Kamis, 03 Desember 2015

Cerita Dewasa Artis Jadul 3

"Sepertinya kamu mulai bisa menerima mantan pacar kamu disetubuhi orang lain kan...?" tanya Suzanna, dan Ah, tangannya mulai mengusap pelan tonjolan diselangkanganku.

"Yah, bukankah disini memang seharusnya begitu..." jawabku. Tangannya masih beraksi, kali ini jari telunjuknya bergerak memutar tepat pada batang penisku. Walau masih dibalut oleh celana jeans. Aksinya itu cukup efektif dalam membakar birahiku. Ditambah pula dengan gerak lidahnya yang beberapa kali menjilati bibir atasnya.

"Apa kamu gak kepingin memberi show tandingan pada mantan pacarmu itu?" tanyanya, sambil melirik kearah Sophi yang saat itu duduk bersantai diatas rerumputan bersama ketiga pelawak tadi.

Aku jawab hanya tersenyum menanggapi pertanyaannya itu. Sementara Nike yang disamping kiriku juga tak tinggal diam. Jari tangannya mulai menyusuri sekujur leherku, yang membuatku menggelinjang sesaat.

"Ngesek ditempat terbuka seperti ini bikin kecanduan lho ril, beneran deh..." kali ini Nike yang membuka suara, seraya tangan yang sebelumnya menggerayangi leher kini beralih kecelana jeansku. Melepas kancingnya lalu menarik resleting.

"Wah, rupanya dik Nike ini sukanya to the point aja ya.." sindir Suzanna, kepada Nike yang saat itu tengah menarik lepas celana jeansku.

"Abis, dari tadi aku penasaran banget sama temen baru kita yang cool ini. Kepingin tau aja ukuran onderdilnya... Ternyata lumayan juga" ujar Nike, sambil tangan kanannya mengocok-ngocok batang penisku. Aku hanya pasrah, dan mengikuti saja irama yang kini tengah mereka bangun sambil menikmati sentuhan tangan lembut Nike yang mengonani penisku. Tapi begitu kepalanya menunduk dan bersiap mengoral bazokaku. Tangan Suzanna justru menahan kepalanya.

"Eeeiiitt...Maaf ya nona manis.. Seperti kebiasaan disini, yang muda harus mendahulukan yang lebih tua.." ujar Suzanna, yang membuat Nike sedikit merengut, namun akhirnya harus rela menunda niatnya itu.

"Iya deh, mbak Susan emang paling getol nih sama barang baru..." sindir Nike, sambil kembali menyandarkan punggungnya dikursi taman.


Kini Suzanna berdiri dihadapanku, seraya melepaskan seluruh pakaian yang melekat ditubuhnya, kecuali sepatu bootnya yang masih menghiasi kakinya.

"Seperti yang sudah aku katakan tadi. Bercinta dialam terbuka seperti ini lebih bisa menikmati keindahan tubuh partner kita..." ujarnya, sambil bertolak pinggang, seraya tubuh itu berputar pelan dengan maksud menunjukan keindahannya padaku.

Untuk tubuh telanjang yang ada dihadapanku ini memang tak kusangsikan lagi keindahan dan pesonanya. Sebagai seorang wanita bisa dikatakan dia betul-betul sempurna. Tak heran jika di era 70 dan 80an silam dirinya mendapatkan predikat bom sex dalam perfilman tanah air. Salah satu artis yang menjadi objek khayalan mesum para lelaki pada masa itu. Ukuran buah dadanya cukup besar, padat dan sekal, dengan puting merah jambu. Darah Belanda yang mengalir pada dirinya terwakili oleh warna kulitnya yang putih mulus tanpa cacat. Lekukan pinggulnya begitu indah, dengan bokongnya yang menyembul. Pada selangkangannya dihiasi bulu-bulu kemaluan yang tertata rapi alami. Sayangnya dalam posisinya yang berdiri seperti itu, aku hanya bisa melihat garis vertikal pada belahan vaginanya. Ah, seandainya kakinya itu sedikit mengangkang, pasti aku akan melihat lebih jelas jeroan didalamnya. Dan seperti yang dikatakannya tadi, dialam terbuka seperti ini keindahan didalam liang vaginanya itu pasti akan terlihat lebih ditail.

Kini dia duduk berlutut dihadapanku. Tangannya mulai membelai-belai lembut batang penisku. Dan, Aaagghhhh...benda lunak nan basah kurasakan menggelitik batang jakarku. Ya, lidahnya dengan lincah menjilati sekujur jakarku. Dan sejurus kemudian separuh bagiannya hilang tertelan didalam mulutnya. Mmmm...kulumannya sungguh nikmat. Sepertinya dia telah begitu piawai mengenali titik-titik nikmat lawan jenisnya. Kepalanya mulai bergerak turun naik dengan tatapan tetap mengarah kewajahku.

Saatku mendesah nikmat, masih sempat kulihat Sophi yang duduk direrumputan memperhatikan diriku. Kulihat ekspresinya hanya tersenyum. Entah apa arti senyumnya itu.

Nike yang berada disampingku mulai kembali aktif. Lidahnya menyapu disekujur leherku, lalu merambat kearah tengkuk, hingga telingaku juga tak luput dari jilatannya. Bahkan kini ujung lidahnya itu merangsak hingga bagian dalam telingaku. Gelitikannya membuat aku menggelinjang geli. Ah, ini sih namanya geli atas bawah.

"Zzzzzzzzzzzzz....Aaaagggghhhhh..." desahku, sambil tanganku mulai meremasi rambut Suzanna yang bergelombang.

Ah, kini biji testisku mulai dilumatnya. Dikulum-kulum beberapa saat, lalu ditarik dengan mulutnya dan dilepaskan.

Beberapa saat kemudian dia menyudahi aksi oralnya. Lalu kedua tangannya memegang buah dadanya sendiri sambil menatapku, seolah tengah memamerkan padaku keindahan gunung kembarnya itu. Sejurus kemudian, didekatkan belahan dadanya itu kearah penisku. Woooww, ternyata batang penisku dijepit oleh kedua gunung itu. Lalu tubuhnya bergerak turun naik seperti orang tengah berdisco. Sesekali dari mulutnya sengaja meneteskan ludah kesela-sela payudaranya atau pada penisku. Sepertinya sengaja dilakukannya untuk memberikan pelumasan agar gerakannya bisa lebih leluasa.

"Zzzzzzz.... Aaaaaagggggghhhhh....Nikmat mbaaakkk..." desahku, namun desahanku tak berlangsung lama, karena bibir Nike justru kini telah menyumbat mulutku hingga aku tak bisa lagi untuk mendesah. Kecuali hanya melenguh tertahan sambil melayani gerakan lidahnya yang bergerak-gerak liar didalam rongga mulutku. Hembusan nafasnya yang hangat begitu terasa, yang menandakan bahwa dirinya kini tengah dibakar birahi.

Beberapa saat kemudian Nike melepaskan pagutannya, seraya berdiri lalu melepaskan T- Shirt sekaligus branya, begitu pula dengan celana dalamnya. Sehingga hanya menyisakan rok mininya serta sepatu kets olah raganya.
Woooww..tak kalah dengan Suzanna, tubuh gadis ini juga begitu indah, walaupun ukuran payudaranya tak sebesar Suzanna, tapi bentuknya cukup menggemaskan. Begitu pula dengan bentuk tubuhnya yang ideal untuk seorang ramaja, ramping dan atletis. Apakah mungkin karna kebiasaannya jogging itu. Warna kulitnya kuning langsat, khas wanita pasundan.

Sejurus kemudian dia telah kembali duduk disamping kiriku, lalu menyodorkan buah dadanya pada wajahku. Tentu saja aku langsung menyambutnya dengan mengemut puting susunya secara bergantian.


Belum satu menit aku menikmati payudara Nike, tiba-tiba Suzanna menghentikan aksinya. Lalu berdiri dengan posisi membelakangiku, seraya menundukan tubuhnya dengan kedua tangan bertumpu pada lututnya. Tentu saja hal itu membuat bokongnya menyembul menantang kearahku. Woow, sebuah pemandangan yang benar-benar menantang. Dari sini aku bisa menyaksikan lipatan vaginanya diantara kedua paha yang menjepit. Dan tentunya juga sun-holenya yang mengerucut.

"Ayo dik..! Aku juga ingin merasakan sentuhan lidahmu ..." ujarnya, dengan nada yang memohon.
Tanpa pikir panjang lagi, terpaksa aku harus rela melupakan dulu buah dada Nike yang masih kuemut. Lalu mengalihkan perhatianku pada bongkahan benda montok didepanku.

"Maaf ya teh.." maafku, pada Nike yang tampak sedikit merengut karna kecewa.

Kini kedua tanganku mulai meremasi buah pantat Suzanna. Kupandangi sejenak keindahannya, lalu lidahku mulai bergerak lincah menggelitik bibir vaginanya. Kusibak dengan kedua ibu jariku belahannya. Woooww...keratan daging lembut berwarna kemerahan tampak menyeruak, tampak licin berkilat oleh cairan birahi.

Slaapp..slaapp..srllyyuufff...lidahku mulai menjilati hingga bagian dalamnya, terus merangsak dan mencari-cari. Sesekali kuseruput gemas cairan asin didalamnya.

"Aaaagggggghhhhhhh.....terus sayang....mmmmmmm...uuuuggghhhh....hugghhh...aahhh h..." gumamnya, sambil tangan kanannya meremasi buah dadanya sendiri.

Beberapa saat kemudian perhatianku tertuju pada bagian lain yang lebih keatas. Pada kerutan garis-garis yang memutar, yang pada masing-masing ujungnya bertemu pada satu titik pusat. Pada titik pusatnya itulah kini ujung lidahku menggelitik.

"Uuuuggghhhhh....mmmmm....iya..ooogghhhh... Kamu jilatin juga lubang anusku ya... Aagghh..kamu me..mang pin...ter. uuugghhhh..." racaunya, yang sesekali wajahnya itu menengok kearahku.

Liang anus itu tampak berkedut-kedut selama lidahku menyentuhnya. Yang bagiku itu justru terlihat menggemaskan.
Kini Nike yang berada disampingku kembali sibuk. Sambil menunduk dia mulai mengoral batang penisku. Namun sepertinya itu tak akan berlangsung lama

"Udah dong.... Aku gak tahan nih.... Ayo langsung masukin dik...Hantam aku dari belakang...Cepeeettt...!" mohon Suzanna, sambil kedua tangannya menyibakkan bibir vaginanya.

"Maaf lagi ya teh...muhuuun.." kembali aku harus meminta maaf pada Nike karena harus mengusik kegiatannya.
Dan seperti tadi, wajahnya merengut, namun tetap dihentikannya aksi oralnya itu, dan kembali duduk bersandar dikursi taman.


Kini aku berdiri dibelakang Suzanna yang berdiri menunging. Sleepp...sekali dorong batang penisku telah amblas menembus liang vaginanya, yang dibarengi oleh desahan lembutnya.

"Zzzzzzzzz....Aaaahhhhhhhh...." desahnya, walau posisinya membelakangiku, namun aku masih bisa melihat bagaimana matanya terpejam sambil menggigit bibir bagian bawahnya.
Pinggulku mulai kugerakan maju mundur, membombardir liang vaginanya yang hangat dan legit. Sementara dihadapanku dengan santainya Sophi menonton aksiku sambil berselonjor dirumput taman.

Seperti yang dilakukan oleh Sophi padaku tadi, akupun menatap wajahnya saat mengekspresikan rasa nikmat yang kini tengah kurasakan. Ya, kini dia dapat melihat bagaimana aku mendesah sambil membuka mulutku dengan mataku yang separuh terpejam. Biar kutunjukan padanya betapa aku begitu menikmati vagina aktris horror ini. Yang tentunya aktris yang lebih diperhitungkan didunia peran tanah air, ketimbang aktris kelas ecek-ecek seperti dirinya. Ah, kenapa aku jadi sinis begitu. Apakah itu pertanda bahwa tadi aku memang cemburu padanya. Sebaiknya aku kubur rasa itu. Benar juga seperti yang dikatakan Suzanna tadi. Rasa cinta yang difokuskan hanya untuk satu orang cenderung membuat kita cemburu dan akhirnya saling menyakiti.

Yang penting saat ini aku tengah menikmati tubuh selebritis legendaris ini, dan memang nikmat, dan rasa nikmat itu sudah sewajarnya aku ekspresikan seperti ini. Ada atau tiada Sophi dihadapanku, aku tetap akan bereaksi seperti ini.
Plok...plok...plok..plok...brott..broott..jroottt. .. Suara riuh yang dihasilkan dari aksi yang kulakukan. Suara yang terdengar erotis bagiku, sehingga semakin bersemangat aku menggenjot bokongku.


Sedang asik aku menyetubuhinya sambil berdiri, tiba-tiba dia menarik bokongnya kedepan. Pluupp...batang penisku yang sedari tadi bersarang diliang vaginanya kini harus terlepas. Kulihat sekujur batang penisku tampak berkilat oleh baluran air birahi dari dalam vaginanya.

"Kamu duduk dik.." ujarnya, sambil mendorong tubuhku hingga jatuh terduduk dikursi taman.
Seperti menerkam, tiba-tiba tubuhnya telah naik diatas pangkuanku. Tangan kanannya memegang batang penisku, lalu pantatnya dinaikan sedikit. Untuk beberapa saat sepertinya dia tengah mengarahkan ujung penisku pada posisi yang tepat. Blesss...setelah dirasakan pas, bokongnya kembali turun kebawah, dan sudah dengan batang penis tertanam didalam vaginanya.

Dengan kedua tangannya berpegangan pada sandaran kursi dibelakangku, tubuhnya mulai bergerak turun naik. Kuremas dengan kedua tanganku bokong yang bergerak naik turun itu.

Buah dadanya yang besar ikut bergoyang-goyang seiring gerakan tubuhnya. Yang membuatku terpancing untuk mengulumi puting susunya. Masih terlihat sisa-sisa air ludah yang menempel dipayudaranya, air ludah yang tadi digunakannya sebagai pelumasan saat menjepit penisku, kini justru ikut termakan olehku.

"Mmmmmmm...uuuuggghhhhh.....iya terus...emut tetekku dik....emut...uuuuggghhhhhh....." gumamnya, sambil terus memompakan bokongnya. Peluh mulai membasahi tubuhnya, beberapa malah menetesi wajahku.


Disebelah kiriku, Nike telah menyingkap rok mininya, lalu memainkan sendiri liang vaginanya dengan jari tangannya, sambil matanya terpejam dan mulut sedikit terbuka. "Awas kau, tunggu giliranmu.." ancamku dalam hati, kepada Nike yang terlihat sangat sensual dengan ekspresinya yang seperti itu.


Beberapa menit setelah itu, tubuh Suzanna seperti mengejang, diikuti dengan mulutnya yang memagut bibirku dengan buas hingga aku sulit bernafas. Goyangan bokongnya kurasakan begitu kasar sehingga batang penisku seperti tertarik-tarik dan agak ngilu.

"Mmmmmmm...fffffffhhhhhhh....Mmmhhhhhhhhh..... ." gumamnya sambil tetap melumat bibirku.

"Aaaaaaggggghhhhhhhhhh......nikmaaaaaaatttttttt... .." pekiknya, setelah melepaskan pagutannya dari mulutku.

Akhirnya goyangannya terhenti, seiring tuntasnya puncak kenikmatan yang dirasakan. Namun dirinya tetap berada dipangkuanku dengan tatapan sayu serta senyum kepuasan menghias bibirnya.


"Cepetan... Sekarang giliran saya yang ditoblos, atuuhhh...." pinta Nike, yang masih duduk mengangkang disampingku sambil menepuk-nepuk bibir vaginanya sendiri.

Segera kuangkat tubuh Suzanna, dan kududukan diatas kursi. Kini batang penisku menuju sasaran baru, yaitu liang vagina Nike ardilla. Yang sedari tadi sudah gatal minta dirojok oleh batang penisku.
Jleeeppp....Tanpa perlu basa-basi lagi, langsung kutoblos liang vaginanya yang mengangkang.

"Langsung genjot yang kenceng... Pokoknya gak pake' pelan-pelan..." pintanya, sambil kedua tangannya memeluk tubuhku, sedangkan kedua kakinya yang masih mengenakan sepatu kets menjepit pinggulku.
Mengikuti apa yang dipintanya, pinggulku bergerak dengan kecepatan penuh.

" Hegghhhh.....hegghh...hegghhh.....ewek..terus..yan g.. kuat. mang....hegghh..hegghh..heghhh..." suaranya terdengar terengah-engah saking kuatnya gempuran yang kuberikan. Bahkan sesekali kepalanya itu harus terbentur-bentur sandaran kursi dibelakangnya.

Wajah imutnya membuatku gemas, sehingga menggodaku untuk melumat bibir tipisnya. Mmmmmmhh.....kukulum lidahnya itu dengan rakus, dan tanpa jijik kuhirup air liurnya. Ternyata diapun membalas aksiku dengan tak kalah hebohnya. Lidahnya justru merangsak masuk menggelitik kesekujur dinding mulutku, kemudian mengulum lembut lidahku untuk beberapa saat.


Beberapa menit kemudian dirinya memekik keras. Rangkulan tangannya dipunggungku semakin erat. Bahkan kuku-kukunya itu nyaris mencakar punggungku.

"Aaaaaaaaaagggghhhhh.....Nikmaattt....Eeeuuuuuuyyy yyy...." pekiknya. Kurasakan liang vaginanya banjir oleh cairan nikmatnya, sehingga terasa becek saat penisku berpenetrasi. Dan menimbulkan bunyi kecipak yang riuh.
Tubuh yang sebelumnya memeluk erat tubuhku dengan begitu ketat bagaikan ular sanca yang membelit mangsanya, kini telah menggelepar lemas bagai tak bertenaga. Genjotanku kini praktis tanpa perlawanan, seperti menyetubuhi gedebong pisang saja layaknya. Sehingga aku putuskan untuk beralih pada wanita disampingku yang sepertinya telah mulai segar kembali.

"Mbak Susan tolong nungging dong...!" pintaku pada Suzanna. Yang segera diturutinya.
Tubuhnya kini berlutut diatas kursi taman dengan menghadap kebelakang. Sedang kedua tangannya berpegangan pada sandaran kursi. Posisinya yang seperti itu praktis membuat bokongnya menungging kearahku.
Kini batang penisku telah kembali mendapat sasarannya, namun kali ini bukan liang vaginanya yang aku jadikan target. Melainkan lubang yang berada sedikit diatasnya.

"Ooww...ooww..ooww... Ternyata nakal juga ya...Suka main belakang..." ujarnya, sambil mengacung-ngacungkan jari telunjuknya kearahku. Seperti otang tua yang tengah memergoki kenakalan anaknya.

"Dari tadi saya penasaran , mau ngerasain juga belakangnya Mbak Susan.. Gak papa kan mbak?"

"Ya, tentu gak papa dong... Kamu boleh lakuin apa aja pada tubuhku, anak nakal...." ujarnya, seraya mengerlingkan sebelah matanya dengan genit.

Sebuah sinyal positif darinya, sehingga langsung kutancapkan batang penisku pada liang anusnya.
Agghhhh.... Otot anusnya kurasakan bagai menjepit erat batang penisku, sehingga aku hanya dapat menggenjot pinggulku dengan tempo yang sedang.

Sekitar tiga menit aku menganal Suzannna, Nike yang sebelumnya hanya terkapar malas, kini sepertinya telah kembali segar.

"Wah, sudah memasuki sesi main belakang nih.." godanya, yang kembali duduk sambil bersandar.

"Teteh juga mau ditusuk belakangnya?" tawarku, sekedar menanggapi ocehannya.

"Iiihhh...Gak mau ah, takuuuuttt..." jawabnya dengan gaya yang sok imut.
Melihat gayanya itu, justru membuat aku terpancing, seraya kuberanjak dari tubuh Suzanna, dan beralih kepadanya.

"Sini...Biar kamu rasain ditoblos belakangnya..." ujarku, sambil membalikan tubuhnya agar berposisi seperti Suzanna.

Setelah posisinya menungging, kusingkap keatas rok mini yang masih menutupi bokongnya. Sehingga kini aku bisa menyaksikan bokong imutnya menyembul menantang kearahku.

Kusibak liang anusnya dengan kedua ibu jariku. Hmmm...sepertinya ukurannya lebih imut ketimbang milik Suzanna, sehingga aku perlu memberikan sedikit pelumasan dengan air liurku.

Kini ujung penisku telah betada tepat dimuka liang duburnya, dan...blessss..

"Aaaaaaaawwwwwww......Sakiiit...Tau..." rintihnya, dengan wajah menengok kebelakang menatap padaku.
Namun rintihannya itu tetap tak kugubris. Bahkan pinggulku mulai bergerak maju mundur walau dengan kecepatan lambat.

Uuuhhh... Memang beda, lubang si teteh ini benar-benar sempit, jepitan otot-otot anusnya serasa menjepit penisku dengan ketat.

"Aaaggggghhhhhh....lubang burit si Teteh memang legit pisan euuuyyyyy...." pujiku, sambil menikmati sensasi jepitan anusnya.

"Iyaaaaa....ta...pi...sakiiittt...aaadah...dah..da hhhhh...uuuhhhhh..." rintihnya, sambil sesekali menggigit bibir bawahnya.

Sepertinya aku semakin menikmati sensasi ini, sehingga dengan sendirinya pinggulku juga semakin lebih cepat bergerak.

"Aaawww...aawww...aawww....pelan-pelan, gelo' sia’...aawwww..." pekik Nike, sambil menepuk-nepuk pahaku. Namun aku tak mempedulikannya, karena aku merasakan akan segera sampai pada puncak kenikmatanku.
Dan akhirnya..

"Aaaaaaaaaaaggggghhhhhhh..... Aku keluar teh Nike......aaaaaaaggggghhhhhh...." erangku, sambil membombardir liang anusnya dengan semakin gencar.

Croootttt...croootttt...croootttt... Semburan seperma yang menyirami liang pelapasan gadis itu yang akhirnya menyudahi permainanku untuk pagi ini.

Kucabut batang penisku dari dalam liang anusnya, seraya kuhempaskan tubuhku dikursi taman, diantara dua orang artis legendaris tanah air, yang baru saja aku nikmati tubuhnya.


"Wuuuuuuu.....Good job...Good job....Mantaaaaap..." sorak Sophi, sambil bertepuk tangan. Sebuah aplous yang aku balas hanya dengan senyum. Sepertinya aku memang tak perlu membenci dia. Seperti yang dikatakan Suzanna, aku akan tetap mencintainya. Seperti halnya aku akan mencintai semua penghuni tempat ini, dan tentunya dengan kadar cinta yang sama.



*********


Malam telah datang, setelah siang tadi aku touring menyaksikan kegiatan shooting pembuatan film, kini saatnya aku menikmati pergelaran musik di alun-alun desa.

Sebuah panggung cukup mewah telah terbangun, dengan penataan lampunya yang artistik. Ratusan kursi berjajar rapi didepannya yang diperuntukan bagi para penonton. Diantara ratusan penonton disini, beberapa memang cukup familier bagiku. Dikursi depanku tampak Sophi tengah asik berbincang. Hmm..sepertinya dia tengah reuni dengan teman lama seangkatannya, aku kenal dengan sosoknya. Bintang film idola remaja pada era 80 dan 90an. Pemeran film Lupus yang cukup fenomenal itu. Ya, lelaki itu adalah Ryan Hidayat. Yang tewas pada usianya yang masih terbilang muda, diduga akibat overdosis..

Sedang disampingku, seorang wanita yang kutemui di Kafe tadi pagi, dialah Alda, dan kebetulan aku bertemu lagi dengannya disini. Mmmm...katanya sih, setelah acara ini rampung dia akan mampir kerumahku sekedar bersilaturahmi.

"Tiap dalam berapa hari ada pertunjukan musik seperti ini?" tanyaku pada Alda.

"Hampir tiap malam" jawabnya.

"Hampir tiap malam? Dengan panggung semegah ini?"

"Iya, panggung kami selalu seperti ini.. Esok atau lusa, kamu pasti juga akan tampil disitu..."

Woooww... Hampir setiap malam mereka mengadakan pertunjukan musik seperti ini. Dan tentunya musik yang dimainkan adalah musik yang diciptakan secara bebas dari hati dan jiwa simusisi itu. Bukan musik yang diciptakan atas pertimbangan komersial dan selera pasar. Fuuuhh.. Jiwa seniku sepertinya mulai tak sabar untuk segera ambil bagian dalam ajang ini.

Tiba-tiba dari atas panggung muncul seorang pria dengan pakaian jas safari. Yang disambut oleh tepuk tangan para penonton.

"Selamat malam para pemirsa semua.. Berjumpa lagi dengan saya Edy Sud, dalam acara kesayangan kita "Aneka ria Safari" yang pada malam hari ini akan menampilkan bintang-bintang yang tidak asing lagi, diantaranya: Diana Nasution, Mbah Surip, ARafik, Poppy mercuri, Franky Sahilatua, Megi Z, Rinto Harahap, Gito Rollies, Broery pesolima, Chrisye, Pance pondaag... Dan, tentunya kita juga akan dihibur oleh Jojon,UU, dan Prapto yang tergabung dalam grup lawak Jayakarta grup, dan yang pasti, mereka akan mengocok perut kita... Dan seperti biasa, sebagai tembang pembuka akan dibawakan oleh seluruh artis yang akan tampil pada malam hari ini, inilah dia tembang...Ekspesi..."

Bersamaan dengan itu, dari sebelah kiri dan kanan pangung para musisi yang yang disebutkan namanya tadi muncul secara bersamaan. Dan intro musik telah berkumandang, diikuti dengan permainan lampu yang menakjubkan dengan warnanya yang berfariasi… Dan, lagupun mengalun.


Begitu banyak yang ada di hati
Menanti terkuak
Ingin mengungkapkan
Dan mencurahkan
Berbagai rasa dan kesan
Tentang kehidupan
Begitu sarat yang ada di benak
Menunggu tersirat
Ada segala cara
Dan berbagai jalan
Untuk mewujudkan
Hasrat di hati khayalan
Kedalam cipta dan seni

Mari berkarya
Dalam puisi dan lagu
Musik dan tari
Layar perak panggung gerak
Adalah tempat kita
Insan dunia
Ekspresikan diri



*********


"Ril....Bangun.. Eh, bangun dong sayang....koq kebalasan gitu sih..." kurasakan sesuatu mengguncang-guncang pundakku. Ah, ternyata Sophi. Dan kuperhatikan sekelilingku. Ya, aku masih berada didalam mobil. Tapi mengapa suara lagu itu masih terdengar? Ah, bukankah itu hanya suara dari radio mobil, yang saat itu tengah memutar tembang Ekspresi dari Titiek dj.

Untuk beberapa saat tatapanku terpusat pada Sophi, yang dibalas dengan mengernyitkan keningnya yang mulai terbentuk beberapa kerutan garis itu. Bukan lagi Sophi berumur 25 tahun dengan kulit wajahnya yang masih kencang dan segar.

"Kenapa kayak orang kebingungan gitu sih...Tadi katanya minggir sebentar cuma mau ngerokok, eh malah kebablasan tidur hampir satu jam... Sekarang dah bangun malah kayak orang linglung gitu.." Ah, ternyata peristiwa yang aku alami dinegeri antah berantah tadi memang hanyalah sekedar mimpi. Sudah kuduga.

Ya, aku mulai ingat. Tadi memang aku menghentikan mobilku ditepian jalan, sekedar untuk mengecek bagian depannya setelah aku yakin seperti membentur sesuatu. Namun benar seperti yang dikatakan Sophi, bahwa mobil ini memang tak menyentuh apapun semenjak keluar dari Bandung. Apalagi menghantam sesuatu dengan keras seperti yang aku ungkapkan padanya. Dia bahkan sempat mencurigaiku tengah dibawah pengaruh narkoba. Sial, aku bukanlah jenis musisi yang bergantung dengan benda haram itu. Tapi setelah aku melihat keluar memang tak terjadi apa-apa pada mobilku, bahkan sedikit gorespun tidak. Akhirnya kuputuskan untuk istirahat sejenak sambil menghabiskan sebatang rokok, dengan harapan pikiranku menjadi lebih jernih. Sepertinya saat istirahat itulah aku tertidur.

Kuteguk sedikit air mineral dari dalam botol kemasan, lalu kunyalakan mesin mobil.

"Ayolah, kalo gitu kita lanjut aja..." ucapku, mobilpun kembali meluncur menyusuri jalan raya yang pada kanan kirinya dipagari pembatas besi. Karena memang sepanjang jalan ini merupakan dataran tinggi yang dibawahnya adalah jurang.

Dari radio mobil, suara emas Titiek dj masih berkumandang dengan tembang ekspesinya. Aku hanya tersenyum bila mengingat mimpi konyolku tadi. Dimana musisi-musisi yang telah almarhum berkolaborasi membawakan lagu ini dalam satu panggung. Dan yang lebih konyol lagi saat aku meniduri Suzanna dan Nike ardilla.
Ah, Nike ardilla, gadis semuda itu harus tewas secara dramatis, bahkan saat itu usianya belum genap 20 tahun. Kecelakaan lalu lintas, itulah penyebabnya. Hmmm..aku baru ingat, lokasi kecelakaannya itu tak jauh dari sini, atau malah bisa jadi disekitar sini.

Sedang asik aku mengemudi sambil melamun, kulihat didepan jalan raya sesosok wanita muda tengah berdiri sambil tersenyum. Sosok wanita dengan mengenakan rok mini khas cheerleader, sedang kakinya mengenakan sepatu kets olah raga.

Sial, dengan kecepatan tinggi seperti ini tak mungkin aku dapat mengerem secara mendadak, Sedangkan jarak wanita itu hanya beberapa meter saja didepanku. Hanya wanita sinting yang berdiri ditengah jalan sambil tersenyum. Tapi sepertinya sosok itu tidak asing lagi bagiku. Apa aku tidak salah lihat..? Ya, itu Nike ardilla, gadis cantik yang kusetubuhi dalam mimpiku tadi.

Salah satu jalan adalah dengan membanting setir kesamping agar mobil ini tak sampai menghantam tubuhnya.
“BRRAAAAAKKKK....!” Sial ternyata mobilku malah menghantam besi pembatas. Untuk beberapa saat aku merasakan duniaku seperti berguling-guling. Suara benturan benda keras bercampur dengan suara jeritan histeris Sophi membuatku semakin panik, dan tak tau harus melakukan apa. Tiba-tiba gulingan mobil terhenti. Mungkin saat ini kami telah berada didasar jurang. Kulihat Sophi telah tak sadarkan diri, sepertinya dia pingsan. Segera aku bermaksud keluar dan menolong Sophi. Tapi terlambat, hanya sepersekian detik kudengar suara ledakan keras yang diikuti oleh kobaran api membakar mobil dan juga diriku. Kurasakan panas yang teramat sangat pada tubuhku, namun hanya teriak yang bisa aku lakukan.



*******


"Heiii.... Bangun, koq teriak-teriak kayak gitu sih...? Kamu mimpi ya? Mimpi buruk?" kudengar suara lembut diantara guncangan pada lenganku.

"Di..dimana aku...? Dimana..? Si..siapa kamu... Kamu siapa?" tanyaku dengan panik kepada sosok telanjang disampigku.

"Aku Alda sayaaang... Tadi sehabis nonton pertunjukan musik, kitakan pulang bareng, lalu aku mampir kerumahmu....dan, mmm...begitu deh.. dan akhirnya bobo' bareng disini..." paparnya, sambil tangan lembutnya mengusap-usap dadaku.

Kuperhatikan sekelilingku, ini bukan rumah sakit, dan sekujur tubuh telanjangku ini baik-baik saja, tak ada luka bakar, apalagi perban pembungkus yang menyerupai mumi. Yang kutempati sekarang ini adalah kamar tidur sederhana tapi cukup nyaman. Fuuhhh.. Aku menarik nafas panjang, dan pikirankupun kembali mulai tenang.

Ya, aku ingat sekarang, selesai pertunjukan musik tadi, Alda mampir kerumahku, dan malam itu pula kami bercinta hingga dini hari..

Dengan manja, kepalanya kini disandarkan miring diatas dadaku. Sedang tangan kanannya merangkul tubuhku. Seolah diriku ini adalah sosok yang telah memberikan kebahagian padanya.

Tinggal aku kini yang semakin bingung. Dan hati kecilkupun mulai bertanya. Sebenarnya bagian yang manakah dalam hidupku adalah sebuah mimpi. Yang sekarang inikah? Atau aku yang jatuh kedalam jurang bersama mobil dan pacarku itu? Hmmm... Bisa jadi sosok Ariel yang dikenal sebagai musisi fenomenal tanah air itu hanyalah sebuah mimpi dari tidurku belaka. Dan yang sekarang inilah kehidupanku yang sebenarnya.

Aku semakin pusing dengan teka-teki kehidupan ini. Ah, mengapa pula harus aku ambil pusing. Yang terpenting sekarang adalah nikmati saja hidup yang telah ada didepan mata, dan jalani semuanya dengan cinta. Seraya kukecup kening wanita muda didalam dekapanku ini. Sebuah kecupan yang membuatnya menggeliat manja dalam pejamnya.


SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar