Senin, 30 November 2015

Cerita Dewasa Artis TATJANA SAPHIRA

CASTING:



CHRISSIE VANESSA SEBAGAI CHRISSIE VANESSA




TATJANA SAPHIRA SEBAGAI TATJANA SAPHIRA




DR JONATHAN CRANE SEBAGAI RICHARD ATMOSUROTO

DALAM


THE BLACK PIT




When his victim became his best partner in crime



SPECIAL THANKS TO ARZCRE, SHIBUYA, ANDRE DIAZ, FLAVUS BANANA, REDITYA

Disclaimer:

  1. Cerita ini adalah fiksi. Nama tokoh di dalamnya tidak ada kaitan dengan kenyataan sebenarnya.
  2. Tidak ada seorang artis pun yang dibahayakan dalam pembuatan cerita ini.


“Uuuuuhhh, aaaaaaahhh...” terdengar desahan seorang gadis muda. Sang gadis yang baru berumur delapan belas tahun itu merintih pelan. Pakaiannya sudah berserakan ke segala penjuru kamar.

Di atas tubuhnya seorang pria berusia awal tiga puluhan tahun sedang mengenjotnya. Pria itu mengirimkan sodokan-sodokan kuat ke vagina si gadis. Sesekali, mulutnya bergerak menjelajahi muka dan lehernya, meninggalkan bekas liur dan cupangan di tubuh sang gadis.

“Ouuuch.” sesekali si gadis merintih ketika si pria meraih buah dadanya dan meremasnya. Buah dada kenyal yang tidak terlalu besar namun pas dengan ukuran tubuh si gadis pun menjadi sasaran mainan sang pria. Tangan sang gadis bergerak ke balik punggung sang pria dan memeluk serta mengelusi kulit punggung sang pria.

“Aaaaah...hhh...” desah sang gadis ketika merasakan puting susunya disedot oleh mulut nakal sang pria. Tubuh sang gadis pun makin melengkung ke belakang seolah mengizinkan sang pria menikmati payudaranya. Jari-jari tangannya bergerak ke leher sang pria dan meremasi rambutnya.

Tak lama, bukan hanya hisapan yang didapat pada payudara gadis itu, tapi juga cupangan. Alhasil, bilur-bilur merah muda pun bertebaran di atas payudara sang gadis. Buah dadanya yang lain pun tidak luput dari jamahan sang pria, yang meremas-remasnya lembut seolah ingin memijatinya.

Sesekali bibir sang pria menciumi dan melumat bibir sang gadis. Lidahnya menaut lidah sang gadis, seolah menandai wilayah kekuasaannya. Seolah tak mau kalah, lidah sang gadis membalas tautan lidah sang pria.

Kembali sang pria menggenjot tubuh sang gadis semakin cepat karena menyadari bahwa sang gadis akan mendapat orgasmenya. Sang gadis pun menggerakkan pinggulnya menyambut genjotan sang pria pada lubang kemaluannya.

“Aaaaaaaaah.” desahan manja sang gadis terdengar sembari mendongakkan kepalanya ke belakang menyambut orgasmenya. Tubuhnya yang berhiaskan bilur-bilur merah bekas cupangan dan air liur sang pria pun Cairan cinta pun menyemprot dari dalam rahimnya menyiram penis sang pria. Tangannya yang halus itu menarik rambut sang pria. Sang pria yang menyadari hal itu pun segera menghentikan genjotannya dan bangkit dari tubuh sang gadis.

“Balik, Sayang!” perintah sang pria pelan namun tegas. “Iya, Oom...” jawab sang gadis sembari membalikkan tubuhnya dan memosisikan dirinya menungging dengan bokong menghadap sang pria.

Sang pria pun segera memosisikan tubuhnya di belakang tubuh sang gadis. “Auuuuh... hhhh...” erang sang gadis ketika penis sang pria kembali memasuki relung tubuhnya.

“Oh, oh, oh, oh...” lenguhan keluar ketika tubuhnya digenjot oleh sang pria. Sesekali pria itu meremas buah dadanya. Plak, plak, plak. Suara benturan antar kulit terdengar dari pangkal penis sang pria dengan bibir luar kemaluan sang gadis.

Sang pria memperlambat genjotannya dan mencondongkan tubuhnya. Dihirupnya bau keringat sang gadis yang telah membuatnya semakin bergairah. Dikecupnya dan dilumatnya telinga sang gadis, membuat tubuh sang gadis menggelinjang. Setelah itu, dirasakannya harum tengkuk sang gadis, yang kemudian diciumi dan dijilatinya.

Sang gadis yang mengerti pun segera meraih dagu sang pria. Disambutnya leher sang pria dengan mengalungkan lengannya melingkari leher sang pria dan dilumatnya bibir sang pria. Terasa manis di lidahnya.

Sambil berciuman, tangan sang pria menjalar ke arah kemaluan sang gadis. Diusapnya dan diremasnya klitoris sang gadis sehingga pemiliknya semakin mernding akibat tak kuat menahan nikmat.

Setelah melepas ciumannya, sang pria pun segera menegakkan tubuhnya dan mulai menggenjot sang gadis dengan lebih kuat. Sepertinya kali ini sang pria pun mengejar orgasmenya. Desahan, erangan, dan rintihan dari mulut mereka berdua pun pun terdengar semakin keras bagaikan bersahutan. Bibir kemaluan sang gadis pun terlipat dan tertarik mengikuti genjotan sang pria.

“Oooooouch” desah sang gadis saat mencapai orgasmenya. Rambut panjangnya yang bergelombang terhempas ke belakang. Matanya yang sayu itupun terbalik sampai hanya terlihat putihnya. Bersamaan dengan itupun sang pria menyodokkan penisnya sampai ke mulut rahim sang gadis dan menyemburkan cairan spermanya di sana.

“Oooogh...” desah sang gadis merasakan rahimnya disembur cairan sperma sang pria. Sang pria pun ambruk di atas tubuh sang gadis. Untunglah hari ini bukan puncak masa subur sang gadis.

“Nih, seratus juta.” sang pria mengirimkan bukti transfer kepada sang gadis muda. “Makasih, Oom Ricardo.” desahnya pelan karena lelah setelah digenjot sampai tiga kali orgasme oleh pria paruh baya itu. Masih untung aku dibayar, pikirnya. Air matanya perlahan meleleh di pipinya, merenungi nasib malangnya.

Sadar bahwa sang gadis yang telah digenjotnya sedang menangis, sang pria segera meraih wajah gadis itu dan menciuminya, lantas menghapus air matanya. Pria itu paham kalau dalam diri sang gadis sedang terjadi konflik. Sang gadis yang menjadi terbuai dalam pelukan sang pria hanya bisa diam saja dalam pelukannya.

Begitulah nasib seorang gadis bernama Chrissie Vanessa. Di luar sana dia adalah artis yang dipuja sedemikan banyak orang. Tapi di sini, di tempat yang disebut The Black Pit ini, dia adalah budak seks dari seorang pengusaha muda bernama Richard Atmosuroto.


*****

Semuanya berawal sejak tiga bulan sebelumnya. Tepat di hari ulang tahunnya yang kedelapan belas, Chrissie menerima sebuah paket berisi sebuah thumb drive dan sepucuk surat. Ketika ia membuka thumb drive tersebut di komputernya, hatinya seakan melompat keluar dari tubuhnya. Thumb drive tersebut berisi notes, dan foto-foto serta video telanjangnya yang diambil ketika dia sedang mandi.

Notes tersebut menyuruhnya untuk menghadiri sebuah acara beberapa hari kemudian, dan dari acara tersebut ia mengenal Ricardo. Ricardo menyuruhnya menemuinya di The Black Pit, sebuah kawasan tanpa hukum.

Beberapa hari kemudian sampailah Chrissie ke The Black Pit. Ketika ia hendak membuka pintu mobilnya, terdengar dering telepon. Terlihat nama Ricardo di di telepon. “Hallo, sudah sampai?” tanya pria itu dari telepon.

“Aku tahu kamu tanpa pengawalan. Coba, buka kancing kemeja kamu semuanya, tapi pinggirnya jangan dilepas, terus jalan ke pos kosong di depan kamu.” Chrissie mendengar instruksi pria itu, “Nanti ada orang yang ganteng tapi matanya picek jemput kamu.”. Dibukanya kancing bajunya hingga terpampang bra hitam yang dikenakan untuk menutupi payudara muda yang sekal milik gadis itu.

Benarlah, tak lama kemudian, seorang pria bermata satu menghampirinya. Pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Elang Mata Satu, utusan Si Bos. Chrissie teringat beberapa tahun sebelumnya ia sempat membaca berita mengenai sebuah kerusuhan di sebuah universitas swasta.

Selama Chrissie berjalan mengikuti Sang Elang, banyak tatapan, komentar, dan omongan mesum mengarah kepadanya. Pria yang mengawalnya hanya bilang bahwa dia milik Si Bos, dan hanya dengan itu tidak seorang pun di sana berani menjamahnya.

“Jadi dia sudah datang?” terdengar suara seorang pria begitu mereka berdua masuk ke dalam salah satu unit apartemen. Pria yang mengantarnya mengangguk pelan.

Nampaklah seorang pria sedang duduk di sebuah set kursi meja yang cukup nyaman. Sebuah kacamata persegi berbingkai logam bertengger di hidungnya. Chrissie tahu siapa dia.

“Duduk!” perintah pria itu kalem. Sebuah ketegasan terdengar dalam suaranya. Ketegasan yang membuat Chrissie terpaku di sana. Gadis itupun meletakkan tasnya di sebuah kursi, dan duduk di kursi di seberang pria itu.

“Saya paham siapa Oom setelah saya melihat laki-laki tadi.” buka Chrissie berusaha tetap tenang. Matanya menerawang ke sekelilingnya. “Oom itu Ricardo Atmosuroto. Anak kedua dari keluarga Atmosuroto, yang turun temurun jadi abdi dalem Jogjakarta untuk urusan dunia underground. Dan sekarang tinggal di Jakarta. Benar?”. Ricardo menganggukkan kepalanya.

“Kalau kamu sudah paham siapa saya, artinya kamu paham maksud saya nyuruh kamu ke sini, ‘kan?” tanya Ricardo. Dilihatnya gadis itu mengangguk. Ricardo pun bangkit dari kursinya. Dihampirinya gadis itu dan diraihnya buah dada sang gadis. Chrissie pun mengernyit antara sakit dan kaget merasakan buah dadanya diremas. Dia tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Bahkan, hubungannya dengan pacarnya sejauh ini hanya sampai sebatas ciuman tipis di bibir saja.

Ricardo menyibakkan kemeja yang kancingnya sudah terbuka itu, sehingga payudara gadis itu terlihat dengan berbalut bra hitam. Menyusul bra berenda warna hitam yang dikenakan gadis itu pun dilepasnya. Kini Chrissie tinggal mengenakan celana jeans panjang dan celana dalam saja.

Melihat pemandangan indah itu, pria itu pun tak tinggal diam. Dengan tangan kirinya disambarnya payudara kanan Chrissie yang cukup besar untuk seorang gadis dengan postur sepertinya. Tangan kanannya meraih pinggang gadis itu dan memeluknya. Diremas-remasnya buah pantat gadis itu.

“Ngggggghhhh...hhh.” lenguhan gadis itu pun terdengar. Tangan kanannya meraih leher Ricardo dan meremas-remas belakang kepalanya. Sementara itu, tangan kirinya bergerak ke arah punggung pria itu dan tetap diam di sana..

Ricardo pun membalikkan tubuh Chrissie sehingga gadis itu berdiri menghadap meja. Pada dinding di depan meja itu terdapat cermin sehingga gadis itu dapat melihat tubuhnya yang sedang dikerjai pria itu. Tangan kiri sang pria bergerak menyusuri pinggang sang gadis dan meraih buah dadanya yang tak tertutup bra itu dari belakang. Dipilin-pilin dan ditarik-tariknya lembut puting susu gadis itu, membuat pemiliknya merinding.

Sementara tangan kanan sang pria bergerak masuk ke balik celana jeans dan celana dalam Chrissie dan mulai merogoh kemaluannya yang perawan hingga sampai di klitoris gadis itu. Dikorek-korek dan dirabanya tonjolan daging kecil itu, membuat pemiliknya menggelinjang tidak karuan.

Adapun mulut sang pria bergerak menyusuri leher gadis itu hingga menuju ke telinganya. Diciumi dan dirasakannya harum tubuh gadis itu. Sang gadis mulai menggelinjang kegelian.

“Ouh, ooh, iiiiih, ngggggh, jangaaaaan, nggggh, Oooommm...” desah Chrissie merasakan klitorisnya dirogoh dan puting susunya dicubiti. Kepalanya menggeleng ke kiri dan ke kanan, bersandar di bahu pria itu. Tangannya berusaha menahan tangan pria itu. Dari cermin di depannya dia bisa melihat tubuhnya yang sudah setengah telanjang itu sedang dikerjai pria itu. Wajahnya terasa memerah karena malu dan birahi.

Lima menit sudah Ricardo mengerjai tubuh Chrissie. Dirasakannya cairan kemaluan gadis itu semakin membasahi tangannya. Erangan dan desahan gadis itu terdengar semakin keras.

“Aaaaaaaaih” pekik Chrissie ketika mendapatkan orgasme pertama yang didapatnya dari jari-jari tangan pria itu. Matanya berkunang-kunang, dan badannya pun melemas. Napasnya terengah-engah, seolah telah berlari sejauh 10 km.

Ricardo menarik tangan kanannya dari balik celana Chrissie, dan melihat bahwa jari-jarinya pun sudah basah oleh lendir kemaluan gadis itu. Didekatkannya jari-jarinya yang basah itu di bibir gadis itu seolah menyuruh gadis itu untuk membersihkannya.

Chrissie ragu sejenak, lantas mengulum jari tangan pria itu. Dirasakannya di lidahnya, rasa dari cairan lendir kemaluannya. Ini pertama kalinya dirinya mencicipi cairan kemaluannya sendiri.

Ricardo segera melucuti celana panjang dan celana dalam Chrissie, dan mengeluarkan penisnya dari balik celananya sendiri. Digesernya kakinya yang berada di antara kedua kaki gadis untuk membuat gadis itu melebarkan selangkangannya. Lalu sebagai tambahan, ditelikungnya tangan gadis itu ke belakang.

Chrissie tersentak dan berusaha bangun. Namun apa dayanya tubuhnya yang baru saja orgasme itu masih terasa lemas ketika dirasakannya sebuah benda asing memasuki lubang peranakannya. Apalagi tangannya sudah ditelikung pria itu.

“Ja...ngan, Oom...”, mohon Chrissie mulai merasakan ngilu di selangkangannya yang sedang ditembus paksa oleh penis pria itu. Ujung penis Ricardo telah menyentuh selaput dara gadis itu.

“AAAAAUH, sakiiit, Oom.” Chrissie memekik keras ketika Ricardo menyentakkan penisnya menerobos lubang vaginanya. Air mata gadis itu meleleh keluar ketika menyadari bahwa penis sang pria telah merobek selaput daranya.

Di sisi lain Ricardo terus menyodokkan penisnya dengan agak keras, sebelum akhirnya kepala penisnya bersarang di mulut rahim sang gadis. Setetes bintik merah menetes di atas pinggiran meja, bukti hilangnya keperawanan sang gadis.

“Hmmm.” gumam Ricardo menikmati jepitan vagina gadis itu yang masih sangat sempit. Denyutan dinding vagina sang gadis terasa meremas dan menjepit penisnya. Rasanya sulit dilukiskan.

Tak lama kemudian Ricardo mulai menggenjot tubuh gadis itu. “Nggggh,” erang Chrissie yang merasa nyeri pada vaginanya yang baru saja diperawani. Penis pria itu terasa menyesakkan di vaginanya yang masih sempit. Untunglah vaginanya sudah licin akibat rangsangan yang diberikan oleh pria itu sebelunya.

Seiring dengan genjotan Ricardo yang semakin kuat dan cepat, Chrissie mengangkangkan pahanya lebih lebar supaya vaginanya tidak terlalu sakit. Digoyangkannya pantatnya mengikuti gerakan pria yang sedang menggenjotnya itu. Beberapa lama kemudian dirasakannya vaginanya berdenyut semakin cepat.

“Ooooogh” erang Chrissie sambil mendongakan kepalanya hingga bersandar pada bahu Ricardo. Akhirnya gadis itu pun mencapai klimaksnya. Cairan vagina bercampur darah perawan merembes membasahi paha dalamnya hingga celananya yang tersangkut di pergelangan kakinya.

Ricardo yang melihat korbannya sudah pasrah dan kelelahan pun merangkul gadis itu dan melepas celana mereka yang menyangkut di kaki masng-masing sebelum membawanya ke kamar mandi. Dinyalakannya shower di kamar mandi itu sehingga air hangat menyiram tubuh mereka berdua. Disandarkannya tubuh gadis itu di dinding, lalu dia mengangkat sebelah kakinya dan kembali dimasukinya vagina gadis itu dengan penisnya. Tubuh rampingnya yang lumayan berotot itu bergoyang teratur menggenjot sang gadis.

Tak lama kemudian, diangkatnya sebelah kaki sang gadis sehingga pantat gadis itu bertumpu di telapak tangannya. Dirasakannya kaki gadis itu menekuk melingkari pinggangnya. Lengan gadis itu melingkar di punggungnya.

Chrissie yang sudah lemas itu hanya bisa memeluk pria itu sambil mendesah-desah tak karuan. Dibalasnya pelukan pria itu dengan memeluk bahunya. Sesekali ia merintih ketika bibir sang pria mencupangi kulit dadanya yang putih. Matanya berputar sehingga hanya terlihat putihnya saja, kepalanya berkunang-kunang, dan kesadarannya perlahan menghilang seiring dengan orgasme kedua yang didapatnya dari persetubuhan ini.

Melihat Chrissie sudah semaput, Ricardo menggendong gadis itu meninggalkan kamar mandi menuju kamar tidur, dengan penis masih tetap menancap di vagina gadis itu. Dibaringkannya gadis itu di ranjang di kamar tidur itu dan digenjotnya dengan posisi misionaris. Kali ini, dilumatnya bibir gadis itu dan dikulumnya lidah gadis itu.

Tak lama kemudian Chrissie kembali sadar dalam kondisi tengah menerima genjotan pria itu. Tubuhnya menggeliat lemah akibat digenjot dalam kondisi masih setengah sadar. Dirasakannya pria itu mempercepat genjotannya. Sepertinya pria itu mengejar orgasmenya.

“Oom..., tolong... cabut, yaaa,” ujar Chrisssie pelan, “Jangan di daleeeeemmm.”. Terasa di vaginanya bahwa penis pria itu semakin menggembung. Permohonan yang tidak akan dikabulkan Ricardo.

Akhirnya Ricardo pun berejakulasi di rahim gadis itu. Lenguhan pria itu menandakan takluknya seorang gadis menjadi gundiknya. Spermanya memancar deras menggenangi rahim gadis itu. Gadis itupun kembali orgasme untuk ketiga kalinya, merasakan rahimnya disebur sperma hangat. Ricardo pun mencabut penisnya dari vagina gadis itu.

“Nih, cepat isep!” perintah Ricardo sambil mendekatkan penisnya ke mulut Chrissie. Diperintahkannya gadis itu mengulum penisnya. Dengan enggan, Chrissie meraih penis pria itu dan mengulumnya. Terasa sekali penis pria itu berlumuran sisa-sisa sperma dan lendir vaginanya sendiri.

“Hmmm...mmmmm...” erangan tertahan Chrissie pun terdengar sewaktu dia mengulum penis pria itu. Belum pernah sekalipun dia mengisap kemaluan laki-laki. Meskipun begitu, dia sempat melihat dari film bokep sewaktu masih tinggal di luar negeri. Disibakkannya rambutnya yang menutupi pandangannya, dijilatnya ujung penis pria itu, lalu menjalar ke batang penis pria itu. Setelah membersihan penis Ricardo, pria itu pun menyuruhnya mandi dan mengenakan bajunya kembali.

Selama di kamar mandi, Chrissie menangisi keperawanannya yang hilang, dan penyesalan kenapa tidak diberikan saja perawannya itu pada pacarnya. Lalu gadis itu pun membersihkan tubuhnya. Digosoknya berkali-kali kulitnya yang putih itu sampai memerah, terutama bagian selangkangannya. Begitu keluar dari kamar mandi, dipakainya bajunya, lalu dengan tatapan benci dilihatnya pria itu sedang duduk bersila di balkon yang tidak jadi sambil merokok cerutu.

“Elaaaaang!” panggil Ricardo pada Sang Elang begitu melihat gadis itu keluar, “Antar dia keluar. Kasus Merah. Sekian.”. Sang Elang muncul.

“Neng,” tanya Sang Elang sewaktu mereka berdua sedang berjalan di koridor gedung itu, “Tadi Neng habis diperawanin, ya?”. Chrissie hanya diam saja. Hati dan tubuhnya masih terasa sakit. Terutama bagian selangkangannya yang baru saja dijebol Ricardo. Kalau dia sadar tidak akan bisa lewat di tempat itu tanpa Sang Elang, dia tidak akan mau didampingi pria itu.

“Pak Ricardo itu jarang main halus lho kalau merawanin cewek.” tutur Sang Elang. Chrissie kaget mendengar hal itu. ‘Tadi dia main halus, kok.’ dipikirkannya kembali kata-kata pria yang sedang mengantarnya itu. Seolah membaca pikiran gadis itu, Sang Elang pun menjawab, “Kalau mainnya halus, itu ada kemungkinan hubungannya bakal lama. Bukan yang sekali pakai langsung buang.”.

“Ngggg, Pak,” tiba-tiba Chrissie terpikir sesuatu, “Tadi Kasus Merah itu maksudnya apa?”.

“Kasus Merah itu orang lain nggak boleh ikut nyicipin, Non.” jawab Sang Elang, “Cuma buat dia sendiri saja. Biasanya, ada klien ato bawahannya dia yang suka dia kasih jatah. Nah, Kasus Merah itu, artinya selain dia nggak boleh ada yang nyicipin tuh cewek.”.

‘Yaaach, syukur deh gue nggak harus ngelayanin cowok laen.’ pikir Chrissie mendesah pelan.

“Termasuk pacar dari cewek itu, Non.” Sang Elang bicara, “Kalau ampe kejadian terus ketahuan ya dibocorin ke wartawan.”. ‘What? Jadi gue cuma boleh ngelayanin dia? Dasar egois’ pikir Chrissie jengkel.


*****

The Black Pit adalah sebutan sebuah kompleks apartemen terbengkalai, yang dimiliki oleh keluarga Atmosuroto. Nama aslinya adalah Griya Indah Makmur. Dari luar, tempat itu seperti tak terawat. Tapi sebenarnya hanya kamar yang berada di luar yang tidak dipasangi kaca. Kamar di bagian dalam tetap berfungsi dengan baik. Walaupun tidak optimal sebagai sebuah tempat hunian, kalau hanya sekedar mengadu asmara dan birahi selama satu malam, tempat seperti ini justru lebih dari cukup.

Beberapa kali memergoki pasangan yang sedang mengadu birahi di sana, membuat Ricardo berpikir untuk memanfaatkannya sebagai kompleks pelacuran dan hotel melati terselubung. Tinggal menyuap oknum-oknum terkait dan bereslah sudah.

Tantangan paling berat justru membuatnya tidak terlihat mencurigakan. Kendaraan yang lalu lalang akan menarik perhatian orang-orang yang kebetulan lewat. Ricardo membayar mahal seorang arsitek untuk mengatur masalah itu.

Setelah semuanya beres, Ricardo menyadari bahwa ia butuh seseorang gundik tetap di sana. Istrinya yang alim dan orang Inggris itu tidak mungkin diajak ke tempat semacam itu. Selain ada resiko dimangsa, tidak mungkin istrinya mau bergaul dengan orang-orang dunia underground.

Chrissie yang dilihatnya di sebuah pesta beberapa bulan sebelum dia memerawaninya, sangat menarik di matanya. Karena ia menyadari bahwa gadis itu masih di bawah umur, dia menunggunya sampai hari ulang tahunnya yang kedelapan belas. Barulah, di hari ulang tahun gadis itu yang kedelapan belas, dia benar-benar bergerak.


*****

Richard Septianto Atmosuroto atau yang kita sebut dengan nama Ricardo dalam cerita ini, berasal dari keluarga Atmosuroto, sebuah keluarga yang turun temurun menjadi abdi dalam Sultan Hamengkubuwono untuk urusan underground. Dia adalah putera kedua dari enam bersaudara, dan kepala keluarga di generasinya. Bukan karena karena kakak ataupun sepupu-sepupu laki-lakinya kurang kompeten, tapi karena dia adalah yang paling gemilang baik dalam urusan underground maupun urusan legal.

Pada usia 23 tahun, dia merekrut juniornya dua tahun di bawahnya, Sucipto Muhaimin dari keluarga Bimasatya, yang kehilangan kelompok keluarganya dan rumahnya dibakar akibat pertarungan antar keluarga, serta terancam dikeluarkan dari kampusnya akibat ditangkap oleh polisi. Ricardo yang waktu itu adalah ketua BEM di kampusnya, membuat pernyataan tertulis di hadapan pihak kepolisian dan kampus bahwa mulai saat itu, segala tindakan Sucipto akan menjadi tanggung jawabnya. Tentu saja disertai uang suap dalam jumlah besar.

Sucipto yang dijuluki Elang Mata Satu karena buta sebelah, tapi matanya yang masih bisa melihat luar biasa tajam, adalah salah satu mahasiswa yang akan menduduki kursi sebagai summa cum laude dalam angkatannya, kalau saja dia tidak terlibat dalam kasus perebutan, penodaan, dan pencemaran nama baik yang berujung pada bunuh diri seorang mahasiswi cemerlang di angkatannya. Ricardo yang melihatnya sebagai orang yang berguna bagi kelompok pembunuh bayaran bentukan keluarganya, dengan senang hati merekrutnya.

Sebagai ganti gelar sarjana dan kehidupan Sucipto sebagai manusia bebas yang diselamatkannya, Ricardo meminta pengabdian seumur hidup dari sang junior. Sucipto berpikir daripada hidup di penjara, lebih memilih pengabdian seumur hidup untuk sang senior.


*****

“Aku mau dia.” ujar Ricardo yang sedang menunjuk seorang gadis muda di TV. Chrissie dengan sebal membiarkannya “meracau” sambil menghisapi dan menjilati kemaluan Ricardo dengan pantat menghadap pria itu. Baru beberapa hari sebelumnya dia mengumpankan salah satu anggota JKT48 kepada pria itu dan sekarang pria itu meminta lagi.

“Oom, Oom sudah punya istri bule cantik, tapi masih doyan blasteran. Ntar pas punya anak, kualat lho, Oom... Ouch.” tanggap Chrissie yang langsung menghentikan bicaranya ketika vaginanya merasakan nyeri yang mendadak menyengatnya.

“Apa kamu bilang? Hmph?” Ricardo yang menjadi sebal sekaligus geli mendengar budak seksnya yang bermata sayu ini mengoceh terlalu banyak pun mencolok kemaluan gadis itu dengan dua jarinya. Membuat si gadis tersentak.

“Aaaah, sakit Ooom... Nggghhh... Sakiiit! Jangan pakai kuku!” jerit Chrissie kesakitan ketika Ricardo mengorek lubang kemaluan gadis itu dengan kuku jari tangannya. Jeritan sang gadis hanya menstimulasi sang pria untuk menyiksanya lebih lanjut. Dikorek-koreknya dinding kemaluan gadis itu dengan kuku jari tangannya.

“Ampun, Oom. Ampun! AMPUN!” teriak sang gadis memohon belas kasihan pada pria yang sedang mengorek-orek kemaluannya dengan kasar. Tidak tahan dengan perlakuan sang pria, sang gadis pun segera mengubah posisinya supaya tangan sang pria tidak mengejarnya lagi.

“Oom, kalau gini caranya aku nggak peduli mau bocor ke wartawan. Aku marah, mau lapor polisi. SAKIT, TAU NGGAK!” teriak Chrissie yang menjadi kesal karena merasa kesakitan pada vaginanya. Ricardo hanya nyengir saja mendengar ancaman gadis itu. Dengan segera ditariknya kepala gadis itu ke arah pelukannya dan diraihnya wajahnya. Diciumi dan dilumatnya bibir gadis itu.

“Benar mau lapor polisi? Biar nanti jadi kayak Mbak Luna Maya waktu sama Ariel Peterpan?” tanya Ricardo dengan senyum lima jari di wajahnya. Chrissie yang meronta-ronta dalam pelukan pria itu hanya bisa pasrah saja.

“Kenapa Oom nggak ancem dia aja sih, kayak waktu aku atau Mbak-Mbak yang lain!?” tanya Chrissie terengah-engah, setelah marahnya mereda, sembari menyibakkan rambutnya ke samping.

“Nggak nikmat.” jawab Ricardo entang mengacak rambut Chrissie, membuat sang gadis menggerutu kesal. Diraihnya kembali kemaluan pria itu, dimasukkannya dalam mulutnya untuk kemudian dihisapnya. Bunyi kecipuk kembali menandakan bahwa dia sudah terhanyut kembali dalam kegiatannya menghisap penis Ricardo. Sesekali, dijilatnya lubang penis pria itu, yang membuat pemiliknya melenguh keenakan.

Ricardo pun bangkit dan menyuruh Chrissie bersimpuh di lantai, sebelum mulai men-deepthroat gadis itu. Seolah mengerti, sang gadis mematuhi kata-katanya dan mulai bersimpuh. Dikulumnya penis itu dalam-dalam hingga ke pangkalnya. Sesekali, sang pria memasukkan penisnya hingga sampai ke kerongongannya, membuat gadis itu tersedak.

“Mmmmh, enak banget.” racau Ricardo, tangannya menjambak rambut Chrissie, dan menariknya ke selangkangannya, membuat gadis itu memekik tertahan.

Tidak lama kemudian, Ricardo pun berejakulasi. Spermanya berhamburan memenuhi mulut Chrissie. Sang gadis yang sudah menduganya pun hanya bisa berusaha menelan supaya cairan yang disemburkan sang pria tidak terlalu terasa. Mendadak sang pria menahan semprotannya, lalu menarik penisnya dan kembali menyemprotkannya. Alhasil spermanya bercipratan di wajah, leher, dan dada sang gadis.

“Mmmmh.” tanggap Chrissie merasakan sperma Ricardo yang hangat menyiram muka dan dadanya. Setelah pria itu selesai, dia mengambil tissue basah berparfum dan membersihkan tubuhnya.

“Sudah selesai, Oom?” tanya Chrissie sarkastis. “Ya.” jawab Ricardo.

Dikenakannya kembali pakaiannya. Namun, ketika ia baru saja memakai bra dan celana dalamnya, kembali Ricardo meraih pinggang rampingnya dan memeluk tubuhnya. “Iiiiiih, Oom nyebelin banget, deh!” serunya kasar menepis tangan pria itu, sembari kembali mengenakan pakaiannya.

“Yang jelas ya Oom, aku nggak rela Oom jadi milik orang lain. Oom sudah perawanin aku, Oom sudah nodain aku, Oom harus tanggung jawab!” ujar Chrissie tanpa pikir panjang lagi, tersentak ketika berpikir mengenai apa yang baru saja dikatakannya pada pria itu. Wajahnya bersemu dadu.

“Oom, mulai besok aku ada akting ya, seminggu ini. Mungkin nanti pas pulang aku bawa dia deh” ujar Chrissie pamit. Diraihnya tasnya dan diapun keluar dari unit apartemen yang menjadi saksi bisu hubungan panasnya dengan Ricardo. Tidak ada orang yang berani menyentuhnya di sana. Semua orang di tempat itu toh sudah tahu kalau dia menjadi gundik bagi pria itu.


*****

Setelah tiga bulan menjadi budak seks Ricardo, Chrissie pun semakin terhanyut dalam hubungan terlarang di lembah nista ini. Toh dirinya sudah ternoda oleh pria itu dan kekuatan serta teknik seks milik Ricardo tidak seburuk dugaannya. Bahkan diapun menikmati saat-saat Ricardo menggenjot tubuhnya yang diakhiri dengan semprotan sperma pria itu entah di rahimnya entah di mulutnya. Untunglah kekasih dan para penggemarnya tidak mengetahuinya. Untungnya lagi, kegiatan kuliahnya tidak terganggu dengan kegiatan panasnya itu.

Kalaupun ada yang membuat Chrissie risau, itu adalah kesepakatannya dengan Ricardo untuk mengumpankan artis-artis yang diinginkan sang pria kepadanya. Semakin sulit rasanya memenuhi keinginan sang penjahat kelamin. Di balik fisiknya yang terlihat tidak begitu kokoh jika melihat sekilas, Ricardo sudah memimpin cabang bisnis properti milik keluarga Atmosuroto sejak pertama lulus kuliah.

Untung saja sejauh ini para korbannya berumur delapan belas tahun ke atas. Chrissie khawatir kalau suatu saat pria itu akan meminta Ranty Maria, Cassie Elovii, atau bahkan Chantiq Schagerl yang masih di bawah umur. Akan sulit dan berbahaya baginya juga kalau korbannya terlalu muda dan masih berada di bawah naungan orangtua. Dia tidak mau ikut tertimpa kesialan karena dipergoki KPAI.

Tapi, kalau ada satu hal yang tidak pernah dilakukan Ricardo kepada Chrissie, itu adalah meminta seorang artis berjilbab seperti Fathin Lubis atau Anna Gilbert. Chrissie tahu alasannya dari Sang Elang Mata Satu. Sebuah perjanjian bawah tangan antara Ricardo dan seorang pria mencegahnya melakukan hal itu.


*****

Dua minggu setelah hubungan badan terakhirnya dengan Ricardo, Chrissie datang ke rumah Tatzy, panggilan Tatjana Saphira untuk janji temu dan makan di sana. Chrissie pernah mendengar bahwa masakan buatan Tatzy cukup enak dari sesama artis yang pernah dijamu di pesta ulang tahun Tatzy yang kedelapan belas, sekitar seminggu sebelumnya.

“Jadi, Mbak Cici.” ujar Tatzy selagi makan, memulai basa-basi, “Gimana kerjaan sama sutradara yang itu?”. Chrissie yang mendengarnya pun menjawab dengan gestur ‘biasa-biasa saja’.

“Sutradara yang mana, Tatzy?” ujar Chrissie, mendadak merasa tidak enak. Hatinya berdebar. Sepertinya Tatzy melihatnya di pesta dimana dulu dia pertama kali berkenalan dengan Ricardo.

“Sutradara yang Mbak Cici kenalan itu lho.” ujar Tatzy sambil menyendokkan makanannya, tidak menyadari bahwa jantung gadis di depannya sedang berdegup keras.

‘Tuh, ‘kan?’ pikir Chrissie menggulirkan bola matanya ke samping. Kepalanya berpikir keras bagaimana caranya meloloskan diri dari hadapan perawan di depannya ini.

“Oh, iya. Aku dapet proposal kerjaan dari sutradara itu.” lanjut Tatzy sambil mengulurkan sebuah dokumen. Chrissie membacanya pelan.

“Terus dah kamu terima proyek ini?” tanya Chrissie yang dibalas dengan anggukan kepala antusias dari perawan di depannya.

“Ketemu lagi besok, Mbak. Di apartemennya, katanya. Oh, iya. Dia juga minta Mbak Cici nganterin aku.” ujar Tatzy. ‘What? Itu kelewatan namanya. Mati deh gue.’ pikir Chrissie jengkel, ‘Apa yang dia rencanain?’.


*****

Keesokan harinya Tatzy tiba di The Black Pit dengan menumpang mobil Chrissie. Dibacanya alamat Ricardo dengan tatapan tak percaya.

“Mbak, ini nggak salah ‘kan, alamatnya?” tanya Tatzy pada Chrissie. Matanya menatap gedung terbengkalai yang setengah jadi di depannya.

“Dia punya beberapa gedung di sini sama di Jogja. Tapi ini yang paling dia suka.” jawab Chrissie kalem, “Pangeran underground Jogjakarta ya pantes aja.”.

Mendengar kata-kata Chrissie, Tatzy begidik. Pria macam apa gerangan yang akan dia temui?

“Oom, aku bawa dia nih. Langsung antar saja atau ada yang jemput ke bawah?” tanya Chrissie mengabari Ricardo. “Tunggu. Nanti Elang jemput.” jawab pria itu. Ditutupnya teleponnya dan dinantikannya Sang Elang menjemputnya. Teringatlah dia beberapa bulan lalu, sewaktu pertama kali datang ke tempat itu.

“Mbak Cici, aku kirain ini tuh tempat belom jadi biasa, ternyata mewah gini ya, dalamnya?” buka Tatzy sewaktu mereka melewati koridor. ‘Itu karena kamu belom lihat penghuninya’, pikir Chrissie, ‘Pengedar narkoba, pelacuran terselubung, pedofil, pembunuh bayaran top Indonesia transaksinya di sini. Yang kurang di sini cuma jual beli organ dalam saja, karena nggak ada fasilitasnya.’.

Begitu sampai di unit apartemen Ricardo, Chrissie mempersilakan Tatzy duduk di sofa bed yang ada di situ. “Mbak cari minuman di dapur dulu. Kamu duduk aja.” suruhnya tegas.

“Lhoo, Mbak Cici? Emang nggak apa-apa?” tanya Tatzy bingung sambil memperhatikan ruangan tersebut.

“Nggak bakal ada yang mau maling disini. Lagian ruangan ini isinya CCTV semua. Kalau ada yang maling ya masuk datanya dia.” jawab Chrissie sambil membuat squash dengan campuran jus dan soda untuk mereka berdua. Tanpa Tatzy sadari, Chrissie mencampurkan wiski manis ke dalam minumannya.

Tidak lama kemudian, Ricardo pun muncul dan mereka bertiga pun mengobrol basa-basi. Tatzy dengan riang menceritakan mengenai dirinya. Tidak lama setelah meminum minuman jatahnya, Tatzy merasakan kepalanya pusing.

Melihat hal itu, Ricardo mulai beraksi. Ditariknya pinggang Tatzy menghadap dirinya, yang langsung menepis lengannya. Tatzy yang panik langsung mencoba lari, apa daya, tubuhnya yang sempoyongan akibat alkohol itu malah membentur sofa bed dan malah terjatuh di sana. Ricardo yang bernafsu segera menangkap dan menindih tubuhnya. Dipukulkannya tangannya ke wajah Ricardo, yang malah membuat pria itu semakin bernafsu.

“Pegangi tangannya, Chris!” perintah Ricardo. Chrissie yang beraksipun segera menahan tangan Tatzy sambil menciumi bibirnya dan melumat lidahnya yang terasa manis. Dielusinya rambut Tatzy, untuk membuat perawan yang sedang dijarah sang pria itu sedikit lebih tenang.

“Kenapa, Mbak Cici? KENAPA?” jerit Tatzy yang mabuk sewaktu Chrissie melepas ciuman mereka. Air matanya bercucuran. Rontaan di tubuhnya semakin melemah karena pengaruh alkohol yang dimasukkan Chrissie ke dalam minumannya.

Di sisi lain, Ricardo mulai melucuti baju yang dikenakan Tatzy, sambil menciumi dan melumat bibir yang sebelumnya diciumi Chrissie, hingga nyaris kehabisan napas. Seolah belum cukup, dilucutinya blus yang dikenakan gadis itu dan diremas-remasnya buah dada yang serasi dengan ukuran tubuh sang perawan.

Kini, pakaian Tatzy terlihat berantakan, dengan blus yang sudah melayang entah ke mana, dan bra yang tersingkap memperlihatkan payudara yang sedikit lebih kecil dari milik Chrissie tapi serasi dengan ukuran tubuhnya. Ricardo pun menggerakkan tangannya untuk menyingkap rok yang dikenakan Tatzy.

“Jangan, Ooooooom... Jangaaaaaan...” mohon Tatzy ketakutan sambil meronta-ronta ketika Ricardo menyingkap rok yang dikenakan sang perawan dan melepas celana dalamnya, memperlihatkan vagina yang rapat dan berbulu tipis-tipis. Segera ditahannya kedua paha gadis itu dan dikangkangkannya, lalu dilumatnya celah di antara kedua paha sang perawan dengan mulutnya. Sesekali mulut pria itu menjarah klitoris sang perawan, membuat pemiliknya semakin kelojotan tak keruan. Desahan dan isak tangis terdengar dari mulut Tatzy.

Seolah belum cukup, kini Tatzy harus merasakan bahwa buah dadanya dijilati oleh Chrissie. Tangis sang perawan semakin keras ketika dilihatnya Ricardo membuka celana pria itu dan mengeluarkan penisnya. Ketika Ricardo memosisikan dirinya di atas tubuh gadis berwajah manis itu, dilihatnya tubuh sang gadis menegang.

“Mbak Cici tegaaaaa! Mbak! Huhuhuhuuu... Aku ikut Mbak bukan buat diginiin, Mbaaaaaak!” terdengar isak tangis Tatzy. Tangannya yang saling genggam dengan tangan Chrissie pun menegang ketika kepala penis Ricardo mulai menerobos masuk ke dalam vagina perawannya.

“Nah, Tatzy. Oom mau jebol Tatzy. Tatzy siap-siap, ya.” ujar Ricardo sambil mengelusi kepala gadis itu ketika penisnya menyentuh selaput dara sang perawan. Ditariknya pinggulnya, lalu disodokkannya sedalam mungkin.

“AAAAAAAAH! SAKIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT!” pekik Tatzy ketika pria itu menekan penisnya untuk menerobos pertahanan sang perawan. Dadanya terengah-engah naik turun menahan nyeri yang mendadak menyengat vaginanya. Pria itu tidak memberikan belas kasihan padanya. Disentaknya penisnya supaya terbenam lebih dalam lagi, dan akhirnya mencapai mulut rahim gadis itu.

“Huhuhuhuhu... Oom tegaaaaa...” tangis Tatzy pun pecah sewaktu menyadari bahwa ia sudah tidak perawan lagi. Air matanya mengucur deras membasahi pipinya.

Perlahan Ricardo mulai menggenjot Tatzy. Cairan pelumas yang mulai menggenangi vagina gadis berwajah manis itu membuat genjotannya semakin lancar. Isak tangis berubah menjadi erangan dan rintihan lirih, lalu menjadi desahan dan lenguhan manja.

“Ngggggh... Ooooom... Ampuuuun... Jangaaaaan... Sakiiiith... Ouuuuummmh... Iyaaaaah... Di situuuuh... Aduuuuuh...”desahan dan lenguhan terdengar dari mulut gadis berwajah manis itu. Ricardo pun tersenyum mendengar lenguhan gadis yang sedang digenjotnya. Sepertinya rasa sakit yang dialami sang gadis mulai berganti dengan rasa nikmat.

“Masih nyeri, nggaaaaakh?” tanya Ricardo nyengir lebar di depan muka Tatzy. Sang gadis yang sedang digenjotnya hanya terdiam. Ricardo lalu mempercepat genjotannya, membuat gadis itu menggelinjang antara kesakitan dan keenakan.

“Ooooh... Ooooouh... Ooooh... Aduuuuuh..” racau Tatzy merasakan pria itu menggenjotnya lebih cepat. Dilingkarkannya kakinya ke pinggang pria itu. Matanya sampai merem melek merasakan genjotan pria itu pada vaginanya.

“OK, Chrissie. Lepasin aja tangannya Tatzy.” perintah Ricardo kepada Chrissie. Chrissie pun melepaskan tangan gadis yang sedang ditahannya itu. Ricardo pun menarik lengan Tatzy dan mengarahkannya supaya menggenggam bahunya. Dengan pasrah, gadis itu pun mengikuti instruksinya. Wajahnya meringis-ringis merasakan sakit sekaligus nikmat.

Entah kenapa, melihat Tatzy sedang digenjot, membuat Chrissie merasakan hal lain di hatinya. Seperti sesak dan tidak rela. Melihat Tatzy melenguh-lenguh menikmati seks di luar keinginannya membuat hatinya terbakar. Kembali didengarnya suara pasangan anak manusia; yang satu sedang menggenjot yang lainnya.

Desahan-desahan lirih yang semakin keras pun keluar dari mulut Tatzy. Tiba-tiba matanya membelalak dan mulutnya mengeluarkan erangan panjang. Tubuhnya melengkung ke belakang, dan kepalanya pun mendongak. Gadis itu telah mencapai orgasme pertamanya dari pemerkosaan itu. Cairan cinta dan darah keperawanannya berlelehan dari vaginanya membasahi paha dalamnya dan penis sang pria.

Ricardo mencabut penisnya dan membersihkan cairan orgasme dan darah keperawanan Tatzy yang membasahi penisnya dan selangkangan gadis itu. Kemudian, dia membalikkan tubuh Tatzy dan mengaturnya dalam posisi menungging. Dimasukkannya kembali penisnya ke dalam kemaluan gadis berwajah manis itu, lalu digenjotnya kembali gadis itu hingga desahannya semakin kencang.

“Ooooooohhh... Hhhhh... Uuuuhhh.... Aaaaah... Hhhhhhh...” desahan manja Tatzy kembali terdengar. Sang artis muda kembali terhanyut dalam persetubuhan terlarang itu. Takluk kepada majikan barunya.

“Nih, kalau diginiin pasti lebih enak, deh” ujar Ricardo. Pria itu meraih buah dada Tatzy yang sedang digenjotnya itu. Dipilinnya puting susu gadis itu, hingga pemiliknya kelojotan karena merasa geli. Secara tak sadar, telapak tangan gadis itu meraih tangannya dan menggenggam jari-jarinya, lalu menekankannya di selangkangan sang gadis. Ricardo yang mengerti segera mengusap dan menggesek klitoris gadis itu, mula-mula lembut, lalu semakin keras hingga membuat gadis itu mendesah dan merintih.

“Mmmhhh... Iyaaaaaah... Aduuuh... Hhhhh... Di situuuuuhhh... Ouuuuuh...” desah Tatzy merasakan nikmatnya usapan Ricardo pada klitorisnya. Lengan Tatzy kini bergerak ke belakang meraih kepala pria yang sedang menggenjotnya itu. Diusapnya rambut pendek sang pria. Ricardo menegakkan tubuh sang gadis sambil tetap menggenjotnya. Diciuminya rambut gadis itu dan dihirupnya wangi shampoo yang dipakai gadis itu.

Tak lama kemudian, Tatzy kembali orgasme. Kepalanya mendongak, lalu bersandar di bahu Ricardo. Cairan cinta kembali mengalir membasahi paha dalamnya dan penis Ricardo yang sedang bersarang di sana.

Ricardo yang mengerti bahwa calon gundik barunya itu sudah terlalu lelah menyuruh Chrissie mengambilkan air minum. Tak lama kemudian gadis itu kembali dengan membawa dua botol plastik berisi air minum yang belum dibuka. Dibukanya satu lalu diminumnya sampai habis. Yang satu lagi diberikan pada Tatzy.

Karena haus dan lelah, tanpa pikir panjang gadis itupun meminum minumannya. Dadanya naik turun ketika meneguk minuman. Ricardo yang bernafsu melihat payudara montok yang bergerak naik turun ketika menelan air itu pun mencaplok buah dada sang gadis muda.

“Auwwwhhh... Auhhh... Jangaaaan, Ooooommmh... Mmmmhhh...” desah Tatzy mendongakkan kepalanya ketika Ricardo memagut puting susu sang gadis muda dan menjepitnya di antara gigi. Ngilu dan nyeri bercampur nikmat terasa di dada gadis itu. Ketika sang pria kemudian menjilati buah dada sang gadis muda, sang gadis muda pun membusungkan dadanya untuk dihisap-hisap oleh sang pria.

Beberapa menit kemudian, Ricardo membaringkan Tatzy dalam posisi miring, lalu dia memosisikan dirinya di belakang sang gadis. Diangkatnya satu kaki sang gadis, lalu dimasukinya kemaluan gadis itu dari belakang. “Ooooh... Oooom... Ooooh... Ooooh...” desahnya pelan ketika pria itu kembali menyodoki vaginanya dengan posisi spooning.

Ricardo menambah rangsangannya pada tubuh gadis itu dengan menyisipkan tangannya untuk meraih buah dada sang gadis. Tubuh Tatzy begidik saat ia merasakan pria itu meremas-remas lembut buah dadanya. Terasa ngilu di buah dadanya. Dari mulutnya keluar desahan dan lenguhan.

“Ooouh... Aaaah... Oooooh... “ terdengar desahan Tatzy ketika vaginanya digenjot dan buah dadanya diremasi pria itu. Terasa nikmat bukan hanya bagi sang pria tapi juga bagi sang gadis.

Sembari menggenjot kemaluan Tatzy yang masih rapat dan meremas buah dada gadis itu, kepala Ricardo bergerak untuk menciumi dan melumat bibir gadis itu. Tangannya yang satu lagi bergerak ke arah kemaluan klitoris sang gadis.

Tidak terelakkan lagi, rangsangan di sekujur tubuhnya, membuat Tatzy kembali mencapai klimaksnya. “Ooooooooooouch... Hhhhhhh...” erangnya panjang ketika mencapai klimaksnya.

Tidak lama kemudian, Ricardo pun merasakan ejakulasinya semakin dekat. Ditariknya penisnya, lalu disodokkannya sampai ke mulut rahim gadis itu. Tubuh gadis berwajah manis yang sedang digenjotnya itu merasakan penis sang pria yang sedang menggenjotnya itu semakin membengkak. Lalu dengan tujuh semburan, dirasakannya penisnya menyirami rahim gadis itu dengan spermanya. Crot, crot, crot, crot, crot, crot, crot.

Tubuh Tatzy yang sedang terbuai lemas akibat orgasme ketiga yang baru saja didapatnya itupun merasakan cairan hangat menyirami dan menggenangi rahimnya. “Eeeeeeeengh...”, lenguhnya pelan saat merasakan semprotan di rahimnya membuatnya mencapai klimaks lagi. Orgasme keempat yang didapatnya dari pemerkosaan di hari itu. Tubuhnya benar-benar terasa lemas.

Sementara itu, hati Chrissie pedih melihat Tatzy begitu menikmat pemerkosaannya oleh Ricardo. ‘Mengapa hatiku terasa sakit seolah aku tidak rela, padahal bukan aku yang sedang digenjotnya.’ pikir Chrisie sedih ketika melihat sperma Ricardo meluber keluar dari vagina gadis yang baru saja diperawaninya.

Ricardo bangkit dari tubuh gadis berwajah manis yang baru saja diperawaninya itu. Dilepasnya rok yang masih melingkar di pinggang gadis itu, dan disuruhnya mandi. Kesadaran gadis itu pun pulih dan dia menyesali mengapa sampai bisa menikmati pemerkosaan tersebut sampai empat kali mencapai klimaks. Dengan lemah dan sambil menangis terisak-isak, gadis itu menurutinya.

“Inget ya, Tatzy. Saya punya rekaman ini, kalau kamu macem-macem...” ancam Ricardo pada Tatzy yang sedang menangis terisak-isak, “Sekarang mandi sana.”. Sang gadis hanya bisa mengangguk lemah, ketakutan karena menyadari hari itu adalah puncak masa suburnya. Ketakutannya akan kehamilan semakin bertambah.

Selama berada di kamar mandi, Tatzy meratapi nasib malangnya. Dibasuhnya sekujur tubuhnya dan digosoknya sampai merah, lalu dia menangis sejadi-jadinya. Setelah mandi, diusapinya kemaluannya yang sudah tidak perawan lagi itu, lalu dipakainya kembali bajunya.

“Elaaaaaaang,” panggil Ricardo memanggil Sang Elang sewaktu melihat Tatzy selesai berpakaian, “Antar mereka pulang. Kasus merah. Sekian dan terima janda.”.

‘Ya ampun, egois banget sih. Gue yang horni gini ditelantarin.’ pikir Chrissie marah.


*****

“Mbak...” tanya Tatzy sewaktu sedang berada di mobil Chrissie, “Mbak marah ya?”. Gadis itu masih merasa nyeri pada selangkangannya yang baru saja diperawani beberapa jam sebelumnya.

‘Iya, brengsek. Gue iri sama lu, tau nggak.’ pikir Chrissie pendek, menghela napas, sebelum bertanya, “Harusnya aku yang nanya gitu ke kamu. Kenapa kamu nikmatin sampe segitunya?”.

“Berapa kali aku...?” tanya Tatzy, yang langsung diam karena malu begitu mendapat acungan empat jari dari Chrissie.

“Emangnya seenak itu ya?” tanya Chrissie agak sinis sambil menyetir, “Aku aja nggak bener-bener bisa nikmatin.”.

“Aku nggak tau, Mbak.” jawab Tatzy malu-malu. ‘Entah kenapa kayaknya pas aja itunya dia di itunya aku.’ pikirnya.


*****

Setelah kejadian hari itu, tindakan Ricardo pada Tatzy makin menjadi-jadi. Diperintahkannya gadis itu datang sendiri ke The Black Pit dan digenjotnya setiap tiga hari sekali, dan semuanya dikeluarkan di dalam. Walaupun begitu, Ricardo tetap menjaga Tatzy dari orang lain, seolah ingin memonopoli gadis itu untuk dirinya sendiri.

Sementara itu, akibat terlalu sering menerima sperma Ricardo di rahimnya, nasib Tatzy kini...

“Oom, aku rela jadi gundik Oom, seumur hidup pun nggak masalah. Aku udah pasrah. Dari sejak pertama diperkosa Oom aku nggak pernah dapet mens, aku mual-mual, dan kemarin aku beli test pack, hasilnya positif.” tutur Tatzy pada suatu malam, setelah melayani Ricardo, “Tapi ada syaratnya.”.

“Syaratnya?” tanya Ricardo.

“Pertama, Oom taro aku di apartemen yang wajar. Bukan yang underground. Biar kalau ada orang tua aku main ke sana, aku bisa bikin alasan kenapa aku tinggal disana. Kedua, kalau hari raya atau hal-hal penting, izinkan aku pulang dulu. Aku minta tolong Oom buat jaga anak aku dari Oom ini.” jawab Tatzy mengelus perutnya, “Ketiga, aku minta Oom biayain aku, biar aku bisa tetap cantik, seksi, dan rapet, biar bisa muasin Oom”.

“Yang keempat?” tanya Ricardo.

“Oom tolong nikahin Mbak Cici,” jawab Tatzy sebelum melanjutkan, “Kasihan Mbak Cici, yang Oom jebol perawannya tapi nggak Oom nikahin. Kalau Mbak Cici hamil juga, nanti anaknya...”.

“Tatzy,” jawab Ricardo, “Oom nggak bisa nikahin Chrissie.”.

“Aku tahu alasannya, Oom. Aku dengar siapa Oom sebetulnya dari Mbak Cici.” sambung Tatzy, “Kenapa Oom nggak lepas Mbak Cici saja? Terus terang, Oom. Mbak Cici pernah cerita kalo dia nggak pernah bisa sepenuhnya nikmatin seks sama Oom.”.

“Oom bakal pikirin nanti.” jawab Ricardo.


*****

Beberapa bulan berlalu bagi Chrissie tanpa kegiatan seks dengan Ricardo ataupun pria lainnya. Ketika berkunjung ke The Black Pit, Chrissie tanpa sengaja menemukan Ricardo sedang menggenjot Tatzy. Tubuh Tatzy yang hanya mengenakan kemeja tanpa pakaian lainnya bergoyang di atas tubuh Ricardo dengan posisi membelakangi pria itu. Lenguhan keduanya saat mencapai puncak kenikmatan terdengar jelas. Terlihat, perut Tatzy agak membuncit.

Hati Chrissie terasa sakit melihat hal itu. Melebihi saat dia diperawani Ricardo. Air matanya bercucuran. Dengan segera dia berlalu dari tempat itu.

“Mas Riki? Tadi Non Chrissie datang,” ujar Elang Mata Satu kepada Ricardo yang sudah berpakaian, “Tapi pergi lagi.”.

“Apa? Kenapa kamu nggak bilang, Sucipto Muhaimin?” Ricardo menggerutu kesal. Kalau Elang Mata Satu memanggil seniornya semasa SMA dan kuliah itu dengan nama kecilnya, pastilah saat itu dia melakukan kesalahan yang sangat fatal sampai-sampai sang junior facepalm. Diapun segera menyusul Chrissie.

“Chrissie!” kejar Ricardo. “Chrissie! Chrissie! CHRISSIE!” panggil Ricardo sewaktu menemui gadis itu di pintu masuk The Black Pit, “Ini rekomendasi Oom untuk bedah selaput dara. Oom sudah atur dengan dokternya di rumah sakit. Kamu tinggal datang, dan cukup lakuin apa yang mereka instruksiin.”.

“Oom udah bosan sama aku?” tanya Chrissie singkat. Entah kenapa, ketika pada akhirnya ia merasa ada peluang untuk pergi dari tempat ini, di hatinya justru terasa sakit. Akhirnya ia mengerti bahwa ia sudah jatuh cinta pada Ricardo.

“Tatzy bilang dia rela jadi simpenan Oom, asal Oom lepas kamu,” jawab Ricardo kalem, “Atau Oom nikah sama kamu. Oom nggak mungkin nikah sama kamu, jadi Oom lepas kamu.”.

“Kenapa? Kenapa Oom?” tanya Chrissie semakin sedih. Matanya mulai berkaca-kaca.

“Kenapa? Dengan begini kamu ada peluang buat lepas dari Oom, ‘kan?” jawab Ricardo kalem. Entah kenapa mendengar kata-kata Ricardo, Chrissie bisa menangkap bahwa pria itu berpura-pura tenang sekalipun hatinya bergemuruh. Ternyata, pada akhirnya perasaannya bahwa pria itu memilihnya bukan hanya karena sekedar nafsu saja pun terbukti. Tapi, sudah terlambat baginya karena pria itu sudah menikah dengan wanita lain, dan memilih artis selain dirinya sebagai simpanan pria itu.

“Benar.” jawab Chrissie mengambil amplop itu sambil menghela napas. Air matanya bercucuran dengan derasnya.

“Jaga diri kamu baik-baik,” ujar Ricardo sambil memeluknya, “Kalau kamu ada kesulitan, hubungi Oom. Maaf, Oom sudah sedemikian jahat sama kamu.”. Tangannya memeluk punggung Chrissie yang dibalas dengan pelukan gadis itu di punggung sang pria. Pelukan dengan sepenuh perasaan yang pertama kalinya mereka berdua lakukan satu sama lain.

“Nggak apa-apa, Oom.” jawab Chrissie sedih sekaligus lega, “Oom juga jaga diri ya.”. Sang gadis melepas pelukannya dan melangkah ke mobilnya.

Dengan senyuman sedih, Chrissie menoleh kembali ke arah Ricardo sebelum masuk ke mobilnya dan berlalu dari hadapan Ricardo.


TAMAT

Minggu, 29 November 2015

Cerita Dewasa Artis Sheryl Shanafia 2

Esoknya kami bercinta untuk terakhir kalinya. Ya, pagi itu kami melakukan satu ronde yang penuh makna. Bahkan kami melakukannya dengan rasa kerinduan yang mendalam. Sebab kami sudah berjanji tidak akan bertemu sampai kami siap untuk bertemu lagi. Posisi kami saat ini adalah Sheryl bertumpu pada ranjangku dan aku berada di belakangnya. Gerakan maju mundur konstan yang tak kupercepat juga tak kulambatkan. Kami sama-sama menikmati tapi dalam hati rasanya kami sedih. Bahkan aku tak ingin orgasme itu datang, tapi akhirnya datang juga karena Sheryl menginginkannya. Pancutan-pancutan air mani yang deras kembali membasahi ruang rahimnya.

Sebuah kecupan perpisahan pun terucap pagi itu saat aku menurunkan dia tepat di depan rumahnya. Sheryl Sheinafia dengan gitar kesayangannya telah kuturunkan. Dan kini aku bekerja keras. Sebuah tanda cinta sudah kuberikan kepada dia walaupun sebagian orang akan menganggap tanda cinta itu absurd. Tentu saja, hilangnya keperawanannya adalah sebuah tanda cinta bukan? Tapi yang paling membekas adalah tanda cinta yang ia berikan kepadaku. Sulit hilang, karena sudah terukir di dalam hatiku.



Tahun 2019......

Aku sudah tidak lagi berhubungan dengan Sheryl saat terakhir kali kita bertemu. Walaupun aku tiap saat melihatnya di televisi. Walaupun hati ini bergemuruh, tapi kami sudah mengikat sebuah janji yang tidak akan pernah dimengerti bagi siapapun betapa janji ini akan aku jaga. Kini aku sudah menerbitkan banyak novel. Lebih dari sepuluh. Lima diantaranya best seller. Aku bukannya lupa terhadap janjiku, tapi aku tak punya keberanian.

Dalam diri seorang laki-laki terkadang ada rasa pengecut. Aku bahkan sampai mengutuki diriku sendiri karena itu. Di sisi lain ketika suatu saat aku melihat acara infotainment di mana Sheryl menunjukkan koleksi bukunya, dia benar-benar mengoleksi semua buku tulisanku. Bahkan dia mengatakan sangat ngefans denganku. Aku pura-pura tidak tahu, pura-pura tidak mendengar. Tapi sebenarnya aku pengecut. Aku menilai diriku belum pantas untuk mendapatkannya. Namun ini sudah menjadi takdir.

Di sebuah expo, aku menjadi bintang tamu. Banyak pengunjung yang hadir waktu itu. Seminar bedah buku novel terbaruku. Judulnya “Secangkir Kopi dan Hujan”. Buku ini menceritakan pengalamanku, pengalaman hidupku selama ini. Setelah menjelaskan isi bukunya dan kujelaskan secara singkat, akhirnya kami sampai kepada sesi tanya jawab.

Moderator kemudian bertanya, “Ada pertanyaan? Sebutkan nama dulu, baru pertanyaan. Yak, mbak yang pakai topi merah?”

Seseorang mengangkat tangan. Dia seorang perempuan memakai jaket jeans dan topi berwarna merah. Kalau saja dia tidak menyebutkan nama, mungkin aku tidak akan terkejut.

“Nama saya Sheryl Sheinafia. Saya ingin bertanya tentang wanita yang ada di novel ini,” kata perempuan itu. Aku langsung mengenali suaranya.

“Y-ya, silakan,” aku gugup. Antara senang, takut dan rindu. Dia Sheryl!

Dia tersenyum kepadaku, “Apakah Anda sangat mencintainya?”

“Sangat,” jawabku.

“Seandainya sesuatu terjadi kepadanya dan dia melupakan Anda, apakah Anda akan tetap mencintainya?” tanyanya lagi.

“Aku akan tetap mencintai dia,” kataku.

“Lalu tentang janji yang Anda tulis apakah Anda sudah menepatinya?” suara Sheryl tampak gemetar. Aku tahu ia menahan tangis di sana. Maafkan aku Sher.

“Aku takut untuk bertemu dengannya. Karena lama sekali aku tidak bertemu dengannya. Bisa saja dia berubah, bisa saja dia sudah bersama orang lain dan aku tak ingin merusaknya,” kataku.

“Tapi bagaimana jika wanita itu tetap menjaga janji itu? Apakah Anda mau menemuinya?”

Tanganku gemetar memegang mic, “Ya, aku akan menemuinya.”

“Lalu kenapa Anda tidak menemuinya?”

“Empat tahun aku tak menemuinya, banyak hal yang membuatku takut. Banyak hal yang membuatku gelisah. Aku sendiri masih bertanya-tanya apakah aku benar-benar menjadi seorang lelaki yang pantas untuknya, aku pun berpikir berkali-kali, andainya dia tahu keadaanku sekarang apakah dia akan memaafkanku seandainya aku takut untuk bertemu dengannya.”

“Kalau misalnya wanita itu berusaha selama ini mengikuti Anda, lalu pada saat ini baru bertemu dengan Anda menagih janji kalian, kira-kira apa yang akan Anda lakukan?”

Aku mengusap air mataku yang keluar. “Aku akan memeluknya dan aku tak akan melepaskannya lagi.”Aku segera turun dari panggung menuju ke arahnya. Semua mata tertuju ke arahku. Tangis Sheryl pecah. Kupeluk dia. “Maafkan aku. Maafkan aku.”


* * *



Hujan di sore hari tanggal 4 Desember 2019. Secangkir kopi terseduh di atas meja. Hujan sudah mengguyur ibu kota sejak tadi siang. Aku sendiri ragu Sheryl akan datang di hujan seperti ini. Aku memutar-mutar kotak cincin berwarna hitam. Kulihat Sheryl datang juga dengan baju kemeja putih bergaris hitam. Dia duduk di depanku.

“Hei, sudah lama?” tanyanya.

“Lumayan, tapi untukmu aku akan menunggu sampai kapan pun,” jawabku.

Dia membaca-baca buku menu yang berada di meja. Acara makan malam, candle light dinner yang kurencanakan untuknya, sangat spesial.

“Hari ini sungguh pas, ditemani secangkir kopi dan hujan,” kataku.

Dia menoleh keluar, ke arah hujan yang mengguyur. “Iya, sangat pas. Rasanya aku ingin hujan-hujan lagi.”

Aku menggenggam tangannya. Dia menoleh kepadaku, agak terkejut ketika aku memakaikan sebuah cincin di jari manisnya. Untuk sesaat dia kaget.

Happy Birthday dan.... will you marry me?” tanyaku.

Sheryl tertawa.

“Hei, aku serius kamu malah ketawa?” gerutuku.

You talk too much. Tentu saja aku mau. Yes, I Will,” katanya.




~ o The End o ~

Kamis, 26 November 2015

Cerita Dewasa Artis Sheryl Sheinafia

  • Secangkir Kopi dan Hujan



    “Biarlah hujan ini menjadi saksi bahwa sampai sekarang aku tetap menunggumu”

    bersama



    Sheryl Sheinafia (18 thn)




    Orang bilang dengan kita minum kopi akan muncul sifat jujur dalam diri kita. Orang bilang juga dengan kita kumpul-kumpul sambil minum kopi maka akan ada kesan hangat bersahabat. Setidaknya itulah yang aku percayai sampai sekarang. Namaku Djaelani, tapi temen-temenku memanggilku DJ (dije). Kadang juga memanggilku Je atau Jay.

    Aku seorang seniman, mungkin bisa dibilang begitu. Tapi aku tak bisa disejajarkan dengan Picaso, Michael Angelo ataupun Basuki Abdullah dalam masalah melukis, karena aku bukanlah pelukis. Aku bukan penyanyi, suaraku fals abis. Aku seorang penulis. Paling tidak nantinya aku akan jadi penulis. Itulah cita-citaku. Aku sudah menulis banyak cerita, tapi tak satupun aku terbitkan. Karena kurasa masih kurang, atau mungkin itu hanya alasanku saja bahwa aku memang tidak mampu untuk menerbitkannya. Tapi hidup ini adalah tempat kita untuk bermimpi. Bukankah kalau sudah mati kita tidak bisa lagi bermimpi melainkan melihat kenyataan? Ya, itulah kehidupan. Banyak orang tidak memelihara kehidupan, tidak menjadikan hidupnya lebih hidup, menyia-nyiakan hidup yang cuma sekali hanya untuk gengsi, hanya untuk merusak jati diri. Hingga akhirnya ketika semuanya sudah terlanjur rusak, musnahlah segala hal yang telah mereka bangun dari awal.

    Aku nggak suka merokok. Benda itu sudah aku tinggalkan dua tahun yang lalu gara-gara aku terkena radang paru-paru. Pengobatannya membuatku benar-benar tersiksa sampai paru-paruku disedot airnya karena aku kena paru-paru basah. Akhirnya, kemana-mana aku selalu menghindar kalau ada asap rokok. Paling tidak mengingatkan orang agar tidak seperti aku.

    Mencari kerja? Kerja apa? Aku hanya lulusan SMA, kuliahku putus. Dan aku, kerja serabutan. Setidaknya aku bisa makan tiap hari. Mulai jadi tukang ojek sampai jadi kuli bangunan aku lakuin, itu semua hanya agar aku bisa menikmati secangkir kopi di sebuah kafe langgananku di salah satu sudut kota ini.

    Kedua orang tuaku sebenarnya cukup berada. Tapi aku minder di usiaku yang sudah 22 tahun ini koq masih belum punya pekerjaan. Tiap hari aku pulang, makan dan tidur. Kalau ada rejeki aku berikan uang itu semuanya ke orang tuaku, sisanya buatku. Pernah aku diterima di salah satu pabrik. Tapi karena kondisiku yang lemah akibat penyakit paru-paruku, aku pun tak bisa melanjutkannya. Sayang sekali. Dan kali ini aku hanya melakukan pekerjaan yang membuatku senang, menulis. Setiap saat aku mengupdate blog-ku. Aku juga menulis novel, beberapa sudah kukirim ke penerbit. Entah aku nulis novel yang ke berapa kali ini.

    Kafe tempat aku minum kopi ini bernama “Chocholate”. Seperti namanya, maka di sini juga ada menu-menu coklat. Tapi aku lebih suka kopi, kalau punya uang berlebih saja aku kemudian memesan coklat panas atau mungkin chocholate magma cake kesukaanku.

    Seorang cewek berambut panjang memakai kaos warna-warni dengan topi berwarna orange masuk ke kafe sambil membawa gitar. Wajahnya menarik, manis, dengan rambutnya yang panjang. Aku terus melihatnya karena dia memang enak untuk dilihat. Wajahnya bersahabat. Mungkin sifatnya juga bersahabat. Duduknya ada di seberangku. Dia sekilas menatapku yang memperhatikannya. Aku tersenyum kepadanya, dia membalas senyumanku. Baiklah, kutaksir dia masih berusia belasan. Baru kali ini aku melihat cewek seperti dia. Ah, dasar lo Je. Lihat cewek cakep pasti akan bilang baru kali ini. Ingat tuh, mantan-mantan lo banyak juga.

    Aku hanya menghela nafas. Oke dia cakep, tapi aku tak punya keberanian untuk bisa menyapanya. Dia seperti pengunjung kafe yang lain dari mulai anak sekolah sampai anak perkuliahan yang singgah di kafe ini. Mungkin setelah ia selesai urusannya ia akan pergi.


    Aku ingin kau tahu perasanku
    Melewati semua tanpamu di sini
    Kadang ku menyesal, ku merasa hampa
    Membiarkanmu pergi meninggalkanku sendiri


    Wah, dia mulai memainkan gitarnya. Dia menyanyi! Untuk sesaat aku membiarkan laptopku dan mendengarkan suaranya yang indah. Aku sepertinya pernah mengenal lagu ini.



    Meski ku merasa sepi
    Tapi ku tahu kamu sedang bahagia ooh


    Rasa sunyi tolonglah kau pergi
    Jangan kau kembali

    Rasa sunyi tolonglah jangan menghantui
    Ku ingin kau berhenti membuatku sedih


    Ingin rasanya aku dengar suaramu
    Hanya tuk sekedar redakan rinduku


    Meski ku merasa sepi
    Tapi ku tahu kamu sedang bahagia ooh


    Rasa sunyi tolonglah kau pergi
    Jangan kau kembali
    Rasa sunyi tolonglah jangan menghantui
    Ku ingin kau berhenti membuatku sedih



    Rasa sunyi tolonglah kau pergi
    Jangan kau kembali (jangan kembali)
    Rasa sunyi tolonglah jangan menghantui
    Ku ingin kau berhenti membuatku sedih


    Setelah ia berhenti tepuk tangan pun membahana di ruangan kafe ini. Termasuk aku. Sebenarnya pengunjung kafe ini hanya ada aku dan dia saja. Yang lainnya adalah para pelayan. Memang suasana hari ini sepi. Mungkin cuaca yang mendung di luar sana.

    “Terima kasih,” katanya.

    “Dek Sheryl, mau pesan apa?” tanya pelayan kafe. Bukan deh, dia ini Pak Wawan pemilik kafe ini. Aku kenal baik dengan si bapak.

    “Coklat panas boleh,” jawabnya.

    “Segera datang,” kata Pak Wawan.

    Melihatku yang terus melihatnya ia pun berdiri, pindah ke mejaku. Aku tentu saja terkejut. Seperti orang bego aku semakin bengong melihat dia tersenyum kepadaku.

    “Kenapa mas?” tanyanya.

    “Eh, nggak apa-apa,” jawabku.

    “Sendirian saja masnya?” tanyanya lagi.

    “Begitulah,” jawabku.

    “Lagi ngapain mas?” tanyanya.

    “Lagi nulis.”

    “Nulis apa?”

    “Mau tahu aja.”

    “Boleh lihat?”

    “Nggak. Apaan sih?”

    “Mas tahu siapa saya?”

    “Nggak. Tapi lagunya nggak asing deh.”

    “Beneran nggak kenal?”

    “Emang kamu artis?”

    “Ehmm... entahlah, menurut mas?”

    “Kalau toh artis gue juga nggak bakal kenal. Gue bukan orang yang selalu melihat infotainment seperti orang kebanyakan. Di otak gue cuma ada kopi dan naskah.”

    “Oh, masnya penulis ya? Sudah nerbitin buku?”

    “Belom.”

    Dia tersenyum kepadaku sambil menopang dagu.

    “Ada apa?” tanyaku penasaran.

    “Gue penasaran aja, kenapa ada cowok ganteng di sini sendirian. Lagipula gue nggak suka kalau satu meja nggak ditemeni. Masih jomblo?” tanyanya balik.

    “Masih, kenapa? Naksir?”

    “Sembarangan. Nggak level yah.”

    Aku mencibirnya. Kembali aku mengetik. Eh, sebentar mengetik apa? Aku kan ke kafe ini untuk cari ide. Hilang deh ideku. Aku menutup wajahku dan mengusapnya.

    “Kenapa mas?”

    “Kamu ini dari tadi tanya melulu,” kataku.

    “Hahahahaha, maaf,” katanya.

    “Ini dia coklat panas,” kata Pak Wawan sambil menaruh secangkir coklat panas pesenan Sheryl di mejaku.

    “Kenal ama DJ?” tanya Pak Wawan ke Sheryl.

    “Kami barusan kenal,” jawab Sheryl.

    “Oh, baiklah. Selamat menikmati,” kata Pak Wawan meninggalkan kami.

    Sheryl mengulurkan tangannya kepadaku. “Sheryl Sheinafia.”

    Aku menjabat tangannya, “DJ”

    “DJ? Kepanjangannya apa?” tanyanya.

    Tangannya halus. Tapi aku buru-buru melepaskannya, “DJ bukan singkatan, tapi nama gue Djaelani, pakai ejaan lama. Dan teman-teman gue memanggilku DJ.”

    “Oh hahahahaha,” ketawa lagi ni anak. Lama-lama senewen aku deket-deket ama dia. “Ampun Dijeeee”

    Ya gurauan itu selalu aku dengar. “Ampun Dije” seolah-olah orang yang bernama DJ pasti salah, punya kuasa, powerful yang bahkan aku sendiri tak punya kekuatan seperti itu. Tapi cara Sheryl menyampaikannya membuatku sadar, terkadang namaku jadi bahan olokan secara tak langsung. Ayahku memang orang yang nyentrik, tapi usaha kenyentrikannya sudah tidak bisa aku lihat lagi. Bisnis menjual makanan ringan ditekuninya sekarang dengan ibuku yang membantu. Sebuah toko kecil menjadi satu-satunya sumber penghasilan kami. Aku, adikku dan kedua orang tuaku tentu saja.

    Hujan pun datang dengan jutaan tetesan air tawar yang membasahi bumi. Beberapa talang air menampung air pemberian ilahi ini dan menyalurkannya ke tanah. Jalanan basah, rembesan-rembesan air pun bagai laksana sebuah rejeki yang tak pernah ditolak oleh bumi. Aku suka hujan, terlebih aroma tanah yang secara lugu menggelitik hidungku. Bayang-bayang tetesan air yang meninggalkan jejaknya di kaca kafe membuatku tertegun, karena membentuk sebuah jejak yang berangsur menghilang seiring hembusan udara yang mengeringkannya. Kopiku mulai dingin saat aku sudah menikmati masa-masa aku menulis lagi. Sementara itu Sheryl lebih konsentrasi memainkan gitarnya, mencatat chord, membuat sya'ir. Lagu baru mungkin. Aku tak pernah tahu lagu-lagunya, aku juga tak pernah tahu kalau dia ini artis. Artis yang humble mungkin mau dekat-dekat orang dekil seperti aku.

    “Mau buat lagu baru?” kuberanikan diri untuk menyeletuk.

    Dia menatapku. “Mau tahu aja.”

    “Boleh nebak?” tanyaku.

    “Apaan?”

    “Elo ini orang yang esktrovert.”

    “Sok tahu”

    “Buktinya dari sya'ir lagu lo, lo nggak suka dengan sesuatu yang sunyi. Sedangkan orang introvert adalah orang yang suka dengan kesunyian.”

    Sheryl tersenyum kepadaku.

    “Gue juga bisa tahu kamu seorang ekstrovert ketika lo tidak mau duduk sendirian dan lebih memilih bersama gue. Biar kutebak lagi, lo tidak suka film horror, karena....”

    “Orang ekstrovert tidak suka film horror,” selanya. Kami pun tertawa. “Sok tahu, tapi bener sih.”

    “Ngomong-ngomong, gue tertarik dengan lagu lo itu. Mau gue tuliskan sebuah kisah?”

    “Kisah? Kisah apa?”

    “Entahlah, coba lo yang pilihkan untukku, kisah apa yang paling menarik?”

    “Ehmm... apa ya? Gue tak pernah mengetahui kisah baik dan buruk. Gue hanya tahu kunci nada, gue hanya tahu nada mayor dan minor. Kalau engkau tanya tentang romansa dan kisah-kisah picisan, gue nggak tahu.”

    Aku termenung sejenak, “Baiklah, bagaimana kalau kisah tentang secangkir kopi dan hujan?”

    “Hmm? Ada apa dengan secangkir kopi dan hujan?” tanyanya penasaran.

    “Secangkir kopi dan hujan itu adalah dua hal yang mempertemukan kita. Lo dan gue. Kalau tanpa dua macam hal ini kita nggak bakal ketemu,” jawabku.

    Dia ngakak, “Ini ngerayu ceritanya?”

    “Tergantung sudut pandang masing-masing dong. Menurutmu aku merayumu?” tanyaku.

    “Sepertinya iya.”

    “Wajar kan? Namanya juga usaha,” tukasku.

    “Baiklah, tenang aja. Gue single koq, dirayu siapapun sih nggak masalah,” katanya. “Tapi bukan berarti gue juga suka ama elo.”

    “Suka atau nggak biarlah waktu yang menentukan. Bisa jadi nanti malam elo akan memimpikan gue dalam tidur lo,” ujarku sambil nyengir kuda.

    “Hahahahaha,” kami tertawa.

    Hujan semakin deras rasanya kami tak akan bisa pulang kalau begini caranya.

    “Lo udah punya pacar?” tanya Sheryl sambil menyeruput coklat panasnya yang mungkin sekarang sudah hangat.

    “Punya, kemana-mana gue bawa. Nih!” aku mengetuk laptopku.

    “Wah, langsing banget pacarmu,” katanya.

    “Iya dong. Dari lahir do'i udah langsing, nggak perlu olahraga. Tiap hari padahal isinya nambah,” gurauku. Sheryl ketawa lagi. Dia makin manis kalau tertawa seperti itu.

    “Sejujurnya, gue suka ama pembicaraan kita. Tapi gue kayaknya harus pergi,” ujarnya.

    “Loh? Mau kemana?” tanyaku.

    “Pulang, ntar dicariin bonyok,” jawabnya.

    “Oh, masih anak mama rupanya,” ejekku.

    “Gile, nggak kali. Yah, maklum gue anak cewek, harus laporan. Ini aja barusan bolos dari latihan vokal,” katanya.

    “Kita bisa ketemu lagi?” tanyaku.

    “Entahlah,” jawabnya. “Menurutmu kita bisa ketemu lagi?”

    “Kalau ada secangkir kopi dan hujan, mungkin,” jawabku sambil tersenyum.

    “Bye, DJ!” katanya sambil meletakkan selembar uang berwarna biru di atas meja.

    “Tak usah, aku mentraktirmu hari ini,” kataku sok. Padahal duitku juga menipis.

    “Wah, thanks,” katanya. Dia kemudian menenteng gitarnya keluar kafe.

    Dari kejauhan kulihat dia dijemput oleh seorang cowok. Cowok itu membawa mobil. Ah, mungkin pacarnya. Tapi dia bilang tadi jomblo. Tampak perasaan tidak suka terpancar dari raut wajah Sheryl. Aku hanya menghela nafas. Aku tak mungkin ikut-ikutan urusan mereka. Aku buka kembali laptopku dan melanjutkan menulis cerita.



    * * *



    Wajah Sheryl menghiasi layar kaca. Aku melihatnya membawakan acara di salah satu stasiun tv. Aku sempat berkata, “Ah”. Ingin aku berkata “itu dia cewek kemarin yang aku temui”. Tapi, itu terlalu norak. Aku menikmati acara yang membawakan lagu-lagu lokal dan mancanegara. Sheryl pandai memainkan gitarnya, jujur aku nggak tahu tentang musik tapi ketika dia membawakan lagu “Torn” yang pernah dinyanyikan oleh Natalie Imbrugila itu benar-benar pas dan keren. Ibaratnya kopi takarannya pas, tidak terlalu manis dan tidak terlalu pahit.

    Sheryl memang mempesona. Dia memakai jaket warna coklat, selaras dengan warna topinya yang lucu, dan celana jeans yang lututnya robek. Kalau dia ada di acara tv ini agak lain dari apa yang aku lihat ketika bertemu terakhir kali dengannya. Di acara ini dia lebih plong pembawaannya. Atau memang itu sifatnya?

    Tak terasa acara itu telah selesai, kemudian ponselku berbunyi. Di layar muncul sebuah nama. “Markas”.

    “Halo?” sapaku.

    “Kamu nggak narik?” tanya suara itu.

    Aku bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan delivery service semacam Go-Jek, namanya Premium Jack. Dan orang yang menelponku ini bernama Mamat sang pemilik. Dia tahu kesibukanku yang sebenarnya nggak sibuk-sibuk amat sih. Kalau ada job biasanya dia order ke aku.

    “Kenapa?” tanyaku.

    “Ada yang ingin dijemput tuh,” jawabnya.

    “Di mana?”

    “Di Kuningan.”

    “Kapan?”

    “Ya sekaranglah,” jawabnya.

    “OK,” kataku. “Namanya?”

    “Ada di apps milikmu,” katanya. Dia lalu menutup teleponnya.

    Kuperiksa apps Premium Jack dan kulihat sebuah nama yang tidak asing. Sheryl. Sheryl yang itukah? Di dunia ini ada banyak nama Sheryl. Apakah ini kebetulan Atau mungkin memang takdir?

    Segera aku memakai jaketku yang bertuliskan “Premium Jack” berwarna biru. Kupakai helm-ku yang warnanya selaras dengan warna jaketku. Setelah itu kuambil sepeda motorku yang ada di teras rumah. Ibuku yang melihatku langsung mengerti kalau aku ada panggilan.

    “Nganter kemana?” tanyanya.

    “Di stasiun tv,” jawabku. “Pergi dulu bu.”

    “Hati-hati jangan ngebut,” katanya. Yang pasti aku tak pernah mengikuti nasehat beliau yang satu ini. “Oh, ya nanti jaga rumah ya, ayah sama ibu mau tidur di toko. Adikmu nggak tahu nanti pergi kemana.”

    Sepeda motor kunyalakan dan dalam sekejap aku sudah kembali bermesraan dengan jalan raya. Jakarta, kota yang selalu penuh dengan kendaraan dan juga kota yang parah sekali kemacetannya. Dan sebagai seorang tukang ojek, tentunya aku harus bisa melenggak-lenggok cantik di antara celah-celah mobil. Ibaratnya aku ini seperti bermain game packman yang mana harus melewati maze yang berkelak-kelok. Sepeda motor ini baru beli setahun lalu dan cicilannya belum lunas. Bermesin injeksi, 4 tak, termasuk sepeda motor bebek yang cukup membantuku untuk ke mana-mana.

    Tibalah aku di sebuah titik spot yang dituju. Di sana aku melihat seorang cewek yang mana di punggungnya ada sebuah gitar. Kalau dia memakai baju warna gelap dan cadar maka ia pasti sangat pas sekali menjadi seorang ninja. Ah, tidak. Dia adalah Sheryl Sheinafia dengan baju warna biru, jaket warna putih dengan celana jeans robek di lututnya. Dia beberapa kali menghentak-hentakkan sepatu kets warna putihnya sambil sesekali melihat arloji berwarna orange yang melingkar di tangan kirinya. Dia kaget ketika melihatku langsung mendekat ke arahnya.
    Last edited by boss_kapak; 23 October 2015 at 12:11 PM.

  • Indo Sniper

  • #2
    Semprot Baru boss_kapak's Avatar
    Daftar
    Oct 2015
    Lokasi
    Malang
    Posts
    34
    Thanked: 0
     THREAD STARTER 
    “Kamu? DJ?” ia sureprise. “What a coincidence.”

    “Pulang atau kemana?” tanyaku.

    Ia menggeleng. “Ikut yuk?”

    “Kemana?” tanyaku.

    “Udah ikut aja! Anterin aja, ntar aku kasih tahu tempatnya,” jawabnya.

    Aku pun ikut saja. Toh aku juga dibayar atas kerjaku ini. Sepeda motor pun melaju kencang, aku turuti saja kemana dia menunjukkan jalannya. Dalam pikiranku aku teringat tentang cowok yang kemarin. Apa hubungan dia dengan cowok itu. Apakah saudaranya? Sepertinya tidak.

    “Kamu itu unik ya,” katanya.

    “Unik kenapa?” tanyaku.

    “Kemarin kamu jadi orang yang sok sibuk ngetik nulis cerita, sekarang jadi tukang ojek,” guraunya.

    “Kamu juga, kemarin katanya ngaku artis sekarang malah barusan jadi penumpang ojek,” jawabku. Kami tertawa bersama.

    Sheryl menunjukkanku ke sebuah taman bermain yang sepi. Taman bermain ini tentu saja tidak ada yang datang ke sini karena masih tutup. Entah kenapa dia mengajakku ke sini. Aku mengedit apps yang ada di ponselku menjadi delivered. Ya iyalah, biar markas tahu kalau aku sudah mengantarkan pelanggan pada tempat yang diinginkan. Tak perlu khawatir soal uang, setiap pelanggan Premium Jack sudah mendepositkan saldo mereka.

    “Ngapain ke sini?” tanyaku.

    “Ini tempat main gue dulu waktu kecil,” jawabnya.

    “Iya, tapi ngapain ke sini?” kuulangi pertanyaanku.

    “Gue kepengen nostalgia aja,” katanya.

    Kami berdua berjalan masuk ke dalam taman bermain itu. Di sana ada jungkat-jungkit, ada ayunan, ada pula prosotan, trampolin dan lain-lain. Dia kemudian duduk di sebuah ayunan, aku pun duduk di ayunan yang ada di sebelahnya. Diletakkannya gitar miliknya di tiang penyangga ayunan. Ada sesuatu yang dia sembunyikan, begitulah wanita. Seorang wanita yang sukar ditebak jalan pikirannya. Sifat yang melekat pada diri mereka, bahkan karena sifat itulah membuat Julius Caesar sampai takluk kepada Cleopatra.

    Aku tak ingin bertanya, bukan berarti aku tak peduli. Sekedar berhati-hati kepada orang yang baru saja kukenal terlebih dia wanita. Usia Sheryl mungkin belum sampai dua puluh. Tapi aku yakin dia pasti pernah memiliki pengalaman pahit.

    “Lo suka hujan?” tanyanya tiba-tiba.

    Aku menoleh ke arahnya. Wajahnya menatap langit. “Tentu saja.”

    “Kenapa? Bukankah langit cerah berwarna biru tanpa awan lebih indah?” tanyanya.

    “Tapi gue lebih suka hujan, sebab dia yang akan membersihkan seluruh luka yang gue rasakan,” jawabku.

    “Lo pernah terluka?” tanyanya.

    “Pernah, gue dulu pernah dikecewain oleh seorang cewek,” jawabku jujur.

    “Oh, kenapa? Diselingkuhi?” tanyanya balik.

    “Mungkin. Tapi gue lebih menganggap itu salah gue,” jawabku. “Gue selalu memberikan yang terbaik untuknya. Mentraktirnya kapan pun dia mau, memberikan dia hadiah yang dia mau. Hanya saja ia tak pernah menganggap itu semua. Sebab dia lebih memilih seorang laki-laki memberikan dia lebih baik daripada yang gue berikan kepadanya.”

    Matrealistis ya?”

    “Semua sifat wanita bukankah seperti itu? Mereka harus matrealistis, sedangkan cowok harus kerja keras.”

    “Gue tak setuju.”

    “Hmm?”

    “Lo tahu, papa gue kaya. Teman-teman gue banyak yang kaya. Tapi sekalipun begitu, gue belum pernah melihat orang yang mereka punya harta berlebih mau memberikan kasih sayang mereka dengan tulus,” katanya. “Gue juga tidak suka langit yang cerah tanpa awan. Gue lebih suka hujan.”

    “Siapa pria kemarin?” tanyaku tiba-tiba. Sebenarnya ini pertanyaan bodoh. Bukan langkah yang bagus bagi orang yang baru berkenalan dengan seorang cewek. Seolah-olah aku ingin mengurusi urusannya.

    “Gue pernah punya hubungan dengannya dulu,” jawab Sheryl sambil menghela nafas. Aku bisa merasakan raut wajah kecewa di wajahnya. “Anehnya, gue seperti tak bisa lepas dari dia padahal kami sudah putus. Mungkin karena dia adalah anak dari teman baik papa gue.”

    “Kalian putus tapi masih bersama? Ajaib,” kataku.

    “Di dunia ini bukankah banyak yang ajaib? Lo sendiri seorang novelis tapi juga tukang ojek,” katanya.

    “Calon, gue belum menjadi novelis,” kukoreksi dia.

    “Tapi nanti pasti lo akan jadi novelis hebat. Gue bisa lihat dari sorot matamu. Sorot mata tanpa menyerah, sorot mata seorang lelaki yang penuh kasih sayang,” katanya.

    “Dari mana lo tahu kalau gue penuh kasih sayang?”

    “Lo peduli ama gue,” kata-katanya ini membuatku sedikit tersanjung. Paling tidak aku menyetujui kalau aku dianggap tersanjung sekarang ini.

    Kami berayun-ayun sejenak. Selama kurang lebih lima menit lamanya kami hanya membisu sambil bermain ayunan. Rambutnya yang panjang berkibar-kibar seiring ayunannya bergerak. Angin membisikkan kepadaku bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Awan bergulung-gulung mulai menyelimuti bumi, menandakan bahwa sudah saatnya luka-luka di atas tanah yang kering dibersihkan agar digantikan dengan genangan-genangan dan hawa yang menyejukkan oleh butiran-butiran air dari langit.

    “Sebentar lagi hujan,” kataku.

    “Biarin,” katanya.

    “Baiklah, gue akan nemenin lo,” kataku.

    “Jangan sok jadi sukarelawan. Nggak ada bayarannya lho,” katanya.

    “Terus terang terkadang jadi sukarelawan lebih membuat hati gue tentram daripada membiarkan seorang gadis sendirian hujan-hujan seperti ini,” kataku.

    Sheryl menghentikan ayunannya. Dia beranjak kemudian mengambil gitarnya. Aku mengikutinya. Tanganku ditariknya menuju ke tengah taman. Tak berapa lama kemudian butiran-butiran air mulai turun. Awalnya hanya beberapa saja mengenai punggung tanganku, pipiku, hingga kemudian seluruh bajuku terkena. Kami berdua sekarang berada di tengah hujan deras.

    Aku tak mengerti tentang sifat wanita. Mungkin saja untuk selamanya aku tak akan mengerti. Kulihat ada seutas kebahagiaan dalam diri Sheryl ketika hujan mengguyur kami dengan derasnya. Dia berputar-putar sambil bersenandung. Ini lagu November Rain. Sebuah lagu yang dinyanyikan oleh band legendaris yang mempunyai lambang bunga mawar dan senapan. Aku pernah mengagumi mata Gilby Clarke yang senantiasa berasap--istilahnya smokey eyes--yang legam oleh eyeliner dan maskara. Dan ajaibnya lagu ini aku sukai dan mungkin juga Sheryl.



    'Cause nothin' lasts forever
    And we both know hearts can change
    And it's hard to hold a candle
    In the cold November rain
    We've been through this such a long long time
    Just tryin' to kill the pain


    Aku yang menemaninya di bawah guyuran hujan hanya menggeleng-geleng saja. Dia sepertinya menikmati guyuran hujan ini. Ah, andai aku tahu apa yang ada di dalam hatinya sekarang. Kubiarkan dia melepaskan kesedihannya, entah permasalahan apa yang sedang ia hadapi saat ini. Tapi mungkin rasa penasaranku melebihi apapun.

    “Lo nggak perlu sembunyikan, kasih tahu gue! Gue akan dengerin lo, sebenarnya luka apa yang ingin lo hapus di hujan ini?” kataku.

    Sheryl menghentikan gerakan berputar-putarnya. Gadis ini secara tiba-tiba menangis. Deraian air matanya mengalir, walaupun tak bisa kulihat jelas karena hujan sudah mengguyur tubuhnya tapi dari suaranya aku mengerti ada luka yang tak bisa sembuh sekalipun oleh hujan sederas ini.

    “Andainya hujan ini bisa menghapus luka,” pikirku.

    “Ayo, gue antarkan pulang!” kataku.

    “Tidak, gue tidak ingin pulang dulu,” katanya.

    “Maksud lo?”

    “Lo bisa anterin gue ke tempat yang aman buat gue bermalam?”

    “Lo mau kabur dari rumah? Ntar gue jadi tersangka bisa repot!”

    Please!” katanya dengan mata sayu. Tatapan mata yang menusuk hati, semua cowok pasti klepek-klepek kalau melihatnya. Ojo el Diablo kata orang spanyol.

    “Lo nyusahin aja,” kataku.

    “Ya udah kalau nggak mau nolong juga nggak apa-apa, gue cari sendiri,” katanya.

    “Nyari kemana? Emang lo bawa duit? Mau nginep di hotel?” tanyaku.

    “Gue....,” dia tidak meneruskan.

    “Yuk, ikut!” ajakku.

    “Kemana?” tanyanya. “Gue nggak mau diperkosa!”

    “Gue nggak serendah itu keles,” kataku.

    Setelah itu aku menggeber sepeda motorku di bawah guyuran hujan. Sheryl makin erat memelukku. Kubisa rasakan payudaranya yang sekal menekan punggungku. Kalau misalnya wanita itu terbuat dari besi, niscaya punggungku bisa-bisa bolong dan aku sudah masuk UGD sekarang ini.

    Aku sampai di rumahku. Dia memang sengaja aku bawa ke sini. Ayah dan ibuku biasanya kalau hari-hari seperti ini akan tidur di toko. Adikku, entah kelayapan ke mana. Jadi otomatis aku di rumah sendirian.

    “Ini... rumah lo?” tanyanya.

    Welcome, to my home,” jawabku. “Masuk aja, gue akan siapin baju ganti buatmu sambil nunggu bajumu kering!”

    Sheryl masuk ke rumahku. Ini kedua kalinya aku membawa seorang cewek masuk ke dalam rumah. Rumahku kecil nggak besar. Cukup untuk tinggal empat orang. Kamarku ada di bagian depan dekat ruang tamu. Aku mengajaknya masuk. Aku mengambil baju dari lemariku, kemudian aku serahkan kepadanya, juga sebuah handuk.

    “Mandi dulu sana!” perintahku. “Kamu menggigil gitu.”

    “OK, thank's yah. Jangan ngintip!” katanya.

    “Kalau aku ngintip teriak saja, semua satu kampung bakalan ke sini rame-rame,” kataku.

    “Trus kalau sudah ke sini semua, lo diapain? Digebukin?” tanyanya.

    “Nggak, kita bakalan dikawinin,” jawabku sambil ketawa.

    “Yeee... ogah!” Sheryl segera menuju ke kamar mandi yang sudah aku tunjukkan.

    Kami gantian memakai kamar mandi, sambil aku menyiapkan minuman teh hangat untuknya. Aku juga menyiapkan makanan kecil. Lama sekali anak itu di kamar mandi, pikirku. Aku sampai sudah nggak betah dengan rasa lengket di tubuhku. Setelah 30 menit menunggu akhirnya dia selesai juga. Sheryl kuberikan kaos dan celana trainingku. Aku menelan ludah melihatnya. Bagaimana tidak?

    Kaos itu mencetak puting susunya yang mengeras, aku yakin bukan karena horni. Dan di tangannya ada pakaian dalamnya, bra dan CD. Artinya cewek cantik ini tidak mengenakan daleman. Segera kubuang pikiran kotorku.

    “Makasih karena nggak ngintip,” katanya.

    “Bajumu di jemur saja di situ!” Aku menunjuk ke sebuah tali yang dibentangkan di gang kecil di samping rumahku. Mirip seperti garasi kecil tempat aku menaruh sepeda motorku kalau sudah malam. Dia mengangguk. Diperasnya bajunya yang basah dan dijemur satu per satu. “Minuman teh hangat dan cemilan ada di meja.”

    “Wah, makasih. Kamu baik banget!” katanya.

    Aku segera masuk kamar mandi dan membersihkan diri.

    Selesai mandi kulihat Sheryl menonton tv sambil memainkan gitarnya. Suara tv dia mute dan dia menyanyikan lagu. Lagi-lagi lagu itu dia nyanyikan. Sebuah judul yang selalu aku ingat. Mungkin itu curahan hatinya. Agak beda dia menyanyikannya dengan cara seperti ini.



    Rasa sunyi tolonglah kau pergi

    Jangan kau kembali

    Rasa sunyi tolonglah jangan menghantui

    Ku ingin kau berhenti membuatku sedih



    Aku kemudian duduk di sebelahnya. Dia menghentikan petikan gitarnya.

    “Gue bodoh,” katanya.

    “Maksudnya?” tanyaku.

    “Gue bodoh Je,” katanya lagi mengulangi dengan menyebut namaku. “Gue bodoh telah menerima cinta dia. Dan sekarang semuanya serba salah. Serba kepalsuan. Gue dan dia berpura-pura pacaran di depan papaku. Gue takut kalau aku bilang sudah tidak ada hubungan lagi dengannya hubungan papa dengan temannya akan renggang.”

    “Hanya masalah itu?” tanyaku.

    “Jangan bilang hanya masalah itu, lo tidak mengerti keadaanku yang terlalu kompleks,” jawabnya ketus.

    “Sorry, gue memang tak tahu. Dan maaf kalau aku terlalu banyak komentar tentang masalahmu. Apalah aku,” kataku.

    Sheryl meletakkan gitarnya. “Ayah ibumu mana?”

    “Mereka ada di toko, adikku nggak tahu kemana,” jawabku.

    “Lo nggak salah koq, gue yang salah. Gue terlalu pengecut, gue hanya terlalu takut. Sebenarnya sih nggak apa-apa kalau gue pergi dari cowok itu, hanya saja sudah menjadi sifat gue memikirkan perasaan orang lain. Salah nggak sih gue yang seperti ini?”

    “Sejujurnya, gue nggak punya jawaban tapi kalau boleh jujur gue bisa jadi lelaki lo.”

    Sheryl tertawa sambil menoyor kepalaku, “Gue nggak tertarik ama lo!”

    Dia tertawa untuk beberapa saat sebelum aku menampakkan wajah serius. Dia pun berhenti tertawa. “Lo serius?”

    Aku mengangguk. Setelah itu dia menghela nafas. Kami pun terdiam untuk beberapa lama.

    Sheryl, dia terlalu indah untuk dilihat. Terlalu indah untuk disakiti. Aku ingin berjanji untuk bisa menjaganya. Tapi aku orang biasa. Kaya juga nggak. Sheryl sekarang bahkan melihat dengan mata kepalanya sendiri aku seperti apa. Namun malam ini kami merasa aneh. Aku jujur suka ama dia.

    “Sher, gue....,” aku mau berkata-kata tapi tak bisa.

    Kami saling menatap dalam diam. Padahal jarak kami tak sejauh jarak Jakarta dan Roma. Kami bahkan lebih dekat dari pada jarak kamar mandi ke ruang tamu. Apaan sih perumpamaannya? Paling tidak aku baru sadari bahwa jarak pandangku makin menipis, hal itu bukan sebuah anomali, melainkan sebuah tarikan medan magnet antara kami berdua. Sebuah medan gravitasi yang timbul dari percikan-percikan api cinta yang saat ini bergemuruh di dalam dada kami. Hingga kami tersadar setelah kedua bibir kami menempel.

    DAG! DIG! DUG!

    Kalau saja sekarang ada microphone yang ditaruh di jantungku, maka itulah suaranya. Aku dan Sheryl berciuman. Emang dasar “si orang ketiga” pasti mengganggu kami untuk berbuat mesum. Awalnya aku dan dia hanya berciuman biasa, kemudian dia merangkul leherku. Setelah itu aku perlahan-lahan menubruknya. Kami melepaskan ciuman setelah kepalanya berbaring di atas sofa. Kutatap wajah Sheryl yang innocent. Aku telah banyak melihat wajah, tapi baru kali ini kulihat wajah seorang perempuan yang ngangenin dan baru saja aku mendapatkan bibirnya yang balem alias "basah-basah lembut".

    Tak ada kata terucap, hanya hembusan nafasnya yang menabrak wajahku. Tubuhnya menghangat, tubuhku juga tentunya. Bahkan kami sudah tak lagi merasakan dinginnya malam yang mana hujan sedang mengguyur kota ini. Aku tak yakin bahwa baru saja mencium dia. Untuk itu sekali lagi aku menciumnya agar ragaku yakin. Bibirnya sedikit terbuka dan kukecup, namun ternyata tak cukup di situ. Lidahku suda menerobos masuk menggelitik lidahnya.

    Aku beranikan diri untuk merabanya lebih jauh. Sudah kepalang tanggung menurutku lebih baik mandi basah sekalian. Aku meremas payudaranya. Dalam ciuman kami Sheryl mendengus. Tak ada penolakan. Empuk sekali buah dadanya. Bahkan bisa kuberikan jaminan bahwa buah dadanya sudah memenuhi standar seorang wanita natural tanpa suntik silikon.

    “Di kamar please!” bisiknya.

    Sheryl seorang yang pemalu. Aku mengerti dan sekarang mengangkat tubuhnya. Kubopong dia masuk ke dalam kamarku, kemudian kukunci kamarku agar tak ada alien, jin dan makhluk kasar maupun halus lainnya yang mengganggu. Sheryl kutidurkan pelan. Secara multitasking aku menggulung kaosnya ke atas. Aku terlalu penasaran dengan bentuk payudaranya yang sudah tercetak dengan puting nyeplak di kaosnya tadi. Sekarang aku melihatnya sempurna tanpa tabir. Sheryl pun mengangkat kaosku sehingga aku dan dia sama-sama bertelanjang dada. Tanpa diberi komando, bahasa tubuh kami kembali bericara. Tarikan gravitasi di dalam diri kami sangat kuat sehingga tubuhku sudah menempel di tubuhnya.

    Secara insting kemudian kedua bibirku sudah melumat lehernya, memberikan kecupan-kecupan dan hisapan-hisapan lembut di sana. Tanganku membelai buah dadanya yang ranum. Sheryl menggigit bibirnya saat bibirku mulai memberikan stimulan ke puting susunya yang sudah mengacung. Kuhisap puting yang nantinya bakal terisi air susu kalau dia hamil. Kuhisap hingga laksana seorang bayi yang kelaparan. Betapa enaknya tanganku meremas buah dada yang empuk, kenyal seperti balon yang terisi air. Tapi sekalipun kuceritakan buah dada itu seperti balon yang terisi air, tetap tak akan sama konotasinya dengan aslinya. Aku berani bertaruh semua yang pernah memegangnya akan berkata demikian.

    Sheryl benar-benar tak berkata apapun saat aku sudah meloloskan baju yang menutupinya bagian bawah. Bahkan ketika kami berdua telanjang pun dia tak protes, jengah atau kikuk. Seolah-olah ia sudah pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya. Ah, dengan pacarnya tentu saja. Betapa bodohnya aku.

    “Ehhhhmmm....,” lenguhnya panjang saat bibirku sudah menyentuh sebuah garis berwarna merah yang tertutup dengan hiasan bulu-bulu halus di selakangannya.

    Profesional, boleh dibilang aku memang pengoral profesional karena entah sudah berapa banyak dulu aku melakukan gaya 69 dengan pacarku. Aku memang suka menggoda wanita pada area kewanitaannya. Mereka akan liar, merasa lemah, merasa kalah apabila diperlakukan seperti ini. Mereka akan merasa bahwa pria mereka benar-benar pria yang jantan. Mau mengerti kebutuhan mereka untuk bisa dipuaskan terlebih dulu. Satu lagi yang aku suka adalah ketika seorang wanita harus berusaha jaim ketika orgasme akan melanda mereka. Maka dari itulah sang dewa cinta telah membisiku untuk menuntaskan gairah Sheryl terlebih dulu.

    Tanganku terus meremas buah dada Sheryl, sedangkan mulutku sibuk menggelitik tonjolan daging yang ada di ujung kemaluannya. Sheryl mengerang, melenguh bahkan berusaha menendangku karena rasa geli yang ia terima.

    “Je, udaaahhh.....,” ini adalah perkataan pertamanya setelah lama diam.

    Sekalipun ia memohon, tak kuhentikan. Aku makin intens, makin kuat dan makin beringas memperlakukan kemaluan gadisku ini. Entah di masih gadis atau tidak. Sebuah sodokan lembut dari lidahku masuk ke dalam liang senggamanya membuat tubuh Sheryl melengkung hebat. Diremasnya kepalaku sebagai tanda dia orgasme pertama. Bahkan ia squirt dua kali semburan ke mulutku. Nafas Sheryl seperti seseorang lari marathon. Buah dadanya naik turun seiring nafasnya.

    Aku kemudian duduk. Tak berbuat apa-apa, hanya memandangi tubuh dari bidadari cantik yang ada di depanku saat ini. Sheryl masih memejamkan matanya menikmati gelombang orgasme yang barusan ia rasakan. Dia membuka matanya beberapa saat kemudian. Dia melihatku yang tersenyum kepadanya. Senyuman penuh arti. Wajahnya merasa lega, matanya menatapku dengan sayu.

    Tanpa bicara ia mengangguk. Apa maksud mengangguk? Banyak arti. Bisa saja ia mengatakan “Iya” bisa saja dia cuma sekedar mengangguk, bisa saja ini maksudnya adalah “lakukan”.

    Main course? Kenapa tidak?

    Sheryl memejamkan matanya lagi. Dia membuka lebar kedua pahanya. Ya, dia sudah faham maksudku dan mungkin dia sudah terlatih dengan mantan pacarnya dulu. Aku sudah siap bakal tidak dapat perawan. Karena aku tidak ingin mengotori perasaan cintaku dengan sebuah pilihan yang sulit. Perawan atau tidak bagiku tidak masalah sekarang ini. Aku yakin Sheryl adalah bidadari yang diutus untuk menemaniku.

    Kemaluanku sudah berada di depan kemaluannya, berdenyut-denyut seolah-olah mengatakan ingin berkenalan dengan lawan main yang akan diterobosnya sebentar lagi. Kepalanya sudah tegang dan mengkilap. Kuatur nafasku, segera saja aku meletakkan ujungnya ke lubang yang sudah basah dengan lendir. Sheryl mengerang.

    Kudorong kepala penisku masuk. Sheryl menggigit bibirnya, kenikmatan seorang wanita bisa dirasakan oleh jutaan sel syaraf di seluruh tubuhnya. Maka dari itulah wanita lebih banyak kehilangan tenaga ketika bercinta daripada seorang laki-laki. Ketika aku memasukkan batang kejantananku, perasaan geli dan nikmat bercampur jadi satu. Syaraf pinggangku dan otakku mendapatkan respon. Sheryl juga demikian sepertinya, tapi dalam bentuk yang berbeda.

    “Aaaahhh....!” pekiknya.

    Ada sesuatu yang menghalangi dorongan penisku. Kucoba tarik. Dia mengambil nafas lagi. Kemudian kudorong tapi kali ini lebih kuat. Lengannya kemudian mencengkram lenganku dengan kuat. Kuku-kukunya menusuk dan menggores kulitku. Aku tak percaya. Dia masih perawan? Tapi kenapa dia terlihat sangat pro?

    Dia membuka matanya. Matanya berkaca-kaca. Shit, salahkah aku?

    “Peluk gue Je!” pintanya.

    Aku kemudian memeluknya.

    “Goyang yang pelan yah, gue ingin merasakan yang lembut. Pliiiss!” pintanya.

    Aku mengerti. Sheryl tak ingin kasar ternyata. Ia ingin dilembuti, sebagaimana kata-katanya bahwa ia pasti yakin ada orang yang memiliki rasa kasih sayang. Aku ingin buktikan kepada Sheryl bahwa orang seperti itu ada. Dia kutindih. Aku adalah raja yang mengendalikan permainan sekarang. Kubiarkan dia menikmati apa yang sedang aku lakukan. Pinggulku naik turun, kupertegas dengan hentakan ringan agar kami berdua sadar bahwa saat ini kami telah menyatu. Tubuh kami dipersatukan oleh pertautan dua jenis kelamin.

    Sheryl mendesis, meringis, merintih-rintih saat kelamin kami bergesek. Derit ranjang tempat kami bersetubuh ini makin menambah erotis. Tidak. Lebih tepatnya memberikan kesan bahwa iya, kami bersetubuh. Sheryl sangat becek, ia menangis? Iya, dia meneteskan air mata tapi tak ingin menghentikan apa yang aku lakukan. Hingga akhirnya kami akan sampai pada puncak. Puncak di mana sesuatu yang disebut sebagai orgasme akan menyirami rahimnya. Pinggulku makin cepat menggenjot, Sheryl seolah-olah tahu dan faham apa yang akan terjadi, kakinya disilangkan ke pinggangku. Tubuhku kini dikunci dan aku tak akan lepas kecuali milyaran sel kecebongku harus disemburkan ke dalam rahimnya. Apakah aku siap untuk jadi ayah? Apakah dia siap untuk jadi ibu? Ah, persetan. Ini nikmat. Sebentar lagi orgasme dan aku tak mungkin memikirkan bagaimana cara aku untuk mendapatkan uang guna menghidupi Sheryl atau pun ribut perkara susu anak-anak kami nanti.

    Tubuhku mengejat-kejat beberapa kali memuntahkan milyaran sel sperma yang dihasilkan dari saripati tulang dan darah. Kantong testisku rasanya kering, seolah-olah semua produksi sperma dihabiskan hari itu juga. Sementara batang penisku berkedut berkali-kali hingga tidak lagi mengeluarkan calon anak-anakku. Aku lemas. Lututku lemas. Kuncian Sheryl yang begitu kuat tadinya pun kini mulai mengendur.

    Untuk beberapa saat lamanya kami hanya memandangi langit-langit kamar. Nafasku sudah teratur. Dia juga. Hanya saja kami masih dalam ketelanjangan. Belum, aku belum melihat apakah ada darah perawan keluar dari kemaluannya. Sebab aku tak perlu memusingkannya.

    Sheryl kemudian beringsut memelukku. Kepalanya diletakkan di atas dadaku.

    “Makasih, hari ini gue udah nggak perawan lagi,” bisiknya.

    “Serius?” aku terkejut. “Tapi elo kayaknya tidak pertama kali melakukan ini.”

    “Benar, mantan gue dulu pernah meminta gue seperti ini. Tapi gue mati-matian mempertahankan keperawanan. Itu salah satu sebabnya kami putus. Baginya mendapatkan keperawanan gue adalah hal yang paling penting sebagai komitmen,” jelasnya.

    “Kalau begitu kenapa lo memberikannya ke gue?” tanyaku.

    “Lo orang baik. Gue percaya kepada lo,” jawabnya.

    “Jadi, atas dasar itu?”

    “Entahlah, gue terlalu kompleks untuk menjelaskan jaring-jaring yang ada di dalam hati gue saat ini.”

    “Gue orang biasa Sher, lo mau berhubungan ama orang biasa? Papa lo pasti tak setuju,” kataku sambil memelai punggungnya yang mulus.

    “Kalau begitu berusahalah!” katanya.

    “Hmmm?” aku mengangkat alisku.

    “Jadilah seorang novelis ternama, buat engkau pantas untuk merebut hati gue dan papa,” katanya.

    “Aku....,” aku tak melanjutkan kata-kataku karena terpotong olehnya.

    “Lo cinta gue kan? Katakan kalau lo cinta ama gue!”

    Aku bingung untuk menjawabnya.

    “Gue tak peduli lo dari mana, sebagaimana lo tak peduli gue punya masalah apa. Lo benar-benar telah membuat gue menjadi seorang wanita yang berarti. Itu tak pernah gue rasakan selama ini. Berjanjilah!”

    Aku kemudian memegang kepalanya, kecupan lembut kuberikan untuknya. Itu jawaban dariku. Dia pun membalasnya.

    “Gue tak peduli sekarang, asalkan gue bisa bersama lo,” kataku.

    “Je, let's go to the top,” katanya.

    “Gue janji, gue akan cari elo ketika peluncuran buku gue yang kesepuluh,” janjiku.

    “Dan gue akan baca buku elo selalu, gue akan beli buku-buku elo nanti,” katanya.

    Entah kenapa aku jadi terharu. Bukan kepada perkataannya, melainkan terharu atas dasar rasa cinta kita yang dalam.



    * * *