ACT 1
A New Hope
A New Hope
Ronde ke lima kualifikasi Piala Dunia 2022 Qatar, Leg kedua Indonesia 0 v Uruguay 3 ( Agg 3 - 4 )
Semua pemain termasuk diriku menatap pasrah saat bola yang ditendang Diego Rolan meluncur menuju gawang Indonesia yang sudah tidak ada yang menjaga.
"Prriiiiiiitttttt... " Peluit wasit berbunyi saat bola melewati garis gawang.
Uruguay akhirnya mencetak gol ketiganya sekaligus sementara unggul dalam aggregate menjadi 3 - 4. Diego Rolan berteriak kegirangan dan berlari ke tiang corner untuk merayakan golnya, hampir semua pemain Uruguay langsung berlari ke tiang corner untuk merayakan gol tadi. Suasana yang kontras justru terjadi di GBK. Tidak sampai satu menit yang lalu stadion ini bergemuruh dengan sangat luar biasa. Semua penonton berteriak sekuat tenaga untuk memberikan dukungan mereka kepada kami yang sedang berada diatas angin dan menggempur pertahanan Uruguay. Tapi sekarang GBK terdiam menatap perayaan Uruguay. Semua penonton terbungkam, tidak percaya dengan apa yang terjadi dalam kurun waktu satu menit terakhir. Semua pemain timnas juga terdiam. Evan Dimas tampak memegang kepalanya. Kami semua saling bertatapan, tidak tahu harus mengatakan apa..
Aku sedikit melirik ke papan skor.
79:31
Indonesia 0 v Uruguay 3
(Aggregate 3 - 4 )
Indonesia 0 v Uruguay 3
(Aggregate 3 - 4 )
10 menit menuju Full Time.. Inikah akhirnya? Kalah di kandang sendiri?
Aku menunduk ke bawah, kulihat ikatan tali sepatuku yang terlepas.. Dan teringat akan janjiku kepadanya..
.
. .
. . .
. . . .
. . . . .
Sepuluh tahun sebelumnya
Esplanade Park - Singapura, 2011
Aku sedang berdiri melihat ke arah sungai dimana sebuah kapal ferry wisata sedang mengarungi sungai membawa puluhan turis yang asik berfoto foto diatas kapal. Aku tersenyum sendiri melihat kegirangan mereka..
Seandainya aku bisa tersenyum segirang itu sekarang.. Kumainkan jari kedua tanganku dan menatap kosong ke langit sore yang sangat cerah, sinar mataharinya yang hangat dan menyilaukan segera menerpa wajahku.
"Excuse me?"
Ah seharusnya aku memanfaatkan waktu liburan ini untuk menenangkan pikiranku.. Bukan malah memenuhi pikiranku dengan rasa pesimis..
"Hello? You there by the railing?"
Aku akhirnya sadar oleh suara wanita yang memanggilku. Aku segera menengok ke sumber suara tersebut.
Seorang wanita berkulit putih dan rambut yang cukup panjang sedang duduk di kursi taman dibawah pohon, bayangan pohon rindang itu menutupinya dari sinar matahari.
"Me?" Tanyaku sambil menunjuk diriku sendiri.
"Yeah, you.. Are.. You okay?" Tanya wanita itu sambil melepaskan headsetnya. Ia menatapku bingung.
"Umm.. Yeah no.. I'm okay.. " Jawabku. Kenapa dia tiba tiba bertanya seperti itu? Ah memang orang asia.. Kulturnya sedikit berbeda dengan kultur eropa.
"Umm.. Is that yours?" Kata wanita itu lagi ketika aku akan berbalik badan. Aku melihatnya lagi dan dia sedang menunjuk sesuatu dibawah kakiku. Aku langsung nengok ke bawah.
Oh.. Tanpa aku sadari botol air mineralku jatuh dan menumpahkan isinya. Aku langsung membungkuk dan mengambil botol air mineral itu lalu mencari tempat sampah. Ternyata di dekat wanita itu duduk ada sebuah tempat sampah. Aku lalu berjalan menuju ke tempat sampah itu untuk membuang botol air mineralku ini.
"I'm sorry i didn't know.." Ucapku saat melewati wanita itu.
"That's okay.. " Jawab wanita itu. Tanpa aku sadari aku melihat barang barang yang ia bawa, banyak sekali buku buku seperti buku sketsa, dan di halaman depan buku tersebut ada sebuah label bertuliskan "na Sarasvati" Aku tidak bisa membaca kata depan sebelum Sarasvati itu.. Tapi aku sedikit takjub dengan namanya, Sarasvati, How cool is that?
"Hey, cool name by the way.. " Ucapku spontan. Wanita itu kembali menatapku bingung, mungkin dia bertanya tanya darimana aku bisa tau namanya..
"Sorry?" Tanyanya.
"Your name.. " Ucapku sambil menunjuk label di cover buku yang ia pegang. "Sarasvati, that's a cool name.. Very Indian-ish" Lanjutku.
Wanita itu langsung melihat label bukunya yang aku tunjuk dan langsung mengerti darimana aku bisa tau namanya.
"Oh.. Thanks, It is from Indian, but i'm not Indian.. I'm actually Indonesian.. " Ucap wanita itu sambil tersenyum.
Eh? Indonesia? Dia orang Indonesia? Pantesan mukanya ko rada rada Indonesia.. Kaya mojang Bandung gitu yang putih bersih dan manis..
"Lho, orang Indo?" Tanyaku spontan. Wanita itu juga sama terkejutnya.
"Iya! Elo juga?" Tanyanya antusias, aku mengangguk senang. Senangnya bertemu dengan orang senegara saat berada di negeri orang.. Tidak harus menggunakan Bahasa lain untuk berkomunikasi..
"Yaampun.. kirain orang singapura.. Abisnya disini susah sih bedainnya.. Orang Indo sama orang Lokal mirip mirip.. " Kata wanita itu langsung ngomong. "Eh duduk duduk.. " Tawarnya sambil bergeser dan mempersilahkan aku duduk.
"Makasih.. Iya nih, bedainnya aga aga susah ya? Mana banyak juga kan orang Indo yang kuliah disini.. Jadi udah cape cape ngomong Inggris, eh ga taunya sama sama Indo.. Yaa kaya kita tadi lah barusan.. " Ucapku sambil duduk disampingnya. "Oiya, gue Dipta.. " lanjutku sambil menjulurkan tanganku untuk berkenalan dengannya.
"Isyana.. " Jawabnya dan menjabat tanganku dengan erat.
Kita berdua akhirnya ngobrol ngobrol sedikit dibawah teduhnya bayangan pohon rindang itu di Taman Esplanade.
Isyana nanya kenapa aku bisa sampe ga sadar kalo botol air mineralku jatuh tadi. Aku akhirnya merasa terpancing untuk cerita latar belakangku. Aku adalah atlit pesepakbola, selama tiga tahun ini aku bermain untuk Persema Malang, setelah bermain bagus bersama Persema, akhirnya tawaran datang dari beberapa tim besar Indonesia, termasuk ke luar negeri.. Aku akhirnya tergiur untuk mencoba tawaran dari Sparta Praha, meskipun tidak masuk ke tim inti melainkan tim reserves, aku merasa tawaran itu akan menjadi batu loncatan yang sangat besar untuk diriku. Dan sudah setahun ini aku bermain di Praha..
"Ih, berarti gue harus manggil elo kaka yaa.. " Potong Isyana becanda.
"Lho, emang umur lo berapa?" Tanyaku.
"Tahun ini mau 19.. " Jawabnya. "Elo berapa?"
"21.. Astaga beda dua tahun doang gausah panggil kak lah.. " Aku mencoba menolak. Isyana tertawa.
"Berasa tua banget ya dipanggil kaka? Hihihi" Kata Isyana sambil tertawa manis. "Eh terus terus, kok sekarang di Singa? Liburan?"
"Yaa.. bisa dibilang begitulah.. Ade gue mau kuliah disini, baru mau masuk.. Gue bantu bantuin dia pindahan aja mumpung lagi summer vacation juga kan.. "
"Oh gitu.. Emang ade lo kuliah dimana? Cewe cowo?" Tanya Isyana jadi penasaran.
"Aduh gue lupa namanya.. Nanyang nanyang gitu kalo ga salah, sekolah musik gitu deh.. Cewe sih ade gue.. " Jawabku sambil mencoba mengingat ingat dimana kampus adikku kuliah.
"Sekolah musik? NAFA? Nanyang Academy of Fine Arts?" Tanya Isyana penuh antusias.
"Ah iya itu kayanya.." Ucapku santai.
"Ih sama kaya gue lhoo ituu!" Ucap Isyana girang. "Siapa siapa nama adek lo? Ntar gw jagain deh selama disini.. " Lanjutnya. Oh my God.. Senyumnya.. Gelak tawanya.. Sifatnya yang periang.. Diam diam aku merasa tertarik padanya.
Isyana kemudian menceritakan bahwa dirinya sudah berada di Singapura dari semenjak lulus sma, bakatnya dibidang musik membuahkan beasiswa penuh untuk belajar di Nanyang Academy of Fine Arts.
"Terus sekarang lagi ngapain nih sendirian gini di taman?" Tanyaku ketika Isyana selesai menceritakan kisahnya.
"Oh, ini nih.. lagi dengerin lagu.. Gue mau ikutan kompetisi gitu.. Nah harus nyanyiin lagu wajibnya, makanya gue daritadi dengerin lagu ini buat gue pelajarin.. Gituuu.. " Kata Isyana menjelaskan panjang lebar. "Elo sendiri? Kenapa sendirian? Bukannya bantuin adek pindahan.. " Isyana balik nanya.
Ah.. Aku jadi teringat lagi dengan stress ini..
"Emm.. Engga ada yang spesial sih.. Emang pengen sendirian aja tadi.. " Ucapku berusaha menutupi. Tidak mungkin kuceritakan masalahku yang sedang kesulitan beradaptasi dengan kehidupan di Praha.. Bagaimana pemain pemain muda disana sangat kompetitif dan selalu menyulitkanku untuk bisa masuk ke tim utama. Hingga kini, aku belum pernah menembus tim inti Sparta Praha. Jangankan bermain untuk tim inti, terdaftar menjadi substitute saja tidak pernah.. Ada gosip dari manajemen yang bilang kalo kontrakku yang hanya dua tahun tidak akan diperpanjang bila keadaannya begini terus.
"Eh.. kalo mau, ikutan main bola aja yuk.. Temen temen gue yang cowo suka main bola lho tiap sore.. Elo ikutan aja, biar tetep fit.. " Ajak Isyana.
"Ah engga enaklah.. masa ga kenal tiba tiba gabung.. " Aku menolak usulnya.
"Iihh banyak orang Indonya juga ko.. Lagian kadang mereka suka kurang satu dua orang.. pasti mereka nerima nerima aja ko ada orang baru.. " Ucap Isyana bersikeras.
"Yaudah deh.. tapi hari ini gue ga bisa yaa.. " Aku akhirnya luluh dan menuruti Isyana.
"Ya engga hari ini juga ya Dipta.. Kalo mau, besok jam jam segini kita ketemuan lagi deh disini.. Nanti gue temenin.. Okay?" Kata Isyana mengatur jadwal. Aku mengangguk pelan.
"Sip kalo gitu.. Sekarang gue mau balik.. Mau latihan nyanyi di rumah.. " Kata Isyana yang lalu beranjak dari kursi, "Elo masih mau disini atau?"
"Eh.. Mmm gue juga balik aja deh.. Besok kita ketemuan disini ya berarti?" Tanyaku mengkonfirmasi janjian kita tadi.
"Iyeesss.. see you tomorrow yaa?" Isyana mengangguk kemudian berjalan pergi meninggalkanku yang masih terpesona dengannya. Bener bener wanita yang menarik..
==================================
Nanyang Public Footbal Field, Nanyang Technological University - Singapore
Hap, aku mengontrol bola yang dioper kepadaku dengan mudah. Aku lalu langsung melihat sekelilingku dan melihat salah satu rekan timku yang berada di sayap berlari dan memberi sinyal untuk umpan terobosan.
Segera saja aku menendang bola ke pojok kanan lapangan untuk memberikan umpan terobosan bagi rekanku yang berlari itu. Umpanku cukup akurat dan rekanku berhasil mengontrol bolanya dengan baik dan mendapat celah yang cukup besar setelah menang adu sprint dengan bek lawan untuk crossing ke kotak pinalti, striker timku segera berlari mengambil posisi.
Dia lalu melakukan crossing dan..
Ahh.. sayang crossingnya tidak terlalu terarah dan jatuh tepat di pelukan kiper. Teriakan kecewa beberapa penonton terdengar setelah melihat usaha penyerangan kami gagal.
Aku segera bersiap siap untuk memotong bola counter attack yang pasti akan dilempar kiper ke salah satu pemain yang kosong. Saat ini ada dua pemain yang meminta bola, satu striker, satu lagi winger. Bahaya.. Keduanya bisa menjadi basis pertama serangan balik. Aku segera memberi sinyal kepada bek sayap timku untuk mengcover si pemain sayap sementara aku mencoba menjaga si striker yang cukup jangkung itu. Namun sengaja aku tidak terlalu dekat dari si striker, aku mencoba memancing kiper untuk mengoper bola kepadanya lewat bola bawah.
Pancinganku berhasil!
Kiper lawan melempar bola ke bawah, bola itu memantul di tanah beberapa kali dan mengarah ke striker jangkung yang tepat berada di tengah lapangan itu. Dengan cepat aku segera sprint, kuposisikan badanku berada di blindside si striker agar ia tidak tahu kalo aku berusaha merebut bola yang datang kepadanya.
Ah ini dia saatnya.
Sebelum si striker itu mengontrol bola dengan kakinya, aku telah tiba dan meng-intercept bola tersebut dan segera ku dribble secepat yang kubisa dan kubawa ke dekat kotak pinalti.
Beberapa pemain tengah lawan langsung mencoba menutupku. Aku sudah mengantisipasi ini, dari sela sela badan pemain lawan kulihat ada satu pemain yang terbuka posisinya. Langsung saja bola ini kuoper kepadanya dan aku segera berlari melewati kedua pemain tengah yang kaget melihatku masih bisa mengoper ke orang lain meskipun telah mereka jaga.
Aku langsung kembali meminta bola kepada pemain yang tadi kuoper, pemain itu mengerti dan segera memberikan kembali bola kepadaku yang sudah merangsek masuk di dekat kotak pinalti.
Salah satu bek lawan membaca operan ini. Tapi justru itu yang kuharapkan, dengan bek itu mencoba meng-intercept operan ini, dia akan meninggalkan posisinya dan membuat satu striker timku terbuka bebas. Benar saja, bek itu segera maju untuk meng-intercept, namun aku yang sudah siap tanpa mengontrol bola segera memberikan operan terobosan kepada si striker yang kosong.
Si striker itu akhirnya berada dalam situasi one on one. Sang kiper keluar maju daaann..
Oh nice skill.. aku mengira si striker akan menendang, tapi ternyata dia dengan tenang mampu menggocek kiper lawan dan menendang bola dengan santai ke gawang yang kosong.
"Gooooaaallll!" Teriak rekan timku senang dan sebagian berlari menghampiri si striker, sebagian lagi menghampiriku yang sudah berjasa besar untuk terjadinya gol barusan. Beberapa penonton juga bersorak kegirangan melihat aksi gol cantik tadi..
"Nice work man.. " Ucap salah satu rekan timku "You really are a pro!" Lanjutnya, kita berdua lalu ber-high five ria.
"Thanks bro.. Appreciate it!" Ucapku santai. Tak lama si striker yang membuat gol menghampiriku dan berterimakasih atas assist yang kubuat untuknya.
Inilah kegiatanku sekarang.. Bermain bola bersama anak anak kuliahan di lapangan bola Marina Bay. Tentu saja mereka bukan levelku dan aku dengan mudah di tiap permainan menjadi jendral di lapangan tengah. Salah satu kekuatanku sebagai pemain tengah adalah visi bermainku yang kuat. Aku bisa membaca permainan dan tenang saat menguasai bola.. Jadi aku selalu menjadi orang pertama dalam tim untuk menentukan kemana serangan dimulai. Semenjak aku pergi ke Sparta Praha, ini yang menghilang dari dalam diriku.. Tapi aku mendapatkan sesuatu yang sangat berharga disini, kepercayaan diri! Ini yang sejujurnya kubutuhkan.. kepercayaan terhadap diriku sendiri bahwa aku bisa bermain dengan baik. Kepercayaan diri yang akan mengembalikan form ku saat musim berikutnya di Praha dimulai.
Aku melihat Isyana bersama adikku sedang menyorakiku dari pinggir lapangan. Isyana bertepuk tangan dengan girang sambil melambaikan tangannya kepadaku. Sudah lebih dari seminggu semenjak aku pertama kali berkenalan dengan Isyana.. Kini aku dan dia semakin dekat, apalagi setiap hari aku selalu bertemu dengannya untuk pergi bersama ke lapangan ini.
Oh Isyana.. Aku tidak tahu harus berbuat apa untuk membalas semuanya yang telah kau berikan kepadaku ini..
Aku lalu bergantian dengan rekan timku, kemudian berjalan ke arah Isyana dan adikku.
"Lho? Ko udahan?" Tanya Isyana ketika aku menghampiri mereka berdua.
"Iya ah.. capek juga kali dari kemaren kemaren main full terus.. " Ucapku mengelak. Padahal sebenarnya aku ingin mengajak Isyana jalan jalan hari ini. Aku ingin.. mengungkapkan perasaanku kepadanya.. Aku sebelumnya sudah memberitahu adikku, Shinta, bahwa aku ingin mengajak Isyana pergi hari ini dan dia akan pulang sendiri, adikku setuju.. Dia merasa senang dengan kedekatanku dengan Isyana.
"Oh gitu.. Yahh.. Kalian mau balik dong?" Tanya Isyana sedikit kecewa.
"Eh ke roti es krim itu yuk, shin? Na, elo mau ikut ga beli roti es krim?" Ucapku mulai menjalankan rencanaku.
"Ah aku mau pulang aja ah ka.. Ka Isyana, temenin ka Dipta aku yaa?" Kata adikku mengikuti rencanaku. "Ka Dipta kan belom afal afal jalan di singapura.. ntar dia nyasar lagi.. " lanjutnya ngikik.
"Hiiihh kakak lo tuh yaa.. Singapura kan kecil.. masa ga afal afal sih.. " Gerutu Isyana bercanda.
"Yee.. situ kan enak udah berapa tahun tinggal disini.. " Ejekku, dalam hati berharap Isyana mau menemaniku.
"Dasarrr, ngejawaabb aja.. Yaudah gue temenin, tapi traktir gue yaa?" Kata Isyana manja memberikan syarat.
"Iyaaa tenang aja udaahh.. " Jawabku sambil mengambil handuk dan baju ganti untuk membilas badanku.
"Gue mau beli empat! Hehehee.. " Tawa Isyana kepadaku.
"Astagaa.. awas lho yaa kalo ga abis.." Ucapku mengikuti candaannya. "Mendingan gue kasih ke anak anak di Afrika" Ucapku mendramatisir.
"Iiihh Lebay deh kakak lo Shin kadang kadang.. Yaudaahhh cepetan deh bilas loo.. " Kata Isyana sedikit mendorongku untuk segera membilas diriku.
=================================================
"Elo di Singa sampe kapan Dip?" Tanya Isyana saat kita berdua sedang berjalan kaki menuju Tukang jualan Roti Es krim yang sudah melegenda di Singapura.
"Mmm.. Ga tau juga yaa.. Elo maunya sampe kapan?" Tanyaku mencoba menggodanya.
"Aaahh Dipta.. Serius nih gue nanyanya.. " Ucap Isyana sedikit merengek.
"Hehehe.. Serius gue juga.. sampe sekarang belom beli tiket nih.. Yang pasti sih sebelum pemusatan latihan Sparta Praha dimulai, gue udah harus di Praha, Na.. " Jawabku pelan. Entah kenapa aku jadi terpikir bahwa aku harus pergi dan tidak bertemu dia entah sampai kapan..
"Terus pemusatan latihannya kapan?" Tanya Isyana lagi.
"Ada apaan sih emang, tumben banget lo segitu keponya?" Tanyaku jadi bingung dengan Isyana. Sekaligus seneng juga.. Apa dia merasakan hal yang sama kaya aku ya? Takut ga bisa bertemu lagi?
"Mmm.. Ga apa apa sih.. Nonton gue dong pas gue lomba nanti.. " Akhirnya Isyana menjelaskan kenapa dia segitu keponya sama jadwalku.
"Oalaahh.. Ada maunya tohh.. Ah ogah.. Ga ngerti opera opera gitu sih gue.. " Candaku. Tentu saja aku mau Isyana.. Demi bisa selalu bertemu kamu mah apa aja aku iyain pasti..
"Iya sih.. buat yang ga suka sih pasti rada rada bete yaa nontoninnya.. " Jawab Isyana begitu mendengar responku.
"Yeee jangan ngambek gitu doonngg, becanda kali.. iya iya gue dateng.. Apa sih yang engga buat loo.. " Ucapku sambil menyenggol pundaknya. Isyana melihatku tak percaya.
"Beneran? Yeeaayy.. " Ucapnya girang. "Eh awas lho ya ga dateng! Gue minta traktir ini roti es krim segerobak ntar!" Ancamnya sambil menghentikan langkah dan menunjukku. Duuhh mukanya yang sok mengancam itu membuatku luluh.. Ingin rasanya kuungkapkan perasaanku kepadanya saat ini juga.. Tapi kuurungkan niatku.
Kita berdua akhirnya tiba di tukang roti es krim itu. Untuk ukuran pedagang yang sudah melegenda, tukang jualan ini tidak terlihat seperti legenda. Tidak ada tenda besar tempat orang orang duduk menikmati dagangannya.. Tidak ada papan iklan yang terpampang disampingnya.. Yang ada hanya dia saja, seorang bapak bapak beretnis Tionghoa yang sudah lumayan berumur duduk di sebuah kursi plastik berwarna biru di samping gerobak sepedanya yang berwarna metalik dan bertuliskan "Ice Cream Sandwich" berwarna merah.
Biasanya ia selalu ramai pengunjung, namun karena aku dan Isyana datang saat hari sudah larut sore, sudah tidak terlalu banyak lagi orang yang membeli dagangannya, apalagi sepertinya langit sedang mendung sekarang.
Si Bapak itu sudah tersenyum duluan ketika melihat Isyana dan diriku menghampirinya. Isyana memang sudah sering membeli dagangannya semenjak ia pertama kali ke Singapura.
"Hai siirrr!" Sapa Isyana dengan riang kepada si bapak itu dan melambaikan tangannya.
"Harrooo Miss Isyana! How are you laa? Wha' can i do fo' yu?" Sapa balik si bapak itu dengan aksen Singlish (Singapore-English, aksen perpaduan Inggris dan Melayu-Tionghoa) yang cukup kental.
"I'm fine sir.. Umm.. I think i want a Rum Raisin Chocolate flavour this time, do you still have that? " Kata Isyana sambil melihat ke dalam cooler box gerobak itu.
"One Rum Raisin Choklet aa.. Aanndd fo' your Boyfriend?" Tanya si Bapak itu dengan santai.
Aku dan Isyana langsung terdiam mendengarnya. Aku tidak bisa berkata apa apa.. Aduh.. bikin suasanya jadi awkward aja nih ditembak langsung kaya gitu.. Tapi emang aku dan Isyana keliatan kaya pasangan gitu ya? Ah bikin salting nih..
"Ahaha.. We're just a friend, sir.. " Ucap Isyana malu.. Si bapak itu terlihat kaget.
"Whaa'?? Not a couple? I'm sorry laa.. You look like a couple.. " Kata si Bapak itu. "Soo.. Wha' flavour fo' you?" Tanyanya kepadaku.
"I-i-i.. umm.. Cookies and Cream please.. " Ucapku aga terbata bata. Sial.. Perkataan si bapak itu bener bener langsung kena tepat di hati..
Si bapak itu segera menyiapkan pesananku dengan Isyana. Dengan cekatan ia mengambil Ice cream yang sudah dalam berbentuk balok kotak kotak dan ia potong dengan rapih, kemudian ia mengambil satu tangkap roti dan ia selipkan ice cream yang telah ia potong ke dalam roti itu. Ice Cream Sandwich! Isyana sudah bersiap untuk membayar es krimnya, tapi aku langsung mencegahnya.
"Kan gue udah bilang gue yang traktir.. " Ucapku sambil memberikan $3 kepada si Bapak. Isyana berterimakasih kepadaku.
"Thank you sirr.. Keep the change.. " Ucapku menolak kembalian .50 sen yang akan diberikan si bapak.
"Aahh.. Gentleman ah?" Kata si bapak itu. "Hey, young man.. If i were you, i will never let her go.. you understand ha?" Bisiknya kepadaku. Aku terdiam mendengarnya.
"Y-y-yes.. Thank You S-s-sirr.." Jawabku.
Kamipun berpisah dengan si bapak penjual es krim itu dan mencari tempat duduk di dekat Patung Merlion. Seperti biasa tempat ikonik itu selalu ramai oleh turis yang ingin berfoto dan mengabadikan dirinya bersama patung duyung berkepala singa yang menjadi salah satu ikon Singapura. Aku dan Isyana berhasil mendapatkan sebuah tempat duduk dan kita berdua duduk sambil melihat orang orang yang sibuk mencari gaya masing masing untuk difoto. Isyana sibuk menikmati roti es krimnya dan tidak mengajakku ngobrol sama sekali. Aku pun bingung ingin berkata apa kepadanya.
"Eh.. Mau tau sesuatu ga?" Tiba tiba Isyana ngomong. Thank God.. lumayan lah pecah juga ini keheningan..
"Apa tuh?" Responku berusaha santai.
"Selama gue di Singa, gue belom pernah lho foto di Merlion.. " Kata Isyana memberikan pengakuan sambil tersenyum malu. Orang Indo yang tinggal di Singapura biasa menyingkat negara ini menjadi 'Singa'.
"Oh ya? Serius lo?" Tanyaku tak percaya.
"Serius!" Jawab Isyana singkat sambil melahap Roti Eskrimnya.
"Yaudah pas kalo gitu mumpung kita lagi disini.. Yuk gue fotoin.. " Ucapku langsung berdiri dan mengajaknya berfoto. Isyana menggelengkan kepalanya.
"Aaahh.. Malu aahh guee, banyak orang gini.. " Katanya. Ga biasanya dia jadi malu kaya gini.
"Duuhh gimana ntar mau nyanyi buat kompetisi di depan ribuan orang.. foto di tempat serame ini aja ga berani.. Udah ayoo gue temenin!" Aku berusaha membujuknya.
"Ih ga di depan ribuan orang juga woo.. Lebay deh.. " Kata Isyana sambil mencibir.
"Yaa elo tau lah maksud guee.. ayo yuukk!" Aku tetap menyemangatinya untuk foto di Patung Merlion dan tanpa aku sadari aku merain tangannya untuk membangkitkannya dari tempat duduk.
Isyana akhirnya bangkit dan menurut aja saat aku menggenggam tangannya dan menuntun dia menuju ke dekat Patung Merlion itu. Begitu sampai di pagar pembatas, aku melepaskan tangannya dan segera mengambil handphoneku dan bersiap memotretnya. Isyana tampak malu malu dan salah tingkah.
"Aduh, Dipta.. Gayanya gimana niih?" Kata Isyana setengah berteriak kepadaku sambil menjaga Roti Eskrimnya agar tidak berceceran.
"Terseraahh.. Kaya lagi difoto aja gayanya.." Ucapku asal dan melihat ke layar handphoneku. Wajah Isyana terlihat bingung. Dia lalu mencoba tersenyum dan melihat ke kamera.
"Gini kali yaa?" Teriaknya sambil menahan posenya. Aku mengangguk dan segera memotretnya berulang kali sambil mengatur angle yang tepat layaknya fotografer handal.
"Coba liaat!?" Pintanya kepadaku. Aku segera menghampirinya dan menunjukkan hasil jepretanku.
"Idiih banyak banget.. ngefans mas sama saya?" Kata Isyana spontan begitu melihat banyaknya gambar yang kuambil.
"Yee.. itu biar lo banyak pilihan.. ntar lo pilih yang bagus, gue kirim ke elo terus sisanya ya gue apus laahh.." Ucapku sambil melihat terus gambar yang barusan kuambil bersama Isyana.
"Eh coba coba kita foto lagi dong berduaa!" Kata Isyana langsung mengambil hapeku. Aku berusaha stay cool, padahal dalam hatiku berbunga bunga..
"Yuk.. Ayo gaya yaaa!" Kata Isyana setelah mengubah ke kamera depan. Dia mengangkat hapeku dan di layar terlihatlah aku dan dia berdiri saling berdekatan dengan latar Patung Merlion yang sedang mengeluarkan air pancur dari mulutnya di kanan belakang kita berdua. Kita berdua mencoba tersenyum, aku mencoba sebisaku untuk terlihat menarik. Isyana lalu mengambil gambar beberapa kali.
"Ganti gaya doongg!" Ucapnya.
"Dih tadi aja malu malu.." Gerutuku padanya.
"Tadi kan sendiri.. sekarang ada temennya.. ayoo gayaa!" Perintahnya kepadaku. Aku bingung harus bergaya seperti apa, aku lalu bergaya seperti orang bingung saja dan mataku melirik ke Isyana. Sementara itu Isyana bergaya seperti orang yang akan melahap Roti Es krimnya dan tidak melihat ke kamera.
Cekrek. Gambar itu terambil sudah.
"Aahh lucuuu!" Kata Isyana saat melihat hasil gambarnya. "Lucu banget yaa kita berdua disini!" Kata Isyana sambil melihatku dan tersenyum senang. Aku melihatnya dan sepertinya di bibirnya ada bekas es krim. Spontan aku mengelap bekas es krim tersebut dengan jariku.
Isyana tidak bereaksi apapun, ia justru malah mentapku dalam dalam dan menghentikan tanganku. Aku kaget dan tersadar dengan apa yang kulakukan.
"So-sorry, Na.. Itu ada bekas es krim di bibir l-l-lo.." Ucapku sedikit panik. Isyana lalu mencoba melepaskan tanganku dan dia mengelap bibirnya dengan tangannya sendiri.
Otakku langsung menyuruhku untuk mengungkapkan perasaanku sekarang juga. Kita berdua sedang berdiri berdekatan dengan latar belakang Patung Merlion, tidak ada lagi momen yang lebih tepat dari sekarang..
Jantungku langsung berdegup kencang..
"Na.. " Ucapku pelan. Berharap Isyana tidak mendengarnya, tapi di lubuk hati terdalam berharap ia mendengar.
"Ya?" Respon Isyana yang langsung melihatku.
"Gu-gue pengen ngomong sesuatu.. " Aku memberanikan diri untuk membuka kalimat itu.
"I-iya Dip?" Kata Isyana pelan.
"Gue.. G-gu-gue.. "
Brrrrrsssshhhhhhh......
Hujan tiba tiba turun dengan derasnya. Semua orang termasuk diriku tidak menyangka akan datangnya hujan ini.
Aku dan Isyana segera berlari berdua mencari tempat berteduh bersama begitu banyak orang lainnya. Karena kita berada di tempat terbuka, kita harus berlari aga jauh untuk mendapatkan tempat berteduh.. Alhasil begitu kita sampai ke daerah bangunan terdekat, pakaian kita semua sudah terlanjur basah oleh air hujan.
Isyana tertawa saat melihat diriku sibuk mengelap bajuku yang basah kuyup. Sisa roti eskrim yang belum habis juga terpaksa kubuang ke tempat sampah karena sudah hancur terkena air hujan. Dia mengusap mukanya dari air lalu berkata kepadaku, "Dip.. Main ujan ujanan yukk sekalian pulang.. " Kemudian tanpa menunggu responku dia menarik tanganku dan mengajakku berjalan.
Isyana terlihat begitu menikmati hujan hujanan ini. Dia bahkan mengangkat kedua tangannya dan menengadahkan kepalanya ke atas untuk langsung terkena air hujan di mukanya. Sepanjang perjalan sampai menuju ke pintu masuk MRT, Isyana tampak menikmatinya. Aku pun dibuat terheran olehnya.
Kami berdua mengeringkan diri kami di pintu masuk MRT agar tidak membuat becek. Orang orang melihat kami dengan heran yang mau berhujan hujanan seperti itu. Setelah tidak terlalu basah, kami akhirnya masuk ke dalam stasiun MRT dan naik MRT menuju ke tempat tinggal Isyana. Aku bersikeras menemaninya hingga sampai ke rumahnya sebelum aku pulang ke tempat adikku.
================================================== ===========
Isyana mempersilahkanku masuk ke flat nya. Kita berdua terpaksa hujan hujanan lagi begitu keluar dari stasiun MRT dan berlari melwati hujan hingga sampai ke flat Isyana. Tadinya aku ingin langsung pamit, tapi Isyana memaksaku untuk naik dan berteduh sementara supaya ga masuk angin.
"Duuh maaf yaa ngerepotin.. " Ucapku kepadanya saat masuk.
"Santai ajaaa.. Bentar yaa gue ambilin handuk.. " Kata Isyana yang langsung sibuk begitu sampai di flatnya sampai sampai lupa menyalakan lampu kecuali lampu di pintu masuk. Aku menunggu di dekat pintu agar tidak membasahi lantai flatnya. Aku tidak bisa melihat jelas isi flatnya yang masih gelap.
"Yaampun, ngapain coba berdiri disitu.. masuk aja sih udah!" Kata Isyana saat kembali kepadaku sambil membawa handuk untukku. Dirinya sendiri sedang mengelap rambutnya dengan handuk yang lain.
"Thanks" Ucapku sambil mengambil handuk yang diberikan Isyana "Ga apa apa nih ya gue masuk?" Tanyaku memastikan.
"Iyaa ga apa apaa.." Kata Isyana yang kembali berlalu dan tampak membereskan sesuatu. "Maaf yaa kalo berantakan.. " Suaranya terdengar dari ruangan lain. Ia lalu menyalakan lampu lampu ruangan.
Flatnya cukup bagus, ruangan dapur beserta meja makan langsung menyambut di dekat pintu masuk, ruang tamu di dekat balkon lengkap dengan televisi dan seperangkat sofa bergaya minimalis kemudian dua kamar tidur dengan satu kamar mandi diantara kedua kamar itu.
"Eh kalo mau minum ambil sendiri aja yaa.. Seduh teh aja juga boleehh.. itu kopi teh dan semacamnya ada di deket kulkas.. Gelas buka buka aja laci di lemari dapur" Suara Isyana terdengar lagi dari salah satu kamar.
"O-Okaayy.. " jawabku sambil mencari gelas. Badanku mulai terasa menggigil nih.. Sebelum aku jatuh sakit, sepertinya minum segelas teh hangat adalah ide yang baik.. Dalam sekejab akupun lalu membuat segelas teh panas dan segera kupegang gelas itu dengan kedua tanganku untuk mentransfer panas teh itu ke tanganku. Kemudian panas yang ada di tanganku kusebarkan ke seluruh tubuhku. Kutepuk tepukkan tanganku ke leher dan ke dada agar membuat suhu tubuhku hangat. Namun karena bajuku yang masih basah, dengan cepat aku kembali menggigil kedinginan.
"Eh kalo mau mandi air anget mandi aja yaa.. Gue tadi baru aj.. Astaga.." Isyana menghentikan kalimatnya saat melihatku yang menggigil di dapur sambil memegangi segelas teh yang kubuat. "Itu baju lo kenapa ga dilepas Diptaa? Nanti masuk angin lhoo.. " Kata dia lagi. Isyana sudah mengganti bajunya menggunakan Tanktop warna marun dan celana piyama. Kulit putihnya yang mulus terlihat sangat jelas sekali di pundak dan lengannya yang tidak tertutup sehelai benangpun.
"G-g-ga a-da b-ba-j-ju la-g-gi gu-e" Ucapku terbata bata karena menggigil kedinginan.
"Yaampun kan masih ada baju bekas elo main bola tadi yaa? Pake aja lagi.. Ayo cepetan dilepas.. Nanti sakit ih!" Kata Isyana panik sendiri.
Iya juga yaa.. Aku kan masih ada baju bekas tadi main bola.. Ga kepikiran..
Isyana lalu menolongku melepaskan bajuku yang masih basah. Sejenak Isyana tertegun melihat badanku yang telanjang tanpa mengenakan baju. Akupun tertegun saat melihat Isyana berada begitu dekat denganku. Ingin rasanya aku memeluk dia..
"Umm.. Mana tas lo? Ah iya.. ini.. " Kata Isyana grogi kemudian mengoper tasku yang juga basah, untung kedap air, sehingga dalamnya tetap kering. Aku mengeluarkan baju beserta hapeku dan hape isyana dari tasku dan kuletakkan diatas meja sementara aku akan memakai baju bekas ku main bola tadi.
"Eeehh.. badan lo masih basaahh!" Tiba tiba Isyana mengambil handuk dan mengelap dada dan perutku yang memang masih basah. Aku awalnya ga merasa apapun hingga akhirnya sadar akan apa yang Isyana lakukan. Aku yang lebih tinggi dari dia dapat dengan jelas memandang wilayah dadanya yang sedikit terlihat karena dia sedikit membungkuk saat mengelap perutku. Kedua payudaranya terlihat menyembul dari balik tank topnya yang sedikit terbuka. Putih, mulus dan bening.. Astaga.. Benar benar seperti bidadari..
Isyana akhirnya tersadar dengan apa yang ia lakukan, saat mengelap badanku dengan handuk lama lama dia berhenti dan sedikit melirikku.
"Ma-makasih, Na.. Udah enakan ko gue.. " Ucapku pelan. Momen ini.. Momen ini muncul lagi..
"Sama sama, Dip.. " Kata Isyana pelan. Dia lalu berbalik dan berjalan menjauhiku.
"Na.. " Panggilku.
"Ya, dip?" Isyana berhenti dan sedikit menengok. Tangannya masih memegang handuk yang ia pakai untuk mengelap dadaku, ia pegang erat erat.
"Gue.. sayang sama lo, Na.. " Akhirnya kukumpulkan keberanianku dan kuungkapkan perasaanku kepadanya. Aku menanti reaksi Isyana.
Namun yang terjadi malah diluar dugaanku. Isyana membalikkan badannya dan terlihatlah kalau dia sedang menangis. Aku langsung menghampirinya dan langsung memeluknya.
"Lo kenapa nangis, Na?" Tanyaku bingung sambil mendekapnya erat. Isyana terus terisak dipelukanku.
"Dipta.. Maaf.. Tapi Isyana udah punya seseorang.. Maaf Dipta.. " Ucap Isyana menahan isakan tangisnya. "Isyana nyoba untuk nganggep Dipta sebagai temen.. Tapi ga bisa.. Isyana harusnya ga ngasih Dipta harapan kaya gini.. Maaf Dipta.. Aku tau aku egois.. "
Sesuatu yang lebih menusuk dari rasa menggigil berkecamuk di dalam badanku saat mendengar Isyana berkata seperti itu. Matakupun berkaca kaca, namun aku harus tegar.. Aku harus menerima ini semua dengan lapang dada. Aku tidak mau juga merebut seseorang dari orang lain.
Kupeluk Isyana lebih erat, dan kukecup keningnya.
"Ga apa apa ko.. Dipta yang harusnya minta maaf.. Maaf aku udah gangguin kisah kamu dengan dia ya, Na.. Aku ga tau kalo kamu udah punya seseorang" Ucapku sambil melepas pelukanku. Tangis Isyana meledak. Ia menutupi mukanya dengan kedua tangan dan handuk yang tadi ia pakai untuk mengelapku. "Aku pamit pulang, Na.. " lanjutku sambil memakai bajuku bermain bola tadi dan meretsleting tasku lalu beranjak ke pintu.
Isyana segera berlari menghampiriku dan memelukku dari belakang dengan erat sebelum aku membuka pintu. Aku terdiam beberapa saat kemudian membalikkan badanku. Kuangkat dagu Isyana yang tertunduk. Dan kucium dengan lembut bibirnya. Kupeluk dirinya dengan erat dan kusudahi ciuman itu.
"Semoga kamu menang ya Na di kompetisi nanti.." Ucapku kemudian segera keluar meninggalkan Isyana yang tidak dapat bergerak.
Di jalanan masih hujan cukup lebat. Tapi tidak kupedulikan. Aku berjalan dengan cuek di trotoar di tengah derasnya hujan. Hatiku hancur.. Air mataku mengalir deras, namun tersamarkan oleh air hujan yang deras menimpa mukaku. Saat berjalan ditengah hujan, tidak ada yang bisa melihatmu menangis..
Setelah hari itu, aku tidak lagi bertemu Isyana. Aku berikan semua foto yang kuambil saat di Merlion kepada adikku, biar dia yang nanti mengirimkan langsung ke Isyana. Aku memutuskan untuk segera pergi dari Singapura keesokan siangnya. The sooner the better.
Sebelum aku boarding pesawat, aku cek kembali hapeku dan melihat gambar.. Ah masih ada satu gambar yang belum kuhapus, fotoku berdua dengan Isyana yang mukaku bergaya bingung dan Isyana yang bergaya memakan Roti Eskrim.
Kukirimkan foto itu ke kontak Whatsapp Isyana. Kutuliskan caption "Bila memang ini ujungnya, Kau kan tetap ada.. Di dalam jiwa.. "
Langsung kumatikan hapeku, kukeluarkan simcardnya dan kubuang ke tempat sampah, dan akupun boarding pesawat ke Perancis. Dari situ aku akan pindah pesawat dan terbang ke Praha, untuk melanjutkan karirku.
Di Praha, kualirkan semua emosiku yang berkecamuk ini di lapangan. Emosiku membuatku makin termotivasi dan lambat laun membuatku menjadi lebih dewasa dan sabar. Ini semua mempengaruhi permainanku yang makin lama mulai membaik. Keputusanku saat bermain di lapangan makin membaik dan kepercayaan diriku semakin bertumbuh. Akupun mulai sering dipanggil latihan bersama tim inti Sparta Praha hingga akhirnya momenku tiba. Aku menjadi substitute dan masuk saat kapten tim Borek Docikal harus ditandu keluar lapangan karena cedera.
Kumanfaatkan kesempatan bermainkan dengan semaksimal mungkin dan langsung terlibat dengan permainan tim. Dengan cepat aku langsung menjadi pusat permainan, ritme permainan aku yang atur dan arah serangan aku yang menentukan. Manager tim Zdenek Scasny memuji debutku saat post match press conference, menurutnya aku telah banyak improv semenjak kembali dari summer holiday dan akan mendapat lebih banyak kesempatan bermain mulai saat ini. Dan dia tidak berbohong, selama satu musim aku mendapat kesempatan 21 main bermain dengan 14 diantaranya berada di starting line up. Aku juga ditawarkan kontrak baru dalam durasi 4 tahun hingga tahun 2015 dan diberikan kenaikan gaji yang cukup signifikan. Akhirnya aku bisa sukses di Praha.. Dalam 4 tahun berikutnya, aku telah tampil untuk Sparta Praha sebanyak 83 kali dengan mencetak 24 gol dan menjadi salah satu pemain favorit pendukung klub ini.
Sayang selama aku bermain di Sparta Praha, klub ini tidak pernah lolos kualifikasi Liga Champions.. Pentas yang menjadi targetku berikutnya. Beberapa klub top Perancis dan Belanda berminat merekrutku, namun mereka terhalang oleh aturan Non EU Player yang kurang lebih menjelaskan bahwa pemain diluar kebangsaan Eropa yang rangkingnya masih rendah tidak dapat bermain di liga liga teratas Eropa. Aku yang berasal dari Indonesia tentu saja mengalami kesulitan karena ranking Indonesia tidak pernah menembus 100 besar..
Namun ada jalan keluarnya.. Pemain yang negara kebangsaannya diluar peringkat 100 besar itu tetap bisa bermain di liga liga teratas, asalkan pemain tersebut merupakan pemain yang memiliki talenta yang berlebih , Exceptional Talent menurut bahasa Inggrisnya. Salah satu kriteria mendasar pemain yang memiliki Exceptional Talent ini adalah, pemain yang mampu mengangkat Timnasnya maju hingga mendapatkan prestasi ataupun menjadi pemain terpenting untuk Timnasnya untuk beberapa waktu.
Agenku segera menganjurkanku untuk mulai bermain untuk Timnas Indonesia agar aku bisa mendapatkan kriteria Exceptional Talent. Namun aku ragu.. Kembali ke Indonesia? Semenjak pertemuanku dengan Isyana aku sudah jarang kembali ke Indonesia.. Kalaupun kembali hanya saat liburan hari raya saja dan bertemu keluarga.. Entahlah, aku tidak terlalu ingin berlama lama di Indonesia.. Kenangan dengan Isyana masih sangat membekas di dalam diriku, dan pergi ke Indonesia hanya akan terus mengingatkanku kepadanya.. Apalagi terakhir kali aku kembali ke Indonesia, Isyana sedang naik naiknya di industri musik Indonesia. Dimana mana selalu kudengar namanya..
Namun di sisi lain aku menginginkan diriku berlaga di level berikutnya. Aku tau diriku mampu melakukan itu. Untuk sementara ini aku memperpanjang kembali kontrakku dengan Sparta Praha selama 3 tahun hingga 2018 dengan Release Clause yang tidak terlalu tinggi. Lalu agenku mulai mengontak pihak PSSI dan menunjukkan performaku selama berada di Sparta Prague. Tentu saja PSSI langsung sangat tertarik, mereka mengaku kaget karena tidak mengetahui ada pemain sepertiku yang bermain dengan stabil di Eropa. Akupun langsung diberitahu bahwa Timnas Indonesia akan memanggilku untuk berlaga di Kualifikasi Piala Dunia 2018. Semuanya berjalan sesuai dengan harapanku..
Hingga akhirnya Sanksi FIFA itu datang. Presiden Jokowi lewat Menpora mengumumkan bahwa PSSI akan segera dibekukan demi mempersiapkan PSSI menjadi lembaga yang profesional. Keputusan mengintervensi kinerja PSSI ini bertentangan langsung dengan Statuta FIFA, dan FIFA sebagai lembaga tertinggi di dunia Sepakbola akhirnya menjatuhkan sanksi pelarangan Indonesia untuk terlibat dalam segala hal yang berhubungan dengan kegiatan FIFA hingga Pemerintah Indonesia melepaskan Intervensinya.
Timnas Indonesia yang tadinya akan menjalani laga kualifikasi pun harus dibatalkan. Aku seperti kehilangan semangat bermain.. Form ku mulai menurun dan lama lama mulai kehilangan tempat regulerku di Tim. Aku berada di titik terendahku selama karier sepakbolaku. Selama tiga tahun berikutnya aku hanya mampu tampil sebanyak 27 kali dan mencetak 3 gol saja, bahkan di tahun terakhirku aku hanya bermain 5 kali saja, itupun satu kali untuk menghormatiku yang akhirnya tampil untuk Sparta Praha sebanyak 100 kali.. Di akhir musim 2017/2018 Kontrakku dengan Sparta Praha akhirnya habis dan tidak diperpanjang. Sebenarnya masih banyak klub klub yang berminat untuk menggunakan jasaku, namun aku menolaknya karena aku sudah tidak ingin bermain lagi di Eropa. Beberapa klub dari Australia, Tiongkok, Jepang, Thailand, dan Malaysia tertarik untuk mendatangkanku setelah mendengar aku tidak ingin bermain di Eropa. Aku masih belum menentukan pilihanku.. Aku ingin menikmati waktuku dulu di Jakarta.
Satu hal yang pasti. Aku harus mengubur mimpiku bermain di Liga Champions
Tidak ada komentar:
Posting Komentar