"Hmm..?"
"Dingin."
"Sini lebih deket ke gue," Denny mengulurkan tangan memeluk badan Nadine.
Tubuh mereka kini berhimpitan, saling menukar panas tubuh yang mereka harap bisa saling menghangatkan. Namun justru tanpa mereka sadari posisi seperti ini akan menimbulkan sebuah percikan aura lain, yang semakin lama membuat jantung mereka kian berdegup semakin kencang.
Sampai ketika tanpa sebuah persetujuan, tiba-tiba Denny mendaratkan sebuah kecupan kecil dikening Nadine. Nadine tak bergeming, hanya suara tarikan dan hembusan nafasnya yang terdengar semakin tak beraturan.
Ciuman Denny tak cukup berhenti sampai disana. Kini bibirnya bergerak turun mengecup mata Nadine yang terpejam, lalu merambat semakin turun mengecup ujung hidung dan akhirnya sampai dibibir Nadine yang telah sedikit membuka.
Kecupan-kecupan Denny yang ditujukan pada wajah dan bibir Nadine, akhirnya perlahan membangkitkan gairah terpendam Nadine yang mulai terbakar. Nadine mulai merespon setiap kecupan dibibirnya dengan membalas setiap pagutan bibir Denny.
Bahkan saat Denny menyusupkan lidahnya kedalam mulutnya, Nadine langsung menanggapi dengan menghisap lidah Denny, dan menyambut lidah Denny dengan lidahnya, membuat lidah mereka saling beradu, bertaut dan saling menghisap.
Disela ciuman panas mereka yang penuh gairah, tangan Denny mendekap tubuh Nadine untuk semakin merapat dengan tubuhnya, membuat payudara Nadine semakin tergencet dengan dada lelaki itu.
Lalu tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk memeluk pinggang, kini mulai bergerak kearah gundukan kenyal di dada Nadine yang terlihat menantang.
Jemari Denny meremas-remas payudara Nadine dari luar pakaiannya dengan keras. Membuat Nadine tampak mulai gelisah dan mendesah. Suaranya hanya terdengar bagai erangan, tertahan karena mulutnya yang masih berpagutan dengan bibir Denny.
Mereka seperti benar-benar sudah lupa dimana sekarang mereka kini berada. Bahkan hawa dingin yang sedari tadi mengusik pun kini telah berganti, dengan panasnya gairah yang seakan membakar udara didalam tenda.
Denny melepaskan bibirnya dari bibir Nadine, lalu mulai merambati jenjangnya leher gadis itu yang bagai menunggu untuk dicumbu. Denny menghujani setiap inchi leher Nadine dengan ciuman-ciuman juga jilatan, sambil perlahan-lahan dia susupkan jemarinya ke dalam baju Nadine yang sudah tak mengenakan bra atau dalaman.
Didalam sana tangan Denny menemukan segumpal daging lembut dengan ujung putingnya yang telah mulai mengeras, karena merasakan sebuah tangan nakal yang mulai menjamahnya. Denny semakin bernafsu mencumbu dengan liar leher Nadine, sedangkan tanganya tak henti meremas-meremas, sambil sesekali memainkan serta memilin puting payudara Nadine yang tegak mengencang.
"Ooohh.. .Denn..., ssssttt..... " desah Nadine sambil mendongakkan kepala kebelakang, menahan setiap rangsangan yang terus diberikan Denny padanya.
Sejenak kemudian Denny melepaskan kaus yang membungkus tubuh indah wanita cantik berketurunan Jerman dihadapannya. Nadine sendiri pasrah menerima apa yang akan dilakukan Denny pada tubuhnya, sambil membantu memudahkan Denny menanggalkan pakaian yang dia kenakan. Sungguh dia telah terhanyut pada permainan birahi yang ditawarkan Denny padanya.
Hingga sekarang sepasang payudara indah yang kencang membulat dengan puting kecil kecoklatan yang sudah mengacung, terlihat menantang menggoda di depan mata Denny yang tengah buas menatap.
Melihat pemandangan indah didepan matanya, Denny bagai tak kuasa untuk segera menikmati kedua bukit kembar yang seolah memanggilnya. Denny kembali memberikan rangsangan pada payudara Nadine, namun kali ini dengan kecupan kecupan mesra.
Payudara Nadine yang membusung kenyal, telah tampak mengkilap basah oleh keringat yang keluar. Berpendar memantulkan cahaya lampu tenda yang bersinar temaram, membuat tubuh kecoklatan Nadine semakin terlihat menggairahkan.
"Ohh... Den..., ahh..." Nadine tak mampu untuk tak mendesah ketika lidah Denny mulai bermain menjilati kedua payudaranya secara bergantian.
Lidah Denny mengitari pinggiran areola payudara Nadine tanpa sedikitpun menyentuh putingnya. Membuat Nadine semakin gelagapan menahan rasa geli bercampur nikmat, namun terasa menggantung dan tak tuntas di payudaranya. Nafsu Nadine semakin terpacu dengan permainan lidah Denny yang berhasil memancing gairah bercintanya semakin membara.
"Uhhh....., ssstttt...., geli Denn... buruan hisap toket gue," Pinta Nadine dengan nafas yang tersengal-sengal.
Denny tersenyum simpul lalu segera melumat dan menghisap puting Nadine, secara silih berganti. Bagai menimbulkan kelegaan yang terlepas bagi Nadine, ketika putingnya mulai dihisap oleh Denny.
Nadine semakin membusungkan dadanya kedepan, menyajikan kedua payudara indahnya. Seakan mempersilahkan lelaki itu untuk dia nikmati sepuasnya. Keindahan dan proposionalnya ukuran payudara gadis itu semakin membuat Denny bersemangat menjamah setiap bagian gundukan daging di dada Nadine yang telah basah oleh liurnya. Membuat pemiliknya hanya bisa mengeluarkan desahan-desahan yang mengusik suasana sepi diantara gerimis mistis malam ini.
"Ooohh...Den...ssssttt.., enak Den... " desah Nadine sambil menjambak rambut Denny dan semakin membenamkan wajah Denny ke dadanya, saat putingnya terasa digigit-gigit pelan.
Tubuh Nadine semakin menggelinjang tak karuan saat Denny masih saja terus memberikan sensasi kenikmatan pada kedua payudaranya yang membulat. Lalu semakin menegang ketika tangan laki-laki itu mulai merambat kebawah, menggesek-gesek lipatan pahanya dari luar celana panjangnya.
Semakin membuat tubuh Nadine dilanda hawa panas, dan semakin bermandi keringat, ditengah dinginnya hawa pegunungan.
Tak lama tangan Denny bergerak dengan lincah melepaskan kancing dan resleting celana yang Nadine kenakan. Tangannya cepat menelusup kedalam, menggosokkan jari tengahnya pada belahan kemaluan Nadine yang mulai basah.
"Oh...ssst..., Ohh...., Denn... jangan..." Nadine mendesis dan mendesah, sambil sesekali menggigit bibirnya.
Namun di mata Denny, hal itu terlihat begitu sensual, membuat Denny kembali bernafsu untuk melumat bibir gadis itu lagi. Nadine segera menyambut mulut Denny dengan pagutan-pagutan yang tak kalah panas, lidahnya bergelut dengan lidah Denny bagai ular yang saling melilit.
Denny menarik tangannya, lalu melepaskan baju yang dia kenakan, memperlihatkan lekuk dadanya yang bidang. Lalu kembali mendekap badan Nadine dalam pelukannya, membuat tubuh mereka kini menempel tanpa penghalang. Bibirnya seakan tak berhenti mencumbu Nadine. Menghujani leher dan payudara wanita dihadapannya dengan ciuman-ciuman hangat.
Denny bangkit dari tempatnya, lalu bergerak menindih badan Nadine dari atas. Bibirnya kembali menyapu tiap jengkal tubuh indah dibawahnya. Dari wajah merambat terus kebawah, sampai ke perut langsing Nadine yang menggeliat kegelian.
Kedua tangan Denny memegang dua sisi celana Nadine lalu segera menariknya lepas. Kedua kaki Nadine sedikit terangkat untuk memudahkan Denny melolosi celananya. Sebuah celana dalam model g-string pun segera tanggal tak lama berselang. Membuat tubuh Nadine kini benar-benar telanjang tanpa sehelaipun benang.
Tubuh Nadine benar-benar sempurna. Payudara proposional, pinggang ramping, kaki jenjang, ditambah wajah setengah bulenya yang menawan, membuatnya bagaikan definisi kecantikan yang sebenarnya. Apalagi saat seperti sekarang. Ketika dia tengah bertelanjang. Memasrahkan tubuhnya pada seorang pria. Dan pria yang sedang beruntung saat ini adalah Denny Sumargo.
Denny mencium bagian atas lutut Nadine, dan terus merambah ke arah pahanya yang halus bak pualam, membuat sang pemilik semakin terlihat gelisah. Tangan lelaki itu merentangkan kedua paha wanita yang telah pasrah didepannya. Memperlihatkan sebuah bukit kecil dengan bulu-bulu halus tercukur rapi menghiasi, serta liang kenikmatannya yang kini sudah terlihat membasah.
Mata Denny nanar menatap segala keindahan didepan matanya. Seakan tak ingin berkedip melewatkan barang sedetikpun pemandangan ini. Jakunnya naik turun menelan ludah, tak sabar untuk kembali mencumbu bidadari dihadapannya.
Perlahan Denny mendekatkan wajahnya ke arah pangkal paha Nadine, dan setelah dekat dijulurkannya lidahnya menjilat lipatan basah vagina mantan Putri Indonesia tersebut. Lidahnya bergerak menyapu naik turun, membelah celah dua sisi labia vagina Nadine, lalu sejenak berhenti untuk memainkan daging kecil yang bersembunyi disana.
"Ahh....ssstt... Den gue gak tahan, ahh..." Tubuh Nadine menggeliat bagai ulat yang dilempar keatas bara. Bibirnya tak henti mendesih dan melenguh, ketika titik terintimnya benar-benar sedang dirangsang Denny habis-habisan.
Denny tak hiraukan segala lenguhan Nadine. Semakin digelitikinya clitoris Nadine dengan lidahnya yang basah, sambil jemari tengahnya mulai bermain mencoloki lubang vagina gadis itu keluar masuk.
Sampai beberapa saat kemudian, bagai tersengat arus listrik, tubuh Nadine seketika menegang, vaginanya semakin membanjir oleh cairan bening. Giginya gemeretak sedangkan matanya terpejam. Sebuah gelombang orgasme, telak menghantamnya, membumbungkan tubuhnya dalam pusaran badai kenikmatan.
Nafas Nadine tersengal bersamaan dengan deras peluhnya yang menganak sungai, sederas cairan yang baru saja menyembur dari kewanitaannya. Orgasme tadi benar-benar luar biasa walau belum tanpa sebuah penetrasi. Disela deru nafas yang tengah beranjak dari sisa-sisa orgasmenya, sebuah benda panjang berwarna coklat, tiba-tiba telah terpampang didepan wajahnya.
Oh... Ternyata itu adalah batang kejantanan Denny yang telah tegak menegang. Entah kapan dia melepaskan celana, karena saat orgasme tadi hampir ia tak dapat melihat semuanya.
Ukuran benda lonjong itu terlihat sungguh besar, entah bagaimana rasanya ketika seluruh bagian benda itu melesak kedalam vaginanya. Membayangkan saja sudah membuat vagina Nadine meremang.
Dan kini penis yang telah menegang itu sudah disodorkan ke depan mulutnya. Bahkan ujung kepalanya yang membulat telah menyentuh bibirnya. Nadine tanggap apa yang harus ia lakukan. Digenggamnya batang penis itu memakai tangan kanannya dengan mantap. Diurutnya pelan naik turun benda itu, dan tanpa sadar Nadine benar-benar mengagumi ukurannya.
Ujung lidah Nadine mulai terjulur, menggeliting lubang kecil dari penis yang ia genggam. Dimasukkannya ujung kepala kejantanan itu kedalam mulutnya, sambil terus mengurut pangkalnya perlahan-lahan.
"Oh...ah... Hmm..., yaa..." Kini giliran Denny yang merem melek ketika ujung penisnya terasa digelitik oleh lidah Nadine. Batang kejantanannya bagai sedang dimandikan lidah Nadine dengan jilatan-jilatannya yang terasa basah.
Lalu tak lama kemudian, seluruh batang itu perlahan amblas kedalam rongga mulut Nadine yang terasa hangat. Denny mendongakkan kepala meresapi kenikmatan yang menjalar keseluruh tubuhnya. Tangannya memegang rambut Nadine yang tengah memaju mundurkan kepala, memberikan kenikmatan tak terkira di batang penisnya yang semakin menegang.
"ah...oh..oohh.." desah Denny, merasakan kelembutan mulut Nadine yang tengah menjalari kemaluannya. Tangannya kembali merayap bergerilya meremasi payudara kiri Nadine, dengan sesekali dia pencet keras putingnya yang mencuat. Membuat Nadine melenguh disela hisapannya.
Nadine terus menghisap dan mengocok batang kejantanan Denny dengan penuh nafsu.
Sesekali di lepas batang itu dari mulutnya dan dijilatinya lagi, dari ujung batang sampai ke pangkal pelirnya, membuat seluruh bagian kejantanan lelaki itu basah akan air liur Nadine yang sesekali menetes ke alas tenda.
Nadine menjilati batang penis Denny berulang-ulang sebelum dimasukkannya lagi penis itu kedalam mulutnya. Bahkan kali ini penis Denny terasa masuk semakin dalam, seakan mentok sampai ke ujung tenggorokan, memberikan sensasi luar biasa yang tak dapat diungkapkan Denny dengan kata.
"Ahhh....hah hah...." Lenguh Denny kembali, sembari mulai mencabut penisnya dari mulut Nadine.
Denny kembali bergerak kebawah. Dibentangkannya kedua paha Nadine lalu mulai memposisikan ujung kejantanannya dibelahan vagina Nadine yang telah basah.
Digesekkannya ujung kepala penisnya naik turun, membuka lipatan bibir vagina Nadine yang tengah menanti proses penetrasi. Membuat ujung batang itu kini telah basah oleh cairan pelumas yang telah membanjir disana.
Denny mengarahkan kepala kemaluannya ke liang basah yang sudah menunggu dihadapannya, lalu perlahan-lahan mulai mendorong batang kejantan itu menembus hangatnya lubang kenikmatan milik gadis cantik pemeran Sandra di film Realita Cinta and Rock n' Roll tersebut. Dan tak lama batang kejantanan itu telah amblas sepenuhnya di telan legitnya vagina Nadine.
Nadine pun hanya bisa menahan nafas ketika benda besar diselangkangan Denny mulai memasuki tubuhnya. Tak pernah ia merasakan penis sebesar ini. Penis ini terasa lebih besar daripada yang tadi ia lihat. Bahkan didalam vaginanya, penis itu serasa berkedut memenuhi kemaluannya.
"Ohh... Pelan-pelan Denn... ohh..., punya lo gede banget..." pekik Nadine ketika batang kelelakian besar Denny telah amblas memasuki liang sensitifnya. Memberikan rasa yang tak bisa dia gambarkan. Ketika rasa sakit, nikmat, dan penasaran bercampur menjadi satu sekarang.
Nadine memejamkan mata ketika kemaluan Denny mulai bergerak memompa vaginanya. Memberikan hentakan-hentakan yang menghujam seakan sampai ke bibir rahimnya.
"Ahhhh...ah...ah...." Nadine tak mampu menahan desahan demi desahan. Rasa ini begitu aneh untuk diungkapkan. Bagai merasakan kenikmatan yang telah menjalar bak aliran listrik ke seluruh bagian tubuhnya. Hanya dari suara lenguhan dan desahannya, yang kini mewakili apa yang sekarang dia rasakan.
Payudara Nadine yang mengkilap oleh keringat terpental-pental naik turun ketika hujaman penis Denny semakin keras menghentak kedalam liang vaginanya yang semakin basah membanjir akan cairan cinta.
Denny merendahkan wajahnya, melumat bibir Nadine yang tak hentinya mendesah. Pagutan dan pergumulan lidah langsung terjadi dengan panas ketika mulut Nadine langsung menyambutnya. Dirangkulkannya tangannya ke leher Denny, sambil terus berciuman. Sementara dibawah sana penis Denny bergerak lebih cepat dari sebelumnya.
"Ehmmmp...., ehmmmpp," erang Nadine tertahan bibir Denny yang menyumpal mulutnya. Dirasakannya badai orgasmenya yang kedua hampir segera datang bersamaan dengan semakin cepatnya Denny memompakan kejantanan miliknya.
Denny begitu semakin memburu menghujamkan penisnya ke dalam vagina Nadine. Sesuatu terasa segera meledak dari ujung kemaluannya. Begitupun Nadine, semakin dieratkan pelukan tangannya di leher Denny, seiring gerakan pinggul Denny yang semakin cepat.
Dan ketika tubuh Denny mulai menegang karena memuntahkah sesuatu dari lubang kejantannya, tubuh Nadine pun juga ikut mengejang. Menyemburkan cairan bening dari kewanitaannya. Sebuah titik puncak orgasme datang melanda mereka bersamaan.
Nadine menghisap lidah denny kuat-kuat. Dengan badan yang tersengal-sengal karena orgasme yang baru saja menerjang. Dadanya naik turun oleh sebab nafasnya yang terengah-engah. Seluruh tubuhnya lemas bagai kehilangan tulang-tulangnya sebagai penyangga.
Ciuman mereka terlepas, ketika Denny menegakkan badan dan mulai mencabut kejantanannya dari vagina Nadine. Mata Nadine yang tadinya telah hampir terpejam, kembali melotot ketika melihat batang kemaluan Denny tetap tegak menantang tanpa sedikitpun melemas.
"Gak mungkin," ucap Nadine didalam hati, melihat ukuran penis Denny yang sama sekali tak berkurang, bahkan setelah baru saja berejakulasi.
Malah sekarang Denny mulai membalik tubuh Nadine, hingga posisi Nadine kini jadi menungging. Tak menunggu lama, Denny kembali menempatkan ujung penisnya diantara selah bibir vagina Nadine.
"Den..., tunggu Den. Gue udah capek banget. Bukannya besok kita juga harus bangun.... Ahhh..." Belum sempat Nadine menyelesaikan kata-katanya, ketika tanpa aba-aba batang penis Denny sudah kembali melesak memasuki tubuhnya.
Denny memompa vagina Nadine dengan tempo cepat. Menyetubuhi gadis itu, dari arah belakang. Menanamkan penisnya dalam-dalam dikemaluan Nadine. Genjotan pinggulnya nampak semakin tak berirama.
"Oh..., ah ah ah...," suara desah Nadine menggema didalam tenda. Rasa panas kembali menjalari tubuhnya. Seiring semakin menggilanya gesekan-gesekan kemaluan Denny pada dinding dalam vaginanya yang kembali harus menampung batang besar milik Denny.
Suara kecipak terdengar seirama dengan setiap hentakan penis Denny di liang vagina Nadine. Tangan Denny memegang bokong Nadine yang padat dengan erat, sambil sesekali meremas bongkahan pantatnya. Sementara penisnya terus saja menghujam merangsek membelah lipatan kemaluan Nadine. Menggenjotnya tanpa jeda, seolah tanpa lelah.
Erangan dan lenguhan mereka seperti saling bersahutan. Denny merendahkan badannya, tangannya menggapai wajah Nadine, dan menolehkannya kesamping lalu melumat bibirnya tanpa menurunkan tempo genjotan penisnya.
Dilumatnya bibir itu dengan buas, lidahnya menjulur mengajak lidah Nadine bergumul. Mulut mereka tak lelah berpagut menukar ludah, dan saling hisap. Diantara suara kecipak bertemunya dua kemaluan dan desahan-desahan yang membaur menjadi satu, dalam sebuah alunan instrumen nafsu.
Sementara tangan kanannya merayapi payudara Nadine yang kini menggantung indah. Setelah dalam genggaman Denny kembali meremas-remas gundukan daging di dada Nadine yang tengah terguncang-gungcang, akibat sodokan penisnya dibawah sana sama sekali tanpa henti memompa vagina Nadine.
"Hah..., hah... Den..., aku..., udah..., mau... Keluar lagi," ucap Nadine. terpatah-patah.
"Ohh... Tahan sebentar....," jawab Denny lalu kembali membalikkan tubuh Nadine hingga terlentang. Direntangkannya lagi paha Nadine, lalu kembali Denny mengarahkan kepala penisnya di mulut vagina Nadine
"Bleesss..." Kembali batang kejantanan itu menelusup masuk menembus vagina Nadine. Kemaluan Nadine yang telah membanjir semakin memudahkan batang kejantanan Denny menelusup memasukinya.
Vagina gadis itu berdenyut menjepit batang penis Denny. Bagai memberikan remasan di kemaluannya, membuat Denny megap-megap merasakan kenikmatan yang kembali mulai mengumpul di ujung penisnya, dan sudah siap untuk dilepaskan.
Semakin cepat gerakan Denny memompakan kejantanannya, semakin liang kenikmatan milik Nadine terasa licin, karena lendir dari vaginanya yang membanjir. Menyebabkan setiap hentakan-hentakan penis Denny kedalam kemaluan Nadine sudah seperti tanpa terhalang.
Denny merebahkan tubuhnya ke atas tubuh Nadine, diciumi seluruh wajah gadis cantik itu. Genjotannya semakin cepat dan lebih cepat lagi, seperti sudah tanpa tempo yang beraturan. Seakan persetubuhan ini akan kembali mencapai puncaknya.
"ahh... Den...aku...keluar...." lolong Nadine sambil tubuhnya kembali bergetar hebat. Matanya memejam sambil ia menggigit bibir bawahnya. Tubuhnya limbung seperti kehilangan beban. Sebuah gelombang kenikmatan seakan menenggelamkannya kedasar ruang hampa.
Sampai beberapa tarikan nafas kemudian rohnya seperti baru kembali memasuki raga jasmaninya. Ia merasa tubuhnya seperti tiada tenaga lagi. Bahkan dadanya tersengal-sengal, hanya untuk sekedar menarik nafas.
Namun dibawah sana batang kejantanan Denny masih terus memompa vaginanya dengan cepat. Suara dengusan-dengusan yang Denny keluarkan seperti mengisyaratkan, jika tak lama lagi dia juga akan segera mencapai puncak kenikmatan.
"Ohh., ohh..., aaaahhh....," suara Denny mengerang ketika sesuatu serasa mendobrak ujung kemaluannya untuk minta segera dikeluarkan.
Dan benar saja. Tak lama kemudian tubuh Denny menegang, lalu kemudian mengejang. Kejantanannya terasa berkedut dalam vagina Nadine. Lalu semakin ditancapkannya penisnya dalam-dalam di liang senggama Nadine, dengan gerakan mengejang.
Didalam sana, ujung kemaluan Denny menghamburkan muatannya ke dalam vagina Nadine yang seperti tak sanggup lagi menampung banyaknya cairan yang penis Denny semprotkan. Membuat cairan itu telah meleleh keluar dari sela vagina Nadine, meski batang kejantanan Denny belum dicabut dari sana.
Beberapa kali semburan lendir dari ujung kenjantanan Denny memancar, memenuhi setiap rongga dalam vagina Nadine. Mata Denny terpejam meresapi rasa nikmat yang kini tengah menjalar di seluruh tubuhnya. Menggulungnya dalam sebuah kenikmatan tak terkira, bersamaaan dengan semprotan-semprotan sperma yang keluar dari ujung penisnya.
Dicabutnya batang kemaluan yang masih berdiri itu dari kemaluan Nadine, sisa-sisa sperma terlihat masih menetes dari ujungnya. Dilihatnya tubuh wanita cantik dihadapannya, yang telah tergolek tak berdaya setelah beberapa kali dilanda orgasme bertubi-tubi. Segurat senyuman aneh tersungging dari bibir Denny.
"Den..." Nadine tak mampu lagi meneruskan perkataannya., tertelan deru nafasnya yang seakan berkejaran. Diantara pandangan matanya yang mulai samar, ia masih melihat kejantanan Denny yang tetap tegak menantang.
Nadine tak sanggup lagi menahan matanya untuk tak terpejam. Seluruh tubuhnya kini seakan luruh tanpa daya. Sebelum kemudian rasa kantuk dan lelah menelan sejumput kesadarannya yang masih bertahan, dilihatnya Denny mendekat dan kembali merentangkan kedua pahanya.
~ ¤ ¤ ¤ ~
Nadine terbangun ketika sepoi-sepoi angin pegunungan menerpa wajahnya. Matanya perlahan terbuka bersama kesadaraannya yang telah mengumpul sempurna. Mata bundarnya mengitar memandang sekitar. Keningnya mengerut.
Dan ketika mulai menyadari apa yang telah terjadi, lagi-lagi kembali seperti membuat jantungnya serasa berhenti. Rasa terkejutnya seolah menyesaki dada, membuat dirinya menjadi gelagapan seketika. Ketika mendapati keadaannya kini.
Dia mendapati saat ini dirinya tengah tergolek bersandarkan sebuah pohon besar dengan tubuh yang masih telanjang bulat. Pakaian miliknya tampak berserakan disampingnya. Dipandangnya sekali lagi sekelilinya untuk memastikan penglihatan dan otaknya masih waras. Tak ada tenda, tak ada bekas api unggun, dan tak ada.... Denny.
Nafas nadine berhembus dengan cepat. Ingin sekali rasanya Nadine segera terbangun dari tidur ini, berharap ini semua hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir. Dan ketika terbangun nanti mendapati dirinya tengah berada di dalam tenda di Cikasur bersama Vicky dan Denny. Namun bagai sebuah pil pahit besar yang harus dia telan bulat-bulat, ketika menyadari ini semua adalah sebuah kenyataan.
Dia segera bergegas cepat-cepat mengenakan kembali pakaiannya. Lalu berteriak memanggil-manggil nama Denny, berharap Denny hanya pergi sebentar untuk sekedar mencari makanan. Tapi setelah cukup lama Nadine menunggu, tak juga Denny kembali atau memberikan sahutan. Dia mulai berkeliling disekitar tempatnya kini berada, tapi tak ada seorangpun yang ia temukan. Nadine mulai mengambil kesimpulan. Dia telah ditinggalkan. Tapi kenapa?
Nadine mulai melangkahkan kaki, beranjak meninggalkan tempat itu. Matanya tajam memandang mengorientasi medan sekitar. Entah hanya perasaannya atau bukan, ketika dia kembali merasa tidak berada dihutan yang sama.
Hutan lumut tempatnya berada sekarang memang terlihat begitu rimbun dan lebat. Tapi tak sepurba dan segelap hutan seperti tempat kemarin ia disana. Saat ini pun juga mulai terdengar riuh kicauan burung-burung hutan setelah sebelumnya mereka bagai membisu tanpa suara.
"DENNNYYY........ DENNNYYY....TOLOOONGG..." teriak Nadine menggema dikejauhan, tapi tak ada jawaban dari siapapun disana.
Mendung hitam nampak bergelayut melayang di angkasa. Membuat jantung Nadine semakin berdebar dan tengkuknya meremang ketika seorang diri dia kembali harus menembus lebatnya hutan. Hatinya berharap jangan lagi turun hujan, karena dirinya sudah sangat lelah dan kepayahan. Dan tentu akan sangat sulit bertahan survival di tengah hujan dengan kondisinya yang seperti sekarang.
Bersama rasa lelah, haus dan lapar, langkah Nadine terus menapak tertatih-tatih menerabas perdu dan semak yang tumbuh didalam hutan. Beberapa bagian kulit tangannya telah tampak memerah dan terasa panas akibat bergesekan dengan daun j*nc*kan. Sejenis tumbuhan perdu beracun, yang tumbuh di hutan Argopuro. Namun semua itu tak ia perdulikan atau rasakan, tubuhnya sudah terlalu lelah dan putus asa untuk mengurusi itu semua.
Selang setelah lama berjalan, Nadine merasa tubuhnya tak akan mampu bertahan lagi. Rasa letih yang ia rasakan seperti telah mencapai puncaknya. Tubuhnya ia rebahkan bersandar pada sebuah pohon besar. Tenaganya habis terkuras. Rasa lapar, haus , lelah serta tak kunjungnya ia menemukan jalan keluar membuatnya menyerah. Ia merasa memang telah waktunya umurnya akan berhenti sampai disini.
Nadine tak pernah menyesali perjalanan ini. Bagaimanapun berpetualang di alam bebas adalah kegiatan yang sangat ia nikmati. Bahkan jika ia harus terhenti sampai disini, paling tidak dia telah berusaha. Ribuan manusia telah mati di gunung, dan jika ia akan menjadi salah satunya, ia rela. Tak ada yang buruk dengan mati dalam dekapan alam bebas ini. Mungkin rohnya akan menyatu abadi bersama keindahan Argopuro.
Satu-satunya yang ia sesalkan, ia tak sempat mengucapkan selamat tinggal pada orang -orang yang ia sayang. Keluarga, teman-temannya.
Nadine memejamkan mata, lalu satu-persatu wajah orang-orang yang ia sayang melintas didalam kepalanya.
Membayangkan keluarganya yang bersedih akan hilangnya dirinya. Membayangkan tangis ibunya, ketika mungkin suatu hari nanti dia akhirnya ditemukan namun telah menjadi jasad. Tanpa terasa air mata mengalir membasahi pipinya.
Nadine membuka mata, disekanya air bening yang merembes dari ujung matanya. Ditariknya nafas dalam-dalam untuk membuat dirinya tenang. Matanya jauh memandang ke depan, ketika disela rimbun pohon yang berjajar, jauh didepan, dia melihat sebuah harapan.
Nadine kembali beranjak bangun. Dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada dia mulai berjalan dengan terpincang, karena kakinya yang semakin terasa nyeri sekali. Jauh didepan, meski belum jelas karena masih tertutup rimbun hutan, namun dibalik sana dia melihat air. Air yang sangat melimpah. Dan kali ini dia berharap semoga itu semua bukan fatamorgana
Semakin dekat nampak semakin jelas. Ternyata matanya tak salah melihat. Yang ada di depannya benar-benar air yang melimpah. Tepatnya sebuah danau.
Namun untuk sampai kesana ternyata tak semudah yang dibayangkan. Apalagi dengan kondisi tubuhnya sekarang. Nadine harus menuruni tanah miring nan cukup curam yang ada didepannya. Tak ada jalan lain atau memutar, mau tak mau medan ini harus ia lewati. Ia dipaksa berjudi dengan sebuah kesempatan terakhir.
Dengan perlahan Nadine menuruni tanah miring itu. Sambil berpegangan pada tumbuhan yang ada disekitarnya, kakinya menapak mencari pijakan yang pas, agar tak berakhir dengan terguling seperti beberapa waktu yang lalu.
Hati-hati Nadine bergerak centi demi centi sambil menahan nyeri dikaki yang ia jadikan tumpuan. Tubuhnya yang semakin lemas, membuat tangannya kian lemah mencengkeram pegangan, dan lututnya kian bergetar hampir tak kuat menahan beban.
Tinggal beberapa meter lagi dia akan sampai dibawah. Sekuat tenaga Nadine memaksa tubuhnya agar tetap bertahan. Namun suatu ketika kaki Nadine salah menginjak kontur tanah yang tidak stabil. Membuat tubuhnya terperosok dan kembali harus jatuh terguling sampai dasar.
Beruntung ia terjatuh dari tempat yang sudah tidak terlalu tinggi. Membuatnya tidak mendapat tambahan cidera di tubuhnya. Dengan energi tersisa Nadine berusaha kembali bangkit. Dan setelah berdiri sempurna, akhirnya ia mendapati dirinya kini telah sampai berada di tepi sebuah perairan. Sebuah danau luas dengan airnya yang meruap-ruap. Sebuah danau dengan nama Danau Taman Hidup.
~ ¤ ¤ ¤ ~
Beberapa waktu sebelumnya....
Sementara itu beberapa orang berseragam orange, yang tak lain adalah jajaran Tim SAR dan beberapa pemuda dari komunitas pencinta alam serta warga sekitar, tampak tengah ramai menyisir setiap sisi sudut Argopuro.
Sudah enam hari berlalu sejak pencarian dilakukan atas kasus hilangnya seorang artis nasional di kawasan Gunung Argopuro saat melakukan pendakian. Segala hal telah dilakukan, pencarian dari darat bahkan dari udara pun telah dilaksanakan.
Rombongan wartawan dari berbagai Stasiun TV dan media cetak nampak menyemut di sekitar Basecamp pendakian Baderan dan Bremi. Mereka sibuk hilir mudik mencari perkembangan info terbaru atas hilangnya artis dan presenter cantik Nadine Chandrawinata.
Diantara rombongan para tim SAR dan relawan yang menyusur Argopuro, tampak pula disana kerabat serta beberapa rekan Nadine sesama host My Trip My Adventure. David John Schaap, Vicky Nitinegoro, Dion Wiyoko, Hamish Daud, kembar Marcel - Mischa dan beberapa beberapa teman lainnya yang juga turut ikut melakukan pencarian.
Fokus pencarian mereka hari ini adalah penyusuran ulang disekitar Danau Taman hidup. Meskipun area itu sudah pernah disisir dan berada sangat jauh dari tempat korban terakhir kali terlihat. Namun mereka mengantisipasi area yang mungkin terlewatkan saat proses pencarian sebelumnya.
Tak ayal, Danau Taman Hidup yang setiap harinya selalu hening dan senyap, akhir-akhir ini menjadi lebih riuh dari biasanya ketika puluhan orang tumpah ruah disana.
Sampai sore akhirnya datang, dan para relawan satu persatu mulai kembali ke tenda-tenda dan camp darurat yang mereka dirikan di tepi danau. Mengakhiri pencarian dihari yang sepanjang siang berselimut mendung itu, kembali mendapat hasil mengecewakan.
Tak ada sedikitpun petunjuk ditemukan tentang dimana keberadaan Nadine sekarang. Rasa lelah dan pesimis mulai menghinggapi perasaan para tim pencari. Hampir semua tempat telah disisir oleh para SAR dan relawan yang berjumlah lebih dari seratus orang yang tersebar diseluruh penjuru Argopuro. Namun Nadine Chandrawinata yang menjadi target pencarian seolah hilang tak berbekas bak ditelan bumi.
Tak terkecuali oleh mereka, teman-teman seprofesi Nadine yang ikut serta dalam proses pencarian itu. Mereka yang selalu menunggu dengan setia kabar baik yang diharap akan segera datang. Namun kian waktu berlalu dan hari berganti, hanya cemas dan rasa khawatir yang semakin hari semakin menjadi. Mengingat akan nasib dan keselamatan rekannya itu, mengingat sampai detik ini Nadine belum kunjung diketahui rimbanya.
Di depan sebuah tenda berwarna biru tua, seorang pria tengah berdiri tegap menatap kosong, tenangnya air danau didepan sana. Sesekali pandangannya juga jauh menerawang ke arah rimbunnya hutan di ujung danau seberang. Jauh di dalam, hatinya selalu bertanya, "lo dimana Nad?"
Dari raut wajahnya tergambar jelas dirinya sangat terpukul atas kejadian hilangnya Nadine. Pikirannya berkecamuk, antara rasa sesal, sedih, bodoh, dan sebuah pengharapan yang dia pertahankan agar tak segera padam.
"Jangan terlalu berlebihan, ini bukan salah lo," sapa salah seorang temannya yang baru saja keluar dari tenda.
"Entahlah, gue cuma ngrasa kalau sampai hal buruk sampai terjadi sama dia, mungkin akan jadi penyesalan sepanjang hidup gue."
"Kita tahu gimana Nadine. Doi cewek yang kuat, gue yakin doi bisa bertahan disana."
"Udah hampir seminggu Yon, Nadine hilang. Dan selama itu pula belum ada tanda-tanda sedikitpun tentang keberadaannya."
"Bukan cuma lo men, Kita semua khawatir padanya. Kita semua teman sekaligus keluarga disini. Dan apapun yang akan terjadi kita semua ada buat lo dan Nadine, jadi please berhenti salahin diri lo terus. Kita hadapi ini sama-sama."
Pria itu kini hanya diam. Tenggelam dalam kalutnya pikiran dan sebuah beban bernama tanggung jawab. Ucapan temannya tadi benar. Nadine adalah wanita kuat. Dia adalah orang yang paling bersemangat ketika melakukan perjalanan dan petualangan. Namun bertahan di hutan hampir seminggu tanpa bekal dan peralatan, adalah hal yang akan sangat sulit dilakukan, bahkan oleh seorang profesional. Memikirkan hal itu membuat dadanya kian sesak. Hingga tak lama kakinya mulai melangkah beranjak dari tempat berdirinya sekarang.
"Mau ke mana lo?"
"Jalan-jalan bentar, cari angin."
"Hari udah sore, lagian kabut juga udah mulai turun."
"Gue gak akan apa-apa, lagian juga cuma bentar, gue janji balik sebelum malam."
"Yaudah. Tapi hati-hati sob."
Pria itu mulai berjalan menjauhi keramaian camp darurat yang sengaja didirikan di pinggir danau untuk digunakan sementara para relawan tinggal. Selangkah demi selangkah kakinya menyusuri tepian danau, sekedar mencari tempat menyendiri untuk menenangkan diri.
Bersama putih kabut yang mulai turun menyelimuti Taman Hidup, semakin menciptakan suasana sekitar terasa dipenuhi mistis dan samar. Namun semua itu tak pernah ia hiraukan. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah sedikit ketenangan.
Hingga tak terasa perjalanannya sudah cukup jauh dari area perkemahan. Tepatnya sekarang dia berada di ujung Taman Hidup, disisi seberang perkemahan. Tak ada rasa takut sedikitpun dihatinya, meskipun hari akan segera beranjak gelap dan kini dia sedang dikelilingi hutan berkabut yang menyimpan rapat banyak rahasia. Kakinya terus melangkah.
Sampai akhirnya, tiba-tiba langkahnya terhenti. Fokus pandangannya ia tajamkan, suatu objek telah mengusik perhatiannya. Tampak samar-samar dikejauhan sana, meski tak terlalu jelas karena kabut yang mulai menebal. Namun indera penglihatannya meyakinkan, ia melihat sebuah sosok bayangan diantara putih halimun yang memenuhi udara.
Matanya menangkap bayangan seseorang yang nampak tengah berjalan terseok-seok dipinggir danau. Terlihat dari jauh, langkah orang itu terlihat tak beraturan, bahkan sesekali terlihat tubuhnya ambruk ketanah, sebelum kembali bangkit dan berjalan.
Dengan kewaspadaan yang dia tingkatkan, fokus lelaki itu semakin ia tajamkan, mengawasi dengan seksama sebuah bayangan yang bergerak dalam kabut temaram. Bersiap dengan bahaya yang mungkin setiap saat datang. Apalagi disaat seperti sekarang. Ketika malam akan segera menjelang.
Namun mendadak mata lelaki itu terbelalak. Bahkan degub jantungnya berdetak lebih cepat, saat objek yang dia awasi sedari tadi bergerak semakin dekat. Bak tersambar petir disore hari ketika menyadari sosok yang dia perhatikan berada jauh didepannya, ternyata adalah seseorang yang dia kenal. Sangat dia kenal.
Dia adalah Nadine Chandrawinata. Gadis cantik yang telah enam hari menghilang. Seseorang yang hampir seminggu ini selalu dia cari. Juga artis yang belakangan menggemparkan jagad pertelevisian nasional, ketika diberitakan hilang dalam sebuah pendakian.
Tak menunggu waktu, secepat kilat pria itu segera melompat berlari menghampiri sosok disana yang terlihat mulai kepayahan melangkah.
"Nad, Nadine... Lo gak apa-apa, lo kemana aja Nad?" ucap pria itu setelah sampai didepan seorang gadis yang kini terlihat sangat kacau.
Melihat pria yang ada dihadapannya, gadis itu belum bisa berkata apa-apa. Bahkan langkahnya kembali limbung dan hampir kembali jatuh ketanah. Namun dengan sigap pria itu segera menangkap tubuh gadis itu dalam pelukannya sebelum tubuhnya kembali ambruk. Dan baru setelah itu, tiba-tiba tangis dari gadis itu pecah dalam pelukan Denny Sumargo.
"Huu...huu... Den, napa lo ninggalin gue, Napa lo ninggalin gue Den huuu..." ucap Nadine disela isak tangisnya.
"Maafin gue Nad, maafin gue gak bisa jagain lo," jawab Denny, sambil memeluk Nadine lebih erat untuk lebih memberikan rasa aman. Dia tahu sahabatnya itu baru saja mengalami hari yang sangat berat.
"Huu... Napa lo ninggalin gue Den..." kembali Nadine mengulangi kata-katanya.
"Iya Nad, gue salah, harusnya hari itu gue gak ngijinin lo buat keliling motret sendirian, tapi sekarang lo udah aman Nad, gue janji akan segera bawa pulang lo secepatnya," Denny mencoba menenangkan Nadine.
Tangis Nadine tak berhenti, bahkan air matanya semakin deras mengalir dalam dekapan Denny. Tubuhnya berguncang-guncang, tersedu dalam dekapan sahabatnya.
"Lo jahat Den, lo jahat... Napa tadi pagi lo tinggalin gue sendirian di hutan. Gue takut Den, Gue takut, huhuu.."
"Maksud lo tadi pagi gimana Nad, hampir seminggu ini gue sama Vicky dan teman-teman lain panik nyariin lo yang kaya hilang ditelan bumi."
"Jangan bohong Den, gue baru kepisah sama kalian kemarin pagi. Dan kemarin sore, gue juga udah ketemu lo lagi. Bahkan tadi malam kita bersama. Tapi tadi pagi lo udah ninggalin gue lagi," sambil terisak Nadine memberondong Denny dengan kata-kata yang justru membuat Denny semakin bingung tak mengerti.
"Lo ngomong apa Nad? Gue gak paham apa yang lo maksud. Gue udah gak ketemu lo lagi sejak di Cikasur sampai saat ini. Dan... Nad, lo hilang udah enam hari. Dan selama itu pula gue, Vicky, Dion, David, Marcel, Mischa, BASARNAS, dan relawan lainnya gak berhenti buat nyariin lo di gunung ini."
"Gue baru terpisah sama kalian kemarin...!"
"Naddd...."
"Lo bohong Den, lo jahat.." Segala penjelasan Denny malah membuat kepala Nadine berputar. Tampak tak ada kebohongan dalam nada ucapan Denny. Namun hal itulah yang justru membuat Nadine diterpa ribuan tanda tanya.
Belum lupa dalam ingatan Nadine ketika semalaman mereka bergumul merengkuh kenikmatan bersama. Masih terasa pula bagaimana bernafsunya Denny ketika mencumbu setiap bagian tubuh dan menggaulinya. Bahkan tak bisa dipungkiri Nadine, semalam adalah pengalaman seksualnya yang paling luar biasa. Dan Nadine yakin semua itu bukanlah sekedar imajinasinya.
Namun semua kenangan semalam seolah buyar, ketika senja ini dia kembali bertemu dengan Denny. Namun dengan sebuah pernyataan dan kenyataan yang seakan sulit ia terima. Tapi dari semua pengalamannya, dia meyakini bahwa Denny adalah seorang teman yang sangat bisa dipercaya. Termasuk saat ini. Meskipun sulit tapi entah kenapa dia percaya pada semua ucapan Denny. Membuat sebuah tanda tanya besar menggantung diatas kepalanya. Siapa yang semalam bersamanya?
"Udah Nad, gue tau lo baru saja mengalami hari-hari berat. Gue memahami keadaan lo sekarang. Perasaan lo masih belum stabil. Sekarang gue akan bawa lo pulang, perjalanan kita sudah selesai," Denny mencium kening Nadine, sambil semakin membenamkan Nadine dalam pelukannya.
"Bawa gue pulang Den, gue udah capek," Nadine berkata lirih.
"Gue janji."
Sebuah kelegaan yang dalam membuncah didalam hati Denny. Bagai sebuah bendungan yang dibuka, ketika tumpukan rasa resahnya yang menggunung kini telah sirna. Mendapati sahabatnya kembali dalam keadaan baik-baik saja. Sampai tak lama berselang sebuah suara terdengar dari arah belakang mereka.
"Mas, mas Denny gak apa-apa? Kita dimintai tolong sama teman mas buat nyusulin mas, yang katanya udah lama pergi belum balik-balik?" Sapa sebuah suara yang ternyata adalah beberapa relawan yang sengaja menyusul Denny kesini.
"Saya gak apa-apa pak, pak tolong ini teman saya sudah ketemu pak," balas Denny pada rombongan itu.
"Wah, jadi ini temannya sudah ketemu mas, ketemu dimana? Sebentar, saya menghubungi teman-teman di camp dulu mas," orang-orang dalam rombongan itu nampak terkejut. Salah seorang diantaranya sedikit menjauh dan menghubungi teman-temannya di camp darurat dari sebuah walky talky.
Tempat camp dimana tim SAR, relawan, dan para teman-teman Nadine saat ini beristirahat mendadak gempar, ketika datang berita yang mengatakan Nadine Chandrawinata telah ditemukan dengan selamat. Tanpa dikomando hampir seluruh anggota tim pencari disana segera bersiap menuju tempat dimana diinfokan Nadine ditemukan. Tak ayal puluhan manusia kembali bergerak menyusuri tepian Danau Taman hidup, menembus dinginnya kabut senja yang mulai pekat.
Pun demikian di Basecamp induk Baderan dan Bremi. Suasana riuh dari petugas, warga, atau wartawan, juga terlihat ketika kabar ditemukannya Nadine menyebar dengan cepat dan telah sampai disana. Puluhan wartawan semakin antusias mendengar kabar yang baru saja tiba. Mereka seakan ingin berlomba menjadi yang pertama menyiarkan berita telah ditemukannya artis Nadine Chandrawinata.
Kembali ke kawasan Danau Taman hidup. Ditengah perjalanan, para tim evakuasi dari camp darurat ternyata sudah bertemu dengan rombongan yang berhasil menemukan Nadine sebelumnya. Yang ternyata perlahan-lahan mereka juga sudah bergerak kembali menuju camp darurat. Terlihat disana Denny yang sedang menggendong Nadine di punggungnya, dan beberapa relawan yang tadi menyusul Denny ke tempat dimana Nadine ditemukan.
Suasana suka cita dan haru begitu terasa disana. Beberapa rekan dan keluarga segera menyapa Nadine, untuk memastikan keadaannya. Nadine yang telah tampak letih dan lemas hanya mampu menanggapi setiap sapa yang datang padanya dengan sepatah dua patah kata, dan sebuah senyuman.
Dari sana tim SAR mulai mengambil alih proses evakuasi korban. Nadine segera dipindahkan ke sebuah tandu untuk segera dievakuasi secepatnya ke tempat aman, dan dilanjutkan ke Rumah Sakit terdekat malam itu juga.
Sementara itu, bersama riuh manusia yang menyambut dengan lega atas ditemukannya Nadine Candrawinata dengan selamat. Yang dalam beberapa hari belakangan ini membuat banyak orang berharap-harap cemas. Tak ada seorangpun yang menyadari jika sedari tadi sepasang mata sedang mengawasi.
Diantara rimbun dan gelapnya hutan disenja nan mendung itu, sesosok makhluk hitam tinggi besar dan berbulu lebat sedang bertengger disebuah dahan pohon yang tertutup lebatnya dedaunan. Mata merahnya yang besar tajam mengawasi iring-iringan rombongan yang mulai meninggalkan kawasan Danau Taman Hidup.
Sedangkan mulutnya yang dipenuhi gigi-gigi panjang tak beraturan nampak tersenyum, mengingat segala ulahnya yang telah berhasil "berbuat" dan menanamkan "sesuatu" pada seorang anak manusia yang cantik jelita. Sebuah kenang-kenangan yang tentunya tidak akan mudah gadis itu lupakan.
Angin berdesir lirih menyapu ujung-ujung dedaunan, menimbulkan suara gemerisik nyanyian hutan. Seiring langkah-langkah para manusia yang berjalan semakin jauh menuju kembali ke keramaian peradaban. Menyisakan suatu cerita tak terlupakan dimedan pendakian terpanjang.
Argopuro kini sunyi kembali.
~ ¤ ¤ ¤ ~
Satu bulan kemudian
Panas terasa begitu menyengat ketika terik surya bagai membakar seisi Ibu Kota disiang hari yang sibuk itu. Lalu lalang berbagai jenis kendaraan, padat memenuhi setiap sudut jalanannya, disela suara bising klakson dan kepulan asap knalpot yang menjejali udara.
Langkah-langkah manusia nampak selalu buru-buru, seakan tengah berlomba dengan waktu. Bagai tiada lagi hari esok ketika roda masa tengah berputar ditengah hiruk pikuknya belantara Ibu kota.
Disebuah kedai minuman disekitar sudut kota. Sepasang pria dan wanita nampak tengah serius berbincang disana. Dengan serius si wanita sedang menceritakan sesuatu hal dengan mimik muka yang tegang. Seakan ingin menegaskan segala hal yang diucapkannya adalah benar adanya.
Sedangkan sang lelaki juga terlihat begitu antusias mendengarkan. Sambil sesekali bibirnya menghisap sedotan dari cup Cappucino dingin yang tersaji diatas meja yang terletak didepannya.
"Lo waktu itu gak lagi berhalusinasi kan Nad?"
"Den, gue serius ngalamin hal itu. Sore itu gue bener-bener ketemu seseorang yang mirip banget sama lo."
"Tapi itu gak mungkin Nad. Waktu itu gue dan kawan-kawan hampir seminggu lagi sibuk nyariin lo. Selepas pagi di Cikasur, gue udah gak pernah ketemu lo lagi."
"Gue tahu Den, gue juga ngerasa ada sesuatu yang lain dari sifat lo yang biasanya gue temui waktu itu. Maka dari itu Den, gue sengaja ngajak lo ketemu disini sekarang, karena lo salah satu temen yang bisa gue percaya," ucap wanita itu pelan, sambil mengalihkan pandangannya keluar kaca. Menatap ramainya kendaraan yang berlalu lalang di jalanan.
"Gue percaya kok Nad sama elo, gue hargain itu," pria itu menanggapi, sambil memegang dagu si wanita agar menatapnya. Namun si wanita malah menundukkan kebawah kepalanya.
"Malam itu gue juga udah 'nglakuin' sama orang itu Den."
"Maksud lo...?" Pria itu bertanya arti dari ucapan wanita dihadapannya.
"Gue udah tidur sama dia," jawabnya pelan. Sesuatu yang menyesakkan seolah tengah memenuhi dadanya.
Lelaki itu menghirup nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Mendengar kata demi kata pengakuan dari sahabatnya yang semakin terdengar aneh dalam nalarnya. Namun dia tetap berusaha bijak menanggapi setiap ucapan dari sahabatnya itu, agar segera bangkit dari trauma dan kembali bersemangat seperti sedia kala.
"Nad, semua udah berlalu, lupain segala sesuatu yang menurut lo emang pantas buat dilupain. Lo harus bangkit. Semua kenangan tentang pengalaman buruk itu harus lo tinggalin. Sekarang semua sudah berakhir," tegas lelaki itu berkata.
"Belum Den, semua belum berakhir." Wanita itu memberanikan diri menatap mata lelaki di hadapannya.
"Maksud lo apa Nad...?"
"Den...," ada jeda cukup lama sebelum wanita itu mengucapkan kalimat selanjutnya. Terlihat dia menarik nafas panjang. Mengumpulkan segenap keyakinan, sebelum bibirnya kembali berucap, "gue hamil."
<* * * T A M A T * * *>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar