Rabu, 06 Januari 2016

Cerita Dewasa Artis Gita Sinaga 2

Aku berhasil mendapatkan izin memakai apartemennya. Kami berangkat menuju tempat sauna milik teman Gita. Sepanjang perjalanan, Gita nampak riang.
"Kamu kayaknya seneng banget, Gita."
"Karena ada kamu mungkin. Jadinya aku seneng banget."
"Aku juga seneng bisa deket ma kamu."
"Deket? Kita intim tau."
"Iya, Gita sayang."
Ia menyandarkan kepalanya di pundakku. Memberikan rasa nyaman kepada dirinya dan diriku juga.
"Oiya, Grha. Saunanya berapa lama?"
"1 jam cukup mungkin."
Gita melihat ponselnya.
"Bisa sih, tapi setelah itu, aku ada pemotretan sampai malam. Gimana?"
"Ya gak apa - apa. Kamu kan seorang public figure."
"Temenin aku pemotretan donk, ya?"
"Kalo orang - orang curiga?"
"Ah gampang itu. Pokoknya aku mau ditemenin. Kalo gak, aku ngambek."
"Iya iya, Gita." Kataku membelai rambutnya.
"Yeeeyyy....asyiiikkk."
Kami sampai di tempat sauna. Setelah menyelesaikan administrasi, kami mengganti pakaian dengan handuk. Kulihat dirinya seperti kemarin malam.
"Emang boleh dalam satu ruangan?"
"Boleh donk. Kan aku sudah bilang sama temanku." Katanya sambil menggamitku seperti pacarnya sendiri.
Kami masuk di ruangan yang disewa. Ruangan itu nampak sederhana dengan pemanas ruangan yang berada di tengah ruangan. Seluruh ruangan dibalut dengan material kayu berwarna natural. Kami duduk berdua di ruangan tersebut. Tidak lama, badan kami berkeringat karena suhu ruangan yang memanas.
"Boleh bertanya sesuatu, Gita?"
"Tanya aja."
"Kamu udah berapa kali pacaran?"
"Kayak infotainment aja kamunya."
"Ya, maaf. Gak perlu dijawab juga."
"Sudah enam kali aku pacaran, dan enam kali juga aku putus. Tapi, sekarang itu gak penting karena ada kamu?"
"Maksudnya?"
"Ih..jadi cowok koq gak perhatian banget. Aku tuh suka sama kamu."
"Aku cuma cowok biasa, Gita. Gak ada yang bisa dibanggain. Memang kerjaanku di bidang keuangan sebuah perusahaan. Tetapi, hal itu bukan menjadi nilai tambah. Apalagi kamu, seorang artis terkenal. Pasti lebih banyak orang yang pantas untuk kamu."
"Ada yang bisa dibanggain dari kamu. Kebaikan hati kamu dan burung kamu. Apalagi, burung kamu itu lumayan banget buat aku. Eh, bukan lumayan lagi tapi ampun banget. Aku butuh banget burung kamu."
Ia dengan cepat mendekat dan membuka handuk yang kupakai.
"Hehehehe....masih tidur ya."
"Panas sih. Makanya lemes."
"Kira - kira, keringetnya harus dikeluarin sebanyak apa?"
"Kurang tahu sih. Mungkin lebih banyak, lebih baik."
"Kamu duduk disini. Aku punya sesuatu buat kamu."
Ia berdiri di hadapanku.
"Mau liat aku nari erotis gak?"
"Boleh kalo bisa."
"Bisa, tapi kamu gak boleh pake handuk. Aku pengen liat burung kamu jadi tegang."
Ia mencium pipiku dan mulai menari. Meski tanpa musik, ia menggerakkan tubuhnya yang terbalut handuk. Ia menatapku dengan tatapan nakal dan menggoda. Gestur tubuhnya menambah pesonanya menari. Perlahan ia menanggalkan handuknya dan telanjang. Meski aku sudah pernah melihatnya telanjang, namun hal itu tetap menggodaku.
"Burungnya udah bangun." Bisiknya kepadaku sambil mencium telingaku.
Ia memainkan dadanya yang cukup berisi. Aku menelan ludahku sendiri melihatnya. Ia memilin dan memuntir puting payudara.
"Uuuccchhh.....aaacchhh.....eehehhmmmmm.....mmmhhh hh..."
Tangannya menjelajah memeknya yang bersih. Ia memasukkan jarinya secara brutal hingga ia duduk disampingku menunjukkan memeknya di dekatku.
"Oooooccchhhh.......eemmmmhhh.....yyyeeeaaahhhh... ....uuuuuuhhhhhh.......saaaahhhhhh.........ssssssh hhhhh..."
Kontolku menegang keras. Ia tetap memainkan memeknya sampai ia menjerit kenikmatan.
"Aaaaaaakkkhhhhhh......."
Cairan nikmat itu menyemprot keras mukaku hingga mataku pedih. Gita panik.
"Grha, maafin aku."
"Gak apa - apa. Aku malah bahagia kamu semprot."
Ia tersenyum kepadaku. Ia menunggingkan pantatnya.
"Giliran kamu sekarang semprotin aku."
Kurangsang lubang pantatnya agar menerima kontolku. Setelah cukup, aku memasukkannya. Tidak seperti yang pertama kali, kali ini ia lebih menerima kontolku.
"Anget......burung....kamu."
Ia menggigit bibir bawahnya menahan kenikmatan tiada terkira. Aku melakukannya perlahan - lahan.
"Kalo...gini....makin....banyak...keringetnya. ..." Kata Gita.
Aku meremas payudaranya yang menggantung bebas dengan kedua tanganku. Tidak kubiarkan itu sia - sia.
Pantat Gita semakin menekan kontolku yang tetap beringas di dalamnya. Aku mempercepat gerakanku. Gita pun semakin menekan kontolku.
"Git, aku udah gak tahan."
"Keluarin aja. Aku jepit burung kamu nih....eeennnggghhh."
"Aaaaakkkhhh........"
Seketika gerakanku terhenti. Gita menekan kontolku kencang hingga aku memuntahkan pejuhku di dalamnya.
"Gita.....kamu......kuat.....banget.....aku....sam pe.....gak.....kuat."
"Ah ah ah ah ah ah......punya kamu juga bikin aku melayang....ah ah ah ah."
Aku menunggu hingga kontol sedia kala dan keluar dengan sendirinya. Gita masih sedikit menungging. Seperti tertembak tepat di pantatnya, ia tidak bergerak. Timer menunjukkan 5 menit lagi. Kami beristirahat memulihkan diri.
Kami keluar dari sauna dengan perasaan nyaman dan senang.
"Aku seneng banget tadi. Keluar keringetnya banyak. Tubuh aku berasa enteng."
"Udah kerasa 'kan? Apalagi kalo ditambahin olah raganya."
"Olahraganya itu aja yang kaya tadi. Keluar keringet banyak juga."
"Emang tadi itu olahraga ya? Koq aku gak capek ya?"
"Bilang aja kamu pengen lagi."
Kami saling menertawakan diri. Aku mengantarnya menuju sebuah kawasan di Mega Kuningan. Pemotretannya berkonsep Office Beauty. Aku memosisikan diriku sebagai teman yang mengantarnya. Aku menghabiskan waktuku di ruang tunggu karyawan dan supir. Hal yang menyenangkan ketika aku bisa mengenal mereka secara langsung. Tanpa ada drama palsu dan kalangan lebih terbuka. Aku sendiri tidak mendapat akses untuk melihat Gita menjalani pemotretan.
Tak aku sangka, waktu menunjukkan pukul 7 malam. Ditemani kopi indokafe, aku sabar menunggu di mobil karena kantin telah tutup tadi.
Sebuah pesan singkat masuk ke ponselku dari Gita
"Pulang yuk. Udah selesai akunya."
Aku keluar dari parkiran dan menjemputnya.
"Maaf ya nunggunya lama tadi." Kata Gita masuk ke dalam mobil.
"Gak apa - apa. Habis ini ada acara ap?"
"Pulang aja. Aku capek. Mana gak ada kamu lagi tadi nemenin aku photosession."
"Aku kan gak boleh masuk."
Jalanan macet menjadi rutinitas kehidupan di ibukota.
"Macet banget. Mau jalan aja begini." Kesal Gita.
"Kalo kesel, wajah kamu cantik."
"Ngegombal aja nih kamunya."
"Daripada gak jelas juga. Asli, kamu itu cantik."
"Oiya, nih buat kamu."
Aku menyerahkan setangkai bunga mawar kepada Gita. Gita mencium aroma bunga itu.
"Tadi, ada yang jualan bunga. Penjualnya anak kecil. Makanya, aku beli."
"Makasih, ya Grha sayang."
"Kamu mau pulang ke rumah?"
"Aku pulang sama kamu. Aku pengen berduaan sama kamu. Masakin lagi donk."
"Masak? Apa ya? Mau sweet mashed potato?"
"Kayaknya enak tuh. Nanti aku bantu masak boleh?"
"Boleh aja koq."
"Kata orang - orang produksi, aku keliatan lebih fresh."
"Bagus donk kalo gitu."
"Muka aku juga lebih putih."
"Iya, kamu lebih putih sekarang."
"Asem banget nih mulut."
"Inget jangan ngerokok."
"Mau ngerokokin kamu aja."
"Gita, aku lagi nyetir."
Ia mengacuhkanku. Ia melepas kancing dan retsleting celana.
"Gak bilang sih kamu juga udah tegang duluan?"
"AC nya dingin. Entah kenapa kalo dingin malah begini."
Tangan halusnya mengocok kontolku pelan. Tidak ingin berlama - lama, ia mengikat rambut dan mulai mengulum kontolku. Deg - degan saat menyetir dan nikmatnya dikulum membuat serba salah. Gita merangsang di titik lemahku berulang - ulang.
Aku mengerang pelan. Kenikmatan yang tidak dapat aku tahan. Sesekali, kudorong kepalanya agar kontolku bisa lebih dalam.
Perasaan itu tiba, aliran darahku mengalir cepat, nafasku terengah - engah. Gita mengetahui sebentar lagi aku akan berejakulasi.
"Git, please...jangan kenceng - kenceng...aku gak kuat."
Ia mengulum kepala kontolku dan menghisapnya bagai pompa. Tangannya mengocok batangku dan mengurut uratku yang tergurat jelas. Aku tidak dapat menahannya lagi. Dengan lembut dan tersiksa, aku memuntahkan pejuhku di dalam mulutnya. Ia menelan semuanya dan tetap mengocoknya hingga tidak bersisa. Ia memainkan bibirnya bagai memakan sesuatu yang enak.
"Ini yang bikin aku makin fresh dan muka aku putih. Ada nutrisi alami yang siap dikonsumsi."
"Gimana dengan celanaku ini."
"Hihihi....lemes burungnya."
Ia bercanda dengan kontolku. Disentuhnya geli - geli.
"Gita...."
"Iya iya aku masukkin lagi."
Ia mengecup kontolku mesra.
"Kamu istirahat dulu yah. Nanti bangun lagi masuk sangkar."
Celanaku sudah dirapikannya. Gita menguap kelelahan hingga tertidur. Aku mengambil jaketnya di kursi belakang. Menutup badannya setelah aku menyentuh dadanya yang empuk untuk beberapa saat.
Aku sampai di apartemen. Gita masih terlelap. Aku mengangkat badannya ke apartemen. Kubaringkan tubuh lelahnya di tempat tidur. Like a fairy, she's too cute to hurt by men. Aku memasakkan makanan untuknya.
Aku menyiapkan meja makan ketika ia menghampiriku. Wajahnya yang kusut, rambutnya yang hanya dirapikan sedikit.
"Kamu udah masak?" Katanya setengah sadar dengan mengucek matanya mengembalikan kesadaran. Dia begitu alami, aku ingin mencumbunya dalam keadaannya seperti ini.
"Udah selesai. Kamu pasti laper?"
"Hehehe....iyah. Perut aku bunyi."
"Yaudah kita makan yuk."
Kami berdua makan malam. Singkat cerita, kami berdua menonton DVD.
"Nonton yang lain donk. Bosen nih."
"Nonton apa?"
"Blue Film mungkin bagus."
Aku mencari rak kaset dan aku menemukan sekumpulan koleksi Blue Film milik Bhumi.
"Ada nih, judulnya My First Time bikinan Jepang."
"Yaudah di puter aja."
Aku memutar film tersebut. Film itu menceritakan seorang perempuan baik - baik yang kemudian melepas keperawanannya kepada teman laki - lakinya. Belum selesai film terseburt, Gita beranjak dari sofa dan menangis di depan jendela. Cuaca gerimis di luar melanda semu hatinya.
"Kamu kenapa, Gita? Ada sesuatu."
"Gak apa - apa, koq."
Aku memalingkan mukanya kepadaku. Kami berciuman hangat.
"Merasa baikan? Kamu ingin cerita sesuatu?"
"Kemarin, aku bilang padamu. Aku belum siap 'kan. Aku trauma. Aku takut penolakan dari kamu. "
"Penolakan? Aku tidak menolakmu. Aku masih bersamamu sekarang."
"Apa kamu masih tidak menolakku ketika mendengar hal ini."
"Hal apa, Gita?"
"Aku tidak mungkin mengalami seperti di film tadi. Pacarku terdahulu, dia sudah mengambilnya dariku. Semua terjadi begitu saja. Hingga sampai sekarang, aku selalu takut mengecewakan terhadap laki - laki dan dikecewakan."
"Gita, yang terjadi, biarlah terjadi. Kamu pasti bertemu laki - laki yang pantas buat kamu. Dan, aku akan selalu mendukungmu. Terkadang, kehidupan tidak adil kepada kita. Kehidupan terus berjalan tanpa memperdulikan keadaan kita."
Gita memelukku erat. Ia sesenggukan menangis di badanku.
"Gita, kamu jalani hidup kamu seperti kamu biasa menjalaninya. Aku akan tetap membantumu. Meski, ada sebuah tembok tebal menghalangi kita."
"Andai keyakinan itu sebuah hal yang umum."
"Kamu tidak boleh bilang seperti itu. Itu jadi sebuah rahasia di kehidupan. Kita hanya manusia yang memiliki daya dan usaha yang terbatas."
"Iya, aku minta maaf."
Aku memanjakannya sebentar.
"Kamu tidur ya, Git."
"Terus kita...."
"Saat ini, kamu istirahat yang tenang. Besok kita harus ke sauna lagi dan jadwal manggung kamu di Cafe."
Aku menggendong tubuh Gita ke tempat tidur. Menyelimutinya tanpa terkecuali. Aku merebahkan badanku di sofa di dekat tempat tidur.
"Selamat tidur, Gita."
"Selamat tidur, Grha."
Kami berdua terlelap tidur. Waktu menunjukkan pukul 02.00 WIB. Gita terbangun dari tempat tidurnya. Dengan Celana pendek dan kaos tanpa lengan, ia mendekatkan diri ke jendela membiarkan cahaya temaram dari luar menyinari tubuhnya. Setelah puas, ia mendekati tubuhku yang masih berada dalam selimut. Ia menarik selimutku dan membaringkan badannya di dekatku. Sofa itu penuh karena 2 insan manusia tengah berbaring diatasnya. Aku tersadar ketika ada yang hawa lain yang berada disampingku.
"Gita."
"Aku kedinginan di tempat tidur. Aku pengen di sofa aja bareng kamu."
"Tapi, kan...."
"Aku maksa disini. Aku mau tidur lagi."
Aku membiarkannya tidur di pelukanku.
"Pengen nyusu gak? Nih."
Gita menaikkan kaosnya sehingga terlihat payudaranya yang indah. Bibirku langsung menempel dan melakukannya di payudaranya. Sebelum menaikkan kaosnya, ia menurunkan celanaku dan menjepit kontolku dengan pahanya yang mulus. Mungkin ia masih belum siap sepenuhnya, pikirku.



Hari 2
Sinar pagi menembus jendela. Badanku masih terbaring malas di sofa. Namun, aku tidak menemukan Gita. Aroma kopi tercium dari dapur.
"Met pagi, Grha. Kamu udah bangun ternyata."
Ia menyodorkan secangkir kopi hangat.
"Diminum donk."
"Iya. Makasih udah siapin kopi pagi ini."
"Aku belum sempet bikin roti untuk kamu."
"Gak apa - apa. Kamu mau aku siapin roti."
"Aku udah kenyang."
"Kamu makan apa udah kenyang?"
Gita memainkan lidah di bibirnya tanpa memberitahuku.
"Tunggu, kamu...."
Aku melihat kembali celanaku dan kontolku. Ada sebuah bekas pejuh yang masih tersisa di bagian bawah kepala kontol.
"Pagi - pagi punya kamu yang manis di tenggorokan aku."
"Pantesan, aku ngerasa capek banget waktu bangun."
"Dihabisin kopinya. Abis itu siap - siap ke sauna lagi."
"Kamu semangat banget untuk berhenti ngerokok."
"Abisnya ada rokok yang lebih enak sih. Bisa ngeluarin yang manis - manis."
Sauna hari kedua, masih tempat yang sama. Namun, kali ini ada sebuah matras. Aku tidak tahu mengapa ada matras di dalam ruangan sauna dan aku tidak mau ambil pusing. Seperti kemarin, kami menghabiskan waktu dengan bercanda dan membicarakan hal yang biasa terjadi. Dan, aku melihat ada yang berbeda dari Gita. semenjak ia pergi ke kamar mandi, ia tampak menahan sesuatu. Mukanya teramat merah. Tidak seperti kemarin saat ia di sauna.
"Mukamu merah, Git. Kepanasan kamunya? Aku kecilin suhu nya."
"Bukan koq. Aku tidak kepanasan. Aku baik - baik aja."
Ia memalingkan tubuhnya. Aku mencium lehernya dari belakang.
"Aaahhhh........ssssshhhhhh...."
Ia terangsang dengan cepat. Nafasnya terengah - engah menikmati kenikmatan yang mengalir di tubuhnya.
Kuturunkan handuknya hingga sepinggang, putingnya mengacung tegak liar. Kumainkan payudaranya dari belakang sambil menciumi lehernya. Ia menjambak rambutku dengan tangannya.
Aku membalikkan badannya dan menyusu payudaranya. Keringatnya yang bercucuran menambah semangatku menyusu payudaranya.
"Ssshhhh......oooooccccchhhh.........mmmmmmmhhhhhh h.............aaaaaaaccchhhhhh......uuuuccccchhhhh ......."
Puas aku bermain dengan payudaranya, aku mencium ganas bibir seksinya. Lidah kami saling beradu bertukar liur di dalam mulut sampai mengalir keluar lewat sela bibir.
"Sepertinya harus di matras kalo begini."
Aku berdiri diatas matras. Tanpa perintah, Gita melepas handukku di pinggang. Kontolku menimpa wajahnya yang terlalu dekat denganku.
"Aaawwwww......aku kejatuhan punya kamu."
Ia mengurut dan memberinya jilatan - jilatan kecil di syaraf sensitif kontolku. Zakarku digenggam dan di remasnya hingga kencang. Ia membalurkan ludahnya di kontolku membuatnya mengkilat dan menghisapnya perlahan.
Kepalanya maju mundur menelan kontolku. Tubuhnya ambruk, ia memegangi bagian kemaluannya. Sontak, kusingkirkan handuknya dan sebuah benda asing yang bergetar berada di dalam memeknya. Bentuknya seperti kapsul dengan tali yang menjulur.
"Dari tadi kamu pake vibrator?"
Ia mengangguk pelan. Ia lemas untuk bicara. Cairan bening mengalir dari memeknya. Aku membersihkan memeknya dengan lidahku sekaligus memainkan lidahku disana. Terasa asin karena telah bercampur keringat. Namun, tetap nikmat.
"Aaaaaccchhh......terus......jilat.......ooooccchh hhh.......yyyeeeeeaaaaa.........hhhhhhmmmmmm...... ....uuuuuuucccchhhh....."
Ia kembali mengejang. Orgasme hinggap di tubuhnya. Ia membanjiri mukaku dengan cairan yang kubersihkan tadi.
"Kalo begini, gak bersih - bersih dunk."
"Abis kamunya bersihinnya begitu."
"Sayang kalo di lap. Enak sih."
Ia tersipu malu. Ia mengangkat kedua pahanya. Memeknya terlihat jelas di mataku.
"Please, masukkin punya kamu. Pake kondom yah." Katanya menggodaku.
Tanpa basa - basi, aku mendorong kontolku ke memeknya. Meski tidak perawan lagi, memeknya masih terasa sempit. Ia mendongak seperti dihujam sesuatu yang sangat mengejutkan dirinya.
"Aku bahagia banget. Punya kamu akhirnya bisa nyatu ma punya aku."
"Belum, Git. Masih ada kondom yang membatasi kita."
Aku mulai memacu badanku. Ia memekik pelan dengan menutup mulutnya.
"Git, sempit banget sih."
Aku memacunya dalam posisi misionaris. Kucium tubuhnya yang berkeringat. Kedua tangannya aku rebahkan disamping kepalanya. Kini, aku menatap wajahnya. Sebuah wajah cantik alami tanpa dosa mendesah setiap kali aku menghujam memeknya.
"Terusin, yang kenceng, aku pengen dipuasin."
Aku menambah kekuatanku untuk memacunya. Wajahnya semakin menunjukkan rasa sakit yang begitu nikmat. Aku berhenti dan memosisikan badannya ke doggie. Aku bertumpu pada kakiku dan tanganku di pantatnya.
"Ooochhhh....uuuhhh.....aaahhh......ssssshhhh..... ..oooccchhh.......ooooooccchhhh..."
Posisi membuatku semakin semangat untuk memasukkan kontolku lebih dalam.
"Gita, aku mau keluar. Aku gak tahan lagi. Pantat kamu bikin aku kerangsang banget."
"Keluarin di luar pantat aku."
Aku mencabut kondomku. Kontolku berkedut menyemburkan pejuh ke pantat dan punggungnya. Sebagian mengenai rambutnya. Gita terdiam. Diolesnya pejuhku hingga merata dan membiarkannya sebentar.
Aku menyodorkan kontolku di mulutnya dan dibersihkan olehnya.
"Punya kamu gak kurang - kurang, nambah banyak dan manis."
"Masih mau ngerokok yang biasa?"
"Sekarang sih, enggak. Belum tahu nantinya."
"Semoga kamu bisa berhenti."
"Iya. Aku bakal berhenti kalo begini caranya."
Kami membersihkan diri dan segera menuju sebuah mall di kawasan Jakarta Barat.
"Hari ini, jadwal kamu apa?"
"Aku ada show di cafe di dalam Mall. Di Fx Sudirman."
"Seharian?"
"Iya, pagi sampe sore aku jadi MC. Malamnya, aku nyanyi."
"Kamu bisa nyanyi?"
"Bisa. Baca donk profil aku di internet."
"Ngapain baca di internet. Orangnya aja lagi di deket aku."
"Ah, kamu ini bisa banget sih."
Ia menyandarkan lagi kepalanya di bahuku. Seperti menjadi kebiasaan, dia selalu seperti ini ketika di dalam mobil.
Kami tiba di mall. Gita memakai kacamata agar tidak terlalu mencolok. Sementara, aku berjalan agak jauh darinya. Kami saling berkirim pesan melalui ponsel.
"Jauh banget jalannya. Deketan donk."
"Emang berasa jauh?"
"Iya. Berasa jauh."
"Aku deketan nih."
"Pengen jalannya bareng sama kamu :-( ."
"Jangan, infotainment jahat loh."
"Tapi nanti abis ini. Kita berduaan lagi kan? Kangen ngerokok yang manis manis."
"Tadi bukannya udah ngerokok 2x?"
"Belum. Kan yang terakhir di tumpahin di pantat. Yang aku isep cuma sedikit. Kurang donk."
"Siapa yang nyuruh numpahin disitu?"
"Iya deh maaf. Gak tahu bakalan begini. Jangan jauh - jauh nanti. Tungguin aku pokoknya."
"Iya. Aku nungguin kamu koq."
Akhirnya kami berpisah. Aku izin kepadanya untuk mencari udara segar. Aku sendiri agak malas untuk jalan - jalan di Mall. Aku keluar gedung dan mencari spot yang ramai. Sebuah pesan singkat masuk di ponselku dari Sibad.
"Kamu lagi dimana? Kangen nih kontol kamu. Kalo kamu di jakarta, aku ke tempat kamu."
"Aku lagi di fx sudirman. Aku nemenin orang kantor meeting."
"Jadi sibuk yah? Padahal udah pengen banget akunya :-( ."
"Nanti hari rabu kayaknya aku ada waktu. Nanti aku kabarin lagi."
"Iya. Met kerja ya."
Untuk sekarang, aku harus memusatkan perhatianku kepada Gita. Jika urusan Gita telah selesai. Aku akan menemui Sibad. Tidak aku temukan spot ramai. Aku kembali masuk ke dalam Mall dan memberi beberapa makanan dan minuman ringan. Kubawa menuju mobil dan aku mengistirahatkan diriku. Perlahan, tubuhku beristirahat dan pandangan tenggelam kelam.
Waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB. Gita meninggalkan pesan untukku melalui pesan singkat.
"Aku diajak ke Woof's Lounge and Bar di Kemang. Jemput aku segera."
Ia mengirim pesan pukul 18.30 WIB. Aku bergegas menuju tempat tersebut. Perasaan tidak nyaman terus menggelayutiku. Aku takut sesuatu terjadi kepadanya.
Aku memarkirkan mobil di tempat yang tersedia. Aku melihat mobil yang pernah kulihat sebelumnya. Aku mengenali mobil itu milik Bhumi. Aku masuk ke dalam. Musik techno electro menggema di telingaku dengan keras. Aku memesan minuman dan mengamati sekitar. Sudah kukirim pesan kepada Gita. Ia tidak membalasnya. Aku meneleponnya dan tidak mendapat hasil.
"Wait, is that you, Grha?"
"Bhumi, come here."
"What're you doing here?"
"I'm going to pick up the girl."
"The girl you mean is "that" girl?"
"Yeah. I think something 'bout to happen. And this is shit."
"I'll back you up. I've seen your girl passed by and now in second floor."
"Thanks, Bhumi. I hope you ready cuz this ain't gonna be easy."
Aku bersama Bhumi naik ke lantai 2. Bhumi mengingat dimana Gita dibawa dan kami menerobos masuk ke dalam ruangannya. Didalamnya terdapat 3 laki - laki dan 2 perempuan termasuk Gita. Gita menghisap rokok dan sejumlah alat hisap obat - obatan tergeletak di meja.
"Gita, apa - apaan kamu merokok lagi."
Aku menarik Gita. Namun, dihalangi oleh salah seorang dari mereka.
"Tenang, Kami membawanya kesini karena dia yang mau. Jadi apa kami salah?"
Aku melihat Gita yang mabuk karena alkohol dan kucium aroma narkoba.
"Brengsek kalian ngedrugs disini."
"Bro, Gita itu mau kesini karena keinginan dia."
"Dia memberitahuku aku harus menjemputnya segera dan sekarang waktunya."
"Lo siapa mau ngajak Gita pulang? Lo satpamnya? Nih gue kasih duit pulang gih sono biar Gita have fun ma kita."
"Gue gak terima duit lo. Gue mau jemput kita."
"Biarin kita yang anter Gita pulang, banyak bacot lo."
Salah seorang dari mereka menghantamkan botol ke arahku. Kutangkis dan aku meninju mukanya. Temannya tidak ambil diam dan melayangkan pukulan ke badanku. Sementara, Bhumi memukulkan sebuah botol ke kepala lainnya. Aku melumpuhkan mereka dengan cara yang sama. Tinggal teman wanita mereka yang masih tersadar.
"Gue gak akan nyakitin lo. Buat kalian yang masih ngajak Gita ngerokok, minum apalagi ngedrugs, gw abisin lo satu satu."
Kubawa Gita yang mabuk keluar ruangan dan aku menidurkan tubuhnya di kursi belakang mobil.
"Thanks my bro. You help me in."
"No problem. You relieve her after this. I'm outta this. Don't get caught by police."
"Yeah, I'll do."
"Better not showing up for a while. Use my place to get you safe."
Kami berpisah dan meninggalkan tempat itu. Aku mengendarai mobil menuju tempat semula. Aku membawa Gita menuju kamar mandi. Dengan masih berpakaian, aku menyiramnya dengan air dingin dari shower. Ia gelagapan tersadar dari mabuknya.
"Gita, mengapa kamu dekati rokok dan drugs?" Tanyaku sambil menyiramnya.
"Stop....stop....jangan disiram terus...."
"Kamu juga mabuk - mabukan disana. Untuk apa?"
Ia melindungi kepalanya dengan tangan, walaupun tidak memberikan perlindungan dari air dingin yang terus membasahinya.
"Dingin, Grha......dingin...."
Aku mematikan shower. Ia langsung memeluk kakiku dan memohon ampun.
"Ampun, Grha...ampuni aku. Aku tidak bermaksud melakukannya."
"Aku sudah menemanimu 2 hari ini agar kamu berhenti merokok. Tetapi, apa yang aku lihat tadi?" Kataku membentaknya.
"Mereka yang mengajakku, Grha."
"Alasan! Kamu udah tahu kan pantangannya."
"Iya, aku minta maaf."
"Maaf maaf. Semua orang juga bisa minta maaf. Percuma aku berbuat begini ke kamu. Gak ada gunanya."
"Aku salah, Grha. Aku nyesel banget."
"Lepasin kaki aku. Lepas!"
"Gak mau. Aku gak akan lepasin."
Ia bersikukuh tetap memeluk kakiku. Aku menendangkan kakiku. Ia terlepas dan tersandar di dinding kamar mandi.
Ia terisak menangis menyesali perbuatannya. Aku kembali menyalakan shower dan mengguyurnya. Kali ini, ia tidak peduli. Hanya terisak meratapi perbuatannya. Aku meninggalkannya di kamar mandi. Ia tidak bergeming sedikitpun.
Beberapa saat kemudian, aku masuk dan memeluk tubuhnya. Melepaskan pakaiannya dan menyelimutinya dengan handuk. Aku menuntunnya ke tempat tidur dan memberinya makan malam.
"Malam ini, aku suapin kamu makan. Ayo buka mulutnya."
Ia tetap diam. Mungkin masih kecewa.
"Ayo dibuka mulutnya. Nanti kamu sakit loh."
"Biarin aku sakit. Kamu gak perlu peduliin aku."
"Ya jangan begitu donk."
"Kenapa kamu masih peduliin aku?"
"Aku peduli karena aku sayang kamu. Meski bukan sebagai pacar, aku boleh memperhatikanmu, bukan?"
"Setelah apa yang terjadi tadi. Kamu masih mau memperhatikan aku?"
"Tentu. Sekarang di makan ya? Maaf tadi aku membelinya di luar."
"Kamu marah gak ma aku?"
"Marah sih marah akunya. Tetapi, ya buat apa keterusan marah ma kamu?"
"Kamu itu terbuat dari apa sih? Bisa begini banget. Tadi marah ke aku. Sekarang, jadi care banget ma aku."
"Aku sama seperti kamu, koq. Sekarang, kamu sadar gak apa yang kamu lakuin tadi salah?"
"Iya, aku minta maaf udah ngacauin semuanya."
"Masih ada satu hari lagi. Dan, kamu udah bebas dari rokok."
"Setelah itu, kamu akan pergi?"
"Mungkin. Aku sudah menunaikan tugasku."
Ia memelukku.
"Aku gak mau kamu pergi. Aku udah terlanjur sayang sama kamu."
"Gita, aku gak pergi koq. Cuma jadi orang di luar lingkaran kamu."
"Kamu gak suka sama aku?"
"Aku suka sama kamu. Tapi, ada hal yang menghalangi kita. Kau tahu, itu kan."
"Kita akan tetap saling ketemu 'kan?"
"Masih koq. Yaudah dimakan nih."
Suap demi suap makanan itu dimakannya melalui bantuanku. Ia nampak senang mendapat perhatian dariku. Aku membereskan makanan dan kembali menemaninya.
"Maafin aku ya tadi nyadarin kamu pake cara keras. Kalo gak gitu, kamu masih bakalan teler."
"Iya. Gak apa - apa."
"Kamu dibikin mabuk kan?"
"Mereka mencekokiku dengan alkohol sehingga aku kehilangan kesadaran."
"Iya, aku percaya saat kamu sms minta segera menjemputmu."
Ia melihat lenganku dibalut perban.
"Tangan kamu kenapa diperban?"
"Ah, tidak apa - apa. Tadi waktu kau dibawa, aku sempat dihantam botol. Namun, aku menangkisnya dengan tanganku."
"Gara - gara aku, kamu jadi luka."
"Gak apa - apa koq. Yang penting sekarang, kamu baik - baik aja."
Aku bangkit dan menuju ke kamar mandi.
"Kamu istirahat ya. Aku ingin mencoba beristirahat di bathtub."
Aku melepaskan semua pakaian yang melekat. Bathtub terisi oleh air hangat. Tanganku masih agak nyeri. Semoga bisa mengurangi rasa sakitku.
Aku mencelupkan diri. Rasa hangat menjalar ke seluruh badan. Nikmat kurasakan begitu nyaman. Mengalun lagu Kings of Convenience - Cayman Islands dari ponsel membuatku semakin terlelap.
Sayup - sayup, lagu MLTR - You Took My Heart Away mengalun indah. Aku membuka mata dan sesosok wanita masuk ke dalam bathtub. Aku yang mengangkang tidak dapat bergerak. Ia memegang kontolku yang berada di bawah air.
"You took my heart away.....when my whole worlds was gray....you give me everythings.......and a little bit more...." Gita melantunkan Reff lagu tersebut sambil tangannya mengocok kontolku. Sungguh romantis suasana ini pikirku.
"You become the meaning of life.." Ia menutup lagu itu dengan indah. Kontolku menegang ditangannya.
"On the youngest years....." Gita menyanyikan lagu MLTR - Paint My Love. Ia menyurutkan sebagian besar airnya hingga kontolku tidak terendam air.
"Paint my love. You should paint my love......" Ia tetap bernyanyi sambil memasukkan kontolku di memeknya.
"Been around the world........" Aku bernyanyi sebisaku. Kontolku beradu dalam memek Gita yang begitu menikmati kontolku.
"Since you came into my life......" Ia menyanyi dengan parau karena telah bercampur dengan desahannya menikmati kebersamaan ini.
"Baby you should paint my love....." Lagu itu berakhir dengan indah ketika kontolku mengeluarkan pejuh di memek Gita. Kami berdua saling berpelukan mesra dan berciuman.
"Makasih udah mau ngebahagiain aku dalam waktu singkat ini."
"Aku juga bahagia bersama kamu, Git."
"Berasa lebih enak dan anget daripada pake kondom."
"Ronde ke 2?"
"Semprotin aku lagi ya."
Ia menciumku dan kembali memacu tubuhku dengan tubuhnya sepanjang malam.



Hari 3
Pagi ini, menjadi hari terakhir aku pergi ke sauna bersamanya. Kami menghabiskan sauna dengan terus melakukan hubungan badan seolah kami akan terpisah dalam waktu yang lama. Sesaat sebelum syuting, kami tidak luput memanfaatkan moment tersebut untuk saling menyatukan diri. Di mobil, di toilet Mall, Di ruang ganti baju dan masih banyak lainnya. Semua lubang milik Gita telah aku penuhi dengan pejuhku. Ia berpisah dengan janji jika ia kembali adiksi terhadap rokok, minuman dan drugs, aku adalah orang pertama yang ditemuinya untuk menyembuhkan sekaligus menampung hasrat seksualnya. Kami berpisah dengan manis seperti pejuhku dia bilang. Akhir hari itu, menjadi perpisahanku dengan Gita. Mungkin waktu akan mempertemukanku kembali.
Aku pulang menuju apartement Bhumi. Aku beristirahat di sofa dan seseorang mengetuk pintu. Sesosok perempuan berdiri di depan pintu. Dia adalah Sibad.
"Siti."
"Aku berhasil menemukanmu lewat find find my phone."
"Wew, itu bagus sekali."
"Kau ada waktu sekarang? Aku kangen kontolmu itu."
"Kau siap, Siti?"
"Kamu bakalan lebih capek dari aku."
Singkat cerita, aku kembali bergumul dengan Sibad malam itu juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar