Selasa, 24 November 2015

Cerita Dewasa Artis Isyana Sarasvati 2

ACT 2
The Chosen One



Stadion Gelora Bung Karno, Senayan - DKI Jakarta


Aku mengikat tali sepatuku dengan benar dan kemudian berdiri untuk melihat situasi di sekitarku. Stadiun Gelora Bung Karno berdiri tegak dihadapanku. Sinar mentari sore memancarkan cahaya kuning keemasan kepada apapun yang terkena sinarnya termasuk Stadion GBK. Banyak orang orang dari berbagai usia yang tampak sedang berlari sore mengelilingi stadiun GBK. Akupun juga akan memulai rutinitasku untuk berlari sore. Setelah melakukan pemanasan, aku lalu mulai berlari pelan dan mengikuti jalur melingkar stadiun GBK. Kupasang timer di jam tanganku, targetku? 10 Putaran dalam 30 menit.

Begitu waktu sudah aku set, aku segera berlari dengan kecepatan teratur yang tidak terlalu kencang namun tidak juga lambat. Perlahan tapi pasti aku mulai melewati orang orang yang berlari di depanku. Terkadang ada beberapa orang yang merasa tertantang ketika dirinya kusalip, beberapa saat kemudian ia segera menyusulku dan berlari melewatiku. Aku tidak terlalu peduli.. silahkan saja dia mendahuluiku, karena aku yakin cepat atau lambat pasti dia akan kembali melambat dan aku akan melewatinya lagi. Kulihat waktu di jam ku. 12 menit berlalu dan aku sudah menyelesaikan 3 putaran. Ah.. aku harus mempercepat kecepatan lariku jika aku mau selesai sesuai target..

Segera kupercepat langkah kedua kakiku. Kurasakan detak jantungku mulai berdebar lebih kencang dan adrenalinku mulai terpacu. Keringat mulai membasahi tubuhku. Fisikku sudah sangat menurun.. Mungkin ini karena faktor tidak pernah lagi latihan fisik secara intensif semenjak aku keluar dari Sparta Praha.. Jika begini terus, aku tidak akan mungkin menyelesaikan target 10 putaranku dalam waktu 30 menit..

Tiba tiba dari jauh aku melihat ada kerumunan orang. Ada apa ini? Aku bertanya tanya dalam diriku. Saat aku makin mendekati kerumunan itu aku melihat mereka seperti sedang mengerumuni seorang wanita. Artis mungkin? Sambil memperlambat laju lariku aku menengok ke tengah kerumunan orang itu berharap bisa melihat siapakah yang sedang dikerumuni.


DEG.


Jantungku berhenti sesaat.


Isyana.


Ya.. Isyana..


Wanita itu tampak sedang dikerumuni oleh orang orang yang sibuk memintainya tanda tangan dan berfoto bareng. Isyana tampak kewalahan menghadapi mereka semua. Aku juga tanpa kusadari menghentikan lariku dan terus melihatnya, entah apa tujuanku terus melihatnya.. Padahal inilah alasan utamaku jarang pulang ke Indonesia.. Agar tidak terus mengingat dia.. Namun nasib berkata lain, belum lama aku kembali tinggal di Indonesia, malah aku bertemu dengannya.. Dan bukannya aku berlalu pergi, aku malah terus menatapnya.. Mungkin dalam hati kecilku aku berharap ia melihatku dan ah.. otakku terlalu sering berfantasi..

Tapi memang itu yang terjadi..

Isyana melihatku. Tatapan mata kita berdua beradu. Aku berusaha mengalihkan perhatianku melihat obyek lain, tapi akhirnya aku kembali menatapnya. Isyana kali ini tampak bergerak melewati kerumunan orang orang itu dan menghampiriku sambil tersenyum kepada mereka dan seperti meminta agar diperbolehkan lewat oleh mereka. Kerumunan orang itu menurut dan perlahan membuka jalan. Isyana terus berjalan hingga akhirnya hampir mendekatiku. Semua mata orang orang memandangku.

"Please jangan ngomong apapun dan mulai lari lagi.. " Ucapnya sedikit berbisik kepadaku dan kemudian menggandeng lenganku. Aku entah kenapa malah menurutinya dan ikut berlari di sampingnya hingga akhirnya kita berdua mulai menjauhi kerumunan orang orang itu. Selama kita berdua saling berlari, aku tidak mengucapkan sepatah katapun. Aku mencoba meliriknya dan melihat dirinya. Dia sekarang terlihat lebih dewasa..Kulitnya masih tetap seputih yang kuingat dulu, namun kini kulitnya terlihat jauh lebih mulus.. Badannya juga terlihat lebih fit dibanding saat aku bertemu dirinya dulu.

"Kalo mau ngeliat, liat aja.. Jangan kaya bukan cowo gitu liatnya cuma ngelirik doang.. " Kata Isyana menyunggingkan senyuman sambil melepaskan pegangan tangannya dari lenganku. Pandangan tidak melihatku tapi melihat ke depan.

Aku tertawa malu mendengarnya bilang seperti itu.

"Punya indera keenam nih sekarang?" Tanyaku mengejeknya. Akupun tidak mau kalah dan menatap lurus ke depan. "Geer banget.. ' Lanjutku.


"Ih enak aja geer.." Ucapnya sambil menyenggol lenganku. "Bener kan tapi, tadi kamu ngelirik ngeliat aku?" Tanya Isyana kemudian menengok.


Aku tidak bisa menjawab.


"Bukannya ngucapin terimakasih udah diselamatin.. " Cibirku. Isyana sedikit terkejut mendengar cibiranku.


"Hahaha.. Ok ok maaf.. Terimakasih yaa udah menyelamatkan aku.. " ucap Isyana. Aku hanya tersenyum saja mendengarnya. Isyana sekarang sudah jauh lebih dewasa.. Ada aura elegan dari cara bicaranya sekarang, tidak cengengesan seperti gadis kecil lagi.


"Kamu sering lari sore disini?" tanyaku mengalihkan topik.


"Mmm.. Lumayan sering sih.. tapi akhir akhir ini lagi jarang.. Ini aja baru sekarang lagi lari.. " Jawab Isyana sambil mengatur nafas.


"Kamu apa kabar? Ini lagi liburan di Jakarta?" Isyana kemudian bertanya kepadaku.


"Iyaa.. Begitulah.. " Jawabku singkat.


"Main di klub mana kamu sekarang?" Tanya dia lagi.


"Mmm.. Rahasia.. " Jawabku lagi lagi singkat.


"Nyebelin, huh.. " Kata Isyana sedikit kesal kemudian mencubit lenganku.


"Hahaha.. Sejujurnya aku lagi bingung mau bermain di klub mana.. Ada beberapa tawaran tapi aku kurang yakin.. " Aku akhirnya sedikit menjawab.


"Ooh udah ga main di Praha lagi dong kalau begitu?" Tanya Isyana. Aku kaget dia masih mengingat bahwa aku bermain di Praha.


"Udah engga lagi.. Aku ingin berganti suasana.." Jawabku, kembali ku teringat mimipku yang kandas.. Ah, sudahlah jangan dipikirkan lagi..


"Eh, ngomong ngomong.. Tadi kamu bilang apa ke fans fans kamu yang ngerumunin kamu itu biar bisa keluar dari mereka?" Aku segera mengalihkan topik lagi.


"... " Isyana tidak langsung menjawab. "Rahasia.. " Katanya sambil tertawa dan berlari meninggalkanku. Haha, sial..


Isyana lalu membalik badannya dan berlari mundur. "Ayo doong, semangat larinya.. Masa Pesepakbola Eropa kalah sama Artis Indonesia?" Katanya menantangku dan tersenyum manis.




=================================



Tanpa terasa aku dan Isyana telah menghabiskan banyak waktu sambil berlari pelan mengelilingi GBK. Tidak terlalu banyak hal yang kami bicarakan.. Aku sendiri masih bingung harus bersikap seperti apa kepadanya. Aku masih ingin menjaga jarak dengannya, tapi aku juga ingin kembali dekat kepadanya.. Isyana juga beberapa kali akhirnya meladeni orang orang yang ingin meminta tandatangan ataupun berfoto dengannya. Kali ini Isyana meladeninya sementara aku menunggu di sampingnya.

Sinar matahari sudah hampir menghilang dari Jakarta, Aku dan Isyana juga sudah berhenti berlari setelah hampir 2 jam mengelilingi GBK, kini kita berdua sudah duduk di samping mobil Alphard Isyana. Asistennya keluar dari mobil dan memberikan Aku dan Isyana air mineral dan handuk untuk menyeka keringat. Isyana juga memperkenalkanku dengan asistennya. Asistennya mengingatkan Isyana bahwa dia harus buru buru pulang karena akan akan tampil di satu acara televisi nanti malam. Kita berdua bertukar kontak sebelum ia pulang.

"Dipta.. " Panggil Isyana dari dalam mobilnya. Ia lalu bersandar di pinggiran jendela mobil dan menopang dagunya. "Nanti kalo aku hubungin kamu diangkat yaa?" Kata Isyana.


Aku tersenyum dan mengangguk. Isyana juga tersenyum.


"Byee.. " Ucap Isyana kemudian menutup jendelanya dan akhirnya mobil Alphard itu melaju meninggalkanku. Aku pergi ke mobilku dan bergegas pulang.


Esoknya Isyana menelponku dan mengajakku bertemu di sebuah restoran di daerah selatan Jakarta. Karena aku tahu tempat itu akupun menyanggupinya. Aku segera bersiap siap dan pergi ke restoran itu. Sesampainya diriku disana, aku melihat Isyana sudah duduk di sebuah meja di sudut restoran.


"Hei.. udah lama?" Tanyaku sambil melihat jam tanganku. Aku telat 7 menit.


Isyana menggeleng dan mempersilahkanku duduk.


"Soo? Dalam rangka apa nih kamu ngajak aku ketemuan?" Tanyaku membuka pembicaraan. Isyana tampak kaget mendengar pertanyaanku. Seolah harusnya aku tau kenapa dia mengajakku bertemu.


"Kamu ga nonton TV ya? Infotainment atau apapun itu?" Isyana langsung nanya balik. Aku menggeleng. Paling malas aku menonton acara seperti itu.. Menonton TV juga paling hanya untuk nonton berita aja.


"Ada apaan sih emang?" Tanyaku jadi penasaran.


"Iya.. gara gara kemaren waktu kita lari di GBK itu.. " Kata Isyana mencoba menjelaskan namun memotong kalimatnya karena Waiter datang membawakannya minuman dan menu untukku. "Nanti kita panggil lagi ya mba.. " Isyana langsung meminta waiter itu pergi dengan sopan.


"Waktu di GBK kemaren? Ada apa emang?" Tanyaku.


"Kamu inget kan yang waktu aku dikerumunin orang orang itu?" Kata Isyana. Aku mengangguk.


"Kan aku ngomong sesuatu ke mereka.. Dan kayanya salah satu dari mereka ada yang ngambil foto aku dan dikasih ke media.. " Ucap Isyana kemudian menyeruput Mango Juicenya.


"Emang kamu ngomong apa ya? Kemaren sok sok rahasiaan sih.. " Candaku. Isyana tersenyum malu.


"Nah itu.. " Isyana ragu ingin menjawab. Matanya melirikku. Ia lalu menghela nafasnya. "Aku bilang ke mereka 'Pacar aku udah nungguin'.." Kata Isyana pelan.


"Hah apa?" Aku kaget dan bingung.


"I-iya.. Aku bilang kamu itu pacar aku dan kamu udah nungguin aku.. " Isyana mengulang kembali jawabannya.


Mulutku menganga. Ini benar benar diluar dugaanku.


"Terus ada yang foto kita lari berdua, dan diekspos sama media media.. " Seakan belum cukup, Isyana melanjutkan lagi ceritanya.


"Te-terus gimana dong?" Tanyaku bingung. Isyana menggeleng pelan sambil menyedot kembali mango juicenya.


"Kita diemin aja yaa? Aku nanti bilang ke media kalo kamu temen lama aku waktu dari Singapura.. " Isyana membeberkan rencananya. Aku mengangguk menyetujui rencananya.


Hmm.. 'temen lama'.. Cuma itukah aku untukmu sekarang, Na? Ah aku juga tidak bisa berharap lebih banyak. Dia kini telah menjadi salah satu Diva Indonesia.. Albumnya laku keras dipasaran.. Lagu lagunya selalu bertengger di posisi puncak tangga lagu Indonesia. Dia dan Raisa, dua Diva yang menguasai dunia musik Indonesia sekarang ini.

Setelah itu Isyana langsung mengajakku ngobrol. Isyana menceritakan kehidupannya sekarang ini yang cukup sibuk karena harus promo album keduanya dan shooting di berbagai TV Show. Namun sebisa mungkin ia menyempatkan diri untuk berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Aku juga akhirnya menceritakan kehidupanku sewaktu di Praha. Aku menceritakan kesuksesanku selama berada disana, namun aku tidak menceritakan mengapa aku keluar dari Praha. Aku hanya bilang aku ingin mengganti suasana dan bermain di dekat Indonesia. Setelah puas ngobrol, kamipun pulang. Aku mengantarnya jalan hingga ke mobilnya yang sudah siap jalan.

"Eiya.. " Aku tiba tiba teringat sesuatu saat berjalan bersama. Isyana langsung melihatku.


"Apa?" Tanyanya.


"Dulu kan kamu bilang kamu lagi mau ikut kompetisi.. Gimana jadinya? Menang?" Tanyaku. Ya, aku mendadak teringat oleh apa yang dia bilang saat pertama kali aku kenal dengannya. Aku penasaran bagaimana hasilnya saat itu.


"Waahh, kamu masih inget aja aku pernah bilang itu.. " Kata Isyana kagum dan malu.


"Iya.. entah kenapa keinget aja.. " Ucapku. "Juara ga kamu?" Tanyaku lagi. Dia tersenyum bangga.


"Juara pertama doonngg, hehehe.. " Jawabnya. "Kamu parah ga dateng.. Udah janji juga mau dateng.. " Ucapnya sambil meninju lenganku pelan. Aku ga bisa menjawab.


Kita berdua tidak berbicara lagi setelah itu. Keadaan menjadi sedikit canggung.


"Hati hati di jalan yaa.. 'Pacar'.." Ucap Isyana sambil tersenyum sebelum memasuki Alphardnya. Aku tertawa kecil. Isyana lalu berbalik badan dan memelukku erat sekali. Aku terdiam pada awalnya, namun akhirnya kulingkari tanganku di pinggang dan leher Isyana. Kubelai lembut rambut panjangnya. Aroma Parfumnya yang harum tercium olehku.


Isyana lalu melepaskan pelukannya, ia menatapku dalam dalam dan tersenyum, kemudian ia masuk ke mobil dan membuka jendelanya.


"Semangat milih klubnya!" Ucapnya saat mobilnya mulai berjalan. Aku mengangguk.


Aku pun segera pulang ke rumah.


Di rumah, aku langsung mengecek TV untuk melihat berita Infotainment dan mengecek berita di Internet sampai beberapa hari berikutnya. Aku tercengang melihat begitu banyaknya media yang meliput gosip hubunganku dengan Isyana meskipun hanya menggunakan beberapa foto yang menunjukkan aku dan Isyana yang berlari di GBK sambil bergandengan tangan. Dan yang tidak kusangka lagi adalah betapa 'lapar'nya media untuk mencari tahu siapakah diriku. Malam itu beberapa orang menelpon ke rumahku untuk menanyakan info tentang diriku dan kebenaran gosip hubunganku dengan Isyana. Beberapa teman lamaku yang dulu bermain di Persema juga mulai angkat bicara di beberapa wawancara televisi. Isyana juga beberapa kali dihampiri oleh media dan menanyakan kebenarannya. Isyana berusaha sebisa mungkin untuk tidak menjawab secara detail. Isyana terus mengulang pernyataan bahwa aku adalah teman lama nya sewaktu dia sekolah di Singapura. Aku sampai tidak bisa lagi berlari sore di GBK karena media selalu memburuku disana.

Namun Media tidak kenal menyerah, mereka berhasil mendapatkan informasi mengenai diriku lewat PSSI. Salah satu juru bicara PSSI akhirnya memberitahukan kepada media bahwa aku adalah pesepakbola yang pernah bermain di Sparta Praha dengan 100x penampilan dan 27 gol. Semenjak pernyataan PSSI itu, media semakin mengeksposku. Mereka mendapatkan foto fotoku saat berada di Sparta Praha.. Menunjukkan videoku saat bermain di lapangan.. Dan bahkan mewawancarai manajer Sparta Praha yang baru saja diangkat. Rumahku mulai kebanjiran telepon oleh media. Bahkan staf kementrian pemuda dan olah raga juga menghubungiku.

Aku tidak menggubris media media itu, namun aku merespon telepon dari Kemenpora. Ternyata mereka menelponku untuk menanyakan statusku yang kini tanpa klub. Mereka memintaku untuk segera mendapatkan klub karena dalam waktu dekat Kemenpora akan melepaskan intervensi terhadap PSSI dan secara otomatis akan menghilangkan sanksi FIFA. Indonesia akan diperbolehkan berlaga lagi di pentas Internasional. Maka dari itu aku diminta untuk segera mempersiapkan diriku karena aku sudah masuk ke dalam daftar pemain yang akan dipanggil untuk membela Timnas.

Wow.. Perubahan yang sangat cepat sekali terjadi.. Aku jadi mendapatkan kembali semangat untuk bermain. Meskipun kemungkinanku sudah sangat kecil untuk bisa kembali ke Eropa dan bermain di Liga Champions, aku tetap memiliki harapan. Atas saran dari beberapa temanku, aku akhirnya memilih untuk bermain di Australia, Adelaide United.

Sehari sebelum keberangkatanku ke Adelaide untuk menandatangani kontrak, aku memutuskan untuk menemui Isyana. Karena setelah kupikir pikir, aku tidak akan mendapatkan informasi tentang PSSI yang akan diaktifkan kembali oleh Kemenpora jika aku tidak digosipkan berpacaran dengan dirinya. Aku dan Isyana bertemu di sebuah restoran di daerah Kemang. Kami berdua duduk di tempat yang sepi agar tidak ada yang mengganggu dan tidak terlihat oleh media. Awalnya aku berbincang bincang dengannya mengenai gosip gosip yang media katakan tentang kita berdua. Kami berdua tertawa saat mendengar cerita masing masing media, makanan kami sampai dingin karena jarang tersentuh oleh kami. Setelah menyelesaikan makanan kami, barulah aku ceritakan maksudku mengajaknya bertemu.


"Aku pikir kamu mau main di Indonesia.. " Kata Isyana pelan.


"Pengennya sih.. Aku pengen balik main buat Persema malah kalo bisa.. Tapi kompetisinya belom jelas ada atau engga sih.. Makanya aku mau ke Aussie aja.. " Jelasku.


"Huh.. Kamu.. " Isyana menggerutu. "Sekalinya bisa ketemu kamu lagi, eh kamu malah mau pergi ke luar lagi.. " Katanya.


"Hahaha.. iya yaa? Maaf ya, Na.. " Ucapku santai.


"Ga apa apa sih.. Toh dengan kamu pergi ke Australia, gosip gosip tentang kita kan ujung ujungnya bisa berhenti dengan sendirinya.. " Kata Isyana. Entah kenapa tampangnya semakin lesu.


"Kamu kenapa? Sakit ya?" Tanyaku. Dia menggeleng. "Terus kenapa sekarang lemes banget gitu muka kamu?" Tanyaku lagi. Dia tidak menjawab. Dia lalu bangkit dari kursinya.


"Goodluck ya kamu di Australia.. " Kata Isyana mencoba tersenyum. Aku bisa melihat itu adalah senyuman yang dipaksakan. "Aku pamit ya.. Mau ada interview di Trans7.. Makasih traktirannya" Kata Isyana buru buru.


Aku ingin mencegahnya, namun Isyana keburu pergi. Aku lalu membayar di kasir dan pergi pulang ke rumahku.





Oke sekarang waktunya untuk sedikit nostalgia, Gue akan puterin satu buah lagu hits yang tiga tahun lalu melambungkan nama Isyana Sarasvati ke jajaran musisi ternama di Indonesia.. Ini dia Isyana dengan "Tetap dalam Jiwa".

Eh? Lagunya Isyana.. Setelah kuingat ingat lagi, belum pernah sekalipun kudengar lagu lagu yang dibuat Isyana.. Dan entah kenapa judul lagu ini begitu familiar buatku..





Tak pernah terbayang akan jadi seperti ini pada akhirnya..
Semua waktu yang pernah kita lewati bersama nyata hilang dan sirna..


Kudengarkan dengan seksama liriknya.. Hmm sepertinya tentang sepasang kekasih yang harus berpisah.. Kudengarkan terus lagunya, enak juga.. Pantesan dia bisa melejit, lagunya enak sih..





Bila memang harus berpisah..
Aku akan tetap setia..
Bila memang ini ujungnya..
Kau 'kan tetap ada, di dalam jiwa..


Eh?

Aku terkejut saat mendengarkan lirik lagunya saat bagian Chorus. Kutunggu lagi lagu itu hingga sampai kembali dibagian Chorus.





Bila memang harus berpisah..
Aku akan tetap setia..


Kubesarkan volume radioku.





Bila memang ini ujungnya.. Kau kan tetap ada, di dalam jiwa..


Aku terdiam. Aku ingat kenapa lirik ini begitu familiar.. Ini adalah judul Caption yang kukirim untuk fotoku berdua dengannya di patung Merlion.


Isyana?


Mungkinkah kamu selama ini?


Segera kuraih Handphoneku untuk menelepon Isyana. Agak lama Isyana mengangkat panggilanku.


"Halo, Na?"


" ...... "


"Na, halooo??"


" ........ "


"Halooo, Naa?"


Kudengar Isyana tertawa diujung telepon.


"Bolak balik aja terus halo na na halo.. " Akhirnya Isyana bicara, namun aku seperti mendengar suaranya aga serak, seperti orang yang habis menangis. "Kenapa nelpon aku? Mau ngomong apa lagi?" Tanya Isyana.


"Kamu dimana?" Tanyaku.


"Otw ke Trans7, kan tadi aku bilang.. "


"Oh okay.. aku mau ngomong sesuatu sama kamu.. Tunggu aku ya di sana" Pintaku.


Segera kumatikan teleponku dan kupacu mobilku menuju Kantor Trans7 yang terletak di daerah Mampang. Saat aku tiba disana, aku langsung parkir dan mencari Isyana. Dia ternyata masih menunggu di dalam mobilnya yang terparkir tidak jauh dariku. Segera aku berlari hingga ke samping jendela mobilnya. Isyana membuka jendelanya dan menatapku bingung. Aku berusaha mengatur nafasku yang tersengal sengal karena lari barusan.


"Kamu kenapa sih? Sampe ngos ngosan gitu?" Tanya Isyana bingung melihatku.


"Na.. " Ucapku di sela sela nafasku. "Tetap dalam jiwa.. " Ucapku lagi.


Isyana langsung terkejut mendengarku mengatakan kata kata itu. Tanpa ia sadari, air matanya menetes membasahi pipinya.


Nafasku akhirnya mulai normal kembali. Dan entah kenapa aku tersenyum melihatnya menitikkan air mata.


"Aku sayang kamu, Na.. " Ucapku tegas.


Air mata Isyana makin pecah. Ia segera membuka pintu dan memelukku. "Aku sayang kamu, na.. " Ucapku lagi menyambut pelukannya. Kupeluk erat dirinya.


"Jadi kamu selama ini, Na.. " Bisikku.


Isyana mengangguk. "Iya Dipta.. Selalu.." Ucapnya sambil menangis bahagia.


"Aku sayang kamu Dipta.. " Kata Isyana sambil menatapku. Kuhapus kedua air mata yang masing mengalir di pipinya hingga hanya menyisakan air mata di ujung matanya. Bola matanya mengkilap karena basah oleh air mata. Namun dia tersenyum menatapku. Perlahan aku memajukan wajahku. Isyana menutup matanya dan membiarkanku mencium bibirnya dengan lembut.




=======================



Aku tersenyum melihat Isyana yang sedang diwawancara oleh Tukul di Bukan Empat Mata. Aku sendiri duduk sendirian di Lobby Kantor Trans7 menontonnya lewat TV yang ada di Lobby kantor.

Kuperhatikan mukanya yang sangat ceria hari ini. Aku tidak percaya.. Isyana ternyata selalu menungguku.. Dan sekarang akhirnya kita berdua bisa menyatu.


"Isyana Arwana.. " Kata Tukul sambil bercanda. "Bisa diceritain ga sih temennya yang Isyana gandeng waktu lari sore di GBK itu siapa?" Tanya Tukul.


Isyana tersenyum, kemudian ia menjawab pertanyaan itu.


"Namanya Ardya Diptanto.. Aku kenal dia waktu aku sekolah di Singapura dulu.." Kata Isyana kepada Tukul.


"Oohh begitu.. Itu temen apa pacarnya sih?" Tanya Tukul to the point. Aku tertawa, membayangkan apa reaksi Tukul saat mendengar jawaban Isyana.


"Mmm.. Iya, Dia pacar akuu" Jawab Isyana singkat dan tegas kemudian tersenyum layaknya aku yang tersenyum di lobby ini. Reaksi Tukul dan penonton di Bukan Empat Mata terkejut, namun Tukul dengan cepat membuat candaan.


"Waduh, ga kebayang ini berapa lelaki yang patah hati abis denger pengakuan Isyana barusan.." Kata Tukul sambil menunjuk ke kamera. "Lha kalo kalian ini mah gausah ditanya.. " Kata Tukul sambil menunjuk penonton yang duduk lesehan diiringi tawa penonton yang meriah.




===================================



Keesokan harinya Isyana mengantarku ke Airport Halim dimana pesawat Jet pribadi sewaan Adelaide United telah menantiku. Beberapa orang dari manajemen klub Adelaide turut menemaniku.

Isyana menahanku saat kita sudah dekat pesawat Jet. Dia lalu melepaskan kacamata hitamnya. Rambut sedikit berkibar karena angin yang bertiup. Bunyi mesin jet yang terdengar menderu di kejauhan sedikit memekakkan telinga.


"Cepet pulang ya, sayaaangg.. " Ucap Isyana penuh kasih sayang. Ia menggenggam tanganku dengan erat sekali.


Aku langsung mencium bibirnya kemudian memeluknya erat untuk beberapa saat.


"Iya sayang, dua hari aja.." Ucapku saat memeluknya.


Aku lalu naik ke tangga pesawat, Isyana menungguku hingga aku masuk ke dalam pesawat. Dan akupun pergi ke Adelaide untuk memulai babak baru karir sepakbolaku. Aku mendapat nomor punggung '28' di Adelaide United dan disambut cukup meriah oleh media disana.

Beberapa hari kemudian Pemerintah mengumumkan bahwa Pemerintah telah mengangkat Intervensi mereka terhadap PSSI dan telah memperbolehkan PSSI melakukan kegiatannya kembali. PSSI yang kini diketuai oleh Rahmad Darmawan dengan cepat langsung mengumumkan menunjuk Ilham Jaya Kesuma menjadi Manajer Timnas yang baru dan akan segera memanggil pemain pemain untuk membentuk Timnas yang akan berlaga di Kualifikasi Piala Dunia 2022 di Qatar. Namaku termasuk didalamnya. Sementara itu karirku di Adelaide United bisa dibilang cukup berhasil. Aku sering mendapat tempat utama dan menjadi Vice Captain di Tim Utama Adelaide United. Permainanku mulai membaik, seakan akan aku menemukan kembali skill skill ku yang hilang selama ini.

Dan bersama Isyana, aku mendapatkan kasih sayang yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Meskipun aku dan dirinya terpisah jarak dan juga terpisah oleh profesi, namun kita berdua mampu melewati semuanya dengan baik. Komunikasiku dengannya berjalan lancar. Dan aku sering pulang ke Indonesia untuk bertemu dengannya, atau kadang kadang Isyana terbang ke Adelaide untuk bertemu denganku. Aku dan Isyana juga sudah berkali kali berhubungan badan. Apalagi saat ia pergi ke Aussie untuk mengunjungiku, kami merasa seperti honeymoon. Album ketiganya yang sedang ia promosikan kembali laku keras dan semakin melambungkan popularitasnya di belantika musik Indonesia.

Aku sendiri di timnas dipercayakan menjadi Kapten tim. Timnas juga dengan penuh semangat baru berhasil melewati ronde ronde kualifikasi Piala Dunia dengan baik ditangan Coach Ilham. Taktiknya luar biasa, Gaya melatihnya juga dapat mudah dimengerti dan rekan rekan tim sangat suportif terhadap kepemimpinannya. Indonesia menjadi kuda hitam di Kualifikasi Piala dunia kali ini. Bahkan di ronde kedua Indonesia berhasil mengejutkan semua pihak dengan menjuarai Grup H. Dengan hasil demikian, Indonesia berhak maju ke ronde ketiga kedua sekaligus memastikan satu tempat di Piala Asia 2023. Namun kesuksesan di Ronde kedua tidak dapat diulangi di Ronde ketiga, di Ronde ketiga, 10 tim yang dibagi ke dalam dua grup dan nantinya Juara satu dan dua tiap grup dipastikan akan mendapat tempat di Piala Dunia 2022. Di ronde ini Indonesia berada di urutan ketiga.

Urutan ketiga dari kedua grup akan diadu untuk mendapatkan tempat play off antar benua, inilah ronde keempat. Indonesia yang harus melawan Kuwait berhasil menaklukan Kuwait lewat gol dari Syamsir Alam dan Andik Vermansyah, dan memastikan masuk di Ronde kelima.

Ronde terakhir.

Di Ronde terakhir ini, Indonesia yang adalah wakil dari Wilayah Asia harus melawan tim dari wilayah Amerika Selatan, kali ini Uruguay, yang sebelumnya mengalahkan Bolivia untuk mendapat tempat ini. Bila Indonesia berhasil mengalahkan Uruguay, maka Indonesia akan dipastikan masuk ke Piala Dunia 2022 di Qatar. Laga akan terbagi menjadi Laga Home-Away. Dengan Uruguay mendapatkan laga Home terlebih dahulu. Bisa dibayangkan betapa pentingnya laga ini..




=======================================



Ronde Kelima Kualifikasi Piala Dunia 2022 Qatar, Uruguay v Indonesia.
Estadio Centenario. 2 Oktober 2021



"Ya Tuhan, berikanlah kami semua kemampuan dan performa yang semaksimal mungkin agar dapat membawa negara ini menuju pentas dunia. Hilangkanlah rasa gugup dan takut yang mungkin akan menghinggapi kami selama pertandingan nanti. Amin!" Ucapku memimpin doa sejenak ketika pertandingan akan dimulai. Seluruh tim berteriak Amin dengan keras.

"Inget yang Coach Ilham bilang tadi ya kawan kawan.. " Ucapku sambil melihat mata rekan rekanku satu persatu yang berdiri dalam satu lingkaran. Aku harus setengah berteriak karena suaraku tenggelam oleh 70ribuan lebih penonton yang memadati Estadio Centenario di kota Montevideo, ibukota Uruguay. Semuanya tampak siap dan bersemangat. "Hitungan ketiga, Kita pasti menang, Ok?" Ucapku lagi mengulurkan tangan. Semuanya lalu mengulurkan tangan.

1

2

3

"KITA PASTI MENANG!" Teriak kami semua. Lalu kami segera berlari menuju posisi kami masing masing. Wasit lalu melihat kedua tim dan setelah dirasa kedua tim siap, wasit meniup peluitnya.



PRIIIITTTT!



Pertandingan penentuan telah dimulai..


Uruguay langsung tampil menyerang dari peluit pertama dimulai. Kecepatan pemain mereka cukup mengejutkan rekan rekanku. Namun mereka telah berlatih keras dan telah siap menghadapinya. Pertahanan kami masih kokoh meskipun langsung digempur dan dikurung selama sepuluh menit pertama. Pilihan kami hanyalah bertahan dengan rapih dan ketika mendapatkan bola segera dialirkan untuk serangan balik yang cepat.

Arrascaetta, pemain sayap Uruguay berhasil mendapatkan ruang di sisi kanan. Aku berusaha menutup ruang operan dari Gaston Ramirez sang Playmaker. Namun Ramirez berhasil menemukan cara untuk meloloskan diri dariku lewat kecohan kakinya dan kemudian segera mengoper Arracaetta yang kosong.

Putu Gede bek sayap kanan timnas segera berlari secepat mungkin untuk membayangi Arrascaetta. Namun terlambat, Arrascaetta dapat memberikan umpan yang lumayan terukur ke dalam kotak Pinalti dimana dua striker Uruguay sudah menanti, Diego Rolan dan Abel Hernandez. Namun kedua striker itu mendapat perlawanan sengit dari kedua bek timnas kami, Arthur Irawan dan Mahir Radja Setya. Arthur berhasil memenangkan duel udara dan membuang bola keluar kotak pinalti.

Aku yang sebelumnya menjaga Ramirez segera bereaksi dengan cepat dan berlari untuk mengontrol bola tersebut. Begitu bola kudapat langsung kulihat ke tengah lapangan dimana Syamsir Alam sang striker dan Winger Setyo Nugroho telah bersiap menunggu operanku. Langsung saja kutendang bola ini ke kanan lapangan untuk memberikan umpan lambung kepada Setyo yang langsung berlari kencang melewati bek kiri Uruguay.

Setyo berhasil menguasai bola dengan kontrol dada yang cermat. Syamsir Alam segera berlari ke kotak pinalti Urugay secepat mungkin. Setyo men-dribble bola terus hingga menusuk masuk ke kotak pinalti kemudian memberikan umpan kepada Syamsir Alam. Tanpa dikontrol lagi oleh Syamsir Alam, ia langsung menendang bola itu dan..


GOOLL!


Ah sayang sekali wasit mengangkat bendera tanda offside. Syamsir Alam yang baru saja ingin merayakan golnya langsung kecewa. Tapi tidak apa apa.. Paling tidak kami mampu memberikan Shock Therapy kepada Uruguay. Begitu permainan dimulai kembali Uruguay mengendurkan serangannya. Mereka kini tampak berhati hati dalam memilih serangan.

Evan Dimas berhasil memotong bola yang ditujukan kepada Gaston Ramirez dan segera mengoper kepadaku. Evan Dimas langsung maju mencari ruang kosong sementara aku melihat ke seluruh sisi lapangan mencari celah serangan terbaik. Gaston Ramirez berusaha merebut bola dariku. Sebelum ia berhasil merebut, bola kuoper kepada Setyo yang ada di dekatku dan aku melihat Ramirez tidak mengejarku malah mengejar Setyo. Aku terlepas dari penjagaan! Aku meminta bola kembali kepada Setyo dan memberi sinyal one two kepadanya. Setyo yang paham segera mengoper kepadaku lalu berlari kencang di sisi lapangan.

Begitu bola sampai ke dekatku tanpa membuang waktu lagi segera kuoper balik ke Setyo yang kosong melompong. Setyo mempunyai semua waktu yang ia perlukan untuk mengukur kekuatan umpan yang akan ia berikan. Muscle memory hasil latihan intensif timnas akan membuatnya bisa mengumpan dengan akurat. Dan benar saja, Setyo membuat umpan yang langsung menusuk namun akurat kepada Syamsir Alam. Bola umpan itu melewati dua bek tengah Uruguay.

Syamsir Alam hanya perlu sedikit melompat saja dan dia bisa menyundul bola itu dengan mudah.


GOOOLLL!

1 - 0 Indonesia!

Kali ini bendera hakim garis tetap berada di bawah dan wasit menyatakan gol tersebut sah. Seisi stadion terdiam melihat aksi kami tadi.

Syamsir Alam merayakan golnya bersama Setyo di dekat gawang Uruguay, rekan rekanku yang lain juga menyelamatinya.

Semenjak kejebolan, Uruguay tampak panik dalam penguasaan bola. Konsentrasi mereka terpecah. Serangan serangan mereka pun jadi mudah terbaca, apalagi aku dan Evan Dimas telah menguasai lapangan tengah sehingga mereka tidak mendapat banyak pilihan dalam serangan.

Kami kini perlahan lahan mulai mengurung pertahanan Uruguay. Operan operan kami yang cepat berkali kali membuat bek Uruguay kewalahan. Sebastian Coates tampak menyemangati rekan rekannya yang kebingungan menghadapi serangkaian operan kami di tengah lapangan.

Kembali lagi Setyo berhasil membuka ruang di sisi kanan dan bersiap mengirimkan umpan kembali. Namun kali ini bek sayap Uruguay mampu menutup umpan Setyo dan hanya menghasilkan Corner Kick. Evan Dimas segera mengambil tugas sebagai eksekutor tendangan penjuru sementara aku mengatur rekan rekanku untuk mengambil posisi. Evan Dimas lalu menendang ke tengah kotak pinalti dimana mayoritas semua pemain sedang saling beradu posisi.

Coates berhasil memenangkan duel udara, namun bola yang ia sundul terlalu lemah dan jatuh kepadaku. Aku segera mengontrol bola dan tanpa banyak berpikir kutendang bola itu. Ah sayang sekali masih bisa diblok. Bola terpental kembali ke luar kotak pinalti. Namun Setyo berhasil mendapatkan bola. Segera ia oper ke Evan Dimas yang menunggunya. Evan Dimas lalu mengirimkan umpan yang cukup terukur.

Arthur Irawan yang tadi maju saat Corner Kick berhasil menyundul bola dengan sempurna. Bola memantul ke tanah sebelum akhirnya masuk ke gawang Uruguay untuk kedua kalinya.


GOOOOLLL!


Ini Gol pertama Arthur sepanjang kualifikasi kali ini. Arthur tampak senang dan puas. Lagi lagi penonton Uruguay dibuat terdiam membisu. Diego Godin sang Kapten Uruguay tampak marah terhadap performa teman temannya. Kulihat Manajer Uruguay pun tampak bingung melihat situasi yang ada.

Hingga sisa babak pertama habis tidak ada gol yang tercipta. Aku dan rekan rekan Timnas menuju ke ruang ganti dengan perasaan puas. Kurangkul Setyo yang bermain apik sepanjang babak pertama. Di dalam ruang ganti, Coach Ilham tampak Rileks dan menginstruksikan untuk tetap berhati hati dalam menguasai bola dan jangan membuat keputusan yang terlalu beresiko. Serangan Balik Uruguay dengan kecepatan yang mereka miliki akan sangat menyulitkan kita untuk bertahan. Strategynya untuk menumpukan serangan kepada Setyo juga membuahkan hasil, semua pemain Uruguay tampak fokus menjaga Andik agar tidak bisa melakukan dribble dribble ajaibnya, namun ternyata Setyolah yang menjadi kunci serangan kami di babak pertama.

Memasuki babak kedua, Uruguay kembali berinisiatif menyerang di menit menit awal untuk menciptakan gol. Namun kokohnya Arthur dan Mahir Radja berhasil mementahkan bola bola yang mengancam ke gawang Ravi Murdianto. Ravi juga bisa dibilang bermain dengan cemerlang. Saat Abel Hernandez sempat terlepas dari jebakan offside dan berduel satu lawan satu dengan Ravi, Ravi dengan cepat menutup ruang tembak Abel dan berhasil menghalau tendangannya hingga hanya menghasilkan Corner untuk Uruguay.

Saat serangan Uruguay mulai mengendur, kini giliran kami yang membangun serangan. Dengan hati hati kami memutar bola ke setiap sudut lapangan dan tidak mau mengambil resiko. Apabila keadaan mendesak, Mahir ataupun Arthur segera mengoper kembali ke Ravi agar bisa mengulang kembali serangan dari awal. Taktik possession football kami berhasil memancing para pemain Uruguay yang tidak sabar untuk keluar dari pertahanannya dan mengejar kami.

Aku dan Evan Dimas yang mengawal lapangan tengah harus jeli mencari celah yang terbuka sembari menjaga agar bola tidak direbut lawan. Ku dribble bola ke tengah lapangan sambil mencari pemain yang bisa lepas. Kulirik Andik di kiri sedang diam diam menyelinap dari bek sayap Uruguay. Ini dia kesempatannya. Kuoper bola ke Evan Dimas dan segera berlari ke ruang kosong yang berada di kiri lapangan. Evan Dimas tampak ingin mengoperku, namun ia melihat dibelakangku sudah siap bek sayap Uruguay untuk memotong bola. Tapi justru itu maksudku, dengan bek itu menjagaku, Andik mendapatkan ruang kosong di sepanjang sisi kiri lapangan.

Evan dimas mengerti maksudku dan segera mengoper jauh ke Andik. Bek Kiri Uruguay akhirnya sadar akan kesalahannya dan dengan putus asa berbalik mengejar Andik yang sudah jauh meninggalkannya. Untuk menutup kekosongan, Godin segera menutup sisi kiri lapangan dan menghadang Andik. Andik melihat ke kotak pinalti dan menyadari aku mendapatkan area kosong diluar kotak pinalti. Andik segera mengumpanku dengan umpan yang menyusur di tanah. Aku langsung bersiap menendang bola sambil memperhatikan gerak gerik Kiper.

Coates keluar dari posisinya yang menjaga Syamsir Alam dan berusaha menutup ruang tembakku. Namun aku dengan tenang mengecohnya dengan berpura pura akan menendang tapi kugeser bola yang kukontrol itu lebih ke kanan. Coates hanya mentackle rumput dan tanah saja sementara aku mendapatkan ruang tembak yang luas di depanku. Kutendang bola ini dengan sekuatku ke pojok kiri gawang. Kiper Uruguay, Muslera, yang sudah kebobolan dua kali tidak ingin kemasukan lagi. Dengan reaksi cepat ia melompat ke kiri gawang.

Namun sayang baginya, bola tendanganku terlalu keras dan ia tidak sempat menggapai bolanya.


GOOLLL!

3 - 0 Untuk Indonesia!



Aku berteriak girang. Syamsir Alam yang berada paling dekat denganku segera berlari dan memelukku. Berturut turut Andik, Jajang Mulyana, Setyo, dan Evan Dimas menghampiriku dan merayakan gol bersamaku. Kupejamkan mataku dan kubayangkan Isyana yang jauh di Jakarta sana, Isyana.. Gol ini untukmu.. Ucapku dalam hati. Kubuka mataku dan kembali merayakan gol itu.

Semangat Uruguay semakin mengendur. Mereka tampak seperti tim yang sudah tidak mempunyai niat untuk menang lagi.

Memasuki menit ke 70, Coach Ilham akhirnya menggantikanku dengan Bung Immanuel Wanggai. Kuberikan ban kaptenku kepada Evan Dimas dan aku melangkah keluar dari lapangan sambil bertepuk tangan. Terimakasih Montevideo..

Pada akhirnya Uruguay mampu menciptakan gol lewat kotak pinalti atas handsball yang dilakukan Mahir Radja. Diego Rolan berhasil mengecoh Ravi Murdianto untuk mengubah papan skor menjadi 1-3. Namun gol itu tidak cukup cepat datangnya dan tidak mampu mengibah jalannya pertandingan. Pertandingan berakhir dengan skor 1-3 untuk kemenangan Indonesia.

Kami semua merayakan kemenangan ini dengan sangat gembira. Bagaimana tidak? Kami sudah sangat dekat sekali dengan piala dunia.. Hanya butuh hasil imbang 0 - 0 di GBK untuk memasukkan kami ke dalam kompetisi Piala Dunia untuk pertama kalinya. Suasana di ruang ganti sangat heboh dan gembira saat itu. Coach Ilham menyelamati semua pemain atas kerja kerasnya.

Saat kami tiba di Soekarno-Hatta, kami disambut bak pahlawan oleh masyarakat Indonesia. Ratusan orang menantikan kami di area kedatangan Terminal 2E Soekarno-Hatta. Semua orang mengelu elukan nama kami. Mereka menyanyikan yel yel Timnas Indonesia. Petugas keamanan sampai kesulitan mengawal kami masuk ke dalam Bus. Begitu juga saat kami tiba di Kantor PSSI di GBK, sudah banyak orang yang menanti nantikan kami tiba.

Kami langsung menjadi sorotan utama di semua media. Koran koran pagi dan sore menjadikan kami berita halaman terdepan. Televisi memberitakan kemenangan kami di Montevideo di setiap jam. Lapangan latihan kami di GBK selalu dipenuhi oleh media yang meliput kami. Coach Ilham dan beberapa dari kami tidak lepas dari wawancara singkat saat kami selesai latihan. Semua rakyat Indonesia sudah sangat antusias dan tidak sabar menunggu pertandingan kami melawan Uruguay di Stadion GBK yang akan berlangsung di hari sabtu, 6 hari setelah leg pertama. Presiden Jokowi bahkan berjanji untuk datang dan menonton pertandingan penentuan itu. Inilah momen terdekat Indonesia memasuki Piala Dunia. Satu kaki telah kami tancapkan di Piala Dunia, tingkal satu langkah lagi.. Begitulah kurang lebih pemberitaan media seminggu itu.


"Ya, saya hanya berharap rekan rekan tim saya mampu fokus dan tidak terlalu percaya diri yang berlebihan saat nanti kami menghadapi Uruguay.. " Ucapku menjawab pertanyaan para wartawan yang menghadangku saat akan masuk lapangan latihan di luar GBK. Aku ditemani Isyana yang kugandeng berjalan melewati belasan Reporter dan Wartawan baik lokal maupun asing.


Isyana tertawa saat kami berdua akhirnya bisa melewati mereka.


"Kok ketawa, sayang?" Tanyaku heran sambil terus melangkah.


"Iyaa lucu aja.. " Jawab Isyana.


"Lucu apa?"


"Yang artis siapaa.. yang dikerubungin siapa.. " Kata Isyana sambil menggelengkan kepalanya dan tertawa. Akupun ikut tertawa.

Isyana dengan setia menemaniku latihan semenjak aku pulang ke Jakarta setelah menang di Leg pertama melawan Uruguay. Aku merasakan hubunganku dengannya makin lama makin meningkat ke level yang lebih serius lagi. Mungkin setelah pertandingan penentuan ini aku akan melamarnya.


"Sayang.. Cobain deh.. " Ucap Isyana sambil mengeluarkan kotak sepatu dari salah satu kantung belanjaannya ketika aku baru kembali dari ruang ganti baju. Aku dan dia sedang duduk di bangku penonton Lapangan latihan, sementara itu beberapa rekanku yang sudah tiba lebih dulu sedang berbincang bincang di pinggir lapangan bersama Coach Ilham.


"Yaampun sayang, ini buat aku?" Tanyaku senang. Kubuka bungkusnya, sepatu Adidas Predator keluaran terbaru.


"Cobain yah.. aku mau liat.. " Kata Isyana menyuruhku mencobanya. Aku menurutinya dan segera melepas sepatuku. Tiba tiba Isyana duduk di lantai dan membantuku melepaskan sepatuku. "Sini sayang, aku lepasin.." Ujarnya dengan lembut. Aku tertegun melihat apa yang dia lakukan kepadaku.


Isyana lalu memakaikan sepatu yang baru ia beli itu ke kakiku. Kemudian ia mengikatnya.


"Sayang.. " Ucap Isyana sambil sesekali menatapku.


"Yaa?" Jawabku sambil melihatnya dengan penuh senyuman.


"Kamu janji yah.. Apapun yang terjadi di pertandingan nanti, kamu ga boleh menyerah.. " Ucapnya dengan penuh perhatian.


Aku mengangguk.


"Usaha yang maksimal, dan sebelum peluit terakhir berbunyi kamu ga boleh nyerah! Janji?" Tanya Isyana lebih tegas lagi saat menyelesaikan ikatan di kedua sepatuku.


"Iya sayang.. Aku janji..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar