Tapi melihat Karmen terbaring seperti ini membuatku penasaran, aku lalu duduk di tepi ranjang. Kuelus kaki Karmen yang mulus. Kuakui Karmen memiliki sepasang kaki yang sangat indah, Kalau dia mau, dia bisa alih profesi dari sekedar pekerja kantoran biasa menjadi seorang peragawati atau model. Dia memiliki segala syarat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang model. Tinggi badan yang ideal dengan dada yang tidak terlalu besar tetapi pas, sepasang kaki jenjang dan kulit yang kecoklatan sawo matang. Karmen adalah tipikal perempuan Indonesia. Setelah berlama-lama membelai betisnya, jemariku naik ke bagian lutut. Lalu membuat gerakan memutari tempurungnya. Wow kerutan di lututnya juga halus. Jemariku naik pahanya. Haluss banget. Tak puas hanya mengelus, aku juga meremas-remas pahanya. Sesekali kucubit, kutampar. Dan kuarahkan remasanku ke bagian paha dalamnya, Karmen yang mengenakan celana pendek berbahan jeans, membuat tanganku menjadi mudah bermain di paha bagian dalam. Sesekali aku bisa merasakan kulit pantatnya juga tak kalah halus. Ternyata elusan, remasan di pahanya mulai Karmen rasakan. Perlahan dia merespon ketika pahanya kusentuh dengan kasar. Kutampar paha kanan yang tak tertutup sehingga menimbulkan bunyi plak cukup keras. Karmen melenguh pelan, aku lalu ingin mengembalikan kesadaran Karmen yang mulai siuman dengan menampar semakin keras pahanya.
Plak…plakkk..plaakkkk..plaakkkk…plakkkk …..plakkkkkkkk!
Tamparanku yang semakin keras, membuat Karmen kesakitan dan meronta. Kulit pahanya memerah mengirimkan sinyal ke matanya agar cepat terbuka. Karmen menjerit dan meronta saat ia terbangun dengan posisi terikat di tempat tidur dan melihatku duduk di tepi ranjang menatapnya sambil tersenyum.
“ELO ?! TRIAN…! LEPASIN GUE!” Teriaknya.
Aku tidak khawatir teriakan Karmen akan terdengar sampai luar karena aku menyalakan TV di kamar dengan volume cukup kencang.
“ELO MAU APA, TRIAN??!” Pekik Karmen semakin kencang. Lama-lama aku tak tahan juga mendengar ia terus-terusan berteriak sambil meronta-ronta.
“DIEM LU, PEREK ! “
PLAK !
Kutampar pipi kanan Karmen dengan punggung tanganku, membuat pinggir mulutnya sedikit mengeluarkan darah.
“Loe tau ga kenapa loe sampe gue sekap dan gue ikat?”
Karmen menggeleng.
“Karena 2 alasan. Pertama, gara-gara elo mempertemukan Cinta dengan Rangga di Jogja. Kedua, gara-gara suami loe, gue kehilangan uang 4 milyar.”
“Su…su..ami…suami gue?? ” Karmen seperti tidak meyangka aku menyebut-nyebut suaminya.
“Asal loe tahu aja ya, suami loe, Rio Prayoga saat ini bersembunyi di Batam, di tempat selingkuhannya.”
“Gue tahu, suami loe tu orang brengsek, dia ninggalin loe demi seorang perek. Hahaha, kasian banget sih loe men. Lu kalah sama seorang perek, hahahahaha.” Ejekku.
“Men, loe pengen tahu gak kondisi suami loe sekarang seperti apa?”
Karmen diam. Kubuka iPhoneku. Ada 1 pesan Whatssap dari Anton yang belum aku buka dari tadi. Anton mengirimkan sebuah foto. Kubuka pesan tersebut, nampak di foto ada 2 orang, seorang laki-laki dan perempuan bersimbah darah di atas tempat tidur dengan keadaan telanjang dengan sebuah luka menganga di kepala mereka masing-masing. Kulihat ekspresi terakhir Rio sesaat sebelum mati, dia terlihat kaget. Aku tersenyum, lalu menunjukkan foto tersebut kepada Karmen.
Setelah melihat foto yang aku tunjukkan kepadanya, Karmen diam saja. Entah sedih karena suaminya telah mati atau senang karena Rio yang telah meninggalkan dirinya demi wanita lain, kini telah mati bersama dengan selingkuhannya.
“Rio sudah mampus, jadi cepat lepasin gue!”
“Haha gak semudah itu, loe mesti ikut rencana gue. Loe akan menjadi bidak catur gue dalam permainan ini nanti.”
“GAK MAU ! Gue akan pernah menuruti apa kemauan loe anjing !”
“Haha, kita lihat sebentar lagi, loe pasti akan nurut sama gue setelah lihat foto ini.”
Kututup foto mayat Rio, lalu aku membuka galeri menuju folder Whatssap. Ada 2 foto yang ingin aku tunjukkan kepada Karmen. Foto halaman depan sebuah rumah, lalu ada foto seorang perempuan paruh baya yang aku taksir telah berusia 50 tahun ke atas sedang menyiram tanaman-tanaman hias di taman kecil depan rumahnya. Kemudian aku tunjukkan 2 foto tersebut kepada Karmen. Dia terlihat sangat kaget dan tidak percaya, bagaimana bisa aku mempunyai foto rumahnya di Bandung dan foto mamanya yang sedang menyiram tanaman hias di depan pekarangan rumah.
“Ba…ba…bagaimana.. elo bi…bisa…tahu…rumah nyokap….nyokap gue di Bandung?” Tanya Karmen terbata-bata.
“Loe gak perlu tahu, yang penting sekarang loe mesti nurutin apa kata gue. Selama loe nurut ma gue, gue janji anak buah gue gak akan menyentuh pagar rumah loe sekalipun. Tapi kalau elo ga nurut ma gue, loe bakal jadi anak durhaka yang menyebabkan nyokap loe mati sia-sia karena keegoisan loe.”
Karmen melihatku, kini dia mulai tenang dan tidak lagi berontak.
“Loe mau apa?”
“Hehehe..tenang gak usah buru-buru. Omong-omong, tubuh loe seksi juga…jadi penasaran..”
“Ja….jadi…loe..ma…mau..per…per…kosa guee?”
“Cih. Gue ada rencana yang jauh lebih besar daripada sekedar menikmati tubuh loe. Tapi melihat loe terbaring gak berdaya gini, kontol gue penasaran pengen sekalian nyicip ahahahahaha.”
“Dasar bajingan….” Gumamnya pelan.
Aku kemudian berdiri di atas tubuhnya yang terbaring di atas ranjang. Lalu berlutut dan mulai membuka kaitan celana pendeknya. Tetapi karena dia memakai celana berbahan jeans dan posisi kakinya yang terbentang, membuatku kesulitan untuk melolosi celananya. Aku turun dari ranjang membuka laci meja yang ada di kamarku. Kutemukan benda yang aku cari, sebuah gunting yang berukuran cukup besar. Aku kemudian duduk diantara kedua kaki Karmen yang terbentang.
“Kalau loe gak mau kulit loe yang halus ini terkena gunting, sebaiknya loe diem jangan bergerak."
Kemudian guntingku mulai beraksi. Kugunting celana jeans dari bawah paha kirinya, agak susah karena bahannya yang tebal. Kuarahkan guntingku langsung ke atas, karena lebih gampang tidak ada lipatan jahitan di sisi celana yang lebih tebal. Dan setelah mengerahkan sedikit tenaga, guntinganku selesai memotong celananya. Karmen memakai celana dalam warna hitam. Kugunting sekalian celana dalam tersebut. Setelah sobek semua, kulempar gunting ke samping. Lalu dengan kasar aku renggut sisa celana jeans dan celana dalam, kulempar ke sembarang arah. Mataku nanar menatap belahan memek Karmen yang ternyata gundul licin tidak bulu sedikitpun.
“Waah, seksi banget memek elo men.”
Kubuka belahan memek tersebut dengan tangan kiri, tebal juga daerah kemaluan Karmen. Kumasukkan perlahan jari tengah kananku masuk ke memek. Karena masih kering, jari tengah kumainkan di lubang memek Karmen dengan lembut. Kuarahkan jari tengahku ke atas, kurasakan ujung jariku meraba bagian atas memek, teksur di dalam agak kasar. Justru dinding dalam yang agak kasar ini akan sangat nikmat memijat menggerus kontol yang masuk ke dalamnya. Kepala Karmen bergerak kekiri-kanan. Tubuhnya juga mulai panas, tanda bahwa dia juga mulai terangsang. Aku tertawa ketika melihat ekspresi Karmen mati-matian agar dia tidak mengeluarkan suara desahan.
“Nikmatin saja Karmen, tubuh loe gak bisa bohong.. haha.”
Lubang memek Karmen mulai becek dan saatnya aku merasakan langsung cairan hangat tersebut. Aku merubah posisiku dari duduk menjadi berbaring tertelungkup dengan wajahku menghadap langsung ke belahan memek Karmen yang mengkilat basah di ranjang. Kubenamkan wajahku di memek Karmen. Tubuhnya menggelinjang begitu lidahku yang panas dan kasar menyapu bibir kemaluannya,
“Ah…ahh…aahh..bangsatt loe Triaan!”
Akhirnya keluar suara desahan dari mulut Karmen, saat ujung lidahku masuk mengaduk-aduk bagian dalam memeknya.
Sekitar seperempat jam aku memberikan hisapan dan jilatan di selakangan Karmen tak ketinggalan juga aku sedot dan menjilati klitorisnya, membuat dia semakin mendesah-desah tak karuan, kupegang kedua paha Karmen yang terus bergerak.
“Eenngghh…aaahh !” Kedua pahanya menjepit erat kepalaku.
Karmen pun akhirnya mendesah panjang dengan tubuh mengejang. Kuseruput cairan orgasmenya dengan rakus sampai terdengar seperti suara orang menyeruput kopi. Ku sedoti bibir memek luar biasa ini sehingga tubuhnya makin menggelinjang.
“Enak kan, hehehe. Saatnya kontol gue ngrasain memek loe!” Kataku kepadanya sambil membuka celanaku. Kontolku sudah mengeras dari tadi.
“Aakhhh..ann…jjinngg !”
Pekik Karmen begitu kontol kubenamkan ke memeknya. Memek Karmen yang masih basah membuat kontolku bisa melesak masuk. Kuhentakkan pinggulku kuat-kuat sehingga kontolku masuk lebih dalam dan kini bersarang sempurna.
“Hmm…anjing…enak banget memek loe men. UHH !” Kataku sambil memulai gerakan memompa.
Kulihat Karmen memejamkan matanya yang mulai berair dan menggigit bibirnya, sementara kurasakan batang kontolku yang keras berurat ini terasa sekali menggesek dinding memeknya.
Setelah aku memompa dan diselingi sodokan keras-keras. Rintihan Karemn makin terdengar seperti erangan nikmat. Genjotanku makin kasar membuat tubuhnya berguncang-guncang, Payudaranya yang masih tertutup baju olahraga ikut bergetar. Kunggerayangi tubuh mulusnya terutama paha dan meremas-remas payudara Karmen dari luar yang aku taksir berukuran 34A.
“Uhh-uhh…bener-bener nikmat banget memek elo men !” pujiku tanpa berhenti menggenjotnya.
Batang kemaluanku keluar masuk dengan cepat menggesek dinding memek. Tak lama kemudian kurasakan tubuhnya menegang, dia mau mencapai klimaks. Akhirnya dengan tubuh menekuk ke atas, mulut Karmen membentuk O lalu berteriak panjang. Melihat Karmen orgasme, Aku semakin kasar dan semakin bergairah menggenjotnya
“Aahh…ahh…Karmennnn..Gueee keluaaaaaaarrrrr uuggghh !”
Aku melenguh ketika aku juga orgasme, spermaku menyembur keras di dalam vaginanya. Terakhir aku bercinta sekitar 5 tahun lalu karena sejak berpacaran dengan Cinta, aku bersumpah tidak akan tidur dengan wanita lain. Dan ternyata, dengan sahabat Cinta, akhirnya aku mengakhiri puasa seksku. Semprotan spermaku makin melemah seiring dengan pompaanku yang mulai turun kecepatannya. Karmen terkapar lemas di ranjang, keringat telah membasahi tubuhnya beserta tanktop abu-abu yang masih melekat di tubuhnya itu. Nafasnya terputus-putus membuat payudaranya ikut turun naik. Aku lalu beranjak dari ranjang, dari lubang memeknya mengalir keluar spermaku.
Selesai memperkosa Karmen, kuambil ponsel Karmen yang aku letakkan di meja. Dengan mudah aku membuka ponsel Karmen yang dengan cerobohnya tidak ia kunci dengan password, yah meskipun terkunci pun aku bisa memaksanya untuk memberi tahu passwordnya. Aku masuk ke Line dan mencari nama Cinta. Dan dengan mudah aku temukan. Aku buka percakapan Karmen dengan Cinta, dan dari historis percakapan keduanya yang terakhir tadi malam, aku mengetahui Rangga saat ini berada di rumah Cinta di Bogor. Bahkan Cinta mengirimkan foto selfie mereka berdua kepada Karmen.
Bajingan, amarahku memuncak melihat 2 manusia yang tidak tahu malu ini. Aku kemudian membuka obrolanku dengan Cinta,
2 menit kemudian Cinta membalasnya.
Aku menyeringai, Cinta masuk ke perangkap gue.
Kulihat Karmen melihatku dengan mata sayu, kuhampiri dia lalu aku berkata.
“Ayo kita jalan-jalan ke Puncak.” Kataku lalu kemudian aku bekap dia lagi dengan sapu tangan yang masih mengandung obat bius.
Aku kemudian melihat penampilan Karmen yang sangat awut-awutan dengan tubuh setengah telanjang. Aku teringat Karmen tadi menenteng tas besar yang aku taruh di bagasi mobil. Aku segera menuju bagasi mobil, kubuka tas hitam Karmen. Hoho aku lihat di dalam tas, ada beberapa potong pakaian dan celana panjang cewek. Bagus, biar nanti sesampainya kami di villa, kuminta dia memakai baju ini biar Cinta dan Rangga tidak curiga dengan penampilan Karmen.
Saatnya membuat gerakan ketiga
-0-0-0-0-0-
Keadaan Puncak yang macet parah setiap weekend, membuat kami berdua baru sampai di villa pukul 5 sore. Saat aku memandang villa ini, aku merasa sedih dan merasa ragu-ragu meneruskan rencanaku ini. Karena villa ini diberikan orangtuaku sebagai hadiah pernikahanku dengan Cinta. Villa yang bisa menjadi tempat beristirahat kami dan anak-anak kami kelak.
“Maafkan Trian, ma….pa…” Ucapku lirih.
“Balas mereka trian balas, balas!”
Lagi-lagi aku mendengar suara bisikan misterius. Dan suara bisikan tersebut membuat kemarahanku kembali muncul, dari kesedihan kini emosiku berubah lagi menjadi amarah dan balas dendam.
Sudah terlambat untuk membatalkan rencana ini. Aku lalu membawa tubuh Karmen yang nampaknya sudah mulai siuman tetapi masih merasa lemas berbaring di sofa ruang tamu. Lalu aku kembali ke mobil dan memarkirkan mobilku jauh di belakang taman yang berada di sisi belakang Villa. Aku tidak ingin Cinta curiga karena ia sangat mengenal mobilku. Setelah aku parkir mobil di bawah pohon rindang dan pohonnya yang besar menutupi sempurna mobilku. Apalagi keadaan sudah mulai gelap dan mendung. Tak lama kemudian hujan gerimis pun turun, tidak terlalu lebat tetapi jenis hujan yang akan berlangsung lama. Semoga mereka berdua tetap datang kesini. Aku kemudian meraih ranselku dan juga membawa beberapa kantong plastik minuman yang berisi bandrek dan bajigur yang aku beli tadi di jalan sebagai bagian dari rencana. Setelah berjalan beberapa langkah, aku menyadari ada yang terlupa. Ah iya tas Karmen yang berisi pakaian. Aku kembali ke mobil dan membuka bagasi, kututup pintu bagasi mobil. Setelah memastikan semua barang yang aku perlukan sudah aku bawa, aku kemudian bergegas masuk ke dalam villa melalui pintu belakang yang tembus dengan dapur.
Kantong minuman aku taruh di meja dapur. Ranselku dan tas Karmen aku bawa ke ruang tamu, aku dapati Karmen masih terduduk lemas di sofa dan belum mendapatkan kesadarannya secara penuh. Kedua tas aku taruh di meja depan Karmen, lalu aku duduk di sofa seberangnya. Sambil menunggu dia siuman, aku membuka ponsel Karmen yang aku pegang, lalu masuk ke aplikasi Line dan memulai lagi obrolanku dengan Cinta.
Tak lama kemudian, Cinta membalas.
Aku tersenyum penuh kemenangan, Cinta dan Rangga akan datang kesini.
“Loe mau apa bawa gue kesini Trian. Ini dimana?” Katanya saat melihatku duduk di depannya.
“Hehe loe tenang saja. Kita akan melanjutkan permainan lagi, tetapi kali ini loe akan ikut bermain dan peranmu akan besar sekali. Jadi kira-kira sejam lagi, Cinta dan Rangga akan datang kesini. Sebelum mereka datang, loe cepat mandi. Gue bawain tasmu yang berisi baju ganti. Gue gak mau mereka curiga dengan penampilanmu yang berantakan sekarang.” Jawabku santai.
“apa??Cinta dan Rangga mau datang kesini?loe mau apain mereka berdua Trian!?” Kata Karmen setengah berteriak kepadaku.
“Hehehe. Gue mau mengadakan reuni kecil-kecilan antara kita berempat, tenang dong. Jadi ketika nanti mereka berdua dateng, entah gimana caranya loe harus ngebuat mereka percaya untuk masuk ke dalam. Tadi gue pakai ponsel loe dan mengundang mereka datang kesini karena gue bilang sama Cinta bahwa loe sama nyokap loe sedang berada di villa milik om Dedi. Jadi ketika nanti mereka bertanya nyokap loe ada dimana, bilang saja dia sedang ke kamar mandi. Loe tahan mereka agar tetap berada di ruang tamu, jangan sampai mereka pergi kemana-mana. Buat mereka minum masing-masing segelas bandrek atau bajigur, yang nanti loe sajikan buat mereka. Dan loe juga mesti ikut minum.”
Aku kemudian melihat Karmen menatapku, aku tahu yang dia pikirkan.
“Gue tahu yang loe pikirin Karmen. Loe jangan bertindak macam-macam. Gue akan mengawasi kalian dari dapur di belakang ruang tamu ini. Kalau sampai loe ngebuat mereka curiga bahkan sampai ngebocorin bahwa gue mau ngejebak mereka. Selain nyokap loe gue bunuh, gue juga akan langsung ngebunuh Rangga dan Cinta. Lalu terakhir elo yang gue bunuh. Kalian akan gue bunuh pake ini kalau sampai macam-macam.”
Aku langsung merogoh benda yang ada di dalam tas ranselku. Dan kemudian aku taruh benda ini di atas meja.
Karmen menjerit ketakutan saat melihat aku menunjukkan kepadanya sepucuk pistol Glock 17.
“Bagus. Loe ketakutan berarti loe tahu bahwa omongan gue serius. Kalau elo nurutin apa kata gue, nyokap loe gue jamin selamat dan tidak akan berakhir mampus seperti suamimu. Gue yakin elo pasti lebih memilih keselamatan nyokap loe kan daripada mementingkan sahabatmu dan pacarnya yang pengecut itu. Mengerti? ” Kataku dingin.
“Cukup Trian, cukup. Lepasin nyokap gue dan jangan sakitin Cinta dan Rangga. Kalau elo mau ngebunuh gue, gue pasrah. Tapi gue mohon jangan sakitin mereka. Pikirkan lagi tindakanmu ini Trian.” Kata Karmen yang mulai menangis.
“Hahaha.. Sudah terlambat Karmen. Seperti yang gue bilang sebelumnya, elo yang ngebut gue jadi gila seperti ini. Loe telah menghancurkan hidup gue. Dosa loe banyak banget ke gue. Loe lancang mempertemukan lagi Cinta dengan Rangga di Jogja! padahal loe tahu Cinta mau menikah sama gue. Dan harusnya loe tahu Cinta pasti masih menyimpan perasaannya terhadap Rangga ! Bahkan ketika Cinta sudah menolak untuk dipertemukan lagi dengan Rangga, loe masih saja sok menjadi pahlawan mengatur pertemuan mereka di pameran Eko ! Akibatnya Cinta membatalkan pertunangan kami demi Rangga ! DAN BELUM SAMPAI DISITU, SUAMI LOE JUGA SUDAH MENIPU GUE SAMPAI UANG GUE 4 MILYAR HILANG !” kataku penuh emosi kepada Karmen. Nafasku kembang-kempis setelah meluapkan amarahku.
“Maaf Karmen. Gue uda ngebentak loe. Tenang saja, gak akan ada yang mati malam ini. Gue cuma pengen ngobrol bertiga dengan kalian. Loe, Cinta dan Rangga. Tetapi gue minta maaf sebelumnya karena sudah menyuruh orang buat ngebunuh suami loe, Jonathan alias Rio. Tapi gue yakin loe juga setuju kalo Rio dibunuh bersama selingkuhannya.hahaha ” Kataku terkekeh.
“Yaudah cepetan loe mandi sekarang. Selesai mandi loe rapiin penampilan loe, pakai baju ganti yang loe bawa di tas. 15 menit cukup. Lebih dari 15 menit, gue cukup telepon orang suruhan gue yang stand by depan rumah nyokap loe di Bandung dan loe akan menyesal seumur hidup.” Kataku kepada Karmen yang terus-terusan menangis depan gue. Ah kata Cinta loe cewek paling tomboy di antara kalian berempat. Tapi cewek manapun kalau berada di situasi Karmen sekarang pasti juga akan menangis ketakutan, batinku.
Lalu gue lihat, Karmen yang masih sempoyongan segera berdiri dan meraih tasnya yang berisi baju ganti. Saat ia bingung mencari kamar mandi, sambil berteriak gue bilang kamar mandi ada di bawah tangga. Sebelum ke dapur belok kiri. Setelah mendengar suara pintu kamar mandi tertutup dengan keras. Aku mengeluarkan satu-persatu barang yang gue minta dari Anton, dari dalam ransel ke atas meja. Aku mau memastikan tidak barang yang terlupa.
Selain pistol Glock 17 aku meminta Anton mengirimkan beberapa benda lain seperti sebotol kecil obat bius, 12 borgol berbahan nikel yang sangat keras dan terakhir 1 buah pisau berbahan stainless steel Gill Hibben RIII dengan bilah pisau sepanjang 18 cm, handle terbuat dari kayu yang solid.
Setelah puas melihat benda-benda mematikan ini sudah lengkap, aku masukkan lagi ke dalam tas lalu aku pergi ke dapur sambil membawa tas tersebut. Tas aku taruh di atas meja dapur, lalu mengambil kantong plastik yang berisi minuman bandrek dan bajigur yang sudah dingin, yang tadi aku taruh di meja dapur. Aku mengambil 2 panci kecil untuk memanaskan lagi minuman tersebut agar Rangga dan Cinta tidak curiga dengan sajian minuman yang mendingin. Bandrek dan Bajigur aku tuang di 2 panci yang berbeda dengan api sedang. Kemudian aku mendengar pintu kamar mandi yang tidak jauh dari dapur terbuka.
“Karmen, kesini ke dapur.”teriakku.
Aku melihat Karmen mengenakan celana panjang berbahan jeans belel dan kaos hitam berbahan agak tebal. Meskipun ekspresinya tidak jauh berbeda dengan tadi, tetapi penampilan Karmen terlihat lebih baik.
“Duduk disitu.” Perintahku kepada Karmen agar ia duduk di kursi dekat meja dapur.
Lalu aku membuka kulkas, mengambil 2 buah apel dan 1 kotak susu coklat. Aku letakkan di meja.
“Ayo dimakan dulu. Gue pengen masakin loe makanan tetapi Cinta dan Rangga sebentar lagi datang.” Kataku sambil melihat jam dinding di dapur menunjukkan pukul 6:50 malam.
“Ini makanan terakhirku ya..” Kata Karmen pelan lalu perlahan memakan 1 apel merah dan meminum sekotak susu coklat. Sejak siang kami berdua sama-sama belum makan. Sementara Karmen terlihat pucat dan lemas, kalau aku justru tidak merasa lapar sama sekali karena pikiranku penuh dengan rencana dan terpacu oleh adrenalin. Adrenalin yang semakin malam justru semakin terpompa. Karena pertunjukkan utama akan dimulai setelah Cinta dan Rangga datang.
Sebentar lagi.
TOK…TOK….
Kami berdua otomatis menengok ke arah pintu depan begitu mendengar suara pintu yang diketuk dari luar.
“Itu mereka, tetap tenang lalu loe bukakan pintu buat mereka. Setelah mempersilahkan mereka duduk, loe pergi ke dapur, bawa 3 gelas minuman untuk mereka. Sambil mengobrol pastikan Cinta dan Rangga meminum bandrek dan bajigur yang loe bawa, meskipun cuma sedikit. Dan loe juga mesti ikut minum. Ingat, kalau loe macam-macam, sama saja loe yang ngebunuh nyokap loe. Paham?” Kataku.
Karmen diam saja, pandangannya tertunduk.
“Yasudah sana.” Perintahku.
Lalu aku mengawasi Karmen dari jendela kaca di dapur yang mengarah ke ruang tamu. Dan benar, yang mengetuk pintu adalah Cinta dan Rangga. Untuk pertama kalinya sejak malam itu, aku bisa melihat Cinta langsung. Seperti biasa, dia sangat…sangat cantik.
Aku yang nyaris terlena oleh kecantikan Cinta, lalu mengendap-endap di dapur, mematikan kompor pelan-pelan dan kemudian menuang minuman bajigur dan bandrek yang sudah panas ke dalam 3 gelas. Setelah 3 gelas tersebut sudah terisi, aku merogoh botol kecil di dalam tas. Kuteteskan obat bius sekali di tiap gelas. Pistol aku pegang. Sambil menyiapkan minuman yang sudah aku campur dengan obat bius, aku mendengar mereka bertiga sedang mengobrol entah apa. Lalu aku mendengar suara langkah kaki menuju dapur.
“Karmen, gue bantu bawain ya.” Seru Cinta. Aku bisa mendengar suara Cinta terdengar jelas dari dapur. Tampaknya Cinta tinggal beberapa langkah lagi masuk ke dapur.
Aku yang bersembunyi di balik pintu dapur sambil memegang pistol, bersiap untuk mengubah rencana jika memang Cinta memaksa untuk membantu Karmen di dapur.
“Gak usah Cinta, gue bisa sendiri! ” Kata Karmen setengah berteriak dan terdengar panik di depan pintu dapur.
“Eh maksud gue, loe duduk manis aja sama Rangga di ruang tamu. Oke?” kata Karmen dengan nada suara lebih pelan.
“Ehmmm…yaudah..” balas Cinta dengan nada suara pelan, aku yakin Cinta kaget dan sedikit curiga karena Karmen berteriak kepadanya padahal dia cuma mau bantu Karmen nyiapin minuman di dapur.
Kulihat Karmen masuk ke dapur dan ada suara langkah kaki yang menjauh dari dapur.
“Bagus.” Bisikku kepada Karmen. Karmen diam saja tanpa melihat ke arahku, dia lalu melihat ada 3 minuman panas di atas meja. Karmen mengambil nampan di dekat wastafel, memindahkan 3 gelas minuman ke atas nampan lalu tanpa melihatku dia membawa keluar 3 gelas minuman menuju ruang tamu. Aku kemudian mengintip dari jendela kaca, aku tersenyum penuh kemenangan ketika melihat Karmen, Rangga dan Cinta menyeruput minuman tersebut setelah minuman tersebut disajikan.
“Meskipun kalian hanya meminumnya sedikit, obat bius yang sudah tercampur dengan minuman akan segera bereaksi.”
Aku menghitung mundur dari angka 60.
Hitungan ke 50, aku lihat Cinta dan Rangga masih tertawa-tawa.
Hitungan ke 40, gelas yang semula mereka pegang secara serempak mereka letakkan di atas meja.
Hitungan ke 30, ketiganya mulai terdiam dan gelisah.
Hitungan ke 20, ketiganya memegang kepala masing-masing, tubuh mereka pasti mulai lemas dan mereka bersandar di sofa.
Hitungan ke 10, ketiganya mulai panik karena jelas mereka merasakan ada sesuatu yang salah dengan tubuh mereka setelah meminum minuman yang dibawakan oleh Karmen. Tetapi sudah terlambat, mata mereka pasti sudah gelap dan pandangan mulai kabur.
Aku tidak mengintip lagi ke ruang tamu, aku terkekeh lalu menghitung mundur.
“9..8..7..6..5..4..3..2..1”
Tanpa melihat situasi terlebih dahulu, aku berjalan dengan santai dari dalam dapur menuju ruang tamu. Aku lihat Cinta dan Karmen sudah pingsan di sofa, sementara aku lihat Rangga masih setengah sadar. Tampaknya ia masih mencoba melawan reaksi obat, dia melotot ke arahku setelah aku berjalan mendekatinya.
“Eeee..llll..looo.!” katanya terputus-putus, ia mencoba untuk bangkit.
“Halo Rangga….” Sapaku ramah.
Saat ia hendak bangkit, akhirnya Rangga roboh menyerah kalah melawan pengaruh zat obat bius. Rangga pingsan menyusul Karmen dan Cinta.
Aku tersenyum, tiga target utamaku sudah pingsan sempurna di depanku.
Saatnya melaksanakan rencana keempat.
-0-0-0-0-0-
Aku terus memandang wajah Cinta sambil menunggu ketiganya siuman. Aku melihat jam tanganku, hampir jam 9 malam. Lalu aku lihat suasana diluar hujan semakin deras. Kembali ku pandangi wajah Cinta. Alis matanya yang tebal menghiasi kedua matanya yang terpejam. Pipinya yang bersemu pink karena sapuan make-up tipis. Cinta memang jarang memakai make-up tipis bahkan terkadang dia tidak memakai make-up. Kecantikan alami Cinta adalah salah satu yang membuatku jatuh cinta dengannya. Hidung Cinta yang mancung dan kedua belah bibirnya yang disaput oleh lipstick merah muda. Aku belai rambutnya panjang hitam dan lembut, dari atas sampai bawah.
Perlahan aku mendekati wajah ayu Cinta. Kukecup kedua bibirnya, tubuhku seperti tersetrum ketika bibirku bisa bertemu lagi dengan bibirnya. Makin lama, kecupanku berubah menjadi cumbuan yang ganas. Kupegang pipi Cinta dengan kedua tangan, lalu kembali aku kulum dan hisap kuat bibir Cinta. Sambil menciumi bibir Cinta, aku merasakan kesedihan. Bibir ini, seharusnya menyambut kecupanku, bahkan membalasnya. Bukan bibir yang tidak merespon seperti ini, kulepas ciumanku setelah hampir 5 menit aku menggumuli bibirnya.
Lalu perlahan-lahan nafas Cinta yang teratur mulai bernafas dengan cepat, bahkan terengah-engah. Tampaknya pengaruh obat bius mulai habis, dan kulihat Rangga serta Karmen juga mulai bereaksi. Aku kemudian berdiri dan memindahkan kursi ku di samping Cinta. Sementara Rangga dan Karmen yang dalam posisi duduk di kursi, aku posisikan duduk bersampingan menghadapku dan Cinta. Ada jarak sekitar 5 meter memisahkan Cinta dengan Rangga dan Karmen. Kuamati ketiganya, mulai membuka mata dan menggerakkan badan mereka tetapi sesuatu menghalangi mereka untuk menggerakkan kedua kaki dan kedua tangan mereka dengan bebas. Aku hanya tersenyum memandang ketiganya. Mereka bertiga tidak akan mungkin bisa membebaskan diri karena aku telah memborgol mereka. Aku mengatur posisi ketiganya sama persis. Posisi kedua tangan di belakang punggung, baik tangan kanan dan kiri masing-masing terborgol ke sandaran kursi. Sementara kedua kaki juga masing-masing aku borgol di dudukan besi di bawah kursi. Posisi yang membuat mereka tidak berdaya dan tidak akan mungkin bisa membebaskan diri.
Setelah 2 menit, mereka sudah sepenuhnya sadar. Rangga dan Cinta berteriak-teriak histeris bahkan saling memanggil nama mereka, padahal keadaan mereka sama menyedihkannya. Hanya Karmen yang tidak bereaksi berlebihan, dia hanya menangis terisak. Tampaknya 3 kali pingsan karena pengaruh obat bius membuat dia semakin pasrah.
“TRIAN…APA-APAN INI ??? LEPASKAN KAMI !” teriak Cinta kepadaku.
“BAJINGANNN…LEPASIN ! BRENGSEK. !” Hardik Rangga kepadaku.
“Karmen…ada apa ini…apa yang terjadi sebenarnya?” Teriakan Cinta mulai berubah menjadi isak tangis saat ia bertanya kepada Karmen.
Selama 5 menit, aku hanya memandang ketiganya orang ini sambil tersenyum. Karmen semakin menangis hebat sambil menundukkkan kepala sampai bahunya bergetar. Cinta juga mulai lelah untuk berteriak kebingungan ketika mendapati dirinya, Karmen dan juga Rangga terbangun dengan keadaan terborgol di kursi. Sementara Rangga juga tampaknya mulai menyadari dia berteriak sampai suaranya serak pun sia-sia karena selain hujan deras yang mengaburkan suaranya, dari awal perjalanan ke villa ini dia pasti juga menyadari bahwa villa ini terpisah cukup jauh dari rumah-rumah penduduk.
“Sudah puas kalian berdua berteriak-teriak? Kalau kalian sudah tenang, sekarang giliran gue yang bicara. Gue mau kalian berdua dengerin baik-baik.” Kataku kepada Cinta dan Rangga.
“Kalau kalian ingin tahu kenapa kalian ada disini, ah bukan kalian. Tetapi kita bertiga gue, Cinta dan Rangga ada disini. Itu semua karena 1 orang. Yaitu Karmen.”
Rangga dan Cinta kemudian menoleh ke arah Karmen yang masih diam saja, tertunduk sambil menangis.
“Ad…a…ada apa dengan Karmen?” Tanya Cinta.
“Cinta, coba kamu pikirkan ini baik-baik. Gara-gara Karmen mengatur agar kalian berdua bisa bertemu di pameran Eko Nugroho, loe yang awalnya menghindar tidak mau bertemu lagi dengan Rangga, akhirnya menjadi luluh dan mau menemui Rangga untuk pertama kalinya dalam 9 tahun. Dan akibatnya seperti yang kita ketahui bersama, loe lebih memilih Rangga dan membatalkan pernikahan kita yang tinggal 2 bulan. Lalu kalian berdua bisa bersama lagi dan bersenang-senang di atas penderitaan gue. Gue ngrasa hancur banget malam itu. Tetapi gue gak mau putus asa, gue tenggelamkan diri gue ke dalam pekerjaan. Dan ketika gue perlahan bisa bangkit, suatu hari rekan kerja gue melarikan uang investasi sebesar 4 milyar. Coba kalian tebak siapa rekan kerja gue tersebut? Namanya Jonathan Budi. Itu adalah nama samaran karena nama aslinya adalah Rio Prayoga. Dan dia adalah suami dari Karmen. Jadi kesialan-kesialan yang gue alami itu semua karena Karmen. Jadi tadi pagi gue culik Karmen saat dia mau pulang, selesai latihan yoga. Dan sejak saat itu, ponsel Karmen gue kuasai. Jadi tadi pagi ketika Karmen nge-Line ngajak elo dan Rangga agar main ke Puncak, itu bukan Karmen, tapi gue yang sengaja ngejebak kalian berdua memakai ponsel Karmen.”
Aku lihat Cinta dan Rangga tertegun saat aku menceritakan hal tersebut.
“Jadi coba bayangkan kalau kalian berada di posisi gue. Tunangan loe lebih memilih mantan pacar, pernikahan batal dan kini loe ditipu sama orang sampai 4 milyar. Hey, Rangga gimana menurut loe.? Bagaimana perasaan loe jika ada di posisi gue?” Aku melemparkan pertanyaan kepada Rangga.
Rangga menatapku, lalu kemudian membuang muka.Tetap diam. Bahkan di saat-saat seperti ini dia masih bersikap sok cool. Aku yang semula tenang, langsung naik pitam. Aku langsung menghampiri Rangga dan memukuli wajahnya tanpa bisa ia mengelak.
“JANGAN..DIAM..SAJA.. BANGSAT ! MANA NYALI LOE SAAT LOE DATANG KE GALERI, MENEMUI CINTA. DAN SAAT PAPASAN SAMA GUE, LOE PERGI BEGITU SAJA, GUE MUAK LIAT SIKAP LOE !”
BAK..BUKK…BAKK..PLAKK !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar