Sabtu, 25 November 2017

Cerita Dewasa AADC


AADCDI?: Ada Apa Dalam CD Itu?





[​IMG]

TOK TOK TOK

“Cinta? Hellooo?”

Tak ada jawaban yang kudengar. Kuketuk pintu ruang redaksi mading sekali lagi

“Cintaaa? Ini Mamet, mau ngumpulin bahan mading”

Tetap tak ada jawaban. Kuputar kenop pintu, ternyata tidak terkunci. Perlahan kubuka pintu dan kutengok ke dalam. Kosong. Aneh, biasanya mereka selalu tak lupa mengunci ruangan bila kosong. Karena ada komputer dan barang berharga lainnya di sana. Ah sudahlah, aku pun masuk ke dalam untuk mengumpulkan bahan mading. Setelah urusanku selesai, aku hendak keluar ketika mataku melihat sekeping CD diantara tumpukan kertas. Tak ada label di CD itu kecuali tulisan ‘Trip to Bali’. Aku ingat kalau liburan kemarin Cinta dan gengnya berlibur ke Bali. Hmm, mungkin ini isinya foto-foto atau video liburan mereka. Pikiran mesumku langsung bekerja, siapa tau aku bisa melihat mereka berbikini. Kan lumayan hehehe. Awalnya akal sehatku masih menolak, mereka pasti marah kalau CD ini kuambil dan kulihat isinya tanpa izin. Tapi kalau mereka tidak tahu...Ah, paling isinya tidak penting pikirku. Jadi kuambil saja CD itu dan diam-diam meninggalkan ruang mading. Akan kucek isinya di rumah nanti.

Begitu di rumah kumasukkan CD itu ke komputer. Aku melihat ada beberapa file video di dalamya. Ukuran filenya berbeda-beda. Sepertinya konversi handycam. Tak ada foto. Sambil menarik nafas aku mengklik video pertama.

START VIDEO 1

Yang pertama kulihat adalah pemandangan di sebuah kafe di pantai. Cinta, Alya, Maura dan Milly tampak di layar berarti Karmen yang memegang kamera. Yang menarik adalah kehadiran seorang bule di meja mereka. Cinta dan yang lain pun terdengar berbicara padanya dalam bahasa inggris. Kemudian Cinta menengok ke arah kamera

“Hello! Kita lagi ada di Cafe *** nih, lagi ketemuan sama guide kita selama di sini” ujar Cinta

“Jan” seorang pria bule berambut cepak mengenalkan diri saat kamera beralih ke dirinya

“Bob” ternyata ada pria kulit hitam di situ yang tak kulihat sebelumnya, dia tersenyum ke kamera saat dirinya disorot.

“Kita bakal ngapain aja di sini...Well, liat aja nanti ya hehehe” Aku tersenyum saat Cinta tersenyum di kamera. Ah Cinta, Cintaku. Tapi aku iri juga, coba aku diajak ikut. Hah, ngarep.

Adegan berikutnya berganti-ganti. Di restoran, tempat wisata, juga di pantai. Sayang mereka tak berbikini sesuai harapanku. Yah sudahlah. Tapi anehnya aku tak melihat Jan dan Bob lagi. Bukankah menurut Cinta keduanya adalah ‘guide’ selama di sana? Aku baru melihat mereka berdua saat adegan berganti ke sebuah pub. Cinta dan yang lain berkumpul di sebuah meja. Tampak beberapa gelas minuman dan botol-botol bir. Aku kaget juga melihat mereka minum minuman keras, walaupun hanya Maura yang tampak sedikit mabuk. Ah sudahlah, tak masalah buatku. I still love you, Cinta!

"So who’s first?” kudengar suara Bob

Para gadis berdebat cukup seru untuk beberapa saat hingga akhirnya Milly menengahi

“Hompimpah aja!” usulnya

Yang lain pun sepertinya setuju karena mereka langsung ber-hompimpah. Aku bingung, buat apa? Yang jelas Maura yang kalah.

“Oke, lo yang giliran pertama Ra” perintah Cinta

“Ya udah, sini kameranya” balas Maura

Setelah itu, kamera pun gelap. Aku bertanya-tanya apa maksudnya tadi. Pertama? Pertama buat apa?

Begitu kamera menyala yang kulihat adalah Maura dan Bob di sebuah ruangan. Sepertinya kamar hotel. Kulihat Maura agak mabuk dan membiarkan Bob merangkulnya sambil bercanda.

Tunggu, Maura yang setengah mabuk hanya berdua saja dengan seorang pria di hotel? Ini skandal! Perasaanku jadi tidak enak, walaupun ada bagian tubuhku yang lain yang tidak setuju.

Maura sudah melepas jaketnya memperlihatkan tubuh indahnya dalam balutan tanktop ketat. Bob membisikkan sesuatu ke telinga Maura sembari merangkul bahu Maura lebih erat dan sekarang salah satu tangannya sudah berani mengusap-usap paha Maura yang terbalut celana jeans ketat. Maura yang agak mabuk karena banyak minum itu tidak menghiraukan tangan nakal Bob yang sekarang sudah menyusup kedalam tanktopnya dan meraba payudara Maura dibaliknya.

Celanaku jadi sempit. Ini bahaya. Konten video ini tidak main-main. Kalau beredar rekaman Maura digerayangi seorang pria kulit hitam dalam keadaan mabuk, bisa hancur reputasinya di sekolah. Tapi apa hanya segini saja apa akan lebih intens lagi? Aku setengah menyesal setengah bersyukur telah mengambil CD ini. Aku menelan ludah dan lanjut menonton.

Sekarang Bob menciumi leher Maura dari pangkal hingga bagian belakang telinga, membuat member Genk Cinta paling centil itu salah tingkah. Kuperhatikan tangan Bob tak hanya meremas payudara Maura tapi juga hendak menyingkap tanktop sekaligus bra-nya. Dan PLOP! Aku melotot saat sebelah payudara Maura terlepas dari sangkarnya. Gila! Tak kusangka bisa melihat puting susu salah satu anggota Genk Cinta seperti Maura. Tangan Maura hendak mencegah Bob yang memilin-milin putingnya, tapi rangsangan Bob di lehernya membuat Maura tak berdaya. Tak lama, Maura bahkan tak melawan saat Bob menciumi bibirnya yang seksi. Nih negro memang jago menaklukkan wanita, pikirku.

Maura yang setengah mabuk setengah terangsang limbung jatuh ke sofa. Bob menggunakan kesempatan ini untuk melucuti tanktop dan bra Maura sepenuhnya. Aku tak berkedip menyaksikan pemandangan indah dari teman sekolahku yang bertelanjang dada. Bob masih terus Maura menstimulasi bibir, payudara dan titik-titik sensitif Maura yang lain. Ketika tangan Bob merangsek ke selangkangan Maura yang masih terbungkus jeans ketat, gadis itu menggeliat melawan.

Tapi itu hanya perlawanan setengah hati. Karena Bob dengan mudahnya melepas kancing celana jeans Maura. Tangan Bob yang kekar berotot dengan mudahnya melorotkan jeans yang dipakai Maura berikut celana dalamnya, hanya dengan satu tangan. Aku menggeleng-gelengkan kepala melihat kekuatan sekaligus teknik melucuti pakaian ala Bob. Dengan mudah celana jeans itu melorot turun seutuhnya, bersama celana dalamnya sekaligus.

Dan saat itu aku baru sadar. Maura. Telanjang bulat. Di depan mataku. Aku mendekatkan wajahku ke monitor, ingin melihat sedetil mungkin dari pemandangan indah itu. Jembut hitam lebat Maura terlihat sangat kontras dengan kulitnya. Pinggulnya pun melekuk indah melengkapi keseksian tubuhnya. Setelah Maura sukses dia bugili, Bob membuka kaosnya memperlihatkan tubuhnya yang berotot. Tanpa membuang waktu, Bob pun melepas celananya membuatku refleks menjauh dari monitor.

“Anjrit! Itu kontol apa pentungan!” seruku tanpa sadar

Maura pun tampak sama kagetnya denganku melihat benda itu. Dia terus menggeleng dengan wajah takut. Mungkin dia tak semabuk yang kukira. Tapi Bob memeluk tubuhnya dan kembali merangsang leher, puting, dan bibir Maura hingga perlawanannya mengendur. Malah Maura dengan sukarela mengocok batang Bob yang besar dan sudah ereksi sempurna itu. Wew, cepet amat, pikirku. Lama-lama kocokannya semakin panas sementara Bob sendiri sudah duduk di belakang Maura dan memangku gadis itu diperutnya. Sehingga Bob bisa menggesek-gesekkan batang kemaluannya ke bibir vagina Maura.

Diperlakukan seperti itu oleh Bob membuat wajah Maura memerah menahan gejolak birahinya yang sudah tak tertahan lagi. Apalagi Bob masih terus merangsang payudara dan putingnya. Suara desahan dari bibir seksi Maura pun mulai tertangkap mikrofon kamera.

“Ngghh…Nhh…” desahnya manja ketika batang raksasa Bob menggesek-gesek klitorisnya.

Rangsangan di semua titik sensitifnya membuat Maura pasrah, tak berani melawan. Masih di sofa dengan posisi memangku Maura dari belakang, Bob sekarang mulai menusuk-nusukkan batang kejantanannya kearah bibir luar vagina Maura.

“Aduhhh...Sakiiit...Nooo!” jerit Maura ketika batang kemaluan Bob menyeruak masuk kedalam lubang kemaluannya.

Dalam hitungan detik saja kepala kemaluan Bob sudah terbenam seluruhnya di liang senggamanya. Kedua tangan Bob menarik kedua paha Maura sehingga mengangkang lebih lebar dibanding tadi dan kembali memberi sebuah tusukan dahsyat kearah bibir kemaluan gadis itu.

“Aughhh!” Maura menjerit, masih ada nada kesakitan di suaranya

Bob pun berhenti menyodok lubang gadis itu untuk sementara. Mungkin dia memberi kesempatan bagi vagina Maura untuk menyesuaikan diri. Sementara itu kedua tangannya sibuk menstimulasi puting susu Maura, mencoba menaikkan birahi gadis itu lebih tinggi. Tampaknya berhasil karena Maura mulai melenguh nikmat. Cengkramannya di lengan Bob pun semakin mengendur.

Perlahan Bob menggerakkan pinggulnya, mendorong penisnya keluar masuk vagina Maura. Sepertinya tak terlalu sakit lagi. Maura menggigit bibirnya sambil memejamkan mata. Sesekali menengadah membiarkan Bob menciumi lehernya. Lama-lama malah Maura terlihat menggerakkan pinggulnya sendiri, menyambut setiap tusukan batang Bob di kemaluannya.

Aku serasa melihat film porno amatir. Tunggu, ini memang film porno amatir. Bila ini tersebar, habis sudah. Bukan hanya buat Maura tapi juga teman-temannya. Apa isi video lainnya juga seperti ini? Tadi Cinta bilang Maura giliran pertama. Jangan-jangan...Ah, nanti saja kucek. Saat ini baiknya aku fokus menyelesaikan yang ini dulu.

Sekarang kulihat percintaan Bob dan Maura semakin panas. Bob tak segan menusukkan kejantanannya dalam-dalam ke lubang senggama Maura, membuat gadis itu terpental-pental di atas pangkuan Bob. Tangan Maura sibuk meremasi payudaranya sendiri sementara wajahnya terus menengadah dengan mata terpejam dan mulut terbuka. Hingga akhirnya kulihat Maura kelojotan, dia seperti meronta di pelukan Bob. Kakinya menendang-nendang liar dan tangannya mencengkram erat lengan Bob yang memeluknya.

“Aaaaaaauuh!” pekik Maura kencang

Intensitas dari adegan itu membuatku terpaku. Apa yang barusan itu orgasme? Orgasme betulan, bukan akting? Oh wow. Aku tak bisa mencerna apa yang terjadi. Ini nyata. Dan wanita itu? Bukan artis porno. Dia teman kamu, Met.

Pikiranku dipenuhi berbagai pertanyaan hingga aku tak bisa berkonsentrasi menonton adegan berikutnya. Bob masih belum selesai menggarap Maura. Mereka berganti posisi, sekarang keduanya berbaring menyamping. Polanya sama seperti sebelumnya. Bob menusuk pelan-pelan, kemudian bertambah kencang, hingga akhirnya Maura melenguh-lenguh nikmat lalu mengejang saat klimaksnya tiba. Bob terus dan terus menggarap Maura selama 30 menit tanpa henti. Sampai-sampai tubuh seksi Maura dan rambutnya hitam panjangnya lepek basah oleh keringat.

Aku menyaksikan semuanya. Tanpa diskip. Walau pikiranku sebenarnya melayang entah ke mana. Dan akhirnya setelah Maura orgasme entah berapa kali, Bob mencabut penisnya lalu sambil berdiri mengocok batangnya di depan wajah Maura yang terduduk lemas mengambil nafas. Dan CROT, kulihat dengan jelas Maura mengenyit saat cairan kental dari ujung penis Bob menyembur wajahnya.

Setelah membuang amunisinya seenaknya di wajah Maura, Bob pun berlalu begitu saja dari situ. Meninggalkan Maura yang masih terduduk lemas mengambil nafas, dengan cairan lelaki di wajahnya.
Saat Maura bangkit berdiri, kulihat jalannya agak mengangkang. Dia meninggalkan frame sejenak, sepertinya untuk mengambil tisu karena begitu Maura kembali ke frame, dia sedang membersihkan wajahnya. Maura mendekati kamera dan mengambilnya.

“Haaah, gila banget lo ya Cinta. Milihin yang segede gitu, dower nih memek gue. Mana buang peju seenak udel ke muka gue” keluhnya ke kamera sebelum video berakhir.

END VIDEO 1

Aku tak percaya apa yang kutemukan. Ini sextape! Ini skandal! Aku merasa bersalah telah mengambil CD ini. Dan juga takut. Bila isinya begitu penting, mereka pasti panik mencari-cari CD ini. Mudah-mudahan mereka tak mencurigaiku.

Tenang Met, tenang. Aku menarik nafas panjang. Mencoba menenangkan diri. Aku semakin penasaran dengan isi video lainnya. Jumlah video di CD itu sama dengan jumlah anggota Genk Cinta. Mungkinkah?

Aku pun mengklik video ke-2 yang ukurannya paling kecil diantara yang lain.

START VIDEO 2

Video yang ini dimulai tanpa pembukaan, tanpa basa-basi, tanpa foreplay. Begitu diklik, yang pertama kulihat adalah Karmen, dari pinggang ke atas tanpa busana. Tubuhnya bergerak naik turun, membuat payudaranya ikut bergoyang-goyang seirama. Kulit coklatnya yang eksotis berkilauan oleh keringat yang menetes. Matanya terus menatap tajam ke arah kamera. Terus terang aku baru menyadari kalau gadis tomboy itu menggairahkan juga kalau sedang begini. Biarpun Karmen tidak mendesah, nafasnya yang memburu pun terdengar erotis. Besok-besok nongkrongin dia latihan basket ah...

Eh tapi siapa ya yang Karmen sedang tunggangi sekarang? Bob? Atau Jan? Dari kamera yang tak stabil, sepertinya kamera dipegang oleh tangan. Tapi dari sudut pandangnya sepertinya mustahil dipegang oleh pria yang Karmen tunggangi. Ya ampun Mamet, ada temen lo lagi ngentot ini malah analisa sinematografi? Aku mengutuk diri sendiri.
Pertanyaanku terjawab tak lama kemudian. Betapa kagetnya aku ketika kamera menyorot ke bawah, ternyata Karmen sedang bergerak naik turun di atas sebuah dildo! Benda karet yang menempel di lantai itu berkilat-kilat oleh cairan vagina Karmen.

“Just a bit more! Push it!” kudengar suara Jan dari balik kamera

“Time’s up! You did it” serunya tak lama kemudian, memperlihatkan stopwatch yang berhenti di angka 30 menit.

Karmen pun bersorak gembira, lalu berdiri hingga vaginanya tidak tersumbat dildo itu lagi. Ok, jadi sepertinya Jan menantang Karmen untuk menggoyang dildo itu selama 30 menit. Pantas saja Karmen banjir keringat seperti itu. Yah, mungkin ini tantangan yang cocok buat gadis sporty seperti Karmen.

Kamera menyorot Karmen yang bersandar di tembok mengatur nafasnya. Dia hanya tersenyum ketika kamera Jan menyoroti tubuhnya dari atas dan bawah. Tubuh yang ramping dan atletis. Dengan warna kulit eksotis yang biasanya disukai para bule.

“How ya’ feelin?” tanya Jan

“Tired. And horny” jawab Karmen nakal

“Want a real cock?” Karmen mengangguk ketika ditanya seperti itu.

Kamera berputar-putar tanpa fokus. Ketika kembali fokus, sepertinya Jan menyimpan kamera di meja atau tripod. Kulihat Jan yang juga sudah telanjang memeluk tubuh Karmen. Keduanya berciuman mesra, warna kulit keduanya nampak kontras, seperti Bob dan Maura sebelumnya. Dan seperti mereka, polanya pun sama. Bercumbu, saling merangsang, lalu penetrasi. Karmen digarap Jan dalam posisi berdiri. Gerakan Jan terlihat terlatih, sama seperti Bob. Mungkin dia dan Bob adalah bintang film porno atau gigolo professional.

Video nomor 2 berakhir tiba-tiba sama seperti awalnya. Tapi setidaknya aku sempat melihat Karmen menggelinjang dan menjerit histeris dalam pelukan Jan sesaat sebelum video berakhir.

END VIDEO 2

Maura dan Karmen. Dua video, dua-duanya berisi kebinalan dua anggota Genk Cinta. Ini bukan kebetulan. Tapi aku harus memastikan. Aku menghela nafas dan mengklik video ke-3. Yang ini juga ukuran datanya tak terlalu besar.

START VIDEO 3

Ubin di dinding khas kamar mandi adalah yang pertama kulihat di layar. Tampak air shower yang mengalir deras, menutupi suara pembicaraan antara seorang pria dan wanita yang hanya bisa kudengar samar-samar. Aku hendak mempercepat videonya ketika tiba-tiba seorang gadis berambut pendek meloncat ke depan kamera sambil melambai

“Hi! Milly here!” serunya dengan senyum polos yang biasa kulihat

Aku menelan ludah melihat Milly telanjang bulat memperlihatkan tubuhnya yang putih mulus, dengan payudara mungil, puting pink dan jembut hitam yang kontras dengan kulitnya. Ya, namanya di kamar mandi pastilah dia telanjang. Ini adalah kali ketiga aku melihat tubuh bugil teman sekolahku hari ini jadi aku tak terkejut lagi.
Tapi jujur saja, lagi-lagi aku harus membetulkan celanaku yang mendadak sempit.

Eh tunggu, bukannya tadi ada suara laki-laki juga? Tak lama pertanyaanku terjawab. Bob yang membuat Maura kelojotan sebelumnya muncul dan langsung memeluk Milly. Mereka berciuman mesra di bawah shower dengan tangan Bob menggerayangi seluruh tubuh Milly. Kadang Milly melepas ciumannya untuk menatap kamera dengan cengiran khasnya. Mereka tertawa-tawa saat saling meraba-raba tubuh masing-masing, sebelum Milly berlutut dan mengocok penis besar Bob di depan wajahnya. Gadis periang itu lalu tanpa canggung mengecup ujung batang Bob sambil tersenyum-senyum sendiri. Tipikal Milly. Mungkin di matanya pentungan Bob terlihat imut.

Tanpa canggung juga Milly membuka mulutnya dan langsung melahap batang jumbo Bob. Mulutnya yang mungil tampak kesulitan menampung benda hitam besar itu, tapi Milly tampak menikmati mulutnya dijejali seperti itu. Sambil maju mundur mengulum penis Bob, mata indah dan polos Milly menatap ke atas dengan lucunya. Ugh, meskipun yang aku taksir adalah Cinta, tapi kuakui Milly memang yang paling imut. Bahkan saat mulutnya kempot menghisap penis hitam besar milik Bob.

Ugh, celanaku makin sempit saja. Tahan Met, tahan dulu pikirku.

Setelah beberapa lama Bob meminta Milly berhenti. Lalu dibimbingnya Milly hingga setengah membungkuk menghadap kamera. Di posisi ini wajah Milly terekam jelas oleh kamera, sementara payudaranya yang menggelantung juga terlihat. Gantian Bob yang berlutut sekarang. Pria kulit hitam itu memposisikan mulutnya di pantat Milly.

Aku tersenyum melihat ekspresi lucu Milly saat Bob menjilati daerah sensitifnya. Tentu aku tak bisa melihat apa yang dilakukan oleh Bob dengan detail, tapi ekspresi Milly cukup menggambarkan. Sesekali Milly tertawa-tawa dan menggelinjang kegelian. Kadang ia menggigit bibir dengan mata sayu, tapi seringnya mulutnya setengah terbuka mengeluarkan desahan yang terdengar samar diantara suara shower. Lama-lama ekspresi Milly semakin intens. Sesekali sebelah tangannya meremas dan menstimulasi payudaranya sendiri. Kulit wajahnya yang putih merona merah, menyebar dari pipi ke bagian lain hingga leher.

“Aughhh!”

Tiba-tiba Milly memekik pendek dan tubuhnya mengejang sesaat. Gila, apa Bob berhasil membuatnya orgasme hanya dengan lidah saja? Yang pasti rona kepuasan terpancar dari wajah Milly.

Bob berdiri, dan ditariknya badan Milly hingga ikut berdiri. Tangan Bob lagi-lagi menggerayangi tubuh Milly sambil memeluk gadis itu dari belakang. Mereka berciuman lagi dengan mesra. Kemudian Bob tampak membisikkan sesuatu ke telinga Milly, yang dijawab gadis itu dengan anggukan.

Sepertinya aku tahu apa yang dibisikkan Bob.

Milly kembali ke posisi sebelumnya. Setengah membungkuk menghadap kamera, dengan payudaranya yang menggelantung indah terlihat jelas. Bob memposisikan dirinya di belakang tubuh Milly. Lagi-lagi aku akan menyaksikan teman sekolahku disetubuhi oleh pria kulit hitam berpenis jumbo. Dengan posisi kamera seperti ini aku tak bisa melihat detail penetrasi dari Bob. Aku hanya bisa melihat efeknya lewat ekspresi Milly.
Awalnya gadis itu terlihat menggigit bibir, kemudian mengernyit, kemudian mulutnya terbuka sebelum akhirnya meringis. Mungkin kejantanan Bob terlalu besar untuknya. Untuk beberapa saat wajah Milly tampak resah. Aku jadi kasihan juga melihatnya.

Tapi tak lama, karena ekspresi Milly perlahan berubah menjadi ekspresi kenikmatan seperti waktu dioral tadi. Hanya lebih intens. Matanya setengah terpejam seiring gerakan tubuhnya yang maju mundur dipompa Bob. Milly menggeleng ketika Bob menanyakan sesuatu. Mungkin dia bertanya apa Milly merasa sakit.

Kupikir, aneh juga Milly bisa lebih cepat menyesuaikan diri dengan ukuran penis Bob dibandingkan Maura. Kemudian Milly mengangguk ketika Bob bertanya lagi, dan segera setelah Milly mengangguk, genjotan Bob tiba-tiba bertambah cepat.

“Aaaaaahh!” Milly memekik kaget

Tubuh mungilnya terguncang-guncang, payudaranya ikut bergoyang hebat. Tapi dari ekspresi dan erangannya kulihat dia sangat menikmati gempuran Bob di lubang nikmatnya.

PLAK! PLAK!

Bob menampar pantat Milly dengan keras sampai-sampai suaranya mengalahkan suara aliran shower. Milly memekik setiap kali pantatnya ditampar atau buah dadanya diremas kasar oleh tangan besar Bob. Tapi sepertinya gadis periang itu nampak senang diperlakukan seperti itu.

Lagi-lagi Bob menarik tubuh Milly hingga berdiri, tapi kali ini dengan penis jumbonya mengocok liang senggama Milly. Bob memeluk tubuh Milly dari belakang dengan tangannya yang kasar itu mencengkram erat kedua payudara Milly. Sesekali Milly menengokkan kepalanya ke belakang untuk mencium bibir Bob, dan saat itulah tubuh Milly mengejang sekali lagi.

“Mmmmfhhhh” tersumpal bibir Bob, Milly tak bisa mengerang mengekspresikan klimaksnya seperti tadi.
Setelah beberapa lama, akhirnya perlahan cengkraman Bob di tubuh Milly mengendur. Pria berkulit hitam itu pun mundur melepas penisnya dari vagina Milly. Kulihat batang jumbo itu masih keras, sepertinya dia belum ejakulasi tadi. Apa mereka akan lanjut ke ronde berikutnya? Aku hanya bisa mengira-ngira karena setelah itu, Milly dengan terhuyung-huyung meraih kamera, lalu mengumbar senyum polosnya sebelum mematikan kamera.

END VIDEO 3

Tiga video berurutan dan semuanya video seks masing-masing anggota Genk Cinta. Gila, jadi mereka ke Bali itu untuk wisata seks? Mendengar keluhan Maura di akhir video pertama, jangan-jangan Bob dan Jan sengaja direkrut oleh Cinta untuk membuat video-video ini? Apa tujuan mereka membuat ini semua? Iseng? Memikirkan kemungkinan gadis SMA membayar laki-laki untuk menyetubuhi mereka di depan kamera hanya untuk tujuan iseng membuatku pusing. Dan iri. Kenapa gak gue aja gitu? Haah.

Masih ada 2 video lagi; Apa Cinta dan Alya yang jadi bintang selanjutnya? Dengan sejuta pertanyaan di kepala aku meng-klik video keempat...

START VIDEO 4

Pertanyaanku belum terjawab karena di menit-menit awal hanyalah pemandangan dari dalam mobil yang sedang melaju. Tiga menit, lima menit. Membosankan. Suara yang kudengar pun samar-samar. Tapi aku bisa mendengar logat Jan dan Bob dan suara seorang perempuan. Dalam hati aku berharap itu bukan Cinta, walaupun aku juga masih belum tahu apakah ini video seks seperti yang lain.

Di menit ke tujuh kamera tiba-tiba beralih menampakkan sesosok wajah cantik berkacamata. Tanpa sadar aku menarik nafas lega, karena setidaknya dia bukan Cinta.

Alya.

Dia tampak tersenyum malu-malu ke arah kamera. Memang Alya yang paling pendiam di Genk Cinta. Kamera hanya menyoroti wajah, leher, dan bahunya. Aku hanya melihat kalung di lehernya. Tak ada kaos ataupun strap tanktop terlihat di bahunya. Kupikir, mungkin dia mengenakan tube-top. Tak mungkin Alya telanjang di dalam mobil.

Tapi aku salah. Kamera turun menyoroti dada Alya yang tak tertutup apapun. Aku menelan ludah melihat puting berwarna coklat muda di atas payudara mungil tapi bulat sempurna milik Alya.

“Hey stop, I’m embarassed” kudengar suara Alya samar-samar. Tak ada nada kemarahan atau ketakutan. Yang ada malah nada manja. Aku menghela nafas. Apa yang Alya lakukan dengan dua orang itu, telanjang dada di mobil siang bolong?

Kamera tiba-tiba terputus dan begitu muncul gambar kembali, Alya sepertinya sudah pindah ke kursi depan. Kulihat Alya masih bertelanjang dada, hanya mengenakan celana pendek saja. Alya dan Bob yang sedang mengemudi berciuman mesra. Tak pernah kusangka gadis pendiam seperti Alya bisa memagut bibir lelaki seliar itu. Aku semakin punya firasat buruk tentang Cinta tapi tak kuindahkan dulu. Jan dari kursi belakang menggerayangi tubuh Alya, membuat gadis itu menggelinjang dan tertawa-tawa. Tidak, kupikir dia tidak sedang mabuk. Hanya Maura di video pertama yang benar-benar tampak mabuk.

Setelah itu selama lima menit yang kulihat hanyalah wajah cantik Alya yang tampak sangat menikmati remasan tangan Jan di payudaranya dari belakang. Dengan binal Alya menatap kamera sambil mendesah uh-oh

“You like it?” samar kudengar suara Jan

Alya hanya mengangguk sambil terus menatap kamera dengan ekspresi penuh birahi

Adegan berikutnya, kamera yang tadinya di dashboard mengarah ke Alya, dibelokkan untuk merekam saat kepala Alya mendekat ke selangkangan Bob di kursi pengemudi. Aku bisa menebak apa yang akan terjadi. Bob menurunkan resleting celananya, menarik penis raksasanya dan menyodorkannya ke mulut Alya. Tanpa canggung Alya menjilati ujung penis itu seperti permen loli. Sepertinya itu bukan pertama kali buatnya.

“Ooh, suck it babe!” seru Bob

Kulihat penis Bob sudah sepenuhnya dalam mulut Alya, yang menggerakkan kepalanya naik turun mengulum kejantanan Bob. Jan dari kursi belakang asyik mempermainkan payudara Alya yang menggantung bebas. Terdengar racauan Bob merasakan nikmatnya kuluman dan hisapan Alya di mulutnya. Sementara mobil terus melaju, kadang berhenti sesaat, lalu melaju lagi. Pola berkendara di kota yang banyak lampu merahnya. Ditambah pemandangan yang kulihat di menit-menit awal, aku yakin mereka berkendara di daerah perkotaan, bukan jalanan sepi. Benar-benar nekad.

Kamera gelap untuk beberapa saat. Aku menunggu.

Pemandangan yang muncul berikutnya membuatku kembali menelan ludah. Zoom in sebatang penis tak berbulu, milik Jan, tanpa kondom. Sesaat sebelum mempenetrasi vagina berbulu tipis yang mengangkang. Vagina milik Alya, yang pasrah berbaring di kursi belakang sebuah mobil yang sedang berjalan. Telanjang bulat. Di tengah kota.

“I’m gonna go in, Alya!” seruan Jan terdengar jelas olehku

Di mataku terpampang detik-detik saat penis panjang itu menerobos belahan bibir vagina Alya, dari ujung kepala, hingga ¼ masuk, ½ masuk, ¾ masuk dan seluruhnya masuk. Lagi-lagi aku harus mengingatkan diriku sendiri kalau itu bukan bintang film porno yang kulihat. Tapi seseorang yang kukenal di dunia nyata. Teman sekolahku sendiri.

Kamera menangkap semua detil gerakan penis Jan menyodok-nyodok vagina Alya. Bibir kemaluan Alya seolah terbelah karena tusukan batang perkasa milik Jan. Kadang Jan menarik dan mendorong perlahan, kadang memutar, kadang menyodok dengan kencang sehingga batangnya seolah seperti piston yang bergerak keluar masuk kemaluan Alya. Kamera sesekali menyorot ke wajah Alya yang mendesah-desah dengan mulut setengah terbuka dan tatapan penuh birahi. Payudara mungilnya bergoyang-goyang saat Jan menggenjot vaginanya dengan kecepatan tinggi. Jan dengan rakus menciumi bibir Alya lalu menyosor kedua putingnya. Alya membalas ciuman Jan dengan tak kalah liarnya. Guncangan tubuh mereka saat berpagutan menandakan Jan masih masih terus mengaduk liang nikmat gadis berkacamata itu.

Kamera kembali gelap untuk beberapa saat. Aku mengusap keringat dingin di dahi.

Layar monitorku menampakkan sesosok punggung mulus berkulit kuning langsat yang terguncang-guncang karena didorong dari belakang. Kamera itu berputar sesaat, menampakkan bahwa mobil masih berjalan di area perkotaan yang ramai. Masih di bangku belakang tempat Alya di setubuhi tadi. Kamera menyorot penis Jan yang sedang asyik menyodok vagina Alya dalam posisi doggy style. Pantat Alya yang mulus dan kencang menampar-nampar paha Jan saking kencangnya pompaan Jan.

“Ouughhhh! Aughhh!” terdengar suara geraman liar yang tak pernah kupikir akan kudengar dari gadis seperti Alya.

Sesaat kemudian tubuh Alya terlihat menegang, lalu sesaat mengejang diiringi geraman panjang sebelum akhirnya tubuh Alya ambruk. Tak kupercaya Alya begitu binalnya meraih orgasme saat bercinta di dalam mobil seperti itu. Jan mengarahkan kameranya mendekati wajah Alya, yang menengok ke kamera sambil tersenyum manis. Kulit wajahnya sudah memerah, tampak rona keletihan tapi ada juga rona kepuasan yang kutangkap di sana.

“Did you cum?”

Lagi-lagi Alya hanya mengangguk.

Kamera kembali gelap untuk beberapa saat. Aku membetulkan posisi dudukku.

Seperti sebelumnya kamera menyorot Alya dari belakang. Tapi sekarang Alya di posisi duduk dengan tubuh bugilnya menempel di pintu mobil. Mobil itu cukup tinggi dengan jendela besar. Aku tak tahu apakah mobil itu punya kaca film gelap. Bila tidak, orang di luar mobil bisa melihat wajah dan payudara Alya yang terguncang-guncang disetubuhi Jan dari belakang

Erangan Jan terdengar jelas yang disambut dengan desahan Alya. Kedua insan beda ras itu terus bercinta tak peduli situasi. Dorongan Jan ke tubuhnya membuat Alya semakin terdesak ke pintu. Payudaranya pasti menjeplak ke pintu, memberi tontonan gratis pada siapapun di luar. Dan benar saja, kamera lalu menyorot seorang pengemudi sepeda motor yang menunjuk-nunjuk ke arah mobil. Kudengar Jan malah tertawa-tawa melihatnya. Alya masih terus mendesah dan menggeram tak peduli.

Aku menghela nafas setelah menyadari aku menyaksikan teman sekolahku melakukan seks eksibisionis.

Di menit-menit terakhir kamera mulai tak fokus, berputar-putar sebelum akhirnya menyorot ke lantai. Tapi terdengar jelas pekikan histeris Alya dan racauan Jan. Sebelum akhirnya hening, hanya ada suara mobil dan deru nafas memburu.

Adegan terakhir adalah zoom in ke pantat Alya yang masih ditancap oleh batang Jan. Lalu Jan mencabut kejantanannya yang sudah lemas tapi mengkilat oleh cairan dari liang vagina Alya. Begitu lubang itu tak tersumpal lagi, tampak cairan putih kental mengalir dari sana. Kamera beralih ke wajah Alya, yang menengok kebelakang sambil tersenyum nakal. Dan mereka kembali berciuman dengan penuh nafsu.

END VIDEO 4

Aku termenung selama beberapa menit. Menatap kosong ke arah monitor. Aku tak tahu harus berpikir apa. Kupikir aku mengenal mereka. Tapi aku benar-benar salah. Hanya tinggal Cinta yang tersisa. Dan masih ada video yang terakhir. Yang ini ukuran datanya paling besar.

Entah berapa lama aku termenung sebelum tanganku mengklik video yang terakhir.

START VIDEO 5

Wajah cantik Cinta adalah yang pertama kulihat di layar.

Oh tidak. No no no.

Sepertinya dia sedang berada di mobil, dari sabuk pengaman di dadanya. Tapi setidaknya dia masih mengenakan pakaian.

“Hello guys, ini Cinta. Sekarang kita mau ke klub **** nih” sapa Cinta ke kamera

Dia lalu mengarahkan kamera di tangannya ke samping, memperlihatkan Jan yang sedang mengemudi

“Hello” sapanya

Lalu kamera menyorot Bob di kursi belakang

“It’s gonna be wild, baby!” serunya sambil memberi salam tiga jari

Aku tak melihat ada orang lain. Hanya mereka bertiga. Seperti Alya sebelumnya. Membayangkan Cinta diperlakukan seperti Alya langsung membuat celanaku sempit.

Tapi kamera menjadi gelap sesaat setelah kembali menyorot wajah Cinta yang tersenyum manis. Dan begitu kamera kembali menyala, suara dentuman musik elektronik terdengar jelas sementara pemandangan khas diskotik tampak di layar. Mayoritas orang asing di sana, tapi aku tak melihat Cinta. Mungkin dia yang memegang kamera. Hanya kurang lebih semenit dan kamera kembali gelap.

Aku menghela nafas. Oke, Cinta ada di tempat publik sekarang. Tapi melihat pola video-video sebelumnya, rasanya aneh bila yang terakhir ini hanyalah video liburan biasa...

Layarku menampakkan Cinta duduk di sebuah sofa. Cinta sudah melepas cardigannya hingga tampak kaus tanpa lengan yang ketat membungkus tubuhnya. Botol-botol minuman keras terlihat di meja. Aku cemburu melihat Bob merangkul Cinta dengan mesra, mereka bercanda tawa dengan riang. Sayangnya aku tak bisa menangkap pembicaraan mereka karena dentuman musik menutupi suara mereka. Sesekali Cinta menengok ke kamera dan berbicara dengan Jan yang sepertinya memegang kamera. Mereka lalu melakukan toast dan minum sebelum kembali bercanda tawa. Melihat Cinta seperti ini saja hatiku sudah hancur. Tapi di lubuk terdalam masih ada konflik di hatiku, antara berharap dan tidak berharap Cinta melakukan kegilaan seperti teman-temannya di video yang lain.

Menit-menit berlalu dan Bob semakin berani. Tangannya yang merangkul Cinta mulai turun menggerayangi tubuh gadis itu. Cinta hanya tertawa-tawa dan menggelinjang saat Bob meremasi payudaranya. Ia tak melawan saat Bob meminta dicium. Dan mereka pun berpagutan mesra sementara tangan Bob semakin aktif merabai tubuh Cinta.

Aku semakin cemburu. Sekaligus juga penasaran. Tapi kamera kembali gelap untuk beberapa saat. Jantungku berdebar menantikan apa yang akan kulihat begitu kamera menyala kembali.

Tapi begitu gambar kembali muncul, yang kulihat adalah Cinta duduk di kursi bar. Tampak sedang asyik ngobrol dengan beberapa pria bule. Lalu cut ke adegan Cinta menari di lantai dansa, bersama bule-bule yang tadi. Entah siapa mereka dan entah siapa yang memegang kamera. Jan? Bob? Atau salah seorang dari bule tadi?

Beberapa menit setelahnya yang kulihat hanyalah potongan pemandangan di sekitar klub dan para bule yang berjoget sambil mabuk. Kolam renang dan area outdoor dari klub itu. Juga pemandangan pasangan-pasangan yang asyik memadu birahi tanpa peduli sekitar mereka. Tapi tak nampak Cinta di antara mereka. Dari suara orang yang memegang kamera, sepertinya itu bukan Cinta. Mungkin Jan. Ke mana Cinta? Apa ia sudah pulang?

Aku tak berminat melihat percintaan pasangan-pasangan bule yang terekam kamera. Mereka dengan cueknya bercinta di tempat terbuka di bawah pengaruh alkohol, disaksikan banyak orang yang menyoraki mereka. Kamera terus beralih dari satu pasangan ke pasangan yang lain. Aku merasa bosan, hingga akhirnya kamera menyorot ke pasangan berikutnya.

Wow, yang ini benar-benar nekad. Di atas sofa di area outdoor dekat kolam renang nampak seorang pria bule bertelanjang bulat menindih seorang wanita yang juga telanjang bulat. Yang lain sebelumnya paling sebatas rok tersingkap. Tak heran banyak orang yang berkumpul menonton sambil menyoraki. Apalagi si pria menggenjot lawan mainnya dengan ganas sehingga tubuh wanita dalam tindihannya itu terguncang-guncang pasrah. Apa mereka tidak malu bersetubuh tanpa busana sama sekali seperti itu di tempat umum? Pasti pengaruh alkohol, pikirku. Dasar bule-bule gila.

“Fuck her! Fuck her hard!” sorakan penonton mengiringi dentuman musik elektronik

Penonton semakin riuh ketika dengan jelas si wanita terlihat mengejang hebat. Kakinya menendang-nendang tanpa kendali, sepertinya orgasmenya begitu dahsyat. Bila tidak teredam suara musik mungkin jeritan kenikmatannya bisa kudengar. Tapi si bule masih terus menerus memompa si wanita tanpa henti, tanpa ampun. Berapa menit, aku tak menghitung. Yang jelas si wanita klimaks setidaknya satu kali lagi dan penonton pun semakin ramai.

“Grrraahh!” si bule menggeram sebelum mencabut penisnya dengan sekali sentak dan langsung menjejalkannya ke
mulut si wanita. Penonton bersorak ramai. Semakin ramai ketika salah seorang pria bule di antara penonton melepasi pakaiannya hingga bugil. Dia lalu mendekati si bule yang pertama yang tampaknya sudah selesai ejakulasi di mulut si wanita. Dengan santai dia pergi meninggalkan pasangan mainnya tadi tergeletak begitu saja telanjang bulat di bawah tatapan para penonton, siap disantap bule nomor 2.

Lepas dari tindihan si bule bisa kulihat wanita tak punya malu itu sepertinya gadis lokal, bukan bule. Dari warna kulitnya dan juga rambut hitam panjangnya. Sayangnya wajahnya tak terlihat jelas. Dan si bule nomor 2 memposisikan tubuh wanita itu di posisi doggy style membelakangi kamera. Penonton bersorak ketika dua insan beda ras itu mulai bercinta di bawah langit malam disaksikan banyak pasang mata. Tanpa malu si wanita mengarahkan tangan si bule untuk meremasi payudaranya yang menggelantung bebas. Si bule pun memompa liang vagina lawan mainnya dari belakang dengan kasar. Kamera terus merekam pemandangan layaknya sepasang anjing sedang kawin itu untuk beberapa saat.

“Hey Jan!” Bob tiba-tiba muncul depan kamera membuatku kaget

“Where is she?” tanyanya setengah berteriak untuk mengimbangi suara musik

“Cinta? She’s over there!” jawab Jan, juga setengah berteriak

“That’s her?” Bob menengok ke arah pasangan tak tahu malu itu “Holy shit!”

Seketika duniaku serasa terhenti.

Tunggu.

Wanita itu, yang tanpa malu bercinta, bersetubuh tanpa busana hingga klimaks di depan orang banyak itu...Cinta?

Tidak, tidak, tidak! Tidak mungkin! TIDAK!

“Let’s get closer” seru Jan sebelum kamera mulai bergerak-gerak dan tidak fokus. Nampaknya mereka menerobos
kumpulan orang yang menonton pertunjukan mesum itu. Hingga akhirnya kamera fokus kembali.

“Hey Cinta, over here”

Dan Cinta yang sedang menungging dan terhentak-hentak memandang ke arah kamera dengan mata sayu. Entah mabuk alkohol atau mabuk birahi. Cinta tersenyum dan melambaikan sebelah tangannya ke kamera. Jan rupanya cukup dekat dengan Cinta, hingga desahan erotis Cinta bisa terdengar diantara suara musik dan riuh-rendah penonton. Jan memfokuskan kamera ke wajah Cinta yang terus mendongak, mulutnya setengah membuka mengeluarkan desahan dan erangan seiring genjotan si bule di lubang vaginanya. Sesekali payudaranya yang bergoyang diremas kencang oleh si bule.

“Oh fuck! Fuck me! Aaahh!” erang Cinta dengan mata terpejam

“Cum! Cum! Cum!” teriak para penonton

Terbakar sorakan penonton, si bule semakin beringas mengaduk-aduk liang nikmat Cinta. Dari depan tubuh bugil Cinta terguncang-guncang hebat seperti tersengat listrik. Erangannya semakin intens hingga akhirnya kudengar jerit histeris dari mulut Cinta yang terbuka lebar. Di saat bersamaan kudengar si bule juga memekik keras dan menghentikan gerakannya. Cinta mendongak tinggi hingga urat-urat di lehernya yang menegang tampak jelas olehku. Hingga tubuh yang tegang itu melemas, dan ambruk saat si bule melepas batangnya dari lubang Cinta.

"Did he cum inside?” tanya Jan, yang dijawab anggukan lemah Cinta.

Dan itu bukan adegan terakhir. Kamera terus merekam, tidak kontinyu memang. Sesekali kamera gelap, kemudian menyala lagi. Berkali-kali. Tapi semua adegannya sama. Cinta, di sofa itu, ditonton banyak orang, digarap habis-habisan oleh banyak pria. Entah berapa banyak. Bule, kulit hitam, lokal. Entah berapa lama. Berjam-jam mungkin.

Aku sudah tidak peduli lagi. Stok emosiku sudah habis. Kegilaan apapun yang nampak di layar, aku hanya memandang dengan tatapan kosong. Kulihat Cinta bergerak liar di atas tubuh seorang pria lokal sementara pria lain mencekoki mulutnya dengan minuman keras. Di adegan lain seorang pria kulit hitam bertubuh kekar menggendong Cinta dan menggenjotnya sambil berdiri. Tubuh semampai Cinta pun seperti boneka saja di tangannya. Ada juga adegan Cinta menghisap dua penis di kanan kirinya bergantian sebelum keduanya menyemburkan cairan kelelakian di wajah Cinta. Adegan berganti ke Cinta yang tampak sedang meminum cairan putih kental dari gelas cocktail diiring sorakan penonton. Lalu beralih lagi ke adegan Cinta disetubuhi oleh entah orang keberapa. Berbagai posisi, berbagai variasi.

Pemandangan ini jauh lebih liar dari film porno yang pernah kutonton. Terlebih lagi pemerannya adalah orang yang kukenal. Tidak, mungkin Cinta lebih dari sekedar ‘kenalan’ atau ‘teman’ bagiku. Tapi yang kurasakan sekarang, menyaksikan Cinta seperti ini, hanyalah hampa. Celanaku bahkan tidak terasa ketat lagi.

Layar kosong untuk beberapa saat. Ketika muncul gambar kembali, tak terdengar dentuman musik elektronik yang mendominasi adegan-adegan sebelumnya. Sunyi. Perlahan kamera menyorot sofa yang sama dengan sebelumnya. Sepasang kaki berkulit mulus tampak mengangkang, kamera terus bergerak hingga ke pangkal dari kedua kaki itu.

“Holy hell” terdengar suara Jan “This is...”

Tampaknya dia sama speechlessnya denganku. Dari belahan bibir vagina Cinta, cairan putih kental menggumpal dalam jumlah banyak. Area selangkangannya tampak memerah setelah dipakai habis-habisan. Kamera bergerak lagi, dan kulihat dada Cinta penuh bekas cupangan. Payudara indahnya juga memerah karena terus diremas. Ada juga percikan cairan kental menghiasi dadanya, selain keringat tentunya. Dada Cinta naik turun dengan ritme halus seperti sedang tidur. Atau pingsan? Kamera terus bergerak, memperlihatkan bekas cupangan di leher jenjang Cinta. Hingga akhirnya kulihat wajah Cinta yang terlelap. Matanya terpejam, rona letih terpancar dari wajahnya. Tapi bibirnya seolah menyunggingkan senyum kepuasan. Puas, walaupun rambut panjang hitamnya acak-acakan dan wajah cantiknya blepotan cairan yang tak sepantasnya ada di sana.

“Cinta, wake up darling” Jan menepuk pelan pipi Cinta

“C’mon, let’s go home. It’s closing time” ujarnya pelan saat Cinta terbangun

Cinta menggeleng lemah, dan di sanalah video berhenti.

END VIDEO 5

Layar monitorku sudah kosong sekarang. Tak ada apa-apa lagi di sana sekarang.

Tapi aku terus menatapnya tanpa berkedip. Layar itu kosong, sama seperti perasaanku saat ini.

Entah apa yang harus kurasakan, atau kulakukan.

***​

Beberapa hari kemudian.

“Anu...Ini mau ngasih bahan buat mading”

“Ya udah siniin. Lo pergi dulu sana, kita mau rapat penting”

“Eh Karmen bentar, denger-denger kalian pas liburan kemarin ke Bali ya?”

“Iya, trus?” kulihat jelas air muka Karmen berubah mendengar pertanyaanku

“Kapan-kapan kalo ke sana lagi, ajak gue dong hehe” jawabku sambil nyengir

“Huu, ngarep!”

Karmen menutup pintu, meninggalkanku nyengir sendirian di depan pintu ruang redaksi mading. Sebelum berlalu sambil senyum-senyum sendiri.

Aku sebelumnya diam-diam mengembalikan CD itu ke tempatnya semula. Aku pun tidak membuat copy dari isi video itu. Biarlah rahasia mereka tetap rahasia. Dan rahasiaku bahwa aku tahu rahasia mereka, biarlah tetap rahasia juga.

Njelimet ya?
TAMAT

Cerita Dewasa Avengers 2

"Hei...!" sapa Thor yang sudah tiba di ruangan yang cukup berisik, penuh erangan dan kata-kata porno dari sejumlah orang yang sedang berhubungan seksual di sana. Wajah Thor langsung berseri-seri melihat kelakuan mereka.

Tampak di sana ada Maria Hill yang sudah bugil, sedang dalam posisi berjongkok naik turun di atas ranjang guna memompa penis hitam Kolonel James Rhodes yang berbaring santai. Agen Hill juga sedang asyik mengulum penis Kapten Rogers yang berdiri di sampingnya.

Sementara itu, di samping mereka juga ada sebuah ranjang yang sedang diisi oleh satu pasangan yang sedang dilanda berahi. Natasha Romanoff yang telanjang bulat sedang dalam posisi merangkak menerima tusukan penis Bruce Banner. Payudara indahnya berguncang erotis di setiap entakan pinggul yang dilakukan pria berbulu dada di belakangnya.

"Oohhh... sshhh... hai, Thor.... Mau bergabung?" ucap Natasha. Wajah mesumnya sangat menggoda.

"Bagaimana kabar Doktor Cho, Thor?" tanya kapten Rogers sambil memegangi kepala Agen Hill yang sedang maju-mundur mengisap penis tegangnya.

"Oh, dia baik-baik saja," jawab Thor singkat.

"Apa kau menikmatinya?" tanya Banner pula dengan wajah merah seperti baru dipanggang sinar matahari.

"Kau baik-baik saja, Banner?" Thor balas bertanya. "Kau tidak akan berubah, kan?"

"Hngghhh... sshhh... aku tidak apa-apa...," sahut Banner. "Memek pelacur ini benar-benar nikmat...."

Thor nyengir. "Hei, bukankah kata-kata itu..."

"Tenanglah, Thor," potong Kapten Rogers. "Aku tak akan melarang kalian mengucapkan hal-hal itu di saat seperti ini."

"Sebaiknya kau... bergabung denganku, Thor," ucap Romanoff tersendat-sendat saat Bruce menaikkan tempo sodokannya. "Oohhh... aahhh... mulutku... sshhh... sudah tidak sabar.... Oohhh... ingin merasakan kontol besarmu itu... oohhh... yahhh.... Fuck, baby...! Fuck...! Fuck...!"

Anak Odin pun memegang penisnya yang kembali mencuat, berjalan mendekati Natasha. "Kau yang minta, ya."

Dalam sekejap, kemaluan Thor yang panjang dan besar itu pun masuk ke dalam mulut agen S.H.I.E.L.D. yang seksi itu. Natasha hanya mampu mengulum setengah batang zakar si pria berambut pirang.

Thor mengayuh pinggulnya dengan lembut, mengeluar-masukkan alat vitalnya di dalam mulut Romanoff. Agen Romanoff tampak sedikit kesusahan dalam bernapas, namun dia tetap antusias melahap batang besar itu. Sesekali Natasha menggeleng-gelengkan kepalanya, merasakan kemaluan Si Dewa Petir itu di setiap dinding mulutnya.

"Oohhh... kau benar-benar pelacur, Romanoff...," ujar Thor yang kembali naik syahwat.

Plakk...

Banner menampar bongkahan pantat Natasha. "Benda ini yang selalu tercetak di pakaian ketatmu itu, Natasha.... Sekarang akan kunikmati sepuasnya...."

"Mmhhh...! mmhhh...! hmmhhh...!" tiba-tiba terdengar teriakan tertahan dari ranjang sebelah. Maria Hill mempercepat genjotannya. Dia mengayak penis Kolonel Rhodes dengan kasar sambil tetap menyumpalkan kemaluan Kapten Rogers di mulutnya, dan...

"Mmmhhh...!" jeritannya terpungkas dengan sebuah tegangan hebat di seluruh tubuhnya. Agen Hill mengejang dan payudaranya tampak bergetar halus mengeluarkan orgasme. Beberapa detik dihabiskannya dalam puncak nafsu.

"Puaahhh...." Maria Hill mengeluarkan penis Kapten Amerika dari mulutnya. Batang besar dan panjang itu berlumuran air liur.

"Bagaimana Agen Hill? Kau puas?" tanya Rhodes.

Maria terkekeh. Tubuhnya telungkup di atas tubuh Rhodes. "Kurasa sedikit lagi...," ucapnya dengan napas terengah-engah.

"Baiklah. Mari kita buat ini jadi akhir yang memuaskan...," ujar Rhodes seraya mengubah posisi menjadi kebalikannya. Maria Hill menjadi di bawah, sementara Rhodes siap menyodokkan kemaluannya dari atas.

"Ohh... Rhodey.... Testosteron...." Maria kembali menikmati tusukan demi tusukan penis hitam itu.

Sang Kapten menyeringai. Ia meninggalkan Agen Hill, bergabung ke Romanoff yang sedang dijejali dua batang zakar. "Bolehkah aku bergabung?"

"Tunggu sebentar, Kap.... Aahhh... sedikit lagi...." Banner menyodokkan pinggulnya sekeras mungkin. Ia hendak mengakhiri segalanya.

Plokk... plokk... plokk... plokk... plokk...

Bunyi hantaman selangkangan Bruce dan Natasha kian nyaring. Bokong wanita itu bergegar keras.

"Nghhh... mmhh... hmmhhh... nghhh...," Agen Romanoff mengernyit menyambut terpaan penis Banner. Napasnya bertambah sulit karena kemaluan besar Thor yang masih tersumpal di mulutnya. Tak jarang ia tersedak dan tak sengaja menyemburkan liurnya ke selangkangan Thor.

"Oohhh... aakkhhh... Natasha... aakkkhhh... Natasha...," Bruce meracau sambil memegang kuat gumpalan pantat Black Widow. Matanya meredup, dan dada berbulunya tampak memerah.

"Ngghhh...! Nggkkhhh...!" Natasha tiba-tiba mengeluarkan suara seperti orang yang tercekik. Tubuhnya mengejang-ngejang, melentik tegang. Daging bokongnya bergetar, pertanda wanita itu sedang mengalami orgasme.

Hanya beberapa detik setelahnya, Banner pun ikut orgasme. Ia memuntahkan seluruh air maninya ke dalam vagina perempuan sundal itu. Badan Banner agak condong ke depan, mengejat-ngejat dengan mulut terbuka. Tak ada kata-kata yang bisa dikeluarkannya selain mendengus berat.

Kedua kemaluan mereka menempel erat beberapa saat, mendalami rasa sedap yang menjalari tubuh masing-masing.

Thor menarik penisnya, keluar dari mulut Romanoff. Sama seperti Kapten Rogers, ia menyeringai melihat wanita yang baru saja dinikmatinya. "Tampaknya kau sudah lelah, Romanoff."

"Kau yakin?" ujar Kapten Amerika sambil melirik Thor.

Thor mengerutkan dahi. Ia mengintip wajah Romanoff yang ternyata sedang melirik ke arah Kapten, tersenyum nakal.

"Tunggu saja, Kap...," kata Natasha dengan napas kembang-kempis. "Ronde berikutnya akan menjadi penentu segalanya."

"Oh, begitukah?" sahut Kapten. "Jadikan itu penentu dirimu sendiri, Romanoff."

"Aku menyerah," susul Banner. Ia melepaskan penisnya, ambruk bersandar di kepala ranjang. Matanya hendak terpejam.

Thor terkekeh. "Kau baik-baik saja, kawan?"

"Ya... ya... tertawalah...," ujar Banner dengan senyum tipis.

"Aahhh...! Rhodey...! Kerahkan tenagamu...! Ooohhh...! Entot terus...! Oohh... sshhh... mmhhh... oohhh...!" Maria Hill semakin menggebu-gebu menyambut helaan penis Rhodes. Teriakannya memecah ruangan.

"Aku akan lakukan, sayang.... Aku akan lakukan...," ucap Rhodes menyemangati dirinya sendiri. Sodokan zakarnya kian cepat menghantam vagina pasangannya. Tangannya juga turut meremas payudara Maria Hill, menambah sensasi panas yang mereka rasakan.

Perhatian Kapten Rogers dan Thor teralihkan. Mereka tersenyum sambil mengurut penis panjang menjulang yang mereka miliki demi melihat kemeriahan yang disajikan pasangan berbeda ras itu.

Tak lama kemudian, Kolonel Rhodes mengernyit. Mulutnya agak menganga dan urat-uratnya tampak tercetak di dahinya. Dengan tubuh yang tampak sudah mengilap karena keringat, Rhodes berujar, "Aahhh... Maria... aku tak tahan lagi...."

"Keluarkan, Rhodey.... Sshhh... keluarkan, sayang...," jawab Agen Hill seronok. "Oohhh... cepat keluarkan.... Sshhh... aahhh... Semprotkan semuanya...."

"Ohh... ini dia... ini dia...!" ucap Rhodes kelabakan. "Aahhh... aku keluar...! Aaakkhhh...!"

James Rhodes menekan penisnya sedalam-dalamnya. Wajahnya mendongak, terpejam sambil memegang kuat payudara Maria. Otot pantatnya berkelojotan memompa sperma yang ia punya.

"Oohhh... mmhhh... yaahhh... Panas, Rhodey... Oohhh... yahhh... nikmat...." Maria Hill pun terpejam merasakan semprotan semen petinggi militer itu. Kakinya yang tadinya mengangkang kini merapat ke tubuh berpeluh yang sedang menekannya.

Setelah Rhodes selesai memberikan benihnya, ia menelungkup menciumi bibir Maria. Kecupan-kecupan mereka tampak tak begitu ganas, faktor dari tubuh yang sudah kelelahan. Hingga sesaat kemudian, mereka berdua hanya mengeluarkan napas tersengal, berpelukan menikmati akhir perjalanan seksualnya.

"Hei, sampai kapan kalian mau berdiri terus?" sela Natasha, memecah perhatian Thor dan Kapten Rogers.

Kedua pahlawan super itu menoleh ke Natasha yang sudah berbaring menyamping, menopang kepalanya dengan tangan. Mereka saling lirik, tersenyum.

"Kau ingin gaya bercinta seperti apa?" tanya Thor.

"Naik saja ke sini, dan entot aku semau kalian...," jawab Natasha sambil tersenyum menggoda.

Kapten Amerika menatap Sang Dewa Petir. "Thor, kau serang langsung. Aku akan menyerang mulutnya," dia menginstruksi layaknya sedang di medan perang.

"Tak masalah," sahut Thor yang bergegas naik ke atas ranjang. Tak butuh waktu lama baginya untuk membuka celah kangkang Romanoff dan menusukkan penis besarnya ke sasaran.

"Oouuhhh... fuck...!" jerit Natasha yang vaginanya baru saja disatroni zakar seorang dewa. Namun ia langsung terbungkam saat penis Kapten Rogers hinggap di mulutnya. Agen Romanoff yang seksi pun sukses telentang pasrah dengan dua batang yang mengisi lubang tubuhnya.

"Mau ke mana, Banner?" tanya Kapten yang melihat Bruce turun dari ranjang.

"Oh, mau ke toilet," jawabnya sekenanya.

Kapten Rogers tersenyum saja, melanjutkan sodokan lembut penisnya di mulut Natasha.

"Mmhhh... ngghhh... mmhhh...," Natasha menggumam nikmat menerima kemaluan besar Kapten Rogers. Tangannya merayap ke pantat kesatria tampan itu, mengubek-ubek permukaan lubang pantatnya.

"Oohhh... Romanoff, kau benar-benar nakal...," respon Kapten Rogers.

Sementara itu, Thor kelihatan bersemangat memompa penisnya di dalam vagina Natasha. Dia mengelus-elus paha terkangkang wanita itu, menikmati kulit mulusnya. Kemaluan besarnya tampak ketat mengisi liang peranakan Si Agen Seksi. Sisa-sisa air mani Banner sebelumnya meluap keluar.

Cukup lama mereka dalam gaya itu hingga Kapten meminta Thor untuk menggantikan posisinya. "Thor, kita ganti tempat. Aku akan hancurkan memek pelacur ini...."

Thor tersenyum. "Tak masalah," ucapnya lagi.

Sekejap kemudian, Kapten Amerika berbaring, dan Natasha mengambil posisi di atasnya. Wanita itu membelakangi Sang Kapten, dan dalam posisi setengah jongkok sambil menopangkan tangannya ke belakang, ia langsung menurunkan tubuhnya. Vaginanya pun menelan dengan sempurna penis besar yang ada di bawahnya.

"Oohhh... Enak sekali kontolmu, Kap...!" jeritnya sembari memasukkan batang zakar Thor ke dalam mulut. Thor sendiri sudah berdiri di sampingnya, di atas ranjang.

Bagai kesetanan, Kapten Amerika yang berada di bawah tubuh Agen Romanoff tiba-tiba mengayunkan pinggulnya dengan kecepatan tinggi. Sambil berpegangan pada pinggang Natasha, penisnya menikam vagina itu dengan keras dan kencang.

Natasha Romanoff yang sedang asyik dengan penis Thor sontak melepaskan kulumannya. "Aahhh... Kapten... oohhh... yaahhh... fuck... fuck... fuck... fuck...," ia meracau penuh nafsu di setiap terpaan penis yang dirasakannya. Fokusnya terpaku pada pria yang ada di bawahnya.

"Bagaimana, Romanoff...? Kau menyukainya...?" tanya Kapten Rogers yang seakan tak menunjukkan kelelahan sedikit pun mengayuh pinggulnya secepat itu. Wajahnya terlihat santai.

"Oohhh... Kap... teruskan... oohh... fuck...," balas Romanoff seraya memperhatikan ke selangkangannya. Ia mengernyit dengan wajah merah padam.

"Nikmati kontolku, Nona...," ucap Thor, mengarahkan kemaluannya ke mulut Natasha. Namun, baru saja kepala zakar Thor tiba di bibir wanita itu, datang sebuah pekikan keras.

"Aahhh... Kap... aahhh... ooohhh.... Aku keluar, Kap... aku keluar...! Ooohhh...! I'm cumming...! Fuck...!" Natasha Romanoff menggelinjang sejadi-jadinya. Saking dahsyatnya orgasme itu, topangan tangannya goyah dan tubuhnya ambruk ke belakang menimpa Kapten Amerika. Seluruh badannya bergetar hebat.

Kapten Rogers terkekeh. "Nikmatilah, Romanoff...," ucapnya sambil meremas payudara Natasha, menambahkan kenikmatan pada wanita itu. "Aku bisa melakukannya seharian."

Thor ikut-ikutan tertawa. "Hei, kau sampai melupakanku."

Mata Natasha meredup, bibirnya bergetar. "Maaf, Thor.... Aku... tak tahan...," ucapnya dengan aksen seperti orang yang sedang menggigil.

Kapten Rogers mendiamkan zakarnya di dalam vagina Natasha, memberi kesempatan pada perempuan tersebut untuk merasakan puncak berahinya dengan baik. Tangannya memainkan puting payudara Agen Seksi itu dari bawah. "Ini adalah yang terakhir, Romanoff," bisik Kapten Rogers. "Aku akan mengeluarkan apa yang kupunya sebentar lagi."

"Oh, buatlah itu secepat mungkin, Kap," balas Natasha yang sedang tersengal-sengal. "Aku tak ingin pingsan seperti waktu itu."

"Kau butuh obat?" guyon Kapten Rogers.

"Oh, lucu sekali, Kap," balas Romanoff asal.

"Belum selesai?" celetuk Banner yang baru datang dari toilet, berbalut handuk.

"Sedikit lagi, Banner," jawab Kapten. "Pacarmu ini agak bandel."

Bruce tersenyum simpul, lantas melongok ke ranjang di seberang.

Thor mengikuti arah pandangan Bruce, menatap James Rhodes dan Maria Hill yang sudah tertidur nyenyak.

"Pelankan suara kalian, anak-anak," kelakar Banner dengan memelankan suaranya.

Thor tersenyum.

"Aku keluar dulu, ya. Mau mencari udara segar," kata Banner berpamitan.

"Jangan jauh-jauh, Banner. Kau baru saja berejakulasi lima kali," Kapten memberi pesan.

Banner nyengir. "Aku mengerti, Kap...," sahutnya sambil melenggang keluar ruangan.

"Mari kita lanjutkan," sambung Kapten Rogers.

"Lakukanlah, Kap," jawab Natasha. Ia memasang posisi semula, setengah jongkok dengan tubuh yang tertopang tangan ke belakang.

"Thor?" Kapten Rogers memberi kode.

"Oh, kurasa aku sudah selesai," balas Thor. "Aku ingin menonton kalian saja."

"Benarkah? Baiklah kalau begitu." Kapten Amerika kembali melanjutkan permainan seksnya. Ia memegang pinggang Natasha sambil mengeluar-masukkan penisnya dengan perlahan.

"Mmhhh... sshhh... aahhh...," Romanoff mendesah nikmat.

"Kau suka, Romanoff?" tanya Kapten Rogers.

"Ya... teruskan... sshhh...." Natasha melirik Thor yang duduk di tepi ranjang sebelah, tempat Rhodes dan Maria Hill tertidur. "Yakin tidak ingin bergabung, Thor?"

Thor tersenyum saja.

"Diamlah, Romanoff. Kau bisa benar-benar pingsan jika kau mengajaknya bergabung," ujar Kapten Rogers di telinga Natasha.

"Aku hanya ingin menghiburnya, Kap...," sahut Natasha ramah.

'Akulah yang seharusnya kau hibur," sanggah Kapten. "Aku belum keluar sejak kita memulai pesta ini."

Natasha terkikih. "Tampaknya kelebihanmu itu menjadi kekuranganmu, ya."

"Diamlah, dan rasakan ini...," celetuk Kapten Amerika. Ia tiba-tiba melakukan hal yang sama, mengayunkan pinggul dengan cepat.

"Oohhh... Kap... enak sekali.... Aahhh... terus, Kap... oohhh... fuck... yaahhh... fuck... fuck... ssshhh... mmhhh... aahhh... fuck...."

Kapten Rogers yang mendengarkan desahan dan keluhan wanita itu malah semakin bersemangat. Kecepatan sodokannya melaju hingga titik maksimal. Penis besarnya menumbuk liang vagina sempit Natasha dengan kencangnya hingga segelintir mani Banner yang bercampur dengan cairan vagina itu berhamburan keluar dan membentuk lendir yang memutih.

"Oohhh... sshhh... oohhh... yaahhh... entot terus, Kap... entot... oohhh.... Kontolmu enak sekali... fuck... fuck... fuck me, baby... fuck... Aahhh... enak, Kap... oohhh...." Natasha mendongakkan kepalanya. Tubuhnya melentik menerima tujahan batang zakar yang nikmat itu.

Plokk... plokk... plokk... plokk... plokk...

Hantaman selangkangan Kapten Amerika disambut baik oleh gumpalan pantat Natasha, mengeluarkan bunyi tepukan yang sensual. Thor yang tak ikut serta sampai mengelus penisnya sendiri melihat tontonan sensual itu.

"Apa hanya perasaanku saja, atau memekmu terasa semakin nikmat...?" tanya Kapten Rogers di sela-sela sodokannya.

"Mmhhh... Aku tidak tahu, Kap... oohhh... aahhh... entot terus... terus... oouuhhh... fuck...."

"Kurasa... aku akan keluar, Romanoff...," ujar Kapten yang mulai mendatangi ujung berahinya.

"Oohhsshhh... cepatlah, Kap... aahhh.... Aku sudah... tak sanggup lagi... oohhh...."

"Tunggu... akhh... sedikit lagi...," Kapten memberi isyarat.

Baru saja Kapten meminta Natasha untuk menahan, Agen S.H.I.E.L.D. yang seksi itu mengernyitkan alisnya sambil memejamkan mata. Wajah dan bagian payudaranya sudah memerah, mulutnya menganga, membantu pernapasannya yang sudah megap-megap. Wanita itu tak mampu lagi menahan orgasmenya. Dengan satu tarikan napas berat, Natasha Romanoff menjemput puncak syahwatnya.

"Aaahhhh... Aku keluar...! Aku keluar...! Ooohhh... I'm cumming...! Ooohhh...! Fuck...! Fuck...! Fuck...!" Natasha mengejang-ngejang. Seluruh tubuhnya menggeletar untuk kesekian kalinya.

Namun, apa yang terjadi? Kapten Rogers tetap menyodokkan penisnya dengan kecepatan yang sama. Ia tak berhenti. Tubuh Natasha yang hendak roboh ditahannya dengan tangannya. "Masih belum, Romanoff...."

"Oohhh...! Aaahhh...! Hentikan, Kap...! Hentikan...!" Natasha berteriak-teriak. Wajahnya seperti hendak menangis. "Kapten...! Oohhh...! Aaahhh...! Rogers...! Aaahhhh...!"

Natasha hendak menyingkir, namun Kapten Amerika menjambak rambutnya hingga ia mendongak dan tak bisa berbuat apa-apa. Sang Kapten tetap menghantamkan penisnya ke vagina wanita berwajah mesum itu.

"Kapten, itu cukup," ujar Thor yang tiba-tiba tegak dari duduknya. Dia panik melihat ekspresi yang diberikan Natasha.

"Sedikit lagi... sedikit lagi...," ujar Kapten dari bawah tubuh Romanoff. Wajahnya sudah memerah pula.

"Kapten, dia bisa..."

Belum selesai kalimat Thor, tubuh Natasha tiba-tiba tersentak hebat. Vaginanya terlepas dari tusukan kasar penis Kapten Rogers, dan memuncratkan cairan bening seperti air seni.

"Aaaahhh...!" Natasha menjerit keras dengan pinggul terempas-empas. Cairan itu menyemprot beberapa kali dari vaginanya, membasahi ranjang.

Tanpa diduga, ternyata Kapten Amerika juga mencapai orgasmenya. Pria tampan itu mengeluarkan air maninya dengan semburan-semburan dahsyat. Saking hebatnya semburan itu, beberapa tetes air maninya sampai memercik hingga ke wajah Romanoff melalui celah kangkangnya. Seluruh cairan kenikmatan yang dikeluarkan Kapten Rogers sukses membasahi seluruh tubuh wanita itu.

"Hngghhh... hngghhh... hngghhh...," Kapten Rogers tersengal-sengal seraya memeluk erat Natasha dari bawah. "Bagus sekali, Romanoff...."

Natasha tak menjawab. Ia hanya terpejam dengan dada naik turun. Mulutnya masih sedikit terbuka.

Thor masih di posisinya, berdiri dan tercengang.

Kapten yang menyadarinya langsung terkekeh. "Ada apa, Thor?"

Putra Odin tersenyum, menggeleng pelan. "Kau betul-betul gila, Kapten. Dia bisa pingsan."

"Tapi tidak, kan?" sanggah Kapten Rogers, terkekeh lagi. "Kau baik-baik saja, Romanoff?"

"Hmmhhh... 'benda' itu benar-benar menyengat...," ucap Natasha lirih.

Thor dan Kapten Rogers tertawa lepas.

"Hei, kupikir pesta ini memang hebat. Mungkin persis seperti Kamar Seribu Tahun," Ujar Thor sambil berkacak pinggang.

"Kamar Seribu Tahun?" Kapten Rogers menyelidik.

Thor mengangguk. "Sebenarnya itu hanyalah sebuah kamar di Asgard, kamar untuk para raja. Kebetulan waktu itu Kakekku Bor menggunakannya untuk bercinta dengan Nenekku. Dia berkata bahwa pengalamannya di kamar itu sangat luar biasa. Dia sangat kelelahan bercinta dengan istrinya seakan-akan umurnya sudah berkurang seribu tahun. Sejak saat itu, kamar itu dinamai Kamar Seribu Tahun."

Kapten Rogers tersenyum saja, memeluk erat wanita yang tergeletak di atasnya.

"Cukup dua jam saja, Thor.... Itu sudah cukup...," ucap Natasha lagi. Matanya melirik Dewa Petir yang masih telanjang, tersenyum tipis.

Thor dan Kapten Amerika kembali tertawa lepas.

Tak lama setelah gelak mereka terhenti, Thor tiba-tiba teringat sesuatu. "Mmm... ngomong-ngomong, Stark di mana? Aku tidak melihatnya dari tadi."


***​

"Mmhhh... aahh... Tony... sshhh...," Pepper Potts mendesah dan mendesis. Matanya memandangi bola mata pria yang sedang menidurinya.

"Nona Potts... kau 'terasa enak'...," ujar Tony Stark yang sedang tergopoh-gopoh mencolok-colokkan penisnya ke dalam vagina milik belahan jiwanya.

"Sshhh... oohh... sshhh... Tony...."

Tony Stark mendadak tegang. Urat-urat nadi bermunculan di dahinya. Napasnya mendengus dan akhirnya memekik tertahan. "Aahhh... Pepper... hngghhh...!"

Tony terpejam merasai orgasmenya. Dalam sekian detik, ia pun ambruk menimpa kekasihnya itu. Pepper memeluknya dari bawah, mengelus-elus rambut Sang Iron Man.

"Haruskah ada kata-kata baru setiap kita bercinta, Tony?" tanya Pepper Potts sambil tersenyum.

"Itu hanya variasi, Nona Potts," jawab Tony Stark yang menenggelamkan wajahnya di pundak Pepper.

"Apa artinya 'terasa enak'?" Potts menyoal lagi.

"Itu artinya kau enak dari segi apa pun."

"Apakah jika aku menamparmu suatu hari akan 'terasa enak'?" Pepper terkekeh.

"Kau bermaksud menamparku? Kalau begitu aku harus membuat protokol 'anti-tampar' pada Jarvis."

"Oh, Tony... kau seharusnya berhenti membuat hal-hal robot itu."

Stark mengangkat kepalanya, memandangi Pepper Potts. "Kenapa kau mempermasalahkannya? Bukankah aku ini Iron Man? Aku tak bisa berpisah dari pakaian besi itu, Pepper. Aku dan benda itu adalah satu."

"Bukan itu yang sedang kubahas, Tony," kilah Pepper sambil memandang lamat-lamat kekasihnya.

"Oh, itu... itu hanyalah program perdamaian yang lainnya," jawab Tony sekenanya.

"Setidaknya aku tak menganggapnya seserius itu hingga kau mengajakku bercinta di dalam lab-mu seperti ini," kata Pepper. "Lihatlah, kau bahkan tak bisa memalingkan perhatianmu sedetik pun darinya."

Pepper Potts mendorong tubuh Tony untuk bangkit. Ia melihat ke tempat pembaringan mereka yang ternyata adalah peti penciptaan Doktor Cho yang sedang aktif. Benda itu mengeluarkan cahaya dari dalam, terpancar dari balik kaca-kacanya.

"Mau bagaimana lagi? Aku tak bisa menundanya," timpal Tony. "Ini keajaiban, Pepper. Sejak aku dan Banner mampu menghancurkan pelindung batu yang ada di tongkat itu, semua tampak semakin mudah."

Pepper berbalik, melihat ke dalam peti dari celah-celah kacanya. "Apa yang sebenarnya ingin kau buat?"

"Android," sahut Stark. "Aku ingin menciptakan sesuatu yang tangguh. Sesuatu yang bisa menggantikan peran Avengers."

Pepper menatap Tony, tersenyum. "Apa itu artinya kau akan berhenti membuat robot?"

Tony balas menatap Pepper, dalam-dalam. "Ya, sayang, itu pasti."

Senyum Pepper mengembang. Ia mengecup Tony dengan lembut.

"Yang barusan itu untuk apa?" tanya Tony, mengomentari ciuman yang didapatnya.

"Itu untuk kepercayaan seorang kekasih," jelas Pepper sambil menyentuh bibir Tony dengan telunjuknya.

"Senang bisa dipercaya...," celoteh pria berjanggut eksentrik itu. "Ini pesta yang menyenangkan, ya."

"Ya, asal kau tak bergabung dengan tim Avengers yang lain."

Stark tertawa. "Apa kau tak ingin bergabung dengan mereka?"

"Oh, please, Tony." Pepper nyengir.

"Hei, ini hanya sebuah 'jika', sayang," sanggah Tony. "Jika kau kuperbolehkan bercinta dengan salah seorang di antara mereka, siapa yang akan kau pilih?"

Pepper memandangi Tony Stark sejenak, lantas berpikir. "Mmm... sepertinya aku akan memilih Kapten Rogers."

"Ding... ding... ding...! Aku sudah menduganya," cetus Stark. "Sangat wajar, sayang. Kapten punya wajah tampan dan... 'anu' yang besar. Asal kau bisa menjaga dirimu agar tidak bercinta dengan Hulk, karena dia bisa membunuhmu."

Pepper cekakakan. "Nasihat yang bagus, sayang," tandasnya. "Hei, bagaimana denganmu? Jika kau memang kuperbolehkan bercinta dengan salah seorang di antara mereka, siapa yang akan kau pilih?"

"Mmm...." Tony berpikir.

"Oh, aku sudah tahu jawabannya," sela Pepper. "Itu pasti Agen Romanoff, bukan?"

"Bagaimana kau bisa berpikir begitu? Aku tak ingin Romanoff," bantah Tony.

"Tidak? Jadi kau pilih yang mana? Apakah ada Agen yang lain?"

Tony mengambil alat seukuran telapak tangan yang berbentuk kaca di meja yang ada di dekatnya. Jari-jari tangannya lincah memainkan tampilan digital yang ada di kaca itu, lalu menunjukkan sebuah foto wanita cantik berambut pirang terurai. "Dengan dialah aku ingin bercinta," ucapnya gamblang.

Pepper nyengir. "Hei, bukankah ini seorang bintang porno?"

"Kau yang tanya, kan?" timpal Tony. "Aku kebetulan melihat foto ini di internet, dan dia berhasil membuat ereksiku lebih efektif dari biasanya."

Pepper terkikih pelan. "Apakah kau merindukan kehidupan lamamu? Playboy dan semacamnya?"

Tony menghela napas. "Aku sudah punya kau, sayang. Semua yang kuinginkan hanya ada pada dirimu."

Pepper menatap kedua mata Tony lekat-lekat. "Aku mencintaimu...."

"Aku mencintaimu juga...," balas Tony.

Mereka pun berciuman mesra.

"Mmm... ngomong-ngomong, berapa lama lagi androidmu ini akan selesai?" tanya Pepper sesaat kemudian.

"Tak lama. Setelah ini kami hanya perlu menambahkan Vibranium agar anatominya lebih kuat. Kecerdasan buatan dan kode genetiknya sudah kami program dan dilapisi oleh protokol Jarvis. Sekarang yang harus dilakukan adalah membiarkan Jarvis mengunggah matriks dan skema datanya dulu."

Pepper manggut-manggut. "Karena mendengar penjelasanmu, aku jadi sedikit haus," katanya sambil membelai pipi Tony. "Bisa tolong kau ambilkan minum."

"Tentu saja, sayang," jawab Tony santai. Ia mengecup Pepper sebelum melangkah pergi.

"Pakai es, ya," tandas Pepper.

"Oke," sahut Tony. "Hei, hati-hati kakimu, sayang. Ada panel di sana."

Pepper tersadar. Kakinya hampir saja menyentuh panel kontrol yang ada di bagian sisi atas peti itu. Ia menjauhkan kakinya, lantas berbaring kembali di atas peti.

Sepeninggal Stark yang keluar dari ruangan, Pepper mengarahkan pandangannya ke sana-sini. Ia tersenyum lagi melihat foto wanita yang ada di alat kaca serbaguna milik Tony. Tak lama, ia pun menghentikan sorot matanya di langit-langit laboratorium. Perlahan-lahan, matanya terpejam, menikmati kesenyapan.

Beberapa saat kemudian, Stark muncul dengan sudah memakai celana panjang. Ia membawa meja sorong yang di atasnya sudah lengkap dengan minuman segar dan camilan. "Pesanan kamar datang...," ucapnya riang.

"Oh, terima kasih...," jawab Pepper pula, terduduk di atas peti. "Hei, kau sudah pakai celana?"

"Kenapa? Kau ingin membunuhku dengan menguras semua spermaku? Ayolah, ini gencatan senjata, sayang."

Pepper terkekeh. "Aku tak berkata begitu, sayang."

Kekasih Tony Stark itu hendak turun dari peti, namun sebuah malapetaka tiba-tiba terjadi saat ia tak sengaja menginjak sebuah tombol yang ada di panel kontrol. Seketika pintu peti itu terbuka dan Pepper Potts jatuh menjungkir ke dalamnya.

"Pepper!" jerit Tony yang serta-merta berlari menuju peti.

Tony sempat bersyukur karena perut Pepper masih tersangkut di atas palang logam yang merupakan alat pembuat jaringan tubuh bagian depan. Namun, belum lagi sedetik waktu berlalu untuk Pepper sempat mengulurkan tangan, palang itu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya seakan mempersilakan tubuh wanita itu untuk masuk ke dalamnya.

"Tidak! Pepper...!" Tony menganjurkan tangannya, hendak meraih tangan Pepper.

"Tony...!" Pepper berteriak, hendak mengulurkan tangannya pula. Namun, belum sempat tangannya terangkat sempurna, palang logam tadi tertutup kembali, mengunci pergerakan tangannya. Tubuhnya bagai terisap dan dibawa ke posisi yang "diinginkan" peti itu.

"Pepper...! Raih tanganku...! Pepper...!" Tony Stark mencoba mengulurkan tangannya lagi ke bawah, tapi peti itu seolah bekerja dengan cepat. Dia langsung menarik tangannya karena peti itu mendadak tertutup dengan sendirinya.

"Jarvis, matikan petinya...!" perintah Tony.

"Sedang kucoba, Pak, tapi aku harus membatalkan semua skema datanya dulu. Itu butuh waktu," J.A.R.V.I.S. merespon. "Kusarankan untuk mematikan secara manual, Pak."

"Brengsek!" maki Tony. Ia langsung menuju panel kontrol, menekan tombol abort, namun tak terjadi apa-apa. peti tetap berjalan. "Brengsek! Brengsek!"

"Energi dari luar diserap ke dalam peti, Pak," J.A.R.V.I.S. memberikan analisis. "Tampaknya batu itu yang melakukannya."

"Pepper!" teriaknya lagi memanggil kekasihnya. Ia sudah tak bisa lagi melihat wajah wanita itu karena sudah terbalut oleh jaringan tubuh buatan.

Tony Stark nanar dan panik. Saat ia melihat selang-selang yang mengarah ke peti itu, ia pun mencoba menariknya.

JUSSHHH...

Satu selang sukses tercabut. Dia pun menggilir setiap selang yang lain hingga semuanya terlepas dari peti.

Tony tersengal-sengal. Ia melihat ke dalam peti lamat-lamat. Ada cahaya remang-remang yang dipancarkan batu kuning yang ada di kepala manusia buatan itu.

"Pepper...?" panggilnya lirih.

Pintu peti itu tiba-tiba terbuka. Stark sempat kaget, namun tetap mencoba menengok ke dalamnya.

Sesosok makhluk tiba-tiba bangkit dari dalam. Berbentuk manusia, namun bagian terluar tubuhnya seolah tanpa kulit, hanya otot-ototnya saja yang terlihat ditambah sebuah batu kuning berkilauan yang tersemat di keningnya. Makhluk itu tak hanya bangkit, namun perlahan-lahan melayang di udara, keluar dari peti yang telah "memenjarakannya".

Stark mundur beberapa langkah saat makhluk itu turun dan menjejakkan kaki di depannya. Ia menatap Stark dalam-dalam.

"Tony...?" sapa manusia buatan itu dengan suara lembut layaknya wanita. Ia tersenyum.

"Pepper?" jawab Tony ragu-ragu.

"Aku bukan Pepper," tegasnya.

Tony Mengernyit. "Jadi siapa kau?"

Makhluk itu diam sejenak. "Aku tidak tahu," ucapnya.

"Bagaimana kau bisa muncul? Keluarkan Pepper!" Tony mendesak.

Makhluk itu tersenyum. Ia melirik ke meja kerja Tony.

Sesaat kemudian, makhluk itu berubah bentuk. Seluruh anggota tubuhnya perlahan dilapisi oleh kulit yang putih dan mulus. Kepalanya yang botak tiba-tiba ditumbuhi rambut yang terus tumbuh terurai, berwarna pirang hingga setengah punggungnya. Tekstur wajahnya membentuk dan berubah menjadi wajah yang sangat cantik, sama persis seperti yang ada di alat kaca mirip smartphone yang terletak di meja kerja Tony. Payudaranya membesar, dan organ intimnya juga terbentuk, bahkan lengkap dengan bulu vagina yang sudah tercukur rapi.

Tony terpana melihat semua itu. Dia bahkan tak beranjak sedikit pun saat wanita itu mendekatinya.

"Bagaimana, Tony? Kau suka?" tanya makhluk itu.

Tony menggeleng cepat, seolah tersadar. "Kembalikan Pepper," tegasnya.

Wanita itu tersenyum saja. Ia tiba-tiba berjongkok, membuka celana Tony.

"Apa yang kau lakukan?" Tony bertanya dengan nada kalap.

Perempuan cantik itu diam saja, memelorotkan celana Tony Stark dan langsung mengisap penisnya yang setengah tegang.

Mata Tony mendadak layuh menyaksikan makhluk seksi dengan batu berkilauan di dahi itu mengulum kemaluannya sambil mendongak menatap wajahnya. Napasnya mulai memburu.

Tapi ternyata hal itu tidak berlangsung lama. Wanita itu melepaskan kulumannya dan berdiri tegak di hadapan Tony, memperhatikannya dengan sebuah senyum simpul.

Belum sempat ditebak apa maunya, telunjuk wanita itu tiba-tiba terangkat, mengarah ke wajah Tony. Ia menyentuh kening Sang Iron Man dengan lembut, sekali saja, namun efeknya sangat besar.

Tony Stark langsung roboh, berlutut hingga kemudian telentang di lantai dengan tubuh mengejang-ngejang. Wajahnya memerah dan matanya meredup seperti orang yang terkena epilepsi. Tiba-tiba dari penisnya yang terbuka bebas itu keluar cairan putih, menetes-netes di setiap kejangan otot pinggulnya.

"Hoohhh... hngghhh... aahhh...," Tony mengeluh-ngeluh tertahan. Dia yang sudah banyak mengeluarkan air mani untuk kekasihnya, kini harus menggelepar karena orgasme 'ajaib' itu.

Hanya sesaat momen itu terjadi, Tony lantas terkulai lemas. Tubuhnya seakan terkena multi-orgasme. Dia cuma sanggup melihat wanita yang berdiri di hadapannya dengan mata hampir terpejam.

Makhluk itu jongkok, membelai pipi Stark. "Kau menikmatinya?"

Tony tak menjawab. Napasnya tersengal-sengal.

"Aku akan menjalankan misimu, Tony," ujar wanita itu. "Aku akan mengusahakan kedamaian untukmu."

Tony tetap membisu, terpegun loyo.

"Kedamaian itu harus dimulai dengan cinta, Tony. Dan cinta itu adalah nafsu," lanjut perempuan tak berbusana itu. "Aku akan membuat dunia ini dipenuhi oleh nafsu, agar tidak ada di antara mereka yang saling bertikai."

Stark mengernyit. Mulutnya hendak mengatakan sesuatu, namun seakan tertahan di mulutnya.

"Sampai jumpa, sayang. Aku akan berikan yang terbaik," ucap wanita itu seraya berdiri tegak. "Kurasa aku harus mengunjungi seseorang dulu untuk melancarkan misi ini."

Tony cuma bisa melihatnya meraih pakaian Pepper yang tergeletak di dekat situ, lantas melenggang keluar dari ruangan. Sang Iron Man tak bisa mencegahnya. Tubuhnya seperti hampir pingsan.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara mesin pesawat dari luar. Quinjet dibawa pergi oleh wanita itu.

"Tony?" Banner memanggil dari pintu.

"Aku di sini, Banner...," sahut Stark dengan suara lirih. Napasnya masih terkempul-kempul.

"Hei, apa yang terjadi? Di mana Nona Potts?" tanya Banner yang melihat temannya terkulai lemah dengan celana terbuka. "Aku baru saja mendengar Quinjet menyala dan pergi begitu saja. Siapa yang keluar tengah malam begini?"

Tony menarik napas segar, mengumpulkan tenaga untuk duduk dan bersandar di dinding. "Panggil seluruh tim, Banner. Situasi sangat genting...," ujarnya terengah-engah.

***​

Tim Avengers sudah berkumpul di laboratorium milik Stark, mendengar penjelasannya atas apa yang telah terjadi. Semuanya tidak berpakaian lengkap. Para lelaki selain Tony hanya memakai handuk sementara para wanita hanya berbalutkan selimut di tubuh mereka. Seluruh orang tampak berang dan kecewa pada Tony yang ternyata diam-diam telah membuat eksperimen sendiri tanpa memberi tahu tim. Thor yang naik pitam bahkan menghancurkan semua komputer yang ada di ruangan itu dengan palu Mjolnirnya.

"Aku sudah muak dengan ini semua, Stark!" rutuk Thor. "Tidak pernah ada ancaman yang lebih besar di Sembilan Dunia selain Midgard."

"Thor, tenanglah. Kita harus bicarakan ini pelan-pelan," Kapten Amerika mencoba menetralkan.

"Kau harus bertanggung jawab atas apa yang kau perbuat, Stark," tegas Thor. "Batu itu harus kembali bagaimanapun caranya."

Tony cuma terdiam, duduk di lantai bersandarkan dinding.

"Kenapa, Thor? Apakah batu itu sangat berbahaya?" Natasha menyoal.

"Aku melihat gambar di layar komputer Stark, dan itu adalah 'Batu Pikiran'," jelas Thor. "'Batu Pikiran' adalah salah satu dari enam batu terkuat di jagat raya, dan orang sembrono ini baru saja menggunakannya untuk 'bermain-main'."

Thor menuding Tony, namun Tony tetap diam saja. Ia tampak putus asa setelah kehilangan kekasihnya.

Natasha menatap Doktor Banner. "Apa kau juga ikut membantunya?"

Banner melipat bibir, tertunduk.

"Sudah kuduga," imbuh Natasha.

"Apa pilihan kita saat ini?" tanya Kapten Rogers.

"Kita tidak tahu cara yang terbaik sebelum melihat sepak terjang makhluk itu," cetus James Rhodes. "Pilihan kita sekarang hanyalah menunggu."

"Tapi menunggu sampai kapan?" tanya Kapten Rogers. "Kita tidak mungkin melihat korban berjatuhan dulu, bukan? Pepper juga ada di dalam tubuh makhluk itu, dan sesuatu yang buruk bisa saja terjadi."

"Sudah coba melacak Quinjet?" usul Maria Hill.

"Itu sia-sia," jawab Natasha. "Dia pasti sudah dalam mode stealth sekarang."

Di tengah perdebatan, Tony Stark memejamkan matanya. Energinya yang terkuras habis karena orgasme itu membuatnya sangat mengantuk. Ia pun jatuh tertidur.

"Kelihatannya seseorang sudah sangat mengantuk," ucap Natasha yang melihat Tony roboh perlahan-lahan.

Semuanya mendadak senyap. Tak ada lagi opini yang keluar dari mulut mereka.

"Sepertinya kita memang cukup lelah untuk memikirkannya malam ini," ujar Kapten Rogers. "Kurasa Rhodes benar. Kita harus melanjutkannya besok pagi."

Thor menghela napas, pasrah pada keputusan majelis.

Semuanya kembali ke kamar masing-masing, meninggalkan Tony yang tertidur sendirian di atas lantai laboratoriumnya.

***​

Pagi yang cerah menjelang, namun seisi menara Avengers tampak muram. Tony sudah bangun sejak sebelum fajar, berpikir di dalam laboratoriumnya. Ia mondar-mandir ke sana-kemari dengan setengah telanjang. Sesekali ia bertanya pada J.A.R.V.I.S. tentang sesuatu, namun jawaban asisten pribadinya itu selalu saja terdengar kurang memuaskan.

Semua tim Avengers bersama Doktor Cho tiba di ruangan Stark dengan pakaian lengkap. Mereka siap merundingkan rencana yang akan dilakukan.

"Kau sudah bangun, Tony?" sapa Natasha saat tiba di ruangan itu.

Tony diam saja, hanya memandang Romanoff dengan tatapan kosong sambil menumpangkan kedua tangan di meja. Di wajahnya masih terukir jelas perasaan kehilangan.

"Stark, aku minta maaf. Semalam aku agak kelewatan," Thor mendekati Tony, menepuk pundaknya.

"Tak apa, kawan. Aku mengerti," balas Tony.

"Baiklah, sekarang apa yang harus kita lakukan?" Kapten Amerika membuka jajak pendapat.

Semuanya mendadak menatap Stark, seakan menunggu Sang Iron Man untuk membuka mulut pertama kali.

Tony yang paham akan hal itu pun mulai berbicara. "Dia ingin membuat kedamaian dunia dengan cinta," cetusnya, meniru yang dikatakan manusia buatan itu. "Cinta itu didasari nafsu, dan dia berpikir nafsulah yang merupakan kunci perdamaian dunia."

"Apa?" Natasha nyengir, tidak percaya akan apa yang didengarnya.

Seluruh anggota tim Avengers tercengang.

"Ya, itulah yang kudengar darinya sebelum dia pergi," imbuh Tony Stark. Ia berjalan perlahan ke tengah ruangan sambil menjelaskan. "Aku dan Banner tidak memprogramnya untuk melakukan itu, tapi kurasa itu adalah inisiatifnya sendiri. Masing-masing individu bisa sesuka hati memilih caranya untuk menjaga kedamaian, namun aku tidak menyangka dia akan memilih jalan itu."

"Bukankah itu bisa menghadirkan paham seks bebas massal?" imbuh Natasha.

"Atau lebih buruk," timpal Banner. "HIV, kanker, penyakit kelamin, bahkan berdampak ke masalah psikis."

"Anak-anak...," imbuh Rhodes. "Anak-anak akan dipertontonkan oleh sesuatu yang sangat tabu."

Suasana lengang sesaat, memikirkan risiko yang mengerikan itu.

"Apakah keadaan Pepper yang baru saja berhubungan seks bisa mempengaruhi pemikiran makhluk itu?" tanya Kapten Rogers, memecah keheningan.

"Bisa jadi," sahut Banner. "Dia adalah makhluk yang baru saja terlahir, dan kadar hormon seks yang tinggi adalah keadaan pertama yang dirasakan tubuhnya."

"Aku masih belum mengerti, Tony," sela Rhodes. "Tadi malam, saat dia bangkit, kau bilang dia 'menyetrummu'?"

"Aku tidak tahu pasti. Tapi entah kenapa aku tak bisa menahan orgasme saat dia menyentuh dahiku," papar Stark.

"Dia bisa membuatmu orgasme hanya dengan menyentuh dahimu?" Natasha memastikan, tersenyum simpul.

Tony tak menjawab, hanya mengangkat alisnya.

"Itu adalah kekuatan batu itu," beber Thor. "Selain punya kekuatan besar, 'Batu Pikiran' itu juga bisa memanipulasi pikiran siapa saja, termasuk mengontrol dan membaca isi kepala orang lain."

Tony Stark terdiam. Ia teringat sesuatu.

"Ada berita baru di TV, Pak," sela J.A.R.V.I.S. tiba-tiba. "Sesuatu terjadi di Sokovia. Mungkin kau ingin melihatnya."

Stark langsung mengambil alat kacanya yang mirip smartphone itu. Menekan beberapa tombol, lantas menampilkannya ke proyeksi digital.

Di sebuah stasiun televisi, seorang pria berjas hitam sedang menyiarkan kabar mancanegara. Di Headline-nya tertulis "Serangan Seks di Sokovia". Seluruh anggota tim Avengers tertegun menyaksikan isi berita yang isinya adalah video-video yang telah disensor, menampilkan sejumlah penduduk Sokovia yang sedang berhubungan seks di depan publik.

"Para polisi Sokovia mencoba mengevakuasi mereka agar tidak dilihat khalayak umum. Namun, laporan dari lapangan mengindikasikan adanya pertambahan drastis akan kasus serupa di beberapa titik. Pemerintah setempat juga melakukan karantina, karena ada beberapa penduduk yang menunjukkan gejala ekstrem berupa orgasme mendadak. Sampai saat ini, pemantauan dan penanggulangan adalah cara terbaik sebelum mengisolasi Sokovia dari penyebaran penyakit-penyakit tertentu."

Tony langsung mematikan perangkatnya itu begitu berita berganti ke topik lain. Tim Avengers terdiam, beberapa menghela napas panjang.

"Apakah itu dia?" Kapten Amerika memecah keheningan.

"Tak diragukan lagi," jawab Tony.

"Bagaimana cara kita menghentikannya?" tanya Romanoff. "Apa kita harus membunuhnya?"

"Tidak!" sergah Tony. "Pasti ada cara lain."

"Dengan apa?" Thor menyela.

"Ada satu cara yang bisa kita lakukan," ucap Tony.

"Pemisahan...," sambung Banner yang mengerti apa yang ada di pikiran Stark.

Tony menatap temannya itu, mengangguk yakin.

"Apa maksudnya?" tanya Rhodes.

"Makhluk itu terbagi ke tiga elemen: batu itu, jaringan sintetis, dan Pepper," Stark memaparkan. "Kemungkinan besar kekuatan batu itulah yang membuat manipulasi antara tubuh Pepper dan jaringan tubuh sintetis. Kecerdasan buatan sudah tak diperlukan lagi karena otak Pepper sudah ada di dalamnya, bukan? Dan kurasa itu sebabnya proses percampuran itu bisa terjadi sangat cepat."

"Itu masuk akal," tambah Doktor Cho. "Pencetak sel yang kubuat memang homogen untuk setiap manusia. Tidak terpaku kepada golongan darah atau penyakit apa pun."

"Jadi, bagaimana cara kita memisahkannya?" tanya Kapten Rogers.

Tony terdiam. Dahinya berkerut.

"Itu dia masalahnya," ujar Doktor Cho. "Walaupun Nona Pepper dan jaringan tubuh itu bisa dipisahkan, itu akan sangat menyakitkan."

"Apa kau bisa memisahkannya dengan meminimalisir rasa sakit itu?" tanya Kapten Rogers pada Doktor Cho.

"Cara satu-satunya hanyalah mengubah kutub dari mesin pencetak sel di peti itu," beber Helen. "Mesin itu akan berbalik menjadi pemusnah sel. Itu akan meluruhkan jaringan tubuh terluar dan memberi kesempatan pada kita untuk memisahkannya dari tubuh Nona Pepper."

"Lakukan!" tegas Tony.

"Tapi, Tony, apa kau yakin dengan itu?" Doktor Helen risau. "Nona Pepper akan tetap..."

"Aku tak peduli!" potong Stark.

"Tony? Pepper kemungkinan besar akan merasakan luka layaknya luka bakar stadium 3 hingga 4. Apa kau yakin?" Banner menegaskan.

"Apa kau punya jalan lain?" tanya Tony pada Banner dengan mata berkaca-kaca. "Beri tahu aku, Banner, apa kau punya jalan lain?"

Banner tertunduk membisu.

Tony menatap semuanya, menanti seseorang di ruangan itu yang mungkin punya ide lebih baik. Namun, semuanya ikut membisu.

"Aku hanya ingin menciptakan sesuatu yang berguna, teman-teman," ujar Tony dengan segenap perasaan. "Aku ingin menciptakan Ultron agar kita tidak lagi bertengkar dan saling menyalahkan satu sama lain. Apakah kalian tidak ingin pertemuan yang damai, minum teh bersama-sama di gedung ini, dan tidak lagi membahas kerusuhan di luar sana? Atau malah kalian lebih memilih untuk berjibaku di luar sana, melanggar kedaulatan negara orang, dan melepaskan ledakan di mana-mana? Itukah keinginan kalian?

"Oke, aku minta maaf, Thor, Kapten, Banner, dan semua orang yang merasa tak suka dengan tindakanku. Sejujurnya, aku sudah lelah memakai baju kaleng itu. Iron Man hanyalah pereda atas tirani berkepanjangan yang telah kulakukan di masa lalu. Aku hanya ingin menghabiskan hidupku dalam kedamaian. Aku hanya ingin menghirup udara segar. Aku hanya ingin membuat satu pahlawan yang tidak lagi menyimpan rasa ego di hatinya. Pahlawan Bumi yang sesungguhnya."

Semuanya terdiam mendengar kata-kata Tony yang emosional. Mereka seakan melihat seseorang yang lain. Suasana lengang beberapa saat.

Kapten Rogers menghela napas berat. Ia menatap Tony dengan senyuman lebar. "Katakan saja apa yang harus kami lakukan, Kapten...," ujarnya bersemangat.

Semuanya tersenyum melihat Tony. Semangat mereka membumbung tinggi.

"Doktor, setelah ini aku ingin kita bertiga bersama Banner segera membuat alat itu," pinta Tony.

Doktor Cho mengangguk.

"Jika tubuh itu dipisahkan, bagaimana dengan batunya?" tanya Stark.

"Aku yang akan mengurusnya," jawab Thor cepat, tersenyum yakin.

"Bagaimana caramu melakukannya?" Kapten Rogers menyoal. "Bukankah kau sendiri yang bilang bahwa batu itu kuat?"

"Aku tidak akan menghancurkannya, tapi menariknya dari tubuh makhluk itu," timpal Thor. "Ada benda di ruang penyimpanan Asgard yang bisa menanganinya. Aku akan ke sana sebentar untuk meminta izin pada Ayahku."

"Terdengar bagus," ucap Tony.

"Ngomong-ngomong, apa kita perlu mengajak Clint? Tanya Natasha.

"Kurasa tidak," jawab Tony. "Suruh saja dia membawa Quinjet cadangan kemari."

"Bagaimana denganku? Apa aku perlu ikut?" Tanya Banner pula.

"Kurasa... kau juga ikut, Bruce," ujar Stark. "Untuk berjaga-jaga apabila pengetahuanmu dibutuhkan di sana."

"Bagaimana dengan makhluk itu, Tony?" tanya Kapten Rogers. "Jika kita sudah punya alat-alat untuk memisahkan semuanya, bagaimana cara kita membuatnya lengah? Dia tak akan membiarkan dirinya dipisahkan begitu saja, bukan?"

Semua orang sontak terdiam. Namun berbeda dengan Stark, ia tersenyum.

"Untuk itulah kau ada di tim ini, Kap," ujar Tony mantap. "Kau harus mengajak wanita itu bercinta."

"Apa?" Kapten Rogers mengernyitkan alis.

Tak hanya Kapten, semua orang di situ melongo mendengar perkataan Tony.

"Ide apa lagi ini, Tony?" keluh Banner.

Tony tetap tersenyum. "Makhluk itu suka seks, kan? Kita berikan seks padanya."

"Lantas, sesudah Kapten berhubungan seks dengannya, apakah kau bisa memastikan makhluk itu lengah, Tony?" Rhodes menyambut argumen.

"Itu cukup mudah," balas Stark. "Kita akan pisahkan dia saat dia... orgasme."

"Orgasme?" Natasha tersenyum.

"Akuilah, Romanoff. Kau juga lupa daratan saat orgasme, bukan?"

Agen Romanoff melengos, cengar-cengir.

"Aku juga yakin Kapten bisa melakukannya," tandas Tony. "Bukan begitu, Kap?"

Kapten Rogers menahan senyumnya. "Mengapa aku?" tanyanya lagi. "Kenapa tidak Thor saja? Atau kau yang memang pasangan Pepper?"

"Aku mungkin lebih kuat darimu, tapi kau punya stamina yang lebih baik dariku," ujar Thor kepada Kapten. Ia pun mengerling ke Stark.

Tony mesem-mesem, mengangguk ringan.

"Ya... ya... okelah...," Kapten Rogers merespon asal-asalan.

"Tapi Tony, kita tetap harus memikirkan kemungkinan terburuk." Banner menatap rekannya dengan serius. "Jika kita gagal merayu wanita itu untuk bercinta dengan Kapten, apa yang akan kau lakukan?"

Tony terdiam. Matanya menatap semua wajah teman-teman setimnya. Ia menghela napas. "Kita lihat saja nanti, Banner," ucapnya seraya menengok ke peti, memulai pekerjaannya.

"Mari kita hadapi, Tony. Kita harus menggunakan kekerasan," imbuh Kapten Amerika.

Tony berhenti sekejap, lantas melanjutkan tugasnya, tetap terdiam, tak menoleh sedikit pun

Cerita Dewasa Avengers 3

Lewat tengah hari, tim Avengers tiba di Sokovia. Kolonel Rhodes, Maria Hill, dan Clint Barton yang memaksa ikut, mengevakuasi wilayah itu. Seluruh penduduk digiring ke sebelah timur. Mereka juga menginstruksikan agar para Polisi setempat memindai orang-orang di dahinya untuk mendeteksi keberadaan makhluk itu.

"Bagaimana perkembangannya, Clint?" tanya Romanoff melalui earset-nya. Ia dan seluruh tim Avengers yang lain masih berada di dekat Quinjet yang mendarat di tepian hutan, wilayah barat Sokovia.

"Sedikit lagi, Nat," lapor Clint Barton sambil mengarahkan warga tentang ke arah mana yang harus dituju.

"Sebaiknya kau harus segera menutup matamu, Clint," pesan Natasha sambil tersenyum simpul. "Kami tak ingin istrimu marah karena kau ikut serta pada 'pesta' yang kesekian kalinya ini."

"Begitukah?" Barton asal jawab. "Baiklah, Nat. Aku juga tidak ingin melihat pahlawan-pahlawan super Bumi melakukan hal gila yang di luar logikaku. Itu mengusik ketenanganku."

"Dimengerti...," balas Natasha, berguyon.

"Thor di mana?" tanya Kapten Rogers yang sudah lengkap dengan helm pelindung kepala bertuliskan huruf "A".

"Mungkin dia sedang minum-minum dulu di atas sana," gurau Tony Stark dari balik baju besinya.

"Hei, Tony!" tegur Banner dari pintu Quinjet yang terbuka. "Bagaimana dengan bagianku? Apakah aku hanya menunggu di sini terus?"

"Ada apa, Bruce? Kau ingin menghancurkan kota?" sindir Stark.

"Kupikir ada yang bisa kulakukan selain duduk diam," timpal Banner.

"Ya. Kau memang hanya harus duduk diam, Banner," kata Stark. "Ingat bahwa kami hanya membutuhkanmu, bukan lelaki 'yang satunya'."

Banner mengangguk mafhum. "Baiklah kalau begitu."

"Hei, ada satu pertanyaan yang belum terjawab," sela Kapten Rogers. "Dari sekian banyak negara di dunia ini, kenapa makhluk itu memilih Sokovia?"

"Aku tidak tahu pasti, Kapten," jawab Tony. "Tapi kurasa dia sedang mencari manusia hasil eksperimen Strucker."

"Eksperimen manusia Strucker?" Natasha mengernyit. "Bukankah semua percobaannya gagal?"

"Tidak, Romanoff," sangkal Stark. "Aku sempat bertemu mereka di lab Strucker. Mereka bisa saja membunuhku saat itu, namun entah kenapa mereka malah membiarkanku hidup."

"Kenapa mereka menyerangmu?" tanya Kapten Rogers.

"Aku sudah mencari informasi tentang mereka. Yang satu bernama Pietro Maximoff dan yang satu lagi Wanda Maximoff," papar Stark. "Mereka adalah korban dari negara-negara tetangga Sokovia yang selalu bergejolak. Saat umur mereka masih 10 tahun, apartemen yang mereka tinggali terkena bom, dan bom itu tampaknya diproduksi oleh perusahaanku. Mungkin itulah penyebab mereka sangat marah padaku."

"Jadi... mereka bersaudara?" usut Kapten Rogers.

"Secara teknis, kembar," ujar Tony.

"Lalu, bagaimana kau bisa tahu kalau makhluk itu sedang mencari mereka?" Natasha menyelidik.

"Sewaktu makhluk itu akan pergi dari lab-ku, dia bilang hendak mengunjungi seseorang dulu untuk melancarkan misinya," beber Stark. "Sepertinya dia tahu bahwa kekuatannya telah dibagikan kepada orang lain."

"Menurutmu, apa tujuannya?" tanya Kapten Amerika.

"Aku hanya mendapatkan dua kesimpulan, Kapten," tandas Stark. "Kemungkinan pertama adalah makhluk itu ingin mengajak Si Kembar bergabung bersamanya, dan kemungkinan kedua adalah dia hendak membunuh Si Kembar karena mereka bisa menjadi penghalang baginya."

Kapten Rogers menghela napas berat. "Menurut firasatku, dia akan..."

"Membunuh mereka...," susul Stark. "Kau benar, Kap. Kurasa serangan seks yang terjadi di wilayah ini hanyalah sebuah pancingan agar Si Kembar keluar dari persembunyiannya."

"Ini benar-benar tugas berat, ya," ujar Natasha.

"Kau menyindirku, Romanoff?" celetuk Kapten Rogers. "Sejauh yang kutahu, akulah yang dihadapkan pada tugas berat pada saat ini."

Tony Stark terkekeh. "Berusahalah, Kap. Kau harus memuaskan seorang wanita Mutan dengan hasrat seks tertinggi di dunia."

"Seluruh warga sudah berhasil dievakuasi...," lapor James Rhodes. Helm baju War Machine-nya terbuka. Ia sudah berkumpul kembali bersama Agen Hill dan Clint Barton.

"Ada tanda-tanda makhluk itu?" balas Natasha.

"Negatif...," ucap Rhodes sambil melihat sisa-sisa penduduk yang sudah memasuki perimeter aman.

"Dimengerti," pungkas Natasha. "Ayo, anak-anak, kita basmi pelacur itu."

"Ucapanmu, Romanoff," Kapten Rogers mengingatkan.

"Maaf, Kap," balas Natasha dengan senyum simpul.

Sang Iron Man mengangkat dua koper hitam panjang, menatap ke depan.


***​

"Ada tanda-tanda kehidupan, Jarvis?" tanya Tony Stark.

"Tidak ada, Pak," sahut J.A.R.V.I.S. dari dalam baju besi Tony.

"Pindai terus, sobat."

"Ya, Pak."

Kapten Amerika, Iron Man, dan Black Widow menyusuri bangunan-bangunan kosong yang sudah ditinggalkan para penduduk. Mereka melihat ke kanan dan ke kiri, mendongak, dan melihat ke belakang seakan mengawasi sesuatu yang mungkin sedang mengintai.

"Cukup membosankan juga berjalan seperti ini," ujar Tony.

"Kita tak punya pilihan, Tony. Makhluk itu bisa ada di mana saja," kata Kapten Rogers.

Hari sudah hampir sore saat mereka mendekat ke sebuah area yang cukup lapang. Ada taman-taman bunga dan lampu-lampu hiasan. Bangunan-bangunan tinggi yang ada di sekeliling area itu senyap, tidak ada bunyi apa pun selain suara air mancur buatan yang ada di tengah tempat lapang itu. Mata mereka melihat ke segala arah sebelum sesuatu mendadak muncul di dekat mereka.

Sebuah sinar pelangi menghunjam vertikal ke atas tanah, mendatangkan sosok berjubah merah. Thor tiba di sana dengan Mjolnir dalam genggaman. Namun, ada yang berbeda di tangan kanannya itu. Putra Odin memakai sebuah sarung tangan emas sedalam setengah hasta lebih yang di bagian punggung telapaknya ada lubang-lubang kecil.

"Lama sekali, Thor? Apa kau tertidur?" sambut Kapten Rogers.

"Butuh waktu lama untuk meyakinkan Ayahku," jawab Thor.

"Itukah benda yang kau maksud?" tanya Natasha.

"Ya," sahut Thor. "Ini adalah Infinity Gauntlet, wadah untuk menampung batu itu."

"Syukurlah kau datang, karena kita tampaknya harus menunggu bersama-sama di sini," ujar Stark, menatap ke sekeliling yang seakan kosong melompong.

Namun, belum lama mereka mengobrol, sesuatu terdeteksi di layar antar-muka di dalam baju besi Stark.

"Ada yang sedang mendekat, Pak. Arah jam 12," J.A.R.V.I.S. melapor tiba-tiba.

Tony nanap, terkejut karena sebelumnya tidak ada objek yang terdeteksi sama sekali. "Bersiaplah, kawan-kawan. Dia datang," ucap Tony sembari meletakkan koper panjangnya.

"Apa?!" Kapten Amerika langsung pasang kuda-kuda, menganjurkan tameng Vibraniumnya di depan dada.

Thor mengangkat Mjolnir, siap dilemparkan. Sementara Natasha menggenggam pistolnya dengan dua tangan.

Cukup jauh di seberang, dari dalam gedung kosong, keluarlah seorang wanita, makhluk yang mereka cari-cari. Wanita itu tiba-tiba melayang, mendekat. Dalam sekejap, makhluk itu sudah ada di depan Iron Man dan kawan-kawan.

"Inikah makhluk yang kau katakan itu, Tony?" tanya Kapten Amerika, cengar-cengir. "Dia kelihatan..."

"Cantik...," sambung Thor, sumringah.

"Berhati-hatilah, kawan-kawan. Dia itu berbahaya," ujar Natasha.

Kapten Rogers menoleh ke sebelahnya. "Kau cemburu karena dia lebih cantik darimu?"

Romanoff menaikkan sebelah alisnya, melirik, tersenyum tipis. "Jika kau mengatakannya lagi, aku bersumpah akan menembakmu, Kap."

Kapten Rogers tak menggubris Natasha. Ia tetap asyik memandangi pemandangan indah di depannya.

Wanita ciptaan Stark itu memang luar biasa. Kemolekan badannya yang sintal dan padat itu dilapisi oleh sebuah kaus tanpa lengan berwarna putih yang bagian dadanya begitu rendah, menampakkan keindahan payudara besarnya. Sementara itu, di bagian bawah tubuhnya ia memakai hotpants ketat berbahan denim yang ukurannya hanya sampai di selangkangannya saja. Pahanya yang padat dan mulus itu pun jadi santapan mata yang menarik hingga ke betis bulir padinya yang diakhiri tanpa alas kaki. Rambut pirang panjang bergelombangnya tertiup angin, membawa anak-anak rambutnya menutupi sedikit wajah cantiknya. Sangat eksotis.

Namun, keindahan makhluk itu tampaknya tak cukup mempan pada Stark. Dia hanya memperhatikan batu kuning berkilauan yang ada di dahi wanita itu.

"Tunggulah, sayang. Aku akan mengeluarkanmu," bisik Tony.

"Aku baru saja melihat pelangi yang indah. Aku yakin kalau itu milik Thor," wanita itu menyapa, lemah lembut.

Tony dan kawan-kawan tak menjawab, hening.

"Apa kabar, Tony?" ucap makhluk itu lagi. "Kau sudah merindukanku?"

"Tidak! Oh... mmm... maksudku... ya!" Tony menjawab terbata-bata. "Di sini ada yang sangat ingin bercinta denganmu."

Kapten Amerika melirik Stark, lantas menatap kembali wanita di depannya.

"Apa maksudmu?" tanya wanita itu.

Tony mengarahkan jempolnya ke Kapten Rogers. "Kapten Rogers yang tampan ini ingin berhubungan seks denganmu."

Perempuan berambut pirang itu menatap Kapten Amerika. "Benarkah? Kau mau berhubungan seks denganku?"

"Oh... mm... ya, tentu!" balas Kapten Rogers, menelan ludah. "Kau mau, kan?"

Wanita itu pun tersenyum manis. "Kalau begitu, kemarilah," ucapnya sambil menggoyang-goyangkan telunjuknya dengan begitu menggoda, bermaksud mengajak.

Semua menoleh ke arah Kapten, mengangguk ringan.

Kapten Rogers menghela napas, lantas berjalan mendekati makhluk tersebut.

"Hei, bisakah kau tinggalkan tamengmu itu?" pinta wanita berparas cantik itu. "Perdamaian itu dengan cinta, bukan dengan senjata."

Kapten menengok ke belakang. Thor dan Natasha mengangguk.

"Oke," jawab Kapten seraya mencampakkan tamengnya ke arah Iron Man. Tony menangkapnya dengan sempurna.

Hanya sekejap Kapten Rogers berjalan, ia pun sampai di depan wanita itu. Makhluk ciptaan Stark tersebut langsung meraih tubuh Kapten, memeluknya di pinggangnya.

"Tony benar. Kau tampan," ujar perempuan itu. Tangannya meraba dada bidang Kapten Amerika, merasai tekstur bintang yang tercetak di kostum ketat Si Kesatria Bertameng.

"Mmm... kau ingin kita... berhubungan seks di sini?" tanya Kapten Rogers. Matanya melihat ke kanan dan ke kiri. Ada beberapa kursi panjang di sana.

"Tentu, sayang," kata wanita itu sambil membelai pipi Kapten Amerika. "Kita akan bersenang-senang."

Alangkah terkejutnya Kapten Rogers saat perempuan di hadapannya tiba-tiba menyeringai dengan mata menyorot tajam. Tangan makhluk itu dengan cepat mencekik dan mengangkat tubuh pria berkostum biru itu dengan mudahnya. Sebuah pukulan keras mendarat di perut Kapten Rogers dan dia pun terpelanting jauh demi menerima tendangan keras yang dengan cepat menghantam dadanya.

Tubuh pria berkostum biru itu langsung ditangkap Tony Stark. Ia meringis kesakitan.

"Bagaimana, Tony? Tipuan apa lagi yang ingin kau buat?" ucap wanita itu, tersenyum licik.

"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Stark.

"Kau pikir aku tidak tahu sarung tangan yang dipakai temanmu itu? Itu wadah untuk menampung batu di keningku ini, bukan?" Wanita itu membuka tirai rambut yang menutupi dahinya, menunjukkan batu kuning yang berkilauan.

"Ya, ini memang untuk itu...," ucap Thor yang tanpa ragu melontarkan Mjolnirnya ke arah musuh.

"Jangan...!" Teriak Tony.

Namun ternyata serangan Thor dapat dengan mudah dihindari oleh wanita itu. Ia mengelakkan tubuhnya, dan palu itu pun menghancurkan tugu tempat keluarnya air mancur. Thor tetap mengembangkan jemari tangannya, dan Mjolnir pun kembali ke dalam genggaman Putra Odin.

Tony membuka bagian wajah dari helm baju besinya. "Apa kau gila?! Pepper ada di dalam tubuhnya!" Protesnya.

"Apa lagi yang mau kau lakukan, Stark? Keadaan sudah berbalik!" balas Thor.

"Kita tidak bisa menyerangnya begitu saja!"

"Tapi kita tetap harus memisahkannya, bagaimanapun caranya!"

DORR...! DORR...! DORRR...!

Romanoff dengan ganas menembaki wanita itu. Tiga peluru ditembakkan beruntun.

Tony langsung menepis pistol Natasha hingga tercampak entah ke mana. "Apa yang kau lakukan?!" bentaknya.

"Tidak ada lagi yang bisa kau perbuat, Tony. Rencana 'B' harus segera dilakukan," tampik Romanoff.

"Tidak ada rencana 'B'...!" bantah Stark.

Tiba-tiba tangan Natasha terulur, menunjuk ke arah wanita yang ditembakinya. "Lihat itu."

Wanita itu tersenyum. Ia baik-baik saja, hanya pakaian putihnya yang tampak bolong di sana-sini karena tembakan.

Tony Stark tercengang.

"Cukup sudah, Tony!" seru Kapten Amerika seraya melemparkan tameng Vibraniumnya ke arah wanita itu. Sang Kapten juga segera berlari ke arahnya, bersiap melakukan serangan ganda.

Wanita itu menangkap dengan mudah tameng Kapten Rogers, lantas mengembalikannya lagi ke pemiliknya, meluncur kencang.

Kapten yang sedang berlari dengan sigap menghindari tamengnya sendiri. Larinya tak berhenti. Saat ia mencapai makhluk itu, pukulan demi pukulan pun dilancarkannya.

Pria berkostum ketat itu menyerang perut dan wajah wanita itu, namun ternyata lawannya tersebut bisa menghindar dan menangkis dengan mudah. Gerakannya tak kalah cepat dari Kapten Rogers.

Kapten menumpukan tangannya di tanah, lantas mencoba menyerang dengan tendangan. Tapi sayang, wanita itu menunduk menghindarinya. Posisi yang tak menguntungkan bagi Kapten pun membuatnya harus menerima tendangan wanita itu di perutnya. Kapten Rogers kembali terpental.

Hanya sedetik setelah itu, kilat tiba-tiba datang. Mjolnir Thor mengumpulkan tenaga petir sebanyak-banyaknya.

"Tidak...!" seru Stark. Topeng besinya tertutup, lantas terbang dengan cepat ke wanita itu.

Thor tidak ragu sedikit pun. Ia mengarahkan petir yang dikumpulkan palunya menuju sasaran.

Tony berdiri di depan makhluk ciptaannya, lantas membalas petir Thor dengan sinar repulsor dari kedua tangannya.

Duel tembakan besar pun tak terelakkan. Cahaya menyilaukan menerpa mata. Percikan-percikan energi petir Thor dan repulsor Stark yang terbias menyambar segalanya. Taman-taman bunga meledak, kursi-kursi panjang hancur, bahkan jalan-jalan kecil yang tadinya terlihat rapi jadi berlubang-lubang.

Saat Thor menarik palunya, Stark serentak menarik telapak tangannya. Asap dan debu bertebaran.

"Menyingkir, Stark!" teriak Thor berang.

"Tidak!" jawab Iron Man.

"Tony, menyingkirlah, atau kupanggil Bruce kemari," ancam Natasha.

Tony menoleh, melihat wanita di belakangnya yang tampak kalem. "Tidak, aku akan tetap di sini," sahutnya, menantang teman-temannya.

"Tony, apa kau sudah gila?!" ucap Kapten Rogers. Ia sudah berdiri kembali, lengkap dengan tamengnya.

Stark diam. Ia mengacungkan kedua tapak tangannya ke depan, bersiap menunggu serangan.

Natasha menghela napas. "Maafkan aku, Tony," katanya lirih. Tangannya menekan earset-nya. "Bruce... kode 'hijau'...."

Tony Stark tercengang di balik baju besinya. Ia tak menyangka Romanoff akan melakukannya. Namun ia tak punya pilihan. Tangannya tetap teracung.

"Hei, Tony! Wanita itu tersenyum mengejek di belakangmu!" ujar Kapten Amerika.

Stark menoleh ke belakang, melihat wanita itu diam saja, tidak tersenyum. "Dia tidak tersenyum, Kapten! Jangan mencoba mengalihkan perhatianku!"

"Aku tak akan berkata apa-apa lagi, Tony," pungkas Kapten Rogers.

Hanya hitungan detik setelah itu, dari kejauhan terdengar suara raungan dan gemuruh. Suaranya mendekat dengan cepat.

Tony Stark terbelalak ketika merasakan tanah yang diinjaknya bergetar-getar. Dari arah gedung sebelah kiri, makhluk hijau besar tiba-tiba muncul. Hulk menggeram keras.

"Bruce...," ucap Natasha.

Hulk menoleh.

"Serang wanita itu...," lanjutnya sambil menunjuk makhluk yang ada di belakang Tony.

Hulk meraung keras sebelum melompat dan mencoba menyerang wanita itu dengan beringas. Serangannya sangat cepat dan kuat sampai-sampai sinar repulsor Tony tak sanggup membendungnya.

Namun yang terjadi kemudian malah sangat mengejutkan. Makhluk yang justru hendak dilindungi Stark malah terbang dan maju ke depan. Ia melayang tepat ke kepala Hulk dan menyentuhkan jarinya di dahi makhluk besar berwarna hijau tersebut.

Bak kehilangan tenaga, Hulk langsung jatuh tersungkur. Ia mendengus-dengus dengan tubuhnya yang menegang. Wujud hijau dari makhluk raksasa itu mengecil dengan cepat. Hingga sesaat kemudian, yang ada di atas tanah hanyalah Bruce Banner yang mengejang-ngejang. Pinggulnya berkelejatan berkali-kali dengan noda basah yang ada di celana khususnya. Ia orgasme hebat.

Tony Stark sontak tertawa di dalam baju besinya.

Thor, Kapten Rogers, dan Natasha Romanoff tertegun melihatnya. Romanoff bahkan tak perlu 'ninabobo' untuk meredakan Hulk.

Banner menyerah. Ia tergeletak tak berdaya dengan sisa-sisa orgasmenya.

Tony rupanya terlalu senang hingga ia tak menyadari bahwa Thor sudah melancarkan serangannya yang berikutnya. Mjolnir dilepaskan dengan cepat dan berhasil menghantam bahu wanita itu. Makhluk ciptaan Stark itu pun terjatuh.

"Pepper...!" seru Tony panik.

Kapten Amerika berlari cepat ke arah wanita itu, hendak meringkusnya.

Tony yang melihat hal itu segera mengarahkan telapak tangannya ke Kapten Rogers. Tapi belum lagi sinar repulsornya benar-benar siap ditembakkan, Thor terbang bersama Mjolnirnya dan menghantam tubuh Stark. Mereka berdua terlontar membentur kolam air mancur. Seluruh air yang ada di dalam kolam itu tumpah berhamburan.

Saat Kapten Amerika sampai ke tempat wanita itu terjatuh, ia terhenti tiba-tiba. Makhluk seksi yang jatuh dalam keadaan telentang itu membuat nafsu Kapten Rogers naik perlahan-lahan. Ia tidak tahan melihat buah dada yang hanya dilapisi kaus bolong-bolong itu. Puting payudara wanita itu mengintip dari kaus itu, dan bagi Kapten Rogers yang punya metabolisme tubuh yang sangat tinggi, itu cukup membuatnya ereksi maksimal dalam hitungan detik.

Ketika Kapten Rogers hendak membuka ritsletingnya, ia dikejutkan oleh wanita itu yang tiba-tiba saja sudah berdiri tegak. Makhluk itu ternyata tak terluka sedikit pun. Dengan satu pukulan dahsyat, ia mencoba menyerang Kapten Amerika di perut, namun terblokir oleh tameng Vibranium.

Tak putus sampai di situ, serangan bertubi-tubi pun dilancarkan wanita itu. Ia sukses menghantam Kapten Amerika di wajah hingga empat kali, dan diakhiri dengan sekali tendangan. Lagi-lagi Kapten Rogers terpental, terseret-seret di atas tanah.

"Aakkhhh...," Kapten Amerika mengeluh dengan luka-luka di sekujur tubuhnya, tengkurap di atas tanah dengan tameng yang masih berada di tangannya.

"Kau tak apa-apa, Kap?" Romanoff menghampiri.

"Bagaimana menurutmu?" balas Kapten Rogers dengan wajah meringis. Ada sedikit darah yang mengalir dari bibirnya.

Mereka berdua melihat wanita itu sedang berjalan menuju ke arah mereka dengan santainya. Bahaya sudah menanti.

"Bagaimana ini, Romanoff?" tanya Kapten Rogers dengan napas tersengal-sengal.

"Aku tak punya ide," jawab Natasha sambil menggeleng pelan.

Di tengah kekalutan, Kapten Rogers melihat Thor dan Tony Stark yang sedang bertarung. Thor tampaknya bisa menahan Iron Man untuk tidak mengganggu, tapi pada misi ini seharusnya mereka berdualah yang merupakan tokoh sentral. Jika mereka saja sudah bertindak di luar target seperti itu, siapa lagi yang akan meringkus makhluk tersebut?

"Pepper, awas...!" seru Tony Stark yang melihat Thor melontarkan palunya lagi ke arah wanita itu.

Makhluk itu menghindar dengan cepat. Mjolnir meleset. Thor yang tanpa senjata di serang Tony dengan pukulan bertubi-tubi. Namun bukanlah Putra Odin namanya jika tidak bisa bertarung tangan kosong. Dewa Petir itu menangkis pukulan-pukulan Tony Stark dan mencoba membalas. Pertarungan pun berlangsung alot.

Sementara itu, wanita cantik yang sempat terhenti langkahnya kembali berjalan mendekati Natasha dan Kapten Amerika yang masih tergeletak di tanah. Keadaan semakin genting.

"Wanita itu tidak hanya kuat, tapi dia juga sangat gesit," keluh Kapten Amerika. "Dia seperti bisa membaca seranganku, dan dia juga tahu titik-titik kelemahanku dalam bertarung."

"Sebenarnya, aku punya satu ide, Kap. Tapi aku ragu ini akan berhasil," balas Natasha.

"Cepatlah, Romanoff. Ide sekecil apa pun sangat berarti saat ini," Kapten Rogers mendesak.

Tiba-tiba saja Natasha Romanoff menelentangkan tubuh Kapten Amerika, membuka ritsleting celananya dan meloloskan penisnya. Kapten Rogers terkejut bukan main.

"Romanoff, apa yang kau lakukan?!" Kapten Rogers mengernyit.

Natasha tak menjawab. Dia hanya menatap mata Kapten Amerika sesaat, lantas bergegas mengulum zakar kesatria bertameng itu.

"Romanoff, kau gila...?! Aahh...." Kapten Rogers tak bisa menahan lagi. Berahinya langsung naik dengan drastis.

Sang Kapten kembali terkejut karena tiba-tiba saja wanita itu sudah hadir di dekat mereka. Ia sudah pasrah atas apa yang terjadi, hanya berharap Thor dan Stark berhenti bertarung dan menolong mereka.

Namun, apa yang terjadi? Wanita cantik itu diam saja. Ia malah menatap antusias ke Natasha yang sedang memberikan oral seks pada Kapten Rogers.

Kapten Amerika diam sejenak. Pikirannya yang sudah dipenuhi nafsu mendadak melencengkan kewarasannya. Ia pun menatap perempuan itu dan dengan bodohnya berujar, "Kau mau?"

Wanita itu tak menjawab. Ia memandang kapten Rogers dengan matanya yang redup, lantas tiba-tiba meraih lengan Natasha. Agen S.H.I.E.L.D. itu dicampakkan dengan mudah, terlempar hingga lima meter.

Perempuan super seksi itu kemudian membuka kaus tanpa lengannya. Buah dadanya yang besar, bulat, dan kencang itu seketika terekspos di mata Kapten.

Namun, itu belumlah seberapa. Penis Kapten Rogers mengeras sejadi-jadinya saat wanita itu membuka hot pants-nya. Makhluk molek yang tak bercelana dalam itu langsung mempertontonkan vaginanya yang menggoda.

Wanita itu tak mau berlama-lama. Sebaik melepaskan helm dan memelorotkan celana Kapten Rogers, Ia langsung mengangkangi wajah pasangannya, memberikan vaginanya untuk dinikmati mulut pria tampan tersebut. Kapten yang memang sudah dalam pengaruh nafsu seks yang tinggi bergegas mengeluarkan lidahnya, menjilati bingkai peranakan makhluk buatan itu.

"Aaahhh... Rogers...," keluh wanita itu. Ia menggoyang-goyangkan pantatnya yang sintal, menggilas wajah tampan 'kekasih baru'-nya.

"Mmhhh... ssrrpp... mmhhh... crupp...," Kapten Rogers menjilat dan menyedot-nyedot vagina wanita itu. Pria itu memeluk pinggang wanitanya seakan dia tak ingin jelmaan bintang porno itu lari ke mana-mana.

"Aaahhh... Rogers... sshhh... oohhh...," wanita itu mendesah dan mendesis manja. Ia memegang penis Sang Kapten, lantas mengulumnya dengan ganas.

Batang penis Kapten Amerika dikeluar-masukkan di mulut indah wanita tersebut. Liur meleleh-leleh dari bibirnya. Sementara Kapten Amerika membenamkan bibirnya ke celah kangkang perempuan seksi tersebut, menikmati setiap aroma dan cairan yang keluar dari dalam vagina menawan itu.

"Mmhhh... hnghhh... crupp... crupp... crupp...." Wanita itu mencoba menyedot-nyedot penis besar dan panjang Kapten Rogers. Wajahnya memerah, dan batu yang ada di dahinya bersinar lebih terang.

Adegan porno itu pun berjalan beberapa saat sampai suatu ketika wanita itu memutuskan untuk mengganti posisinya. Ia tak tahan lagi dan langsung berjongkok di atas penis Kapten Rogers. Perlahan namun pasti, ia memasukkan batang zakar itu ke dalam vaginanya.

"Ooohhh... Rogers...!" erangnya saat penis Sang Kapten tertelan vagina basahnya.

Wanita itu menurunkan lututnya, juga menumpangkan tangannya di dada Kapten, lantas mulai menggoyangkan pantat semoknya naik turun. Penis Kapten Amerika menusuk-nusuk vaginanya dengan sempurna.

"Oohhh... aahhh... sshhh... aahhh...," desah wanita itu nikmat. Payudaranya berguncah dengan indah.

Kapten Rogers tak melewatkannya. Ia langsung meremas-remas buah dada wanita itu sepuasnya hingga menjepit-jepit kedua putingnya.

"Aahhh... sayang... oohhh... sshhh... sayang...." Makhluk buatan itu semakin kesedapan.

Seolah itu masih kurang, Kapten Rogers membantu mengayun penisnya dari bawah, membalas setiap bantingan pinggul yang dilakukan pasangan mainnya. Alhasil, wanita itu menjerit-jerit histeris.

"Oohhh... yaahhh...! Enak, sayang...! Tusuk memekku dengan kontolmu itu...! Ohh... fuck...! Enak...!" Perempuan berambut pirang itu memejam karena nikmatnya rasa persetubuhan yang didapatkannya.

"Rasakan ini... rasakan ini... bitch...!" kata Kapten Rogers geram.

"Oohhh... entot terus...! Entot terus...! Entot...! Ooohhh... yaahh...!" wanita itu berteriak-teriak keenakan. Dia turut mengulek-ulek penis besar Kapten Amerika dari atas.

Kapten Rogers kian menggila. Ia lalu memeluk wanita itu dan menciuminya. Jelmaan bintang porno itu pun meladeninya dengan gairah yang tinggi.

"Mmhhh... cupp... cupp... mmhh... cupp... hmhhh...." Suara manja dan suara maskulin bercampur jadi satu di setiap lumatan bibir mereka. Napas mereka menderu-deru menerpa wajah satu sama lain.

Dengan posisi tubuh seperti itu, Kapten Amerika merasa lebih bebas. Ia meremas dan membelai-belai rambut pirang indah wanita yang disetubuhinya. Punggung perempuan seksi itu pun tak lepas dari elusan tangannya. Dan yang lebih utama, kapten Rogers juga bisa mempercepat sodokan penisnya.

"Mmhhh... Mmhhh... mmmhhh...," wanita itu menjerit-jerit tertahan di dalam ciuman Kapten. Bongkahan pantat sekalnya bergegar kencang menyambut tusukan-tusukan di vaginanya.

Wanita itu sudah larut dalam buaian nafsu ketika tanpa dia sadari ternyata Thor dan Tony sudah berhenti bertarung. Dia terus menciumi bibir Kapten Rogers dengan ganas, melumat-lumatnya, bahkan menjilat-jilatnya. Liurnya menetes-netes di bibir Sang Kapten saking intensnya.

Tony mengambil koper panjang dan membukanya. Isinya adalah bagian dari peti pencetak sel dari Doktor Cho, namun polaritasnya sudah diubah. Benda itu jadi tampak lebih kecil setelah dimodifikasi. Ia memasang alat itu di lengannya dengan memanfaatkan energi dari telapak tangannya.

Tony mengambil jarak lima meter dari bagian kaki dua insan yang sedang bersetubuh itu. Ada Natasha Romanoff di dekatnya, masih meringis kesakitan.

Sementara itu, Thor mengambil tempat sejauh lima meter dari bagian kepala mereka berdua. Thor cukup waswas dengan posisinya karena suatu waktu wanita itu bisa saja bangkit dan melihat keberadaannya. Itu bisa menghancurkan rencana.

Dan benar saja, wanita itu melepaskan kecupannya dari bibir Kapten Amerika. Thor cukup terkejut dan refleks mengangkat palunya. Tapi, keberuntungan tampaknya masih melingkupi tim Avengers. Rambut wanita itu menutupi pandangannya sendiri, ditambah lagi dia sekarang hanya terfokus pada pasangannya, tidak kepada hal yang lain lagi.

"Oohhh... Rogers... Oohhh... Rogers...," wanita itu merengek semakin manja. Batu di kepalanya bersinar terang.

Lalu, sebuah hal mengejutkan Kapten Amerika. Tekstur wajah dan warna rambut wanita itu berubah perlahan-lahan. Makhluk mutan itu membentuk wajah seseorang. Dia adalah kekasih lama Sang Kapten, Peggy Carter.

Sodokan penis Kapten Rogers melambat. Ia mengernyit. "Peggy...?"

"Steve...," balas wanita itu sambil tersenyum.

Kapten melongo. Ia masih tak percaya.

"Nikmati aku, Steve...," goda wanita itu. "Aku milikmu seutuhnya...."

Napas Kapten Rogers langsung memburu. Darahnya tersirap. Wajah kekasih lamanya itu justru semakin memompa semangatnya. Ia langsung mencium bibir Peggy Carter palsu itu dengan buasnya.

Pinggul Kapten Amerika bergerak sangat cepat. Hasrat berahinya terpompa tinggi. Tusukan penisnya bahkan lebih keras dan lebih kencang daripada yang tadi. Itu adalah pertanda Kapten Rogers sudah ingin mengeluarkan orgasme dan ejakulasinya.

"Mmhhh...! Mmhhh...! Mmmhhh...!" Peggy Carter palsu menjerit-jerit tertahan. Vaginanya sudah sangat basah dan licin.

Sementara itu, Tony Stark menonton adegan itu tak berkedip dari baju besinya. Mukanya memerah. Ia tak bisa berbohong kalau dia juga sangat terangsang.

Plokk... plokk... plokk... plokk... plokk...

Bongkahan pantat semok milik wanita itu berbunyi indah di tiap helaan penis Sang Kapten. Saking hebatnya, gegaran pantat itu seperti balon berisi air yang digetarkan. Buih-buih putih terbit dari dalam vagina wanita itu, tanda sodokan zakar Kapten Rogers sangatlah cepat.

"Hngghhh... hngghhh... hngghhh...," Kapten Amerika mendengus-dengus. Wajahnya memerah. Tak disangka dia akan menjemput orgasme sedemikian cepatnya dengan Peggy Carter palsu itu.

Wanita itu melepaskan ciumannya. Ia tak tahan untuk tidak mengerang dan mengeluh nikmat. "Ooohhh... yaahhh... Steve... Steve... fuck me, Steve... fuck me...! Ooohhh...!"

Hidung Kapten Amerika kembang-kempis. Wajahnya meringis. Dia sudah hampir pada klimaksnya.

"Steve...! Ooohhhh...! Sayang...! Fuck...! Oohhh... entot...! Entot...! Fuck...! Aku mau keluar, sayang...! Aku mau keluar...!" wanita itu memejamkan matanya. Alisnya mengerut. Mulutnya menganga.

"Aaahhhh...!" teriak Kapten Rogers, hendak mencapai orgasme.

"Aku keluar sayang...! I'm cumming...! Ooohhh... enak...! Fuck...!" jerit wanita itu sejadi-jadinya. Tubuhnya kelojotan hebat. Tubuhnya bergetar-getar. "Fuck...!" teriaknya sekali lagi sambil terpejam. Air liurnya menetes di wajah pasangannya.

"Hngghhh... aaahhh...!" Kapten Rogers menggeram keras. Tangannya memeras pinggul wanita itu. Air maninya menyembur-nyembur dengan derasnya menyambut derita orgasme yang luar biasa itu.

Di saat wanita itu benar-benar mencapai puncak syahwatnya, batu di keningnya bersinar dengan sangat terang. Thor tahu benar bahwa itu adalah momen yang tepat untuk mencabut benda itu.

"Stark, sekarang!" seru Thor mengaba-aba. Tangan kanannya mengacung, mengarahkan bagian punggung sarung tangan emas yang dipakainya ke wanita itu.

Tony langsung mendekat ke wanita itu, mengaktifkan alat di lengannya. Peluruh sel pun berjalan, terarah ke wanita yang sama.

Kapten Amerika yang masih punya sedikit kesadaran segera menolak tubuh wanita itu, mencoba bangkit dan merangkak menjauh. Ia segera menarik ke atas celana ketatnya kembali.

Makhluk buatan Stark itu terpekik merasakan proses pemisahan tersebut. Lapisan-lapisan di tubuhnya kelihatan. Pembuluh-pembuluh yang melingkupi dirinya tampak mengarah ke batu itu.

Thor mengerahkan konsentrasinya. Sarung tangan emasnya bersinar. Perlahan-lahan batu itu terangkat dari dahi makhluk itu.

Sementara itu, Tony Stark menatap jeri punggung manusia ciptaannya. Bagian belakang tubuh wanita itu tampak terkelupas dan menipis. Ia betul-betul takut kekasihnya tak bisa menahan rasa sakit.

"Sedikit lagi, Pepper. Bertahanlah...," bisik Tony di dalam baju besinya.

Suara teriakan makhluk itu berubah, semakin mirip dengan suara Pepper. Jaringan-jaringan otot di belakang tubuhnya juga hampir habis, menyisakan punggung yang memerah darah seperti luka bakar.

Tapi, keadaan tiba-tiba berbalik. Batu di dahi wanita itu mencoba menyatu kembali. Suara Pepper semakin redup.

"Pepper...!" seru Tony cemas.

Ternyata itu adalah Thor. Dia tampak kelelahan. Pertahanan makhluk itu sepertinya lebih kuat.

"Ayo, Thor! Kerahkan tenagamu!" sergah Stark menyemangati.

Thor tak menjawab. Dia mencoba mundur layaknya orang yang sedang menarik tali tambang, namun kakinya terhenti, tak bisa melangkah ke belakang. Yang ada malah tubuhnya yang seperti tertarik maju.

"Haakkhhh...!" Thor mendongak, seakan sudah kehabisan kekuatan.

Ketika harapan sepertinya sudah menipis, sesuatu tiba-tiba datang. Tubuh makhluk itu seakan dibaluti oleh aura merah. Jaringan "sampah" yang melekat di tubuh Pepper mendadak terpisah dengan cepat. Teriakan suara Pepper semakin jelas, dan batu kekuatan sontak terlepas dari kening makhluk yang mencoba bertahan itu.

'Batu Pikiran' melesat cepat menuju Infinity Gauntlet yang dipakai Thor, terpasang sempurna di bagian punggung jari kelingking sarung tangan tersebut. Thor seakan langsung mendapat kekuatan baru karenanya. Ia cengar-cengir.

Sementara Pepper sendiri melayang setengah meter di udara, dibaluti aura merah. Tony Stark senang sekali menatap kekasihnya yang tampak masih hidup. Namun dia juga tak menampik luka kulit yang diderita Pepper juga sangat parah.

Di dekatnya, Tony melihat Sang Penolong itu. Pietro Maximoff sudah berdiri di samping Wanda Maximoff yang sedang mengendalikan kekuatannya. Tony tersenyum lega, walaupun muncul sebuah pertanyaan dalam dirinya.

Tapi, belum lagi Stark mengucapkan terima kasih kepada mereka, sesuatu tiba-tiba menerpanya.

BOUNGG...

Pietro secepat kilat menghajar kepala Tony dengan sisa batang besi dari kursi taman yang hancur. Tony ambruk.

Kapten Amerika langsung merespon. "Hei, apa yang kau..."

Tony langsung mengangkat tangannya, mencegah Kapten Rogers untuk tidak ikut campur. Ia lalu membuka helm besinya yang sudah agak rusak, mencampakkannya begitu saja. "Jika kalian ingin membunuhku, bunuhlah," ucap Tony pasrah.

Bukannya melanjutkan serangan, Pietro malah mengulurkan tangannya, mengajak Stark bangkit. Ia tersenyum.

Tony mengernyit, menatap wajah dan tangan terulur Pietro bergantian. "Aku tak mengerti...," ucapnya asal.

"Jika kau berulah lagi, kami hanya berjanji untuk menghajarmu, Stark, bukan membunuhmu," timpal Wanda.

Stark menghela napas, meraih tangan Pietro, bangkit berdiri. "Tapi, seharusnya kalian..."

"Adikku merasakan sesuatu di dalam dirimu, di pertemuan pertama kita," Pietro memotong kata-kata Tony. "Ia bersikeras bahwa kau bukanlah Tony Stark yang kami pikirkan selama ini. Awalnya aku memang sangat ingin membunuhmu, tapi aku percaya pada adikku."

"Aku yakin kalian akan membawa dunia menuju ke arah yang lebih baik," tandas Wanda, tersenyum, "asal kita semua saling percaya."

Tony menatap Maximoff kembar dengan penuh arti. "Terima kasih."

Natasha, Kapten Amerika, dan Thor bergabung dengan Tony, mengembangkan senyum kemenangan.

"Aku akan membawanya ke tempat kalian," ujar Wanda. "Dia tidak mungkin bisa bersentuhan langsung dengan kita. Kulitnya masih rentan."

Tony menatap Pepper yang melayang. "Ya," ucapnya singkat, mengangguk. "Terima kasih karena kalian mau membantu."

Pietro dan Wanda mengangguk pula, tersenyum ramah.

"Semuanya sudah aman, misi selesai," lapor Natasha lewat earset.

"Hei, bagaimana dengan Banner?" ujar Kapten Amerika.

Mereka semua serentak menatap Bruce Banner yang sedang tertidur pulas di dekat salah satu kursi panjang yang belum terlalu hancur. Aliran air dari kolam air mancur yang luluh lantak tadi hampir mengenai tubuhnya.

Semua tertawa melihatnya.

"Oh, bagaimana dengan batunya, Thor?" tanya Kapten Amerika lagi.

Thor mangangkat sarung tangannya, menunjukkan batu kecil kekuningan yang menempel di sana. "Aman," ujarnya. "Dan kekuatannya memang luar biasa. Aku seperti merasa sangat sehat."

"Hei, kenapa sarungnya cuma sebelah kanan? Di mana yang sebelah kiri?" Stark yang melihat keganjilan itu langsung bertanya.

"Yang satu itu masih dimiliki Thanos, makhluk terkuat yang pernah ada di jagat raya," ujar Thor dengan wajah serius. "Aku juga harus segera mengantar ini kembali ke Asgard, Ayahku sudah menunggu di Bifrost."

Semuanya terdiam seketika.

"Hahaha.... Tenanglah, makhluk itu tidak jelas keberadaannya," Thor memecah keheningan. "Banyak yang bilang kalau dia sudah mati."

Kapten Rogers menghembuskan napas lega. "Berhentilah bercanda, Thor."

"Hei, kau tadi hebat," puji Thor pada Kapten.

Kapten Rogers tersenyum asal.

"Hei, kau cantik juga," ucap Thor kepada Wanda pula. "Mau ikut ke Kamar Seribu Tahun?"

***​

Sinar-sinar halus bekerja, menerpa sebuah tubuh yang tampak buruk. Perlahan namun pasti, orang yang tergeletak tidur dan dipapari sinar itu merasakan kenyamanan.

Di sampingnya, berdiri orang yang sangat menyayanginya. Janggut eksentriknya tampak memutih di beberapa titik, namun tak membuang sisa-sisa masa muda di wajahnya.

"Berapa lama lagi, Doktor?" tanya orang berjanggut eksentrik itu.

"Tak lama lagi, Tony," ucap Doktor Cho. "Tanda-tanda vitalnya baik, dan kau akan segera menikmati kebersamaan dengan Nona Pepper lagi."

"Terdengar bagus," balas Tony Stark.

Seseorang masuk ke ruangan itu, mendekati Tony Stark. "Bagaimana keadaannya?"

"Mengesankan, Banner," jawab Tony.

Mereka berdua menatap Pepper yang masih dipulihkan oleh peti regenerasi Doktor Cho. Suasana lengang sejenak.

"Mmm... Tony, bisa kita keluar sebentar?" tanya Banner.

"Oke."

***​

Tony dan Banner berjalan ke sebuah ruangan, mengobrol.

"Apakah kau akan berhenti membuat percobaan-percobaan itu, Tony?" tanya Banner.

"Entahlah, Banner. Aku hanya berpikir bahwa aku bisa mengendalikan segalanya, tapi tidak."

Banner mengangguk mafhum. "Apa kau menyalahkan dirimu?"

Tony menghela napas, menatap ke luar menara yang dihiasi oleh gedung-gedung tinggi. "Bumi ini sangat kecil, tetapi begitu banyak yang hendak menguasainya," ucapnya masygul. "Saat aku mengantarkan nuklir itu ke ruang angkasa, aku melihat sesuatu yang mungkin akan menyadarkan banyak orang akan artinya kedamaian."

Banner menatap Tony, terdiam.

"Sebesar apa pun namaku, aku tetap membutuhkan kalian," ujar Tony, merenung.

Banner memegang pundak Tony. "Kita adalah tim, Tony. Kita akan selalu memecahkan masalah bersama-sama."

Tony menatap Bruce dalam-dalam, tersenyum yakin. "Terima kasih, kawan."

Banner mengangguk. Namun, sedetik kemudian, ia teringat sesuatu. "Hei, kau belum memberikan nama pada makhluk ciptaanmu itu, Tony."

Tony mengernyit, nyengir. "Haruskah? Bukankah namanya adalah Ultron?"

"Tidak, Tony. Wanita sialan itu sudah membuat 'diriku yang lain' seperti tak ada gunanya. Kau tidak boleh memberi nama semegah itu padanya." Banner tak senang.

Stark terkekeh sejenak, lalu terdiam, berpikir. "Mmm... bagaimana kalau..."

Banner menatap sahabatnya, menunggu.

"Sextron," pungkas Tony.

Banner mengangguk, tersenyum simpul. "Ya, itu cocok."

Mereka berdua pun tertawa bersama.

"Hei, di mana yang lainnya?" tanya Tony lagi.

***​

"Oohhh... mmhhh... aahhh...," lenguh Wanda Maximoff yang sedang telanjang, menunggangi Thor di atas kasur. Dia memompa vaginanya ke penis Sang Dewa Petir.

Seakan tak puas, Wanda tiba-tiba mengeluarkan kekuatannya. Ia menarik tubuh Kapten Rogers ke hadapannya, dan langsung mengulum penis yang tak kalah besar dari milik Thor itu.

"Hei!" Protes Natasha. Ia yang kehilangan penis Kapten Rogers di mulutnya langsung uring-uringan.

Sang Kapten hanya tertawa.

Sementara itu, Maria Hill dan Rhodes sedang bercinta dengan gaya berdiri. Agen Hill berpegangan pada dinding, membungkuk menyodorkan vaginanya untuk Rhodes yang menyodok dari belakang. Mereka memejamkan mata demi menikmatinya.

"Cepat masukkan kontolmu," perintah Natasha pada Pietro. Dia dan Si Cepat itu mencoba jadi pasangan bercinta kali ini.

"Kau yakin?" tanya Pietro, memastikan.

"Cepat masukkan dan entot aku!" kata Natasha dengan galak.

Pietro pun memasukkan kemaluannya ke dalam vagina Romanoff.

"Oohhh...," keluh Romanoff keenakan. "Sekarang, entot aku, sayang."

Pietro tersenyum. Dia tiba-tiba menggerakkan pinggulnya dengan kecepatan yang luar biasa. Gerakan pinggulnya bahkan tidak kelihatan lagi. Vagina Natasha seperti dibor.

"Aaahhh...! Aaahhhh...! Berhenti...! Berhenti...!" teriak Romanoff kelabakan.

Tepat ketika Pietro menghentikan tusukan penisnya, vagina Natasha memuncratkan cairan bening yang membasahi kasur. Berkali-kali dia menyemprotkannya laksana air kencing.

Semua orang di ruangan itu tertawa geli.

***

TAMAT