemu yang cocok pak. Terakhir pacaran satu tahun lalu. Cuma cinta monyet aja. Aku sih pengen dapat cowok yang dewasa, kalau bisa lebih tua. Mungkin kayak bapak, “ jawabku. Oh birahi ini membuat perkataanku ngelantur.
“ Hahaha non bisa aja. Emang non mau dengan pria tua, gendut, hitam dan punya cucu kayak bapak? Sopir taksi lagi, ‘” Pak Tanba balik bertanya.
Aku Cuma tersenyum, menyembunyikan birahiku yang meninggi.

Taksi yang aku tumpangi pun sudah dekat dengan rumahku. Aku semakin gugup membayangkannya. Aku tak mungkin langsung mengajak Pak Tanba untuk tidur bareng di pertemuan pertama. Meski birahiku sudah tak tertahankan. Akan dianggap apa aku nanti? Saat tiba di depan rumah, taksi berhenti. Aku masih penasaran dengan satu hal, apakah kaki kanan Pak Tanba benar-benar pincang seperti yang diramalkan Mak Endeh. Aku lalu punya akal untuk mencari tahu agar Pak Tanba turun dari taksi.
“Pak bisa minta tolong bukain gerbang rumahku? Gerbangnya sering susah digeser, “ ujarku meminta tolong.
“ Oh baik non,”
Aku kemudian turun duluan dan menunggu di depan gerbang. Pak Tanba lalu turun dari taksi. Dan BENAR! Jalannya tergopoh dan pincang di kaki sebelah kanan. Aku bisa melihat Pak Tanba bertinggi sekitar 178 cm, lebih tinggi dari aku. Tubuhnya sedikit gemuk, gempal dengan perut yang sedikit buncit. Ia lalu membuka pintu gerbang.
“ terima kasih pak. Ini ongkosnya dan ambil saja kembaliannya“ ujarku memberikan satu lembar uang 100 ribu.
“ Wah ini banyak banget non. Terima kasih. Rezeki banget “ ujarnya sambil tersenyum riang.
“ Nggak apa-apa pak. Saya juga senang disopiri bapak. Bapak lucu dan menyenangkan, “ ujarku sambil menggigit bibir bawahku menahan birahi.
“ Oh iya pak aku minta nomornya boleh? Aku pengen terus pake jasa sopir bapak, “ ujarku.
“ Wah tentu non. Sms atau telpon aja kalo butuh taksi“
Aku lalu mencatat nomornya. Aku sempat sekilas melirik selangkangan Pak Tanba. Aku merasa gembungan penis di balik celananya semakin besar. Apakah Pak Tanba juga merasakan birahi seksual sperti yang kualami? Apakah Cincin Perawan ini bekerja sesuai yang dikatakan Mak Endeh? Tapi aku tak berani mengambil resiko di awal pertemuan kami. Taksi Pak Tanba lalu berlalu, meninggalkan diriku yang tetap termangun dengan birahi seksualku. Aku melihat batu Cincin Perawan kembali berwarna hijau. Aku lalu masuk rumah, berusaha mandi untuk meredam birahi seksualku. Ramalan Mak Endeh dan khasiat Cincin Perawan terbukti. Aku bertekad ingin mencobanya dengan Pak Tanba

################################
DARI SISI PAK TANBA


Pak Tanba
Namaku Tanba. Berusia 48 tahun. AKu berasal dari Ambon dan tinggal di Jakarta selama 28 tahun. Profesi sebagai supir taksi sendiri telah aku jalani selama 22 tahun lebih. Aku memiliki seorang istri yang sudah kunikahi selama 28 tahun. Aku memiliki empat orang anak yang sudah dewasa dari istriku yang orang Jawa ini. Aku bahkan sudah memiliki seorang cucu dari anak tertuaku yang sudah menikah. Ketiga anakku sudah mandiri dan tinggal terpisah, tinggal yang bungsu, seorang anak perempuan yang sudah bekerja sebagai buruh. Aku tinggal di rumah di kawasan Tebet, di sebuah rumah sederhana yang sudah kumiliki sejak 20 tahun lalu. Sebelumnya aku mengontrak dan baru bisa menciicil rumah dari penghasilanku sebagai sopir taksi. Penghasilanku sebagai sopir taksi tidak besar, namun aku berhemat. Ditambah istriku yang juga berjualan kelontong. Awalnya aku beragama Kristen. Sejak menikah dengan istriku aku pindah agama dan sunat. Aku sendiri tidak taat beragama, hanya menjalankan shalat sesekali saja. Tapi aku berusaha hidup lurus, tidak pernah menyeleweng. Banyak orang tidak percaya dengan hidupku yang nyaris lurus. Sebagai orang Ambon, aku dikaruniai fisik yang banyak orang bilang, menyeramkan. Tubuhku tinggi besar dengan tinggi 178 cm, berkulit hitam, berbulu dan bersuara besar dan berat. Kini di usiaku yang sudah 48 tahun, aku sudah semakin gendut. Namun, jujur saja aku memiliki penis yang besar dan hitam. Panjangnya sekitar 19 cm dan diameternya besar. Penisku masih perkasa hingga sekarang dengan kepala yang besar, dan hanya kupakai untuk memasuki lubang vagina istriku. Ada cerita lucu saat aku pertama kali disunat di usiaku yang sudah 21 tahun, saat aku ingin menikah dengan istriku. Mantri yang menyunatku kagum dengan ukuran penisku yang luar biasa.
“ Wah kalau gini bisa robek vagina istrimu, “ ujar sang mantri yang menyunatku kala itu.
Aku hanya bisa tersenyum. Tapi memang benar, saat malam pertama, istriku kewalahan dengan ukuran penisku. Ia menangis dan hampir seminggu tidak bisa jalan. Tapi setelahnya istriku ketagihan. Aku memang memiliki stamina yang kuat dalam urusan seks, ditambah ukuran penisku yang memang besar. Aku juga suka memperlakukan istriku dengan lembut saat berhubungan seks, sehingga istriku bisa beberapa kali mengalami orgasme.  Itu sebabnya istriku tak keberatan diberi 4 anak. Hehehe. Seiring menuanya istriku (ia lebih tua 3 tahun dariku), aku semakin jarang berhubungan seks. Istriku sudah tidak sekuat dulu, dan aku pun tidak mau memaksa. Meski keinginan seksku masih tinggi, aku tidak tertarik untuk main serong dengan perempuan lain, seperti yang dilakukan rekan-rekan sesama sopir taksi. Mereka kerap memakai PSK atau malah kawin lagi. Istriku tau kekuatan seksku masih hebat. Dan ia pernah menyuruhku menikah lagi. Tapi aku tak mau. Penghasilanku sebagai sopir taksi membuatku berpikir seribu kali untuk melakukannya. Belakangan bila hasrat seksku memuncak, aku lebih memilih coli. Air maniku yang masih banyak dan kental, keluar dengan olahraga tangan, dan aku cukup puas.

Sampai akhirnya kejadian malam Senin itu. Senin malam itu lalu lintas Jakarta amat padat. Aku yang sudah narik dari pagi sebenarnya ingin pulang. Namun, entah kenapa aku memilih untuk melewati kawasan Kuningan, yang sebenarnya masih padat, meski sudah pukul 10 malam lebih. Dari kejauhan aku melihat seorang gadis muda melambaikan tangan, menyetop taksi. Aku berhenti di depan Setia Budi Plaza, menghampiri sang gadis. Gadis itu masih muda. Kutaksir umurnya baru sekitar 21 atau 22 tahun. Lebih muda dari anak bungsuku. Ia cantik, bertubuh ramping, berkulit putih dan memiliki rambut sebahu. Sepertinya ia keturunan Indo. Wajahnya mengingatkanku akan artis Pevita Pierce, artis muda yang saat ini sedang naik daun dan sering kulihat di koran-koran. Aku berhenti tepat di depannya dan membuka kaca jendela mobil.
“Taksi non? Mau kemana?” tanyaku
“Ke kompleks Bidakara, Pancoran pak “ jawab sang gadis.
Aku pun mengiyakan. Lumayan untuk penghasilan tambahan. Sang gadis masuk dan saat ia masuk tercium bau parfum mahal dari tubuhnya. Ia duduk di kursi belakang. Entah kenapa, tiba-tiba aku merasakan gairah seksual yang hebat. Begitu ia duduk di kursi belakang taksiku, aku merasakan gairah seksual. Syarafku dan penisku tiba-tiba menegang. Aku sudah sering mendapat penumpang wanita cantik, tapi entah kenapa dengan penumpang satu ini, aku merasakan amat terangsang. Keringat dingin mengalir dari tubuhku. Jantungku berdebar keras. Tapi aku membuatnya seolah terlihat biasa. Aku pun lalu menghidupkan argometer dan menjalankan taksiku. Aku melirik ke gadis itu. Ia terlihat amat cantik di usianya yang masih muda. Ia terlihat segar. Tapi ia terlihat pucat dan gelisah. Ia seperti menyembunyikan sesuatu. Aku melihat dari kaca spion, ia seolah sedang menahan rasa ingin pipis.
“Non kenapa? Non sakit? Mau lewat mana dan kompleks apa?” aku mencoba bertanya.
Ia menjawab dengan gugup , “ Nggak kenapa-napa Pak. Aku Cuma nggak enak badan, “
“ Abis kumpul-kumpul ya non?” tanyaku lagi mencoba mencairkan suasana.
“ Iya pak” jawabnya singkat.
“Kok nggak sama pacar non? Non ini cantik,” Aku bertanya sambil tersenyum mencoba memujinya, tapi berusaha untuk tidak terlihat seperti om-om hidung belang
“ Lagi nggak pacaran Pak. Oh iya, bapak namanya siapa?” tanya sang gadis mengagetkanku.
“ Nama saya Tanba, Non, “ ujarku sambil tersenyum, mencoba  melirik dirinya dri kaca spion mobil di atasku.
“ Oh.. Bapak sudah lama naksi? Asal bapak dari mana?, “ ia kembali bertanya dengan suara yang seperti gugup dan menahan sesuatu
“ Sudah lebih 22 tahun Non. Saya dari Ambon. Udah 28 tahun juga tinggal di Jakarta. Dulu penah jadi sekuriti. Kalo non kuliah?” Aku menjawab dengan nada seramah mungkin.
“ Iya pak.” Jawabnya singkat, namun sembari tersenyum.

Oh, gadis ini amat cantik dan entah mengapa terlihat sangat menggairahkan. Aku berusaha menekan perasaanku dan penisku yang semakin menegang. Gadis ini mengenakan kaus ketat berwarna biru muda dan rok mini berwarna merah. Aku bisa melihat kaki dan pahanya yang mulus dan putih. Cuaca dingin sehabis hujan, semakin menambah rangsangan seksual. Sembari menyetir aku membayangkan gadis muda ini telanjang, dengan buah dadanya yang sekal dan putih, lalu aku membayangkan aku bisa meremas payudara dan menghisapnya dengan mulutku. Aku juga membayangkan ia mengangkangkan kakinya yang putih mulus, memperlihatkan vaginanya yang sempit dan harum. Aku juga membayangkan tubuhku yang hitam, besar dan gendut menindih tubuh telanjangnya, lalu penisku yang item dan berukuran besar ini memasuki lubang vaginanya yang sempit. Bayangan yang muncul tiba-tiba itu membuat aku semakin berdebar. Penisku semakin tegang, dibalik celana seragamku. Aku merasa sempakku tidak bisa lagi menampung ukuran penisku saat ini, saking tegangnya. Tanpa sadar aku menghela nafas.
“ Bapak kenapa? Lagi nggak konsen nyetir ya, “ tanya sang gadis membuyarkan lamunanku.
Oh Andai ia tahu bahwa saat ini aku amat kepengen menidurinya.
“ Nggak non. Lagi capek aja seharian narik, “ ujarku sembari membenarkan posisi dudukku, agar penisku yang semakin tegang tidak terlihat olehnya.
Suasana lalu lintas Jakarta yang masih macet akibat habis hujan, meski waktu sudah jam 10 malam lebih, membuat kami punya kesempatan ngobrol. Aku lalu tahu bahwa nama gadis ini adalah Ayu Dyah, berusia 22 tahun dan mahasiswi jurusan public relation di sebuah universitas swasta ternama di Jakarta. Aku juga kemudian tahu bahwa adalah anak orang kaya, orang tuanya tinggal di Bali, dan ia menempati rumah di Pancoran seorang diri. Aku juga kemudian tahu Ayu tidak suka membawa mobil pribadi, suka ngantuk alasannya. Aku kemudian berkata dalam hati aku ingin menjadi supirnya, mengantarnya kemanapun, lalu memberikan kepuasan seks kepadanya. Tapi aku sadar aku hanyalah seorang sopir taksi tua, gendut, hitam dan miskin. Khayalan itu hanya sekdar khayalan lelaki tua yang sudah lama tidak mendapat jatah seks dari istrinya. Namun, di sela-sela obrolan antara sopir taksi dan pelanggan, aku memergokinya melihat bagian selangkanganku yang sudah menggembung besar. Aku tersenyum, mengharap ia benar-benar kepengen melihat penisku yang sudah tegang. Namun, aku tepis harapan itu, bisa jadi ia Cuma tak sengaja. Tapi saat aku pergoki, aku melihat wjah cantik Ayu bersemu merah. Ia mencoba mengalihkan pandangan dan percakapan.

“Oh iya pak. Sudah 28 tahun menikah, apakah bapak pernah selingkuh. Maaf pak aku tiba-tiba bertanya hal ini. Aku dengar sopir-sopir banyak selingkuhan dan sering dengan cewek lain gitu pak.” Tanya Ayu tiba-tiba.
Jujur aku merasa kaget. Kenapa ia menanyakan hal itu.
“ Hahaha. Teman-teman bapak memang banyak yang begitu. Main dengan cewek lain, kadang malah punya istri lebih dari satu. Tapi Bapak nggak gitu. Dari dulu tetap dengan istri yang sekarang. Nggak berani coba-coba. Lagian penghasilan bapak kecil dan nggak punya sambilan. Mau dikasih makan apa kalo banyak cewek? Bapak juga nggak ganteng, “ jawabku sambil tersenyum, menahan rasa deg-degan.
“ Bapak itu seksi loh. Pasti banyak yang mau. Kalo ada cewek yang mau dengan bapak, gimana?” Ayu kembali mengeluarkan pertanyaan mengejutkan.
Dalam hati aku menjawab kalo Ayu yang mau, aku akan rela dikurung seharian dengannya. Akan aku puaskan hasrat seksualnya. Akan aku tumpahkan air maniku yang kental di dalam vaginanya. Akan aku ajak ia ngentot kapanpun ia mau. Tapi tentu saja aku tidak menjawab hal itu. Aku masih punya akal sehat.
“Hahaha. Selama ini belum ada non. Tapi kalaupun ada, bapak akan heran, kok bisa mau? Non sendiri kenapa nggak punya pacar. Padahal non ini baik , cantik lagi. Kalau anak bapak masih ada yang bujangan, dia pasti tertarik dengan Non sekarang, “ ujar jawabku berusaha tidak terdengar merayu.
Oh tidak akan kukasih kesempatan kepada lelaki lain. Aku akan sumpal vaginamu dengan penis superku, Ayu. Tentu saja itu Cuma dalam hati saja.
“ Aku belum ketemu yang cocok pak. Terakhir pacaran satu tahun lalu. Cuma cinta monyet aja. Aku sih pengen dapat cowok yang dewasa, kalau bisa lebih tua. Mungkin kayak bapak, “ jawab Ayu lugas tanpa terduga..
Des! Penisku semakin menegang. Aku semakin gelisah. Aku merasa ia mencoba merayuku. Tapi aku tidak mau gegabah. Akan malu bila ternyata ucapannya hanya iseng-iseng saja. Dari jawabannya aku berasumsi bahwa ia belum pernah melakukan hubungan seksual. Dari tingkah lakunya, aku sudah bisa menebak. Meski aku hanya menggunakan penis besarku untuk menyetubuhi istriku, tapi aku tau perbedaan antara gadis yang masih perawan atau tidak. Asumsiku ini membuatku semakin tegang. Aku makin ingin menjadi pria pertama yang mendapatkan keperawanannya. Tapi kembali aku sadar, bahwa aku tak sebanding dengannya.
“ Hahaha non bisa aja. Emang non mau dengan pria tua, gendut, hitam dan punya cucu kayak bapak? Sopir taksi lagi, ‘” Aku hanya bisa mengatakan hal itu,berusaha meredam nafsuku.
Tak terasa taksiku sudah tiba di depan rumahnya. Rumahnya mungil, namun mewah. Aku makin minder. Tak rela rasanya aku kehilangan waktu dengan gadis muda yang sudah membangkitkan hasrat seksualku ini. Ayu lalu memintaku untuk membantunya membuka gerbang rumahnya. Sering susah digeser katanya. Dalam hati aku berandai bila Ayu mengajakku masuk ke rumahnya dan mengajakku bercinta. Pikiran mesum itu membuat penisku semakin tegang. Aku sudah merasa bahwa cairan pre-cum-ku sudah muncul dan membasahi sempakku.

Aku kemudian panik. Saat turun aku berusaha menyembunyikan tonjolan penisku yang sudah demikian menegang. Akan sangat malu bila dilihat Ayu dalam keadaan ini. Aku lalu berusaha menutupi tonjolan penisku dengan kemeja seragam. Aku melangkah dengan pincang ke arah gerbang rumah dan berusaha membukanya. Kaki kananku memang pincang akibat tabrakan sekitar 10 tahun lalu. Aku sempat dirawat di rumah sakit selama sebulan, kaki kananku patah dan akibatnya aku harus pincang seumur hidup. Aku bisa membuka gerbang rumah Ayu. Ia lalu memberikan uang sebesar 100 ribu rupiah sebagai ongkos mengantarnya. Padahal argo hanya menunjukkan angka 50 ribu rupiah lebih.
“ Wah ini banyak banget non. Terima kasih. Rezeki banget “ ujarku sambil tersenyum riang.
“ Nggak apa-apa pak. Saya juga senang disopiri bapak. Bapak lucu dan menyenangkan, “ ujar Ayu membuatku semakin tersanjung.
Aku mendapatinya melihat tonjolan celanaku yang berisi penisku yang sudah amat tegang. Aku juga melihat ia menggigit bibir bawahnya yang merah ranum, seperti menahan gairah seks. Wajahnya yang cantik juga terlihat memerah. Tinggal menunggu ia memintaku masuk ke rumahnya, maka aku akan dengan amat senang hati menyodorkan penisku untuk ia hisap. Ooh khayalan ini semakin menggangguku.
“ Oh iya pak aku minta nomornya boleh? Aku pengen terus pake jasa sopir bapak, “ tanyanya.
“ Wah tentu non. Sms atau telpon aja kalo butuh taksi“ Atau butuh pria untuk meniduri juga amat boleh, ujarku dalam hati.
Aku memberikan nomorku dan ia mencatatnya di hanphone mahalnya. Ia masih terlihat gelisah dan melirik selangkanganku. Aku hanya bisa menelan ludah melihat tonjolan payudara mudanya yang putih bersih. Tapi tentu tidak terjadi hal yang sesuai khayalanku. Aku kembali ke kursi taksiku, mengemudikannya secepat mungkin untuk bisa sampai rumah. Bukan ingin bersetubuh dengan istriku, tapi untuk menuntaskan gairah dan mengeluarkan maniku lewat coli. Sesampai rumah aku segara masuk. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Istriku sudah tidur di kamarnya.
AKu melihat hape jadulku dan ada sms masuk. Ternyata dari Ayu.
“ Pak terima kasih sudah menjadi sopirku malam ini. Bapak menyenangkan. Besok antar saya lagi ya pak. Semoga bapak selamat sampai rumah, “ demikian bunyi sms dari Ayu.
Aku sangat senang menerima sms itu. Seolah anak muda yang menerima sms dari ceweknya. Tentu saja aku tidak sabar lagi ingin bertemu dengannya. Aku lalu menyimpan nomornya, lalu duduk di sofa ruang tamuku yang sudah usang. Tanpa menunda waktu aku mengeluarkan batang penisku yang sudah amat tegang dari sarangnya. Batang hitam dengan panjang 19 cm itu sudah terlihat amat tegang. Urat-uratnya yang besar sudah terlihat jelas. Kepala penisku yang seperti jamur sudah amat mengkilat. Tak sabar aku lalu mengocoknya dengan tangan sembari membayangkan tubuh cantik Ayu Dyah. Aku mengocoknya dengan cepat dan tak butuh lama air mani memuncrat dengan amat deras dan kental dari ujung kepala penisku. Aku lemas dan puas. Sudah lama aku tidak coli. Aku pun tertidur dengan lemas di sofa, seusai membersihkan belepotan air maniku dengan tisu. Dalam mimpi aku bertemu dengan Ayu Dyah dan bersetubuh dengannya.

bersambung...
By: Monsieur Djoe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar