Jam 6 Pagi… Hoaaaaaammhhh!
Suasana yang terasa aneh ini buatku tentu saja membuatku bingung, tapi buat apalah aku memikirkan masalah cuaca pagi ini. Lebih baik aku memikirkan satu hal penting hari ini. Hal itu adalah kalau siang nanti aku akan bertemu dengan Tante Amy di sebuah Hotel Bintang Empat yang berada dekat dari tempat kerjaku sebagai pelayan di sebuah club.
Ya, kemarin aku menghubunginya dengan berani. Entahlah, saat itu kepribadianku berubah pesat. Aku tak lagi mengenal rasa takut. Maka itu aku mengajaknya untuk bertemu, tapi entah mengapa ia malah meminta untuk bertemu di Hotel, mungkin akhirnya ia ingin merasakan kenikmatan yang bisa kuberikan padanya. Sungguh aku tak sabar menunggu siang nanti. Jam 2 siang. Jam dimana aku bisa lagi memandang kecantikan wajah Tante Amy, atau mungkin aku juga bisa menikmati tubuh wanita tua yang membuatku jatuh hati.
BRRAAAAAKKKK!
“Oi, Kise!”
Seseorang membuka pintu kamarku dengan kencang. Sembrono sekali orang ini, masih pagi sudah mulai rusuh. Ya, walaupun dia memang terlihat selalu ceria.
“Ada apa, Aomine?” tanyaku saat dia merangkulku.
Hah? Sejak kapan aku mengetahui namanya?
“Wah, tumben pagi-pagi gini, wajahmu terlihat sangat bahagia. Aku tahu, Kau sedang jatuh cinta, kan?”
“Huh! Sok tahu, kau.”
“Hahahaha…, Ya, baiklah. Aku pergi dulu, nampaknya aku sedang mengganggumu. Hehe….”
Lalu lelaki muda bernama Aomine itu akhirnya pergi dari hadapanku. Ternyata dia orang yang pengertian juga. Baguslah. Aku memang selalu ingin punya teman yang sifatnya seperti itu, meski kadang ia suka rusuh seperti tadi.
*****
Akhirnya waktu yang kunanti-nanti tiba. Jam dua kurang aku sudah mulai beranjak keluar dari kamarku. Apalagi setelah Tante Amy memberiku sebuah pesan yang membuatku semakin bersemangat untuk menemuinya.
”Jam 2 kamu sudah sampai. Langsung masuk ke kamar 218, lantai 4.”
Begitulah isi pesan yang diberikan Tante Amy padaku.
Mungkin jika aku bisa mengalahkan kecepatan cahaya. Aku sudah pasti akan melakukan hal itu agar bisa cepat sampai di Hotel. Walau begitu, langkah kakiku bergerak cepat seperti berlari, tapi aku tidak berlari. Aku juga tidak ingin berkeringat saat bertemu wanita yang kucintai.
Akhirnya seperti yang sudah direncanakan. Aku sampai di depan pintu kamar Hotel tanpa ada yang mengganggu. Nampaknya Tuhan juga menyetujui pertemuan ini, meski begitu, tadi saat aku tiba di Lobby Hotel, banyak orang yang memperhatikanku. Apa karena rambutku yang berwarna kuning. Entahlah, kalau seperti itu tentu saja aku sudah biasa, dan lagipula bukankah itu juga termasuk hal yang biasa.
Sebelum aku tiba di depan pintu kamar yang sudah dipesan Tante Amy. Aku sudah mengirimkan pesan terlebih dahulu, dan saat aku mengetuk pintu kamarnya, dengan cepat ia membuka pintu dan menarikku agar cepat masuk ke dalam sebelum nantinya ada orang yang memperhatikanku. Meski saat itu keadaan tengah sepi, tapi nampaknya Tante Amy yang merupakan Ibu dari seorang Public Figure terkenal di tanah air membuat ia begitu hati-hati dengan keadaan sekitarnya. Aku mengerti akan hal itu.
“Duduk aja dimana yang kamu mau, Santai dulu, Kise. Banyak waktu hari ini untukmu,” katanya sembari menyuruhku untuk duduk. Jujur saat melihat dirinya begitu cantik itu sudah membuat nafsuku menggebu-gebu. Akhirnya aku cukup sabar untuk menanti apa yang aku impikan tadi pagi. Dia juga mengajakku untuk saling bertukar cerita lebih dulu, mungkin ia ingin mengenalku lebih jauh sebelum memulai semuanya. Lagi-lagi dengan mudah aku mengerti apa maunya, walaupun aku tahu tak punya banyak hal yang bisa kuceritakan.
Setelah hampir setengah jam ia bercerita tentang keadaan keluarganya, dan juga akan kegundahan perasaannya yang menurut penuturannya ia begitu merindukan sosok pelindung bagi dirinya. Anak lelakinya yang super sibuk tentu saja tak cukup untuknya. Dia pun mulai bertanya siapa aku sebenarnya. Dia bertanya apa saja yang bisa aku ceritakan padanya.
Jujur aku tak tahu akan memulainya dari mana, tapi saat ia terus menggodaku agar jangan malu-malu untuk bercerita serta mengancamku jika aku tak menceritakan siapa aku sebenarnya, ia tidak mau lagi mengenalku. Ancaman yang membuatku seketika takut dan tak sanggup untuk membayangkannya.
“Aku hanyalah orang yang sebenarnya tak tahu apa yang kulakukan disini, Tan. Aku hanya mengikuti arah hidupku saja, namun begitu, saat aku bertemu dengan Tante. Aku merasa punya tujuan tentang bagaimana caraku bertahan hidup. Mungkin tak ada yang bisa kuceritakan, tapi ada yang bisa kubuktikan tentang satu hal,” kataku saat memulai awal cerita yang ingin kubicarakan, meski aku tahu itu tidak nyambung sama sekali.
“Apa itu?” tanyanya.
“Cinta. Aku terlalu cepat mengartikan kata itu, tapi saat aku melihat dirimu begitu cantik. Aku ingin segera berjuang menaklukan hatimu, Tan. Meski aku tahu akan banyak rintangan yang tak mudah dilewati. Aku akan berjuang semaksimal mungkin untuk mewujudkan semua itu,” jawabku dengan yakin.
“Hahahaha…, Kau yakin berbicara itu padaku, Kise?” nampaknya ia meragukan ucapanku.
“Sama sekali tidak!” aku menegaskan kalau ucapanku adalah benar.
“Berapa umurmu?” tanyanya lagi.
“23 tahun,” jawabku.
“Bahkan kau lebih muda dari Anak lelakiku. Apa kau yakin semua yang kau katakana itu benar? Mungkin jika aku sombong. Aku ini lebih mengenal apa itu cinta?” balasnya seraya menatapku yang langsung kubalas dengan balik menatapnya tanpa ragu.
Cukup lama kami saling tatap sebelum akhirnya aku beranikan untuk memulai mencium bibirnya, dan ia hanya diam saja tanpa membalas ciumanku. Hampir cukup lama aku menciumnya sebelum ia melepaskan ciumanku.
“Apa ini caramu membuktikan cintamu padaku? Apa dengan harus melakukan apa yang sudah pernah aku lihat sebelumnya?” tanyanya dengan tegas. Kami tetap saling pandang, akan tetapi pertanyaan itu membuat pikiranku seketika tak punya jawaban untuk membalas ucapannya.
Aku hanya diam memandangnya, ia menunjukkan wajah seakan-akan ia menunggu jawaban dariku, “Aku hanya tahu apa yang Tante inginkan saat itu, dan mungkin aku yang bodoh ini Cuma tahu kalau cara ini bisa membuatmu jatuh cinta padaku,” kata-kata itu terlontar begitu saja tanpa aku pikirkan sebelumnya.
“Yang kita butuhkan sekarang hanya saling mengisi hawa nafsu saja, Kise. Jadi, janganlah kamu main perasaan dengan Nenek-nenek sepertiku. Aku menginginkanmu karena aku hanya membutuhkan kepuasan. Tidak lebih, apa kau mau membantahnya?”
Lagi-lagi ucapannya membuatku tak bisa menjawab. Cara berpikirnya pintar namun jika ia hanya ingin melampiaskan nafsunya padaku. Bukankah itu terlalu kejam?
Aku tak mempedulikannya sama sekali. Jika ia hanya ingin mendapatkan kepuasan dariku, mana mungkin aku akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku pun langsung dengan cepat kembali mencium bibirnya. Aku juga merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang empuk dan lembut. Kini seperti sudah mendapat jawaban dariku, ia membalas ciumanku dengan penuh nafsu. Kami akan memulai permainan panas ini. Dan aku akan memberikan semua yang ia mau untuk bisa membuktikan kalau aku memang mencintainya.
Kami saling berguling bergantian ke seluruh ranjang, seperti sedang mencari sisi bagian mana yang paling enak untuk dinikmati. Aku mulai membelai lembut leher belakangnya, menjilati hampir keseluruhan wajah cantiknya. Begitupun ia membalasnya dengan terus membelai lembut bagian dadaku. Ia mengangkat kaos yang ku kenakan. Akupun membalasnya dengan ikut membantunya melepaskan pakaian yang ia kenakan. Yang membuatku terkejut, ternyata Tante Amy ternyata sudah tidak mengenakan BH lagi, nampaknya ia memang sudah menginginkan apa yang akan terjadi sekarang.
“Lakukan dengan cepat, Kise. Aku menginginkanmu,” ucap Tante Amy yang sudah digeluti hawa nafsu.
Aku tak menjawabnya, tapi aku menuruti keinginannya dengan melakukan apa yang ia mau. Aku melepaskan celanaku, dan juga membantunya untuk melepaskan celana panjang yang ia pakai.
“Apa Tante mau aku menjilatinya juga?” tanyaku dengan polos.
“Lakukan apa yang kau mau, tapi lakukan dengan cepat. Puaskan aku sesukamu,” jawaban yang terdengar binal di telingaku. Sama binalnya seperti Tante Rika dan Tante Milla, padahal malam itu Tante Amy hanya diam saja, namun inilah bagian dari sisi liarnya.
Slllluurrrppppp….
Aku menyedot dan menjilati memeknya yang wangi itu dengan lahap. Sungguh meski aku tahu dia sudah berumur, tapi tetap saja, bagian paling vitalnya begitu terawat. Dan aku sangat menikmatinya. Hampir lima menit aku mengoralnya, akhirnya Tante Amy mencapai puncak kepuasan pertamanya yang ia dapatkan dariku.
“Ooooouuuhhhhh…, Kise, aku keluar!” lenguhnya panjang. Kakinya bergetar hebat, dan cairan cintanya muncrat membasahi wajahku, “Nikmat sekali, Kise.Ayo, masukkan punyamu, aku sudah begitu menginginkanmu.”
Dan seolah tak kenal lelah, kini ia berdiri dan merebahkan tubuhku. Lalu ia jongkok diatas kontolku yang sudah menegang tinggi. Ia genggam dan dikocoknya sebentar sebelum akhirnya kontolku masuk seluruhnya ke dalam memeknya.
Bllleeesss….
“Oooooouuuuhhh, My…. Nikmatnya!” kembali ia melenguh sekencang mungkin. Lalu ia menjatuhkan tubuhnya memelukku, dan menciumi bibirku seperti sedang kesetanan. Tante Amy begitu liar diatas ranjang. Tentu saja aku menyambutnya dengan membalas ciumannya. Ia mulai menggoyang tubuhnya, desahannya semakin menggelora saat aku juga ikut membalas goyangannya.
Sungguh permainan ini begitu cukup panas, dan aku benar-benar menikmati apa yang terjadi sekarang. Kami begitu sangat liar. Aku pun mulai mengambil alih permainan saat ia sudah terlihat lelah bergoyang. Aku kembali merebahkannya, dan dengan sekuat tenaga kini aku yang menggenjot memeknya. Kupeluk tubuhnya dan mulai kuciumi seluruh bagian tubuhnya. Aku memulai dari menjilati kupingnya, turun ke leher. Kujilati semua bagian lehernya, dari depan hingga samping. Tante Amy semakin menggeliat saat aku menyedot lehernya hingga meninggalkan bercak merah di samping lehernya. Setelah puas menikmati lehernya, aku mengangkat tangan kananya dan mulai menjilati lehernya. Aku sedot sisa-sisa keringat yang ada disana, sungguh nikmat yang tiada tara, meski aku masih terus menggenjot tubuhnya. Aku seperti tak kenal lelah menikmati semua yang ada padanya. Payudaranya yang sedikit mengendur itu aku remas-remas, saat aku puas menikmati lehernya. Aku menjilati putting coklat yang sudah sedikit menghitam. Lagi-lagi itu adalah bagian yang paling indah dari tubuhnya, atau memang semua letak keindahan di dunia ini terletak pada dirinya.
Ah, aku sudah dibutakan oleh keindahannya.
Sudah hampir 15 menit aku menjilati seluruh tubuhnya, akhirnya Tante Amy mencapai puncak kenikmatan keduanya. Ia melenguh panjang seolah hanya kami yang ada di dunia ini. Dan lagi-lagi tubuhnya bergetar hebat memelukku, dan wajah cantiknya yang mulai semu semakin menambah nafsuku untuk menyusulnya mencapai puncak. Kupercepat goyanganku.
Wajah Tante Amy terlihat semakin lemas. Desahannya semakin terdengar begitu pelan, dan aku terus menggenjotnya hingga akhirnya aku tak kuat lagi menahan nafsuku yang sudah berada di puncaknya.
“Aku mau keluar, Tan?” ucapku.
“Keluarkan saja. Aku menginginkannya,” balas Tante Amy yang terdengar parau.
“Aaaaaaaahhh!”
Cccrrrtttt…, Cccrrrrrtttt….
Aku memuntahkan semuanya ke delam memeknya. Ia memekik hebat saat spermaku memenuhi rahimnya. Wajahnya begitu terlihat puas, meski tatapan semunya belum hilang, tapi aku menyukai kecantikannya saat itu. Aku pun juga begitu puas. Aku memeluknya sebelum akhirnya Kontolku terlepas dengan sendirinya. Aku mencium bibirnya sekali lagi, sebelum akhirnya aku melepaskan pelukanku, dan membaringkan tubuhku disampingnya.
Dia tak menatapku. Malah kini ia membalikkan badannya kesamping menghindari tatapanku.
“Ada apa, Tan?” tanyaku.
Dia tak menjawab. Aku merasa aneh saat itu, apa ia menyesal telah melakukan ini semua. Bukankah tadi ia lebih terlihat liar dariku. Entahlah, aku yang sekarang akan melakukan apa saja yang ku mau. Maka itu, meski ia tak menjawabnya, aku memeluknya dari belakang. Dan rupanya, ia membalasnya dengan menggenggam tanganku yang berada di perutnya.
BRRRUUUAAAAAKKKK!
Kami terkejut saat tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan kencang. Aku memang terkejut, tapi aku tidak mengenal siapa Pria yang datang tiba-tiba ini. Namun berbeda denganku. Kedatangan Pria itu cukup membuat Tante Amy hingga terbelalak.
“Raffi!”
Inikah Anaknya?
“Mamah tega, ya? Mamah udah melakukan perbuatan yang menodai keluarga kita, Mah. Aku sedang tak mau mendengar penjelasan Mamah…,” omel Raffi pada wanita yang kucintai, “Siapa kau?” kali ini dia sepertinya bertanya padaku, karena tatapan marahnya jelas melihat kearahku.
“Aku?”
DUUAAARRRRRRRR!
Belum sempat aku mengenalkan diriku. Tubuhku sudah tak berdaya dihadapannya, dan aku sudah tak mengetahui lagi apa yang terjadi setelahnya. Karena saat itu aku tahu. Aku sudah mati. Dan isi dari selembar kertas yang ternyata berupa sebuah ramalan itu benar terjadi.
Itulah apa yang sudah kuceritakan, namun sebenarnya aku tidak mati. Karena setelah kejadian yang malah membuatku kembali ke kehidupan lamaku. Meski akhirnya aku tersadar disebuah ruangan kecil yang bukan kamarku. Hal yang patut aku syukuri adalah fakta bahwa ternyata aku masih hidup. Meski kalian berbicara itu mimpi buruk. Itu tak apa. Walau sejujurnya berbagai hal yang tadi kuceritakan selalu terlihat nyata dalam ingatanku.
*****
Tok…, Tok…, Tok….
Seseorang berpakaian serba putih datang, tepat sesaat aku menyelesaikan tulisanku. Dan jujur aku tak mengenalnya. Dia bukan Ayahku.
“Apa yang sedang kau lakukan, Kise?” tanyanya seraya tersenyum. Pria ini cukup sopan dan ramah.
“Aku baru saja menyelesaikan sebuah tulisan tentang perjalanan hidupku,” jawabku dengan percaya diri.
“Boleh aku membacanya?”
“Ya, dengan senang hati.”
Lalu ia membuka lembar demi lembar tulisanku, meski ia tidak membaca sepenuhnya, tapi ia Nampak sudah memahami isi ceritaku. Dia terlihat lebih pintar. Aku tak tahu apa yang dia pikirkan karena dengan tiba-tiba ia menatapku hingga membuatku merasa takut. Tapi setelah itu dia tersenyum.
“Baiklah, Kise. Sudah waktunya untuk makan. Kau memang selalu pandai dalam berimajinasi. Hal yang bagus,” dia memujiku, meski aku sedikit maksud dari kata “Imajinasi” yang ia ucapkan tadi, “Coba kau lihat dari jendela kamarmu. Apa yang tertulis disana, dan kau akan tahu sedang berada dimana?”
Akupun mengikuti perintahnya. Dan aku langsung tertawa terbahak-bahak saat aku membaca tulisan yang ada di Gapura sebuah gerbang. Aku masih tertawa sekencang mungkin. Dan Pria itu menggelengkan kepalanya seolah aku ini orang gila seperti yang tertulis disana.
Rumah Sakit Jiwa Tomohon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar