*BAB IV – ASMARA PELIPUR LARA*
Festival Band “Black Rockinfest” Regional Kaltim merupakan kerjasama antara produsen rokok multinasional yang berbasis di Kudus dengan pemerintah setempat. Festival ini disisipkan pada rangkaian acara Pesta Laut Bontang yang diselenggarakan di Bontang Kuala, sebuah perkampungan nelayan yang didirikan di atas air menggunakan kayu ulin yang sambung-menyambung. Sejak ratusan tahun lalu, setiap tahunnya warga kota ini merayakan pesta untuk mensyukuri panen hasil laut, rejeki tiada banding dari Yang Maha Membukakan Pintu Rejeki. Agenda Pesta Laut ini biasanya diisi dengan berbagai macam perlombaan yang pastinya tidak akan terpikirkan oleh pelancong yang berasal dari kota dengan budaya non-maritim. Mulai dari kegiatan tradisional semacam lomba memancing perseorangan dan beregu, lomba menyelam tradisional, lomba menombak ikan, lomba dayung, lomba ketinting (sejenis kapal kecil), sampai yang modern seperti lomba bilyard, dan tahun ini, lomba musik modern beregu alias grup band. Rentetan acara ini normalnya selesai dalam jangka waktu satu sampai dua minggu, dibuka dan ditutup oleh yang terhormat Walikota Bontang sendiri.
Bontang Kuala, perkampungan di atas air
Panggung festival band itu sendiri berada di area paling luas yang menghadap ke Selat Makassar, persis berdekatan dengan pintu masuk Cafe Kapal. Dinamakan demikian, karena cafe tersebut mengambil bentuk sebuah kapal-laut-berukuran-sedang dengan posisi agak ke tengah, seolah-olah sedang bersandar untuk kemudian berlayar kembali. Prosesi festival sudah berjalan sejak pagi. Situasi sekeliling panggung riuh rendah, ramai oleh anak muda seantero Kaltim -- baik peserta maupun penonton -- yang lintang pukang, hilir mudik sepanjang penyelenggaraan acara.
Tim juri kita beserta segenap kru lapangan sudah tampak sibuk, memersiapkan rentetan acara yang sedianya baru akan berakhir malam harinya. Niko, kukuh dengan setelan necisnya, tampak serius menilai penampilan setiap kontestan. Dara terlihat anggun mengenakan gaun-gaya-harajuku selutut berwarna merah-hitam, serasi dengan topi fedora hitam dan boots setinggi betis yang juga hitam. Matanya yang sembap karena kurang tidur tertutup dempulan riasan wajah. Ekspresinya tetap ceria seperti sebelumnya. Ia kesampingkan dulu degup jantung yang-selalu-tak-keruan karena kehadiran pria pujaan di sebelahnya, mencoba memerhatikan performa anak-anak muda di hadapannya. Riki tetap mengenakan kaus hitam, kali ini bersablon band symphonic-metal dari Finlandia, dipadu dengan slim-fit-jeans biru dongker dan sepatu Vans hitam KW. Ia tampak acuh-tak acuh, hanya sebagian kecil peserta menarik perhatiannya. Diantara yang dapat membuatnya terperangah adalah vokalis tampan yang menyanyikan tembang Forever and One dengan sempurna, gitaris kimcil yang memainkan solo Let There be Rock dengan jumawa, serta grup akustik yang membawakan cover Roman Picisan dengan istimewa. Sisanya, nyaris nihil. Bahkan tak dapat membuatnya melepaskan lirikan ke arah Dara yang sesekali ia lontarkan.
Menjelang malam, Dara sudah mengantongi beberapa nama potensial berikut video footage untuk ditunjukkan pada bos besar di Pondok Indah. Tak tampak ada yang berbeda antara ia dan Riki sepanjang hari itu, hanya sebatas bisikan dan sentuhan-sentuhan kecil yang membedakan hubungan mereka dari hari sebelumnya. Bahkan ketika festival resmi berakhir malam harinya, tiada tercermin kedekatan berarti dari gelagat dan tabiat kedua orang muda ini. Demikian pula yang terjadi keesokannya, ketika rombongan kita berwisata ke pulau Beras Basah. Pulau ini berjarak sekira empat puluh menit berlayar dari Kota Bontang. Beras Basah menyuguhkan panorama serupa suargaloka. Perwujudan taman firdaus di dunia, dalam hakikat yang sesungguh-sungguhnya. Tempat ini menyimpan sejuta pesona bahari yang memanjakan tiap sanubari. Pasirnya putih sejauh mata memandang. Beraneka rupa biota laut, sesekali menyapa pelancong dengan santainya. Sebuah mercusuar bertengger gagah di ujung garis pantainya, menyambut siapapun yang berkunjung kesana. Sebuah penampakan surgawi bagi siapapun yang memiliki hobi fotografi, memancing, travelling, bahkan yang hanya senang bermain air.
Pulau Beras Basah, surga kecil beraroma bahari
Itu pula yang dilakukan tokoh-tokoh kita. Bermain air, tak henti mengambil gambar serta mencari puluhan kerang, bintang laut atau kepiting yang tak sengaja terdampar tersapu ombak yang menuju pantai. Tiara sudah melupakan kedongkolannya tempo hari. Dengan tanktop merah dan celana jins mini yang ditutup kain motif bermuda, ia menghabiskan waktu bersama Dara mengitari pulau dan bermain air. Niko membawa kamera DSLR-nya mengikuti kemanapun kedua gadis itu pergi. Baginya, penampakan dua bidadari dengan pakaian mini tak akan ditemuinya kembali. Beras Basah? Sewaktu-waktu pun ia dapat dengan mudah kesini. Dirinya merasa bagaikan Jaka Tarub. Ingin rasanya ia mencuri selendang salah satu bidadari sebelum mereka bertolak kembali ke kahyangan. Riki memisahkan diri, terdiam menatap laut sepanjang hari sambil tak henti menghembuskan asap kreteknya. Kesunyian ini merampas seluruh indranya, memesonakan dirinya sampai relung batin terdalam. Ia menikmati setiap semilir angin yang berhembus halus, setiap gelintir ombak yang berdesir lirih, setiap nyanyian camar yang berkicau lantang, serta yang paling merdu baginya, samar celoteh Dara yang sedang bermain bersama Tiara, berteriak dan tergelak lepas bagai burung elang di angkasa bebas. Suara itu mendayu merdu, bergema syahdu di hatinya. Begitulah kawan, terkadang cinta memang tak harus menguasai. Asmara tak berarti mesti memiliki. Riki menyadari, dirinya bukanlah sosok yang dapat membahagiakan Dara. Bukanlah pula figur yang dapat dibanggakannya. Telah ia putuskan, tak ingin ia mengikat Dara dengan hal-hal serupa hubungan asmara. Hanya akan mengganggu kehidupan gadis itu saja. Biarlah jika Dara lalu merasa terikat dengannya, Riki tak akan lari kemana.
Menjelang sore, dengan hati puas, mereka bergegas naik kapal terakhir menuju Bontang. Setelah bersantap di restoran sebelah Polres Bontang yang menyediakan menu fauna laut spesial, mereka pun berpisah. Niko pulang dengan hati hampa. Ia masih gusar, sampai hari berakhir, tiada satu selendangpun dapat ia rampas. Biarlah ini menjadi kenangan paling indah untuknya, dengan ratusan gambar bersemayam dalam memori. Memori kameranya, paling tidak. Malam itu, Tiara, Dara dan Riki kembali ke hotel untuk beristirahat, sebelum kedua gadis itu pulang ke Jakarta esok harinya.
Selepas mandi, seperti biasanya yang dilakukan Dara, ia minta ijin pada Tiara untuk merokok beberapa batang. Namun, alih-alih turun, ia beranjak ke kamar sebelah, mengunjungi pria pujaannya untuk melepas rindu sekaligus berpamitan. Ia mengetok pintu dengan perlahan. Penasaran karena tak dijawab, ia lantas memutar gagang pintu. Tak dikunci. Begitu Dara masuk, dilihatnya tiada siapapun di dalam. Belum lagi ia memutuskan mencari di tempat lain, Riki keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk. Ia terperanjat melihat Dara. Cepat-cepat ia menutup pintu di belakang Dara, namun sesudah itu tak dapat lagi ia menggerakkan kakinya. Mereka saling bertatapan beberapa jurus lamanya. Setelah kondisi agak mencair, Riki menceritakan segala keluh kesah yang ia pikirkan di Beras Basah tadi siang. Sontak Dara menjadi berkaca-kaca. Ia tak tahu lagi apa yang semestinya ia lakukan. Karir masih menjadi sesuatu hal yang krusial baginya. Namun, entah cinta atau nafsu belaka, pria ini telah membuat ia takluk bukan buatan. Mulai sesenggukan, ia hanya dapat memeluk Riki, merapatkan dirinya ke tubuh tegap itu.
----------
Tiara merasa segar setelah berbenam di kamar mandi. Memakai kaus longgar tanpa penyangga dada dan celana-kain-loreng sepaha, ia siap untuk berbaring melepas lelah. Namun, ingatannya tak lepas dari Dara. Kecurigaan mulai berkecamuk di pikirannya. Ia mafhum bahwa sahabatnya itu telah sedemikian dekat dengan Riki. Namun dengan segala keangkuhannya, ia tak rela dirinya dikalahkan, apalagi dalam persaingan memerebutkan perhatian lawan jenis. Ia menduga, saat ini pastilah Dara sedang merokok berduaan dengan Riki. Tergesa-gesa, ia melangkah menuju lobi. Namun seketika ia berhenti. Terbersit dalam pikirannya, terakhir kali ia mendapati Dara berdua dengan Riki, mereka sedang melakukan entah apa di kamar pria itu. Ia berbalik arah menuju pintu di sebelah kamarnya, spontan meraih gagang pintu dan membukanya lebar-lebar. Pintu yang tidak dikunci menjadi pertahanan terakhir kedua insan manusia yang sedang dimabuk gelora itu. Tiara terbelalak demi menyaksikan sepak terjang kedua muda-mudi di depan matanya. Dara sudah menanggalkan pakaiannya, hanya menyisakan secarik kain yang menutupi bagian vitalnya. Oleh sebab ia sudah sering melihat Dara dalam kondisi bugil, sosok di depan Daralah yang lebih membuat Tiara terperanjat. Tubuh gagah itu tidak mengenakan sehelai benangpun. Handuk putih teronggok di bawah kakinya. Tubuhnya yang tegap dan bidang terpampang dengan jelas. Penis dengan ukuran yang tak terbayangkan sebelumnya oleh Tiara, terlihat begitu keras dan kokoh, hanya tertutup genggaman tangan Dara. Panik, sesal, cemburu, marah dan birahi bercampur menjadi satu, membuat pikirannya panas dan jantungnya berdenyut keras.
----------
Keduanya terkejut tatkala Tiara serta-merta menerobos pintu kamar. Hanya sekelebat mereka tak sanggup berlaku apapun. Setelah mengumpulkan akal jernih, Riki menarik handuk di bawahnya, kembali menutup bagian bawah pusar yang sebelumnya polos. Dara yang lebih khawatir akan perasaan sahabatnya, tanpa pikir panjang menarik lengan Tiara masuk seraya menghempas pintu kamar, dan memeluk erat sahabatnya yang mulai sembab. Riki hanya terhenyak, syok tanpa dapat berkata-kata. Masih terguncang, Tiara bergeming dalam pelukan Dara. Penalarannya tak dapat memproses emosi sebanyak ini. Tak paham yang mana yang hendak ia kedepankan. Perlahan, ia membelai rambut Dara yang menggelitik dagunya. Perasaan kasih terhadap temannya ini mengalahkan segala rasio dan memafhumkan segalanya. Bahkan tak juga muncul sebersit heranpun ketika Dara mulai mengecup lehernya.
Dara mengasihi Tiara lebih dari apapun yang ia dapat pikirkan. Namun, tak ingin pula ia melepaskan Riki saat ini. Dalam benak yang sedang tergerus libido duniawi, bagan-alur pengambilan langkahnya pun simpang-siur. Terbolak-balik. Keputusannya untuk berbagi cinta dengan Tiara dirasakannya amat logis. Pembaca yang budiman tentu mengharapkan pendapat Tiara sehasrat sejalan, segendang sepenarian dengan buah pemikiran Dara. Untuk sekali ini saja, asa kita semua tiada musykil terjadi. Hardware otak Tiara yang sedang kesulitan menjalankan program rumit pengkajian berbagai macam emosi di hatinya, tak menampik rangsangan-rangsangan Dara. Riki yang sungkan, dengan enggan mencoba mencegah Dara, namun dapat dihentikan dengan sekali tatapan nanar penuh birahi dari gadis mungil itu. Dara yang berpengalaman menstimulasi organ intim wanita dari hasil hubungan dengan rekan satu bandnya, membuat Tiara tak berkutik. Gairah eksotis nan erotis mulai menari-nari dalam khayalan Tiara. Hanya selang sepersekian jurus, kausnya sudah tersingkap sampai ke atas dada. Ia memejamkan mata dan mendesah pasrah, tubuhnya mulai menggelinjang.
Tak butuh waktu setahun bagi Dara untuk melucuti pakaian Tiara. Kini terlihat kedua gundukan besar di dadanya. Putingnya tepat berada di tengah areola besar yang kecoklatan, mancung karena birahi. Lengan kecil dan pinggang langsingnya membuat payudaranya seakan lebih besar daripada ukuran sebenarnya. Rambut vaginanya rapi tercukur dengan model segitiga terbalik. Berada tepat dibelakangnya, bokongnya menggantung semlohai, persis bagaikan bokong angsa. Saat itu juga, Dara menarik tangan Riki agar lebih mendekat pada mereka. Betapapun Riki mencintai Dara, dihidangkan keindahan serupa itu membuatnya gelap mata. Titah dari kekasihnya itu pun tak sanggup dibangkangnya. Lengkaplah sudah kisah roman asmara malam itu. Ketiganya bergumul dengan intimnya, saling berpagut dan mencium, meraba dan menjamah.
Tiara luluh pada tiap rangsangan yang bertubi-tubi menerjang dirinya. Tangannya kirinya masih membelai rambut Dara yang kini sudah bercokol di dada kirinya. Dara asyik menyusu, menghisap setiap gundukan daging lembut yang kebetulan menyerempet lidahnya. Sementara tangan kanan Tiara, bergotong-royong dengan tangan kiri Dara untuk mengaduk-aduk batang kebanggaan Riki. Dengan bentuk demikian kokoh, tentu tiada pantas jika masih disebut kemaluan. Si empunya batang sedang melumat bibir Tiara, sekaligus menjamah vagina dan bokongnya. Tangan mereka saling-silang, deraan rangsangan berulang-ulang. Hingga pada saat yang tak terelakkan lagi, Tiara memeluk tubuh Riki erat-erat, menghempaskannya ke pembaringan, dan duduk bersimpuh di atas pinggang Riki. Payudara-melonnya menggantung-gantung dengan indah persis di hadapan Riki, seakan memaksa untuk diperas dan diremas. Vaginanya ia gesek-gesekkan di penis Riki. Dara yang sudah menyusul naik ke atas kasur, memeluk Tiara dari belakang dan membantu mendorong-dorong bokongnya. Sesekali bokong itu ditepuknya kasar sampai bergetar.
Sampai sebuah ciuman di tengkuk mengakhiri masa berlaku akal sehat Tiara. Perlu waktu untuk mengisi ulang cadangan rasio dan pertimbangannya. Dalam pada itu, Tiara mulai memasukkan penis Riki ke dalam liang kenikmatannya yang basah. Melenguh ia sehebat-hebatnya demi merasakan batang panjang itu langsung masuk separuh ke dalam tubuhnya. Momentum gerakan pinggulnya tak dapat ia kendalikan, mengingat Dara masih berperan aktif menarik dan mendorong dengan penuh gairah. Ia hanya pasrah, lehernya mendongak, membuat buah dadanya yang besar kian condong ke depan. Matanya terpejam, tak dapat ia menahan karunia kenikmatan yang amat sangat di sekujur tubuhnya. Separuh jari mungil Dara menerobos masuk lubang anusnya, menambah satu lagi sensasi asing yang melenakan. Riki mulai menggebrak-gebrakkan pinggulnya ke atas. Hasrat syahwat sudah menyelimuti dirinya. Dua bidadari berada di hadapannya, yang satu sedang mengangkasa dalam pelukannya, yang lain hanya menunggu waktu untuk beradu kehangatan dengannya. Gerakannya semakin tegas dan kuat, memaksa Tiara mengikuti irama hentakannya.
Rupanya, ketahanan seksual Tiara pun hanya sebatas ini. Sebelas-duabelas dengan Dara, hanya sesaat saja ia dapat meladeni permainan Riki. Tak lama setelah itu, tak dapat ia menguasai gerakan tubuhnya. Panggulnya masih bergerak konstan, namun pikirannya terasa kosong, bagaikan berada di tengah belantara rimba yang tak seorangpun ada disana. Berbeda dengan Dara yang bergelinjang hebat tiap kali mencapai puncak keintiman, Tiara mengekspresikan klimaksnya dengan anggun. Tak terdengar jeritan melantun. Hanya deru nafasnya yang deras mengayun, serta nanar tatap matanya yang berembun, pertanda bahwa birahinya sudah berada di ubun-ubun. Ia menghempaskan tinjunya ke dada Riki sekali sambil mengerang-erang tanpa suara. Riki paham gestur serupa itu. Dibiarkannya Tiara menikmati klimaksnya sembari mengatur nafas, mengontrol aliran darah menuju penisnya. Minimal masih ada satu babak lagi, pikirnya. Benar saja, saat Tiara berguling dan tergolek gontai di sebelah Riki, Dara langsung menarik Riki bangun, mengambil posisi menungging dan menyodorkan vaginanya ke arah penis berurat yang baru saja istirahat beberapa detik.
Rupanya, Dara memiliki maksud tertentu sehingga ia memasang kuda-kuda demikian. Setelah dengan tabah menahan penis Riki masuk vaginanya, ia perlahan memainkan jari dan lidahnya ke liang keintiman Tiara. Tiara yang sedang memulihkan diri sontak menggeliat, organ vitalnya masih berdenyut hebat dan sensitif terhadap rangsangan sekecil apapun. Namun, Dara tak memberikan sahabat terkasihnya itu kesempatan. Direngkuhnya paha Tiara kuat-kuat, dilumatnya vagina Tiara sambil merintih hebat. Tiarapun tak sanggup membendung kemahiran Dara. Gairah seksual serupa banjir bandang akan datang kedua kalinya, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Tak pernah ia mengalami hal menyerupai ini dalam hidupnya. Ia mengerang kecil, matanya kembali nanar, nafasnya kembali memburu. Ia meraih orgasme keduanya berkat welas-asih Dara. Lama terasa sampai ia dapat meraih pikirannya kembali dari dominasi iblis cinta, itupun hanya sebatas melemaskan tubuhnya yang masih lunglai. Dalam letih, ia memandang kedua orang muda yang ada di depannya. Dara terhentak maju-mundur oleh dorongan Riki. Parasnya sayu seakan tak kuasa menahan segala nafsu yang sedang menimpanya, namun gerik tubuhnya seolah meminta Riki menambah kenikmatan yang sedang dialaminya, lagi dan lagi.
Tiara beringsut mendekat, wajahnya tak sampai satu jari dari wajah redup milik Dara. Dengan penuh sayang, diciumnya bibir Dara perlahan, tak dilepasnya bibir itu dari kecupan bibirnya sendiri. Ia mengelus pipi Dara, beranjak ke payudara mungilnya yang sedang terayun-ayun mengikuti sentakan irama permainan. Sebetulnya, tak mendapat bantuan pun Riki sanggup membuat Dara terkapar tak berdaya. Manalagi mendapat rangsangan tambahan. Dara mulai bergelinjang, tubuhnya bergetar hebat, jeritan kecil yang teredam mulai terkicau dari bibirnya yang sedang dilumat Tiara. Genggaman jemari lentiknya pada seprai tampak semakin kuat, hingga jeritan hebat mengalun dari mulutnya. Kedua pahanya mengapit erat, beberapa kali ia benamkan wajahnya ke kasur. Tulang punggungnya melenting mengakibatkan bokongnya semakin mendorong penis Riki masuk ke vaginanya. Mau tak mau, jeritan kedua terpekik dari bibir mungilnya. Dan ketiga. Lalu keempat. Akhirnya tak terhitung lagi jeritan yang mendampingi getar hebat pada tubuhnya.
Dara baru saja mengalami super-orgasme. Trance-surgawi. Keadaan dimana pikirannya terbang melambung ke indraloka, tempat singgasana dewa-dewa. Dara menemui klimaks, seklimaks-klimaksnya. Tak dihiraukannya Riki yang melenguh panjang, tak kuasa menahan gelora syahwat yang mendera seluruh syarafnya. Untung bagi mereka, Tiara sigap dan waspada. Diraihnya batang kebanggaan Riki, dikocoknya dengan cekatan seraya melumat bibir Riki yang kasar dengan mulutnya yang lembut. Cairan kental menyembur dari ujung penis itu, membasahi punggung Dara yang masih bergetar. Erangan keras Riki lamat-lamat terdengar dari kedua bibir yang masih bersatu. Urat lehernya menyembul, otot perutnya yang bidang semakin keras karena ejakulasi yang ia alami. Kemudian, setelah semua berakhir, Riki bergegas memeluk Dara yang masih megap-megap dalam posisi menungging tanpa mengindahkan maninya yang masih tercecer disitu. Tiara kembali terlentang lunglai di sisi Dara. Tiga tubuh muda yang berpeluh dan telanjang teronggok di peraduan dengan kepuasan tiada tara.
Sepanjang malam sampai menjelang ayam jantan berkumandang, ketiganya melanjutkan petualangan romansa mereka dalam naungan dewa-dewi cinta. Amor memandang dari sudut jendela. Cupid melayang di bawah plafon, dengan serampangan menancapkan beribu panah asmara. Eros bersandar di dinding pada pojok ruangan. Kamaratih bertengger di atas meja hias, memberikan senyum kasih pada tiap belaian anak-anak muda ini. Freiya, dengan perasaan sayangnya, melakukan waskat (pengawasan melekat) dan membimbing gerakan erotis yang mereka lakukan. Begitulah, tak terhitung lagi seberapa banyak kedua gadis itu mengalami puncak kenikmatan. Tak terhingga jumlah sel sperma yang menetes dari penis pria itu, sampai akhirnya kering dan menyisakan hanya denyutan beribu pembuluh darah yang sambung-menyambung di dalam batang kebanggaannya. Ingin rasanya penulis menceritakan detil persetubuhan ketiga darah muda yang sedang dimabuk birahi ini. Namun apa daya, perjalanan kita hanya sampai disini. Ketiga tokoh kita memiliki privasi, dan tak mengijinkan penulis mengumbar lebih jauh mengenai mereka malam ini. Namun pada kesempatan berikutnya, bolehlah penulis menceritakan lebih banyak tentang perjumpaan ketiga insan ini dengan kisah yang lebih menarik dan roman yang kian erotik.
*POSTLUDE*
Senin, 17.48 WITA. Pesawat dengan nomor penerbangan GA-571 lepas landas dari Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan, Balikpapan. Dengan kecepatan tinggi, pesawat itu melesat melewati garis pantai Sepinggan menuju Laut Jawa. Dara memandang kosong ke laut lepas dari balik jendela pesawat. Meski gadis itu tampak menerawang dengan hati kosong, jemarinya tak melepaskan tangan Tiara yang duduk di sebelahnya. Dengan sebelah tangannya yang bebas, Tiara membelai lembut rambut Dara, mengelus mata, hidung dan bibirnya, berusaha menenangkan sahabatnya yang sedang resah dan gelisah. Ia berjanji dalam hati, akan terus berada menemaninya sampai kapanpun. Pada awal cerita, telah penulis singgung bahwa banyak hal yang serupa dari mereka. Pun begitu, apa yang mereka pikirkan saat ini. Bahwa pengalaman ini, seberapapun absurd terasa, sebagaimanapun ganjil terbayang, betapapun janggal terlihat, akan selalu mereka ingat selama jantung masih berdetak. Dan, akan dengan senang hati mereka ulangi kembali petualangan bersama pria yang telah merebut hati mereka. Yang telah memiliki selongsong penyelubung jiwa mereka. Yang telah membuat mereka semakin dekat. Yang telah membuat mereka menyadari arti hubungan mereka berdua selama ini.
----------
Sesosok pria dengan postur tegap menengadah memandang angkasa. Pesawat itu membumbung dengan megahnya, membawa cinta dan asmaranya pergi. Paling tidak, untuk sementara.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Tuhan Yang Maha Memiliki Segalanya, untuk segala berkah dan anugerah, hikmat dan rahmat, cobaan dan ujian, tamparan dan peringatan, serta kehidupan yang penuh inspirasi dan warna, walaupun berlumur nista;
Forum Bachandbachette, blog milik Zizing, blog milik Devilnangeldna, blog milik Mariam NK, AnggaEkaArt pada DeviantArt, serta Fath Mardotillah, Dzulkifly Adhar dan Rizma Amalia pada Wordpress, terima kasih untuk comotan gambar pendukung cerita;
Tim kreatif Final Fantasy VIII dan Oasis, terima kasih untuk comotan caption pembuka dan penutup;
Dara “The Virgin”, Aura Kasih, Roy Jeconiah “Boomerang”, Kenshin Himura dan Arifin Putra, terima kasih telah menginspirasi penulis dalam membuat deskripsi karakter;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar