Rabu, 25 November 2015

Cerita Dewasa Artis Isyana Sarasvati 3

ACT 3
The Force Awakens









Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta - Indonesia 8 Oktober 2021.
Ronde ke-lima kualifikasi Piala Dunia 2022 Qatar, Indonesia 0 v Uruguay 3 ( Agg 3 - 4 )



Aku menatap ikatan tali di sepatu yang Isyana berikan kepadaku. Aku terdiam sejenak menatap sepatu itu. Tali itu terlepas dari ikatannya.


Janjiku..


Sebelum peluit terakhir berbunyi..


Aku tersenyum saat aku berlutut membetulkan tali sepatuku.


Iya sayang.. aku janji.


Tali sepatuku telah terikat erat. Aku berdiri dipenuhi semangat baru. Kuhampiri semua rekan rekanku yang tampak terguncang.


"Jangan menyerah teman, kita pasti menang!" Ucapku kepada mereka semua dengan penuh keyakinan dan semangat. Satu persatu mereka semua bangkit, terdorong oleh semangatku.


"Satu gol saja! Ayo kawan kawan!" Teriakku sambil bertepuk tangan kepada mereka. Perlahan tapi pasti semangatku mulai tertular kepada mereka. Aku bisa melihat di mata mereka, mereka semua ingin memenangkan pertandingan ini.



Priiittt!



Wasit meniup peluit tanda pertandingan kembali dilanjutkan. Uruguay langsung bermain defensive. Mereka semua langsung mundur ke lapangan mereka sendiri. Coach Ilham langsung memerintahkan semua pemain kita untuk maju dan tidak ragu ragu. Aku dan Evan Dimas saling bekerja sama membuka ruang. Sulit memang, pemain Uruguay tidak terpancing oleh pergerakan tanpa bola kami. Mereka semua dengan disiplin menjaga wilayah mereka masing masing dan membiarkan kami menggempur mereka.

Bola hanya bisa berputar dari satu sisi lapangan ke sisi lapangan yang lain tanpa bisa masuk ke kotak pinalti. Aku lalu menyuruh Syamsir Alam, Hanif Sjahbandi yang masuk menggantikan Jajang, Andik, dan Setyo untuk terus bergerak mencari celah di kotak pinalti diantara bek bek Uruguay. Begitu aku melihat salah satu dari mereka mendapat celah, segera kuberikan umpan lambung kepada mereka. Siapapun yang menang duel udara nanti, bola itu akan ada lebih dekat ke wilayah mereka. Taktik bola panjang.. Taktik dasar yang sudah dipakai semua tim sejak dulu untuk mengejar ketertinggalan.


Wasit keempat maju sambil membawakan papan waktu. Dia mengangkat papannya dan menyalakan papan tersebut.


3 Menit tambahan waktu yang diberikan.


Penonton GBK semakin gusar melihat tambahan waktu itu.



Menit 92'

Aku melihat Syamsir Alam berhasil mendapat celah dan meminta bola. Segera saja aku tendang bola ini menuju kotak pinalti. Syamsir Alam langsung bersiap duel udara dengan Diego Godin. Penonton di GBK kembali menahan nafas melihat bola sudah berada di kotak Pinalti.

Godin memenangkan duel udara itu dan berhasil membuang bola keluar kotak pinalti. Namun Bola buangannya yang tidak sempurna itu mendarat di dada Evan Dimas. Evan Dimas tidak menyianyiakan kesempatan ini, begitu bola jatuh ke tanah Evan Dimas langsung mengambil posisi menendang.

Shooott! Teriak mayoritas penonton kepada Evan Dimas.

Christian Rodriguez dan Gaston Ramirez, dua pemain tengah Uruguay, langsung berinisiatif menutup arah tembakan Evan Dimas. Namun Evan Dimas tidak peduli, dia tetap melakukan shoot.

Tendangan kencangnya melewati kedua pemain itu.

Ah sayang terblok oleh Coates. Bola liar itu kembali terlempar keluar kotak pinalti. Namun kali ini tidak ada yang mengejar. Kedua pemain tengah Uruguay masih mencari kemana perginya bola. Sementara itu aku melihat kesempatan ini segera berlari dan bersiap untuk menendang.

Teriakan penonton yang histeris terdengar olehku saat aku bersiap menendang volley bola liar itu.

Dengan sudut kaki terluar aku menendang bola itu. Bola melesat melengkung berbelok ke arah kanan gawang. Muslera yang menyadari perpindahan arah bola langsung mencoba melompat menutupi sudut kanan gawangnya.

Tiang!


Bola mengenai tiang, memantul ke tengah kotak pinalti dan langsung dibuang oleh Coates ke sisi lapangan.

Ah! Aku spontan memegang kepalaku dengan kedua tanganku. Aku tidak percaya.. Semua rekanku juga tidak percaya. Penonton di GBK berteriak kaget dan kecewa.

Namun GBK kembali hidup. Suara penonton langsung bergemuruh mendukung kami semua di lapangan. Rekan rekanku pun semakin semangat. Bulu kudukku merinding melihat semua penonton bersatu padu meneriakkan Indonesia dengan kompak.

Putu Gede mengambil lemparan ke dalam dan mengoper kepada Arthur Irawan. Aku langsung menyuruh Arthur untuk mengumpan ke salah satu sayap, siapapun itu. Kali ini Arthur memilih memberikan ke Andik yang berada di sudut kiri. Namun bukan Andik yang bersiap mengambil, ternyata kembali lagi Syamsir Alam yang bersiap. Bek sayap Uruguay yang lebih pendek dari Alam terlihat kaget melihat Alam yang melompat menjulang jauh lebih tinggi darinya.

Syamsir Alam berhasil memenangkan duel udara dan sundulannya ia arahkan kepada Andik yang berada tak jauh darinya. Andik yang tak dikawal oleh bek sayap Uruguay kini menusuk masuk menuju kotak pinalti. Ia kemudian memberikan umpan ke tengah kotak Pinalti dimana Sjahbandi dan Setyo telah menunggu. Umpan Andik akurat dan sangat berbahaya, bola mengalir deras dan mengarah ke sudut kanan gawang. Sjahbandi tampak sedikit lagi menyundul bola itu sebelum Godin melakukan penyelamatan gemilang dengan diving headernya.

Corner kick!

Semakin dekat.. Semakin dekat! Seluruh penonton langsung bergemuruh menyemangati kami yang mendapatkan Corner.



Menit 94'

Semua pemain tampak berkerumun di kotak pinalti. Kiper Ravi Murdianto pun turut maju. Semua penonton di GBK berteriak terbakar semangatnya. Sekali lagi terdengar Yel Yel Indonesia di seantero lapangan. Evan Dimas kembali bertugas mengambil Corner Kick. Ia tampak tegang. Ia tahu betul arti Corner Kick kali ini. Bila gagal, kesempatan Indonesia untuk masuk piala dunia musnah sudah.

Tiba tiba aku teringat latihan variasi corner yang sempat kami lakukan sebelumnya. Aku berteriak memanggil Evan Dimas. Kukepalkan kedua tanganku dan kuadu keduanya seperti petinju yang bersiap bertarung, kuberitahukan juga kepada seluruh tim. Evan Dimas dan semuanya langsung mengerti dengan maksudku. Semua pemain langsung masuk ke dalam kotak Pinalti dan memadati sudut kiri dan kanan gawang. Hanya diriku dan kedua bek sayap yang berada di luar kotak Pinalti.

Evan Dimas memberikan aba aba bahwa dia akan menendang. Semua pemain segera bersiap. Aku yang berada di luar kotak pinalti langsung menerjang masuk. Christian Rodrigues yang menjagaku terpancing dan berusaha menahanku. Tendangan Evan Dimas tidak melambung melainkan mendatar menyusuri lapangan GBK. Bukan para pemain di kotak pinalti yang Evan Dimas tuju, melainkan Dias Angga Putra, Bek sayap kiri Indonesia yang kini terlihat sendirian tak ada yang menjaga di sudut kanan kotak pinalti. Dias segera mengambil ancang ancang untuk menendang Karena semua pemain berada di sudut kiri dan kanan, maka terbukalah ruang yang lebar di tengah tengah. Beberapa pemain Uruguay yang akhirnya menyadari taktik kami segera bergegas mencoba menutup ruang tembak Dias. Namun terlambat. Dias dengan bebasnya menendang bola itu dengan kaki kirinya.

Seisi Stadion terdiam melihat Dias melepaskan tembakannya dan melihat Bola terbang bebas dan kencang menusuk ke gawang Muslera.

Muslera sendiri tidak bergeming saking kencangnya tendangan Dias.




GOOOOOOOLLLL!




Penonton GBK langsung bersorak sorai merayakan gol Dias. Seluruh Stadion GBK bergetar oleh gemuruh itu sorak sorai.

Dias pun berlari merayakan golnya dengan penuh haru. Air matanya menetes saat kami semua mengerubunginya dengan gembira. Satu menit penuh Gelora Bung Karno bergemuruh merayakan gol Dias.


Wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan.


Gol Dias membuat Aggregate menjadi 4 - 4 dan pertandingan akan dilanjutkan ke Extra time. Gol Dias baru saja menyelamatkan peluang Indonesia untuk masuk Piala Dunia.


Coach Ilham memberikan instruksi singkat kepada kami untuk terus menekan dan jangan membiarkan lawan berlama lama dalam memegang bola. Ia juga mengatakan agar kami mempersiapkan mental kami jika nanti pertandingan harus ditentukan lewat drama adu pinalti.


Babak pertama perpanjangan waktu akhirnya dimulai. Tampak stamina kedua tim mulai kendur. Dribble dribble pemain tidak lagi selengket di awal awal pertandingan. Kontrol bola kami juga tak jarang yang kurang sempurna. Begitu juga pemain Uruguay, mereka juga merasakan hal yang sama. Terlihat dari cara mereka yang tidak mau mengejar bola yang jauh dari mereka. Kedua tim terlihat menyimpan stamina bila terjadi hal hal penting saja. Hampir tidak ada serangan berarti di babak pertama perpanjangan waktu.

Namun suasana berubah ketika memasuki perpanjangan waktu kedua. Uruguay tampak mengerahkan tenaga terakhir mereka untuk menggempur kami. Kamipun akhirnya terpacu untuk merebut bola dan menyerang. Saat serangan Uruguay gagal, Ravi Murdianto segera melemparkan bola kepadaku yang menunggu di tengah lapangan. Gaston Ramirez yang menjagaku berusaha memotong bola itu. Tapi aku yang sudah mengetahui dia akan memotong segera menahan lajunya dengan badanku dan begitu bola tiba aku langsung mengoper bola itu kepada Evan Dimas. Evan Dimas melihat Sjahbandi yang berlari diantara kedua bek tengah Uruguay. Segera Evan Dimas memberikan operan mendatar yang membelah pertahanan Uruguay.

Sjahbandi berhasil mengontrol bola dengan baik. Ia yang baru masuk di pertengahan babak kedua memang masih memiliki sisa stamina yang lebih dibanding kami semua. Sjahbandi terus men-dribble bola meskipun dipepet oleh Coates dan harus beradu bodi. Tapi Sjahbandi berhasil mempertahankan keseimbangan badannya dan berhasil mendekat ke kotak Pinalti. Ia lalu melepaskan tembakan mendatar ke gawang Uruguay. Muslera melompat berusaha menepis dan berhasil!

Bola hasil tepisan Muslera menyusur ke kanan lapangan dimana Setyo langsung bergerak untuk beradu merebut bola dengan bek sayap Uruguay. Namun Setyo berhasil mendapatkan bola dan langsung melepaskan crossing ke tengah lapangan. Sjahbandi berusaha melompat, namun bola itu terlalu tinggi untuknya. Dibelakang Sjahbandi ada Syamsir Alam yang akan berduel dengan Godin. Godin lagi lagi memenangkan duel udara meskipun kepalanya harus beradu dengan Alam. Bola buangannya terpental tepat ke arahku yang berada di luar kotak pinalti. Aku segera berlari dan tanpa pikir panjang lagi menyundul bola yang sedang menukik itu sekuat tenagaku.


Bola yang kusundul terbang ke arah kiri atas gawang Muslera. Muslera kembali lagi harus terbang untuk menyelamatkan gawangnya.


Plok..


Srak..


Masuk?


MASUK!


GOOOLLL!




Sundulanku membuahkan gol! Aku langsung berteriak kegirangan saat menyadarinya. Seisi stadion juga langsung berteriak bergemuruh. Pemain Uruguay langsung terlihat tidak percaya. Beberapa dari mereka bahkan sampai menggelengkan kepalanya dan tersungkur ke tanah.


Astaga, aku tidak percaya aku mencetak gol di pertandingan sepenting ini!


Semua rekan timku langsung berlari ke arahku dan memelukku hingga aku terjatuh ke tanah. Semuanya berteriak girang.. Begitupun aku. Aku merasa seperti berada di alam mimpi..


Isyanaaa..


Gol ini untukmuu..


Aku lalu ditarik dan diangkat dari tanah oleh teman temanku untuk kembali ke sisi lapangan kami. Stadion semakin bergemuruh. Semua orang semakin tidak sabar. Tinggal sedikit lagi Indonesia masuk ke Piala Dunia!


Uruguay memulai kembali pertandingan dengan serangan mereka yang terlihat putus asa. Gaston Ramires langsung mengumpan ke tengah kotak pinalti untuk membuat kemelut di depan gawang Indonesia. Namun Ravi berhasil mengambil alih dan menangkap bola umpan tersebut dan dipeluknya erat erat bola tersebut. Seisi stadion bersorak girang. Aku melihat papan skor GBK.





114 : 28

Indonesia 2 v Uruguay 3
(Aggregate 5 - 4 )




Masih tersisa enam menit lagi.


Enam menit terakhir menuju Piala Dunia.


Ravi menendang keras bola yang ia peluk sejauh mungkin. Bola itu terbang ke sisi kanan Uruguay. Disana, Syamsir Alam telah menanti dan bersiap untuk duel dengan Coates. Kali ini Syamsir Alam berhasil menang duel dan ia berusaha menahan bola itu. Coates berusaha merebut namun Alam menutup bola itu dengan badannya. Coates yang terlihat putus asa tampak mendorong Syamsir Alam hingga terjerembab.


Wasit meniup peluit sekaligus dan mengeluarkan kartu kuning. Free kick untuk Indonesia! Kami berusaha mengulur waktu dan berjalan dengan lambat untuk mengambil free kick tersebut. Wasit menyuruh kami untuk mempercepat langkah kami. Setyo dan Alam mengambil free kick itu. Setyo mengoper ke Alam dan Alam berusaha sebisa mungkin untuk menutup semua pemain yang ingin merebut bola itu dengan badannya. Ketika ia hampir tidak bisa merebut, Alam segera membuang bola ke dekat tiang corner. Kembali penonton bersorak girang karena kami berhasil membuang waktu.


Good job Alam..


Bek sayap Uruguay dengan cepat mengambil lemparan kedalam itu dan melihat Gaston Ramirez tidak terjaga. Gaston segera men-dribble bola dengan cepat ke tengah lapangan sambil melihat pemain yang bisa ia oper.


Gawat! Kami terlena..


Gaston segera mengoper ke Arrascaetta pemain sayap kanan, Aku segera berlari mengejarnya dan berusaha mentackle untuk menghentikan pertandingan lewat free kick. Tidak peduli bila aku harus mendapat kartu. Kartu merah sekalipun aku tidak peduli. Yang penting aku harus bisa mematahkan serangan balik ini. Tackleku berhasil menyentuh Arrascaetta dan menjatuhkan dia. Aku langsung melihat wasit dan berpura pura meminta maaf. Ia mengambil peluitnya namun tidak juga ia tiup.


Aku bingung dan saat aku melihat ke arah bola, ternyata bek sayap Uruguay yang meneruskan dribbling Arrascaetta. Wasit memberikan Advantage kepada Uruguay.


Oh tidak..


Dias Angga Putra berusaha menutup laju bek sayap uruguay, namun momentum berada di tangan mereka. Dias terlambat menutup, Bek sayap itu berhasil mengecoh Dias dan lepas dari penjagaan. Dia lalu memberikan umpan yang membuat barisan pertahanan kami Kocar Kacir.


Mahir Radja berhasil memenangkan duel udara dan membuang bola. Namun tidak ada yang menyambut buangannya di luar kotak pinalti. Christian Rodriguez yang paling dekat dengan bola langsung mencoba mengontrol bola dan bersiap menendang. Mahir Radja langsung berlari dan menutup ruang tembak Rodriguez. Namun ternyata Rodriguez tidak ingin menendang, ia mengoper ke Gaston Ramirez. Semua mata bek kami memandang pasrah melihat bola bergulir ke Gaston. Gaston yang tepat berada di tengah kotak pinalti melepaskan tembakan keras.


Arthur langsung mencoba melompat membuang badannya untuk menutup bola.







Gol..





Gaston Ramirez berhasil mencetak gol dan membuat aggregate menjadi 5 - 5. Bila tidak ada gol lagi yang terjadi, maka Uruguay akan dinyatakan lolos ke piala dunia lewat peraturan Gol Tandang.

Seisi stadion terbungkam. Tidak ada yang percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Seluruh pemain Uruguay segera berlari menghampiri Gaston Ramirez yang merayakan golnya di tiang corner. Bahkan pemain cadangan mereka langsung berlari. Manajer Uruguay pun tampak bergembira di pinggir lapangan. Mereka tahu betul betapa pentingnya Gol Gaston Ramires tadi.

Kali ini Timnas yang terduduk lesu. Akupun tidak bisa berkata apa apa. Namun kukumpulkan semangatku dan segera berlari mengambil bola yang masih berada di dalam gawang. Kubangkitkan Ravi Murdianto yang tampak berkaca kaca matanya. Kulihat papan skor.





118 : 13

Indonesia 2 v Uruguay 4
(Aggregate 5 - 5 )




Masih ada dua menit..


Kubawa bola itu ke tengah lapangan dan kutaruh di titik tengah.


"Sebelum peluit terakhir berbunyi!" Teriakku dengan suara parau. Tidak bisa kusembunyikan bahwa aku juga merasa terguncang. Tapi kita harus tetap berjuang.


Pertandingan dimulai kembali.


Rasa pesimis sudah sangat terasa di seluruh stadion. Kami berusaha menyerang, tapi Uruguay benar benar langsung menutup rapat pertahanannya.


Aku bersikeras. Kucoba men-dribble bola memaksa masuk ke pertahanan lawan. Pemain Uruguay segera mengerubungiku. Aku berusaha merangsek masuk dan mendorong Coates sekuat tenagaku. Aku terjatuh, kulihat wasit untuk meminta free kick.


Berhasil!


Aku segera bangkit dan berteriak sekeras mungkin untuk menyemangati rekan rekanku semuanya. Mereka tergugah oleh semangatku yang tetap tidak mau menyerah.


Evan Dimas mengambil Free Kick. Didepannya enam orang pemain lawan berbaris menjadi pagar betis. Evan Dimas mencoba menendang..




Terblok..




Bola tendangannya terlalu rendah dan mengenai pagar betis Uruguay. Bola terlempar hingga ke dekat tengah lapangan.


Penonton terdengar kecewa.


Aku kerahkan sisa sisa tenagaku untuk mengejar bola itu.


Tidak!


Belum selesai..


Belum selesai!


Aku tidak akan menyerah.. Sebelum Peluit terakhir berbunyi aku tidak akan menyerah!


.


. .


. . .


. . . .


. . . . .



PRIT


PRIITT



PRIIIIIIITTTTTTTTTTT!




Peluit terakhir berbunyi..



Seisi Stadion Gelora Bung Karno terbungkam. Rekan rekanku tersungkur ke tanah, menangis. Aku melihat Coach Ilham dan pemain pemain yang duduk di bangku cadangan, mereka semua menunduk lesu.


Suasana kontras terjadi di pihak Uruguay. Seluruh pemain Uruguay langsung melompat kegirangan dan merayakan kemenangan mereka.


Semua penonton tampak tidak bergeming. Mereka turut merasakan rasa sakit yang sama.


Sekali lagi Indonesia tidak lolos kualifikasi Piala Dunia.


Air mataku tidak dapat kubendung lagi. Aku tersungkur ke tanah dan menangis.


Isyana..


Aku sudah berusaha..


Maafkan aku..



Coach Ilham membangunkanku. Ia berusaha tegar menghadapi semuanya ini. "Piala Dunia berikutnya kita pasti masuk.. " Ucapnya saat membangkitkanku. Aku kendalikan emosiku dan bangkit berdiri. Bersama Coach Ilham aku mengumpulkan rekan rekanku dan mencoba menghibur mereka. Aku lalu melihat Tim Uruguay. Mereka semua berdiri tegak dan menepukkan tangan mereka mencoba menghormati kami.


Seisi stadion merasa terharu oleh Uruguay yang menghormati kami. Perlahan seisi Stadion ikut bertepuk tangan untuk menyemangati kami. Yel yel Indonesia akhirnya kembali terdengar. Awalnya hanya sebagian kecil, namun dengan cepat seisi stadion ikut menyanyikan yel yel itu. Bahkan para pemain Uruguay pun ikut menyanyikan yel yel Indonesia untuk menghormati perjuangan kami.


Aku menguatkan hatiku dan menghampiri Tim Uruguay. Aku menghampiri Diego Godin sang Kapten. Kuulurkan tanganku untuk menjabat tangannya.


"Congratulations.. " Ucapku kepada mereka. Godin menjabat tanganku dan memegang pundakku kemudian berbisik, "Your team did good.. We're just lucky.. ". Aku hanya bisa tersenyum meskipun aku tahu senyumanku kecut. Aku menjabat rekan rekannya yang lain, termasuk Gaston Ramirez sang pencetak gol kemenangan. Lalu aku kembali ke timku yang masih belum bisa menerima apa yang terjadi.


"Hey.. " Godin memanggilku lagi saat aku berjalan menjauhi mereka.


"Stay strong, Indonesia!" Katanya kepadaku.


Aku mengangguk.


Stay strong, Indonesia..




======================================




"Dipta sayang.." Ucap Isyana yang berdiri di pintu masuk Ruang Ganti

"Kamu ga apa apa? Aku cariin kamu di ruang PSSI ga ada.. Kata mereka kamu masih disini" Lanjutnya. Ia terlihat cantik dengan kemeja putih lengan panjang semi transparan yang menutup tanktop putih didalamnya dan mengenakan rok selutut berwarna merah cerah. Ya memang, semua rekan rekanku sudah pergi meninggalkan ruang ganti ini beberapa saat yang lalu. Mereka semua dipanggil untuk briefing dengan PSSI, sebenarnya aku juga dipanggil. Tapi aku masih ingin di ruangan ganti ini. Merenungkan apa yang terjadi di pertandingan tadi. Aku bahkan belum memakai baju ganti setelah selesai mandi, hanya ada handuk putih yang menutupi tubuh bagian bawahku.

Isyana berjalan menghampiriku kemudian duduk di sampingku, di sebuah bangku kayu panjang yang terletak di depan loker ganti para pemain. Isyana mengambil kaos timnasku yang kutaruh disampingku dan ia taruh dipangkuannya. Ia menatapku lama, aku tidak bisa menatapnya. Aku merasa malu karena gagal melakukan tugasku untuk membawa Indonesia masuk piala dunia.


"Sayang.. " Ucap Isyana memelukku dari samping. Ia terus menatapku yang masih tidak bergeming, kekalahan tadi masih terus kuputar di otakku hingga tidak menyadari pasanganku sedang berusaha menghiburku. Tangannya yang lembut menyentuh mukaku dan ia mengarahkan mukaku ini untuk melihatnya. Ia mencoba tersenyum.


"Hey.. Jangan sedih gitu dong.. " Kata Isyana. "Kamu udah berusaha kok.. ga ada yang bisa bilang kamu ga berusaha.. "


"Harusnya.. " Aku membuka omongan.


"Sayang.. Udahlah.. Udah lewat.. " Kata Isyana. Ia lalu merebahkan kepalanya di pundakku. "Kamu tetep juara buat aku.. "


Aku ga bisa ngomong apa apa.


Isyana kemudian bangkit berdiri, lalu duduk di pangkuanku sambil menghadapku. Kedua tangannya ia taruh di leherku.


"Kamu mau ngapain?" Tanyaku saat ia duduk di pangkuanku.


"Aku pengen buat kamu ngelupain pertandingan tadi.. " Ucapnya kemudian melepaskan satu persatu kancing kemeja putih semi transparannya hingga memperlihatkan tanktop putihnya. Ia lempar kemeja itu ke sampingku. Dadanya yang lumayan padat terlihat membusung dibalik tanktop ketatnya itu. Kulitnya yang putih mulus terlihat di kedua pundak dan lehernya.


"Sayaangg ak.. "


"Sssstt.. " Isyana langsung menaruh telunjuknya ke bibirku. "Kamu gausah ngomong.. Ikutin aku aja.. " Katanya memberi perintah. Ia lalu melanjutkan kembali yang ia lakukan, perlahan lahan ia turunkan tali tanktopnya mulai dari yang sebelah kiri kemudian yang sebelah kanan. Tanktopnya belum turun ke bawah karena tertahan bra dan dadanya yang membusung itu.


Ia pegang ujung bawah tanktopnya dan dengan cepat menaikkannya ke atas, ketiaknya yang mulus tanpa bulu terlihat ketika dia sedang mengangkat tanktopnya keluar lewat kepalanya. Terlihatlah badan atas Isyana mulai dari dadanya yang masih tertutup oleh Bra hitam dengan motif merah di cupnya hingga ke perutnya yang putih dan mulus. Tanganku yang sebelumnya berada di bangku ia ambil dan ia taruh di pinggangnya. Tubuhnya terasa hangat dan mulus.


Ada desiran yang kurasakan di dalam tubuhku.


Isyana lalu mendekatkan wajahnya ke wajahku dan mencium bibirku, aku dapat merasakan rasa buah Cherry dari Lip Balm yang ia pakai di bibirnya. Ia lalu mencium pipiku, lalu turun ke leherku. Kemudian ia menatapku kembali untuk melihat reaksiku. Akhirnya aku tersenyum


"Nah gitu dong sayang.. " Katanya senang dan dia kembali menciumku.


Salah satu tanganku mulai bergerak untuk memegang cup branya yang berukuran sedikit lebih besar dari telapak tanganku. Kuraba dan kuremas bra Isyana hingga payudaranya semakin menyembul keluar dari branya. Sementara tanganku meremas bokongnya tepat diantara belahan bokongnya.


Isyana lalu melepaskan ciumannya dan menepis tanganku yang memegang dadanya. Tangannya bergerak kepunggungnya untuk melepaskan pengait branya. Saat pengaitnya terlepas, Isyana tidak buru buru melepaskan cupnya. Tangan kanannya menahan agar cupnya tidak jatuh sementara tangan kirinya dengan perlahan melepaskan tali branya. Begitu kedua tali terlepas dari tangannya barulah Isyana melepaskan pegangannya dari cup itu. Dengan pelan terjatuhlah bra Isyana dan menunjukkan sepasang payudaranya putih bersih dengan puting susunya yang berwarna coklat muda.


Hawa nafsuku langsung meningkat begitu melihat pemandangan indah itu. Isyana merasa senang saat melihatku begitu tertarik oleh payudaranya. Isyana lalu mencondongkan badannya kearahku dan kedua tangannya merapat kedadanya, membuat payudaranya bergerak dan saling beradu di tengah. Aku menahan nafasku saat melihat payudara Isyana seperti itu. Aku melirik Isyana dan melihat tampangnya yang menggodaku.


"Kamu mau ini?" Tanya Isyana menggodaku. Tangan kirinya menggenggam payudara kirinya dan ia memainkan puting susunya. Aku mengangguk dan langsung kutenggelamkan kepalaku ke payudara Isyana. Tangan kananku memegang punggungnya dan mendorongnya kearahku supaya aku makin menikmati desakan payudaranya di wajahku. Kumainkan puting susu Isyana hingga membuat Isyana mulai mengeluarkan desahannya.


Isyana mulai merem menikmati rangsangan yang kuberikan di kedua payudaranya. tangan kirinya terangkat mengusap rambut panjangnya sendiri sementara tangan kanannya ia letakkan di leherku dan menekanku untuk tidak melepaskan wajahku dari Payudaranya.


Desahan Isyana semakin menjadi jadi.


"Sayang jangan terlalu berisik nanti kedengeran orang.. " Ucapku disela sela menghisap payudaranya. Isyana langsung menurut dan menahan desahannya.


"Masukkin sayang.. " Ucap Isyana kepadaku. Mukanya sudah memerah menahan nafsu yang sudah diubun ubun. Aku lalu meraih retsleting roknya yang berada di belakang dan melepaskan pengancingnya serta menurunkan retsletingnya ke bawah. Setelah itu langsung kudodorkan Rok merah menyala Isyana sampai ke batas lutut. Isyana memakai celana dalam model G-string dengan warna hitam di sisi dan warna merah di tengah.


"Sebentar.. " Ucap Isyana kemudian berdiri dan melepaskan roknya sendiri. Payudaranya yang padat dan ranum itu bergoyang pelan saat Isyana melepaskan rok dan celana dalamnya, memperlihatkan Vagina Isyana yang ditumbuhi bulu bulu halus yang cukup lebat namun terawat.


Aku juga segera melepas handuk yang masih melingkar di badanku. Penisku yang sudah berdiri tegak langsung terlihat begitu kulempar handukku ke lantai. Isyana kembali menyuruhku duduk dan dia segera duduk diatas pangkuanku. Ia pegang penisku dan ia arahkan masuk ke dalam vaginanya.


"Hhhh.. " Desah Isyana saat penisku ambles masuk ke dalam vaginanya. Aku cium bibirnya saat Isyana mulai menggerakkan pinggulnya. Aku juga menggerakkan bokongku ke atas untuk mendorong penisku masuk lebih dalam.


"Uhhh gila, enak banget sayang.. " Ucap Isyana.


"Kalo ada yang masuk gimana nih?" Tanyaku dan menghentikan 'tusukan' ku.


"Makanya kamu cepetan keluarnyaa.. " Ucap Isyana kemudian menggenjot kembali pinggulnya.


Baru saja berlanjut sebentar, kami berdua mendengar ada langkah kaki dari lorong. Kami berdua segera bangkit dan aku menuntunnya ke ruang mandi pemain yang berada satu ruangan dengan ruang ganti. Dari balik tembok ruang mandi kami mengintip mencari tahu langkah kaki siapa itu. Namun langkah itu justru terdengar menjauh, sepertinya hanya orang lewat saja.. Mungkin petugas kebersihan stadion.. Aku dan Isyana tertawa, benar benar pengalaman berhubungan intim yang berbeda dari yang biasanya kami lakukan.


Pengalaman berhubungan intim kami berdua termasuk kedalam kategori pasangan konvensional. Semuanya selalu dilakukan diatas ranjang, paling paling keluar sedikit ke sofa ruang tamu. Bahkan bercinta di kamar mandi saja tidak pernah. Makanya pengalaman kali ini benar benar terasa 'liar' dan membuat birahi kami membakar otak kami hingga melupakan logika.


Tawa kami berdua akhirnya terhenti. Kami berdua kembali saling melihat dan akhirnya kembali berciuman. Aku pojokkan Isyana ke tembok hingga punggungnya menempel di tembok. Kuangkat badannya dan kutopang dengan badanku. Kaki Isyana langsung melingkar di pinggangku. Tangan kanannya memegang leherku sementara tangan kirinya memegang tembok.


Kualihkan ciumanku ke leher Isyana. Isyana tampak menikmati ciuman yang kuberikan ke lehernya yang putih mulus itu. Ia menggigit bibir bawahnya sambil menikmati rangsangan yang ia rasakan. Kuhujamkan penisku ke dalam vagina Isyana dan kugerakkan pinggullku.


"Sa-sayaangg.. Aaahh.. " Desah Isyana. "Enak bangeettt.. " Lanjutnya mendesah keenakan.


Mungkin karena aku baru saja mengeluarkan tenaga yang cukup banyak selama 120 menit, aku merasa tidak kuat menopang berat badan Isyana. Dengan cepat lututku gemetar.. Namun aku masih ingin melanjutkan hubungan intim ini. Belum puas nafsuku, apalagi pengalaman kali ini begitu berbeda..


Kuturunkan Isyana dan kuajak dia ke tempat Shower. Terdapat 6 pasang Shower di kiri dan kanan ruangan ini lengkap dengan tempat sabun di samping tuas airnya. Ruangan itu berwarna putih cerah dengan keramik kotak kotak kecil.


"Kalian mandi bareng disini ya setelah tanding?" Tanya Isyana heran saat kugandeng dia ke ruangan itu.


"Iya.. " Jawabku singkat. Kemudian aku menyuruhnya menghadap ke tembok dan menunggingkan badannya hingga kedua bokongnya yang cukup padat itu menganga memperlihatkan isi belahannya. Dari belakang bibir Vagina Isyana terlihat merekah.


"Ih kalian ga ngerasa jijik apa mandi bareng gitu?" Tanya Isyana sambil mengikuti perintahku. Mukanya bersender ke tembok. Payudara ranumnya menggantung ke bawah. Kedua tangannya kupegang.


"Kenapa harus jijik sayaangg?" Tanyaku bingung.


"Ya kan kalian cow.. Aaakkhh.. " Isyana tidak dapat menyelesaikan kalimatnya karena aku sudah menghujamkan penisku ke dalam vaginanya.


Isyana langsung merem melek keenakan. Nafasnya mulai memburu.


Kumainkan tempo keluar masuknya penisku. Saat keluar aku keluarkan dengan pelan, namun saat masuk kuhujamkan dengan kencang hingga membuat tubuh Isyana bergetar.


"Uuukhh.. " Desah Isyana sambil merem. Kulepaskan kedua tangannya dan dia langsung memegang tembok.


Kutingkatkan tempo permainanku hingga kedua badan kita beradu dan mengeluarkan bunyi mengepak yang cukup kencang.


Nafas Isyana semakin tak beraturan, "Sayaaanngg... Aaaahhhh.. " Desahnya semakin lama semakin kencang.


Terus kupacu pinggulku semaksimal mungkin. Kupegang payudara Isyana yang bergerak naik turun. Kuremas payudaranya sementara tanganku yang satu lagi menarik rambutnya hingga kepalanya terdongak ke atas.


Kurasakan otot otot vaginanya mengencang dan mencengkeram penisku yang bolak balik masuk kedalamnya.


"Saayaaaannngggkkkhhhh.. " Desah Isyana. Matanya merem menunggu orgasme yang akan datang.


"AAkkkhhh!" Teriak Isyana saat orgasme itu datang. Tangannya yang memegang tembok bergerak tak beraturan dan tak sengaja memutar tuas Shower hingga airnya menyala dan menyiram kami dengan air yang cukup dingin.


Byyuuuurrrrr!


"Aaww!" Teriak Isyana kaget karena terkena air dingin. Namun ia dengan cepat langsung tidak menghiraukannya dan menikmati kedutan kedutan orgasme yang ia rasakan di vaginanya. Aku sendiri menurunkan tempo permainanku ke tempo yang lebih stabil sesuai dengan cengkeraman otot vagina Isyana agar dia dapat menikmati orgasmenya. Saat otot vaginanya menguat, kuhujamkan penisku. Saat otot vaginanya meregang, kutarik penisku. Gerakan ini membuat Isyana benar benar menikmati orgasmenya. Akupun merasa nikmat karena setiap kali aku menghujamkan penisku, seluruh penisku mulai dari batang hingga kepalanya langsung terasa seperti dicengkram dengan kuat oleh otot vagina Isyana yang sudah dipenuhi cairan kemaluannya.


Tubuh kami berdua langsung basah karena Shower yang menyala itu. Namun itu justru membuat permainan kami semakin nikmat. Melihat punggung mulus Isyana yang putih itu basah mengkilap terkena air dan cahaya lampu seperti makin menambah libidoku saja. Apalagi melihat payudaranya yang bergantung bebas, bulir bulir air melewati payudara Isyana dan jatuh didaerah puting susunya, ingin rasanya kuhisap payudara itu.


Isyana lalu membalik badannya dan menciumku dibawah derasnya air shower yang menerpa muka kami berdua. Kami berdua tersenyum. Dikalungkannya kedua tangannya ke leherku.


"Enak banget sayaanngg.. " Ucapnya sambil mengecup bibirku dengan mesra. "Sekarang giliran kamu yaa.. "


Aku mengangguk.


Isyana kemudian membalikkan lagi badannya. Ia tempelkan badannya ke tembok. Ia ambil kedua tanganku dan ia taruh di kedua payudaranya kemudian ia tekan badannya ke tembok sehingga tanganku terjepit oleh tembok dan payudaranya. Ia tunggingkan sedikit bokongnya hingga bibir vaginanya kembali terlihat dari belahan bokongnya. Ia menengok dan melihatku dengan pandangan menggoda saat aku mulai memasukkan kembali penisku ke dalam vaginanya.


"Ugh.. " Desahnya pendek. Ia matikan shower yang menyala itu hingga hanya terdengar bunyi tubuh kami berdua yang beradu. Kadang kadang bunyi tetesan butiran air yang jatuh dari shower menuju ke lantai yang terdapat genangan air juga terdengar.


"Kamu seksi banget sayang malam ini.. " Ucapku memujinya yang sedang menikmati lagi permainanku. Bulir bulir air bergerak jatuh dari punggungnya saat kuhentakkan pinggulku dengan cepat dan memasukkan penisku semakin dalam ke vagina Isyana.


"Aaahhh.. " Lenguhku saat kurasakan tanda tanda aku akan keluar.


Kedua tanganku yang masih terhimpit dadanya dan tembok kugerakkan. Kucubit puting susu Isyana yang keras, kulit kulit di Areolanya juga mengeras dan menjadi sangat sensitif.


Kupercepat pergerakan pinggulku. Bunyi kepakan tubuh kita berdua semakin keras.


"Aku mau keluar sayaangg.." Ucapku saat tanda tanda itu semakin terasa. Kutahan orgasmeku selama mungkin. Kakiku sampai berjinjit menahan orgasmeku. Aku ingin ejakulasiku kali ini benar benar keluar semua. Isyana kemudian berusaha membalik badannya dan berlutut. Namun belum sempat ia membalik badannya aku sudah keburu keluar.


"AAAaaaaaahhhh... " Teriakku saat akhirnya aku tidak bisa menahannya lagi. Kucabut penisku dan Spermaku langsung tumpah di bongkahan pantatnya. Isyana yang sedang membalikkan badannya dan berlutut akhirnya terkena semprotan spermaku yang muncrat dengan maksimal. Kukocok penisku untuk memaksimalkan rasa orgasmeku. Spermaku masih muncrat ke dada dan muka Isyana. Ohhh betapa nikmatnyaa..


Isyana lalu membantuku mengocok penisku dan sesekali Isyana memasukkan penisku ke dalam mulutnya dan ia kulum penisku. Sisa sisa ejakulasiku masih keluar dan tumpah ke dalam mulut Isyana.


"Sayang.. kamu bener bener ya malam ini.. luar biasa.. " Ucapku saat ejakulasiku selesai.


Isyana yang berlutut dihadapanku tersenyum dan mengelap sisa sisa spermaku yang ada dimukanya dan di dadanya.


"Tumben tumbenan sayang kamu mau kaya gitu.. Biasanya kan ga pernah.. " Ucapku sambil membantu Isyana berdiri. Isyana lalu memutar kembali tuas shower dan membersihkan badan dan mukanya dari spermaku. Aku lalu memeluknya dari belakang.


Isyana membalikkan badannya dan memperlihatkan mukanya yang sudah bersih dari spermaku. Wajah kami berdua basah terguyur air shower. Namun aku bisa menatap wajahnya dengan jelas.


"Iyaa.. Demi kamu! Udah lupa kan sama pertandingan tadi?" Kata Isyana.


Aku tersenyum.


Gila..


Kalau harus merasakan kekalahan pahit seperti tadi demi bisa merasakan berhubungan intim seperti ini sih..









Aku rela mengulang kekalahan tadi berkali kali.

1 komentar: